27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini diperkirakan insiden demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insiden yang hampir sama di laporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk. Sebaliknya insiden demam reumatik masih tinggi dinegara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedangkan mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju.(Soeparman, 1993) Insiden penyakit ini di negara maju ini telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas. Dan dapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun negara berkembang. Prevalensi semam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, 1

makalah demam rematik

  • Upload
    iim-aja

  • View
    340

  • Download
    58

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSaat ini diperkirakan insiden demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insiden yang hampir sama di laporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk. Sebaliknya insiden demam reumatik masih tinggi dinegara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedangkan mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju.(Soeparman, 1993)Insiden penyakit ini di negara maju ini telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas. Dan dapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik dinegara maju maupun negara berkembang.Prevalensi semam reumatik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan bahwa prevalensi DR di Indonesia pasti lebih tinggi dan angka tersebut, mengingat PJR merupakan akibat dari DR (Olivier, 2004).Oleh karena itu pad amakalah ini penulis memaparkan teoritis tentang demam reumatik dari definisi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis serta penatalaksanaan yang dapat dilakukan untung mengurangi prevalensi dari penyakit demam reumatik ini agar tidak menjadi penyebab mortalitas terbesar dalam penyakit kardiovaskuler.

B. Rumusan MasalahAdapun rumusan masalah makalah ini adalah :1. Apakah yang dimaksud dengan demam reumatik?2. Apakah yang menyebabkan terjadinya demam reumatik?3. Bagaimana patofisiologi dari demam reumatik ?4. Apakah gejala klinis yang terjadi pada demam reumatik?5. Apakah penatalaksanaan medis pada penderita demam reumatik?6. Apa saja pemeriksaan diagnostik pada penderita demam reumatik?7. Apa saja komplikasi pada penyakit demam reumatik?

C. Tujuan PenulisanAdapun tujuan penulisan makalah ini yaitu: Tujuan Umum :Mahasiswa mengetahui dengan jelas salah satu penyakit kardiovaskuler yang diangkat pada makalah ini, yaiut demam reumatik. Tujuan Khusus :Mahasiswa mengetahui secara rinci tentang :1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan demam reumatik.2. Mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya demam reumatik.3. Memahami bagaimana patofisiologi dari demam reumatik.4. Mengetahui apa saja gejala klinis yang terdapat pada demam reumatik.5. Mengetahui apa saja penatalaksanaan medis pada penderita demam reumatik.6. Mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostik pada penderita demam reumatik.7. Mengetahui apa saja komplikasi pada penyakit demam reumatik.

BAB IIPEMBAHASAN

A. DefinisiDemam reumatik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik, dapat sembuh sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katup jantung secara lambat laun. Tidak jarang penyakit ini menjadi akut atau gawat. (soeparman, 1993)Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berkali-kali. Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik merupakan penyebab utama cacat dan kematian karena kelainan jantung pada anak remaja. Demam reumatik merupakan penyakit inflamasi akut yang secara klasik terjadi pada anak-anak (berusia 5-15 tahun) dalam waktu 5 minggu sesudah terjadi infeksi strepkokus grup A (yang biasanya berupa faringitis). (Robbins, 2009)Demam reumatik merupakan proses imun sistemik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Tanda tanda demam rematik biasanya muncul pada saat 2 -3 minggu setelah infeksi tapi tanda tanda tersebut dapat muncul pada awal minggu pertama atau pada akhir minggu ke 5. Sedangkan yang dimaksud dengan penyakit jantung rematik (PJR) adalah kelainan jantung yang terjadi akibat demam rematik atau kelainan karditis rematik. Kebanyakan kasus menyerang pada katub mitral sebanyak 75 85%, kemudian katub aorta 30%, sedangkan untuk katub tricuspid dan pulmonal prevalensinya kurang dari 5% (Leman, 2009; Olivier, 2004; Tierney, 2004).

B. EtiologiDemam reumatik adalah suatu penyakit yang terjadi sesudah infeksi streptococcus hemolyticus group A. Biasanya 1-4 minggu sesudah serangan tonslitis, nasofaringitis, atau otitis media. Infeksi streptokokus ini menghasilkan antigen bagi berlangsungnya reaksi antigen-antibodi sehingga menyebabkan demam reumatik yang merupakan suatu komplikasi dan terjadi kurang lebih pada satu persen. Dugaan adanya reaksi immunologic ini didukung dengan penemuan konsentrasi antibody antistreptolisin yang tinggi pada mereka yang menderita demem reumatik sesudah faringitis akut oleh streptococ, tetapi tidak ditemukan pada mereka yang tidak menderita.Ada pendapat lain yaitu demam reumatik adalah suatu reaksi tipe autoimun dimana streptokokus hanya diikut sertakan sebagai suatu bahan dalam jaringan kolagen sebagai antigen yang dengan antibodinya menimbulkan manifestasi demam reumatik.Terjadinya demam reumatik di negara barat tak dapat diterangkan dengan pemakaian antibiotic saja, karena penurunan ini mendahului penemuan antibiotic. Faktor-faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh ialah berkurangnya virulensi streptococ dan keadaan sosioekonomik yang membaik. Kepadatan penduduk merupakan factor penting karena dapat mengundang terjadinya infeksi. Seperti yang dijelaskan pada jurnal Acute Rheumatic Fever Associated with Household Crowding in a Developed Country.Demam reumatik kebanyakan timbul pada umur 5-15 tahun dengan puncaknya pada umur 8 tahun. Walaupun kadang-kadang masih dapat timbul sesudah 30 tahun. Wanita dan pria mempunyai kemungkinan sama untuk terserang. Manifestasi chorea lebih banyak terdapat pada wanita. Sering ditemukan pada lebih dari satu anggota keluarga yang terkena, dan ada kemungkinan predposisi genetic bersama lingkungan social juga ikut berpengaruh.

C. Patofisiologi Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic streptococcus yang menyerang pada pharynx. Idak Streptokokus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 prodak ekstrasel; yang terpenting diantaranya adalah streptolisin O, streptolisin S, hialurodinase, streptokinase, difosforidin nukeotidase, deoksiribunoklease serta streptococca erythrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibody. Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk tersebut.Sensivitas sel B antibody memproduksi antistreptokokus yang membentuk imun kompleks. Reaksi silang komplek imun tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen. Demam reumatik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran napas atas oleh kelompok kuma A betahemolitik. Mungkin ada predposisi genetic dan ruangan yang sesak khususnya diruang kelas atau tempat tinggal yang meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.

D. KlasifikasiPerjalanan klinis penyakit jantung reumatik dapat dibagi ke dalam empat stadium : Stadium IBerupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman steptococus beta hemolitik grup A.Keluhan : demam batuk rasa sakt waktu menelan muntah diare peradangan pada tonsil yang disertai eksudat Stadium IIStadium ini juga disebut periode laten, ialah masa antara infeksi streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau berbulan-bulan. Stadium IIIYang dimaksud dengan stadium III adalah fase akut demam reumatik,saat inilah timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik.manifestasi klinis ini dapat digolongkan dengan gejala peradangan umum dan manifestasi klinis dari demam rumatik itu sendiri.Gejala peradangan umum seperti : Demam tinggi Lesu Anoreksia Berat badan menurun Kelihatan pucat Epitaksis Athralgia Rasa sakit disekitar sendi Sakit perut

Stadium IVDisebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik terlihat tanpa kelainan jantung. Pada fase ini penyakit demam reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivitas penyakitnya.

E. Gejala KlinisGambaran klinis umumnya dimulai dengan demam yang timbul setelah 2-3 minggu terserang infeksi streptokokus beta hemolitikus.a. Demam Demamnya tidak khas, bisa berlangsung sampai bekali-kali dengan tanda-tanda umum berupa malaise, asthenia, penurunan berat badan. Demam biasnya terdapat pada saat permulaan terjadinya poliatritis, sering terdapat pada karditis yang berdiri sendiri akan tetapi tidak akan terdapat pada chorea yang tersendiri. Tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya tidak sering melampaui 390C dan akan kembali normal atau hampir normal dalam 2-3 minggu, juga jika tak diobati.b. Sakit PersendianBisa berupa atralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda objektif radang. Atritis ialah radang persendian dengan tanda-tanda panas, merah, bengkak atau nyeri tekan dan keterbatasan gerak persendian.Atritis pada demam reumatik dapat mengenai beberapa persendian secara bergantian selama beberapa hari dalam seminggu, juga dikenal sebagai meloncat (migratory). Atritis seiring dimulai pada kaki dan menjalar ke lengaan. Lutut paling sering terkena (75%), siku, pergelangan tangan, pinggul dan persendian kecil kaki (masing-masing 12-15%), bahu dan persendian kecil tangan (7-8%). Persendian lain jarang terserang seperti tulang punggung servikal, lumbosakral, sternoklavikular dan temporomandibular, juga persendian kecil tangan secara tersendiri.Foto rontgen persendian tidak memperlihatkan kelainan pada tulang-tulang dan jaringan lunak selain pembengkakan. Kebanyakan penderita diobati dengan aspirin atau obat lain dan atritis cepat menghilang serta tidak menjalar ke persendian lain. Bahkan tanpa pengobatan pun poliatritis biasanya menghliang dalam 3 minggu tanpa meninggalkan bekas.c. Pankarditis Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis, dan perikarditis. Karditis terjadi pada 50 % demam reumatik. Adanya karditis dapat diduga dengan adanya bising jantung walaupun kemungkinan hal ini masih dipertimbangkan. Pada apeks, adanya bising pansistolik menandakan terlibatnya katup mitral atau insufisiensi mitral fungsional dan adanya miokarditis. Juga jika terdapat bising low pitched dan mid-diastolic pendek pada apeks dikeal seagai bising Carey Coombs. Bising ini biasanya dapat menghilang tetapi mungkin juga menetap beberapa bulan sampai tahunan sebelum manifestasi khas stenosis mitral muncul. Adanya bising pendek mid-diastolic pada apeks pada demam reumatik tidak dapat dianggap sebagai stenosis mitral atau permukaan kelainan tersebut. Bising mid-diastolic di daerah aorta atau pulmonal kurang memastikan adanya keterlibatan katup jantung karena seiring terdapat juga pada anak-anak dengan demam tanpa gangguan jantung dan biasanya menghilang sesudah sembuh. Bising diastolic akibat insufisiensi aorta sering juga ditemukan dan biasanya menetap sesudah proses reumatik akut reda.Miokarditis harus ditangani secara hati-hati dan merupakan gejala demam reumatik yang biasanya ditemukan tetapi sukar didiagnosis dengan jelas. Dengan adanya takikardia berlebihan dilihat dari sudut demamnya atau menetap walaupun demam sudah mereda, dapat diduga sebagai miokarditis. Begitu pula jika ada pembesaran jantung. Diagnosis lebih nyata jika timbul kelemahan jantung kiri atau kanan yang tidak dapat diterangkan dengan kerusakan katub. Gejala-gejala yang mungkin muncul adalah dispnea, ortopnea, dan edema. Irama gallop sering ditemukan walaupun tidak selalu berarti miokarditis, karena dapat juga timbul pada semua anak dengan demam atau takikardia. Jika klinis terdapat perikarditis, maka karditisnya dianggap berat dan meliputi pula miokarditis dan endokarditis (pankarditis). Nyeri retrostrenal dan bising gesek perikard dapat timbul dan mungkin juga terbentuk cairan pericardial. Jika aktivitas reumatik sudah menurun, yang sering menetap adalah tanda-tanda kerusakan katub. Karena itu, tanda-tanda kardial secara auskultasi yang abnormal tidak dapat dianggap sebagai bukti tetap adanya karditis aktif.Gambaran EKGPerpanjangan interval PR terdapat pada 28-40% penderita, berarti lebih banyak dari biasanya terdapat pada demam karena penyakit lain. Maka kelainan ini dapat digunakan dalam diagnosis demam reumatik. Sebaliknya penderita dengan interval PR yang memanjang tidak selalu disertai bising atau tanda lain dari karditis dan terdapat kerusakan katup kemudian, kemungkinan tersebut sama pada mereka yang tidak mempunyai interval PR tidak menentukan prognosis. Gangguan lain yang mungkin terjadi adalah blok AV derajat II, disosiasi AV (ada 20%) dan blok AV total. Mungkin ditemukan denyutan premature ventricular biegeminy dan fibrasi atrial. Silent Carditis Kira-kira 50% penderita dengan kelaiana penyakit jantung reumatik tidak mempunyai riwayat serangan demam reumatik. Diperkirakan bahwa kelompok ini mengalami sernagan demam reumatik dengan terlibatnya jantung akan tetapi tanpa gejala perikarditis atau kelemahan jantung, tanpa poliatritis atau chorea (asimtomatik). Karena tidak ada gejala, maka tidak diperiksakan. Mungkin pula gejalanya samar saja dan karena tidak ada dokter serta tidak dirasakan mengganggu oleh penderita, maka penyakit demam reumatik akan berlangsung tanpa diketahui. Dalam keadaan ini kemungkinan berlangsung suatu periode yang disebut silent carditis. Kemungkinan lain adalah jika etiologinya bukan demam reumatik tetapi misalnya oleh virus atau bawaan. d. Nodul SubkutanNodul subkutan jarang memberikan keluhan akan tetapi penting untuk diagnostic. Biasanya timbul dalam minggu-minggu pertama dan biasa hanya pada penderita dengan karditis. Nodul ini merupakan jaringan padat, tidak nyeri, berhubungan dengan tendon, kapsul persendian, dan fasia. Kulit diatasnya dapat digerakkan sedangkan besarnya beberapa millimeter sampai 1-2cm. Nodul dapat menetap beberapa minggu dan jarang berlarut sampai sebulan. Terutama terdapat dibagian ekstensor siku, jari-jari dan lutut, dipunggung dan kepala.e. Eritema Marginatum Biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang timbul. Seperti pada nodul subkutan, eritema ini biasanya juga timbul hanya pada penderita karditis. Eritema ini terdiri dari fluoresensi yang cepat berkembang dari macula kecil atau papula menjadi lingkaran besar dan agak menonjol pada bagian tepi, sedangkan sntrumnya berwarna pucat. Lingkaran-lingkaran ini satu dengan lainnya menyatu dan terjadi pola gambar dengan segmen-segmen. Eritema marginatum timbul di badan dan ekstrimitas dan tidak pernah ada pada muka.f. Chorea (St. Vitus Dance)Juga disebut Sydenhamss chorea, chorea minor atau St. Vitus Dance dan dapat dianggap sebagai bentuk neurologic demam reumatik. Gerakan yang timbul dapat berupa sekonyong-konyong, tidak berulang, dan tonus otot menghilang. Jika lengan dalam keadaan ekstensi maka pergelangan tangan dalam fleksi dan jari-jari dalam hiperekstensi, seakan merupakan garpu. Chorea harus dibedakan dari tics yang nuga merupakan gerakan yang tiba-tiba tetapi tidak dapat terulang dan bentuk gerakan lebih menggeliat. Gerakan chorea menghilang pada saat tidur. Chorea dapat terjadi setelah terinfeksi streptokokus yang berlangsung lebih lama daripada biasanya terdapat pada demam reumatik. Ada juga tanpa manifestasi persendian atau chorea dan timbul sesudah beberapa minggu atau bulan setelah adanya atritis. Tetapi pada semua keadaan tersebut akan terdapat bising jantung.g. Nyeri AbdomenNyeri abdomen dapat terjadi pada demam reumatik dengan kelemahan jantung, karena pembengkakan hepar. Mungkin juga terdapat pada kasus tanpa kelemahan jantung dan terjadi sebelum tanda-tanda lain dari demam reumatik. Dalam keadaan demikian lokalisasi nyeri umummnya pada daerah periumbilikal. Sering dikira dikira apendisitis sehingga dilakukan operasi yang sebenarnya tidak perlu.h. Manifestasi laboratorik Ada dua macam manifetasi yaitu perama membuktikan adanya infeksi streptococ yang baru dan kedua membuktikan proses inflamasi. Penderita demam reumatik 80% mempunyai ASTO (anti-streptolisin O) yang merupakan antibody yang paling dikenal dan paling sering digunakan untuk indicator terdapatnya infeksi streptokokus menghasilkan hasil positif. Walaupun ASTO yang meninggi dapat mendukung kemungkinan demam reumatik akan tetapi kenaikan ASTO saja belum membuktikan demam reumatik. Tingginya kadar antibody streptococ bukan merupakan ukuran beratnya demam reumatik, bukan pula ukuran beratnya aktivitas. Jika demam reumatik telah terdiagnosis tidak ada gunanya mengulangi pemeriksaan ASTO. Ukuran proses inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran laju endap darah dan C-reative protein lebih menentukan karena jelas negative pada orang sehat. Laju endap darah mempunyai variasi antara normal dan abnormal dan dapat meninggi sampai jauh diatas 100 mm. leukositosis umumnya sedang dan nonspesifik.,Lamanya Serangan ReumatikDalam keseluruhan bergantung pada manifestasi klinis dan kriteria mana yang digunakan. Jika hanya sakit persendian maka lama serangan paling pendek, lebih lama jika ada karditis. Manifestasi klinis akut pertama berupa demam akan hilang terlebih dahuli, laju endap darah yang tinggi paling lambat kembali normal. Kadang-kadang kelainan klinis baru timbul sesudah fase akut misalnya chorea atau eritema marginatum dan nodul subkutan sudah tampak. Serangan pertama dapt berlansung dari 6 minggu sampai 3 bualn. Dengan adanya karditis yang berat bahkan bisa mencapai 6 bulan atau lebih. Ini yang dinamakn demam reumatik kronis.Proses rumatik masih dianggap aktif jika terdapat atritis, bising organic baru, jantung membesar, denyut nadi pada waktu tidur mencapai lebih dari 100x/menit, dan nodul subkutan. Kelemahan jantung tanpa adanya kelainan katup yang lama, juga dianggap karditis aktif. Karditis reumatik kronis yang tidak menghilang akan fatal dalam jangka beberapa bulan sampai beberapa tahun. Laju endap darah saja yang meninggi lebih dari 6 bulan bukan merupakan tanda reumatik akut jika tidak ada tanda klinis lainnya. Menurut Jones, 1992 manifestasi klinis dapat dibagi menjadi manifestasi manor dan mayor sehingga dapat diangkat diagnosa medis untuk penyakit demam reumati.Manifestasi mayor : Kardiits Nodulus subkutan Eritema marginatum Korea PankarditisManifestasi minor : Artralagia Demam Peninggian reaksi fase akutDitambah dengan adanya bukti infeksi streptococcus sebelumnya berupa kultur apus tenggorokan yang positif atau tes antigen stertococus yang cepat.Serta tambah dengan adanya 2 manifestasi klinis mayor atau 1 manifestasi klinis mayor dan 2 manifestasi klinis minor.

F. Penatalaksaan Medis Pada waktu fase akut, penderita membutuhkan istirahat total dirumah atau dirumah sakit. Setiap hari dikaji kemungkinan ada tidaknya karditis dan juga kelemahan jantung. Biasanya karditis timbul pada minggu kedua atau ketiga. Taranta dan Maarkowitz menganjurkan lama dan derajat istirahat disesuaikan menurut keadaan karditis. Bila tidak ada karditis istirahat 2 minggu kemudian ambulassi 2 minggu disertai pengobatan salisilat. Karditis tanpa pembesaran jantung perlu istirahat 4 minggu lalu ambulasi 4 minggu. Karditis dengan pembesaran jantung istirahat 6 minggu kemudian dilanjutkan ambulasi 6 minggu. Karditis dengan kelemahan jantung istirahat sempurna selama ada kelemahan jantung lalu ambulasi selama 3 bulan.Obat-obat salisilat dan kortikostreroid keduanya mempunyai efek dramatic pada demam dan poliatritis pada pengobatan demam reumatik. Walaupun masih banyak anggapan yang bertentangan, biasanya salisilat digunakan pada demam reumatik tanpa karditis dan ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Kedua obat ini tidak dapat mencegah terjadinya kerusakan katup yang kronis. Tidak dianjurkan memberi salisilat dosis tinggi karena kemungkinan intoksikasi. Hal ini dapat diketahui dari timbulnya tinnitus dan hiperpnea.Pada penderita yang hanya dengan atralgia tidak diberikan obat anti-inflamasi (salisilat dan kortikostreroid) tetapi lebih baik obat analgetik saja. Pada atritis sedang atau berat tanpa karditis atau bila ada karditis tanpa kardiomegali, aspirin diberikan 100 mg/kgBB/hari dengan dosis tidak lebih 6 g sehari terbagi dalam 3 dosis selama 2 minggu pertama dan dilanjutkan dengan 75 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu kemudian.Penderita dengan karditis dan kardiomegali sebaiknya diberikan steroid. Prednisone merupakan pilihan utama dimulai dengan dosis 2 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis dan tidak melebihi total dosis 80 mg per hari. Pada keadaan gawat dapat diberikan metal-prednisolon intravena (10-40 mg) diikuti prednisone oral. Pengobatan prednisone sesudah 2-3 minggu secara berkala dikurangi 5 mg tiap 2-3 hari. Dengan mengurangi prednisone, aspirin dimulai dengan 75 mg/kgBB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednisone telah berhenti. Pengobatan tumpang tindih ini dimaksudkan untuk menghindari rebound, timbulnya kembali manifestasi klinis sesudah penghentian obat, atau mencegah adanya infeksi streptococ baru.Penghentian pengobatan anti-inflamasi mungkin disertai dengan timbulnya kelainan laboratories dalam 2-3 minggu. Hanya rebound dengan manifestasi klinis berat perlu diberikan pengobatan secara keseluruhan lagi. Biasanya sudah cukup dengan analgetik ringan saja pada manifestasi klinis atau laboratories ringan.Pada 5-10% penderita, laju endap darah masih tetap tinggi sampai berbulan-bulan sampai penghentian obat. Kejadian ini tidak dapat diterangkan dan tidak perlu pengobatan lebih lanjut. Jika C-reative protein tetap tinggi harus dicurigai akan adanya serangan ulangan. Dengan penghentian obat lebih dari dua bulan dapat diperkirakan berhentinya serangan demam reumatik dan tidak akan kambuh kembali jika tidak ada infeksi kembali oleh streptococ baru.Kelemahan jantung yang ada biasanya dapat diatasi dengan istirahat sempurna disertai dengan pemberian kortikosteroid, mungkin juga diperlukan diuretic. Digitalis harus dipikirkan terkahir karena pada karditis reumatik efek terapeutiknya kurang. Dapat dibedakan takikardia kardial yang tetap ada walau sedang tidur dan takikardia karena emosi yang menghilang pada waktu tidur.Sesudah ditetapkan diagnosis dalam reumatik penderita harus diberikan penisilin. Diberikan satu injeksi 600.000-1,2 juta unit benzatin penisilin atau 500.000 unit penilsilin dua kali sehari/oral untuk 10 hari. Pasien yang alergi penisilin dapat diberika eritromisin 20 mg/kgBB 2 kali sehari untuk 10 hari. Maksudnya adalah eradikasi streptococ yang masih ada di faring sebelum memberikan anti-streptococ profilaksis. Penisilin tidak mempunyai pengaruh terhadap jalannya manifestasi serangan akut demam reumatik. Di USA pengobatan ini memberikan efektivitas pencegahan sampai 99%. Dinegara berkembang diperkirakan lebih baik diberikan 3 minggu sekali.Profiulaksis oral dapat diberikan dengan sulfadiazine, jika penderita betul-betul alergi terhadap penisilin. Dosis 0,5 g sehari pada penderita yang berat badannya dibawah 30 kg atau 1,0 g untuk yang lebih besar. Perlunya menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika kurang dari 4000 dan neutrofilnya kurang dari 35% sebaiknya obat dihentikan.Dapat digunakan penisilin per oral walaupun kurang efektif dibanding pemakaian sulfa. Dosis 200.000 unit 2 kali sehari. Kesulitan dalam pemberian oral adalah kepatuhan dalam mengonsumsi obat dibandingkan dengan per-injeksi. Lamanya pemberian profilaksis biasanya sampai risiko besar residif terlampaui 3-5 tahun pertama. Harus ditekankan pentingnya profilaksis dan diharapkan dapat terus diberikan samapai dewasa. Dengan adanya kelainan jantung dianjurkan profilaksis seumur hidup.Dalam jurnal A Vaccine Against Streptococcus pyogenes menjelaskan bahwa StreptInCor diuji dalam model eksperimental inbrida dan outbred tikus garis keturunan di hadapan lengkap Freund adjuvant (CFA) atau tawas. Titer tinggi imunoglobulin (Ig) G1 dan IgG2a diinduksi setelah imunisasi tikus dengan peptida StreptInCor. Selain itu, antibodi IgG mampu mengenali epitop StreptInCor dalam heterolog, protein rekombinan M1 streptokokus yang berbagi 74% dari residu identik dengan C-terminal bagian M5. Hasil ini menunjukkan bahwa wilayah yang dipilih dari StreptInCor peptida memiliki efek perlindungan yang potensial. Imunisasi BALB / c tikus dilakukan dengan 100 ug vaksin peptida StreptInCor dalam adjuvan Freund konvensional dan pembantu baru (AFCo1) yang menginduksi respon imun mukosa. AFCo1 dihasilkan oleh kalsium presipitasi dari proteoliposome yang berasal dari membran luar Neisseria meningitides B. co-administrasi StreptInCor peptida epitop dan AFCo1 ajuvan diinduksi baik mukosa (IgA) dan sistemik (IgG) antibodi, seperti biasanya diamati pada respon imun Th1 terpolarisasi-dimediasi. Adjuvant ini telah digunakan untuk beberapa tes imunisasi eksperimental dan mungkin adjuvant yang menjanjikan untuk digunakan di masa depan oleh manusia.Selain itu,dilakukan tes eksperimen untuk menentukan keamanan dari epitop vaksin StreptInCor. Keamanan vaksin dinilai menggunakan DR2, DR4, DQ6, dan DQ8 HLA kelas II transgenik tikus. Tikus transgenik tidak mengekspresikan molekul H2 murine dan merupakan alat penting untuk mempelajari hubungan antara HLA molekul kelas II dan perkembangan penyakit autoimun. Selain itu, model ini bisa berguna untuk mempelajari respon kekebalan terhadap vaksin, terutama terhadap S. pyogenes, untuk mengendalikan reaksi autoimun mungkin dalam beberapa organ, serupa dengan yang diamati di RF dan RHD. Lamanya respon imun dalam model transgenik juga dievaluasi terhadap StreptInCor teradsorbsi ke alum dengan mengikuti hewan selama 1 tahun setelah imunisasi. Pemeriksaan histopatologi sendi, otak, jaringan jantung (mitral, aorta, dan katup trikuspid), ginjal, limpa, dan hati dari hewan-hewan ini tidak menunjukkan perubahan. Temuan ini telah ditunjukkan dalam kasus titer tinggi antibodi anti-StreptInCorIgG. Menyeberangi reaktivitas jaringan jantung manusia juga tidak diamati. Selanjutnya, pola limpa sel T memori hewan-hewan diimunisasi dievaluasi setelah rangsangan StreptInCor. CD4 + dan CD8 + sel sebagian besar adalah memori sel T efektor (CD44 + CD62L-). Hanya dalam DQ8 silsilah adalah CD4 + sel terutama sel T memori pusat (CD44 + + CD62L). Data ini menunjukkan bahwa imunisasi StreptInCor mampu menginduksi memori tanggapan sel T protektif terhadap S. pyogenes. Data ini dirangkum dalam Tabel 2. Secara keseluruhan, hasil ini konsisten dengan kuat, aman, dan tahan lama respon kekebalan terhadap StreptInCor tanpa reaksi merugikan. Dengan begitu dapat disiimpulkan, bahwa dari data yang disajikan memperkuat perspektif bahwa perkembangan vaksin anti-S. pyogenes akan meningkatkan kemungkinan menghindari infeksi dan karenanya mengurangi jumlah kasus baru RF dan RHD. G. Pemeriksaan Diagnosisa. Pemeriksaan laboraturium : a) Pemeriksaan darah: Laju endap darah meningkat Lekositosis Nilai hemoglobin dapat rendahb) Pemeriksaan bakteriologi: Biakan apusan tenggorokan untuk membuktikan adanya streptokokus Pemeriksaan serologi, di ukur titer ASTO. Astistreptokinase, anti hyalurodinaseb. Foto rontgen menunjukan pembesaran jantung.c. Elektokardiogram menunjukkan aritmia.d. Echocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi.

H. Komplikasi Hipertrofi atrium kiri yang dapat menyebabkan disritmia atrium atau gagal jantung kanan. Perikarditis yaitu peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnya cairan dalam cavum pericard.

BAB III PENUTUPA. KesimpulanDemam reumatik merupakan penyakit inflamasi akut yang secara klasik terjadi pada anak-anak (berusia 5-15 tahun) dalam waktu 5 minggu sesudah terjadi infeksi strepkokus grup A yang biasanya berupa faringitis (Robbins, 2009). Gejala klinis yang dapat terlihat pada demam reumatik ini yaitu penderita biasanya mengeluhkan nyeri persendian disertai dengan tipe demam yang remittent, pankriditis, nodul subkutan, eritema marginatum, dan chorea. Pemeriksaan diagnostik yang dapat yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan laboraturium darah, EKG, Echocardiogram, dan Foto rontgen. Penatalaksaan medis yang dilakukan berdasarkan gejala-gejala klinis yang ditimbulkan, misalnya penggunaan steroid dan kortikosteroid digunakan pada penderita demam reumatik yang mengalami nyeri persendian dan demam. Apabila penanganannya tidak tuntas maka dapat menyebabkan komplikasi meliputi hipertrofi atrium kiri dan perikarditis.

DAFTAR PUSTAKA

Soeparman.1993.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta: Balai Penerbit FKUI Cotran & Robbins.2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit.Jakarta:EGC Baradero Mary.2008.Klien Gangguan Kardiovaskuler seri Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC Corwin, Elizabeth.J.2009.Buku Saku Patofisiologi Corwin.Jakarta:EGC Baughman, Diane.C.2000.Keperawatan MedikaL-Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth.Jakarta:EGC www.medscape.com

14