57
KOMPLIKASI AKUT PADA PREEKLAMPSIA Oleh : Akhmad Ahdiyat Budianto 0318011002 Mutiara Fitri Subiyanto 0518011020 M. Adithya Prawiranata 0618011029 Pembimbing : dr. Wahdi, Sp.OG. SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI

Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

  • Upload
    pe30arl

  • View
    39

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

preeklampsia

Citation preview

Page 1: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

KOMPLIKASI AKUT PADA PREEKLAMPSIA

Oleh :

Akhmad Ahdiyat Budianto 0318011002

Mutiara Fitri Subiyanto 0518011020

M. Adithya Prawiranata 0618011029

Pembimbing :

dr. Wahdi, Sp.OG.

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI

FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS LAMPUNGMETRO

2012

Page 2: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

DAFTAR ISI

Page 3: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (2002-2003). Angka kematian ibu adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan target yang ingin dicapai oleh pemerintah pada tahun 2010 sebesar 125/100.000 kelahiran hidup angka tersebut masih tergolong tinggi.

Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia di samping perdarahan adalah pre-eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Pre-eklampsi ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan, penyebabnya belum diketahui. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang.

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia..

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria ( didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau ≥ +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.

Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui placenta. Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia. Insidensi eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700. Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau

Page 4: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi.

Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF,2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai, atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Preeklampsia merupakan suatu gangguan multisistem idiopatik yang spesifik pada kehamilan dan nifas. Pada keadaan khusus, preeklampsia juga didapati pada kelainan perkembangan plasenta, dimana digambarkan disuatu kehamilan hanya terdapat trofoblas namun tidak terdapat jaringan fetus (kehamilan mola komplit). Meskipun patofisiologi preeklampsia kurang dimengerti, jelas bahwa tanda perkembangan ini tampak pada awal kehamilan. Telah dinyatakan bahwa pathologic hallmark adalah suatu kegagalan total atau parsial dari fase kedua invasi trofoblas saat kehamilan 16-20 minggu kehamilan, hal ini pada kehamilan normal bertanggung jawab dalam invasi trofoblas ke lapisan otot arteri spiralis. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kebutuhan metabolik fetoplasenta makin meningkat. Bagaimanapun, karena invasi abnormal yang luas dari plasenta, arteri spiralis tidak dapat berdilatasi untuk mengakomodasi kebutuhan yang makin meningkat tersebut, hasil dari disfungsi plasenta inilah yang tampak secara klinis sebagai preeklampsia. Meskipun menarik, hipotesis ini tetap perlu ditinjau kembali.

Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi (didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap > 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria ( didefinisikan sebagai > 300 mg/24 jam atau > +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.

Pada makalah ini akan dibahas tentang komplikasi klinis dari preeklampsia. Beberapa komplikasi akut preeklampsia, yaitu eklampsia, sindroma HELLP (hemolisis, elevasi enzim hati, penurunan platelet), ruptur hepar, edema pulmonal, gagal ginjal, koagulopati intravaskular diseminasi, kedaruratan hipertensi dan hipertensi ensefalopati serta kebutaan kortikal.

Page 5: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Pre-eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda khas tekanan darah tinggi (hipertensi),

pembengkakan jaringan (edema), dan ditemukannya protein dalam urin (proteinuria)

yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3

kehamilan, tetapi dapat juga terjadi pada trimester kedua kehamilan. Sering tidak

diketahui atau diperhatikan oleh wanita hamil yang bersangkutan, sehingga tanpa

disadari dalam waktu singkat pre-eklampsia berat bahkan dapat menjadi eklampsia yaitu

dengan tambahan gejala kejang-kejang dan atau koma. Kejadian eklampsia di negara

berkembang berkisar antara 0,3% sampai 0,7%. Kedatangan penderita sebagian besar

dalam keadaan pre-eklampsia berat dan eklampsia.

B. Gejala-gejala

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan

tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama

atau kedua awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi

kronik. Tetapi bila tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua

dan ketiga, mungkin penderita menderita preeklampsia.

Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan

diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-

kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih

atau dengan kenaikan 20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose.

Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada

keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah

indikasi terjadi preeklampsia berat.

Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan kelebihan dalam jaringan tubuh, dan

biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta penbengkakan pada kaki, jari-

jari tangan, dan muka, atau pembengkan pada ektrimitas dan muka. Edema pretibial

Page 6: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti

untuk penentuan diagnosa pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap minggu

dalam kehamilan masih diangap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu beberapa

kali atau 3 kg dalam sebulan pre-eklampsia harus dicurigai. Atau bila terjadi

pertambahan berat badan lebih dari 2,5 kg tiap minggu pada akhir kehamilan mungkin

merupakan tanda preeklampsia. Tambah berat yang sekonyong-konyong ini desebabkan

retensi air dalam jaringan dan kemudian oedema nampak dan edema tidak hilang

dengan istirahat. Hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap timbulnya pre-

eklampsia. Edema dapat terjadi pada semua derajat PIH ( Hipertensi dalam kehamilan)

tetapi hanya mempunyai nilai sedikit diagnostik kecuali jika edemanya general.

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam air kencing yang melebihi 0,3 g/liter dalam

air kencing 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1+ atau 2 + ( menggunakan

metode turbidimetrik standard ) atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang

dikeluarkan dengan kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang

diambil minimal 2 kali dengan jarak 6 jam. Proteinuri biasanya timbul lebih lambat dari

hipertensi dan tambah berat badan. Proteinuri sering ditemukan pada preeklampsia,

rupa-rupanya karena vasospasmus pembuluh-pembuluh darah ginjal. Karena itu harus

dianggap sebagai tanda yang cukup serius. Disamping adanya gejala yang nampak diatas

pada keadaan yang lebih lanjut timbul gejala-gejala subyektif yang membawa pasien ke

dokter.

Gejala subyektif tersebut ialah:

1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.

2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema,

atau sakit kerena perubahan pada lambung.

3. Gangguan penglihatan: Penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang

pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae.

Perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoscop.

4. Gangguan pernafasan sampai sianosis

5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran

Page 7: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Sedangkan penyakit preeklampsia digolongkan berat apabila satu atau lebih

tanda / gejala dibawah ini ditemukan:

1. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastole 110 mmHg

atau lebih

2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, 3+ atau 4+ pada pemeriksaan

semikuantitatif.

3. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.

4. Keluhan cerebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.

5. Edema paru-paru atau sianosis.

Disamping terdapat preeklampsia ringan dan berat / eklampsia, dapat pula ditemukan

hipertensi kronis yaitu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang menetap.

Kebanyakan wanita dengan hipertensi kronik ( Hipertensi esensial ) telah didiagnose

sebelum kehamilan; kebanyakan wanita didapat menderita hipertensi pada kunjungan

antenatal pertama. Bila tanpa penyebab sekunder hipertensi (misalnya stenosis arteri

renalis atau feokromositoma), peninggian tekanan darah (> 140/90) yang menetap dan

terjadi sebelum kehamilan atau dideteksi sebelum kehamilan minggu ke 20, diagnosis

hipertensi esensial dapat ditegakkan.

Tanda klinik dan diagnosis:

1. Hipertensi terjadi pada awal kehamilan

2. Fungsi ginjal normal atau hanya terdapat sedikit albuminuria

3. Jika kehamilan kebelakang terdapat peningkatan tekanan darah dan albuminuria

secara bermakna, maka akan sulit dibedakan dengan preeklampsia berat

( Superimposed preeklampsia ). Hipertensi esensial menjadi penyulit pada 1-3 persen

kehamilan, danlebih sering terdapat pada wanita di atas usia 35 tahun.

Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami pre-eklampsia biala

mempunyai faktor-faktor predisposing sebagai berikut:

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia < 20 atau > 35 th

Page 8: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

4. Riwayat pre-eklampsia, eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita pre-eklampsia

6. penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum

kehamilan

7. obesitas.

Komplikasi-komplikasi pada preeklampsia:

EKLAMPSIA

Eklampsia ditandai dengan terjadinya kejang umum dan atau koma pada preeklampsia

tanpa adanya kondisi neurologik lainnya. Dahulu, eklampsia dikatakan sebagai hasil akhir

dari preeklampsia, sesuai dengan asal katanya. Penyebab pasti dari kejang pada wanita

dengan eklampsia tidak diketahui. Penyebab yang dikemukakan meliputi vasospasme

serebral dengan iskemia lokal, hipertensi ensefalopati dengan hiperperfusi, edema

vasogenik dan kerusakan endotelial. Meskipun terdapat kemajuan pesat dalam deteksi dan

penatalaksanaan, preeklampsia/eklampsia tetap menjadi penyebab umum kematian ibu

yang kedua di Amerika Serikat ( sesudah penyakit tromboemboli), sekitar 15 % dari seluruh

kematian. Bahkan, diperkirakan 50.000 kematian maternal di seluruh dunia disebabkan oleh

eklampsia.

Epidemiologi dan insiden

Eklampsia umumnya terjadi pada wanita kulit berwarna, nulipara, dan golongan sosial

ekonomi rendah. Insiden tertinggi pada usia remaja atau awal 20-an, tetapi prevalensinya

meningkat pada wanita diatas 35 tahun. Eklampsia jarang terjadi pada usia kehamilan

dibawah 20 minggu, dapat meningkat pada kehamilan mola atau sindroma antifosfolipid.

Insiden eklampsia secara keseluruhan relatif stabil, 4-5 kasus /10.000 kelahiran

hidup di negara maju. Di negara berkembang, insiden bervariasi luas antara 6-100/ 10.000

kelahiran hidup.

Manifestasi klinis dan diagnosis

Diagnosis klinis eklampsia didasarkan pada timbulnya kejang umum dan atau koma pada

wanita dengan preeklampsia tanpa adanya kondisi neurologis lainnya. Kejang eklampsia

hampir selalu hilang sendiri dan jarang terjadi lebih dari 3-4 menit. Kejang eklamptik secara

Page 9: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

klinis dan elektroensefalografik tidak dapat dibedakan dari kejang tonik klonik umum

lainnya. Secara umum, wanita dengan kejang eklamptik tipikal tanpa defisit neurologik fokal

atau koma yang berlangsung lama, tidak dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan

elektroensefalografik atau pencitraan serebral. Kondisi klinis selain

eklampsia yang dapat dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi pada wanita hamil

yang mengalami kejang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Diagnosis banding dari eklampsia

Traumatik cerebrovaskulerPerdarahan intraserebralTrombosis arteri dan vena serebral

Penyakit hipertensiHipertensi ensefalopatiPheochromocytoma

Penekanan lesi pada susunan syaraf pusatTumor otakAbses

Kelainan metabolicHipoglikemiaUremiaInappropriate antidiuretic hormone secretion resulting in water intoxiccation

InfeksiMeningitisEncefalitis

Trombotik trombositopenik purpuraEpilepsi idiopatik

Sekitar separuh dari seluruh kasus eklampsia terjadi sebelum aterm, lebih dari 20%

terjadi sebelum kehamilan 31 minggu. Tiga perempat dari kasus terjadi pada kehamilan

aterm, berkembang saat intrapartum atau selama 48 jam postpartum. Kejang karena

eklampsia dapat muncul kembali pada saat postpartum. Sering selama beberapa jam

sampai beberapa hari post partum. Diuresis (> 4 L/ hari) diyakini sebagai indikator klinis

yang paling akurat dari pulihnya preeklampsia atau eklampsia, tetapi hal ini tidak menjamin

tidak berulangnya kejang. Dapat pula terjadi eklampsia postpartum lanjut (kejang eklamptik

yang berkembang > 48 jam postpartum, namun < 4 minggu postpartum) pada 25% kasus

postpartum dan > 16% dari seluruh kasus eklampsia.

Page 10: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Penatalaksanaan

Sejumlah strategi penatalaksanaan telah dikembangkan untuk mencegah komplikasi

eklampsia terhadap ibu dan janin selama periode peripartum. Cara terbaru pada

penatalaksanaan wanita dengan eklampsia yaitu mempertahankan fungsi vital ibu,

mencegah kejang dan mengontrol tekanan darah, mencegah kejang berulang dan evaluasi

untuk persalinan. Bila terjadi kejang, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menjaga

jalan nafas tetap terbuka dan mencegah terjadinya aspirasi. Ibu berbaring miring ke kiri dan

penahan lidah diletakkan di dalam mulutnya.

A. Mengontrol Kejang

Walaupun kejang pada eklampsia membaik tanpa pengobatan dalam 3-4 menit, obat

anti kejang dapat digunakan untuk mengurangi kejang. Obat-obat terpilih untuk

mengatasi kejang pada eklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4). Pada wanita yang

telah mendapat pengobatan MgSO4 profilaksis, kadar magnesium plasma harus

dipertahankan dengan pemberian infus MgSO4 1-2 gram secara cepat. Pada penderita

yang tidak mendapatkan pengobatan profilaksis tersebut, harus diberikan infus 2-6 gram

MgSO4 secara cepat, diulang setiap 15 menit. Dosis awal ini memungkinkan untuk

diberikan pada ibu-ibu dengan insufisiensi renal. Sedangkan mekanisme kerja MgSO4

dalam mereduksi kejang belum diketahui secara pasti. Beberapa mekanisme kerja

MgSO4 adalah memberikan efek vasodilatasi selektif pada pembuluh darah otak juga

memberikan perlindungan terhadap endotel dari efek perusakkan radikal bebas,

mencegah pemasukan ion kalsium ke dalam sel yang iskemik dan atau memiliki efek

antagonis kompetitif terhadap reseptor glutamat N-metil-D-aspartat (yang merupakan

fokus epileptogenik).

Benzodiazepin juga digunakan pada waktu lampau untuk pengobatan kejang

eklampsia. Diazepam memasuki susunan saraf pusat secara cepat dimana efek anti

konvulsan akan tercapai dalam waktu 1 menit dan efek diazepam ini akan mengontrol

kejang >80% pasien dalam waktu 5 menit. Akan tetapi saat ini banyak peneliti

menganjurkan untuk tidak menggunakan benzodiazepin karena sangat berpotensi untuk

menyebabkan depresi pada janin. Secara klinis, efek ini menjadi bermakna ketika dosis

total benzodiazepin pada ibu > 30 mg.

Page 11: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

B. Penatalaksanaan hipertensi

Gangguan serebrovaskular terjadi pada 15-20% dari seluruh kematian pada eklampsia.

Risiko terjadinya strok hemoragik memiliki hubungan secara langsung dengan derajat

peningkatan tekanan darah sistolik dan sedikit berhubungan dengan tekanan darah

diastolik. Terapi emergensi pada keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah

tersebut masih belum jelas. Sebagian besar peneliti menganjurkan untuk menggunakan

anti hipertensi yang poten untuk mengatasi tekanan darah diastolik pada kadar 105-110

mmHg dan tekanan darah sistolik > 160 mmHg, walaupun hal ini belum diuji secara

prospektif. Pada wanita yang telah mengalami hipertensi kronik, pembuluh darah

otaknya lebih toleran terhadap tekanan darah sistolik yang lebih tinggi tanpa terjadinya

kerusakan pada pembuluh darahnya, sedangkan pada orang dewasa dengan tekanan

darah yang normal atau rendah mungkin akan menguntungkan jika terapi dimulai pada

kadar tekanan darah yang lebih rendah. Peningkatan tekanan darah yang berat dan

persisten (>160/110 mmHg) harus diatasi untuk mencegah perdarahan serebrovaskular.

Penatalaksanaannya termasuk pemberian hidralazin (5 mg IV, diikuti dengan pemberian

5-10 mg bolus sesuai kebutuhan dalam waktu 20 menit) atau labetalol (10-20 mg IV,

diulang setiap 10-20 menit dengan dosis ganda, namun tidak lebih dari 80 mg pada dosis

tunggal, dengan dosis kumulatif total 300 mg). Pada keadaan yang tidak menunjukkan

perbaikan dengan segera setelah mendapat terapi untuk kejang dan hipertensinya atau

mereka yang memiliki kelainan neurologis harus dievaluasi lebih lanjut.

C. Pencegahan kejang berulang

Sekitar 10% wanita eklampsia akan mengalami kejang berulang walaupun telah

ditanggulangi secara semestinya. Ada kesepakatan umum bahwa wanita dengan

eklampsia membutuhkan terapi anti konvulsan untuk mencegah kejang dan komplikasi

dari berulangnya aktivitas kejang tersebut, seperti: asidosis, pnemonitis aspirasi, edema

pulmonal, neurologik dan kegagalan respirasi. Namun, pemilihan jenis obat untuk

keadaan ini masih kontroversial. Ahli obstetrik telah lama menggunakan MgSO4 sebagai

obat pilihan untuk mencegah berulangnya eklampsia, sementara ahli neurologi memilih

anti konvulsan tradisional yang digunakan pada wanita yang tidak hamil seperti fenitoin

atau diazepam. Permasalahan ini telah disepakati oleh sejumlah penelitian klinis

terakhir dengan hasil seperti dibawah ini:

Page 12: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

• The Eclampsia Trial Collaborative Group melakukan penelitian prospektif terhadap

905 wanita eklampsia yang secara random dipilih untuk mendapat Magnesium atau

Diazepam dan 775 wanita eklampsia yang dipilh secara random menerima Magnesium

atau Fenitoin. Pengukuran keluaran primer adalah kejang rekuren dan kematian

maternal. Wanita dengan terapi Magnesium mendapatkan separuh angka kejang

rekuren dibandingkan dengan diazepam (13% dan 28%). Tidak ada perbedaan yang

bermakna pada kematian maternal atau perinatal atau angka komplikasi diantara kedua

kelompok. Wanita yang diberi magnesium memiliki sepertiga angka kejang rekuren

dibandingakan dengan fenitoin (6% dan 17%). Dalam rangkaian penelitian ini wanita

yang menerima magnesium <8% yang menerima perawatan intensif, <8% mendapat

bantuan ventilator dan <5% menjadi pneumonia, dibandingkan dengan wanita yang

diberikan fenitoin. Tidak ada perbedaan signifikan pada angka kematian maternal dan

perinatal.

• Chocrane melaporkan bahwa MgSO4 lebih hemat dan lebih baik daripada litik

koktail (terdiri dari prometazin hidroklorid, klorpromazin dan meperidin hidroklorid)

untuk mencegah pengulangan kejang pada wanita eklampsia. Manfaat tambahan dari

terapi MgSO4 terdiri dari biaya yang rendah, cara pemberian yang mudah (tidak

membutuhkan monitor jantung) dan lebih sedikit efek sedasi dari pada diazepam dan

fenitoin. Magnesium juga tampak secara selektif meningkatkan aliran darah serebral

dan konsumsi oksigen pada wanita dengan preeklampsia. Hal ini tidak pada fenitoin.

Dosis pemeliharaan MgSO4 adalah 2-3 gram/jam diberikan sebagai infus IV yang

kontinyu. Fase pemeliharaan hanya jika reflek patella ada (kehilangan reflek tendon

yang dalam adalah manifestasi pertama gejala hipermagnesemia), respirasi >12X/menit,

urine output > 100 ml/ 4jam. Pemantauan kadar serum magnesium tidak diperlukan jika

status klinis wanita tersebut dimonitor secara ketat untuk membuktikan toksisitas

potensial magnesium. Juga tidak tampak suatu konsentrasi ambang yang jelas untuk

meyakinkan pencegahan kejang, meskipun telah direkomendasikan sekitar 4,8-8,4

mg/dL. Dosis harus disesuaikan menurut respon klinis pasien, sesuai table 2.

Evaluasi pada persalinan

Terapi definitif eklampsia adalah persalinan yang segera, tanpa memandang usia kehamilan

untuk mencegah komplikasi pada ibu dan anak. Tetapi ini tidak perlu menghalangi

Page 13: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

dilakukannya induksi persalinan. Setelah dilakukan stabilisasi terhadap ibu, terdapat

beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menentukan cara yang paling sesuai

untuk persalinan. Diantaranya usia kehamilan, nilai Bishop, keadaan dan posisi janin. Secara

umum, kurang dari sepertiga wanita dengan preeklampsia berat / eklampsia berada pada

kehamilan preterm (< 32 minggu kehamilan) dengan serviks yang belum matang untuk

dapat melahirkan pervaginam. Pada keadaan ini, obat-obat untuk mematangkan serviks

dapat digunakan guna meningkatkan nilai Bishop, namun induksi yang terlalu lama harus

dihindari.

Bradikardi pada janin yang berlangsung sedikitnya 3 sampai 5 menit merupakan keadaan

yang sering dijumpai selama dan segera setelah kejang eklampsia, dan hal ini tidak

memerlukan tindakan seksio sesar emergensi. Tindakan stabilisasi ibu dapat membantu

janin dalam uterus pulih kembali dari efek hipoksia ibu, hiperkarbia dan hiperstimulasi

uterus. Akibat kejang pada ibu sering berhubungan dengan takikardi janin kompensata

bahkan dengan deselerasi denyut jantung janin sementara yang akan pulih kembali dalam

waktu 20 sampai 30 menit.

Prognosis

Komplikasi pada ibu dengan eklampsia dapat terjadi hingga 70 % kasus, meliputi DIC, gagal

ginjal akut, kerusakan hepatoselular, ruptura hati, perdarahan intraserebral, henti jantung

paru, pneumonitis aspirasi, edema paru akut, dan perdarahan pasca persalinan. Kerusakan

hepatoselular, disfungsi ginjal, koagulopati, hipertensi dan abnormalitas neurologi akan

sembuh setelah melahirkan. Akan tetapi kerusakan serebrovaskular akibat perdarahan atau

iskemia akan mengakibatkan kerusakan neurologi yang permanen.

Tingkat kematian ibu dilaporkan berkisar antara 0-13,9%. Satu penelitian retrospektif

terhadap 990 kasus eklampsia menemukan angka kematian ibu secara keseluruhan adalah

13,9% (138/990). Risiko paling tinggi (12/54 [22%]) dijumpai pada subkelompok wanita

dengan eklampsia pada kehamilan kurang dari 28 minggu. Tingkat kematian ibu dan

komplikasi yang berat paling rendah dijumpai pada wanita yang melakukan asuhan prenatal

yang teratur pada dokter yang berpengalaman pada fasilitas kesehatan tersier. Satu

penelitian otopsi yang dilakukan segera setelah kematian pada wanita eklampsia

menunjukkan bahwa lebih dari 50% dari wanita yang meninggal dalam waktu 2 hari akibat

kejang pada otaknya menunjukkan perdarahan dan perlunakan serebral. Perdarahan

Page 14: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

kortikal petekie merupakan yang paling sering dijumpai, khususnya meliputi lobus

occipitalis. Edema serebral yang difus dan perdarahan masif lebih jarang dijumpai.

Trombosis vena serebral sering dijumpai pada wanita dengan eklampsia paska persalinan.

Angka kematian perinatal pada kehamilan eklamptik adalah 9-23% dan berhubungan

erat dengan usia kehamilan. Angka kematian perinatal pada satu penelitian terhadap 54

parturien dengan eklampsia sebelum usia kehamilan 28 minggu adalah 93%; angka ini

hanya sebesar 9% pada penelitian lain dengan rata-rata usia kehamilan pada saat

melahirkan 32 minggu. Kematian perinatal terutama diakibatkan oleh persalinan prematur,

solusio plasenta dan asfiksia intrauterin.

Kehamilan berikutnya

Eklampsia dapat timbul kembali pada kehamilan berikutnya. Risiko tersebut dapat dikurangi

dengan pemantauan ibu yang ketat dan intervensi segera jika terjadi preeklampsia. Tetapi

belum ada cara yang efektif untuk mencegah terjadinya preeklampsia. Tingkat rekurensia

eklampsia diperkirakan berkisar sekitar 2%.

Kehamilan berikutnya pada wanita dengan riwayat preeklampsia berat / eklampsia juga

meningkatkan risiko komplikasi obstetri lainnya dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat

tersebut, termasuk solusio plasenta (2,5-6,5% berbanding 0,8%), persalinan preterm (15-

21% berbanding 7-8%), pertumbuhan janin terhambat (12-23% berbanding 10%) dan

peningkatan tingkat kematian perinatal (4,6-16,5% berbanding 1-3%). Wanita dengan

riwayat preeklampsia/eklampsia pada kehamilan < 28 minggu, memiliki risiko tertinggi

untuk terjadinya komplikasi tersebut. Risiko tersebut tampaknya sama, baik pada

preeklampsia berat maupun eklampsia.

Dapatkah eklampsia diprediksi ?

Hubungan antara hipertensi, gejala dan tanda dari iritabilitas kortikal (sakit kepala,

gangguan penglihatan, mual, muntah, demam, hiperrefleksia) dan kejang-kejang masih

belum jelas. Analisis retrospektif terhadap 383 kasus eklampsia di Inggris menemukan

hanya 59% wanita eklampsia menunjukkan satu atau lebih gejala prodromal - sakit kepala,

gangguan penglihatan (skotomata, amaurosis, pandangan kabur, diplopia, hemianopsia

homonimus), atau nyeri epigastrium - sebelum terjadinya kejang eklampsia. Selanjutnya,

besarnya peningkatan tekanan darah tampaknya tidak dapat memprediksi terjadinya

Page 15: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

eklampsia, walaupun keadaan tersebut berhubungan erat dengan insidensi terjadinya

gangguan serebrovaskular. Analisis retrospektif menunjukkan bahwa eklampsia merupakan

manifestasi pertama dari penyakit hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan pada

20-38% kasus. Temuan yang sama juga dilaporkan pada penelitian di Swedia, Skotlandia

dan Amerika Serikat. Pada salah satu dari penelitian tersebut, faktor-faktor tersebut paling

tidak secara parsial bertanggung jawab terhadap gagalnya pencegahan terhadap eklampsia

(179 kasus) merupakan kesalahan dokter (36%), kegagalan magnesium (13%), onset pada

paska persalinan lanjut (12%), onset dini sebelum kehamilan 21 minggu (3%), onset

mendadak (18%) dan asuhan antenatal yang kurang (19%). Oleh karena itu, banyak kasus-

kasus eklampsia tampaknya tidak dapat dicegah, walaupun pada wanita-wanita dengan

asuhan prenatal yang teratur.

Pencegahan terhadap kejang eklampsia pertama

Walaupun tidak semua kasus eklampsia dapat diprediksi, pemberian terapi anti kejang

terhadap parturien risiko tinggi dapat mencegah terjadinya kejang pertama pada wanita

dengan preeklampsia berat. Dua penelitian besar telah menunjukkan keunggulan

magnesium sulfat dibandingkan dengan fenitoin dalam mencegah eklampsia, Kelompok

rumah sakit Parkland secara acak memberikan magnesium atau fenitoin terhadap 2138

wanita preeklampsia. Kejang eklamptik timbul pada 10 dari 1089 wanita yang menerima

fenitoin dibandingkan dengan tidak ada satupun kejang eklamptik dari 1049 wanita yang

menerima magnesium (P = 0,004). Keluaran ibu dan neonatus adalah sama pada kedua

kelompok. Data tersebut didukung oleh penelitian yang baru dilakukan di Afrika Selatan

dimana 685 wanita dengan preeklampsia berat secara acak diberikan profilaksis kejang

dengan terapi magnesium sulfat atau placebo. Perkembangan menjadi eklampsia lebih

rendah pada kelompok magnesium (0,3% berbanding 3,2% [P = 0,003]).

Terapi anti kejang secara umum dimulai selama kehamilan atau pada saat memberikan

terapi kortikosteroid antenatal atau obat untuk mematangkan serviks sebelum

perencanaan persalinan pada wanita dengan preeklampsia berat. Terapi harus dilanjutkan

hingga 24 sampai 48 jam pascapersalinan dan risiko terjadinya kejang adalah rendah.

Regimen magnesium sulfat yang paling sering digunakan adalah dosis awal 4 sampai 6 g

diberikan intravena lebih dari 20 menit, diikuti dengan 2 sampai 3 g / jam sebagai infus

kontinyu. Tidak jelas apakah semua wanita dengan preeklampsia memerlukan profilaksis

Page 16: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

untuk mencegah terjadinya kejang pada sejumlah kecil pasien (0,6 - 3,2%). Selanjutnya

pada wanita hipertensi tanpa proteinuria , insidensi terjadinya kejang adalah sangat rendah

(< 0,1%) yang akan aman bila tidak diberikan profilaksis kejang pada wanita tersebut.

TABEL 2. Pencegahan kejang berulang pada wanita dengan eklampsia

Obat Dosis awal Dosis rumatan Kadar terapi

Direkomendasikan sebagai terapi utamaMagnesium

sulfat

4-6 g IV lebih dari 10-20

menit

2-3 g/jam IV infus 4-8 mEq/L*

10 g IM (5 g pada setiap

bokong)

5 g IM setiap 4 jam Seperti diatas

Terapi yang direkomendasikan pada wanita yang refrakter terhadap Fenitoin 1-1,5g IV lebih dari 1 jam

(tergantung berat badan)

250-500 mg setiap

10-12 jam oral atau

10-20 ^g/ml

Diazepam° - 10 mg/jam IV infuse -Chlormethiazol

ef

40-100 mL dari 0,8% lebih

dari 20 menit

60 ml/jam IV infus

* Tidak diuji secara prospektif ° Amobarbital / pentotal f Tidak tersedia di Amerika Serikat

Page 17: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

GAGAL GINJAL

Gagal ginjal akut ditandai dengan pelepasan reduksi pada filtrasi glomerular, yang

mengarah kepada eksesif retensi urea dan air sama halnya dengan sejumlah elektrolit dan

gangguan keseimbangan asam basa. Gagal ginjal akut adalah salah satu komplikasi yang

jarang terjadi pada preeklampsia, tetapi keadaan yang sebenarnya tetap tidak bisa

ditentukan. Berdasarkan pengalaman pada satu senter, 18% dari semua kasus gagal ginjal

akut berasal dari kasus obstetri. Diantara pasien tersebut, 20,9% dari semua kasus terjadi

dengan didahului oleh preeklampsia. Kondisi lain yang harus dipertimbangkan meliputi

sindroma hemolisis uremia, penyakit renovaskuler primer dan solusio plasenta.

Etiologi dan Patogenesis

Karakteristik histologis pada lesi renal pada preeklampsia adalah adanya endoteliasis

glomerulus, dimana glomerulus besar dan membengkak dengan sel-sel endotel bervakuola.

Gambaran histologis ini, berpasangan dengan vasokonstriksi umum yang menandai

preeklampsia, menyebabkan penurunan sebesar 25-30% dari aliran plasma ginjal dan

glomerular filtrasi dibandingkan dengan kehamilan normal. Bagaimanapun, kerusakan

fungsional pada ginjal dibandingkan dengan preeklampsia secara umum bersifat ringan dan

mengalami perbaikan sempurna setelah persalinan. Sebagai contoh, gagal ginjal akut pada

wanita preeklampsia yang secara klinis bermakna jarang terjadi.

Penyebab dari terjadinya gagal ginjal akut dapat dibagi dalam 3 kategori besar;

prerenal (yang dihubungkan dengan hipoperfusi ginjal tanpa melibatkan parenkim),

intraarenal (yang mengakibatkan kerusakan instrinsik pada parenkim ginjal), dan postrenal

(yang berimplikasi pada obstruktif uropati). Keadaan patologis prerenal dan intrarenal (akut

tubular nekrosis) sekitar 83-90% dari semua kasus gagal ginjal akut pada preeklampsia.

Kerusakan ginjal sekunder dengan perubahan patologi seperti ini terlihat paling

umum pada preeklampsia dan biasanya mengalami perbaikan sempurna setelah

persalinan. Sebaliknya, nekrosis korteks renal bilateral, berkisar 10-29% dari kasus-kasus

gagal ginjal akut pada kehamilan, adalah kondisi yang jauh lebih serius dan dihubungkan

dengan angka kematian maternal dan angka kematian perinatal beserta

komplikasinya.Hal ini paling umum terlihat pada wanita dengan latar belakang hipertensi

kronik dan superimposed preeklampsia, dikenal sebagai penyakit parenkim ginjal, solusio

plasenta atau DIC.

Page 18: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Prognosis

Pada tahun 1990, Sibai dan kawan-kawan melaporkan pengalaman mereka tentang hasil

kehamilan preterm, keluaran kehamilan selanjutnya, dan mengontrol prognosis pada 31

pasien dengan preeklamsia yang berkomplikasi dengan gagal ginjal akut yang dikumpulkan

lebih dari 11 tahun. Insisdensi nyata gagal ginjal akut tidak bisa ditentukan karena sebagian

besar pasien dikirim dari institusi lain. Angka kematian maternal adalah 10 % (3/31). Secara

keseluruhan 14 dari 31 pasien (46,6%) memerlukan dialisis, dan tidak ada perbedaan dalam

presentase antara wanita yang memerlukan dialisis untuk preeklampsia (50%) dan

hipertensi kronik dengan superimpos preeklampsia (42%). Dari ke-18 pasien dengan gagal

ginjal akut yang didahului oleh preeklampsia mengalami akut tubular nekrosis, dengan

resolusi lengkap dari fungsi ginjal setelah melahirkan. Sebaliknya 3 dari 13 pasien dengan

hipertensi kronik dan superimpos preeklampsia mengalami nekrosis korteks bilateral, 9 dari

11 (81,8%) pasien yang hidup memerlukan dialisis jangka panjang, dan 4 pasien mengalami

kematian karena gagal ginjal terminal sebelum publikasi. Berdasarkan hal ini dapat

disimpulkan bahwa identifikasi dini dan penanganan yang tepat dari gagal ginjal akut pada

parturien yang sebelumnya sehat dengan preeklamsia tidak berakhir dengan kerusakan

ginjal residual jangka panjang.

Penelitian yang sama dari Memphis, Tennessee, sebelumnya melaporkan

pengalaman mereka dengan sindroma HELLP dan gagal ginjal akut. Dari semua kasus gagal

ginjal akut yang didahului oleh sindroma HELLP adalah 7,3 %. Pada penelitian kohort

mereka, didapatkan angka kematian maternal sebesar 13 % dan angka kematian perinatal

sebesar 34%. Sebagian besar dari 32 pasien dengan sindroma HELLP dan gagal ginjal akut

terjadi saat pascapersalinan. Analisis lebih lanjut mengatakan bahwa keadaan dengan latar

belakang hipertensi kronik berhubungan dengan keluaran hasil persalinan yang kurang

begitu baik diharapkan dan prognosis jangka panjang yang lebih baik.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari gagal ginjal akut yang didahului oleh preeklamsia harus difokuskan

pada penyingkiran diagnosis lain, khususnya kondisi yang mungkin bersifat reversibel (misal

dehidrasi atau obstruktif uropati). Terapi suportif meliputi kontrol tekanan darah,

pengaturan posisi pasien untuk meningkatkan aliran darah ginjal, koreksi keseimbangan

cairan dan elektrolit, dan mempertahankan nutrisi yang adekuat. Bila dialisis diperlukan

selama masa kehamilan, maka hemodialisis yang dianjurkan bukan dialisis peritoneal.

Page 19: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

KEDARURATAN HIPERTENSI

Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi dari preeklampsia sebagaimana yang

terjadi pada hipertensi kronik. Walaupun patofisiologinya mungkin berbeda pendekatan

evaluasi akut dan penatalaksanaanya adalah sama, dengan tujuan utama untuk mencegah

terjadinya hipertensi ensefalopati dan serangan serebrovaskular (CVA). Sampai sekarang

yang belum jelas apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan

terjadinya eklampsia. Walaupun jarang, CVA sebagai akibat dari hipertensi akut merupakan

salah satu penyebab terjadinya kematian maternal dari preeklampsia.

Diagnosis banding

Hipertensi akut mungkin juga merupakan salah satu hasil dari berbagai macam kelainan ini.

Walaupun etiologinya tampak jelas, pertimbangan harus diberikan untuk berbagai

kemungkinan diagnosa selain dari eklampsia, jika manifestasi kliniknya atipikal. Diagnosia

alternatif yang mungkin antara lain : kromositoma, trombosis vena renalis, gejala rebound

pada pemberian klonidin, penyalahgunaan kokain dan metamfetamin, hiperemi akut pada

kulit akibat penyakit kolagen vaskuler. Dalam berbagai kasus, yang melatarbelakangi

terjadinya hipertensi akut adalah hipertensi esensial yang memburuk atau eksaserbasi akut

dari preeklampsia.

Patofisiologi

Mengapa kedaruratan hipertensi terjadi pada beberapa pasien sedangkan yang lainnya

tampak tidak jelas? Beberapa ahli telah berusaha untuk mendifinisikan ambang parameter

dari krisis hipertensi dan mengeluarkan pernyataan bahwa tekanan darah diastolik harus

lebih dari 115 mmHg dan/ atau sistolik lebih dari 200 mmHg untuk menetapkan diagnosis

hipertensi krisis. Namun dari pengalaman klinik menunjukkan bahwa CVA dapat terjadi

pada wanita dengan tekananan darah yang konsisten dibawah parameter diatas. Para ahli

yang lain mengajukan pendapat bahwa angka rata-rata telah berubah dibandingkan dengan

pengukuran yang absolut yang bertanggungjawab terjadinya kerusakan otak.

Krisis hipertensi dapat mempengaruhi berbagai sistim organ. Ablasio retina dan atau

perdarahan pada retina, gagal jantung kongestif, infark miokard, gagal ginjal, gagal hati,

solusio plasenta, dan ensefalopati hipertensi dimana semuanya ini dapat terjadi akibat

hipertensi akut yang tidak terkontrol. Bukti-bukti klinis dari akibat kerusakan pada organ

akhir tersebut harus segera mendapat perhatian dan penanganan yang segera yang

mengacu pada pengontrolan tekanan darah.

Page 20: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Sebagian besar pasien dirawat tanpa menggunakan pengawasan hemodinamik yang

invasif, tapi pasien-pasien dengan kasus atipikal yang berat sebaiknya dirawat pada pusat

rujukan tersier dengan dibawah pengawasan dokter-dokter yang memiliki keahlian dalam

bidang kedaruratan medik (critical care medicine).

Penatalaksanaan

Kedaruratan hipertensi dalam kehamilan merupakan suatu tantangan klinis yang sangat

bermakna. Langkah pertama yang terpenting dalam penatalaksanan hipertensi krisis adalah

untuk menurunkan tekanan darah, namun menurunkan tekanan darah secara tiba- tiba

harus dihindari. Idealnya penurunan tekanan darah yang pertama kali adalah 20 %, dengan

target untuk sistolik 140-150 mmHg dan diastolic 90-100 mmHg, sehingga hasilnya akan

sangat membantu dalam memperbaiki keadaan pasien. Hipertensi yang refrakter dalam

terapi klinis merupakan indikasi penting untuk melakukan terminasi kehamilan, dan untuk

kasus-kasus yang ekstrim, seksio sesarea perimortem perlu dilakukan.

Pada hipertensi akut dengan komplikasi hipertensi ensefalopati penatalaksanaanya

harus dilakukan dengan menggunakan fasilitas ICU. Pemberian sodium nitropruside

merupakan obat pilihan utama antihipertensi pada keadaan ini. Pada dosis yang melebihi

dari 8 |ig/kg/menit, hati-hati terjadinya akumulasi sianida dan tiosianat pada janin .

Dianjurkan dilakukan pengawasan ketat dari kadar sianida pada pasien-pasien yang

mendapat sodium nitropruside dosis tinggi. Obat-obat lainnya yang dapat digunakan pada

keadaan ini untuk menurunkan tekanan darah secara akut telah dirangkum dalam tabel 3.

TABEL 3. Penatalaksanaan farmakologi krisis hipertensi akut

Obat Dosis Keterangan

Direkomendasikan sebagai terapi utamaHidralazin 5 mg iv bolus diberikan dalam 10 menit x

2

Hati-hati terhadap hipotensi

dandosis: kemudian dilanjutkan 10 mg iv

bolus

kemungkinan akibat buruk

padadiberikan dalam 20 menit sampai

tekanan darah

perfusi uteroplasenta.stabil pada 140-150/90-100 mm Hg

Labetalol 10-20 mg iv bolus : ulangi dalam 10-20

menit

Hati-hati terhadap hipotensi

dandengan dosis ganda (tidak lebih dari 80

mg

kemungkinan akibat buruk

padadalam beberapa dosis tunggal) saampai

total

perfusi uteroplasenta.maksimum 300 mg.

Nifedipin 10 mg oral dalam 30 menit x 2 dosis:

kemudian

Nifedipin sublingual lebih baik10-20 mg peroral per 4-6 jam dihindari

Direkomendasikan pada wanita yang refrakter terhadap

terapi utama

Page 21: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Sodium 0,5-3,0 |ag/kg/min iv perinfus (tidak

melebihi

Sebaiknya hanya dilakukan

olehnitroprusid 800 |ag/min) seseorang yang

berpengalamanNitrogliserin 5 |ag/min iv perinfus ditingkatkan sesuai Kontraindikasi relatif padakebutuhan setiap 5 menit sampai dosis keadaan hipertensi

ensefalopatimaksimum 100 |ag/min. karena dapat meningkatkan

aliran darah otak dan tekanan

intrakranial.

Penatalaksanaan definitif dari hipertensi krisis yang disebabkan preeklampsia adalah

terminasi kehamilan. Anestesi analgesik regional lebih sering dipakai pada keadaan ini jika

tidak ada bukti-bukti terjadinya koagulopati dan tidak ada kontraindikasi untuk dilakukannya

anestesi regional. Pada pasien-pasien ini penting untuk mencegah terjadinya hipotensi. Jika

dibutuhkan anestesi umum maka diperlukan pengawasan tekanan darah dan diperlukan

premedikasi untuk mencegah peningkatan tekanan darah yang seringkali dijumpai pada fase

induksi dari anestesi umum.

Page 22: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

HIPERTENSI ENSEFALOPATI DAN BUTA KORTIKAL

Buta kortikal diketahui sebagai komplikasi dari preeklampsia berat. Manifestasi optalmologi

dari preeklampsia antara lain : ablasio retina, vasospasme arteriola retina dan trombosis

arteri-arteri sentralis retina. Insiden dari buta kortikal yang merupakan manifestasi dari

ensefalopati hipertensi pada preeklampsia berat adalah 1-15 %.

Patofisiologi

Otak secara normal dilindungi dari tekanan darah yang ekstrim oleh suatu sistim

autoregulasi yang mengatur perfusi konstan pada tekanan sistemik yang mempunyai

rentang yang bervariasi. Untuk penatalaksanaan hipertensi sistemik, arteriol-arteriol

serebral perlu dilebarkan untuk mempertahankan perfusi yang adekuat, dimana pembuluh-

pembuluh mengalami penyempitan sebagai respon dari tingginya tekanan sistemik. Diatas

dari batas tertinggi dari autoregulasi, dapat terjadi ensefalopati hipertensi . Hipertensi

ensefalopati merupakan suatu sindroma neurologik subakut yang ditandai dengan sakit

kepala, kejang, penurunan penglihatan dan gangguan-gangguan neurologik lainnya

(perubahan status mental, gejala-gejala fokal neurologik) pada keadaan tekanan darah yang

meningkat. Walaupun sindroma ini bersifat reversibel jika hipertensi yang terjadi diobati

secara dini, namun tetap menjadi fatal jika gejala-gejala ini tidak dikenali atau jika

pengobatan ini tertunda. Penemuan klinis bersifat tidak spesifik dan diagnosisnya mungkin

sulit untuk ditegakkan terutama pada pasien-pasien yang menderita penyakit lainnya.

Kondisi-kondisi neurologi yang bervariasi seperti CVA, trombosis vena, ensefalitis dapat

menutupi gejala klinis dari hipertensi ensefalopati. MRI berguna dalam menegakkan

diagnosa pada kasus-kasus klinik yang sesuai.

Studi -studi otopsi klasik dari Sheehan dan Lynch tahun 1960 menghasilkan suatu

pendapat bahwa preeklampsia dan eklampsia lebih sering dihubungkan dengan meluasnya

edema serebral. Lesi yang paling sering dijumpai adalah perdarahan petekie multipel pada

daerah kortek, subkortek, substansia alba dan otak bagian tengah. Karena perdarahan

petekie berkaitan dengan adanya trombus kapiler, maka para ahli menyimpulkan bahwa

lesi-lesi tersebut disebabkan oleh suatu gangguan vaskuler yang menyebabkan lokal

iskemik. Kadang-kadang edema difus yang berat tampak pada eklampsia, namun semakin

spesifik lesi, maka edem otak semakin terlokalisir pada jaringan penghubung substansia

alba dan grisea pada lobus oksipital. Kerentanan dari sirkulasi posterior pada lesi hipertensi

ensefalopati sudah dikenal, tapi fenomena terjadinya masih belum banyak dimengerti. Satu

Page 23: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

penjelasan yang mungkin adalah terdapatnya hubungan dengan heterogenitas regional dari

penemuan simpatis vaskuler.

Pada studi eksperimental, persarafan-persarafan simpatis dari arteriol-arteriol

intrakranial telah terbukti untuk melindungi otak dari peningkatan tekanan darah yang

bermakna. Kemudian , studi-studi ultrastruktural telah menunjukkan bahwa sistim karotis

interna mendapat suplai yang lebih baik dengan inervasi simpatis jika dibandingkan dengan

sistim vertebrobasiler. Hipertensi akut menurut hipotesa ini dapat menstimulasi saraf-saraf

simpatis perivaskuler, yang dapat melindungi bagian anterior tapi tidak inervasi bagian

posterior yang sirkulasinya lebih sedikit. Hipotesa tersebut dapat menghasilkan suatu

hipotesa baru dengan edema yang sebagian besar terdapat pada lobus oksipital yang

bermanifestasi klinis pada mata.

Dua teori yang telah diajukan untuk menghitung kelainan-kelainan klinis dan

radiologis pada hipertensi ensefalopati dan buta kortikal. Postulat I menyatakan bahwa

hipertensi ensefalopati disebabkan karena adanya spasme dari vaskular serebral sebagai

respon dari hipertensi akut, yang juga dapat menyebabkan kerusakan iskemik, nekrosis

arteriol, dan edema sitotoksik. Hipotesis alternatif yang terbaru adalah sindrom-sindrom

yang berasal dari rusaknya autoregulasi dengan overdistensi pasif dari arteriol-arteriol

serebral, yang mengacu pada peningkatan permeabilitas kapiler dengan kebocoran cairan

dan protein sampai disekeliling jaringan, menghasilakan edema vasogenik ( hidrostatik).

Pada kedua contoh diatas hasil akhir dari progresifitas penyakit adalah edema serebral

fokal. Terdapatnya edema serebral pada hasil CTscan dan MRI kepala, tidak membantu

dalam mendefinisikan mekanisme yang melatarbelakangi terjadinya hipertensi

ensefalopati. Peningkatan neuroimaging mungkin dilakukan, termasuk SPECT (single photon

emission computed tomography), yang dapat membedakan baik area hiper/hipoperfusi,

yang telah memungkinkan dilakukannya penyelidikan secara lebih terperinci dari respon

vaskuler serebral pada hipertensi.

Pada tahun 1992, Schwarts dkk melaporkan pada penggunaan CT MRI dan SPECT

pada 14 pasien dengan ensefalopati hipertensi, termasuk 8 diantaranya menderita

preeklampsia. Semua pasien mempunyai lesi-lesi hipodens pada lobus oksipital yang

tampak pada CT, yang berkaitan dengan lesi-lesi dari peningkatan intensitas sinyal yang

terdapat pada T2 weighted MRI . SPECT yang dilakukan pada 2 pasien dalam episode

hipertensi pada area yang terbuka akan meningkatkan perfusi serebral, yang berkaitan

Page 24: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

dengan lesi-lesi yang ditemukan pada CT-scan dan MRI. Data-data ini menunjang konsep

yang menyatakan bahwa ensefalopati hipertensi merupakan hasil primer dari peningkatan

permeabilitas vaskuler yang memacu timbulnya edema vasogenik. Jika vasospasme dan

resultan iskemia merupakan hal-hal yang penting, penurunan perfusi serebral pada SPECT

mungkin akan lebih diawasi dengan infark yang mungkin terjadi. Namun infark ini jarang

terjadi baik secara klinis maupun secara eksperimental.

Penatalaksanaan

Buta kortikal dan manifestasi lainnya dari ensefalopati hipertensi merupakan suatu

kontraindikasi untuk dilakukannya perawatan dari preeklampsia dalam kehamilan.

Kelahiran bayi dan plasenta merupakan satu-satunya terapi yang kuratif. Tanggung jawab

lainnya dari penatalaksanan ini termasuk menyingkirkan penyebab lainnya dari kebutaan

(mis : perdarahan oksipital, dan ablasio retina) dan pengontrolan tekanan darah . Buta

kortikal akan sembuh secara sempurna sesudah kelahiran walaupun masa

penyembuhannya mungkin memakan waktu beberapa minggu.

HELLP SINDROME

Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinsteint (1982)

yang menjelaskan, bahwa Sindroma HELLP, berarti preeclampsia - eclampsia

yang mengalami :

H : hemolisis,

EL : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar

LP : low patelet count : throbositopenia

Permasalahan yang sering timbul pada sindroma ini baik pada diagnosis maupun dalam hal

penatalaksanaan. Karena gejala dan tanda sindroma HELLP sangat bervariasi sehingga

seringkali diagnosis ditegakkan saat penyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Akibatnya

morbiditas ibu lebih tinggi lagi. Morbiditas yang paling sering terjadi adalah penggunaan

transfusi darah atau produk-produk darah. Disamping itu resiko terjadinya edema paru, “

consumptive coagulopathy “, gagal ginjal, infark dan ruptur hepar serta gagal jantung paru

sangat tinggi.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Patogenesis Hellp syndrome masih belum jelas. Normalnya pada kehamilan terutama pada

Page 25: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

trimester III akan terjadi penurunan tekanan darah, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin

dan volume darah meningkat. Pada PEB terjadi tekanan darah yang meningkat, sedang

renin, angiotensin II, prostasiklin menurun. Prostasiklin menyebabkan penurunan

vasokonstriksi, platelet agregation, uterine activity dan peningkatan utero-plasental blood

flow. Sedang Tromboksan bekerja sebaliknya. Perubahan material-material diatas dianggap

berperan untuk terjadinya Hellp sindrome.

Hemolisis mikroangiopati pertama kali dikemukakan tahun 1962 dan didefinisikan sebagai

kelompok gangguan klinik dengan fragmentasi sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Oleh

Weinstein (1982) mengemukakan bahwa pada preeklampsia hemolisis terjadi akibat

vasospasme pembuluh darah dan interaksi sel darah merah dengan sel endotel pembuluh

darah yang abnormal atau mungkin juga oleh karena proses imun. Terjadinya reaksi

peroksidase pada membran sel darah merah menyebabkan ketidakstabilan membran

eritrosit dan perubahan ini menyebabkan eritrosit rentan untuk mengalami hemolisis.

Kelainan membran ini terutama didapatkan pada penderita yang disertai kelainan hepar.

Ada beberapa parameter laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya

hemolisis mikroangiopati antara lain haptoglobin, LDH, bilirubin (semen dan urine),

hemoglobin bebas, apusan darah tepi. Meskipun demikian pemeriksaan yang di anggap “

Gold standar “ belum ada. Diantara beberapa parameter ini, haptoglobin merupakan

pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengetahui secara dini adanya hemolisis

mikroangiopati.

Peningkatan enzim hati (alanin aminotrasferase, aspartat aminotransferase dan laktat

dehidrogenase) terjadi karena adanya nekrosis parenkim dan perdarahan dalam sinusoid

hepar. Terjadinya nekrosis dan perdarahan ini akibat tumpukan bahan yang menyerupai

fibrin dalam sinusoid hepar sehingga terjadi obstruksi aliran darah. Jika perdarahan dan

nekrosis dan nekrosis cukup berat akan terjadi infark atau pembentukan hematoma

subkapsuler. Berapa nilai yang dianggap abnormal juga berbeda-beda. Weinstein yang

pertama kali mempopulerkan istilah ini tidak menyebutkan kadar berapa yang dianggap

abnormal. Menurut Goodlin dan Thiagarah, kadar SGOT yang dianggap abnormal bila nilai >

50 IU/L. Vandam dkk menggunakan nilai > 16 IU/L, Brazy dkk menggunakan nilai 50 IU/L dan

sibai dan Aarnnoudse menggunakan nilai ≥ 72 IU/L sedangkan Martin dkk menggunakan

Page 26: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

kadar SGOT ≥ 40 IU/L dan SGPT ≥ 40 IU/L. Kadar LDH yang dianggap abnormal

bervariasi antara 195 – 600 IU/L . Trombositopenia. Meskipun jarang berat, merupakan

kelainan hematologis yang paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia. Disebut

trombositopenia bila jumlah trombosit ≤ 150.000. Dan jika didapatkan trombositopenia ≤

100.000 maka lambat atau cepat dapat masuk kedalam “fulminant HELLP“. Angka kejadian

trombositopenia pada PEB sebesar 20%.

Pathofisiologi terjadinya penurunan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia:

1. Meningkatnya pemakaian dan agregasi/aglutinasi diperifer

2. Aktivasi trombosit meningkat

3. Waktu hidup trombosit lebih pendek

4. Dan penurunan kadar prostasiklin (prostasiklin merupakan penghambat agregasi

trombosit yang kuat).

Oleh sebab itu beratnya trombositopenia menggambarkan derajat kerusakan sel endotel,

agregasi trombosit, pemecahan/destruksi trombosit dan penumpukan mikrotrombus.

Jumlah trombosit pada penderita preeklampsia merupakan indikator yang paling baik untuk

melihat adanya komplikasi pada ibu, janin maupun neonatus. Jumlah trombosit yang <

150.000/ul merupakan periode transisi dan jumlah trombosit < 100.000/uL merupakan

tanda bahwa penyakit cukup berat sehingga bila persalinan ditunda trombosit akan

menurun menilai lebih rendah lagi. Penderita dengan jumlah trombosit ≤ 50.000/ul

mempunyai risiko tinggi untuk mengalami perdarahan post partum, komplikasi perdarahan

dari luka operasi atau luka episiotomi juga ada hubungannya dengan jumlah trombosit.

Pemberian trannsfusi trombosit untuk tindakan profilaksis tidak menjamin bahwa

komplikasi perdarahan post partum atau dari luka operasi akan menurun. Oleh karena itu

adalah penting untuk untuk melakukan pengamatan jumlah trombosit pada penderita

preeklampsia khususnya preeklampsia berat khususnya yang mendapatkan perawatan

konservatif.

DIAGNOSIS

Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan

kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung

nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam

mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan dalam nilai

standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. Di

Page 27: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD. (Tabel 3).

Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee,

Memphis)

Hemolisis

- Kelainan apusan darah tepi

- Total bilirubin > 1,2 mg/dl

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Peningkatan fungsi hati

- Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L

- Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L

Jumlah trombosit yang rendah

- Hitung trombosit < 100.000/mm

Klasifikasi sindroma HELLP

Berdasar kadar thrombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi, menjadi :

Klas 1 : thrombositopenia : ≤ 50.000/cc

Klas 2 : > 50.000 ≤ 100.000/cc

Klas 3 : > 100.000 ≤ 150.000/cc

Disertai : hemolisis dan disfungsi hepar yaitu : LDH ≥600 IU/L, AST dan/atau

ALT ≥ 40 IU/L

PENATALAKSANAANPasien sindrom HELLP harus diterapi profilaksis MgSO4 untuk mencegah kejang, baik dengan atau tanpa hipertensi. Bolus 4-6 g MgSO4 20% sebagai dosis awal, diikuti dengan infus 2 g/jam. Pemberian infus ini harus dititrasi sesuai produksi urin dan diobservasi terhadap tanda dan gejala keracunan MgSO4. Jika terjadi keracunan, berikan 10-20 ml kalsium glukonat 10% iv.

Terapi anti hipertensi harus dimulai jika tekanan darah menetap > 160/110 mmHg di samping penggunaan MgSO4. Hal ini berguna menurunkan risiko perdarahan otak, solusio plasenta dan kejang pada ibu. Tujuannya mempertahankan tekanan darah diastolik 90 - 100 mmHg. Anti hipertensi yang sering digunakan adalah hydralazine iv dalam dosis kecil 2,5-5 mg (dosis awal 5 mg) tiap 15-20 menit sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Labetalol dan nifedipin juga digunakan dan memberikan hasil baik. Karena efek potensiasi, harus hati-hati bila nifedipin dan MgSO4 diberikan bersamaan. Diuretik dapat mengganggu perfusi plasenta sehingga tidak dapat digunakan.

Page 28: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Langkah selanjutnya ialah mengevaluasi kesejahteraan bayi dengan menggunakan tes tanpa tekanan, atau profil biofisik, biometri USG untuk menilai pertumbuhan janin terhambat. Terakhir, harus diputuskan apakah perlu segera mengakhiri kehamilan. Amniosentesis dapat dilakukan pada pasien tanpa risiko perdarahan. Beberapa penulis menganggap sindrom ini merupakan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan dengan seksio sesarea, namun yang lain merekomendasikan pendekatan lebih konservatif untuk memperpanjang kehamilan pada kasus janin masih immatur. Perpanjangan kehamilan akan memperpendek masa perawatan bayi di NICU (Neonatal Intensive Care Unit), menurunkan insiden nekrosis enterokolitis, sindrom gangguan pernafasan. Beberapa bentuk terapi sindrom HELLP yang diuraikan dalam literatur sebagian besar mirip dengan penanganan preeklampsi berat.Jika sindrom ini timbul pada saat atau lebih dari umur kehamilan 35 minggu, atau jika ada bukti bahwa paru janin sudah matur, atau janin dan ibu dalam kondisi berbahaya, maka terapi definitif ialah mengakhiri kehamilan. Jika tanpa bukti laboratorium adanya DIC dan paru janin belum matur, dapat diberikan 2 dosis steroid untuk akselerasi pematangan paru janin, dan kehamilan diakhiri 48 jam kemudian. Namun kondisi ibu dan janin harus dipantau secara kontinu selama periode ini. Goodlin meneliti bahwa terapi konservatif dengan istirahat dapat meningkatkan volume plasma. Pasien tersebut juga menerima infus albumin 5 ataU 25%; usaha ekspansi volume plasma ini akan menguntungkan karena meningkatkanjumlah trombosit. Thiagarajah meneliti bahwa peningkatan jumlah trombosit dan enzim hati juga bisa dicapai dengan pemberian prednison atau betametason. Clark dkk. melaporkan tiga kasus sindrom HELLP yang dapat dipulihkan dengan istirahat mutlak dan penggunaan kortikosteroid. Kehamilan pun dapat diperpanjang sampai 10 hari, dan semua persalinan melahirkan anak hidup; pasienpasien ini mempunyai jumlah trombosit lebih dari 100.000/mm3 atau mempunyai enzim hati yang normal. Dua laporan terbaru melaporkan bahwa penggunaan kortikosteroid saat antepartum dan postpartum menyebabkan perbaikan hasil laboratorium dan produksi urin pada pasien sindrom HELLP. Deksametason l0 mg/12 jam iv lebih baik dibandingkan dengan betametason 12 mg/24 jam im, karena deksametason tidak hanya mempercepat pematangan paru janin tapi juga menstabilkan sindrom HELLP. Pasien yang diterapi dengan deksametason mengalami penurunan aktifitas AST yang lebih cepat, penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) dan peningkatan produksi urin yang cepat, sehingga pengobatan anti hipertensi dan terapi cairan dapat dikurangi. Tanda vital dan produksi urine harus dipantau tiap 6-8 jam. Terapi kortikosteroid dihentikan jika gejala nyeri kepala, mual, muntah, dan nyeri epigastrium hilang dengan tekanan darah stabil <160/110 mmHg tanpa terapi anti hipertensi akut serta produksi urine sudah stabil yaitu >50 ml/jam. Sindrom ini bukan indikasi seksio sesarea, kecuali jika ada hal-hal yangmengganngu kesehatan ibu dan janin. Pasien tanpa kontraindikasi obstetri harusdiizinkan partus pervaginam. Sebaliknya, pada semua pasien dengan umuR kehamilan > 32 minggu persalinan dapat dimulai dengan infus oksitosin seperti induksi, sedangkan untuk pasien < 32 minggu serviks harus memenuhi syarat untuk induksi. Pada pasien dengan serviks belum matang dan umur kehamilan < 32 minggu, seksio sesarea elektif merupakan cara terbaik. Transfusi trombosit diindikasikan baik sebelum maupun sesudah persalinan,jika hitung trombosit < 20.000/mm3. Namun tidak perlu diulang karena pemakaiannya terjadi dengan cepat dan efeknya sementara. Setelah persalinan, pasien harus diawasi ketat di ICU paling sedikit 48 jam. Sebagian pasien akan membaik selama 48 jam postpartum; beberapa, khususnya yang DIC, dapat terlambat membaik atau bahkan memburuk. Pasien demikian memerlukan pemantauan lebih intensif untuk beberapa hari. Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan dalam penelitian 304 pasien sindrom

Page 29: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

HELLP, 95 pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun postpartum. Penanganannya sama dengan pasien sindrom HELLP anteparturn, termasuk profilaksis antikejang. Kontrol hipertensi harus lebih ketat

Page 30: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

PENUTUP

KESIMPULAN

Preeklampsia merupakan suatu penyebab yang bermakna dari penyebab kematian

maternal dan perinatal serta komplikasinya. Sekali diagnosis dari preeklampsia dibuat,

pilihan dari terapi adalah terbatas. Karena itu, perhatian lebih difokuskan pada pencegahan

terjadinya preeklampsia. Walaupun penelitian secara ekstensif telah dilakukan, tidak ada

strategi tunggal yang telah menunjukkan kelebihan dalam mencegah perkembangan

preeklampsia baik pada populasi dengan risiko tinggi atau rendah. Preeklampsia merupakan

suatu kelainan implantasi plasenta dan hal ini tidak sepenuhnya dapat diterima. Kelahiran

dari janin dan plasenta menjadi satu-satunya terapi kuratif.

Suatu kondisi dimana kesehatan yang dipertahankan, ditambah dengan agresifitas dan

intervensi dini dari komplikasi preeklampsia, mungkin dapat mengurangi kerugian yang

terdapat pada janin dari ibu yang mengalami preeklampsia berat.

Page 31: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy. ACOG

Technical Bulletin No. 219. Washington, DC: ACOG, 1996

Apollon KM, Robinson JN, Schwartz RB, et al. Cortical blindness in severe preeclampsia:

Computed tomography, magnetic resonance imaging and single-photon emisson

computed tomography findings. Obstet Gynecol. 2000;95:1017-1019

Bamlleaux PS, Martin JN. Hypertension therapy during pregnancy. Clin Obstet Gynecol

2002 ; 45: 22-34

Briggs GG, Freeman RK. Drug in pregnancy and lactation. 6 th ed. Philadelphia.Baltimore.New

York. London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2002:995

Campbell DM, Templeton AA. Is eclampsia preventable? In: Bonnar J, MacGillivray I,

Symonds ED, eds. Pregnancy Hypertension. Baltimore: University Park Press, 1980:483

Gilstrap LC, 3rd, Cunningham FG, Whalley PJ. Mangement of pregnancy-induced

hypertension in the nulliparous patient remote from term. Semin Perinatol. 1978;2:73

Hall DR, Odendaal HJ, Smith M. Is the prophylactic administration of magnesium sulphate in

women with preeclampsia indicated prior the labour? Br J Obstet Gynaecol.

2000;107:903

Lucas MJ, Leveno KJ. Cunningham FG. A comparison of magnesium sulfate with phenytoin

for the prevention of eclampsia. N Eng J Med. 1995;333:201

Nag S, Robertson DM, Dinsdale HB. Cerebral cortical changes in acute hypertension: An

ultrastructural study. Lab Invest. 1977;39:150-161

Norwitz ER, Hsu CD, Repke JT. Acute complications of preeclampsia. Clin Obstet Gynecol

2002 ; 45: 308-329

Sibai BM, Ramadhan MK. Acute renal failure in pregnancies complicated by hemolysis,

elevated liver enzymes, and low platelets. Am J Obstet Gynecol. 1993;168:1682-1687

Sibai BM, Villar MA, Mabie BC. Acute renal failure in hypertensive disorders of pregnancy:

Pregnancy outcome and remote prognosis in thirty-one consecutive cases. Am J

Obstet Gynecol. 1990;162:777-783

Stratta P, Canavese C, Colla L, et al. Acute renal failure in preeclampsia-eclampsia. Gynecol

Obstet Invest. 1987;24:225-231

Page 32: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Yankowitz, Niebyl JR. Drug therapy in pregnancy. 3rd ed. Philadelphia.Baltimore.New

York.London.Hongkong.Tokyo: Lippincot Williams & Wilkins, 2001:101

Page 33: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Lampiran 1. Hipertensi dalam kehamilan

Hipertensi kronikDiobservasi sebelum kehamilan atau usia kehamilan 20 minggu, tekanan darah lebih 140/90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan jarak lebih dari 6 jam

Hipertensi dalam kehamilanTransient hypertension dalam kehamilan: tanpa gejala preeklampsia dan tekanan darah kembali normal setelah 12 minggu setelah melahirkan

Hipertensi kronikDidiagnosis jika kenaikan tekanan darah menetap

Preeklampsia/eklampsiaBiasanya terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Hipertensi yang disertai oleh proteinuria (protein lebih dari 0,3 g dalam 24 jam pemeriksaan). Diduga apabila adanya gejala-gejala yang khas yakni peningkatan tekanan darah, sakit kepala, pandangan kabur, nyeri perut, jumlah platelet rendah, peningkatan enzim-enzim hati.

Superimpus preeklampsia pada hipertensi kronikKetika preeklampsia dijumpai pada wanita yang menderita hipertensi, prognosis pada ibu dan janin yang lebih jelek dari kondisi sebenarnya.

Lampiran 2. Obat-obatan antihipertensi selama kehamilanObat Dosis nonakut Efek samping Keterangan

Methyldopa 250-1500 mg BID sampai maksimun 3000 mg/hari

hipertensi posturnal, drowsicness, retensi cairan

Biasanya digunakan pada hipertensi dalam kehamilan, potensi ringan

Hidralazine 10, 25, 50, 100 mg TID-QID sampai maksimum 400 mg/hari

nyeri kepala, berdebar, sindroma seperti lupus

Biasanya digunakan untuk kontrol jangka pendek

Labetalol 100, 200, 300 mg sampai maksimum 2400 mg/hari

nyeri kepala, blok jantung, mulut kering, tremubusnes

Hindari pada penderita astma, PJK, hati-hati pada diabetes

Nifedipine Kerja lama: 30-60 mg dimulai 30, 60, 90 mg maksimum 120 mg/hari

nyeri kepala, kelelahan, pusing, edema perifer, konstipasi

Efek yang sangat besar untuk penurunan tekanan darah

Thiazide 12,5 mg sampai dengan 25 mg/hari

sama dengan nifedipine

Efek yang selektif pada otot polos pembuluh darah.Terganggunya elektrolit yang menyebabkan komplikasi diagnosis preeklampsia

Furosemide 20-40 mg/hari sampai sama dengan Thiazide sama dengan Thiazide

Page 34: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

dg 160 mg BID

Nitoprusside Jarang digunakan pada Hipertensi non-akut

hipotensi, keracunan sianida pada penggunaan yang lama

Digunakan ketika gagal metode lainnya: pertimbangkan ganguan arteri pada penggunaannya

Page 35: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Lampiran 3. Strategi pengontrolan hipertensi kronik pada kehamilan dan postpartum

Rejimen Pengobatan Primer Pengobatan Sekunder Pengobatan Tersier

Antepartum

I Methyldopa Labetalol

II Felodipine Diuretic

III Felodipine Labetalol

IV Hydralazine Labetalol

Postpartum

I Hydralazine Nifedipine XL/ Felodipine Labetalol

II Nifedipine XL/ Felodipine Labetalol Diuretic

III ACE inhibitor Calcium channel blocker Beta blocker

Lampiran 4. Protokol penatalaksanaan krisis hipertensi dalam kehamilan

Manifestasi klinik Penatalaksanaan

Dosis Kontra indikasi Keterangan

TD konsisten > 160/105,plg tidak pada dua kali pe-- meriksaan pd ka-kasus darurat

Labetalol (hidra lazin digunakan sbg agen alternatif pilihan per tama)

Dosis I:5-10 mg iv,kmd dosis diberi kan 2x lipat per 15 mnt sampai men capai dosis maks 300mg.

Astma, ggl jan-tung, bradikar- dia

Pemantauan ibu dengan TD regu ler setiap 10 me nit, tes labor, manifestasi kli-nis, pengawas-an janin secara TD tdk bisa dikon

trol dg regimen diatas

Hidralazin 10mg iv setiap 10-15 menit sampai mencapai dosis maks 300 mg

perawatan se-cara ekstrim bila ada riwayat penyakit jantung

TD tdk bisa dikon trol dg regimen diatas, pertimbang kan tim pelaksana yg terdiri atas spe-sialis fetomaternal

Nifedipin dpt dipakai sebagai agen alter natif.Pertimbangkan partus dg peng-gunaan sodium nitroprusside

10 mg peroral setiap 10-15 menit sampai Tercapai do-sis maks 90 mg. 0,25 ug/kg/mnt (ditimgkatkan sebanyak

Bukti klinis adanya hipo- perfusi serebral.

Harus dirawat di ICU dg pe-ngawasan TD, Pengawasan ja nin, monito-ring keracunan sianida.

ug/kg/mnt)

Page 36: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Lampiran 5. Protokol Penatalaksanaan non emergensi dari hipertensi berat dalam kehamilan

Manifestasi klinis Penatalaksanaan Dosis Kontraindikasi Keterangan

TD konsisten > alfa metil dopa Umumnya 250 Riwayat hepati- Pengawasan ibu dengan

160/105 plg tdk (para ahli lbh cen-

mg peroral di- tis atau disfung-

TD reguler, tes labor,

pd 2 kali pemerik- derung menggu- biarkan selama si otonom, pasi-

manifestasi klinis, pe-

saan nakan B bloker 24 jam- 48 jam en yg mendapat

meriksaan berkala janin,

sbg agen pilihan untuk menca- terapi MAO in dan pertumbuhan

janin

utama). pai efek optimal. Tingkatkan sampai mencapai dosis maksimal 2 g/hr (Sebaiknya di-gunakan dosis terbagi shg efek yg lebih stabildapat dicapai )

hibitor. serta pemeriksaan ar-teri umbilikus dg meng-gunakan Doppler.

TD tdk adekuat walaupun dikon-trol dg regimen diatas (setelah men capai dosis tertentu dimana metil- dopa telah mencapai dosis terapeutik).

Labetalol Umumnya 100 mg peroral 2X sehari, diting- kaatkan sampai mencapai dosis maksimal 2400 mg/hr. Gu-nakan dosis 4 x sehari jika diper lukan, nadi dpt di gunakan sbg in-dikator adanya blokade B.

Astma, ggl jan-tung, bradikar dia.

Page 37: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Lampiran 6. Pengobatan pada hipertensi akut yang berat pada kehamilan

Obat Anjuran1. Hidralazin Dimulai dg 5-10 mg im, jk respon terbatas, diulang dg interval 20

menit. Sekali TD dpt dikontrol scr baik, ulangi seperlunya (biasanya selama 3 jam). Pertimbangkan obat lainnya, jika tdk sukses dg dosis 20 mg iv atau 30 mg im.

2. Labetalol Dimulai dg 20 mg iv bolus, jk efeknya suboptimal maka berikan 40 mg,10 menit kmd 2x dan 80 mg,10 mnt dlm 2 dosis, sesuai kebutuhan (20,40,40,40,80,80 sampai mencapai dosis total 300 mg). Dilanjutkan dengan infus dimulai / sampai 2 mg/menit. Gunakan dosis maksimum 300 mg peroral/iv. Jika tekanan darah yg stabil tidak dicapai, ganti denggan obat lain. Hindari pemberian 3. Nifedipin Dimulai dengan dosis 10 mg peroral dan diulang setiap 30 menit jika diperlukan. FDA tidak merekomendasi penggunaan nifedipin dengan masa kerja singkat untuk penatalaksanaan hipertensi.

4. Sodium Nitroprusside

Dipakai pada kasus-kasus hipertensi yang tidak memberikan respon pada penggunaan obat-obat diatas, ditemukannya manifestasi klinis dari ensefalopati hipertensi, atau keduanya. Dimulai dengan dosis rata-rata 0,25 mg/kg/mnt sampai mencapai dosis maksimum 5 mg/kg/mnt. Keracunan sianida pada janin dapat terjadi jika digunakan lebih dari 4 jam, perhatikan gangguan

Page 38: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

Lampiran 7. Penatalaksanaan preeklampsia berat di bagian Obgin RSMHI. Perawatan aktif

A. Indikasi: bila didapatkan satu atau lebih keadaan ini:1. Ibu

a. Kehamilan > 37 minggub. Adanya tanda impending eklampsiac. Perawatan konservatif gagal:- 6 jam setelah pengobatan medisinalis terjadi kenaikan TD- 24 jam setelah pengobatan medisinalis gejala tak berubah

2. Janina. Adanya tanda-tanda gawat janinb. Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahimc. Laboratorik: Adanya sindroma HELLP

B. Pengobatan medisinalis1. Segera MRS2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)3. Infus D5: RL = 2 : 1 (60-125 ml/jam)4. Antasida5. Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam6. Obat-obatan anti kejang: sulfas magnesikus (MgSO4)

a. Dosis awal 8 g MgSO4 (20 ml 40 %) im: 4 g bokong kanan 4 g bokong kirib. Dosis ulangan: tiap 6 jam diulangi 4 g MgSO4 (10 ml 40 %) imc. Syarat-syarat pemberian sulfas magnesikusi. Tersedia kalsium glukonas 1 g = 10 ml 10 % iv pelan 3 menitii. Reflek patella (+) kuatiii. Pernapasan > 16 x/m tanpa tanda-tanda distress pernapasaniv. Produksi urine > 100 ml dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/KgBB/jam)d. Dihentikan bila:i. Adanya tanda-tanda intoksikasiii. Setelah 24 jam pascapersalinaniii. 6 jam pascapersalinan normotensif, selanjutnya dg luminal 3 x 30 - 60

C. Mencegah komplikasi1. Diuretika diberikan atas indikasi:

a. Edema parub. Payah jantung kongestifc. Edema anasarkad. Kelainan fungsi ginjal (bila faktor prerenal sudah diatasi) yang dipakai adalah derivat furosemid (lasix 40 mg im)

2. Antihipertensi diberikan atas indikasi:Tekanan darah sistolik > 160 mmHg, diastolic > 110 mmHg Preparat:

a. Clonidine (Catapres) 1 amp = 0,15 mg/ml + 10 ml NaCl fls/aquades, masukkan 5 ml iv pelan, tunggu 5 menit, kemudian TD diukur, bila tak turun berikan sisanya (5 ml iv pelan 5 menit). Pemberian obat dapat diulangi tiap 4 jam sampai TD normotensif.b. Nifedipin: 4 x 10 mg (p.o) sampai diastolic 90 - 100 mmHg

Page 39: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

c. Hidralazin (Apresolin) 1 amp = 20 mg, 1 amp diencerkan, diberikan iv pelan, melalui selang infus, dapat diulangi setelah 20 - 30 menit.

3. Kardiotonika a.i terdapat tanda-tanda menjurus payah jantungDiberikan cedilanid, digitalisasi cepat sebaiknya kerja sama dg penyakit jantung

4. Lain-lain:a. Antipiretika a.i suhu rectal > 38,5 oC, Xylomidon 2 ml dan atau kompres.b. Antibiotika kalau ada indikasic. Analgetika a.i kesakitan/gelisah: 50-75 mg pethidin < 2 jam sblm janin lahir

D. Pengobatan obstetrikCara pengakhiran kehamilan/persalinan

1. Belum inpartu:a. Induksi persalinan:

i. amniotomiii. drip oksitosin dg syarat skor Bhisop 5

b. Seksio sesar bila:i. syarat drip oksitosin tak terpenuhiii. 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase aktifiii. pada primipara cendrung seksio sesar

2. Inpartu:a. Kala I : - fase laten tunggu 6 jam, tetap fase laten > seksio sesar

- fase aktif: amniotomi + drip oksitosin6 jam pembukaan tidak lengkap > seksio sesar

b. Kala II: Tindakan dipercepat sesuai dg syarat yg dipenuhiII. Perawatan konservatif

A. Indikasi perawatan konservatif Bila terdapat keadaan:1. Kehamilan < 37 minggu2. Keadaan janin baik3. Tidak ada impending eklampsia

B. Pengobatan medisinalis1. Awal diberikan 8 g MgSO4 40 % im bokong kanan-bokong kiri dilanjutkan dg 4 g im tiap 6 jam

2. Bila ada perbaikan atau tetap teruskan 24 jam3. Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka pengobatan diteruskan sbb:

a. Diberikan tablet luminal 3 x 30-60 mgb. Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg

C. Pengobatan obstetrik1. Observasi dan evaluasi sama dg perawatan aktif, hanya tidak dilakukan pengakhiran kehamilan2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan selambat- lambatnya 24 jam.

D. Lebih dari 24 jam tak ada perbaikan maka perawatan konservatif dianggap gagal dan dilakukan terminasi kehamilan.

E. Penderita boleh pulang bila:1. Penderita sudah mencapai perbaikan dg tanda-tanda preeklampsia ringan,

Page 40: Komplikasi Akut Pada Preeklampsia Iyat (2)

perawatan dilanjutkan hingga 3 hari lagi.2. Bila selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda preeklampsia ringan) maka penderita bisa dipulangkan.