24
BAB 1 TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Definisi emfisema menurut beberapa ahli : 1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216). 2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya. (Robbins.1994.253). 3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli. (Corwin.2000.435). 4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American Thorack society 1962) 1 . 1

Lp Emfisema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep emfisema

Citation preview

Page 1: Lp Emfisema

BAB 1

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh

kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala

utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di

paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Definisi emfisema menurut beberapa ahli :

1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan

terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216).

2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal

ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.

(Robbins.1994.253).

3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan

luas permukaan alveoli.(Corwin.2000.435).

4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya

secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan

dinding alveolus  atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran

dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The American

Thorack society 1962)1.

2. Etiologi

1. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya

adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar

imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit

obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti

elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan

menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul

emfisema.

1

Page 2: Lp Emfisema

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis

dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi

makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bronkus

dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis

akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada

akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas

pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta

menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak

adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka

kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat

industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan

gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab

penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko

akan lebih tinggi.

6. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin

kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor lingkungan

dan ekonomi yang lebih jelek.

7. Pengaruh usia

8. obstruksi jalan nafas

Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus , sehingga terjadi

mekanisme ventil . udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan

tetapi tidak dapat keluar pada ekspirasi . etiologinya adalah benda asing di dalam

lumen dengan reaksi local , tumor intrabronkial di mediastinum , konginetal . pada

jenis yang terakhir , obstruksi dapat di sebabkan oleh defek tulang rawan bronkus .

2

Page 3: Lp Emfisema

3. Manifestasi klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-

bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun.Pada umur 25-

35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-

45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas,

hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-

pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia . gejala

lain juga timbul yaitu sebagai berikut :

Dispnea

1) Pada inspeksi : bentuk dada “ burrel chest”

2) Pernafasan dada , pernafasan abnormal tidak efektif , dan penggunaan otot –

otot aksesori pernafasan (sternokleidomastoid )

3) Pada perkusi : hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru

4) Pada aukultasi : terdengar bunyi  nafas dengan krekels , ronkhi ,dan

perpanjangan ekspirasi

5) Anoreksia , penurunan berat badan , dan kelemahan umum

6) Distensi vena leher selama ekspirasi

3

Page 4: Lp Emfisema

4. Patofisiologi

5. Klasifikasi

Berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru – paru terdapat 3 jenis emfisema :

1.   PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paru-paru

bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan alveoli.

Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal

dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata.

PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE

juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga

dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya

devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan

alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk

4

Page 5: Lp Emfisema

secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus

sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu

memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan

penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali

timbul pada perokok.

2.   CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)

Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari

asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakan

bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampai

bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif

hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai

berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.

Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung

menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang

menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri),

polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada

sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan

jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).

3.   Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara dalam

alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab

dari pneumotorak spontan.

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.

Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada

waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati

penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu

ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat

menghalangi keluarnya udara.

Berdasarkan efek emfisema pada asinus maka emfisema dapat dibagi menjadi 4 tipe,

yakni:

1. Emfisema asinus distal atau disebut juga dengan emfisema paraseptal Lesi ini

biasanya terjadi di sekitar septum lobules, bronkus, dan pembuluh darah atau

di sekitar pleura maka mudah menimbulkan pneumotoraks pada orang muda.

5

Page 6: Lp Emfisema

2. Emfisema sentrilobular disebut juga emfisema asinus proksimal atau

emfisema bronkiolus respiratorius. Biasanya terjadi bersama-sama dengan

pneumoconiosis atau penyakit-penyakit oleh karena debu lainnya. Penyakit ini

erat hubungannya dengan perokok, bronchitis kronik, dan infeksi saluran

napas distal. Penyakit ini sering didapat bersamaan dengan obstruksi kronik

dan berbahaya bila terdapat pada bagian atas paru.

3. Emfisema parasinar , biasanya terjadi pada seluruh asinus , secara klinis

berhubungan erat dengan :

a) Defisiensi alfa antitrypsin

b) Bronkus dan bronkiolus obliterasi (biasanya lebih jarang)

4. Emfisema irregular atau disebut juga dengan emfisema jaringan parut.

Biasanya terlokalisir, bentuknya irregular dan tanpa gejala klinis. Salah satu

bentuk emfisema yang lain adalah emfisema jaringan parut yang berbentuk

irregular. Jaringan parut yang menyebabkan irregular dan emfisema ini

berhubungan dengan tuberkulosa, histoplasmosis, dan pnemokoniosis. Begitu

pula eosinofilik granuloma dalam bentuk irregular dan

limfangileiomiomatosis.

6. Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna

3. Tingkat kerusakan paru semakin parah

4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas

5. Pneumonia

6. Atelaktasis

7. Pneumothoraks

8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.

Komplikasi patologik juga terjadi pada klien emfisema :

Hilangnya elastisitas paru

Protease (enzim paru) mengubah alveoli dan saluran nafas kecil dengan cara

merusakka serabut elastin, sebagai akibatnya adalah kantong alveolar kehilangan

6

Page 7: Lp Emfisema

elastisnya dan jalan nafas kecil menjadi kolaps atau menyempit. Beberapa alveoli

rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar .

Hiperinflasi paru

Perbesaran alveoli mencegah paru – paru kembali kepada posisi istirahat normal

selama ekspirasi .

Terbentuknya bullae

Dnding alveolar membengkak dan sebagi kompensasi membentuk suatu bellae

(ruanagan temapt udar yang dapat di lihat pada pemeriksaan sinar-X .

Kolaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap ketika klien berusaha untuk

ekshalasi secara kuat , tekanan positif intra torak akan menyebabkan

kolapsnya jalan nafas (alveoli)

7. Pemeriksaan diagnostik

1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan

menyingkirkan penyakit – penyakit lain . foto dada pada emfisema paru terdapat dua

bentuk kelainan foto dada pada emfiseama paru , yaitu :

Gambaran defesiensi arteri overinflasi terlihat diafragma yang rendah dan

datar , kadang – kadang terlihat konkaf . oligoemia penyempitan pembuluh

darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal .

Corakan paru yang bertambah , sering terdapat pada kor pulmonal , emfisema

sentrilobular dan bloaters . overinflasi tidak begitu hebat .

1. Pemeriksaan kedistal fungsi paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi

berkurang .

2. Analisis gas darah

Ventilasi yang hamper adekuat masih sering dapat di pertahankan oleh pasien

emfisema paru . sehingga PaCO2 rendah atau normal . saturasi hemoglobin pasien

hampir mencukupi .

3. Pemeriksaan EKG

7

Page 8: Lp Emfisema

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung . bila sudah terdapat

kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P- pulmonal pada hantaran II , III ,

dan Avf. Voltase QRS rendah . V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang

dari 1 .

1. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya

diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda

vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),

hasil normal selama periode remisi (asma).

2. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan

diagnosa emfisema primer.

3.  Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen;

pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

8. Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas :

1. PENYULUHAN

Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal

yang harus di hindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

1. PENCEGAHAN

a) ROKOK

Merokok harus di hentikan meskipun sukar . penyeluhan dan usaha yang optimal

harus di lakukan .

b) Menghidari lingkungan polusi

Sebaiknya di lakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja paprik , terutama pada

pabrik – pabrik yang mengeluarkan zat – zat polutan yang berbahaya terhadap saluran

nafas

c) VAKSIN

Di anjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi , terutama terhadap influenza dan

infeksi pneumokukus

1. TERAPI FARMAKOLOGI

8

Page 9: Lp Emfisema

Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih

memepunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat di lakukan

dengan :

a) Pemberian bronkodilator

b) Pemberian kortikoteroid

c) Mengurangi sekresi mucus

d) Pemberian bronkodialtor

Golongan teofilin

Biasanya di beriakan denagn dosis 10-15mg/kgBB per oral dengan memperhatikan

kadar teofilin dalam darah . konsentrasi dalam darah yang baik antara 10 – 15 mg/L .

Golongan agonis B2

Biasanya di berikan secara aerosol /nebuliser . efek samping utama adalah tremor ,

tetapi menghilang dengan pemberian agak lama  .

Pemberian kortikosteroid

Pada beberapa pasien , pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi

saluran nafas . Hinsway dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian

kortikosteroid selama3- 4 minggu . kalau tidak ada respon baru di hentikan .

Mengurangi sekresi mucus

Minum cukup supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga encer sehingga

urine tetap kuning pucat .

Ekspektoran yang sering di guankan adalah gliseril guaiakoat ,kalium yodida dan

ammonium klorida .

Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan

mengencerkan sputum .

Mukolitik dapat di gunakan asetilsistein atau bromheksin .

Fisioterpi dan rehabilitasi

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan

kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social , emosional , dan

vokasional . program fisioterapi yang di laksanakan berguna untuk :

Memperbaiki efisiensi ventilasi

9

Page 10: Lp Emfisema

Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

Pemberian  O2 jangka panjang

Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema di sertai kenaikan

toleransi latihan . biasanya di berikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu

tidur atau waktu latihan . menurut MAKE , pemberian O2 sealma 19 jam/hari akan

mempunyai hasil lebih baik dari pada 12 jam/hari .

10

Page 11: Lp Emfisema

BAB 2

KONSEP TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1) Pemeriksaan fisik :

a. Inspeksi : Paru hiperinflasi, ekspansi dada berkurang, kesukaran

inspirasi, dada berbentuk barrel chest, dada anterior menonjol,

punggung berbentuk kifosis dorsal.

b. Palpasi : Ruang antar iga melebar, taktik vocal fremitus

menurun,

c. Perkusi : Terdengar hipersonor, peningkatan diameter dada

anterior posterior.

d. Auskultasi : Suara napas berkurang, ronkhi bisa terdengar apabila

ada dahak

Pengkajian:

1. Kaji status pernapasan.

2. Kaji adanya sianosis.

3. Kaji fremitus faktil kedua paru.

4. Lakukan pemeriksaan tanda vital lengkap.

5. Kaji adanya nyeri tekan bila napas.

6. Lakukan pemeriksaan jantung dan paru, cari kemungkinan adanya payah

jantung dan komplikasi COPD lainnya

2. Diagnosa keperawatan

1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-

perfusi.

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

3) Intoleran aktivitas berhubungan dengan  akibat keletihan, hipoksemia, dan

pola pernapasan tidak efektif.

4) Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di

rumah. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang

11

Page 12: Lp Emfisema

sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan

untuk bekerja.

3. Intervensi keperawatan

1) Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-

perfusi.

Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas.

Intervensi :

1. Berikan bronkodilator sesuai yang diresepkan.

2. Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB.

3. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik

dan batuk efektif.

4. Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan.

Rasional:

1. Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa

bronchial dan spasme muscular.

2. Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodsilator nebulisasi

biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi .

3. Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan

membersihkan jalan napas dari sputum. Pertukaran gas diperbaiki.

4. Oksigen akan memperbaiki hipoksemia.

Evaluasi:

1. Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.

2. Melaporkan penurunan dispnea.

3. Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.

4. Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.

2) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.

Tujuan : Pencapaian klirens jalan napas.

Intervensi :

1. Beri pasien 6-8 gelas cairan/hari, kecuali terdapat kor pulmonal.

12

Page 13: Lp Emfisema

2.  Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmaik

dan batuk.

3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler, atau IPPB.

4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan

malam hari sesuai yang diharuskan.

5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan, seperti asap rokok, aerosol, dan

asap pembakaran.

6. Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan.

Rasional :

1. Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk

pengeluaran.

2. Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan

sekresi tanpa harus menyebabakan sesak napas dan keletihan.

3. Tindakan ini menambahakan air ke dalam percabangan bronchial dan pada

sputum menurunkan kekentalannya, sehingga memudahkan evakuasi sekresi.

4. Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi

sehingga sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau diisap.

5. Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan

pembentukan lendir, yang kemudian mengganggu klirens jalan napas.

6. Antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau mengatasi infeksi.

Evaluasi :

1. Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas per hari.

2. Batuk berkurang.

3. Jalan napas kembali efektif.

3) Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir,

bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.

Tujuan : perbaikan dalam pola pernapasan.

Intervensi :

1. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.

2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.

3. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.

Rasional :

13

Page 14: Lp Emfisema

1. Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien

akan bernapas lebih efisien dan efektif.

2. Memberikan jeda aktivias akan memungkinkan pasien untuk melakukan

aktivitas tanpa distres berlebihan.

3. Menguatkan dan mengkoordinasiakn otot-otot pernapasan.

Evaluasi :

1. Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya

ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas.

2. Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak

dalam aktivitas.

3. Menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi, seperti yang diharuskan.

4) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat

peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

Tujuan : kemandirian dalam aktivitas perawatn diri.

Intervensi :

1. Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan

aktivitas.

2. Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri,

berjalan.

3. Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.

Rasional :

1. Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari

keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.

2. Sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu melakukan lebih

banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan

ketergantungan.

3. Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam perawtan dirinya.

Evaluasi :

1. Meggunakan pernapasan terkontrol ketika beraktivitas.

2. Menguraikan strategi penghematan energi.

14

Page 15: Lp Emfisema

3. Melakukan aktivitas perawatan diri seperti sebelumnya.

7. Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak

efektif.

Tujuan: perbaikan dalam toleran aktivitas.

Intervensi:

1)      Dukungan pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur.

Rasional:

1)      Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan

memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, kelompok

otot menjadi lebih terkondisi.

Evaluasi:

Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk

memperbaiki kondisi fisik.

Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi,

ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk

bekerja.

Tujuan: pencapaian tingkat koping yang optimal.

Intervensi:

1)      Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yng

ditujukan kepada pasien.

2)      Dorongan aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.

3)      Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.

Rasional:

1)      Suatu perasaan harapan akan memberikan pasien sesuatu yang dapat

dikerjakan.

2)      Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan

dengan pasien menjadi terkondisi

15

Page 16: Lp Emfisema

3)       Relaksasi mengurangi stres dan ansietas dan membantu pasien untuk mengatasi

ketidakmampuannya.

Evaluasi :

Mengekspresikan minat di masa depan.

Mendiskusikan aktivitas dan metode yang dapat dilakukan untuk

menghilangkan sesak napas.

Menggunakan teknik relaksasi dengan sesuai.

Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di

rumah.

Tujuan: kepatuhan dengan program terapeutik dan perawatan di rumah.

Intervensi:

1)      Bantu pasien mengerti tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.

2)      Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok.

Rasional:

1)      Pasien harus mengetahui bahwa ada metoda dan rencana dimana ia memainkan

peranan yang besar.

2)        Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan

mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.

Evaluasi:

Mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengarukinya.

Berhenti merokok

16

Page 17: Lp Emfisema

DAFTAR PUSTAKA

Baughman,D.C & Hackley,J.C.2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor

Kepela : Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE

Soemarto,R.1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya : RSUD Dr.Soetomo

17