7
LATAR BELAKANG ASEAN ( Association of South East Asia Nation) merupakan persekutuan bangs wilayah Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, yaitu ndonesia, Thailand, ! Singapura, #illipina, !yanmar, $aos, %runei &arussalam, dan 'ambo a 'emudian me Charter atau *iagam ASEAN menetapkan pada +01 sebagai awal dimulainya ASEAN Community ASEAN omunity meliputi ker asama tiga hal pokok, yaitu bidang politik dan keama Political-Security Community). bidang sosial budaya (ASEAN Socio-Culture bidang ekonomi ( ASEAN Economic Community) A#TA sendiri merupakan bagian dari AE yang sebenarnya sudah dimulai se ak negara ASEAN dengan perekonomian yang paling stabil, yaitu ndonesia, !alaysia, Thailand, %runei &arussalam, dan #illipina Namun pelaksanaannya se ara masi oleh 10 negara anggota ASEAN akan dilaksanakan bersamaan dengan ASEAN Community &esember +01mendatang *ada pelaksanaan A#TA +01 nanti maka pasarin3estasi serta perdagangan barang dan asa akan sangat terbuka di wilayah ASEAN Tidak hanya p uga asa tenaga ker a pro esional yang akan men adi komoditas utama di A#TA +0 *elaksanaan yang sebentar lagidan kesiapan ndonesia yang masih terlihat kurang membutuhkan perhatian khusus bagi kita semua Seluruh masyarakat berhak tahu te +01 terutama bagi generasi muda yang akan langsung ter un dalam persaingan mob tenaga ker a pro esional melalui Mutual Recognition Arrangement yang sudah dis anggota ASEAN pada 4 bidang peker aan pro esional &imana termasuk didalam 4 bi yaitu insinyur, perawat, arsitek, tenaga sur3ei, tenaga pariwisata, praktisi med akuntan !elalui MutualRecognition Arrangement ini memungkinkan untuk di alankannya mobilisasi bebas asa tenaga ker a pro esional di wilayah ASEAN !aka tergantun nantinya apakah momen ASEAN Economic Community +01 dapat men adi peluang membu kita men adi besar dengan berkembangnya ekonomi kita atau ustru men adi obaan kesulitan bersaing dengan negara anggota ASEAN yang lain MRA FOR MEDICAL PRACTITIONER Mutual Recognition Arrangement s (!5A) di sektor asa merupakan perkemba relati baru dalam ker a sama ASEAN di bidang perdagangan asa Sebuah !5A memu kuali ikasi pemasok asa yang diakui oleh pihak yang berwenang di negara asal m

Konten Propaganda AEC

Embed Size (px)

DESCRIPTION

konten

Citation preview

LATAR BELAKANG

ASEAN (Association of South East Asia Nation) merupakan persekutuan bangsa-bangsa di wilayah Asia Tenggara yang beranggotakan 10 negara, yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, Singapura, Fillipina, Myanmar, Laos, Brunei Darussalam, dan Kamboja. Kemudian melalui ASEAN Charter atau Piagam ASEAN menetapkan pada 2015 sebagai awal dimulainya ASEAN Community. ASEAN Comunity meliputi kerjasama tiga hal pokok, yaitu bidang politik dan keamanan (ASEAN Political-Security Community); bidang sosial budaya (ASEAN Socio-Culture Community); dan bidang ekonomi (ASEAN Economic Community).AFTA sendiri merupakan bagian dari AEC yang sebenarnya sudah dimulai sejak 2010 oleh 6 negara ASEAN dengan perekonomian yang paling stabil, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, dan Fillipina. Namun pelaksanaannya secara masif dan menyuluruh oleh 10 negara anggota ASEAN akan dilaksanakan bersamaan dengan ASEAN Community mulai 31 Desember 2015 mendatang. Pada pelaksanaan AFTA 2015 nanti maka pasar investasi serta perdagangan barang dan jasa akan sangat terbuka di wilayah ASEAN. Tidak hanya produk namun juga jasa tenaga kerja profesional yang akan menjadi komoditas utama di AFTA 2015 mendatang.Pelaksanaan yang sebentar lagi dan kesiapan Indonesia yang masih terlihat kurang membutuhkan perhatian khusus bagi kita semua. Seluruh masyarakat berhak tahu tentang AFTA 2015 terutama bagi generasi muda yang akan langsung terjun dalam persaingan mobilisasi bebas tenaga kerja profesional melalui Mutual Recognition Arrangement yang sudah disepakati 10 negara anggota ASEAN pada 8 bidang pekerjaan profesional. Dimana termasuk didalam 8 bidang tersebut yaitu insinyur, perawat, arsitek, tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi dan akuntan. Melalui Mutual Recognition Arrangement ini memungkinkan untuk dijalankannya mobilisasi bebas jasa tenaga kerja profesional di wilayah ASEAN. Maka tergantung kesiapan kita nantinya apakah momen ASEAN Economic Community 2015 dapat menjadi peluang membuat negara kita menjadi besar dengan berkembangnya ekonomi kita atau justru menjadi cobaan bagi kita karena kesulitan bersaing dengan negara anggota ASEAN yang lain.

MRA FOR MEDICAL PRACTITIONERMutual Recognition Arrangements (MRA) di sektor jasa merupakan perkembangan yang relatif baru dalam kerja sama ASEAN di bidang perdagangan jasa. Sebuah MRA memungkinkan kualifikasi pemasok jasa yang diakui oleh pihak yang berwenang di negara asal mereka untuk juga diakui oleh negara-negara anggota penandatangan lainnya. Hal ini membantu memfasilitasi aliran penyedia jasa profesional di kawasan ini, sejalan dengan ketentuan dan peraturan domestik yang relevan.Dasar pembuatan Mutual Recognition Arrangements (MRA) tersebut yaitu adanya The ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), yang ditandatangani oleh Menteri-menteri Ekonomi ASEAN (AEM) pada tanggal 15 Desember 1995 di Bangkok, Thailand, mengakui pentingnya MRA dalam integrasi jasa secara keseluruhan di ASEAN. Pasal V AFAS menyatakan: "Setiap negara anggota dapat mengakui pendidikan atau keahlian yang diperoleh, terpenuhinya persyaratan, atau lisensi maupun sertifikasi yang diberikan di negara-negara anggota lainnya, untuk tujuan pemberian lisensi atau sertifikasi pemasok jasa. Pengakuan tersebut dapat didasarkan pada kesepakatan atau pengaturan dengan negara anggota yang bersangkutan atau dapat diberikan secara otonom. "Prinsip penerapan MRA ini pada setai negara anggota ASEAN ada tiga, yaitu:a. negara penerima mengakui kualifikasi profesional dan kualifikasi yang diperoleh dari negara pengirim atau negara asal tenaga kerja terampil.b. negara asal diberikan otoritas untuk mengesahkan kualifikasi dan pelatihan dengan cara memberikan diploma atau sertifikat.c. Mengenai pengakuan terhadap kualifikasi seorang tenaga profesional ada proses untuk penentuan standar dan persyaratan lainnya yang diterapkan baik di negara penerima maupun di negara asal.Sebagai contoh yang diberlakukan pada bidang praktisi kesehatan yang tertuang dalam Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners. Foreign Medical Practitioners dari suatu negara ASEAN diperbolehkan untuk praktek di negara-negara ASEAN yang lain jika:- memiliki kualifikasi-kualifikasi kedokteran yang diakui oleh Professional Medical Regulatory Authority (PMRA; di Indonesia diperankan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan Kementerian Kesehatan Indonesia) negara asalnya maupun negara tujuannya.- memiliki sertifikat izin praktek yang diterbitkan oleh PMRA negara asalnya.- telah aktif praktek sebagai dokter umum atau dokter spesialis tidak kurang dari lima tahun di negara asalnya.- tercatat di negara asalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah melanggar standar etika profesi kedokteran, baik standar lokal maupun internasional.- yang bersangkutan menyatakan bahwa tidak pernah terjerat proses hukum di negara asalnya.- dapat memenuhi persyaratan yang diberikan oleh PMRA negara tujuannya.Kemudian berdasarkan mode pemberlakuan MRA pada AFAS, ada empat mode pelaksanaan yang mungkin dilakukan pada MRA on Medical Practitioners, yaitu:1. Cross-Border SupplyYaitu pelayanan terhadap seorang klien pada salah satu negara ASEAN oleh pelayan kesehatan di negara ASEAN lain tanpa harus bertatap muka. Sebagai contoh boleh melakukan tele-diagnosis pasien yang berada di Jakarta oleh dokter di Singapura.2. Consumption AbroadPemberian pelayanan bagi seseorang dari salah satu negara ASEAN oleh penyedia layanan kesehatan di negara ASEAN lainnya. Sebagai contoh pasien dari Indonesia mendapat perawatan di Rumah Sakit di Malaysia.3. Commercial PresencePemberian layanan kesehatan oleh pelayan kesehatan dari satu negara ASEAN ke anggota lain melalui bentuk komersial. Sebagai contoh Rumah Sakit X dari Singapura dapat membangun cabang Rumah Sakitnya di Makassar.4. Presence of Natural PersonsPemberian layan kesehatan oleh pelayan kesehatan dari satu negara ASEAN ke anggota lain melalui bentuk pelayanan personal. Sebagai contoh dokter dari filipina boleh berpraktik di Indonesia.MRA on Medical Practitioners ini tidak akan mengurangi dan merubah hak dan wewenang PMRA masing-masing negara ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa setiap negara akan mempunyai batasan-batasan dalam keikutsertaan dalam bebasnya komoditas jasa di ASEAN dengan berkesempatan melindungi kepentingan anak bangsanya sendiri dalam persaingan bebas di ASEAN.PELAKSANAAN MRA FOR MEDICAL PRACTITIONERS DI INDONESIADalam menjalankan MRA ini, seperti juga di bidang keperawatan ada dua badan yang berfungsi untuk mengimplementasikan MRA ini. Dua badan tersebut adalah: 1. Professional Medical Regulatory Authority (PMRA)

PMRA merupakan sebuah badan yang terdiri dari otoritas pemerintah setiap negara anggota ASEAN yang secara umum berfungsi untuk mengatur dan mengontrol praktik jasa medis dan pengobatannya.

2. ASEAN Joint Coordinating Committee on Medical Practitioners (A-JCCMP) Seperti halnya di sektor keperawatan, MRA jasa praktisi medis ditindaklanjuti dengan pembentukan A-JCCMP yang terdiri dari perwakilan PMRA dari setiap negara anggota yang tidak lebih dari dua orang. Tugas A-JCCMP ini menfasilitas implmentasi MRA melalui upaya-upaya menyelaraskan aturan domestik dengan tujuan yang ingin dicapai dalam MRA. A-JCCMP juga secara menghimbau agar negara anggota mengikuti standarisasi dan mengadopsi mekanisme dan prosedur dalam MRA. Diharapkan hambatan-hambatan domestik sudah hilang pada tahun 2015. Indonesia dapat dikatakan lebih liberal dari negara lainnya. Hambatan national treatment dan akses pasar hampir dipastikan sudah tidak diberlakukan. Hal ini hampir mirip dengan yang terjadi di Thailand. Sementara di Filipina, UU Dasar negara melarang dokter asing praktik di Filipina. Adapun negara lainnya seperti Laos, Vietnam dan Kamboja belum memiliki regulasi yang ditentukan negaranya. Di Singapura dokter asing dipatok dengan standar yang tinggi. 73 Di sisi lain, MRA juga menyatakan bahwa setiap negara host memiliki statutory responsibilities untuk melindungi kesehatan, keselamatan dan lingkungan. Hal ini dapat menjadi celah untuk dapat memberlakukan aturan-aturan yang spesifk untuk menjaga kepentingan bangsa. Hal ini dikarenakan karakter MRA sendiri secara keseluruhan tidak bersifat otomatis. 74 Makmur Keliat dalam artikel Kompas (2013) menyatakan bahwa: MRA masih harus disertai adanya kebutuhan harmonisasi kebijakan antarnegara anggota ASEAN. Namun, harmonisasi kebijakan tidaklah mudah karena menyangkut isu politik domestik dan perubahan regulasi. Karena itu, asas reciprocity dalam agenda liberalisasi perlu tetap dipegang kuat. Tujuannya agar tenaga kerja terampil Indonesia dapat juga dengan mudah diberi akses bekerja di negara anggota ASEAN lain. Adapun mengenai mekanisme liberalisasi sektor jasa kedokteran ini sama dengan yang telah dijelaskan di sektor jasa keperawatan yaitu melalui tiga proses utama terkait recognition, monitoring dan evaluation. Proses sertfikasi dan kualifikasi dilakukan di negara masing-masing. Indonesia, menggunakan payung Permenkes No 1796 Tahun 2011 mengenai registrasi tenaga kesehatan termasuk didalamnya dokter dan perawat.(73 Lihat juga AJCCM: Jalan Panjang Menuju Kompetensi Bersama, Majalah Halo Internis, Edisi 19, September 2011. 74 Lihat juga Keliat (2013), Loc.Cit)Berdasarkan data Centre for Internasional Trade Thailand (2012), kualitas tenaga profesi praktisi medis (dokter) Indonesia ditempatkan pada kualitas menengah dan harus bersaing dengan Filipina dan Vietnam.80 Situasi ini sama persis dengan situasi yang juga dihadapi oleh profesi perawat. Selain itu, laporan OECD menyebutkan bahwa rasio antara jumlah dokter dan perawat di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Rasio dokter dengan jumlah penduduk berada pada angka 0,3 untuk setiap 1.000 penduduk. Jauh tertinggal dibandingkan dengan rasio Singapura (1,7), Malaysia (1,2), dan Filipina (1,1).81Laporan yang sama juga dipaparkan oleh laporan Penelitian DIKTI tentang Potret Ketersediaan dan Kebutuhan Tenaga Dokter dimana data penelitian tersebut juga memperlihatkan rasio dokter spesialis di Indonesia yang masih rendah dibandingkan neara-negara ASEAN lainnya. 82 Singapura dan Filipina memiliki rasio diatas 100, sementara negara-negara lainnya dikisaran antara 20-80. Indonesia tercatat memiliki rasio paling kecil yaitu 8, 14.

Berdasarkan Indikator Indonesia Sehat 2010, rasio ideal yaitu 40 dokter umum per 100.000 penduduk. Sementara laporan tersebut mencatat bahwa dokter umum yang teregistrasi di Konsil Kedokteran Indonesia hingga tahun 2010 sebanyak 73.585 dokter. Hal ini berarti ketersedian dokter umum di Indonesia baru mencukupi 77,43% dari total kebutuhan dokter. 83Yang penting juga dicermati, berbeda dengan dokter umum, laporan ini mencatat bahwa jumlah dokter spesialis yang teregistrasi hingga tahun 2010 mencapai 19.333 dokter dengan rasio 8,14 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Rasio ini sudah melebihi target rasio ideal berdasarkan Indikator Indonesia Sehat 2010 yaitu 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Walau rasionya sudah melebihi target, laporan ini mencatat masalah distribusi dokter yang belum merata sebagai satu tantangan berikutnya. Tercatat Pulau Jawa , Bali, Sumatera dan Sulawesi merupakan pusat-pusat distribusi dokter umum dan dokter spesialis. Walau demikian khusus Pulau Jawa, walaupun secara nominal jumlah dokter umum sebagain besar di Jawa dan Bali, namun bila dibandingkan dengan penduduk, maka jumlah tenaga dokter di Jawa masih lebih rendah di banding daerah-daerah lain. 84Begitupun dalam hal jumlah pendidikan tinggi, Pulau Jawa mendominasi sebaran pendidikan tinggi untuk semua jenjang. Bahkan untuk pendidikan Spesialis level 1, hampir 75 % berada di Pulau Jawa. Hal ini tentu juga berdampak pada persebaran mahasiswa dan lulusan yang sudah pasti terpusat di Pulau Jawa juga.Sementara itu untuk standard kompetensi dokter, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) telah menerbitkan standard kompetensi dokter dan standard kependidikan kedokteran. Hal ini menjadi dasar dan rujukan baik dalam pendidikan maupun pelayanan seorang dokter.85

VI.4. Tata Kelola/RegulasiDalam hal tata kelola/regulasi, tahun 2011 UU Pendidikan Kedokteran telah dirancang. Implementasi dari UU Kedokteran ini memerlukan koordinasi anatara Kemenkes, Kemendiknas, KKI dan organisasi profesi kedokteran lainnya. UU ini diharapkan dapat menjadi solusi Indonesia untuk menyamakan kompetensi dengan negara ASEAN lainnya.Selain itu, dalam kerangka harmonisasi aturan di ASEAN, pemerintah perlu memperhatikan dan merujuk UU kesehatan, UU praktik kedokteran dan UU tenaga Kesehatan. Tanpa merujuk UU yang saling terkait, aturan yang komprehensif dalam upaya memaksimalkan manfaat pasar ASEAN akan sulit tercapai. Namun sesungguhnya, Indonesia merupakan negara yang meliberalkan sektor jasa kedokteran cukup longgar. Di Thailand, pemerintah mensyaratkan dokter asing untuk menguasai bahasa lokal. Sementara di Indonesia dari sisi bisnis kesehatan, perusahaan asing dapat memiliki saham hingga 70%, bahkan diizinkan untuk mendirikan rumah sakit dengan syarat tetap menyediakan 25% kuota untuk pasien kurang mampu.86 Sementara itu, dalam hal arus tenaga dokter asing, pemerintah telah membuat regulasi tentang dokter asing di Indonesia. Regulasi ini menjabarkan secara rinci, apa saja dokumen yang dibutuhkan dan dokter asing yang bagaimana yang dapat diakomodasi di Indonesia.87Lebih jauh pada tanggal 15 Februari 2013 dilaksanakan rapat Tim Koordinasi MRA-ASEAN yang pertama dan dhihadiri oleh unsur-unsur terkait. Adapun hasil utama rapat MRA-ASEAN ini, antara lain :1. Menyosialisasikan informasi tentang isu-isu seputar MRA-ASEAN kepada unit esselon I dan II di Lingkungan Kemkes.2. Fokus pada pembuatan template roadmap MRA dengan memperhatikan perkembangan terbaru dari berbagai negara ASEAN di tingkat regional ASEAN. Saat ini fokus kepada tiga profesi dahulu dan mempersiapkan diri kepada profesi kesehatan lainnya di masa mendatang.3. Memperkuat proses pembuatan domestic regulation, data based tenaga kesehatan, dan mempublikasikan informasi tentang pendayagunaan TK-WNA khususnya di Indonesia.4. Membuat program kegiatan yang lebih rinci dan diusulkan juga untuk bekerja sama dengan asosiasi profesi kesehatan.

(87 Majalah Halo Internis, diakses dari http://www.pbpapdi.org/images/file_halo_internist/Halo%20Internis%20Edisi%2019;%20Harmonisasi%20ASEAN%20di%20Bidang%20Kesehatan_8.pdf tanggal 12 Oktober 2013.)Sumber utama : www.kemlu.go.id/.../Laporan%20Akhir%20Liberalisasi%20Jasa.pdf