29
BAB I TINJAUAN KASUS A. IDENTITAS Nama : An. Nadila Agustina Umur : 7 bulan 5 hari Alamat : Ploso Timur I-D/8 Surabaya Jenis kelamin : Perempuan No DMK : 728444 Tanggal MRS : 18 Maret 2015 Nama orang tua : Ayah Prabu Adi Ibu Mira Astuti Pekerjaan orang tua : Ayah sebagai karyawan pabrik baju Ibu sebagai ibu rumah tangga Pendidikan terakhir orang tua : Ayah SMP Ibu SD Agama : Islam B. ANAMNESIS a. KU : Muntah dan diare b. RPS Anak muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah kurang lebih sekitar 10 kali, setiap kali muntah sekitar ¼ gelas aqua. Muntah setiap kali minum susu formula. Sebelumnya susu formula baru saja diganti dengan susu SGM soya. 1

LAPSUS Stase Anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gizi buruk

Citation preview

Page 1: LAPSUS Stase Anak

BAB I

TINJAUAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : An. Nadila Agustina

Umur : 7 bulan 5 hari

Alamat : Ploso Timur I-D/8 Surabaya

Jenis kelamin : Perempuan

No DMK : 728444

Tanggal MRS : 18 Maret 2015

Nama orang tua : Ayah Prabu Adi

Ibu Mira Astuti

Pekerjaan orang tua : Ayah sebagai karyawan pabrik baju

Ibu sebagai ibu rumah tangga

Pendidikan terakhir orang tua : Ayah SMP

Ibu SD

Agama : Islam

B. ANAMNESIS

a. KU : Muntah dan diare

b. RPS

Anak muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah

kurang lebih sekitar 10 kali, setiap kali muntah sekitar ¼ gelas aqua.

Muntah setiap kali minum susu formula. Sebelumnya susu formula

baru saja diganti dengan susu SGM soya. BAB cair sejak 3 hari yang

lalu, pada hari pertama sakit sekitar 7x sehari lalu berkurang 4x

sehari. BAB berwarna kuning, terdapat ampas sedikit, tidak ada lendir

dan tidak ada darah. Sebelumnya sudah dibawa ke dokter, mulai

membaik namun keluhan muntah dan diare masih ada. Di dokter

sebelumnya diberi anti muntah, oralit dan zinc. Anak sebelumnya

demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah tidak, batuk

1

Page 2: LAPSUS Stase Anak

(+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar bunyi

grok-grok. Ibu pasien mengatakan bahwa anak terus merasa haus.

c. RPD

Di UGD anak mengalami dehidrasi berat namun telah teratasi dengan

terapi cairan. Anak juga sesak dan telah diterapi nebulasi.

Riwayat atopi (+)

Riwayat asma (+) sejak umur 3 bulan

Sebelumnya pasien juga sering menderita batuk berulang kemudian

sembuh sendiri. Pasien juga sering BAB cair namun keadaan

membaik sendiri dan sebelumnya tidak pernah diperiksakan.

d. Riwayat kehamilan

Ibu tidak menderita sakit tertentu sewaktu hamil, tidak minum jamu-

jamuan hanya minum vitamin kehamilan dari puskesmas, tidak pernah

mengalami trauma.

e. Riwayat kelahiran

Lahir normal, cukup bulan, BBL 3300 gram, spontan menangis,

asfiksia (-), sianosis (-)

f. Riwayat neonatal

Sewaktu lahir kulit berwarna kemerahan, sianosis (-), pucat (-),

kuning (-), langsung menangis dan tidak merintih, kejang (-), lumpuh

(-), perdarahan (-), gangguan minum (-).

g. Riwayat imunisasi

Imunisasi BCG, Hepatitis B, DPT dan Polio telah dilakukan.

Imunisasi campak (-)

h. Riwayat tumbuh kembang dan gigi

Mulai mengangkat kepala usia 2 bulan

Mulai telungkup sendiri umur 6 bulan

Duduk sendiri belum bisa seimbang dalam menahan kepala perlu

ditahan oleh Ibu

Belum bisa memegang benda sendiri saat bermain

Sudah mulai berceloteh memanggil “Ayah” dan “Mam”

Belum tumbuh gigi

2

Page 3: LAPSUS Stase Anak

i. Riwayat gizi

ASI selama 1 bulan kemudian dilanjutkan dengan susu sapi formula

Umur 2 bulan mulai diberi bubur bayi serelac

Sekarang minum susu formula soya, bubur bayi serelac ataupun bubur

halus

j. Riwayat keluarga

Dirumah tidak ada yang mengalami diare

Ayah mempunyai riwayat alergi seafood

k. Riwayat kepribadian

Baik

l. Riwayat sosial

Anak biasa diasuh oleh neneknya dirumah. Makanan dirumah dibuat

di dapur pribadi dengan peralatan yang telah dicuci dan menggunakan

kompor gas. Air dirumah menggunakan air sumur bor. Dalam

memasak dan membuat susu juga memakai air dari sumber yang

sama. Keluarga tinggal dirumah yang masuk ke dalam gang dan jarak

antar rumah berdempetan.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Berat badan : 5,2 kg

Panjang badan : 63 cm

Suhu : 36,9 C

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 120x/menit

Pernafasan : 24x/menit

a. Keadaan umum : baik

b. Kesadaran : GCS 456

c. Kepala/leher

Lingkar kepala 44 cm, UUB datar, mata cowong (-), faring hiperemi

(-), tonsil normal, tidak ada pembesaran KGB, Status gizi buruk.

d. Kulit

Sianosis (-), anemia (-), edema (-), turgor kulit cukup.

3

Page 4: LAPSUS Stase Anak

Tampak furunkel dengan eksudat berwarna putih dan sekelilingnya

hiperemi di sekitar kepala dan leher.

e. Thorak

Pergerakan dada simetris, Stridor ekspiratoir (+), retraksi intercostal(-)

Paru : auskultasi terdapat ronkhi kasar di daerah bronkus,wheezing (-)

Jantung : Voussure cardiac (-), pulsasi meningkat (-), thrill (-), kuat

angkat (-), suara jantung S1 S2 tunggal

f. Abdomen

Terlihat flat, teraba supel, Spleen tidak teraba, Hepar tidak teraba,

Ginjal tidak teraba, bising usus (+) normal

g. Ekstrimitas

Akral hangat, kering, merah, edema (-), CRT <2 detik

h. Status neurologis

Meningeal Sign (-)

Reflek Fisiologis normal

Reflek Patologis (+)

Klonus (-)

Motorik dan sensorik dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 10,2 g/dL

Leukosit : 19.650/mm3

Hematokrit : 31,4 %

Trombosit : 795.000/mm3

GDA stick : 122 mg/dL

Kalium : 4,9 mmol/L

Natrium : 155 mmol/L

Klorida : 116 mmol/L

E. RESUME

Pasien An. Nadila usia 7 bulan mengalami vomiting setiap minum

susu dan diare cair berwarna kuning sekitar 4x, ampas sedikit, lendir (-),

darah (-). Sebelumnya susu formula baru saja diganti dengan susu SGM soya.

Anak sebelumnya demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah

4

Page 5: LAPSUS Stase Anak

tidak, batuk (+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar

bunyi grok-grok. Ada riwayat sesak sebelumnya. Ibu pasien mengatakan

bahwa anak terus merasa haus. Di IGD telah diberi terapi cairan dan nebulasi

untuk sesaknya. Anak mempunyai riwayat atopi (+) dan riwayat asma (+).

Anak hanya mendapat ASI selama 1 bulan lalu dilanjutkan dengan pemberian

susu formula dan pemberian MPASI yang terlalu dini. Sebelumnya pasien

juga sering menderita batuk berulang kemudian sembuh sendiri. Pasien juga

sering BAB cair namun keadaan membaik sendiri dan sebelumnya tidak

pernah diperiksakan. Status gizi anak buruk dan mengalami keterlambatan

pada tumbuh kembangnya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan stridor

eksperatoir dan ronkhi kasar di daerah bronkus, serta furunkulosis di kepala

dan leher. Pada pemeriksaan labarotorium didapatkan leukositosis dan

trombositosis.

F. DAFTAR MASALAH

Vomiting dan diare

Furunkulosis

Nafas berbunyi grok-grok disertai sesak sebelumnya

G. DIAGNOSIS KERJA

Bronkopneumonia, furunkulosis, Diare et causa virus dan KEP Berat

DIAGNOSIS BANDING

Bronkiolitis, Asma, Diare dengan penyebab lain

H. PENATALAKSANAAN

a. PLANNING DIAGNOSIS

Foto thorak AP, DL serial, kultur pus furunkel, Albumin Serum dan

protein total.

b. PLANNING TERAPI

Infus KAEN 600 cc/24 jam

Ampisilin 3x200 mg IV

Zinc 1 cth 1

Lacto B 1 sachet/hari

Kompres PZ pada luka dan beri Gentamisin salep

Formula makanan rendah osmolaritas rendah dan rendah laktosa

5

Page 6: LAPSUS Stase Anak

Program Kejar tumbuh dan stimulasi tumbuh kembang

c. PLANNING MONITORING

Keluhan pasien

Vital Sign

Input dan output cairan

Keadaan dan rawat luka

Keadaan gizi dengan timbang berat badan setiap hari

d. PLANNING EDUKASI

Edukasikan mengenai penyakit yang dialami anak, penyebab,

pemeriksaan yang akan dilakukan, terapi yang akan dilakukan dan

prognosis penyakit.

Edukasikan mengenai pentingnya peran orangtua dalam

pertumbuhan anak dan ketaatan mengikuti program gizi dan rogram

tumbuh kembang untuk kesehatan anak.

I. PROGNOSIS

Baik dalam kondisi gizi yang baik

Buruk bila kondisi kurang gizi pasien tidak tertangani dengan baik

6

Page 7: LAPSUS Stase Anak

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak

negara di dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang di Asia,

Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Salah satu klasifikasi dari gizi

buruk adalah marasmik-kwashiorkor. Di seluruh dunia, diperkirakan terdapat

825 juta orang yang menderita gizi buruk pada tahun 2000–2002, dan 815

juta diantaranya hidup di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi terdapat

pada anak-anak di bawah umur 5 tahun (balita). Prevalensi balita yang

mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan laporan

propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami gizi buruk dan

data Susenas (Survei Sosial dan Ekonomi Nasional) tahun 2005

memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Pada tahun 2005

telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di beberapa propinsi dan

yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa

Tenggara Barat.1,2

Menurut Badan Pusat Stasitik (BPS) dan laporan survey kesehatan

Unicef tahun 2005, dari 343 Kabupaten atau Kota di Indonesia, sekitar 169

Kabupaten atau Kota memiliki prevalensi sangat tinggi kejadian gizi buruk,

dan sekitar 257 Kabupaten atau kota memiliki prevalensi tinggi kejadian gizi

buruk. Gizi buruk tidak hanya diderita anak balita, namun semua kelompok

umur. Perempuan adalah yang paling rentan disamping anak-anak. Sekitar 4

juta ibu hamil setengahnya mengalami kekurangan gizi dan 1 juta lainnya

mengalami kekurangan energi kronis (KEK). Dalam kondisi itu, rata-rata

setiap tahun lahir 350.000 bayi dengan kekurangan berat badan (berat badan

rendah).3

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak gizi buruk dengan

gejala klinis (marasmus, kwashiorkor, marasmus kwashiorkor) umumnya

disertai dengan penyakit infeksi seperti diare, Infeksi Saluran Pernafasan

Akut (ISPA), tuberculosis (TB), serta penyakit infeksi lainnya. Data dari

7

Page 8: LAPSUS Stase Anak

WHO menunjukkan bahwa 54% angka kesakitan pada balita disebabkan

karena gizi buruk, 19% diare, 19% ISPA, 18% perinatal, 7% campak, 5%

malaria, dan 32% penyebab lainnya.4

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktor

tersebut saling berkaitan. Secara langsung penyebab terjadinya gizi buruk

yaitu anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu cukup lama

dan anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat gizi tidak

dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan

penyerapan akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab

terjadinya gizi buruk yaitu tidak cukupnya persediaan pangan di rumah

tangga, pola asuh kurang memadai, dan sanitasi / kesehatan lingkungan

kurang baik, serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar masalah tersebut

berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan

kemiskinan keluarga.3

B. LAPORAN KASUS

Pasien An. Nadila usia 7 bulan mengalami vomiting setiap minum

susu dan diare cair berwarna kuning sekitar 4x, ampas sedikit, lendir (-),

darah (-). Sebelumnya susu formula baru saja diganti dengan susu SGM soya.

Anak sebelumnya demam selama 4 hari naik turun namun sekarang sudah

tidak, batuk (+) jarang-jarang dan tidak pilek namun bila bernafas terdengar

bunyi grok-grok. Ada riwayat sesak sebelumnya kemudian pasien dibawa ke

IGD. Ibu pasien mengatakan bahwa anak terus merasa haus dan rewel. Kaki

dan tangan juga terasa dingin. Di IGD telah diberi terapi cairan RL 120 cc

dalam 1 jam dan nebulasi combivent untuk sesaknya. Lalu setelah keadaan

stabil pasien MRS. Anak mempunyai riwayat atopi (+) dan riwayat asma (+).

Anak hanya mendapat ASI selama 1 bulan lalu dilanjutkan dengan pemberian

susu formula dan pemberian MPASI yang terlalu dini. Sebelumnya pasien

juga sering menderita batuk berulang kemudian sembuh sendiri. Pasien juga

sering BAB cair namun keadaan membaik sendiri dan sebelumnya tidak

pernah diperiksakan. Status gizi anak buruk berdasarkan umur, berat badan

dan panjang badannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan stridor eksperatoir

dan ronkhi kasar di daerah bronkus, serta furunkulosis di kepala dan leher.

8

Page 9: LAPSUS Stase Anak

Pada pemeriksaan labarotorium didapatkan leukositosis 19.650/mm3 dan

trombositosis 795.000/mm3. Pasien didiagnosis dengan Bronkopneumonia,

furunkulosis, Diare et causa virus dan KEP Berat.

C. DISKUSI

Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya

KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi Berdasarkan Baku Median WHO-NCHS5

Klasifikasi KEP BB/U BB/TB

Ringan 70-80% 80-90%

Sedang 60-70% 70-80%

Berat <60% <70%

Table 1. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS5

2. Klasifikasi Menurut Departemen Kesehatan RI

Klasifikasi malnutrisi KEP berdasarkan berat badan (BB), tinggi

badan (TB), dan umur menurut Depkes RI adalah sebagai berikut:5

BB/TB

(berat menurut tinggi)

TB/U

(tinggi menurut umur)

Mild 80 – 90 % 90 – 94%

Moderate 70 – 79 % 85 – 89 %

Severe < 70 % <85 %

Table 2. Klasifikasi KEP menurut Departemen Kesehatan RI5

3. Klasifikasi Menurut Gomez (1956)

Klasifikasi ini berdasarkan berat badan individu dibandingkan

dengan berat badan yang diharapkan pada anak sehat seumur.5

Derajat KEP Berat badan % dari baku*

9

Page 10: LAPSUS Stase Anak

0 (normal) ≥90%

1 (ringan) 89-75%

2 (sedang) 74-60%

3 (berat) <60%

Table 3. Klasifikasi KEP menurut Gomez5

4. Klasifikasi Menurut McLaren (1967)

McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut

tipenya. Gejala klinis edema disertai dermatosis, perubahan pada rambut, dan

pembesaran hati diberi nilai bersama-sama dengan menurunnya kadar

albumin atau total protein serum.5

Gejala klinis / laboratories Angka

Edema 3

Dermatosis 2

Edema disertai dermatosis 6

Perubahan pada rambut 1

Hepatomegali 1

Albumin serum atau protein total serum/g %

<1,00 <3,25 7

1,00-1,49 3,25-3,99 6

1,50-1,99 4,00-4,74 5

2,00-2,49 4,75-5,49 4

2,50-2,99 5,50-6,24 3

3,00-3,49 6,25-6,99 2

3,50-3,99 7,00-7,74 1

>4,00 >7,75 0

Tabel 4. Klasifikasi KEP menurut McLaren5

10

Page 11: LAPSUS Stase Anak

Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap

penderita:

0-3 angka = marasmus

4-8 angka = marasmic-kwashiorkor

9-15 angka = kwashiorkor

Cara demikian mengurangi kesalahan-kesalahan jika dibandingkan dengan

cara Wellcome Trust, akan tetapi harus dilakukan oleh seorang dokter dengan

bantuan laboratorium.

5. Klasifikasi Menurut Wellcome Trust Party (1970)

Cara klasifikasi ini dapat dipraktekkan dengan mudah, namun jika

cara ini diterapkan pada penderita yang sudah beberapa hari dirawat dan

mendapat pengobatan diet, maka akan dapat dibuat diagnose yang salah.

Seperti pada penderita kwashiorkor (edema, berat >60%, gejala klinis khas

kwashiorkor yang lain) yang sudah dirawat selama satu minggu, edema pada

tubuh pasien sudah tidak terlihat lagi dan berat badan bisa turun sampai 60%,

dengan gejala yang seperti itu akan didiagnosis sebagai penderita marasmus.5

Berat badan %

dari baku

Edema

Tidak ada Ada

>60% Gizi kurang Kwashiorkor

<60% Marasmus Marasmik-Kwashiorkor

Tabel 5. Klasifikasi KEP menurut Wellcome Trust Party5

6. Klasifikasi Menurut Waterlow (1973)

Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut dan

menahun. Waterlow berpendapat bahwa defisit berat terhadap

tinggimencerminkan gangguan gizi yang akut dan menyebabkan keadaan

wasting (kurus kering). Sedangkan defisit tinggi menurut umur merupakan

akibat kekurangan gizi yang berlangsung lama atau kronis. Akibatnya laju

tinggi badan akan terganggu, hingga anak akan menjadi pendek (stunting)

untuk seusianya.5

11

Page 12: LAPSUS Stase Anak

Gangguan Derajat Stunting (BB/U) Wasting(BB/TB)

0 >95% >90%

1 95-90% 90-80%

2 89-85% 80-70%

3 <85% <70%

Tabel 6. Klasifikasi KEP menurut Waterlow5

7. Klasifikasi menurut Jelliffe

Jelliffe mengklasifikasikan malnutrisi KEP berdasarkan berat badan

(BB) menurut umur (U) sebagai berikut:5

Kategori BB/U (% baku)

KEP I 90 – 80

KEP II 80 – 70

KEP III 70 – 60

KEP IV <60

Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Jelliffe5

Berat badan pasien kurang pada umurnya. Berat badan pasien pada umur 7

bulan adalah 5,2 kg, sedangkan seharusnya pasien telah mencapai 8 kg.

Berdasarkan klasifikasi diatas pasien termasuk pada malnutrisi atau KEP sedang

menurut Gomez karena nilai prosentase berat badan pasien dan berat badan ideal

sebesar 65%. Sedangkan menurut McLaren pasien termasuk pada KEP

Marasmus karena skor pasien sementara adalah 2 dan belum dilakukan

penghitungan albumin serum dan protein total serum. Hal ini disebabkan karena

intake makanan yang tidak adekuat dan pemberian nutrisi pada anak yang tidak

memadai. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai

cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai

dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta

protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi)

12

Page 13: LAPSUS Stase Anak

maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan

defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih

diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi

akut/”decompensatedmalnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal

bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi

dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi

kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan

terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensatedmalnutrition). Dengan

demikian pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan

kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan

tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.6

13

Page 14: LAPSUS Stase Anak

Bagan 1. Patogenesis KEP6

Pada gizi buruk , infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi karena

pengaruh imunitas tubuh. Gejala yang muncul dapat berupa demam, diare cair,

maupun infeksi saluran pernafasan.7 Pada pasien ditemukan gejala tersebut yaitu

demam, diare cair, batuk dan sesak nafas. Diare dapat terjadi karena kerusakan

fili usus yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan nutrisi seperti asam amino

14

Page 15: LAPSUS Stase Anak

dan zink yang berpengaruh dalam pembentukan bagian-bagian organ saluran

cerna. Kerusakan fili usus inilah yang membuat reabsorbsi tidak sempurna dan

terjadi penarikan cairan dari usus halus sehingga terjadi diare cair. Diare juga

dapat terjadi karena infeksi virus dimana bagi anak dengan gizi buruk mudah

sekali terkena infeksi.7

Bagan 2. Patofisiologi Diare8

15

Page 16: LAPSUS Stase Anak

Pasien didiagnosis Bronkopneumonia karena terdapat infeksi saluran

nafas atas yaitu batuk, demam tinggi terus menerus dan terdapat sesak yang

mendadak. Pada pemeriksaan laboratorium juga didapatkan leukositosis.7

Walaupun Pasien mempunyai riwayat asma namun pada anamnesis tidak

ditemukan gejala yang mengarah pada serangan asma. Sehingga diagnosis

ditegakkan sebagai Bronkopneumonia dibantu dengan hasil foto thorak AP.

Asma Bronkiolitis Bronkopneumonia

Penyebab Hiperreaktifitas

bronkus karena

alergen

Virus Bakteri, virus,

mikoplasma, jamur,

bahan asing

Umur >2 tahun 6 bulan-2 tahun Pada bayi dan anak

Sesak berulang Ya Tidak Tidak

Onset sesak Akut Insidious Mendadak

ISPA atas +/- Selalu + Sering +

Demam Sering tanpa

demam

Tanpa demam

atau subfebris

Febris

Atopi keluarga Sering Jarang Jarang

Alergi lain Sering Jarang Jarang

Respons

bronkodilator

Cepat Lambat Lambat

Eosinofil Meningkat Normal

Auskultasi Wheezing

dominan

Wheezing dan

ronkhi basah

halus nyaring

Ronkhi basah kasar

Tabel 8. Perbedaan Asma, Bronkiolitis dan Bronkopneumonia pada anak7

Pada pasien juga terdapat infeksi pada kulit yaitu furunkulosis. Furunkulosis

adalah sejenis pioderma, yaitu keradangan pada lebih dari satu folikel rambut

dan sekitarnya. Folikulitis disebabkan oleh S. Aureus dan lebih sering terjadi

pada daerah yang sering terkena gesekan dan banyak kelenjar keringat seperti

16

Page 17: LAPSUS Stase Anak

kepala, leher, bokong dan aksila.9 Pada pasien furunkulosis terdapat pada kepala

dan leher, dimana pasien selalu beraktifitas tiduran ditempat tidur sehingga

daerah yang sering terkena gesekan adalah sekitar kepala. Faktor predisposisi

terjadinya infeksi ini adalah higienitas yang kurang, daya tahan lubuh lemah dan

telah ada penyakit pada kulit sebelumnya.9 pada pasien lebih dominan faktor

daya tahan tubuh yang lemah karena faktor gizi yang kurang sehingga tubuh

rentan terkena infeksi, terutama tubuh bagian paling luar yaitu kulit.

Pasien mendapatkan terapi Infus KAEN 600 cc/24 jam, Ampisilin 3x200

mg IV, Zinc 1 cth 1, Lacto B 1 sachet/hari, Kompres PZ pada luka dan beri

Gentamisin salep. Terapi cairan diberikan sesuai cairan maintenance Holliday-

Segar yaitu 100 cc/kgBB sehingga pada pasien dapat diberikan cairan 520-600

cc dalam 24 jam tetesan mikro. Untuk terapi Bronkopneumonia dan sebagai

pencegahan terjadinya infeksi sekunder pada gizi buruk dapat diberikan

antibiotik Ampisilin 50-100 mg/kgBB dalam 3-4 kali pemberian. Pada pasien

dibutuhkan sekitar 600 mg dalam 24 jam sehingga dapat diberikan 3x200 mg.7

Karena pasien diare maka sesuai 3 pilar penanganan diare dari WHO maka

pasien telah direhidrasi, diberikan Zinc 20 mg 1 kali sehari untuk anak usia 7

bulan, dan reeliminasi yaitu pemberian gizi dan nutrisi yang adekuat.10 Pada luka

yang terpenting adalah menjaga kebersihan luka sehingga infeksi cepat tereduksi

dan tidak terjadi infeksi ulang. Luka dapat dibersihkan dengan PZ dan diberi

antibiotik topikal dan sistemik. Karena pasien telah mendapatkan terapi

Ampisilin maka pemberian antibiotik topikal sudah cukup dengan Gentamisin

salep yang memiliki spektrum luas.9

Pemberian gizi dan nutrisi pada KEP tidak sama dengan pemberian

makanan pada anak yang tidak mengalami gizi buruk.

17

Page 18: LAPSUS Stase Anak

Tabel 9. Tatalaksana Utama Penanganan Gizi Buruk

Pemberian pada hari pertama adalah (1) vitamin A per oral dengan dosis

200.000 IU untuk usia > 12 bulan, 100.000 IU untuk usia 6 – 12 bulan, dan

50.000 IU untuk usia 0 – 5 bulan; (2) asam folat 5 mg per oral. Lalu selama 2

minggu selanjutnya pemberian mikronutrien harian berupa (1) suplemen

multivitamin; (2) asam folat 1 mg/hari; (3) zink 2 mg/kgBB/hari; (4) Copper

0,3mg/kgBB/hari; (5) Preparat besi 3 mg/kgBB/hari pada fase rehabilitasi.11

Pemberian makan pada fase stabilisisasi adalah pemberian makan melalui

oral atau pipa nasogastrik dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas

rendah dan rendah laktosa (F75 = 75 kkal/100 ml dan 0,9 gram protein/ 100 ml).

Pada fase stabilisasi, kebutuhan energi sebesar 80 – 100 kkal/kgBB/hari,

kebutuhan protein sebesar 1 – 1,5 gram/kgBB/hari, dan kebutuhan cairan sebesar

130 ml/kgBB/hari.11

Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian

sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara

kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari

stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun

kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak

18

Page 19: LAPSUS Stase Anak

dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel

tubuh akibat under nutrition maupun overnutrition.

Gizi buruk masih merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara di

dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.

Salah satu klasifikasi dari gizi buruk adalah tipe marasmik-kwashiorkor, yang

diakibatkan defisiensi protein berat dan pemasukan kalori yang sedikit atau tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.

Karena itu diperlukan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan

penunjang yang tepat sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan marasmik-

kwashiorkor secara optimal. Penanganan penyakit ini harus dilakukan dengan

tepat dalam waktu sedini mungkin untuk mencegah komplikasi yang

menurunkan kualitas hidup bahkan kematian.

19

Page 20: LAPSUS Stase Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

KLB-Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.

2. Muller O, Krawinkel M. Malnutrition and Health in Developing Countries.

CMAJ 173:279-86

3. Perkembangan Penanggulangan Gizi Buruk Di Indonesia Tahun 2005. Diakses

dari http://www.gizi.net/busung-lapar/Laporan%20Gizi%20Buruk%20sampai%

20Des2005-Final.pdf tanggal 20 Maret 2015.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina Kesehatan

Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan Tatalaksana Anak

Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.

5. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis

pada Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.

6. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta, PPM, 2010.

7. Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu

Kesehatan Anak. Surabaya, 2008.

8. Schwartz, M. William. Pedoman Klinis Pediatri. Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 2005.

9. Linuwih, Sri. Triestianawati, Wieke. Dalam Pioderma. Departemen Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UI. 2009.

10. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta, WHO

Indonesia, 2009.

11. Damayanti Rusli Sjarif, dkk. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit

Metabolik. Jakarta: IDAI. 2013

20