39
BAB I PENDAHULUAN Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Demam rematik (DR) dan atau Penyakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum. [1],[2],[3] Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi. [1],[2] Jauh sebelum T. Duckett Jones pada tahun 1944 mengemukakan criteria Jones untuk menegakkan diagnosis demam rematik, beberapa tulisan sejak awal abad ke 17 telah melaporkan mengenai gejala penyakit tersebut. Epidemiologis dari Perancis de Baillou adalah yang pertama menjelaskan rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR 1

Referat DEMAM REMATIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat DEMAM REMATIK

BAB I

PENDAHULUAN

Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Demam rematik (DR)

dan atau Penyakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit

akibat infeksi kuman Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut

ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis,

korea, nodul subkutan dan eritema marginatum.[1],[2],[3]

Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa

(sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Demam rematik terjadi

sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung,

susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi.[1],[2]

Jauh sebelum T. Duckett Jones pada tahun 1944 mengemukakan criteria Jones untuk

menegakkan diagnosis demam rematik, beberapa tulisan sejak awal abad ke 17 telah melaporkan

mengenai gejala penyakit tersebut. Epidemiologis dari Perancis de Baillou adalah yang pertama

menjelaskan rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout dan kemudian Sydenham

dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut

dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan

adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR dijelaskan

setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec.

Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle mengemukakan “rheumatic fever

syndrome” yang merupakan kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan belakangan

termasuk manifestasi yang jarang ditemui yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan sebagai

komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn mengusulkan hubungan infeksi

Streptokokus grup A dengan demam rematik dan secara perlahanlahan diterima oleh Jones dan

peneliti lainnya 1. Pada tahun 1944 Jones mengemukakan suatu kriteria untuk menegakkan

diagnosis demam rematik. Kriteria ini masih digunakan sampai saat ini untuk menegakkan

diagnosis dan telah beberapa mengalami modifikasi dan revisi, karena dirasakan masih

mempunyai kelemahan untuk menegakkan diagnosis secara tepat, akurat dan cepat.

Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang kardiologi, tetapi demam

rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan problem karena merupakan penyebab

1

Page 2: Referat DEMAM REMATIK

kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini demam rematik belum dapat

dihapuskan, walaupun kemajuan dalam penelitian dan penggunaan antibiotika terhadap penyakit

infeksi begitu maju. Demam rematik dan pernyakit jantung rematik masih merupakan penyebab

penyakit kardiovaskular yang signifikan didunia, termasuk Indonesia. Dinegara maju dalam lima

tahun terakhir ini terlihat insidens demam rematik dan prevalens penyakit jantung rematik

menurun, tetapi sampai permulaan abad ke-21 ini masih tetap merupakan problem medik dan

public health didunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.

Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup jantung

menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk penanganannya memerlukan sarana, prasarana

dan tenaga trampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat besar. Penanganan yang

tidak sempurna menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan

penanganan yang sempurna memerlukan biaya yang besar dan waktu yang terus menerus

sepanjang usia penderitanya.[2],[3]

BAB II

2

Page 3: Referat DEMAM REMATIK

DEMAM REMATIK

1.1. Definisi

Demam Rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman

Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang

dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul

subkutan dan eritema marginatum.[1],[2],[3]

Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat

melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi

yang bervariasi.[1],[2]

2.2 Etiologi

Telah lama diketahui DR mempunyai hubungan dengan infeksi kuman

Streptokokus β hemolitik grup A pada saluran nafas atas dan infeksi kuman ini pada kulit

mempunyai hubungan untuk terjadinya glomerulonefritis akut. Kuman Streptokokus β hemolitik

dapat dibagi atas sejumlah grup serologinya yang didasarkan atas antigen polisakarida yang

terdapat pada dinding sel bakteri tersebut. Tercatat saat ini lebih dari 130 serotipe M yang

bertanggung jawab pada infeksi pada manusia, tetapi hanya grup A yang mempunyai hubungan

dengan etiopatogenesis DR dan PJR. Hubungan kuman Streptokokus β hemolitik grup A sebagai

penyebab DR terjadi secara tidak langsung, karena organisme penyebab tidak dapat diperoleh

dari lesi, tetapi banyak penelitian klinis, imunologis dan epidemiologis yang membuktikan

bahwa penyakit ini mempunyai hubungan dengan infeksi Streptokokus β hemolitik grup A,

terutama serotipe M1,3,5,6,14,18,19 dan 24 2,4,6,7,. Sekurang-kurangnya sepertiga penderita

menolak adanya riwayat infeksi saluran nafas karena infeksi streptokokkus sebelumnya dan pada

kultur apus tenggorokan terhadap Streptokokus β hemolitik grup A sering negatif pada saat

serangan DR. Tetapi respons antibodi terhadap produk ekstraseluler streptokokus dapat

ditunjukkan pada hampir semua kasus DR dan serangan akut DR sangat berhubungan dengan

besarnya respons antibody. Diperkirakan banyak anak yang mengalami episode faringits setiap

tahunnya dan 15-20 persen disebabkan oleh Streptokokus grup A dan 80 persen lainnya

disebabkan infeksi virus.[1],[2],[3]

Insidens infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan bervariasi diantara

berbagai negara dan di daerah didalam satu negara. Insidens tertinggi didapati pada anak usia 5 -

3

Page 4: Referat DEMAM REMATIK

15 tahun. Beberapa factor predisposisi lain yang berperan pada penyakit ini adalah keadaan sosio

ekonomi yang rendah, penduduk yang padat, golongan etnik tertentu, faktor genetik, golongan

HLA tertentu, daerah iklim sedang, daerah tropis bercuaca lembab dan perubahan suhu yang

mendadak. [1],[2],[3]

2.3 Epidemiologi

Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang berkembang dan

sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun 2. Pada tahun 1944 diperkirakan diseluruh dunia

terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta mengalami gagal jantung dan

memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit. Prevalensinya dinegara sedang berkembang

berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000 anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai

prevalensi demam rematik di Indonesia untuk tahun 1981 – 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000

anak sekolah dan jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah

sakit di negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 – 35 persen dari penderita penyakit

jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang berasal dari negara

berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih merupakan problem dan

kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa muda.

Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan sudah

tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan dibeberapa

negara maju 13. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika Serikat pada pertengahan dan akhir

tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens DR, demikian juga pada populasi aborigin di

Australia dan New Zealand dilaporkan peningkatan penyakit ini. Tidak semua penderita infeksi

saluran nafas yang disebabkan infeksi Streptokokus β hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3

persen dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus β hemolitik grup A di

barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 persen didapati pada anak

yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada populasi

masyarakat sipil. [1],[2]

Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, 29 October–1 November 2001 yang

diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju

hingga 8,2 per 100.000 penduduk dinegara berkembang dan didaerah Asia Tenggara

4

Page 5: Referat DEMAM REMATIK

diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh

dunia karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life years

(DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 dinegara maju hingga 173,4 per

100.000 dinegara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data insidens DR yang

dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data yang diperoleh hanya berupa

data local yang terdapat pada anak sekolah. Insidens per tahunnya cenderung menurun dinegara

maju, tetapi dinegara berkembang tercatat berkisar antara 1 di Amerika Tengah – 150 per

100.000 di Cina.

Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR

Indonesia tidak dinyatakan. [1],[2]

2.4 Patogenesis

Hubungan antara infeksi infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan terjadinya DR

telah lama diketahui. Demam rematik merupakan respons auto immune terhadap infeksi

Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat

penyakit yang timbulditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan organisme dan

lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui,

tetapi peran antigen histokompatibiliti mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan antibodi

yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko yang

potensial dalam patogenesis penyakit ini. Terbukti sel limfosit T memegang peranan dalam

patogenesis penyakit ini dan ternyata tipe M dari Streptokkokus grup A mempunyai potensi

rheumatogenik. Beberapa serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid

yang kaya dengan Mprotein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri,

strukturnya homolog dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti

tropomyosin, keratin dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang

disekresikan oleh sel endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup jantung.

Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan

dengan terjadinya DR.[2]

Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri dan virus

yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules dengan

nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors. Pada kasus streptokokus banyak penelitian

5

Page 6: Referat DEMAM REMATIK

yang difokuskan pada peranan superantigen-like activity dari fragmen M protein dan juga

streptococcal pyrogenic exotoxin, dalam patogenesis DR.

Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen streptokokkus

memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan. Sekitar 0,3 – 3 persen

individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut menjadi DR. Data

terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons antigen streptokokkus

berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA. Infeksi streptokokkus dimulai

dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor spesifik sel host dan melibatkan proses

spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi. Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan

reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan

oleh streptococcal fibronectin-binding proteins.

Gambar 1. Patogenesis DR dan PJR

Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan

dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi

6

Ket. Gambar: Demam rematik merupakan respons auto immune terhadap infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan.

Page 7: Referat DEMAM REMATIK

penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi

streptokokkus untuk terjadi DR.[2]

2.5 Diagnosa [1],[2],[3],[4]

Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ yang terlibat dan

manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan gabungan sistem organ yang

terlibat.

Tabel 1. Kriteria Jones (Updated 1992) [2],[7]

Manifestasi mayor Manifestasi minor

Karditis Klinis

Poliartritis - Artralgia

Korea - Demam

Eritema marginatum Laboratorium

Nodulus subkutan Peninggian reaksi fase akut

(LED meningkat dan atau C reactive protein)

Interval PR memanjang

Ditambah

Disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya berupa kultur apus

tenggorok yang positip atau tes antigen streptokokus yang cepat atau titer ASTO

yang meningkat.

Jika disokong adanya bukti infeksi Streptokokus sebelumnya, adanya 2 manifestasi

mayor atau adanya 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor

menunjukkan kemungkinan besar adanya demam rematik.

Pada 2002–2003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR (berdasarkan

kriteria Jones yang telah direvisi). Revisi kriteria WHO ini memfasilitasi diagnosis untuk:

— a primary episode of RF

— recurrent attacks of RF in patients without RHD

— recurrent attacks of RF in patients with RHD

— rheumatic chorea

— insidious onset rheumatic carditis

7

Page 8: Referat DEMAM REMATIK

— chronic RHD.

Untuk menghindarkan overdiagnosis ataupun underdiagnosis dalam menegakkan

diagnosis.

Tabel 2. Kriteria WHO 2002-2003 untuk diagnosis DR dan PJR

(berdasarkan criteria Jones yang telah direvisi) [2],[3]

BAGAN 1. Algoritme untuk diagnosis Demam Rematik Akut[7]

8

Primary Episode Recurrent RF

Rheumatic NO

Chorea or insidious

Onset of carditis

NO YES

YES YES

YES

YES

YES

YES

Meets criteria for RHD

Diagnostic categories Criteria

Primary episode of RF.* Two Major* or one major and two minor** manifestations plus evidence of a preceding group A streptococcal infection***.

Reccurent attack of RF in a patient Two major or one major and two minor manifestationsWithout established RHD.* plus evidence of a preceding group A streptococcal

infection.Reccurent attack of RF in a patient with Two minor manifestations plus evidence of a preceding Established RHD. group A streptococcal infection.*

Rheumatic chorea. Other major manifestations or evidence of group AInsidous onset rheumatic carditis.* streptococcal infection not required.

Chronic valve lesions of RHD (patients Do not required any other criteria to be diagnosedPresenting for the first time with pure mitral as having RHD.Stenosis or mixed mitral valve disease and/oraortic valve disease).*

*Major manifestations - carditis- polyarthritis migrans- chorea- erythema marginatum- subcutaneous nodules

**Minor manifestations - clinical : fever, polyarthralgia- laboratory : elevated acute phase reactans (erythrocyte Sedimentation rate or leukocyte count)

***Supporting evidence of a preceding - ECG : prolonged P-R Interval Streptococcal infection within the last 45 - elevated or rising ASTO or other streptococcal Days antibody, or

- a positive throat culture, or- rapid antigen test for group A streptococci, or- recent scarlet fever.

Page 9: Referat DEMAM REMATIK

Algorithm for diagnosis of acute rheumatic fever (RF), incorporating the 1992 revision of the Jones criteria and the World Health Organization (WHO) expert consultation report (2002-2003). The WHO modifications incorporated in the flowchart are more sensitive and less specific than those incorporated in the American Heart Association criteria. GABHS = group A beta-hemolytic streptococci; RHD = rheumatic heart disease.

2.6 Terapi [1],[2],[3],[4],[7]

9

≥ 2 major manifestation

≥ 2 major manifestation

Established RHD

Established RHD

Evidence of prior

GABHS

Evidence of prior

GABHS

1 major manifestation

1 major manifestation

Other causes exclude

?

Other causes exclude

?

2 minor?

2 minor?

Page 10: Referat DEMAM REMATIK

Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu 1). Pencegahan primer pada saat

serangan DR, 2). Pencegahan sekunder DR, 3). Menghilangkan gejala yang menyertainya,

seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal jantung dan korea.

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan DR

dan diberikan fase awal serangan. Jenis antibiotika, dosis dan frekuensi pemberiannya dapat

dilihat pada lampiran 1. Pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan

DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup katup jantung dan dapat

menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Jenis antibiotika yang digunakan dapat

dilihat pada lampiran 1 dan durasi pencegahan sekunder dapat dilihat pada lampiran 2. Tetapi

sayangnya preparat Benzatine Penisilin G saat ini sukar didapat dan tidak tersedia diseluruh

wilayah Indonesia. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal

jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu

diberikan pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Petunjuk mengenai

tirah baring dan dan ambulasi dapat dilihat pada lampiran 3 dan penggunaan anti inflamasi dapat

dilihat pada lampiran 4. Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika,

restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena

resiko intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan emosi.

Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea

yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan valproic

acid, chlorpromazin dan diazepam. Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan terapi.

Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi

keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif.

Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang

relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

BAB III

10

Page 11: Referat DEMAM REMATIK

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

3.1 Definisi

Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa

(sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Demam rematik terjadi

sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung,

susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi. [1],[2]

3.2 Gambaran Klinis

Penyakit ini masih merupakan penyebab kecacatan pada katup jantung yang terbanyak.

Kecacatan pada katup jantung tidak dapat terlihat secara kasat mata seperti cacat fisik lainnya,

tetapi menyebabkan gangguan kardiovaskuler mulai dari bentuk ringan sampai berat sehingga

mengurangi produktivitas dan kualitas hidup. [1],[2]

3.3 Penyakit Katup Jantung

Gambar 2. Anatomi Jantung yang Normal

11

Page 12: Referat DEMAM REMATIK

Hampir seluruh penyakit katup jantung didapat adalah akibat demam rematik.

Keterlibatan katup mitral ditemukan pada sekitar ¾ dan keterlibatan katup aorta ditemukan

sekitar ¼ dari seluruh kasus penyakit jantung rematik. Penyebab paling banyak dari Mitral

Stenosis (MS) adalah demam rematik, dengan perubahan rematik 99% adalah MS dari seluruh

kelainan katup mitral. Sekitar 25 % dari seluruh pasien penyakit jantung rematik terdapat MS

terisolasi, dan ± 40 % terdapat kombinasi antara MS dan Mitral Regurgitasi (MR). Kelainan

Multikatup terjadi pada 38 % dari pasien dengan MS, dengan kelainan pada aorta sekitar 35 %

dan katup tricuspid 6 %. katup pulmonal hampir tidak pernah ditemukan. Oleh karena itu, hanya

MS, MR, AS, dan AR yang akan dibicarakan. [1],[6],[7]

3.3.1 MITRAL STENOSIS

Definisi

Merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui

katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan struktur mitral ini

menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat

diastolik.

Mitral stenosis merupakan kasus yang sudah jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari

terutama diluar negeri. Sebagaimana diketahui stenosis mitral paling sering disebabkan oleh

penyakit jantung rematik yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Oleh karena

itu dinegara maju seperti Amerika, penyakit ini sudah jarang ditemukan, walaupun sudah ada

kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus infeksi

streptokokus yang resisten. Sedangkan di Indonesia walaupun kasus baru juga cenderung

menurun, namun kasus stenosis mitral ini masih banyak kita temukan. [1],[3],[4]]

Epidemiologi

MS jarang terjadi pada anak – anak (karena butuh waktu 5 – 10 tahun dari serangan

pertama kali untuk berkembang menjadi MS). MS merupakan penyakit katup jantung yang

paling banyak terjadi pada penderita rematik dewasa. 2/3 kasus MS terjadi pada wanita. [6],[7]

12

Page 13: Referat DEMAM REMATIK

GAMBAR 3. Mitral Stenosis, Aorta Stenosis, dan Aorta Regurgitation

Patogenesis

Mitral stenosis merupakan konsekuensi lanjut tersering setelah karditis reumatik. Periode

laten selama 20 tahun antara infeksi akut dan disfungsi katup simptomatik tidak jarang terjadi

dengan pasien datang pada decade keempat atau kelima. Abnormalitas patologis stenosis mitral

antara lain fusi komisura, skar fibrosa, dan obliterasi arsitektur katup yang normalnya berlapis

sebagai akibat dari penyembuhan valvulitis dan fibrosis superimposed. Jembatan fibrosa

progresif melalui komisura katup dapat menghasilkan deformitas ‘mulut ikan’ yang kaku

sehingga menyebabkan orifisium kaku, yang mengalami stenosis dan regurgitasi. Daun katup

menjadi terkalsifikasi dan korda tendinae menebal, mengalami fusi, serta memendek. [1],[3],[4],6],[7]

13

Kelainan katup yang sering terjadi.

Suara bising jantung yang didapatkan pada masing-masing kelainan katup jantung.

Page 14: Referat DEMAM REMATIK

Manifestasi Klinis [1],[3],[4],6],[7]

Keluhan yang ditemukan:

Dispneu merupakan keluhan utama pada MS. Keluhan ini disebabkan tekanan

tinggi pada atrium kiri dan pembuluh kapiler sehingga terjadi bendungan paru

disertai episode udema alveolus, keluhan ini reda apabila HR meningkat.

DOE (Dispneu On Effort)

Orthopnoe

PND (Paroksismal Nokturnal Dispneu) diakibatkan redistribusi cairan waktu tidur

(malam), cairan extravaskuler masuk ke intravaskuler, sehingga menambah

volume darah, menambah venous return, terjadilah bendungan paru pada MS

Hemoptisis

Atrial fibrilasi merupakan komplikasi pada MS dan merupakan masalah

tambahan. Selain hilangnya kontraksi atrium (kontraksi atrium terjadi pada fase

akhir diastolic), takiaritmia yang sangat tidak teratur memperpendek interval

pengisian diastolic sehingga menghambat pengosongan atrium kiri, menurunnya

CO dan kongesti paru.

Emboli

Tanda yang didapatkan:

Sianosis

Nadi ireguler (bila terdapat AF)

S1 keras

Opening snap

Murmur mid-diastolik terdengar setelah katup mitral terbuka (OS) dimana darah

mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri melewati katup yang sempit pada

keadaan tekanan atrium tinggi sehingga terjadi turbulensi dan terdengar sebagai

MDM berfrekuensi rendah dan kasar, punctum maksimum di apeks.

Edem paru

14

Page 15: Referat DEMAM REMATIK

Pemeriksaan Penunjang

EKG pada MS seringkali menunjukkan hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kanan.

LAH ditunjukkan oleh adanya gelombang “broad-notched P” yang disebut P

mitral nampak pada sandapan standar I, II, dan sandapan dada (chest leads).

Sebelum terjadi AF seringkali didahului oleh SVES (Supra Ventricle Extra

Sistole).

Foto thorax didapatkan kardiomegali dengan CTR > 50 %. Edem paru yang

nampak sebagai perpadatan pericardial terbentuk seperti sayap kupu-kupu atau

batwing.

Echocardiografi

Tatalaksana

Medikamentosa

Digoksin diberikan pada AF dengan dosis 2 x 1 tab / hari selama 2-3 hari. Disusul

dengan dosis pemeliharaan (maintenance) 1 x 1 tab atau 1 x ½ tab / hari.

Diuretic diberikan pada MS sedang – berat. Dosis 20 mg - 40 mg / hari.

Antikoagulan oral untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli.

15

Page 16: Referat DEMAM REMATIK

BAGAN 2. Management of severe MS [7]

16

MS < 1,5 cm

Symptoms

YES NO

CI to PMCCI to PMC High risk of embolism of haemodynamic decompensaton

High risk of embolism of haemodynamic decompensaton

NO YES

YESNO

NOYES

YES NO

CI or high risk for surgery

CI or high risk for surgery

Favourable anatomical

characteristic

Favourable anatomical

characteristic

Unfavourable anatomical

characteristic

Unfavourable anatomical

characteristic

Favourable clinical

characteristic

Favourable clinical

characteristic

Unfavourable clinical

characteristic

Unfavourable clinical

characteristic

PMCPMC SurgerySurgery

Excersie testingExcersie testing

SymptomsSymptoms No symptomsNo symptoms

CI to or unfavourable characteristic for

PMC*

CI to or unfavourable characteristic for

PMC*

PMCPMC FOLLOW UPFOLLOW UP

MS = mitral stenosis; CI = Contraindication; PMC = Percutaneus Mitral Commisurotomy

Page 17: Referat DEMAM REMATIK

3.3.2 MITRAL REGURGITASI

Definisi [1],[3],[4],6]

Mitral regurgitasi adalah suatu keadaan dimana terdapat aliran darah balik dari ventrikel

kiri ke dalam atrium kiri pada saat systole, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara

sempurna. Dengan demikian aliran darah saat systole akan terbagi dua, disamping ke aorta yang

seterusnya ke aliran darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan

tetapi daya pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai dari yang

asimtomatis sampai gagal jantung berat.

Epidemiologi

Merupakan kelainan katup tersering pada anak-anak dengan penyakit jantung rematik. [1]

Patogenesis

MR merupakan volume overload dari ventrikel kiri, atrium kiri yang dalam perjalanan

waktu menjadi dilatasi berat dan hipertrofi ringan ventrikel kiri. Pada saat systole, atrium kiri

akan mengalami pengisian yang berlebihan, disamping aliran darah yang biasa dari vena-vena

pulmonalis, juga mendapat aliran tambahan dari ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi. Sebaliknya

pada saat diastole, volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang

berasal dari atrium kiri yang mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal

sehingga akan terdilatasi ringan kemudian pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung

kiri akut. Derajat kelainan klinis akibat MR ditentukan oleh derajat kebocorannya dan kecepatan

terjadinya. [1],[3],[4]

GAMBAR 4. Mitral Regurgitasi

17

Page 18: Referat DEMAM REMATIK

Manifestasi Klinis[1],[3],[4],6],[7]

Keluhan yang ditemukan:

Dispneu terjadi karena adanya edem paru

DOE (Dispneu On Effort)

Orthopnoe

PND (Paroksismal Nokturnal Dispneu)

Apabila diikuti gagal jantung kanan terdapat keluhan tentang edema tungkai,

keluhan akibat kongesti hepar dan ascites.

GAMBAR 5. Mitral Regurgitasi

18

Page 19: Referat DEMAM REMATIK

Tanda yang didapatkan:

Pada MR berat, apeks bergeser ke kiri dan bawah, lokasi dari apeks iictus cordis

dapat terlihat. Sistolik thrill dapat juga teraba di apeks

Bising sistolik derajat III-IV biasanya holo sistolik disebut juga pansistolik,

meliputi seluruh fase systole. Punctum maksimum di apeks, menjalar ke lateral

kiri, aksila dan ke punggung pada MR berat

JVP meningkat apabila MR disertai gagal jantung kanan sebagai konsekuensi dari

hipertensi pulmonal pada MR, hepatojugular refluks positif apabila terdapat gagal

jantung kanan

Pemeriksaan Penunjang

Pada MR ringan EKG normal, pada MR sedang – berat, EKG menunjukkan

perubahan voltage akibat hipertrofi LV. Segmen ST menunjukkan depresi pada

V4, V5, V6, terjadi dilatasi dan hipertrofi LA disebut “P Mitral”, gelombang P

lebar dan bifasik, aritmia ventrikel dapat terjadi (VES), atrial fibrilasi (AF) timbul

pada LA yang besar, apabila MR diakibatkan oleh infark miokard, EKG akan

menunjukkan gelombang Q patologis.

Foto Thorax dapat normal pada MR ringan. Sedangkan pada MR sedang – berat

foto thorax menunjukkan kardiomegali dengan apeks bergeser ke lateral dan

kaudal, pembesaran LA tampak pada foto thoraks sebagai double contour.

Tatalaksana

Digoksin sebagai inotropik pada gagal jantung dan mengontrol respon AF.

ACE inhibitor, angiotensin reseptor blocker, alpha blocker sebagai vasodilator

untuk mengurangi regurgitasi ke atrium kiri.

Profilaksis terhadap Infective Endocarditis, menghilangkan sumber infeksi

dengan perawatan gigi.

Profilaksis sekunder bila penyebab MR nya demam rematik.

Diuretika bila terjadi gagal jantung.

19

Page 20: Referat DEMAM REMATIK

BAGAN 3. Management of severe chronic organic MR [7]

20

Severe organic MR

Symptoms

NO YES

LVEF > 60 & LVESD < 45 mm

LVEF > 60 & LVESD < 45 mm

LVEF > 30%LVEF > 30%

NOYES

YES NONO YES

YES NO

Atrial fibrillation or sPAP > 50 mmHg at rest

Atrial fibrillation or sPAP > 50 mmHg at rest

Surgery (repair whenever possible)

Surgery (repair whenever possible)

Follow Up*Follow Up*

Refractory to medical therapyRefractory to medical therapy

Valve repair is likely and low comorbidity

Valve repair is likely and low comorbidity

Medical therapy** Transplantation

Medical therapy** Transplantation Medical TherapyMedical Therapy

YES NO

LV : Left Ventricle ; EF : Ejection Fraction; sPAP : systolic pulmonary artery pressure; ESD : end-systolic dimension

* Valve repair can be considered when there is a high likelihood of durable valve repair at a low risk

** Valve replacement can be considered in selected patients with low comorbidity

Page 21: Referat DEMAM REMATIK

3.3.3 AORTA STENOSIS

Etiologi

Etiologi stenosis aorta adalah kalsifikasi senilis, variasi congenital, penyakit jantung

rematik. Di Negara maju, etiologi terutama oleh kalsifikasi degenerative dan siring dengan

prevalensi penyakit jantung koroner dengan factor resiko yang sama. Sedang di negara kurang

maju didominasi oleh penyakit jantung rematik. [1],[3],[4]

Patogenesis

Hambatan aliran darah di kautp aorta (progressive pressure overload of left ventricle

akibat stenosis aorta) akan merangsang mekanisme RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron)

beserta mekanisme lainnya agar miokard hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri ini

akan meningkatkan tekanan intraventrikel agar dapat melampaui tahanan stenosis aorta tersebut

dan mempertahankan wall stress berdasarkan rumus laplace: stress = (pressure x radius) : 2x

thickness. Namun bila tahanan aorta bertambah, maka hipertrofi akan berkembang menjadi

patologik dengan gejala sinkop, iskemia sub-endokard yang menghasilkan angina dan berakhir

dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). [1],[3],[4],6]

GAMBAR 6. Aorta Stenosis

21

Page 22: Referat DEMAM REMATIK

Manifestasi Klinis [1],[3],[4],6],[7]

Keluhan yang ditemukan:

Angina pectoris walaupun tidak ada aterosklerosis pada a. coronaria

Sesak napas sebagai akibat tekanan tinggi didalam vena-vena pulmonalis pada

gagal ventrikel kiri dan dimulai dengan dyspneu d’effort yang kemudian

berkembang menjadi orthopneu dan PND

Sinkop pada waktu aktivitas fisik (effort syncope), jantung tidak mampu

menambah CO atau stroke volume untuk memenuhi kebutuhan serebral.

Kematian mendadak sering terjadi

Tanda yang didapatkan:

Pulsus tardus et parvus pada a. Carotis (a. brakialis)

Thrill pada a. Carotis

Murmur ejeksi (ejection systolic murmur)

Pemeriksaan Penunjang

EKG tidak didapatkan perubahan pada AS ringan. Pada AS sedang terdapat

tanda-tanda LVH atau disebut sistolik overload pada LV, dapat juga disertai

LAH. Irama sinus mungkin berubah menjadi AF

Pada foto thorax didapatkan dilatasi dari aorta ascendens akibat suatu “ jet lesion”

(semprotan darah) yang sangat keras melewati katup aorta yang sempit,

membentur dinding aorta. CTR tidak selalu bertambah. Apabila disertai gagal

jantung AR atau MR maka CTR akan besar dan tampak dilatasi vena – vena

pulmonalis pada gagal jantung

Tatalaksana

Medikamentosa yaitu diuretika, digitalis terutama AF, kontraindikasi untuk

pemberian vasodilator

Kontraindikasi untuk pemeriksaan Shent test

Tindakan Bedah : penggantian katup bila pressure gradient (perbedaan tekanan

antara aorta dengan LV), orificium kecil terdapat keluhan sinkop, angina pectoris

dan gagal jantung.

22

Page 23: Referat DEMAM REMATIK

BAGAN 4. Management of severe aortic stenosis [7]

23

Severe AS (< 1 cm2 or < 0.6 cm2/m2 BSA)

Symptoms

NO YES

LV EF < 50 %LV EF < 50 %

NO

YESNO

YES

Markedly calcified valve and increase in peak jet velocity ≥ 0.3 m/sec within 1 year

Markedly calcified valve and increase in peak jet velocity ≥ 0.3 m/sec within 1 year

Exercise testExercise test

Patient physically active

Patient physically active

SurgerySurgeryMedical therapy**

Transplantation

Medical therapy** Transplantation

YESNO

NormalNormal Abnormal*Abnormal*

AS : Aortic stenosis; LV : Left ventricle; EF : ejection fraction; BSA: Body Surface Area;

Page 24: Referat DEMAM REMATIK

3.3.4 AORTA REGURGITASI

Etiologi [1],[3],[4]

Penyakit Jantung Rematik

Hipertensi

Endokarditis bakterialis

Sindroma marfan

Aneurisma sinus valsava

Trauma

VSD

Penyakit kolagen

Kongenital

Epidemiologi

Jenis kelainan katup yang sering didapatkan adalah stenosis aorta 43,1%, dari 1197

pasien, regurgitasi mitral 31,5% dari 877 pasien, regurgitasi aorta 13,3% dari 369 pasien,

stenosis mitral 12,1% dari 336 pasien. Kelainan degenerative masih merupaka penyebab

tersering regurgitasi aorta. Dari studi Framingham didapatkan 4,9% angka kejadian regurgitasi

aorta 10% dari strong heart study terhadap 250 pasien. [1],[4]

Patogenesis

Dilatasi ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta, bertujuan untuk

mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan artificial ventrikel kiri. Pada saat

aktivitas, denyut jantung dan resistensi vascular perifer menurun sehingga curah jantung bisa

terpenuhi. Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri pulmonal,

ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung menurun walaupun saat

istirahat.[3],[4]

Manifestasi Klinis [1],[3],[4],6],[7]

Keluhan yang ditemukan:

Dispneu akibat gagal jantung dengan konsekuensi hipertensi pulmonal

Angina

Palpitasi

Aritmia

24

Page 25: Referat DEMAM REMATIK

GAMBAR 7. Aorta Regurgitasi

Tanda yang didapatkan:

Pulsus Corrigan (“collapsing pulse”)

De Musset’ sign (kepala bergoyang akibat pulsus Corrigan)

Quinke’ sign (kapiler pada kuku nampak berdenyut)

Traube’ sign atau pistol shot sound pada arteri – arteri besar

Bising Duroziez (double tone)

Hill’ sign (tekanan darah pada tungkai naik lebih tinggi disbanding pada lengan

Tekanan nadi yang meningkat

EDM (early diastolic murmur)

Pemeriksaan Penunjang

EKG menunjukkan LVH, LAH, mungkin disertai aritmia, SVES, VES atau AF

Foto thorax tampak dilatasi ventrikel kiri. Kalsifikasi katup aorta atau aorta

mungkin kelihatan

Tatalaksana

Digoksin sebagai inotropik pada gagal jantung dan mengontrol respon AF.

ACE inhibitor

Vasodilator untuk menurunkan afterload

Profilaksis sekunder terjadinya reaktivasi bila penyebabnya demam rematik.

Diuretika

BAGAN 5. Management of Aortic Regurgitation [7]

25

Significant enlargement of ascending aorta

NO YESAR severeAR severeNO YESNO YESSymptomsSymptomsLV EF ≤ 50% or EDD > 70 mm or ESD > 50 mm (or > 25 mm/m2 BSA)

LV EF ≤ 50% or EDD > 70 mm or ESD > 50 mm (or > 25 mm/m2 BSA)

Surgery*Surgery*Follow upFollow up YESNO

AR: aortic regurgitation ; LV: left ventricle; EF: Ejection Fraction; EDD: End Diastolic Dimension; ESD: End Systolic Dimension; BSA: body surface area;

*surgery must also be considered if significant changes occur during follow up

Page 26: Referat DEMAM REMATIK

BAB IV

KESIMPULAN

1. Demam Rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum.

2. Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yaitu 1). Pencegahan primer pada saat

serangan DR, 2). Pencegahan sekunder DR, 3). Menghilangkan gejala yang

menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal

jantung dan korea.

3. Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung. Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi.

4. Hampir seluruh penyakit katup jantung didapat adalah akibat demam rematik. Keterlibatan katup mitral ditemukan pada sekitar ¾ dan keterlibatan katup aorta ditemukan sekitar ¼ dari seluruh kasus penyakit jantung rematik.

26

Page 27: Referat DEMAM REMATIK

5. Penyebab paling banyak dari Mitral Stenosis (MS) adalah demam rematik.

6. Dengan perubahan rematik 99% adalah MS dari seluruh kelainan katup mitral. Sekitar 25 % dari seluruh pasien penyakit jantung rematik terdapat MS terisolasi, dan ± 40 % terdapat kombinasi antara MS dan Mitral Regurgitasi (MR). Kelainan Multikatup terjadi pada 38 % dari pasien dengan MS, dengan kelainan pada aorta sekitar 35 % dan katup tricuspid 6 %. katup pulmonal hampir tidak pernah ditemukan.

7. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea

yang berat fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan

valproic acid, chlorpromazin dan diazepam. Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan

terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik

untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi surgikal atau

intervensi invasif. Tetapi terapi surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta

memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Edisi IV. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta, Juni 2006, Jilid III, hal

1560 – 1580.

2. Siregar, Abdullah Afif. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik Permasalahan Di

Indonesia. Dalam : Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap pada Fakultas

Kedokteran, Medan April 2008.

3. Palupi S.E.E, dr. Sp.JP. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK

Universitas Trisakti, Jakarta, hal 61-64.

4. Gray Huon H, Keith DD, John MM, et al. Lecture Notes Kardiologi, Edisi Keempat.

Penerbit: Erlangga, Jakarta, 2003. Hal 200-216.

5. ESC Comimittee for Practice Guidelines. ESC Guidelines Desk Reference. Compendium

of ESC Guidelines, 2007. p. 175-190.

6. Park, Myung K.The Pediatric Cardiology Handbook, third edition. Mosby Handbook,

USA, 2003. p. 147-157.

7. Libby P, Bonow RO, Mann DL, et al. Braunwald’s Heart Disease: a textbook of

cardiovascular medicine, 8th edition. Saunders Elsevier, Philadelphia, vol. 1, chapter 62.

27

Page 28: Referat DEMAM REMATIK

28