Upload
syaifularis
View
172
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
refarat empisema paru
Citation preview
EMFISEMA PARU
Nurul Fitri, Alfa Gracely Einstein Rondo, Erlin Syahril
I. PENDAHULUAN
Emfisema paru adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai
oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus
terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.
Dalam keadaan lanjut, penyakit ini sering menyebabkan obstruksi saluran
napas yang menetap dan dinamakan penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK), perokok dan penembang batu bara memiliki insiden lebih tinggi.
(1,2,3)
Emfisema paru diklasifikasikan atas dasar pola keikutsertaan unit
pertukaran gas (asinus) paru bagian distal bronkiolus terminalis. Walapun
hanya beberapa pola morfologik telah dijelaskan, ada dua hal yang paling
penting , yaitu perubahan morfologik yang meliputi bronkiolus pernapasan
dan duktus alveolaris di pusat asinus (emfisema sentriasinar) dan
perubahan di seluruh asinus (emfisema panasinar).(4) Emfisema
sentriasinar sering ditemukan pada pasien pria perokok, biasanya pada
lobus atas paru dan menyertai pasien bronkitis kronik. Emfisema
panasinar terdapat pada pasien defisiensi α1 anti tripsin dan sering
menyertai proses degeneratif atau pasien bronkitis kronik. Timbul pada
lobus bawah paru.(5)
Di negara-negara Barat seperti Inggris dan Amerika Serikat
penyakit paru kronik merupakan salah satu penyebab utama kematian
1
dan ketidakmampuan pasien untuk bekerja. Di Indonesia penyakit
emfisema paru meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang
yang mengisap rokok dan pesatnya kemajuan industri. Sesuai dengan
gagasan WHO, yaitu “kesehatan bagi semua di tahun 2000”, disamping
meningkatkan pelayanan kesehatan juga harus mengaktifkan penyuluhan
terhadap bahaya rokok dan polusi yang dapat menyebabkan penyakit
paru obstruksi kronik. (1)
II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK.
Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis
kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab
kematian terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. Penyakit bronkitis
kronik dan emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah orang yang mengisap rokok dan pesatnya kemajuan
industri. (6)
Di negara-negara barat ilmu pengetahuan dan industri telah maju
dengan mencolok tetapi telah pula menimbulkan pencemaran lingkungan
dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat
menyebabkan penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru.(1) Diperkirakan
16,2 juta orang amerika menderita bronkitis kronik dan emfisema atau
keduanya, yang bertanggung jawab dalam menyebabkan 112.584
kematian pada tahun 1998. Insiden COPD meningkat 450% sejak tahun
2
1950, dan sekarang merupakan kematian terbanyak ke empat. COPD
menyerang pria dua kali lebih banyak daripada wanita, diperkirakan
karena pria adalah perokok berat; tetapi insiden pada wanita meningkat
600% sejak tahun 1950 dan diperkirakan akibat perilaku merokok mereka.
(2,4)
Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Nawas dkk
melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan Jakarta dan
mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26%, kedua terbanyak setelah
tuberkulosis paru (65%). Di Indonesia belum ada data mengenai
emfisema paru. (1)
III. ETIOLOGI
a. Merokok
Secara patologis merokok dapat menyebabkan gangguan
pergerakan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar,
menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus bronkus. Gangguan
pada silia, fungsi makrofag alveolar akan mempermudah terjadinya
peradangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru.
Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi
saluran napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Di samping
itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan
enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti
tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.(1,2)
3
b. Polusi Udara
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di
daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap
tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi
makrofag alveolar. (1,2)
c. Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih
berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkitis akut,
asma bronkial dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada
akhirnya dapat menyebakan terjadinya emfisema. (1,2)
d. Fakto Genetik
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin, kurangnya enzim yang diperlukan untuk
metabolisme tripsin sebagai enzim pencernaan. Jika tripsin tidak
dimetabolisme akan menyebabkan destruksi pada jaringan paru
normal. Cara yang tepat bagaiman defisiensi antitripsin dapat
menimbulkan emfisema masih belum jelas. (1,2)
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik
elastase dan antielastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.
Perubahan keseimbangan akan menimbulkan kerusakan jaringan
elastik paru. Arsitektur paru akan berubah dan menimbulkan emfisema.
Sumber elastase yang penting adalah pancreas. Perangsangan pada
paru antara lain oleh asap rokok dan infeksi menyebabkan elastase
4
bertambah banyak. Aktifitas sistem antielastase yaitu sistem alfa-1
protease inhibitor terutama enzim alfa-1 antitripsin (alfa-1 globulin)
menjadi menurun. Akibat tidak ada lagi keseimbangan antara elastase
dan antielastase akan terjadi krusakan jaringan elastik paru dan
kemudian emfiema. (1)
e. Obstruksi Jalan Napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus,
sehingga terjadinya mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam
alveolus pada waktu inspirasi akan teapi tidk dapat keluar pada waktu
ekspirasi. Etiologinya adalah benda asing di dalam lumen dengan
reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital.(1,2)
IV. KLASIFIKASI
Menurut The Amerika Thoracic Sosciety, emfisema paru dibagi atas:
(1)
1. Paracicatrial : terdapat pelebaran saluran udara dan kerusakan
dinding alveolus di tepi suatu lesi fibrotik paru.
2. Lobular : pelebaran saluran udara dan kerusakan dinding alveolus di
asinus/ lobules sekunder.
Emfisema paru dibagi lagi menurut tempat proses terjadinya,
yaitu : (1)
1. Sentrolobular (centriacinar/centrilobular emphysema): kerusakan
terjadi di daerah sentral asinus. Daerah distalnya tetap normal.
5
Gambar 1
Menunjukkan emfisema sentrolobular, tanda panah menunjukkan kerusakan
terjadi di daerah sentral asinus, sedangkan daerah distalnya tetap normal (dikutip
dari kepustakaan 16)
2. Panlobular (panacinar/panlobular emphysema) : kerusakan terjadi di
seluruh asinus.
Gambar 2.
Gambar menunjukkan emfisema panlobular. Tanda panah menunjukkan kerusakan
terjadi diseluruh daerah asinus. (dikutip dari kepustakaan 16)
6
3. Tak dapat ditentukan : kerusakan terdapat diseluruh asinus, tetapi
tidak dapat ditentukan dari mana mulainya.
Ada empat jenis empisema paru : (7)
1. Emfisema sentrilobuler : Secara selektif hanya menyerang
bronchialus respiratoris. Dinding – dinding mulai berlubang
membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang
sewaktu dinding-dinding terintegrasi. Berlangsung mula-mula
duktus alveolaris dan sakum alveolaris yang lebih distal dapat
dipertahankan. Penyakit ini cenderung lebih berat menyerang
bagian atas paru, tetapi akhirnya cenderung tersebar tidak merata.
Emfisema tipe ini paling sering terjadi pada perokok yang tidak
menderita defesiensi congenital antitripisin α.(5,9)
2. Emfisema panlobuler : pada tipe emfisema ini, asinus secara
merata membesar dari tingkat bronkiolus respiratorik hingga
alveolus buntu di terminal. Emfisema panlobuler lebih sering terjadi
di zona paru bawah dan merupakan tipe emfisema yang terjadi
pada defesiensi antitrypsin α-1.(5,9)
3. Emfisema parasepta atau subpleura : pada bentuk ini bagian
proksimal asinus normal, tetapi bagian distal umunya terkena.
Emfisema lebih nyata di sekat pleura, disepanjang septum jaringan
ikat lobules dan tepi lobules. Temuan khas adanya ruang udara
yang multiple, saling berhubungan dan membesar kadang kadang
membentuk struktur mirip kista dan jika membesar progresif disebut
7
bulla. Tipe emfisema ini mungkin mendasari kasus pneumothoraks
spontan akibat bulla atau balon subpleura yang pecah.(5,9)
4. Emfisema parasikattrisial : parasikattrisial emfisema juga berbeda
dari sentrilubular emfisema, pada emfisema jenis ini tidak
disebabkan oleh destruksi dari dinding alveolus tetapi dari bakas
luka dadalam perbatasan panenkim paru.(9)
V. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Anatomi Saluran Pernapasan dan Paru-Paru
Gambar 3
Anatomi saluran pernapasan (dikitip dari kepustakaan 17)
8
Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru-
paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus.
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam sistem
pernapasan bagian bawah menuju faring. Kemudian udara menuju
trakea, yang bercabang pada bronkus kanan dan kiri. Batang bronkus
terbagi menjadi bagian yang lebih kecil, disebut bronkiolus. Struktur
bronkiolus terdiri dari struktur yang menyerupai rambut, berupa epitel
yang disebut silia, yang mendorong kotoran keluar dari paru-paru
selama ekspulsi faring. Ketika dalam bronkiolus, udara sesuai
temperatur tubuh, terdiri dari 100% kelembapan dan saringan lengkap.
(2,10)
Gambar 4
Anatomi saluran pernapasan (dikitip dari kepustakaan 11)
9
Bronkiolus berujung pada saccus udara disebut alveoli. Ketika
bernapas, rongga dada mengembang, alveoli mengembang mendesak
udara mengisi rongga. Ketika menghembuskan napas, alveoli rileks
dan udara bergerak keluar dari paru-paru. Proses ini disebut pertukaran
gas. (2,10)
Paru-paru terbagi atas dua, satu di kanan dan satu di kiri, yang
merupakan bagian utama organ respirasi. Setiap paru dibagi atas lobus
atas dan lobus bawah, meskipun lobus atas pada paru kanan terdiri
dari bagian yang ketiga yang disebut lobus medial kanan. Paru kanan
lebih besar dan lebih berat di bandingkan paru kiri, yang lebih kecil
dalam ukuran karena posisi utama jantung di sebelah kiri. Paru kanan
tediri dari 3 lobus : lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Serta
mempunyai 2 fisura : fisura horizontal dan fisura oblique. Tampak paru
kiri terdiri dari 2 lobus : lobus superior dan inferior. Dan mempunyai 1
fisura yaitu fisura oblique. (2,10)
B. Fisiologi Pernapasan
Proses fisiologi pernapasan yaitu proses O2 dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan-jaringan, dan CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi,
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru. Stadium
kedua transportasi, yang harus ditinjau dari beberapa aspek : 1) difusi
gas-gas antara alveoli dan kapiler paru (respirasi eksterna) dan antara
10
darah sistemik dan sel-sel jaringan; 2) distribusi darah dalam sirkulasi
pulmonari dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolu-
alveolus; dan 3) reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah.
Stadium akhir respirasi adalah respirasi sel atau respirasi interna, yaitu
zat-zat dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk
sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.(2,11)
VI. PATOFISIOLOGI
Gambar 5
Tampak gambaran mukus di bronkioli, alveoli yang melebar dan kapiler yang sedikit
(dikitip dari kepustakaan 2)
Penyempitan saluran napas terjadi pada bronkitis kronik dan
emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat
dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada emfisema paru
penyempitan saluran napas terutama disebabkan elastisitas paru yang
berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara
tekanan yang menarik jaringan paru keluar, yaitu yang disebabkan
11
tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang
menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.(1)
Berdasarkan penggunaan nilai aliran yang diperoleh dari manuver
kapasitas vital ekspirasi paksa dan pengukuran resistensi jalan napas
yang jauh lebih canggih dan sifat kelenturan elastik paru, sudah jelas
bahwa bronkitis kronik dan emfisema paru dapat terjadi tanpa disertai
dengan obstruksi. Akan tetapi sewaktu pasien mulai merasakan
dispnea sebagai akibat proses ini, obstruksi selalu dapat ditemukan.
Karena bronkitis kronik dan emfisema selalu ditemukan bersamaan sulit
untuk menentukan peran masing-masing dalam menyebabkan
kecacatan seorang pasien.(4)
VII. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
1. Anamnesis :
Sebagai suatu kasus yang sering dijumpai dalam masyarakat, ada
beberapa hal yang perlu ditanyakan ketika menganamnesis yaitu :
riwayat menghirup rokok, riwayat terpajan zat kimia, riwayat penyakit
emfisema pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi
misalnya BBLR, infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok
dan polusi udara, sesak napas waktu beraktivitas terjadi bertahap dan
pelan-pelan memburuk dalam beberapa tahun. (9)
Pasien dengan emfisema paru dominan biasanya mempunyai
riwayat sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sputum
12
mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopurulen
dan kental. Gejala lain yang dapat timbul adalah batuk kronis,
kelelahan, kehilangan nafsu makan dan kehilangan berat badan. (9)
2. Pemeriksaan Fisik.(9)
a. Inspeksi
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (pelebaran diameter antero-posterior)
Penggunaan otot bantu pernapasan
Hipertropi otot bantu pernapasan
Pelebaran sela iga
Bila terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di
leher dan edema tungkai.
b. Palpasi
Fremitus melemah, sela iga melebar
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah.
d. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau
pada saat ekspirasi paksa dan ekspirasi memanjang
B. GAMBARAN RADIOLOGI
1. Gambaran Radiologi Konvensional (14,15,16)
13
Dengan menggunakan Foto Polos Thoraks dapat
menunjukkan diagnosis dari Emfisema.
Diagnosis foto polos thoraks ini disarkan pada :
a. Tanda hiperinflasi (diafragma datar, peningkatan ruang
retrosternal, kadang dada besar/ Barrel chest).
b. Kriteria Vaskular (menurunnya pembuluh darah perifer, daerah
avaskular local, arteri paru besar).
Gambar 6. A. Foto toraks posisi PA
Bayangan vaskuler perifer sedikit, khususnya daerah basal.
Lengkungan diafragma letak rendah dan meningkatnya jumlah
aerasi jaringan paru. Tampak gambaran jantung yang ramping
(Dikutip dari kepustakaan 15)
14
Gambar 6. B. Foto thoraks posisi lateral
Tampak bayangan vaskuler perifer sedikit, khususnya daerah
basal. (Dikutip dari kepustakaan 14)
Emfisema paru disebabkan oleh obstruksi pernapasan kronik yang
merupakan hasil destruksi alveoli. Paru-paru berisi lebih banyak udara
dibandingkan keadaan normal sebab obstruksi jalan napas
mengakibatkan udara terperangkap. Kadang-kadang, persediaan udara
meningkat menyerupai bola, yang disebut bulla. Hal ini memberikan
pengertian sejak densitas cairan pada dinding alveolar menjadi hilang
dan udara terperangkap dalam paru-paru. Selain itu, karena destruksi
jaringan maka hanya sedikit pembuluh darah yang tampak. (14,17)
Jadi, pada gambaran foto thoraks dari emfisema paru ditemukan
gambaran radiologi sebagai berikut: (15)
Hiperinflasi paru
Hemidiafragma letak rendah
15
Hemidiafragma datar (jarak ≤1,5 cm antara garis yang
menghubungkan sudut costa dan cardioprenicus dengan puncak
midhemidiafragma)
Ruang udara retrosternal > 2,5 cm
Barrel chest
Pemangkasan dan distorsi vaskuler paru (hipertensi arteri
pulmonal)
Pembesaran jantung kanan
Bulla
2. CT-SCAN
Dengan menggunakan CT-scan telah terbukti bermanfaat dalam
mendiagnosis suatu emfisema. Grade dari emphysema yaitu :(14,17)
1. Analisis kuantitatif
2. Grade visual
Analisis kuantitatif didasarkan pada pengukuran kepadatan
dengan berbagai kerapatan atau grading visual piksel dengan grade
visual, penekanan non-peripheral.(14,17)
16
Gambar 7
A) CT-Scan pasien dengan emfisema paru, tampak udara dalam bulla
B) CT-Scan thoraks pada perokok menunjukkan emfisema sentrilobular.
(Dikutip dari kepustakaan 14)
3. HRCT (High-resolution computer tomography)
Resolusi tinggi tomografi komputer adalah suatu visual
gambar berharga untuk menilai penyakit paru-paru dan tertentu untuk
emfisema. Gambar kuantitatif analisis berguna mengevaluasi visual
dari CT scan, yang bertujuan membantu ahli radiologi melakukan
diagnosis. HRCT scan memiliki spesifisitas tinggi untuk mendiagnosis
emfisema dan merupakan cara yang paling akurat dalam menentukan
jenis dan luasnya. (9,18)
17
Gambar 8
Karena merokok mengakibatkan centrilobular emfisema. Pinggiran paru (panah biru), Arteri centrilobular (panah kuning) terlihat di tengah area
hipodens.( Dikutip dari kepustakan 9)
Gambar 9
Paraseptal emfisema dengan bulla (Dikutip dari kepustakan 9 )
Gambar 10
Panlobular emfisema (dikutip dari kepustakaan 9 )
18
C. Gambaran Patologi Anatomi
Pada paru dengan emfisematous menunjukkan hilangnya
dending alveolar dengan akibat terjadi destruksi pada bagian dasar
kapiler. Untaian parenkim berisi pembuluh darah yang kadang-kadang
dapat berjalan melewati ruang udara dilatasi. Jalan napas yang sempit
(diameter < 2 mm) terbatas, berliku-liku dan jumlahnya sedikit. Di
samping itu, dindingnya atrofi dan tipis. Perubahan struktur tampak
dengan mata telanjang atau lens pada slide besar di paru. (19)
Gambar 11
Tanda panah adalah histophatologi emfisema dengan pembesaran abnormal ruang
udara, ditandai dengan overdistensi seluruh alveoli.(Dikutip dari kepustakaan 19)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
A. Pneumothoraks
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avaskuler
patern) dengan batas paru berupa garis radiopak tipis berasal dari
pleura visceral. Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan
19
paru ke arah hilus atau paru kuncup/ kolaps didaerah hilus dan
mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu sela iga
menjadi lebih lebar. Terjadi akibat udara masuk ke dalam rongga
pleura akibat robekan pleura parietal dan visceral. (3,20)
Gambar 12. Foto thoraks posisi PA
Tanda panah menunjukkan daerah yang hiperlusen avaskuler pada
daerah seluruh hemitoraks kanan dan jaringan paru yang kolaps di bagian
sentral.(Dikutip dari kepustakaan 3)
B. Asma
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada
paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
20
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai
berikut : (7,21,21)
1. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
2. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
Gambar 13
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun (Dikutip dari
kepustakaan 21 )
IX. KOMLPIKASI
1. Kollaps paru (Pnenumothoraks)
Udara masuk kedalam rongga pleura karena lemahnya dinding
alveolus dan pleura visceral yang terjadi secara tiba tiba dan tak terduga
21
didalam empisema terjadi pecahnya bled sub pleura pada permukaan
paru paru atau penyakit bula lokal.(22)
2. Heart problem (hipertensi paru)
Emfisema dapat meningkatkan tekanan darah di arteri, Mula mula
takikardi kemudian bradicardi jika otot jantung tidak cukup mendapat O2,
peningkatan tekanan darah yang diikuti penurunan tekanan darah jika
hipoksia tidak diatasi. Keadaan ini biasa disebabkan oleh yang biasa
disebut kor pulmonal.(22)
X. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang pandai harus dilakukan dengan
pengetahuan yang selengkap mungkin mengenai derajat obstruksi,
taraf disabilitas dan reversibilitas relative pasien tersebut. Karena
emfisema proses yang irreversibel, tindakan mencegah progresifitas
penyakit dan menghindari serangan akut merupakan pendekatan
utama.(4)
Adapun penatalaksanaan bronkitis kronik dan emfisema paru
dapat dibagi atas : (1,7,22)
1. Pencegahan
2. Terapi farmakologis
3. Pemberian O2 jangka panjang
4. Operasi.
22
1. Pencegahan
Rokok : hubungan rokok dengan penyakit ini sudah jelas. Karena
itu merokok harus diberhentikan. Meskipun sukar, penyuluhan
dan usaha optimal harus dilakukan.
Menghindari lingkungan polusi : sebaiknya dilakukan penyuluhan
berkala khususnya pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-
pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya
terhadap saluran.
Vaksin : dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi,
terutama terhadap influensa dan infeksi pneumokokus.
2. Terapi farmakologis
1. Pemberian Bronchodilator(1)
Tujuan utama untuk mengurangi obstruksi jalan napas yang
masih mempunyai komponen yang refersibel meskipun sedikit.
Dengan mengurangi obstruksi sedikit saka akan membantu pasien.
Pemberian Bronkodilator yaitu Golongan teofilin biasanya
diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB per oral. Dalam
pemberian obat ini harus diperhatikan kadar teofilin dalam darah
karena metabolisme sangat berfariasi pada setiap indifidu.
Konsentrasi dalam darah yang baik adalah 10-15 mg/L.
Pemberian golongan Agonist B2 sebaiknya diberikan secara
aerosol atau nebuliser. Dapat juga diberikan kombinasi antara
obat secara aerosol dan obat oral sehingga diharapkan efek
23
bronkodilator lebih kuat. Efek samping utama adalah tremor
namun dapat menghilang dengan pemberian yang agak lama.
Hati-hati pada penderita aritmia jantung (ekstra sistol ventrikel
atau takikardia ventrikel). Selain efek bronkodilator terbutalin
suatu egonist B2 yang juga memiliki efek pengeluaran mukus bila
diberikan secara aerosol.
2. Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa pasien pemberian kortikosteroid akan berhasil
mengurangi obstruksi saluran napas. Pada penelitian madella dkk
terdapat respon baik pada 8 dari 38 pasien. Karena itu Hinshaw dan
Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama
3-4 minggu kalau tidak ada respon, baru dihentikan.(1)
3. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak terjadi dehidrasi dan mukus menjadi
lebih encer
Ekspektoran, yang sering digunakan adalah gliseril guaikolat,
kalium yodida, dan amonium klorida.
Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan
viskositas dan mengencerkan sputum.
Mukolitik, dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
2. Pemberian O2 jangka panjang, pemberian O2 jangka panjang telah
terbukti berguna pada pasien-pasien dengan bronkitis kronik emfisema
paru yang lanjut dengan hipoksia kronik.
24
3. Operasi
Reduksi volume paru (Lung Volume Reduction). Pada prosedur
ini, proses pembedahan mengangkat sebagian jaringan paru
yang rusak dan terlalu meluas. Pengangkatan sebagian jaringan
paru yang rusak ini agar bagian paru yang lain dan otot diafragma
membaik dan bekerja lebih efisien agar dapat memperbaiki
proses bernapas.
Transplantasi paru (Lung Transplant), Transplantasi paru
dilakukan pada emfisema yang berat dan semua pilihan telah
gagal. Akan tetapi pendekatan ini memiliki batasan karena
terbatasnya organ-organ dari donor, dan banyaknya jumlah
pasien yang membutuhkan.
CONTOH KASUS
Contoh kasus emfisema yang baru-baru ini terjadi adalah kasus
kematian Whitney Houston pada 11 Februari 2012. Whitney houston
adalah seorang penyanyi pop asal Amerika yang meninggal pada usia 48
tahun akibat emfisema. Whitney di diagnosa menderita emfisema karena
kebiasaan merokoknya yang tidak dapat hilang. Whitney telah menjadi
perokok berat dan pengguna obat-obatan terlarang, serta mengkonsumsi
alkohol berlebihan.(23)
25
XI. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung
pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur
kurang dari 50 tahun dengan : sesak ringan, 5 tahun kemudian akan
terlihat ada perbaikan. Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42% penderita
akan sesak lebih berat dan meninggal.(1)
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Soemantri ES, Uyainah A. Bronkitis kronik dan emfisema paru. Dalam:
Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI; 2001. Hal : 827-881
2. Kacmarek RM. Obstruktive pulmonary diseaseand general
management principles. The Essentials of respiratory care 4 th
eition.United States of America: Elsevier Mosby; 2005. P : 365-372
3. Patel PR. Saluran pernapasan. Dalam : Safitri A, editor. Lecture notes
radiology. Edisi ke dua.Jakarta : Erlangga; 2005. Hal : 44-45, 48-49
4. Ingram RH. Bronkitis Kronik, Emfisema dan obstruksi jalan napas.
Dalam: Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JD, Martin JB,
Kasper DL, et all, editors. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam
edisi 13 volume 3. Jakarta: ECG; 2000. Hal : 1397-1353
5. Robinson SL, Kumar V , editors. Sistem pernapasan: buku ajar patologi
II. Edisi 4. Jakara : ECG;1995. Hal : 551-520
6. Seputar kedokteran dan linux : Emfisema. [Online]. 2007 [Cited 2013
Juni].Available
from:URL;http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/emphysema.html
7. Wilson LM. Gangguan sistem pernapasan. Dalam : Price SA, Wilson
LM, editors. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 6
volume 2. Jakarta: EGC; 2006. Hal : 736-749, 783-899
27
8. Dr Luke A Danaher. Pulmonary amphysema. [Online]. 2010[Cited 2013
Juni].Available from:URL;http://radiopaedia.org/articles/pulmonary-
emphysema.
9. Ketal LH, Lofgren R, Mehlic AJ,editors. Fundamentals of chest
radiology 2nd edition: emphysema. United States of America: Saunders
Elsevier; 2006. P : 57-68
10. Virtual Medical Center.Human Respiratory System.
[Online].2010[Cited 2013 Juni]. Available
from:URL;http://www.virtualmedicalcenter.com
11.PATTS. Pulmonary/respiratory system. [Online].2000. [Cited 2013
Juni].Availablefrom:URL;http://webschoolsolution.com/patts/system/
lungs.html#anatomy. P : 1-3
12. Applegate E. The anatomy and physiologi learning system: functional
relationsip of the respiratory system. 3rd edition. Canada: Saunders
Elsevier;2006. P : 287-299
13. Herring W. Learning radiology: recognizing the basics : chronic
obstructive pulmonary disease. United states of America: Mosby
Elsevier;2007.
14. Medcyclopedia.Respiratory disease and emphysema.[Online].
2008[Cited2013Juni].Available
from:URL;http://www.medcyclopedia.com/nic_k18_883.jpg
15. Ouellette H, Tetreault P. Clinical radiology: chest radiograph. United
States of America : Medmaster; 2000. P : 21-22
28
16. Ekayuda Iwan. Radiologi Diagnostik edisi II. Jakarta; 2005. Hal : 108-
112
17. Richard B.G. Essensial Radiology. New York; 2006 Hal : 84-85
18. Mithun Prasad. Arcot Sowmya. Peter Wilson. Multi-level classification of
emphysema in HRCT lung images. Springer-Verlag :London; 2007 P: 1-
4
19. West JB. Pulmonary patophysiology: obstructive diseases. United
States of America : Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
20. Joanne LW, Andrew Chug. Pathologic Features of Crronic Obstructive
Pulmonary Disease Diagnostic Criteria and Differential Diagnosis. 2005
P: 90-92
21. : David CH, Brian A. The Hands-On Guide to Imaging. United States of
America: Blackwell;2004 P: 25-27
22. Mayoclinic.Emphysema.[online] 2012 [cited 2013 Juni] avaible from :
http//www.mayoclinic.com/health/emphysema/DS00296.
23. Chimmey. Emfisema. [online] 2012 [cited 2013 Juni] avaible from :
http://www.wordpress.com
29