Upload
indah-prasetya-putri
View
189
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Periode 9 Desember 2013- 4 Januari 2014
Citation preview
RSUD ARIFIN ACHMADFakultas Kedokteran URSMF/ BAGIAN SARAF
Sekretariat : SMF Saraf – Irna Medikal Lantai 4Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225
P E K A N B A R U
STATUS PASIEN
Nama Koass Indah Prasetya Putri
N I M / N U K 0808151325
Tanggal 11 Desember 2013
Pembimbing Dr. Agus Tri Joko, Sp.S
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Tn.K
Umur 86 thn
Jenis kelamin Laki-Laki
Alamat Jl. Kelapa Gading/Tebing Tinggi Kepulauan Meranti
Agama Islam
Status perkawinan Kawin
Pekerjaan Wiraswasta
Tanggal Masuk RS 11 Desember 2013
Medical Record 79 32 13
ANAMNESIS : Alloanamnesis : Istri Pasien
Keluhan Utama
Kejang – kejang
1
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 jam SMRS pasien mengeluhkan kejang sebanyak 1 kali, lama kejang ±
½ jam, kejang terjadi pada seluruh tubuh, sebelum dan sesudah kejang pasien
tetap sadar. Mulut berbuih (-), demam (-),muntah (-)
Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluhkan kelemahan pada lengan dan tungkai
kiri, kelemahan dirasakan perlahan – lahan, kelemahan dirasakan mulai dari
tungkai kiri kemudian diikuti dengan lengan kiri. Kelemahan di lengan kiri
disertai dengan timbulnya gerakan yang tidak diinginkan dan terjadi berulang-
ulang.Saat ini pasien sudah tidak dapat mengangkat lengan dan tungkai kiri.
Keluhan nyeri kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.
Pada pasien terjadi penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam 6 bulan,
kesemutan (-), gangguan penglihatan (-), gangguan pendengaran (-), BAB dan
BAK tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat stroke ada
Riwayat hipertensi ada
Riwayat kejang tidak ada
Riwayat trauma kepala tidak ada
Riwayat infeksi di telinga tidak ada
Riwayat diabetes melitus tidak ada
Riwayat batuk lama tidak ada
Riwayat tumor sebelumnya tidak diketahui
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama
Tidak ada riwayat tumor dalam keluarga
RESUME ANAMNESIS
Tn.K 86 tahun, datang dengan keluhan kejang-kejang. Sejak 5 jam SMRS
pasien kejang-kejang sebanyak 1 kali, lama kejang ± ½ jam, kejang seluruh
tubuh, sebelum dan sesudah kejang pasien tetap sadar.
2
Lengan dan tungkai kiri lemah secara perlahan sejak 6 bulan SMRS. Diawali
dari tungkai kiri lalu kemudian lengan kiri.Lemah diikuti dengan gerakan yang
tidak diinginkan dan terjadi berulang. Saat ini lengan dan tungkai sudah tidak
dapat lagi digerakkan. Gejala sakit kepala disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. KEADAAN UMUM
Tekanan darah : Kanan : 130/90 mmHg Kiri : 130/80 mmHg
Denyut nadi : Kanan : 84 x/mnt, teratur Kiri : 86 x/mnt, teratur
Jantung : HR : 82 x/mnt, teratur
Paru : Respirasi : 24 x/mnt Tipe : abdominotorakal
Suhu : 36,7°C
Status Gizi : Kesan normal (BB= 47 kg, TB= 150 cm, IMT= 20.88)
B. STATUS NEUROLOGIK
1) KESADARAN : Komposmentis
GCS : 15 ( E4 V5 M6 )
2) FUNGSI LUHUR : Orientasi
(orang,tempat,waktu) dbn
Afasia (-)
Apraksia (-)
Agnosia (-)
Memori dbn
Right-left confusion (-)
3) KAKU KUDUK : Tidak ada
4) SARAF KRANIAL
1. N. I (Olfactorius )
Kanan Kiri Keterangan
Daya pembau N N dalam batas normal (dbn)
2. N.II (Opticus)
Kanan Kiri Keterangan
3
Daya penglihatan
Lapang pandang
Pengenalan warna
N
N
N
↓
menyempi
t
N
6/60
Hemianopsia homonim
sinistra
dbn
3. N.III (Oculomotorius)
Kanan Kiri Keterangan
Ptosis
Pupil
Bentuk
Ukuran
Gerak bola mata
Refleks pupil
Langsung
Tidak langsung
(-)
Bulat
Φ2mm
Bebas
(+)
(+)
(-)
Bulat
Φ2mm
Bebas
(+)
(+)
dbn
dbn
dbn
bebas ke segala arah
dbn
dbn
4. N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata ke medial bawah
N N dbn
5. N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Sensibilitas
Refleks kornea
N
N
(+)
N
N
(+)
dbn
6. N. VI (Abduscens)
Kanan Kiri Keterangan
Gerak bola mata StrabismusDeviasi
N(-)(-)
N(-)(-)
dbn
7. N. VII (Facialis)
Kanan Kiri Keterangan
4
TicMotorikKerutkan dahi
Menutup mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Meringis
Menggembungkan pipi
Menaikkan alis
Daya perasa
Tanda chvostek
(-)
N
N
N
N
N
N
N
N
(-)
(-)
N
N
(-)
↓
↓
↓
N
(-)
(-)
Parese N.VII Sentral
8. N. VIII (Akustikus)
Kanan Kiri Keterangan
Pendengaran N N dbn
9. N. IX (Glossofaringeus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Daya perasa
Refleks muntah
N
N
(+)
N
N
(+)
dbn
10. N. X (Vagus)
Kanan Kiri Keterangan
Arkus farings
Dysfonia
N
(-)
N
(-)dbn
11.N. XI (Assesorius)Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Trofi
N
Eu
N
Eudbn
12.N. XII (Hipoglossus)
5
Kanan Kiri Keterangan
Motorik
Trofi
Tremor
Disartri
N
Eu
(-)
(-)
deviasi
Eu
(-)
(-)
deviasi ke kiri
IV. SISTEM MOTORIK
Kanan Kiri Keterangan
Ekstremitas atas
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
Clonus
5
5
N
Eu
(-)
(-)
0
0
-
Atrofi
(+)
(-)
Hemiplegi sinistra +
kejang fokal
sederhana
Ekstremitas bawah
Kekuatan
Distal
Proksimal
Tonus
Trofi
Ger.involunter
Clonus
5
5
N
Eu
(-)
(-)
0
0
-
Atrofi
(-)
(-)
Hemiplegi sinistra
6
Badan
Trofi
Ger. involunter
Ref.dinding perut
Eu
(-)
(+)
Eu
(-)
(+)
Tidak ada kelainan
V. SISTEM SENSORIK
Kanan Kiri Keterangan
Raba
Nyeri
Suhu
Propioseptif
Arah gerak
Diskriminasi 2 titik
Stereognosis
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
dbn
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
dbn
VI. REFLEKS
Kanan Kiri Keterangan
Fisiologis
Biseps
Triseps
Patella
Achilles
(+)
(+)
(+)
(+)
Reflek fisiologis
menurun untuk kaki
dan lengan kiri
7
Patologis
Babinski
Chaddock
Hoffman Tromer
Openheim
Schaefer
Reflek primitif :
Palmomental
Snout
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Reflek patologis dbn
Reflek primitif dbn
VII. FUNGSI KORDINASI
Kanan Kiri Keterangan
Test telunjuk hidung
Test tumit lutut
Gait
Tandem
Romberg
N
N
N
N
N
N
N
N
N
N
dbn
VIII. SISTEM OTONOM
Miksi : DBN
Defekasi : DBN
8
IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN
a. Laseque : Tidak terbatas
b. Kernig : Tidak terbatas
c. Patrick : -/-
d. Kontrapatrick : -/-
e. Valsava test : -/-
f. Brudzinski : -/-
IV. RESUME PEMERIKSAAN
Keadaan umum:
Kesadaran : KomposmentisGCS : 15 (E4V5M6)
TD : 130/90 mmHg
HR : 82 x/menit
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit tipe abdominotorakal
Suhu : 36,7°C
Status Gizi : Kesan normal
Fungsi luhur : Dalam batas normal
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N II,Parese VII sentral dan N.XII
Motorik : Hemiplegi sinistra + Kejang fokal sederhana
Sensorik : Dalam batas normal
Koordinasi : Dalam batas normal
Otonom : Dalam batas normal
Refleks
Fisiologis :+/ (menurun )
Patologis :-/-
V. DIAGNOSIS KERJA :
DIAGNOSIS KLINIS : Hemiplegi sinistra + Lesi N.II + VII
sentral+ Paresis N. XII + Hipertensi grade I
9
DIAGNOSIS TOPIK : Hemisfer cerebri dekstra
DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Suspek SOL tumor primer
DIAGNOSIS BANDING : - Tumor metastase
- Abses otak
USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan kimia darah
3. Pemeriksaan elektrolit
4. CT Scan Kepala dengan kontras
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
6. EKG
7. Biopsi
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 16 gtt/menit
Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul
Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul
Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1
LABORATORIUM
Darah rutin (tanggal 10 Desember 2013)
Hb : 13,2 gr% (N)
Ht : 39,6 vol% (N)
Leukosit : 13.200 /mm3 ()
Trombosit : 262.000/mm3 (N)
Kimia darah ( 10 Desember 2013 )
Glukosa : 77 mg/dl (70-125 mg/dl ) : (N)
Ureum : 50,5 mg/dl (10-50 mg/dl ) : ()
Creatinin : 1,28 mg/dl (0.60-1.30 mg/dl ) : (N)
AST : 43.4 U/L (14-50 U/L) : (N)
10
ALT : 20 U/L (11-60 U/L) : (N)
BUN : 23.6 mg/dl
Elektrolit ( 10 Desember 2013 )
Na : 140.4 mmol/l (135-145 mmol/L) : (N)
K : 3.78 mmol/l (3.5-4.5 mmol/L) : (N)
Cl : 108.4 mmol/l (97-107 mmol/L) : ()
CT SCAN KEPALA TANPA KONTRAS (11 Desember 2013)
Hasil Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras: (16/12/2013)
Struktur tulang – tulang kranium baik. Tampak nodul isodens dengan rim
hipodens luas pada cerebri parietal dekstra.Sisterna dan ventrikel melebar ringan.
Sulci dan gyri melebar. Tak ada deviasi midline.
Kesan: Suspect Abses serebri verteks parietal dekstra dengan perifokal edema
luas. Atrofi cerebri
Saran: Head CT Scan dengan kontras
CT SCAN KEPALA DENGAN KONTRAS (12 Desember 2013)
11
FOLLOW UP
Rabu, 11 Desember 2013
S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak
diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)
12
O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)
TD : 130/80 mmHg Nadi : 96x/menit, teratur
Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,5°C
Fungsi luhur : DBN
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII +
Hipertensi grade I
Motorik :
Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At
5 0 N - Eu At
Sensorik : + +
+ +
Gerakan involunter (+) di lengan kiri
Kordinasi : DBN
Otonom : Miksi & defekasi DBN
Refleks
Fisiologis : + /
Patologis : - / -
A : SOL
P :
IVFD RL 16 gtt/menit
Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul
Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul
Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1
Kamis, 12 Desember 2013
S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak
diinginkan (+), bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)
13
O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)
TD : 120/80 mmHg Nadi : 86x/menit, teratur
Nafas : 20x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,7°C
Fungsi luhur : DBN
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII +
Hipertensi grade I
Motorik :
Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At
5 0 N - Eu At
Sensorik : + +
+ +
Gerakan involunter (+) di lengan kiri
Kordinasi : DBN
Otonom : Miksi & defekasi DBN
Refleks
Fisiologis : + /
Patologis : - / -
A : SOL
P :
IVFD RL 16 gtt/menit
Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul
Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul
Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1
Konsul Bedah Syaraf
Jumat, 13 Desember 2013
S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak
diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)
O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)
14
TD : 150/80 mmHg Nadi : 80x/menit, teratur
Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,8°C
Fungsi luhur : DBN
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII +
Hipertensi grade I
Motorik :
Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At
5 0 N - Eu At
Sensorik : + +
+ +
Gerakan involunter (+) di lengan kiri
Kordinasi : DBN
Otonom : Miksi & defekasi DBN
Refleks
Fisiologis : + /
Patologis : - / -
A : SOL
P :
IVFD RL 16 gtt/menit
Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul
Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul
Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1
Jawaban Konsul Bedah Syaraf
Konsul Spesialis Bedah Syaraf (13 Desember 2013) jawaban konsul 12
Desember 2013
Jawaban dr. Anthar Hadisi, Sp.BS Terapi konservatif
Sabtu, 14 Desember 2013
S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak
diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)
O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)
15
TD : 150/80 mmHg Nadi : 84x/menit, teratur
Nafas : 28x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,2°C
Fungsi luhur : DBN
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII +
Hipertensi grade I
Motorik :
Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At
5 0 N - Eu At
Sensorik : + +
+ +
Gerakan involunter (+) di lengan kiri
Kordinasi : DBN
Otonom : Miksi & defekasi DBN
Refleks
Fisiologis : + /
Patologis : - / -
A : SOL
P :
IVFD RL 16 gtt/menit
Inj. Deksametason 4mg 3x1 ampul
Inj Ranitidin 25mg 2 x 1 ampul
Inj. Ceftriakson 1 gr 3x1
Konsul Rehabilitasi Medik
Senin, 16 Desember 2013
S : tidak bisa mengangkat lengan dan tungkai kiri (+), gerakan yang tidak
diinginkan (+),bicara (+),demam (-), mual (-), muntah (-),kejang (-)
16
O : Kesadaran: komposmentis GCS : 15 (E4V5M6)
TD : 160/80 mmHg Nadi : 88x/menit, teratur
Nafas : 26x/menit, tipe abdominotorakal Suhu : 36,8°C
Fungsi luhur : DBN
Rangsang meningeal : (-)
Saraf kranial : Lesi N.II, Parese N. VII sentral dan N.XII +
Hipertensi grade I
Motorik :
Kekuatan otot 5 0 Tonus N - Trofi Eu At
5 0 N - Eu At
Sensorik : + +
+ +
Gerakan involunter (+) di lengan kiri
Kordinasi : DBN
Otonom : Miksi & defekasi DBN
Refleks
Fisiologis : /
Patologis : - / -
A : SOL
P :
Paracetamol tab 500 mg 3x1
Vitamin B Kompleks tab 500mg 2x1
Boleh pulang
PEMBAHASAN
2.1 TUMOR OTAK
2.1.1 Pendahuluan
17
Tumor otak dalam pengertian umum berarti benjolan, dalam istilah
radiologisnya disebut lesi desak ruang/ Space Occupying Lesion (SOL).
Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi progresif
disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang pertumbuhanya lambat
akan memberikan gejala yang perlahan munculnya, sedangkan tumor yang
terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang muncul dengan
cepat.1 Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan
pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di
ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe,
yaitu: 2
a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang
cenderung berkembang ditempat-tempat tertentu. Seperti ependimoma yang
berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis,
glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal,
oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau
pons.
b. Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang
berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis
karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada
wanita.
2.1.2 Epidemiologi
Saat ini, tiap tahun diperkirakan terdapat 540.000 kematian akibat kanker
di Amerika Serikat. Dimana sejumlah pasien yang meninggal akibat tumor otak
primer secara komparatif lebih kecil (sekitar 18.000, setengah dari keganasan
glioma) tetapi secara kasar 130.000 pasien lain meninggal akibat metastase.
Sekitar 25% pasien dengan kanker, otak dan yang melapisinya terkena neoplasma
dan kadang-kadang merupakan perjalanan penyakitnya. Sebagai perbandingan,
terdapat 200.000 kasus kanker payudara baru pertahun. Sejumlah kasus kematian
pada penyakit intrakranial selain tumor otak adalah akibat stroke. Secara
berlawanan, pada anak-anak, tumor otak primer tersering diakibatkan oleh tumor
padat dan menggambarkan 22% dari seluruh neoplasma pada masa anak-anak,
18
peringkat kedua adalah leukemia. Pada perspektif lain, di Amerika Serikat insiden
tumor otak pertahun adalah 46 per 100.000 dan 15 per 100.000 dari tumor otak
primer.
Tabel 1. Neoplasma intrakranial dan Penyakit-penyakit paraneoplastik2
Tumor
Persentase total
Glioma
- Glioblastoma multiforme
- Astrositoma
- Ependimoma
- Meduloblastoma
- Oligodendroglioma
20
10
6
4
5
Meningioma
15
Pituitary adenoma
7
19
Neurinoma
7
Karsinoma metastasis
6
Kraniofaringioma, dermoid, epidermoid, teratoma
4
Angioma
4
Sarkoma
4
20
Tak dapat diklasifikasikan (terutama glioma)
5
Miscellaneous (Pinealoma, kordoma, granuloma,
limfoma
3
Total
100
2.1.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan Patologi Anatomi1
Berdasarkan kebanyakan tumor patologi anatomi, tumor sistem saraf pusat
dibagi:
1. Tumor Jaringan Otak
2. Tumor Jaringan Mesenkim
3. Tumor Selaput Otak
4. Tumor dari cacat perkembangan
5. Tumor Kelenjar Pineal
6. Tumor Medula Spinalis
7. Tumor Otak Metastatik
21
B. Berdasarkan Lokasi1
Berdasarkan lokasi tumor pada jaringan otak, maka dapat dibagi menjadi
kelompok tumor intra aksial, ekstra aksial dan intra ventrikuler. Tumor intra aksial
disebut juga sebagai tumor intraserebral, yaitu tumor yang terdapat dalam jaringan
otak. Sedangkan tumor ekstra-aksial adalah tumor yang terdapar diluar jaringan
otak, dan kerap disebut pula ekstraserebral. Tumor intra-ventrikular adalah tumor
yang terdapat dalam ventrikel otak.:
1. Tumor intra-aksial
a. Tumor supratentorial
Glial, Astrositik
- Astrositoma derajat rendah
- Astrositoma anaplastik
- Glioblastoma multiforme
Glial Non Astrositik
- Oligodendroglioma
- ganglioglioma
- tumor disembrioblastik neuroepitelial
Non-Glial
- Limfoma serebri primer
- Tumor metastasis
b. Tumor infratentorial
Glial, Astrositik
- Astrositoma pilositik juvenilis
- Astrositoma (derajat rendah, anaplastik, glioblastoma)
Non-Glial
- Meduloblastoma
- Hemangioblastoma
- Tumor metastasis
2. Tumor ekstra aksial
a. Supratentorial
Dural
22
- meningioma
- hemangioperisitoma
- tumor metastasis
Hipofisis
- adenoma hipofisis
Pineal
- pineositoma
- tumor germ cell
- pineoblastoma
Suprasellar
- kraniofaringioma
- tumor germ cell
- limfoma
- tumor metastase
- astrositoma pilositik juvenilis
Basis kranii
- kordoma
- plasmasitoma
- tumor metastase
- tumor kondroid
b. Infratentorial
Dural
- meningioma
- hemangioperisitoma
- tumor metastase
Sudut serebelo-pontin
- meningioma
- schwannoma
- epidermoid
3. tumor intra ventrikel
a. Supratentorial
- tumor pleksus khoroideus
23
- neurositoma
- meningioma
- tumor metastase
b. Infratentorial
- ependimoma/subependimoma
- tumor pleksus khoroideus
2.1.4 Gejala Klinis
Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.
a. Gejala Umum
Gejala umum timbul akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses
difus dari tumor tersebut. Tumor ganas menyebabkan gejala yang lebih
progresif daripada tumor jinak. Tumor pada lobus temporal depan dan frontal
dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa
menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya memberikan gejala-
gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan
oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian
memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan
dengan tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan
kejang. 2
Perubahan status mental
Gejala dini dapat samar. Ketidakmampuan pelaksanaan tugas sehari-hari,
lekas marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi,
bahkan psikosis.2 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering
disampaikan oleh pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari
disfungsi memori ringan dan kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi,
halusinasi, atau letargi.3
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kira-kira 20%
penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyut-denyut atau rasa penuh di
kepala seolah-olah mau meledak.2 Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan
24
episodik, kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga
intermiten. Nyeri juga dapat disebabkan efek samping dari obat
kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada pagi hari dan dapat diperberat oleh
batuk, mengejan, memiringkan kepala atau aktifitas fisik.3 Lokasi nyeri
yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendri. Tumor di
fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri kepala retroaurikuler
ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri kepala pada sisi
tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.2
Muntah
Muntah ini juga sering timbul pada pagi hari dan tidak berhubungan
dengan makanan. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak
didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di
fossa posterior.2
Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-
15% penderita tumor otak.3 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala
kejang. Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa
mengindikasikan adanya tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini
awalnya berupa kejang fokal (menandakan adanya kerusakan fokal
serebri) seperti pada meningioma, kemudian dapat menjadi kejang umum
yang terutama merupakan manifestasi dari glioblastoma multiforme.2
Kejang biasanya paroksismal, akibat defek neurologis pada korteks
serebri. Kejang parsial akibat penekanan area fokal pada otak dan
menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang umum
terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri.3
b. Gejala lokal (localizing signs)
1. Tumor Kortikal1
Lobus frontalis
Lobus frontal memiliki berbagai fungsi penting, termasuk fungsi motorik,
bahasa, atensi, fungsi eksekutif, judgment, perencanaan (planning) dan
pemecahan masalah (problem solving).3 Gejala lokal yang sering timbul
25
akibat tumor di lobus frontalis adalah sakit kepala yang merupakan gejala
dini dan muntah timbul pada tahap lanjut. Gangguan mental, kemunduran
intelegensi, kejang adversif, katatonia, dan anosmia yang kadang timbul
bersama dengan sindrom Foster-Kennedy pada meningioma (atrofi nervus
optikus ipsilateral dan papiledema kontralateral).
Lobus temporalis
Gambaran tumor lobus temporal adalah disfungsi traktus kortikospinal
kontralateral, defisit perimetri visual homonimus, afasia (dengan kelainan
hemisfer dominan), dan kejang kompleks parsial. Kejang terjadi pada
sepertiga kasus pasien. Afasia konduktif dan disnomia secara khusus
sering menyertai tumor lobus temporal dominan. Perubahan kepribadian
dan disfungsi memori juga sering ditemukan.
Lobus parietal
Gambaran tumor lobus parietal adalah gangguan sensorik dan defisit
atensi. Dua pertiga pasien memperlihatkan tanda disfungsi kortikospinal
kontralateral. Keterlibatan radiata optik parietal menyebabkan
kuadrananopsia homonim inferior atau hemianopsia. Hilangnya visus
kontralateral pada stimulasi simultan dalam suatu kuadran atau
hemiperimeter dapat menjadi gambaran awal. Setengah kasus pasien
dengan tumor parietal mengalami kejang, yang umumnya berupa tipe
motorik atau sensorik sederhana. Kemungkinan gambaran lainnya,
bergantung pada hemisfer yang terkena, adalah penyangkalan (neglect)
motorik atau sensorik kontralateral, apraksia konstruksional, agnosia jari,
dan kekacauan sisi kanan-kiri (right-left confusion).
Lobus oksipital
Tumor lobus oksipital memberikan gejala gangguan visual. Defek
lapangan pandang yang paling sering adalah hemianopsia homonim
kongruen yang melibatkan makula. Kejang oksipital fokal umumnya
ditandai oleh adanya episode penglihatan kilatan cahaya, warna-warni,
26
atau bentuk-bentuk pola geometris secara kontralateral. Adanya gangguan
visuospatial terhadap benda bergerak menuju hemiperimeter yang
berlawanan menunjukan adanya kerterlibatan pada pusat penatapan
oksipital (occipital gaze center). Kadang-kadang dapat pula terjadi
metamorphosia (distorsi pada bentuk gambaran visual).
c. Tumor Pada Ventrikel Ketiga dan Daerah Pineal
Tumor yang terletak di dalam atau berdekatan ventrikel ketiga
seringkali mengobstruksi ventrikel atau akuaduktus, sehingga terjadi
hidrosefalus. Perubahan posisi dapat secara mendadak akan
meningkatkan tekanan ventrikuler dan dapat menyebabkan nyeri
kepala frontal atau verteks, muntah-muntah, atau bahkan sampai
terjadi sinkop. Tumor pada regio ventrikel ketiga juga dapat
menyebabkan gangguan memori, diabetes insipidus, amenorhea,
galaktorhea, dan gangguan satiasi (rasa kenyang) atau termoregulasi.
Tumor daerah pineal dapat menyebabkan hidrosefalus bila
mengobstruksi bagian posterior ventrikel ketiga. Sindroma Parinaud
(disosiasi refleks akomodasi-cahaya pupil dan gangguan pada vertical
gaze) disebabkan oleh adanya tekanan pada tektum dari otak-tengah
dan komisura posterior. Pubertas prekoks dapat terjadi pada anak laki-
laki dengan tumor daerah pineal.
d. Tumor Pada Batang Otak
Midbrain
Disfungsi neurologis fokal, vertical gaze, sindroma parinaud, kesulitan
pendengaran. Tumor pada tegmentum dapat menyebabkan kelemahan
dengan adanya penekanan pada jaras kortikospinal, serta oftalmoplegia
internuklear. Juga terdapat ataksia dan nistagmus.
Pons
27
Neuropati kranial, disfungsi batang otak lebih khas untuk tumor
serebelopontin, nervus-nervus kranial, serebelum, meningen, dan basis
kranialis.
Medula oblongata
Lebih banyak pada anak-anak. Gambaran awal palsi abdusen, hemiparesis
kontralateral dan ketidak seimbangan pola jalan. Nistagmus vertikal atau
horizontal. Kompresi ventrikel keempat dapat menimbulkan gejala
hidrosefalus obstruktif.
e. Tumor Serebelum
Muntah-muntah yang bersiklus dan nyeri kepala oksipital menunjukan
gejala umum tumor serebelum. Nyeri kepala umumnya bilateral dan
menjalar ke dalam daerah retroorbital atau temporal, serta leher dan bahu.
Kekakuan dan keterbatasan gerak leher dan angkat kepala. Vertigo serta
nistagmus horisontal dan rotational. Ataksia apendikuler atau trunkat.
Reflek tendon dan tonus berkurang pada sisi ipsilateral. Palsi N kranialis
dan kortikospinal dapat muncul belakangan. Obstruksi aliran keluar
ventrikel empat menimbulkan tanda-tanda umum peningkatan tekanan
intrakranial.A
28
TUMOUR
Gambar 1. Tampak lateral, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat4
Gambar 2. Tampak Medial, defisit neurologis akibat tumor di berbagai tempat.4
29
c.Gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor (False localizing
signs)
Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai
dengan fungsi tempat yang didudukinya. Keadaan ini sering sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intrakranial. Saat tekanan meningkat pada beberapa
kompartemen di otak, tumor mulai memencarkan jaringan, namun pemencaran ini
juga terjadi di tempat yang jauh dari tumor, keadaan inilah yang memberikan
gambaran false localizing signs, yaitu:1
Kelumpuhan nervus kranialis, yang sering terkena adalah nervus 6, sebab
nervus ini merupakan nervus yang paling panjang di intrakranial. Hal ini juga
terjadi akibat penekanan ligamentum petrosal akibat peningkatan tekanan intra
kranial.
Invasi tumor difus pada lobus frontal atau korpus kalosum menyebabkan
ataksia pada pola jalan (frontal ataxia) yang sukar dibedakan dengan gejala
ataxia serebelar. Dismetria pada anggota gerak yang mengalami kelemahan
dan disartria kortikal dapat pula salah didiagnosis sebagai penyakit serebelar.
Nistagmus jarang ditemukan pada tumor frontal atau kalosal, dan tidak adanya
nistagmus pada lesi supratentorial dapat merupakan titik yang penting untuk
membedakannya.
Kompresi pada pedunkulus serebri oleh tepi bebas tentorium serebeli yang
sifatnya kontralateral terhadap hemisfer serebri yang mengalami herniasi
(sindroma Kernohan’s notch) dapat menyebabkan hemiparesis terlokalisir
palsu yang bersifat ipsilateral lesi.
Kompresi atau invasi dan status hiperkoagulabilitas yang berhubungan
dengan sifat keganasan atau terapinya dapat menyebabkan infark atau
perdarahan yang jauh dari lokasi tumor. Sebagai contohnya, infark korteks
oksipital yang dapat terjadi akibat kompresi arteri serebral posterior selama
herniasi transtentorial.
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya
tergantung ketersediaan fasilitas pada masing-masing rumah sakit. CT-scan lebih
30
murah dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan
kontras dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk
mendeteksi tumor dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di
fossa posterior. Selain itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk
merencanakan pembedahan karena memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.3
2.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan SOL meliputi: 2,3,4
a. Simptomatik
Antikonvulsi
Mengontrol epilepsi merupakan bagian penting dari tatalaksana pasien
dengan tumor otak.
Edema serebri
Jika pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan gambaran
radiologi memperlihatkan adanya edema serebri, maka dexametason dapat
digunakan dengan keuntungan yang signifikan. Rasa tidak menyenangkan
pada pasien akan dikurangi dan kadang-kadang juga berbahaya, gejala dan
tanda status intrakranial ini akan lebih aman bila intervensi bedah saraf
akan diambil.
b. Etiologi (pembedahan)
Complete removal
Meningioma dan tumor-tumor kelenjar tidak mempan dengan terapi
medis, neuroma akustik dan beberapa metastase padat di berbagai regio
otak dapat diangkat total. Terkadang, operasi berlangsung lama dan sulit
jika tumor jinak tersebut relatif sulit dijangkau.
Partial removal
Glioma di lobus frontal, oksipital dan temporal dapat diangkat dengan
operasi radical debulking. Terkadang tumor jinak tidak dapat diangkat
secara keseluruhan karena posisi tumor atau psikis pasien.
31
2.1.7 Prognosis
Tumor otak umumnya memberikan prognosis yang jelek. Tabel berikut
memperlihatkan kesimpulan akhir untuk pasien dengan beberapa keganasan pada
otak yang sering dijumpai.
Tabel 1.Jenis keganasan otak yang sering dijumpai
2.2 EPILEPSI
2.2.1 Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan kronik yang ditandai
dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara
intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal di neuron-neuron
secara paroksismal,disebabkan oleh berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah
manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan
abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf
di otak, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Epilepsi
adalah situasi dimana terjadi bangkitan kejang 2 kali atau lebih dalam setahun.
32
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi sindrom epilepsi menurut ILAE 1989 adalah sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan letak fokus
1.1. Idiopatik (primer)
1.1.1 Epilepsi Rolandik Benigna (childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2 Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
1.1.3 Epilepsi membaca primer (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik (sekunder)
1.2.1 Lobus temporalis
1.2.2 Lobus frontalis
1.2.3 Lobus parietalis
1.2.4 Lobus oksipitalis
1.2.5 Kronik progresif parsialis kontinu
1.3. Kriptogenik
2.3 Etiologi
1. Idiopatik
Idiopatik dapat dikatakan penyebabnya tidak diketahui, umumnya
mempunyai predisposisi genetik. Biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan
kejang umum.
2. Kriptogenik
Kriptogenik dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk di sini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gestaut dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simtomatik
-Trauma
-Infeksi
-Kelainan kongenital
-Lesi desak ruang
-Gangguan peredaran darah otak
33
-Toksik (alkohol, obat)
-Metabolik
-Kelainan neurodegeneratif
2.4 Bentuk Bangkitan
1. Bangkitan Umum Lena (Petit mal)
Gangguan kesadaran mendadak (“absence”) berlangsung beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
2. Bangkitan Umum Tonik Klonik (Grand mal)
Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan , mioklonik
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti
gerakan kejang pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60
detik, mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak bingung
Pasien sering tidur setelah bangkitan
3. Bangkitan Parsial Kompleks
Bangkitan fokal disertai kehilangan / terganggunya kesadaran
Sering diikuti dengan automatisme yang stereotipik seperti mengunyah,
menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
4. Bangkitan Parsial Sederhana
tidak terjadi perubahan kesadaran
bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral / fokal)
kemudian menyebar (Jacksonian march)
kepala mungkin berpaling kearah yang terkena kejang (serangan
“adversif”)
5. Bangkitan Umum Sekunder
Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam
waktu singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
34
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik
2.5 Terapi
Terapi dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Terapi mulai diberikan bila diagnosis telah ditegakkan dan setelah pasien
dan atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan dan
kemungkinan efek samping.
Pemilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
Sebaiknya terapi dengan monoterapi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai.
Pada prinsipnya terapi dimulai dengan obat antiepilepsi lini pertama. Bila
diperlukan penggantian obat, maka dosis obat pertama diturunkan secara
bertahap dan dosis obat kedua dinaikkan secara bertahap.
Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dapat dipertimbangkan untuk
diberi kombinasi OAE.
Bila memungkinkan dilakukakan pemantauan kadar obat sesuai indikasi.
Adapun pemilihan jenis obat anti epilepsi harus sesuai dengan jenis
bangkitannya. Tabel dibawah ini menunjukan pemilihan obat antiepilepsi
berdasarkan jenis bangkitannya.
Tabel 2. Pemilihan obat antiepilepsi berdasarkan jenis bangkitannya.
35
Tabel 3. Pedoman anti epilepsi lini pertama pada orang dewasa
DASAR DIAGNOSIS
Dasar Diagosis Klinis : Hemiplegi sinistra + Lesi N.II + Paresis N.VII
sentral+ Paresis N. XII
Dari anamnesa didapatkan pasien mengalami kejang 1 kali selama ± ½
jam pada seluruh tubuh, pasien sadar setelah dan sebelum kejang, riwayat
kejang sebelumnya (-). Selain itu pasien juga mengeluhkan lemah pada lengan
dan tungkai kiri secara perlahan – lahan yang didahului oleh tungkai kiri
dahulu. Keluhan sakit kepala sebelumnya disangkal oleh pasien.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan :
Kekuatan motorik pada tungkai kiri dan lengan kiri 0 = Hemiplegi sinistra
Terdapat adanya gerakan involunter pada lengan kiri menandakan adanya
kejang fokal sederhana.
Tanda-tanda lesi N.II yaitu lapangan pandang menyempit, pasien masih
bisa membaca = Hemianopsia homonim sinistra
Tanda-tanda paresis N.VII sentral sebelah kiri : sudut bibir tidak simetris,
lipatan nasolabial tidak simetris
Mata kiri, visus nya menurun 6/60
36
Terdapat tanda-tanda paresis N.XII : lidah deviasi kearah yang sakit
(kekiri)
Dasar Diagnosis Topis : Hemisfer cerebri dekstra
Dari anamnesis didapatkan kelumpuhan pada lengan dan tungkai kiri, dari
pemeriksaan fisik didapatkan refleks fisiologis yang menurun pada lengandan
tungkai yang lumpuh, serta ditemukan adanya kejang fokal sederhana pada
lengan kiri yang terjadi setiap saat.Topis dari diagnosis ini adalah hemisfer
cerebri dekstra.
Dasar Diagnosis Etiologis : SOL tumor primer
Pasien ini menyangkal adanya keluhan nyeri kepala yang bersifat kronik
progresif sebelumnya. Namun dari keluhan utamanya yaitu kejang dengan
tidak ada riwayat kejang sebelumnya serta pada pemeriksaan elektrolit dalam
batas normal, menunjukkan adanya proses di intrakranial. Dari pemeriksaan
CT-scan didapatkan gambaran kesan lesi hipodens berbentuk bulat batas tegas
pada hemisfer dekstra lobus parietal.
Dasar Diagnosis Banding
c.1. Tumor Metastase
Secara umum pasien ini memiliki gejala dan tanda adanya tumor otak.
Namun tidak salahnya jika kita memikirkan ada kemungkinan dari tempat
lain.
37
Daftar Pustaka
1. Wahjoepramono EJ. Tumor Otak. Jakarta: FK Pelita Harapan. 2006
2. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic
Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition.
USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-88
3. Kleinberg LR.Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York:
Demos Medical.
4. Wilkinson I, Lennox G, Essential Neurology, 4th edition, Blackwell
Publishing, Australia; 2005, 40-53.
5. Fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan. Cedera Kepala. Lippo
Karawaci. 2005, 111-14.
6. Soepardi, EA, Iskandar N, Bashiruddin J, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi ke enam. Jakarta: FKUI.
2007, 16-18.
7. Perdossi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. 2006
38