Laporan Referat DM_fenny

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    1/35

    Referat

    Diabetes Melitus

    Disusun oleh :

    Fenny Rahayu, S.Ked

    Pembimbing :

    Dr.H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD

    KEPANITERAAN KLINIK RSUD CIANJUR

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

    2012

    1

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    2/35

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr. wb

    Puji syukur kehadirat Allah SWT Penyusun ucapkan karena dengan rahmat dan

    hidayahNya penyusun dapat menyelesaikan tugas referat Diabetes Melitus tepat pada

    waktunya.

    referat ini disusun untuk meningkatkan pengetahuan dan memenuhi tugas pada

    Kepaniteraan Klinik Stase Interna di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Terima kasih

    penyusun ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu tersusunnya laporan ini

    khususnya:

    1. Pembimbing saya dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp. PD

    2. Orangtua yang selalu memberikan motivasi dan dukungan

    3. Teman-teman sejawat yang selalu kompak

    Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh dari sempurna

    dan memiliki banyak kekurangan. Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

    membangun dari semua pihak yang membaca ini, agar penyusun dapat mengoreksi diri dan

    dapat membuat laporan kasus yang lebih sempurna di lain kesempatan.

    Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, sekarang maupun masa yang

    akan datang.

    Wassalamualaikum wr.wb

    Cianjur, Juli 2012

    Penyusun

    BAB I

    2

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    3/35

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak

    menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan suatu ancamanutama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO)

    membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes diatas usia 20 tahun

    berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025,

    jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang ( Sudoyo, Aru W,2006).

    Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik

    yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak

    terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya

    komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,

    kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah

    populasi manusia usia lanjut (Hiswani,2009).

    Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan

    kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes

    mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan

    sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi

    sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di

    Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan

    prevalensi 5,7% (Hiswani,2009).

    Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan

    ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi

    Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu

    jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).

    Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan

    terutama disebabkan karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian

    dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang

    akan datang kekerapan diabetes di Indonesia akan meningkat drastis (Sudoyo, Aru W,2006).

    Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO seperti tampak pada tabel 1,

    indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan pengidap diabetes sebanyak

    12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995 (Sudoyo, Aru W,2006).

    3

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    4/35

    Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada penduduk

    dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025. Sumber : Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu

    Penyakit Dalam.

    I.2 Tujuan

    Laporan referat ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan sekaligus

    memenuhi tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit dalam di Rumah Sakit Umum Daerah

    Kabupaten Cianjur.

    I.3 Rumusan Masalah

    a. Apa definisi, epidemiologi, etiologi dan patomekanisme dari penyakit Diabetes

    Melitus?

    b. Bagaimana rencana diagnostik, rencana terapi medikamentosa dan non medikamentosa

    yang diberikan pada kasus ini berdasarkan referensi yang ada ?

    I.4 Batasan Masalah

    Dalam laporan tinjauan pustaka ini penyusun membahas tentang Diabetes Melitus.

    4

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    5/35

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Anatomi

    Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm,

    mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang

    pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

    Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan

    5

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    6/35

    maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang

    dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan

    bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau

    terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari

    epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.

    Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :

    1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

    2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi mensekresi insulin

    dan glukagon langsung ke darah.

    Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di

    seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans

    berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang

    terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100

    225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta.

    Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :

    a) Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glukagon yang

    menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like

    activity .

    b) Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , mensekresi insulin.

    c) Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, mensekresi somatostatin.

    II. 2 Fisiologi

    6

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    7/35

    II. 3 Patofisiologi

    II. 4 Definisi

    Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidakdapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat

    dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat

    dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan

    fungsi insulin (PERKENI 2006).

    Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit

    gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan

    gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan glukosa

    darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2005).

    Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

    hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

    (Sudoyo,Aru W,2006).

    Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar

    glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial

    ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).

    MenurutAmerican Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu

    kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karenakelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006).

    7

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    8/35

    II. 5 Klasifikasi

    Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2.

    Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006

    Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes

    melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus

    gestasional (Adam, John MF, 2000).

    American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes

    (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam (Dewi,

    Debhryta Ayu, 2009):

    1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya

    destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.

    2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan

    sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.

    3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor

    lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada

    aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat

    penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan

    terapi setelah transplantasi organ).

    8

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    9/35

    4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami

    selama masa kehamilan.

    II. 6 Diagnosis

    Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.

    Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang

    diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan

    adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk

    memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di

    laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat

    dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-

    angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil

    pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).

    Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM

    perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini (PERKENI,

    2006) :

    1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

    badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

    2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan

    disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

    Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup

    untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa

    126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa

    keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja

    abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan

    pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa

    darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari

    hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan

    200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2006).

    Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006

    9

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    10/35

    Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring.Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda

    diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan

    mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji

    diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya

    positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W, 2006).

    Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus,

    toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga

    dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai

    intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan

    tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit

    kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2006).

    Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

    sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa

    oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).

    Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis

    diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

    10

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    11/35

    Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan

    diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.

    Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

    Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa

    terganggu. Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006.

    II. 7 Penatalaksanaan

    Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya

    mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin.

    Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat

    tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu

    hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian

    11

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    12/35

    setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara

    klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi

    kriteria diagnosis diabetes melitus (Sudoyo, Aru W, 2006).

    Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas

    hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006).

    Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006) :

    1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan

    rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.

    2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,

    makroangiopati, dan neuropati.

    Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas

    diabetes melitus. (PERKENI, 2006).

    Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan

    non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan

    jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan

    langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan

    penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu

    diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia

    seperti yang tertera pada gambar 2.

    Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa

    darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.

    12

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    13/35

    Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di Indonesia, pendekatan yang

    digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai

    dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI tahun 2006.

    Adapun pilar penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut :

    A. Edukasi

    Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah

    terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi

    aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam

    menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,

    dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.

    Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola

    hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :

    1. Mengikuti pola makan sehat

    2. Meningkatkan kegiatan jasmani

    3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,

    teratur

    4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan

    data yang ada

    5. Melakukan perawatan kaki secara berkala

    6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat

    7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung

    dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti

    pengelolaan penyandang diabetes.

    8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

    B. Terapi Gizi Medis

    Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.

    Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,

    ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes

    sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

    Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan

    untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori

    13

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    14/35

    dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

    keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada

    mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006).

    Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain (Sudoyo, Aru

    w, 2006) :

    1. Menurunkan berat badan

    2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

    3. Menurunkan kadar glukosa darah

    4. Memperbaiki profil lipid

    5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin

    6. Memperbaiki sistem koagulasi darah

    Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan

    mempertahankan (Sudoyo, Aru w, 2006) :

    1. Kadar glukosa darah mendekati normal

    Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

    Glukosa darah 2jam setelah makan 40 mg/dl

    Trigliserida < 150 mg/dl

    4. Berat badan senormal mungkin

    Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein

    dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian

    rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo, Aru w, 2006).

    Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisi menurut

    konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENI tahun 2006

    adalah sebagai berikut :

    1. Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih

    dari 55-65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari

    14

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    15/35

    70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal

    (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat

    kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

    Rekomendasi pemberian karbohidrat (Sudoyo, Aru w, 2006) :

    1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih

    ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.

    2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber dari

    karbohidrat

    3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat

    maksimal 70% dari total kalori perhari

    4. Jumlah serat 25-50 gram per hari

    5. Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan

    sampai lebih dari total kebutuhan kalori per hari

    6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,

    acesulfam dansucralosa

    7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari

    8. Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari

    2. Protein, jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari

    total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal dimana diperlukan

    pembatasan asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan

    suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 4

    kilokalori/gram (Sudoyo, Aru w, 2006).

    Rekomendasi pemberian protein sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006) :

    1. Kebutuhan protein 15-25 % dari total kebutuhan energi per hari

    2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akanmempengaruhi kadar gula darah

    3. Pada keadaan kadar gula darah tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-

    1 mg/kgbb/hari

    4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampai 0,85

    gram/kgbb/hari dan tidak kurang dari 40 gram

    5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih

    dianjurkan dari pada hewani.

    15

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    16/35

    3. Lemak, mempunyai kandungan energi sebesar 9 kilokalori per gramnya. Bahan

    makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak

    seperti vitamin A, D, E, dan K. Berdasarkan ikatan rantai karbonnya, lemak

    dibedakan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak

    jenuh dan kolesterol disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki

    profil lipid tidak normal yang sering tidak normal dijumpai pada diabetes. Asam

    lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid = MUFA),

    merupakan salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah

    dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan

    trigliserida, kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kolesterol HDL.

    Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=

    PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki

    agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat

    menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan aktifitas enzim

    lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jaringan perifer,

    sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL (Sudoyo, Aru w, 2006).

    Rekomendasi pemberian lemak adalah sebagai berikut (Sudoyo, Aru w, 2006) :

    1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal

    10 % dari total kebutuhan kalori per hari

    2. Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan

    sampai maksimal 7% dari total kebutuhan kalori per hari

    3. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL 100

    mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari

    4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans

    5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak

    tidak jenuh rantai panjang.

    6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan

    kalori per hari.

    4. Serat, seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan

    mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber

    karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan

    bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah 25

    g/1000 kkal/hari (PERKENI, 2006).

    16

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    17/35

    5. Kebutuhan kalori, Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang

    dibutuhkanpenyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan

    kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau

    dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,

    berat badan, dll (PERKENI, 2006).

    Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi

    adalah sbb (PERKENI, 2006) :

    1. Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

    2. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm,

    rumus dimodifikasi menjadi :

    1. Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

    2. BB Normal : BB ideal 10 %

    3. Kurus : < BBI - 10 %

    4. Gemuk : > BBI + 10 %

    Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa

    tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)

    Klasifikasi IMT adalah sebagai berikut menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam

    The Asia Pacific Perspective:Redefning Obesity and its Treatment.

    1. BB Kurang 23,0

    a) Dengan risiko 23,0-24,9

    b) Obes I 25,0-29,9

    c) Obes II 30

    C. Latihan jasmani

    Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah

    satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang

    diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi

    sebagai kegiatan sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006).

    Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan

    memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan

    jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,

    17

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    18/35

    bersepeda santai,jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur

    dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa

    ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan

    kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI,2006).

    Tabel 5. Aktifitas fisik sehari-hari. Sumber : PERKENI, 2006

    D. Intervensi Farmakologis

    Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

    tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).

    Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik

    kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo,

    Aru W, 2006).

    Obat hipoglikemik oral (OHO)

    Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2006) :

    1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

    Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

    insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien

    dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada

    pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia

    berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal

    18

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    19/35

    ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan

    penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

    Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan

    penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

    terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan

    Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah

    pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

    2. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion

    Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome

    Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel

    otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

    insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

    meningkatkan ambilan glukosa di perifer.Tiazolidindion dikontraindikasikan

    pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat

    edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang

    menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara

    berkala.

    3. penghambat glukoneogenesis: metformin

    Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa

    hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

    Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

    dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

    kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan

    hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal

    jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk

    mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.

    4. Penghambat glukosidase alfa (acarbose)

    Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

    mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose

    tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling

    sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

    19

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    20/35

    Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2006) :

    1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons

    kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal

    2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan

    3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

    4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan

    5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan

    6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama

    7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

    tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C

    (Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.

    20

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    21/35

    Tabel 7. Obat hipoglikemia oral. Sumber : PERKENI, 2006

    5. Insulin

    21

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    22/35

    Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal insulin

    basal (insulin kerja sedang atau panjang)

    Bila sasaran glukosa darah basal telah tercapai, namun A1C belum mencapai

    target pengendalian glukosa darah prandial insulin kerja cepat (rapid

    acting) atau insulin kerja pendek (short acting)

    Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan

    respons individu, dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

    Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,

    dihasilkan oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada

    sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan

    tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2006).

    Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006) :

    1. Penurunan berat badan yang cepat

    2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

    3. Ketoasidosis diabetik

    4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

    5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat

    6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

    7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

    8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional

    9. Yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

    10. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

    11. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

    Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2006) :

    1. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

    2. insulin kerja pendek (short acting insulin)

    3. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

    4. insulin kerja panjang (long acting insulin)

    5. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

    22

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    23/35

    tabel 8. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja. Sumber : PERKENI, 2006

    Algoritma pengelolaan DM tipe 2 tanpa disertai dekompensasi

    23

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    24/35

    Patofisiologi hyperglikemi pada pasien DM type 2 :

    Target organ dari setiap golongan obat oral diabetic :

    24

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    25/35

    Peran Incretin terhadap homeostasis glukosa :

    Peran DPP-4 Inhibitor (Sitagliptin) dalam menurunkan glukosa secara single oral :

    II. 8 Penyulit DM Type 2 :

    Penyulit akut :

    25

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    26/35

    Ketoasidosis diabetik (KAD)

    Hiperosmolar non ketotik (HNK)

    Hipoglikemia

    Penyulit Kronik :

    Makroangiopati

    Pembuluh darah jantung

    Pembuluh darah tepi

    Pembuluh darah otak

    Mikroangiopati

    Retinopati diabetik

    Nefropati diabetik

    Neuropati

    26

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    27/35

    27

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    28/35

    Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik

    Sindrom koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) ditandai oleh

    hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah

    dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali disertai gangguanneurologis dengan

    atau tanpa adanya ketosis (Sudoyo, Aru W, 2006).

    Perjalanan klinis HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa

    hari sampai beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai

    poliuri, polidipsi, dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10%

    kasus (Sudoyo, Aru W, 2006).

    HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit

    penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat

    dibagi menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tak

    terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab

    tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga sering

    menyebabkan HHNK (21%) (Sudoyo, Aru W, 2006).

    Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria

    mengakibatkan kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin, yang

    semakin memperberat derajat kehilangan air. Pada keadaan normal, ginjal berfungsi

    mengeliminasi glukosa di atas ambang batas tertentu. Namun demikian, penurunan

    volume intravaskular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan

    laju filtrasi glomerular, menyebabkan kadar glukosa meningkat. Hilangnya air yang

    lebih banyak dibanding natrium menyebabkan kadar hiperosmolar. Insulin yang ada

    tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa darah, terutama jika terdapat resistensi

    insulin (Sudoyo, Aru W, 2006).

    Penatalaksanaan HHNK, meliputi lima pendekatan (Sudoyo, Aru W, 2006) :

    1. Rehidrasi intravena agresif cairan hipotonis.

    2. Penggantian elektrolit

    3. Pemberian insulin intravena

    4. Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta

    5. Pencegahan

    28

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    29/35

    Hipoglikemia

    Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    30/35

    Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu

    (Permana,Hikmat, 2007):

    Komplikasi mikrovaskular

    Komplikasi makrovaskular

    Komplikasi neurologis

    1. Komplikasi Mikrovaskular

    Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.

    Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.

    Retinopati diabetika

    Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya

    ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada

    kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non

    proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan

    ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan

    adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia

    retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang

    baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya

    dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila

    dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.

    Nefropati diabetika

    Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai

    penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM

    mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti

    protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika

    dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan

    adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.

    Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan

    kontrol tekanan darah.

    2. Komplikasi Makrovaskular

    30

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    31/35

    Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya

    arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun

    pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi

    epidemiologis menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit ,kardiovaskular dan

    penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

    Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol

    kadar gula darah yang balk. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa

    hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko mortalitas kardiovaskular, dimana

    peninggian kadar insulin menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar

    insulin puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner sebesar 5 kali

    lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan

    penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

    II. 9 Evaluasi medis secara berkala

    Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah

    makan, atau pada waktu-waktu tertentu lainnya sesuai dengan kebutuhan

    Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan

    EKG

    Foto sinar-X dada

    Funduskopi

    Pemeriksaan kadar glukosa darah

    Tujuan pemeriksaan glukosa darah :

    a) Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

    b) Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi

    Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah

    puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

    Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan

    pemeriksaan 2 jam posprandial.

    Pemeriksaan A1C

    31

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    32/35

    Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau

    hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan

    untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat

    digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C

    dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.

    II. 10 Kriteria pengendalian DM

    Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian

    DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar

    glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga

    mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.

    Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 10 (PERKENI,

    2006).

    Tabel 10. Kriteria pengendalian diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.

    BAB III

    PENUTUP

    32

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    33/35

    III.1 Kesimpulan

    Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

    karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulinatau kedua-duanya. DM diklasifikasikan menjadi 4, yaitu DM type 1, DM type 2, DM

    type lainnya, dan DM gestasional.

    Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat

    badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

    Penatalaksanaan Diabetes Melitus meliputi penatalaksanaan secara umum/ non

    farmakologi seperti edukasi, terapi gizi medis, dan latihan jasmani. Terapi farmakologi

    seperti Obat hipoglikemik oral (OHO), dan insulin.

    Dengan penatalaksanaan yang baik diharapkan akan terwujud pengurangan angka

    morbiditas dan mortalitas yang disebabkan diabetes melitus.

    III.2 Saran

    Saran yang dapat kami berikan yaitu bagi penderita diabetes melitus agar

    melakukan pemeriksaan rutin guna mengetahui sejauh mana kondisi dan seberapa parah

    penyakitnya serta rutin mengkonsumsi obat yang diberikan oleh dokter.

    DAFTAR PUSTAKA

    33

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    34/35

    1. American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) Diabetes Mellitus

    Clinical Practice Guidelines Task Force. AACE Medical guidelines for clinical

    practice for the management of diabetes mellitus. Endo Pract. 2007;13(Supl 1).

    2. American Diabetes Association. ADA position statement : standard of

    medical care in diabetes-2006. Diab Care. 2005;29(suppl. 1):S4-S42.

    3. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of

    Endocrinology. The American Association of Clinical Endocrinologists medical

    guidelines for the management of Diabetes Mellitus: the AACE system of

    intensive diabetes self-management-2002 Update. Endo Practice. 2002;8(suppl.

    1):40-82.

    4. Asia-Pasific Type 2 Diabetes Policy Group Type 2 Diabetes Practical Target

    Treatments. Health Communication Australia. 2002.

    5. Stephen J, Maxine A, Michael W. Current Medical Diagnosis & Treatment

    2011,50thanniversary Edition.United States of America: The Mcgraw-Hill

    Companies; 2011.

    6. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R.Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK

    UI; 2007.

    7. Price, Sylvia A.Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi IV.

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1995.

    8. Harisson.Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit Buku

    Kedokteran EGC. Vol 3.ed.13. 2000.

    34

  • 7/28/2019 Laporan Referat DM_fenny

    35/35