24
BAB I TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR FEBRIS CONVULSION (KEJANG DEMAM) 1. Pengertian Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo, 2008). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 2009) Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia, 2008). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38 o C yang

Lp Febris Convulsion

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus.

Citation preview

Page 1: Lp Febris Convulsion

BAB I

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR FEBRIS CONVULSION (KEJANG DEMAM)

1. Pengertian

Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-

tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau

memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo, 2008).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan

suhu tubuh (Rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh proses

ekstrakranium (Ngastiyah, 2009)

Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu

tubuh (suhu rektal di atas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-

klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.

Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul

mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia, 2008).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah

bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C

yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.

2. Klasifikasi

Menurut Ngastiyah ( 2009), klasikfikasi kejang demam adalah :

a. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15

menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam

sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :

1) Umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun

2) Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.

3) Kejang  bersifat umum

4) Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

5) Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal

Page 2: Lp Febris Convulsion

6) Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukan kelainan.

7) Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

b. Kejang kompleks :

Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari

ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2008) biasanya dari

kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari

15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24 jam). Di sini

anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat

kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.

3. Etiologi

Penyebab Febris Convulsion hingga kini belum diketahui dengan

pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis

media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak

selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak

begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2008).

Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia

berat (penurunan oksigen dalam darah), hipoglikemia, asodemia,

alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang

yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila

stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2008).

4. Patofisiologi

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak

diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk

metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah

oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui

system kardiovaskuler. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah

glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon

dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari

permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam

keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan

Page 3: Lp Febris Convulsion

elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron

terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion

didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut

potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial

membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang

terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat

diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular,

rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau

aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran

sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak

mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %.

Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari

membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion

NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan

listrik.

Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat

meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan

bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya

kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak

berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang

berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat,

kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya

terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.

(Sumijati, 2009)

5. Manifestasi klinis

Manifestasi Klinik klien dengan kejang demam antara lain :

a. Suhu tubuh > 38⁰C

b. Serangan kejang biasanya berlangsung singkat (kurang dari 15 menit)

c. Sifat bangkitan dapat berbentuk :

Page 4: Lp Febris Convulsion

1) Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri

jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan fleksi, kaki/kepala/leher

ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva

2) Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas

berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama, hipersalivasi,

dapat mengalami inkontinensia urin dan feses

3) Tonik Klonik

4) Akinetik : tidak melakukan gerakan

d. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar

kembali tanpa adanya kelainan saraf.

(Krisanty, 2008)

6. Komplikasi

Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya

terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang

terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu

timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat

menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsi.

Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan

kejang demam :

a. Pneumonia aspirasi

b. Asfiksia

c. Retardasi mental

(Rendle, 2010)

7. Penatalaksanaan dan Pengobatan

Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan,

yaitu :

a. Pemberantasan kejang secepat mungkin

Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI sebagai berikut :

Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :

Page 5: Lp Febris Convulsion

1) Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg atau

segera diberikan diazepam rectal dosis 10 kg : 5 mg bila kejang

tidak berhenti ≥ 10 kg : 10 mg tunggu 15 menit dapat diulang

dengan cara/dosis yang sama kejang berhenti berikan dosis awal

fenobarbital dosis : neonatus : 30 mg I.M, 1 bulan - 1 tahun : 50

mg I.M, > 1 tahun ; 75 mg I.M.

2) Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital

dengan dosis awal dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.

(Hudak dan Gallo, 2008)

b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

1) Semua pakaian ketat dibuka

2) Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi

lambung

3) Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan

oksigen

4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen

c. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB

dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB

dibagi 2 dosis pada hari berikutnya.

d. Mencari dan mengobati penyebab

Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas

dan astitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk

mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama

pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium,

kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, EEG,

ensefalografi, dll

(Lumbantobing, 2009)

8. Pemeriksaan Laboratorium

Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa

pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini

Page 6: Lp Febris Convulsion

berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan

meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu:

a. Pemeriksaan darah rutin : Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah

rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan

intraventikuler.

b. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen,

amonia dan analisis gas darah.

c. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan,

pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian

cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning

menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma

pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada

ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal

d. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia

e. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG

juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan.

Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat

gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk

isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 %

diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal.

Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya

pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat

meramalkan prognosis.

f. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk

mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :

1) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organic

2) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,

citomegalovirus dan virus herpes.

3) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau

lebih besar dari aturan baku

Page 7: Lp Febris Convulsion

4) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal,

pervertikular, dan vertikular

5) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan

intrakranial, klasifikasi dan kelainan bawaan otak

6) Top coba subdural, dilakukan sesudah pungsi lumbal bila

transluminasi positif dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol

dan kepala membesar.

(Mansjoer, 2008)

9. Tumbuh Kembang Pada Anak Usia 1 – 3 Tahun

a. Fisik

1) Ubun-ubun anterior tertutup.

2) Physiologis dapat mengontrol spinkter

b. Motorik kasar

1) Berlari dengan tidak mantap

2) Berjalan diatas tangga dengan satu tangan

3) Menarik dan mendorong mainan

4) Melompat ditempat dengan kedua kaki

5) Dapat duduk sendiri ditempat duduk

6) Melempar bola diatas tangan tanpa jatuh

c. Motorik halus

1) Dapat membangun menara 3 dari 4 bangunan

2) Melepaskan dan meraih dengan baik

3) Membuka halaman buku 2 atau 3 dalam satu waktu

4) Menggambar dengan membuat tiruan

d. Vokal atau suara

1) Mengatakan 10 kata atau lebih

2) Menyebutkan beberapa obyek seperti sepatu atau bola dan 2 atau 3

bagian tubuh

e. Sosialisasi atau kognitif

1) Meniru

2) Menggunakan sendok dengan bai

Page 8: Lp Febris Convulsion

3) Menggunakan sarung tangan

4) Watak pemarah mungkin lebih jelas

5) Mulai sadar dengan barang miliknya

(Soetjiningsih, 2008)

10. Dampak Hospitalisasi

Pengalaman cemas pada perpisahan, protes secara fisik dan

menangis, perasaan hilang kontrol menunjukkan temperamental,

menunjukkan regresi, protes secara verbal, takut terhadap luka dan nyeri,

dan dapat menggigit serta dapat mendepak saat berinteraksi. Permasalahan

yang ditemukan yaitu sebagai berikut :

a. Rasa takut

1) Memandang penyakit dan hospitalisasi

2) Takut terhadap lingkungan dan orang yang tidak dikenal

3) Pemahaman yang tidak sempurna tentang penyakit

4) Pemikiran yang sederhana : hidup adalah mesin yang menakutkan

5) Demonstrasi : menangis, merengek, mengangkat lengan,

menghisap jempol, menyentuh tubuh yang sakit berulang-ulang.

b. Ansietas

1) Cemas tentang kejadian yang tidakdikenal

2) Protes (menangis dan mudah marah, (merengek)

3) Putus harapan : komunikasi buruk, kehilangan ketrampilan yang

baru tidak berminat

4) Menyendiri terhadap lingkungan rumah sakit

5) Tidak berdaya

6) Merasa gagap karena kehilangan ketrampilan

7) Mimpi buruk dan takut kegelapan, orang asing, orang berseragam

dan yang memberi pengobatan atau perawatan

8) Regresi dan Ansietas tergantung saat makan menghisap jempol

9) Protes dan Ansietas karena restrain

c. Gangguan citra diri

1) Sedih dengan perubahan citra diri

Page 9: Lp Febris Convulsion

2) Takut terhadap prosedur invasive (nyeri)

3) Mungkin berpikir : bagian dalam tubuh akan keluar kalau selang

dicabut

(Soetjiningsih, 2008)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN FEBIS CONVULSION

1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut

Greenberg (2008), Paula Krisanty (2008) adalah:

a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus /

kekuatan otot. Gerakan involunter

b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau

depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan

c. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan

keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.

d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung

kemih dan tonus spinkter

e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah

yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak /

gigi

f. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan

infeksi serebra

g. Riwayat jatuh / trauma

h. Riwayat Kesehatan :

1) Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis,

muntah atau diare, nyeri batuk, sulit mengeluarkan dahak, sulit

makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan,

suhu tubuh meningkat, obat yang dikonsumsi

2) Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

3) Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA,

pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,

morbilivarisela dan campak.

Page 10: Lp Febris Convulsion

4) Adanya riwayat trauma kepala

i. Pengkajian fisik

1) Tanda-tanda vital

2) Status hidrasi

3) Aktivitas yang masih dapat dilakukan

4) Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit

teraba hangat

5) Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat

badan

6) Adanya kelemahan dan keletihan

7) Adanya kejang

8) Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya

peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan

berwarna kuning

j. Riwayat Psikososial atau Perkembangan

1) Tingkat perkembangan anak terganggu

2) Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun

panas

3) Akibat hospitalisasi

4) Penerimaan klien dan keluarga terhadap penyakit

5) Hubungan dengan teman sebaya

k. Pengetahuan keluarga

1) Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang

2) Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam

3) Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh

4) Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

Page 11: Lp Febris Convulsion

2. Pathway

(Ngastiyah (2009), Krisanty (2008) dan Sylvia (2008))

Rangsang mekanik dan biokimiaGangguan keseimbangan cairan & elektrolit

Pengobatan perawatan kondisi,

prognosis, dan diit

Hipertermia

Proses demam

Reaksi inflamasi

Difusi Na+ dan K+

Kurang pengetahuanInefektifPenatalaksanaan kejang

Kurang informasi, kondisi,

prognosis/pengobatan dan perawatan

Resiko kejang berulang

Infeksi bakteriVirus dan parasit

Lebih dari 15 menit

Kejang

Ketidakseimbangan potensial membran

ATP ASE

Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler

Kelainan neurologis perinatal / prenatal

Resiko cedera

Tidak menimbulkan gejala

Kurang dari 15 menit

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

Resiko kerusakan sel neuron otak

Perubahan supaly darah ke otak

Page 12: Lp Febris Convulsion

3. Diagnosa Keperawatan

Menurut Doengoes, (2007), Carpenito (2007) dan Krisanty (2008)

diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam :

1) Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang

2) Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

3) Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada

hipotalamus

4) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak.

5) Kurang pengetahuan orang tua bd kurangnya informasi

4. Intervensi Keperawatan

a. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan  : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko

cidera dapat di hindari

NOC : Pengendalian Resiko

1) Pengetahuan tentang resiko

2) Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko

3) Monitor kemasan personal

4) Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko

5) Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko

Indkator skala :

1        : Tidak adekuat

2 : Sedikit adekuat

3 : Kadang-kadang adekuat

4 : Adekuat

5 : Sangat adekuat

NIC : Mencegah jatuh

1) Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat

menjadikan potensial jatuh dalam setiap keadaan

2) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan

potensial jatuh

Page 13: Lp Febris Convulsion

3) monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan dengan

ambulasi

4) instruksikan pada pasien untuk memanggil asisten kalau mau

bergerak

b. Resiko kejang berulang b / d peningkatan suhu tubuh

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan aktivitas

kejang tidak berulang

Kriteria hasil : Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal

Intervensi :

1) Kaji factor pencetus kejang.

2) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.

3) Observasi tanda-tanda vital.

4) Lindungi anak dari trauma.

5) Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.

c. Hipertermia bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada

hipotalamus

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang

normal

NOC :  Themoregulation

1) Suhu tubuh dalam rentang normal

2) Nadi dan RR dalam rentang normal

3) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak

pusing

Indicator skala :

1 : ekstrem

2 : berat

3 : sedang

4 : ringan

5 : tidak ada gangguan

NIC :   Temperatur regulation

1) Monitor suhu minimal tiap 2 jam

Page 14: Lp Febris Convulsion

2) Rencanakan monitor suhu secara kontinyu

3) Monitor tanda –tanda hipertensi

4) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

5) Monitor nadi dan RR

d. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif  bd reduksi aliran darah ke otak.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat kembali normal

NOC : status sirkulasi

1) TD sistolik dbn

2) TD diastole dbn

3) Kekuatan nadi dbn

4) Tekanan vena sentral dbn

5) Rata- rata TD dbn

Indicator skala :

1        : Ekstrem

2 : Berat

3 : Sedang

4 : Ringan

5 : Tidak terganggu

NIC : Monitor TTV

1) Monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate

2) Catat adanya fluktuasi TD

3) Monitor jumlah dan irama jantung

4) Monitor bunyi jantung

5) Monitor TD pada saat klien berbarning, duduk, berdiri

NIC : Status neurologia

1) Monitor tingkat kesadran

2) Monitor tingkat orientasi

3) Monitor status TTV

4) Monitor GCS

Page 15: Lp Febris Convulsion

e. Kurang pengetahuan orang tua bd kurangnya informasi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti

tentang kondisi pasien

NOC :  knowledge, diease proses

1) Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi

prognosis dan program pengobatan

2) Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar

3) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/ tim kesehatan lainya

Indicator skala :

1) Tidak pernah dilakukan

2) Jarang dilakukan

3) Kadang dilakukan

4) Sering dilakukan

5) Selalu dilakukan

NIC :   Teaching : diease process

1) Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik

2) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat

4) Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

(Wilkinson, 2012)

Page 16: Lp Febris Convulsion

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marillyn E. (2007). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Doenges, Marillyn E. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (2008). Keprawatan kritis vol II. Jakarta : EGC.

Krisanty P. (2008). Asuhan Keperawatan Gawat darurat Jakarta : Trans info Media.

Lynda Juall C. (2007). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. (2008). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah. (2009). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Soetjiningsih. (2008). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.

Sumijati M. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang Lazim Terjadi Pada Anak. Surabaya : PERKANI.

Sylvia. (2008). Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC (Edisi 9). Jakarta : EGC.