15
Laporan Kasus Lupus Eritematosus Diskoid dr. Cut Putri Hazlianda DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN 2014

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

Laporan Kasus

Lupus Eritematosus Diskoid

dr. Cut Putri Hazlianda

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU MEDAN

2014

Page 2: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

i

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .......................................................................................... i I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1 II. LAPORAN KASUS ........................................................................ 3 III. DISKUSI ........................................................................................ ... 8 DAFTAR PUSTAKA.. ............................................................................ 11

Page 3: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

dr. Cut Putri Hazlianda, M.Ked(DV), SpDV Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Lupus eritematosus diskoid (LED) merupakan penyakit inflamasi autoimun kronik yang muncul dengan gejala klinis yang hanya terbatas pada kulit. Etiologi LED masih belum dimengerti, kemungkinan dikarenakan gangguan autoimun, dimana sistem imun secara abnormal menjadikan kulit sebagai target sehingga terjadi inflamasi dan kemerahan pada kulit. Lesi pada LED muncul pertama berupa makula merah-ungu, papul atau plak kecil eritematosus dan pada permukaannya berkembang lesi hiperkeratotik dengan cepat pada kepala atau leher, juga pada wajah, telinga dan ekstensor lengan. Lesi klasik awal biasanya berkembang menjadi lesi berbentuk koin dengan batas yang jelas (diskoid), plak eritema yang ditutupi oleh skuama. Penatalaksanaan LED bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum penderita, mengontrol lesi dan menghambat terjadinya skar atrofi, serta mencegah perkembangan lesi lebih lanjut. Penatalaksanaan diawali dengan menggunakan pelindung terhadap paparan matahari. Pilihan pengobatan secara sistemik yaitu menggunakan obat antimalaria dan obat-obat imunosupresif lainnya seperti methotreksat, azathioprin. Pengobatan topikal dengan kortikosteroid, kalsineurin inhibitor dan retinoid, kortikosteroid intralesi.

Page 4: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

1

LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID

I. PENDAHULUAN

Lupus eritematosus merupakan penyakit inflamasi autoimun kronik yang muncul dengan

berbagai gejala klinis (1). Spektrum penyakit lupus eritematosus sangat bervariasi, mulai dari

hanya terbatas pada kulit (lupus eritematosus diskoid atau LED) hingga melibatkan manifestasi

sistemik yang dapat mengancam kelangsungan hidup (lupus eritematosus sistemik atau LES) (2).

Lupus eritematosus diskoid dapat muncul pada semua usia, namun lebih sering pada usia

20-40 tahun (3,4). Dapat muncul pada semua etnis dan muncul lebih sering pada wanita dari pria (3). Etiologi LED masih belum dimengerti (5). Kemungkinan dikarenakan gangguan autoimun,

dimana sistem imun secara abnormal menjadikan kulit sebagai target sehingga terjadi inflamasi

dan kemerahan pada kulit (6,7). Faktor genetik diduga sebagai salah satu predisposisi timbulnya

penyakit ini, akan tetapi bagaimana hubungannya secara pasti belum diketahui. Hubungan yang

positif dengan HLA-B7,-B8, -Cw7, -DR2, -DR3 dan DQw1 dilaporkan, namun tidak selalu

dikonfirmasi. Beberapa faktor lingkungan yang berhubungan dengan eksaserbasi LED yaitu

trauma 11%, stress 12 %, paparan sinar matahari 5%, infeksi virus 3%, paparan dingin 2% dan

kehamilan 1 % (8,9). Faktor resiko lain untuk terjadinya lupus eritematosus diskoid yaitu merokok (7).

Lesi pada lupus eritematosus diskoid muncul pertama berupa makula-makula merah-

ungu, papul-papul atau plak-plak kecil eritematosus dan pada permukaannya berkembang lesi

hiperkeratotik dengan cepat pada kepala atau leher, selain itu pada wajah, telinga dan ekstensor

lengan (2,3). Lesi klasik awal biasanya berkembang menjadi lesi berbentuk koin dengan batas

yang jelas (diskoid), plak eritema yang ditutupi oleh skuama (2). Lesi cenderung berkembang

secara sentrifugal dan seiring perkembangannya dapat terjadi follicular plugging dan perubahan

pigmen (3). Lesi meluas dengan eritema dan hiperpigmentasi di tepi, yang akan meninggalkan

bekas dengan jaringan parut atrofik sentral yang mencolok, telangiektasis dan hipopigmentasi (2).

Keterlibatan daerah kepala seringnya menyebabkan skar alopesia. Lupus diinduksi oleh paparan

sinar matahari maka dari itu salah satu penanganannya harus menghindari sinar matahari dan

penggunaan tabir surya (3).

Apabila ruam timbul di area malar wajah, lesi dapat menyerupai malar rash pada LES

sehingga dapat didiagnosis banding dengan LES. Selain itu diagnosis banding yang mungkin

Page 5: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

2

adalah polymorphous light eruption, dermatitis kontak fotoalergi, karsinoma sel skuamous dan

dermatitis seboroik. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan laboratorium (Antinuclear Antibody {ANA} dan Anti double stranded

deoxytribonucleic acid {anti ds DNA}) dan histopatologi (2,10).

Diagnosis LED ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan

histopatologis (2,8,9,11-13). Gambaran histologi yang tampak adalah ditemukan kelainan pada semua

lapisan epidermis berupa atrofi dan menunjukan hiperkeratosis folikuler yang difus

(hyperkeratosis flugging), pada stratum basalis ditemukan degenerasi hidrofik, sel basal

menunjukkan beberapa disorganisasi berupa kohesi yang lemah dengan rongga-rongga yang

berukuran tidak teratur sehingga membran basalis epidermis dan membran basalis adneksa

mengalami penebalan. Selain itu juga tampak edema dermis dan mengalami degenerasi terutama

pada papilla dermis, pembuluh darah kapiler di dalam dermis berdilatasi, adanya serbukan sel-sel

radang limfositik, terutama di sekeliling folikel rambut, kelenjar lemak dan pembuluh darah.

Sering ditemukan ekstravasasi eritrosit. Apendik mengalami atrofi dan menghilang (2,9).

Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk melihat adanya deposisi dari IgG, IgA, IgM serta

komplemen pada taut dermo-epidermal, bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas dan

spesifisitas untuk diagnosis kasus-kasus dimana gejala klinis dan pemeriksaan histopatologinya

meragukan. Pemeriksaan titer ANA dan ds DNA penting pada pasien LED untuk

menggambarkan prognosis dan menyingkirkan kemungkinan LES. Titer ANA ditemukan rendah

pada 30-40 % kasus DLE dan titer ANA yang tinggi (>1:320) menunjukkan kemungkinan

perkembangan kearah LES. Antibodi ds DNA jarang memberikan hasil positif pada pasien LED (2,10).

Penatalaksanaan LED bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum penderita,

mengontrol lesi dan menghambat terjadinya skar atrofi, serta mencegah perkembangan lesi lebih

lanjut. Penatalaksanaan diawali dengan menggunakan pelindung terhadap paparan matahari.

Pilihan pengobatan secara sistemik yaitu menggunakan obat antimalaria dan obat-obat

imunosupresif lainnya seperti methotreksat, azathioprin. Pengobatan topikal dengan

kortikosteroid, kalsineurin inhibitor dan retinoid, selain itu pilihan pengobatan lainnya yaitu

menggunakan kortikosteroid intralesi (2,8,9,11-13).

Obat antimalaria merupakan terapi sistemik lini pertama untuk lupus eritematosus diskoid (3). Terdapat tiga obat antimalaria yaitu kloroquin, hidroklorokuin dan kuinakrin. Untuk lupus

Page 6: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

3

eritematosus, dosis kloroquin adalah 250 mg sekali sehari, dosis hidroksiklorokuin 200 sampai

400 mg sekali sehari dan dosis kuinakrin 100 mg sekali sehari setelah makan. Beberapa efek

samping ringan yang dapat muncul seperti nausea, diare, pusing, sakit kepala atau beberapa

orang alergi. Efek samping berat biasanya jarang terjadi namun perlu diperhatikan yaitu masalah

mata (merusak retina), menurunnya sel darah putih, hepatitis, eksaserbasi psoriasis dan

kelemahan (14). Efek samping pada mata lebih sering muncul pada penggunaan klorokuin (3).

Pasien LED kurang dari 5% dapat berkembang menjadi lupus eritematosus sistemik.

Rasa nyeri pada pasien dapat menetap. Lesi atropi dan skar dapat menjadi permanen namun

dengan penanganan secara dini dapat mengurangi lesi atropi dan skar (4).

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus LED pada seorang laki-laki usia 55 tahun.

II. LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki berusia 55 tahun, suku jawa, tidak bekerja, datang ke poliklinik RSUP

H. Adam Malik Medan pada tanggal 23 September 2008 dengan keluhan utama bercak meninggi,

kemerahan disertai sisik yang halus dengan bagian tengah menghitam disertai rasa perih pada

daerah dahi, pipi, batang hidung, belakang telinga, leher, dada, perut, punggung, ekstremitas atas

dan ekstremitas bawah yang dialami penderita selama + 1 tahun terakhir. Sebelum lesi pertama

kali muncul pasien mengaku tidak ada mengkonsumsi obat atau jamu dan pasien belum pernah

berobat untuk keluhan kulitnya tersebut. Mula-mula lesi hanya berupa bercak kecil kemerahan

yang semakin lama semakin melebar. Bercak kemerahan lama-kelamaan menjadi menebal dan

bersisik, kulit menebal tersebut semakin memerah dan terasa perih jika penderita terpapar sinar

matahari. Dari anamnesis diperoleh bahwa keluarga penderita tidak ada yang menderita penyakit

yang sama. Pasien tidak merasakan adanya nyeri pada sendi, lemah, batuk dan nafsu makan

berkurang. Pasien memiliki hobi memancing. Pasien seorang perokok dan sudah merokok sekitar

20 tahun.

Pada pemeriksaan fisik diperoleh keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis, tekanan

darah 110/70 mmHg, frekwensi nadi 86 x/menit, pernafasan 22 x/menit dan suhu tubuh afebris.

Pada pemeriksaan dermatologis dijumpai plak eritem bagian tengah hiperpigmentasi,

multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus pada regio frontalis, regio nasalis, regio

preaurikular, regio nuchae, regio torakalis, regio abdominalis dan regio vetebralis sebagian

berkonfluens. Plak eritema (butterfly rash) disertai skuama halus pada regio malar. Makula eritem

Page 7: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

4

berbatas tegas, multipel dengan skuama halus pada regio ekstremitas superior. Makula eritem,

makula hiperpigmentasi berbatas tegas, multipel dengan skuama halus, krusta pada regio

ekstremitas inferior. Mukosa bukal, palatum, konjungtiva, nasal dan genital dalam batas normal.

Gambar 1. a-h Foto pasien pertama datang.

Keterangan gambar 1. (a,b,c) Plak eritem bagian tengah hiperpigmentasi multipel berbatas

tegas dengan skuama yang halus pada regio frontalis, regio nasalis, regio preaurikular dan regio

nuchae. Plak eritema (butterfly rash) disertai skuama halus pada regio malar. (d,e) Plak eritem

bagian tengah hiperpigmentasi multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus pada regio

torakalis, regio abdominalis dan regio vetebralis sebagian berkonfluens. (f) Makula eritem

a b c

d e f

g h

Page 8: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

5

berbatas tegas multipel dengan skuama halus pada regio ekstremitas superior. (g,h) Makula

eritem, makula hiperpigmentasi berbatas tegas multipel dengan skuama halus, krusta pada regio

ekstremitas inferior.

Pasien didiagnosis banding dengan lupus eritematosus diskoid, lupus eritematosus

sistemik dan drug eruption. Dengan diagnosis sementara yaitu lupus eritematosus diskoid.

Pasien dianjurkan pemeriksaan darah lengkap, urin rutin, fungsi hati, fungsi ginjal, ANA ,

anti ds-DNA dan histopatologi. Konsul ke bagian penyakit dalam dan mata.

Hasil konsul ke bagian penyakit dalam dan bagian mata tidak dijumpai kelainan.

Pada penderita diberi penjelasan mengenai penyakit yang diderita dan disarankan untuk

melindungi diri dari paparan sinar matahari dengan menggunakan pakaian yang tertutup, topi dan

tabir surya. Sebagai terapi topikal diberikan krim hidrokortison 1% yang dioleskan 2xsehari pada

daerah wajah, krim hidrokortison 2,5% dioleskan 2xsehari pada badan dan pemberian tabir surya

berupa lotion dengan SPF 33.

Satu minggu kemudian pasien datang dengan membawa hasil pemeriksaan laboratorium

tanggal 23 September 2008 menunjukkan darah rutin, urin rutin, fungsi hati, fungsi ginjal dalam

batas normal. Pada pemeriksaan ANA 4 (normal <20), anti ds DNA 20 IU/ml (negatif, 0-200

IU/ml).

Pada pemeriksaan histopatologis dari jaringan kulit dipunggung bahwa tampak sediaan

jaringan kulit yang mengalami atrofi dilapisi epitel skuamous berlapis dengan basal membran

mengalami reaksi likenoid sub-epidermal tampak sebukan sel-sel radang limfosit, yang prominen,

juga tampak kelompok kelenjar sebasea dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan kolagen

yang proliferasi. Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan: menyokong suatu lupus

eritematosus diskoid.

Diagnosis kerja pada pasien ini lupus eritematosus diskoid, ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis, laboratorium dan histopatologis.

Diagnosis kerja lupus eritematosus diskoid. Terapi topikal diberikan krim hidrokortison

1% yang dioleskan 2xsehari pada daerah wajah, krim hidrokortison 2,5% dioleskan 2xsehari pada

badan dan pemberian tabir surya berupa lotion dengan SPF 33. Untuk terapi sistemik diberikan

kloroquin 1x250 mg/hari. Dan sebelum dilakukan pengobatan dengan kloroquin penderita terlebih

dahulu menjalani pemeriksaan mata dan dari pemeriksaan mata diperoleh hasil visus dan

Page 9: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

6

funduskopi dalam batas normal, serta tidak dijumpai retinopati sehingga kioroquin dapat

diberikan.

Pada kontrol setelah 1 bulan pengobatan (28 Oktober 2008), plak eritem multipel berbatas

tegas dengan skuama yang halus semakin menipis pada regio frontalis, regio nasalis, regio

preaurikular dan regio nuchae. Plak eritema (butterfly rash) disertai skuama halus sudah mulai

menipis pada regio malar. Plak eritem bagian tengah hiperpigmentasi multipel berbatas tegas

dengan skuama yang halus semakin menipis pada regio torakalis, regio abdominalis dan regio

vetebralis. Makula eritem berbatas tegas dengan skuama halus mulai menipis pada regio

ekstremitas superior. Makula eritem dan hipopigmentasi pada regio ekstremitas inferior. Terapi

masih diteruskan.

Gambar 2. a-f Foto kontrol.

Keterangan gambar 2. (a,b,c) Plak eritem multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus

semakin menipis pada regio frontalis, regio nasalis, regio preaurikular dan regio nuchae. Plak

eritema (butterfly rash) disertai skuama halus sudah mulai menipis pada regio malar. (d,e) Plak

eritem bagian tengah hiperpigmentasi multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus semakin

a b c

d e f

Page 10: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

7

menipis pada regio torakalis, regio abdominalis dan regio vetebralis. (f) Makula eritem berbatas

tegas dengan skuama halus mulai menipis pada regio ekstremitas superior.

Pada kontrol setelah 4 bulan pengobatan (9 Januari 2009) terdapat kamajuan dimana lesi-

lesi sudah mulai berkurang. Penderita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ke bagian mata

dan penyakit dalam dan hasil pemeriksaan tidak dijumpai adanya kelainan. Terapi diteruskan.

Gambar 3. a-f Foto kontrol.

Keterangan gambar 3. (a,b,c) Makula eritem multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus

pada regio frontalis, regio malar, regio nasalis, regio preaurikular dan regio nuchae. (d,e) Makula

eritem bagian tengah hiperpigmentasi multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus, makula

hipopigmentasi pada regio torakalis, regio abdominalis dan regio vetebralis. (f) Makula

hipopigmentasi pada regio ekstremitas superior.

Pada kontrol setelah 7 bulan pengobatan (7 April 2009), lesi-lesi hampir tidak tampak lagi.

Terapi masih diteruskan kecuali hidrokortison 1% pada wajah tidak digunakan lagi.

a b c

d e f

Page 11: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

8

Gambar 4. (a-c) Foto kontrol.

Keterangan gambar 4. (a) Makula eritem multipel berbatas tegas dengan skuama yang halus

sudah tidak ada lagi pada regio frontalis, regio malar, regio nasalis, regio preaurikular dan regio

nuchae. (b) Makula eritem dan makula hiperpigmentasi pada regio torakalis, regio abdominalis.

(c) Makula eritem dan makula hiperpigmentasi multipel pada regio vetebralis.

Prognosis quo ad vitam ad bonam, quo ad functionam ad bonam, dan quo ad sanationam

dubia.

III. DISKUSI

Diagnosis LED ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis, laboratorium dan

histopatologis. Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan bercak meninggi, kemerahan disertai

sisik yang halus dengan bagian tengah menghitam disertai rasa perih pada daerah dahi, pipi,

batang hidung, belakang telinga, leher, dada, perut, punggung, ekstremitas atas dan ekstremitas

bawah yang dialami penderita selama + 1 tahun terakhir. Bercak kemerahan lama-kelamaan

menjadi menebal dan bersisik, kulit menebal tersebut semakin memerah dan terasa perih jika

penderita terpapar sinar matahari. Usia pasien 55 tahun, memiliki hobby memancing tanpa

menggunakan pakaian dan tabir surya. Pasien juga seorang perokok, dimana pasien sudah

merokok sekitar 20 tahun. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa LED lebih sering terjadi

pada usia dekade keempat, serta salah satu faktor lingkungan yang berhubungan dengan

eksaserbasi LED adalah paparan sinar matahari (8,9). Faktor resiko lain yaitu merokok dimana

merokok merupakan salah satu faktor resiko untuk terjadinya LED (7).

Pada pemeriksaan klinis dijumpai plak eritem bagian tengah hiperpigmentasi multipel

berbatas tegas dengan skuama yang halus pada regio frontalis, regio nasalis, regio preaurikular,

a b c

Page 12: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

9

regio nuchae, regio torakalis, regio abdominalis dan regio vetebralis sebagian berkonfluens. Plak

eritema (butterfly rash) disertai skuama halus pada regio malar. Makula eritem berbatas tegas

dengan skuama halus pada regio ekstremitas superior. Makula eritem, makula hiperpigmentasi

berbatas tegas dengan skuama halus, krusta pada regio ekstremitas inferior. Hal ini sesuai dengan

kepustakaan bahwa gambaran klinis LED pada awalnya berupa makula-makula merah-ungu,

papul-papul atau plak-plak kecil eritematosus dan pada permukaannya berkembang lesi

hiperkeratotik dengan cepat pada kepala atau leher, selain itu pada wajah, telinga dan ekstensor

lengan (2,3). Lesi klasik awal biasanya berkembang menjadi lesi berbentuk koin dengan batas yang

jelas (diskoid), plak eritema yang ditutupi oleh skuama (2).

Sekitar 95 % kasus LED terbatas hanya pada kelainan kulit saja. Pada kasus ini dari hasil

konsul ke bagian penyakit dalam maupun dari hasil pemeriksaan laboratorium tidak terbukti

adanya keterlibatan sistemik dan hasil laboratorium dalam batas normal. Sedangkan pada

pemeriksaan ANA dan anti ds DNA adalah negatif. Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan

laboratorium pada LED dapat dijumpai kelainan seperti peningkatan laju endap darah, leukopeni,

ANA dengan hasil positif lemah atau negatif, sedangkan anti ds DNA, sel LE adalah negatif (2,12).

Menurut klasifikasi Giliam, LED disebut juga lupus eritematosus diskoid klasik yang

termasuk dalam kelompok lupus eritematosus kutaneus kronik (LEKK). LED terdiri atas LED

terlokalisasi dan LED generalisata (2,9).

Pada pemeriksaan histopatologis dari jaringan kulit dipunggung bahwa tampak sediaan

jaringan kulit yang mengalami atrofi dilapisi epitel skuamous berlapis dengan basal membran

mengalami reaksi likenoid sub-epidermal tampak sebukan sel-sel radang limfosit, yang prominen,

juga tampak kelompok kelenjar sebasea dalam batas normal. Stroma terdiri dari jaringan kolagen

yang proliferasi. Tanda-tanda keganasan tidak dijumpai. Kesimpulan: menyokong suatu lupus

eritematosus diskoid. Berdasarkan kepustakaan gambaran histopatologis pada LED ditemukan

kelainan pada semua lapisan epidermis berupa atrofi dan menunjukan hiperkeratosis folikuler

yang difus (hyperkeratosis flugging), pada stratum basalis ditemukan degenerasi hidrofik, sel

basal menunjukkan beberapa disorganisasi berupa kohesi yang lemah dengan rongga-rongga yang

berukuran tidak teratur sehingga membran basalis epidermis dan membran basalis adneksa

mengalami penebalan. Selain itu juga tampak edema dermis dan mengalami degenerasi terutama

pada papilla dermis, pembuluh darah kapiler di dalam dermis berdilatasi, adanya serbukan sel-sel

Page 13: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

10

radang limfositik, terutama di sekeliling folikel rambut, kelenjar lemak dan pembuluh darah.

Sering ditemukan ekstravasasi eritrosit. Apendik mengalami atrofi dan menghilang (2,9).

Pasien didiagnosis banding dengan lupus eritematosus diskoid, lupus eritematosus

sistemik dan drug eruption. Hal ini sesuai kepustakaan apabila ruam timbul di area malar wajah,

lesi dapat menyerupai malar rash pada LES sehingga dapat didiagnosis banding dengan LES.

Untuk mendiagnosis LES harus memuat sedikitnya 4 dari 11 kriteria ARA. Namun pada pasien

ini tidak memenuhi kriteria tersebut dan hasil ANA dan anti ds DNA pada LES positif sehingga

LES dapat disingkirkan (13). Drug eruption dapat disingkirkan dikarenakan pasien tidak ada

riwayat menggunakan obat-obatan sebelum ruam timbul (15).

Tujuan penatalaksaan pada kasus ini adalah untuk memperbaiki keadaan umum penderita,

mengontrol lesi dan menghambat terjadinya skar atrofi, serta mencegah perkembangan lesi lebih

lanjut. Pada kasus ini untuk kelainan kulit yang bersifat fotosintesis diberikan tabir surya dengan

SPF 33 serta disarankan pada penderita untuk menghindari paparan sinar matahari dan pada lesi

diberikan topikal kortikosteroid potensi lemah. Terapi sistemik diberikan antara lain antimalaria.

Antimalaria merupakan pilihan utama dalam pengobatan LED. Mekanisme kerja antimalaria pada

LED adalah efek anti inflamasi dan imunosupresif, juga mempunyai efek mengurangi

fotosensitiftas. Diberikan kloroquin dengan dosis 1x250 mg/hari. Terapi dengan tabir surya,

kortikosteroid topikal dan preparat antimalaria biasanya efektif digunakan untuk pengobatan LED (2,8,9,11-13).

Prognosis pasien ini adalah baik namun dapat kambuh kembali. Pasien dianjurkan untuk

kontrol setiap 4 minggu sekali. Hal ini sesuai kepustakaan dimana dikatakan prognosis pasien

LED lebih baik dibandingkan LES. Namun dapat kembali kambuh apabila pasien tidak

menghindari faktor-faktor resiko yang dapat menimbulkan LED (2,3).

Page 14: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Fabbri P, dr, Cardinali C, dr, Giomi B, dr, Caproni M, dr. Cutaneous lupus

erythematosus. Diunduh pada tanggal 11 Juni 2012. Tersedia pada:

http://www.orphanet/data/patho/GB/uk-cutaneous-lupus

2. Costner MI, Sontheimer RD. Lupus eritematosus. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz

SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editor. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. p.1515-35.

3. Panjwani S, MD, Msc, FRACGP. Early diagnosis and treatment of discoid lupus

erythematosus. J Am Broard Fam Med 2009;22:206-13.

4. Callen M.D. MD, James W.D. MD. Diskoid lupus erythematosus. Diunduh pada tanggal

15 Juni 2012. Tersedia pada:

http://misc.medscape.com/pi/android/medscapeapp/html/A1065529-business.html 5. Lupus - discoid lupus erythematosus (DLE). Diunduh pada tanggal 11 Juni 2012.

Tersedia pada: www.bettehealt.vic.gov.au

6. Lupus-systemic lupus erythematosus (SLE). Diunduh pada tanggal 15 Juni 2012.

Tersedia pada: http://www.lef.org/protocols/immune_connective_joint/lupus_01.htm

7. Discoid lupus erythematosus. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2012. Tersedia pada:

http://www.localhealth.com/article/discoid-lupus-erythematosus 8. Goodfield MJD, Jones SK, Veale DJ. The Connective Tissue Diseases. Dalam : Burns

T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. Edisi ke-8.

Wiley Blackwell.2010. p.51.1-51.64.

9. Adam AM, Monalisa, Zabudin AN, Rasid NHM, Palin NT. Lupus Eritematosus

Diskoid.Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Hasanuddin.2011. Dalam:

http://www.scribd.com/doc/47533365/Lupus-Erythematosus-Discoid

10. Gawkrodger DJ. Connective tissues diseases.Dalam Gawkrodger DJ,editor. Edisi ke-1.

London :Elsivier science;2002.p.76-77

11. Callen JP. Discoid Lupus Erythematosus. 2001. Di unduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1065529-overview

Page 15: LUPUS ERITEMATOSUS DISKOID.lagidocx

12

12. James WD, Berger TG, Elston DM. Connective Tissue Diseases. Andrews’s Diseases

of The Skin: Clinical Dermatology. Edisi ke-10. Philadelphia: WB Saunders;

2006.p.157-66.

13. Djuanda S. Penyakit Jaringan Konektif. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah

S.eds.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi ke-5. Balai Penerbit FK UI, Jakarta

2008.h.264-67.

14. Reeves W.H. MD. Use of antimalarials in lupus. University of Florida Center for

Autoimmune Disease. 2003.

15. Hamzah M. Erupsi obat alergik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.eds.Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2008.h.154-8.