Upload
macen
View
668
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
1
1.1 KELAINAN PADA ERITROSIT
Kapasitas darah mengangkut O2 tidak selalu dapat dipertahankan untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Terdapat kelainan-kelainan pada eritrosit yang harus
diketahui, antara lain : anemia dan polisitemia.
1.1.1 ANEMIA
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin atau jumlah
eritrosit kurang dari normal. Anemia dapat disebabkan oleh penurunan kecepatan
eritropoiesis, kehilangan eritrosit berlebihan atau defisiensi kandungan
hemoglobin dalam eritrosit.
Ada dua klasifikasi penting yang berhubungan erat antara satu dan
lainnya, yaitu :
1. Menurut patogenesa dan etiologi
Perdarahan
Akut
Kronik
Gangguan pembentukan eritrosit
Gangguan fungsi sumsum tulang karena kekurangan bahan-bahan
untuk eritropoiesis
Anemia defisiensi besi
Anemia megaloblastik (kurang vit. B12 dan asam folat)
Anemia karena malnutrisi
Anemia karena kurang vit. C
Gangguan fungsi sumsum tulang bukan karena kekurangan bahan-
bahan untuk eritropoiesis
Anemia karena infeksi
2
Anemia karena kegagalan infeksi
Anemia karena penyakit hati
Anemia karena suatu keganasan (leukimia, limfoma, multiple
mieloma mielofibrosis)
Anemia aplastik
Anemia karena hipertiroid
Anemia diseritropoitik kongenital
Peningkatan dekstrusi eritrosit (anemia hemolitik)
Anemia hemolitik intrakorpuskuler
Kelainan membran
Sferositosis heriditer
Oliptositosis heriditer
Stomatositosis herediter
Kelainan hemoglobin
Anemia sel sabit (sickle cell)
Thallasemia
Kelainan enzym
Kekurangan piruvatkinase
Kekurangan G6PD
Karena obat-obatan
Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
Mekanisme imun
3
Anemia hemolitik autoimun yang didapat (autoimmune
acquired hemolitic anemia)
Hemolotik disease of the newborn
Transfusi darah inkompatibel
Mekanisme bukan imun
Anemia hemolitik karena penyakit jantung
Anemia hemolitik mikroangiopati
March hemoglobinuria
Lain – lain
Pengaruh obat
Karena kebakaran
Karena infeksi
Karena keracunan logam berat
2. Menurut morfologi eritrosit
Anemia normokromik normositik
MCV : 82 – 92 cubic micron
MCHC : > 32%
Perdarahan akut
Anemia hemolitik
Anemia aplastik/hipoplastik
Infiltratif pada sumsum tulang (leukimia, mieloma multipel)
Kelainan kelenjar endokrin (hipertiroidi, adrenal insufisiensi)
Penyakit kronik
Penyakit ginjal, hati
Anemia hipokromik mikrositik
MCV : < 80 cubic micron
4
MCHC : 32 %
Anemia defisiensi besi
Hemoglobinopati (thallasemia, anemia sel sabit/sickle cell)
Anemia makrositik
MCV : > 94 cubic mikron
Megaloblastik
Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia defisiensi asam folat
Non megaloblastik
Anemia hemolitik
Anemia karena perdarahan
Anemia karena penyakit hati, hipotiroid
1.1.1.1 ANEMIA DEFISIENSI BESI
Adalah anemia yang terjadi karena sumsum tulang kekurangan besi (Fe)
untuk pembentukan hemoglobin. Secara morfologis , keadaan ini diklasifikasikan
sebagai anemia mikrositik hipokromik dengan penurunan kuantitas hemoglobin
sintetis hemoglobin. Defisiensi besi ini merupakan penyebab anemia di dunia dan
terutama sering dijumpai pada wanita usia subur, disebabkan oleh kehilangan darah
saat menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama kehamilan.
Ada 3 faktor yang berpengaruh pada
patogenesa anemia defisiensi besi:
Gambar 1: Anemia defisiensi besi
5
1. Peningkatan kebutuhan tubuh terhadap zat besi (misalnya : kehamilan, laktasi,
pertumbuhan, dan pada individu-individu tertentu dengan vegetarian ketat)
2. Kehilangan darah menetap, seperti pada perdarahan saluran cerna lambat akibat
polip, neoplasma, gastritis, varisees esofagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.
3. Gangguan absorbsi zat besi dan kekurangan zat besi dalam makanan (misalnya :
pasien setelah digastrektomi)
Adapun gambaran hematologi pada anemia defisiensi besi adalah:
Di darah tepi
Berat ringannya tergantung pada penurunan Hb
Pada hapusan darah didapatkan gambaran hipokrom mikrositer (pada stadium
dini biasanya hanya didapatkan hipokrom)
Terdapat beberapa bentuk eritrosit : menyerupai pensil dan pada keadaan berat
didapatkan sel anulosit
Jumlah leukosit dan hitung jenis normal
Jumlah trombosit biasanya meningkat, hal ini mencerminkan ada perdarahan
dan masih berlangsung
Di sumsum tulang
Didapatkan gambaran eritroid hiperplasia, terutama sel polikromatopilik
normoblas terlihat lebih kecil, sitoplasma sedikit dengan tepi yang irreguler
Granulopoisis dan trombopoisis normal
Hemosiderin dalam makrofag tidak tampak pada sumsum tulang dan jumlah
sideroblas menurun < 10%
1.1.1.2 ANEMIA MEGALOBLASTIK
6
Adalah anemia yang ditandai dengan gambaran abnormal dari darah tepi
maupun sumsum tulang akibat gangguan sintesa DNA. Anemia megaloblastik
dapat disebabkan oleh :
Kekurangan vitamin B12 (anemia pernisiosa)
Asam folat
Disebut anemia megaloblastik karena dalam sumsum tulang belakang terdapat
gambaran sel eritrosit berinti besar yang disebut megaloblast dan dalam darah
tepi didapat gambaran eritrosit yang makrositik.
Vitamin B12 dan asam folat penting untuk membentuk DNA, yang
diperlukan untuk mengatur pembelahan sel bakal dan pematangan eritrosit.
Apabila pasokan vitamin B12 dan asam folat tidak adekuat, maka akan terjadi
kondisi :
Eritrosit yang dibentuk lebih sedikit dan sel yang terbentuk berukuran lebih
besar (makrositer) dan lebih rapuh dari normal
Walaupun berukuran lebih besar, eritrosit ini mengandung Hb dalam jumlah
normal
Anemia pernisiosa disebabkan oleh ketidakmampuan saluran pencernaan
menyerap vitamin B12 dalam jumlah adekuat. Namun tidak seperti anemia karena
kekurangan asam folat, anemia pernisiosa tidak disebabkan oleh insufisiensi
pasokan vitamin B12 dari makanan, melainkan karena defisiensi faktor instrinsik,
yaitu suatu zat khusus yang di keluarkan dinding lambung. Karena vitamin B12
dapat diserap dari saluran usus oleh mekanisme transportasi khusus hanya jika
berikatan dengan faktor instrinsik.
7
Gambaran hematologi anemia megaloblastik:
Darah tepi
Penurunan Hb 7-9 g%
MCV meningkat > 100 (fl), MCHC dalam batas-batas normal
Jumlah leukosit normal atau menurun + 2000-4000/cu.mm terutama terdapat
granulositopeni dan pada hapusan darah didapatkan hiper segmentasi netrofil
dengan “giant stab”
Bila dalam 100 netrofil terdapat 3 sel berlobi 5 atau sel-sel berlobi enam, maka
dapat dikatakan adanya hipersegmentasi
Gambaran eritrosit pada hapusan darah : makro-ovalosit, anisositosis,
poikilositosis, normokrom
Jumlah trombosit menurun < dari 100000/cumm, bentuknya besar-besar
Gambar 2: Anemia megaloblastik
8
Sumsum tulang
Didapatkan hiperseluler, baik sistem eritropoietik, granulopoitik, trombopoitik
terutama sistem eritropoietik dengan bentuk megaloblastik.
Didapatkan banyak “giant metamielosit”. M/E ratio menurun, yaitu 1:1
Tes khusus anemia defisiensi Vit. B12 : Schilling test
Tes khusus anemia asam folat : Figlu excrection test
1.1.1.3 ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi akibat dari kegagalan sumsum
tulang untuk membentuk sel-sel darah, sehingga terjadi penurunan jumlah eritrosit,
leukosit, dan trombosit didalam sirkulasi (pansitopenia).
Kegagalan sumsum tulang kemungkinan disebabkan:
Defisiensi sel induk hemopoietik (stem cell)
Defisiensi mikroinvironment
Bahan – bahan kimia, radiasi ataupun obat-obatan, misalnya : sitostatika,
chloramfenicol, benzena
Gambar 3: Anemia aplastik
9
Klasifikasi :
Primer (idiopatik), apabila tidak diketahui sebabnya
Sekunder (simtomatik), apabila disebabkan keracunan oleh bahan-bahan fisik
atau kimia
Gambaran hematologi :
Pada darah tepi didapatkan limpositosis relatif
Jumlah leukosit menurun
Tak didapatkan sel muda
Gambaran eritrosit : normokrom normositik
Jumlah retikulosit menurun
Masa perdarahan memanjang, terjadi apabila terdapat trombositomia berat
Diagnosa diperkuat dengan adanya tromboplastik atau aplastik. Tetapi beberapa
ahli mengatakan sumsum tulang tidak mutlak hipoplastik karna dapat terjadi
hiperplastik pada tempat-tempat tertentu sebagai kompensasi homopoisis
1.1.1.4 ANEMIA HEMOLITIK
Kelainan hemolitik (hemolitik disorder) adalah suatu kelainan dimana
terdapat pemecahan eritrosit yang berlebihan.
Klasifikasi :
1. Berdasarkan kelainan penyebab : intrakorpuskuler atau ekstrakorpuskuler
2. Berdasarkan sifat kelainan dasarnya : herediter atau acquired
3. Berdasarkan letak hemolisisnya : intravaskuler atau ekstravaskuler
10
Namun yang banyak digunakan adalah yang berdasarkan sifat kelainan dasarnya:
Herediter
1. Kelainan membran : Sferositosis herediter
Ovalositosis herediter
2. Kelainan metabolisme : Defisiensi enzim G-6pd
Defisiensi enzim Piruvat kinase
3. Kelainan hemoglobin : Hemoglobinopatia
Thalasemia
Acquired
1. Mekanisme imunologik
2. Hipersplenisme
3. Mekanis seperti : pada pemakaian katub jantung buatan dan mikroangiopati
4. Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)
5. Disseminated intravasculer coagulation (DIC)
6. Lain – lain : malaria, toksin, bahan kimia
1.1.1.5 SPEROSITOSIS HEREDITER
Kelainan hemolitik turunan yang didasarkan pada kelainan instrinsik
membran sel eritrosit yang menyebabkan sel berbentuk sperosit dimana terjadi
penurunan diameter dan penurunan luas permukaan eritrosit sehingga eritrosit
lebih mudah pecah dibandingkan eritrosit normal. Kelainan ini ditandai dengan
adanya : anemia, ikterus intermitten, splenomegali dan menunjukkan respon yang
baik terhadap splenektomi.
11
Gambaran laboratorium:
Anemia
Retikulositosis 5-20%
Bilirubin indirek meningkat
Hapusan darah : anisositosisis – normokrom, sferosit (++), polikromasi (+),
normoblas (+)
Tes fragilitas osmotik : meningkat
Tes autohemolisin : meningkat
Sumsum tulang : hiperplasi eritroid, 25 – 60 % sumsum tulang terdiri atas
normoblas
1.1.1.6 PAROXIMAL NOCTURNAL HEMOGLOBINURIA (PNH)
PNH adalah suatu keadaan dimana timbul kelainan dapatan pada protein
membran sel eritrosit yang menyebabkan eritrosit ini menjadi peka terhadap aksi
lisis komplemen dari serum normal. Cacat pada sel membran tersebut
menyebabkan lintasan alternative dapat langsung mengaktifkan komplemen tanpa
adanya antibodi.
Gejala khas :
- Adanya hemolisis intravaskuler malam hari
- Hemoglobinuria pada pagi hari (urin berwarna merah sampai coklat pada
waktu bangun pagi)
- Hemoglobinuria yang berkepanjangan akanmenimbulkan defisiensi besi
Tes-tes yang digunakan :
- Test Ham atau Test Hemolisis Asam
- Test air gula
12
Gambaran Laboratorium :
- Anemia bisa < 6g%
- Lekopenia, trombositopenia
- Retikulositosis
- Bilirubin indirek meningkat
- Hemoglobinuria dan Hemosiderinuria
- Test Ham (+)
1.1.1.7 ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN (AIHA)
AIHA disebabkan oleh adanya antibodi terhadap eritrosit sendiri yang
dibentuk oleh sistem imun tubuh sendiri. Ada 2 macam antibiotik yang mungkin
terbentuk:
1. Ab tipe panas, bereaksi optimalpada temperatur 370C, biasanya jenis-jenis IgG
dan penghancuran eritrosit di limpa
2. Ab tipe dingi n, bereaksi optimal pada suhu < 370C, biasanya jenis IgM, dapat
mengaktifasi komplemen dengan kuat sehingga terjadi hemolitik
ekstravaskuler dan akan dihancurkan di dalam hati
Gambar 4: Anemia hemolitik autoimun
13
Heme
Rantai α
Rantai β
Rantai β
Rantai α
Gambaran laboratorium :
- Hb turun bisa sampai 2g% tergantung beratnya penyakit
- Bilirubin indirect meningkat
- Retikulositosis sampai dengan 400 %0
- Urobilinuria meningkat
- Pada hapusan darah eritrosit terlihat auto aglutinasi
- Test coombs direct +
1.1.1.8 THALLASEMIA
Thallasemia merupakan golongan terbesar dari kelainan sintesa Hb akibat
perubahan genetika. Pada thallasemia, satu atau lebih rantai globin kurang
diproduksi sehingga terdapat kelebihan rantai globin karena tidak ada
pasangannya dalam proses pembentukan Hb. Kelebihan rantai yang tidak terpakai
akan mengendap pada dinding eritrosit, menyebabkan eritrosit tidak efektif dan
memberi gambran hipokrom. Secara rata-rata eritrosit orang dewasa normal
memiliki 96% HbA (α2β2), 3% HbA2 (α2δ2), dan 1% Hb janin (HbF, α2γ2).
Gambar 5: Struktur HbA (α2β2)
14
Heme
Rantai α
Rantai δ
Rantai δ
Rantai α
Heme
Rantai α
Rantai γ
Rantai γ
Rantai α
Terdapat 2 jenis thallasemia :
Thallasemia α
Yang terganggu adalah produksi rantai α, maka produksi HbA, HbA2 dan
HbF terganggu, sehingga sebagai kompensasinya terbentuk tetramer β4 (HbH)
dan γ4 (Hb Bart).
Gambar 6: Struktur HbA2 (α2δ2)
Gambar 7: Struktur Hb janin (HbF, α2γ2)
15
Thallasemia β
Yang terganggu adalah produksi rantai beta maka pembuatan HbA
terganggu, sedangkan produksi HbA2 dan atau HbF tidak terganggu karena
mengandung rantai beta, sehingga baik HbA2 dan HbF dapat berproduksi lebih
banyak daripada keadaan normal sebagai reaksi kompensasi.
Klasifikasi menurut gejala klinik :
Thallasemia mayor (homozigot)
Biasanya dijumpai gejala-gejala klinik berat, seperti : muka mongoloid,
pertumbuhan badan yang kurang sempurna, hepastosplenomegali, perubahan-
perubahan pada tulang, anemia hipokrom, kelainan morfologi eritrosit disertai
kelainan resistensi osmotik eritrosit
Thallasemia minor = minima intermedia (heterozigot)
Disertai gejala-gejala klinik yang bervariasi dari ringan sampai sedang
Thallasemia trait (heterozigot)
Umumnya tidak dijumpai gejala kliik yang khas
Gambar 7: Pola keturunan pada thallasemia mayor (homoxigot)
16
1.1.1.9 ANEMIA SEL SABIT
Anemia sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan oleh kelainan
struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam
molekul hemoglobin. Sel-selnya mengandung tipe hemoglobin yang abnormal,
yaitu Hemoglobin S, yang disebabkan oleh rantai beta abnormal pada molekul
hemoglobin.
Bila HbS terpapar dengan kadar O2 yang rendah, maka akan mengendap
menjadi kristal-kristal panjang didalam eritrosit. Kristal-kristal ini akan
memperpanjang sel dan lebih memberi gambaran bulan sabit dari pada gambaran
bikonkaf. HbS yang mengendap juga akan merusak membran sel, sehingga
menjadi sangat rapuh dan menyebabkan anemia yang parah. Penderita ini masuk
dalam lingkaran setan “krisis” penyakit sel sabit. Yaitu dimana tekanan O2 yang
rendah dalam jaringan akan menghasilkan bentuk sabit, dan menyebabkan sel
darah merah robek, hal ini kemudian menimbulkan penurunan tekanan O2 lebih
lanjut dan bentuk yang semakin menyerupai sabit serta penghancuran sel darah
merah.
Gambar 8: Anemia sel sabit dengan sickle cells
17
1.1.1.10 ANEMIA GINJAL
Adalah anemia yang disebabkan karena penyakit ginjal. Karena
eritropoietin dari ginjal adalah stimulus utama untuk mendorong eritropoiesis,
sekresi eritropoietin yang tidak adekuat akibat penyakit ginjal menyebabkan
gangguan produksi sel darah merah dan terjadi anemia.
6.1.2 POLISITEMIA
Polisitemia adalah suatu keadaan jumlah nilai eritrosit melebihi normal
pada sirkulasi dan ditandai dengan peningkatan hematokrit. Adapun
pembagiannya adalah sebagai berikut :
Polisitemia primer
Disebabkan oleh kelainan mirip tumor pada sumsum tulang tempat
eritropoiesis berlangsung dengan kecepatan yang berlebihan dan tidak
terkontrol oleh mekanisme regulator eritropoietin yang normal (mencapai 11
juta sel/mm3 dan hematokrit 70 – 80 % ). Hal ini tidak menguntungkan karena,
jumlah sel darah yang berlebihan meningkatkan viskositas darah, menyebabkan
darah mengalir dengan lambat ynag sebenarnya mengurangi penyampaian O2
ke jaringan.
Gambar 9: Anemia sel sabit dengan perbesaran kuat menggunakan mikroskop elektron.
18
Polisitemia sekunder
Adalah mekanisme adaptif yang diinduksi oleh eritropoietin untuk
meningkatkan kapasitas darah mengangkut O2 sebagai respon terhadap
penurunan berkepanjangan penyaluran O2 ke jaringan. Keadaan ini timbul
secara normal pada orang yang tinggal di dataran tinggi, pada keadaan lebih
sedikit O2 yang tersedia di atmosfer, atau pada orang yang penyampaian O2 ke
jaringannya terganggu akibat penyakit paru kronik atau gagal jantung.
Polisitemia relatif
Peningkatan hematokrit yang terjadi saat tubuh kehilangan cairan tapi
tanpa kehilangan eritrosit (ex: pada saat diare atau dehidrasi)
6.2 PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA ERITROSIT
Untuk memperoleh penegakan diagnosis penyakit hematologi yang akurat, perlu
diadakan pemeriksaan darah yang teliti. Pemeriksaan ini meliputi anamnesis yang
lengkap, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik yang selektif. Pemeriksaan
khusus menentukan kuantitas berbagai unsur darah dan sumsum tulang. Tujuan ini dapat
tercapai dengan melakukan pemeriksaan darah dalam volume tertentu. Untuk
mendapatkan hasil yang paling tepat, sebaiknya pengambilan darah dilakukan melalui
pungsi vena. Berikut ini adalah beberapa metode pemeriksaan darah:
Gambar 10: Polisitemia vera, tampak eritrosit dengan jumlah yang melebihi normal
19
Jenis Pengukuran Keterangan
Hitung sel darah merah Jumlah eritrosit dalam 1 mm (juta/mm3)
Konsentrasi Hemoglobin Jumlah hemoglobin dalam volumer darah tertentu
(gram/dL)
Hematokrit Presentase darah yang dibentuk oleh eritrosit (volume%)
Volume eritrosit rata-rata
(MCV)
Volume masing-masing eritrosit (µm3)
Konsentrasi hemoglobin
eritrosit rata-rata (MCHC)
Perbandingan setiap eritrosit yang ditempati oleh
hemoglobin (pengukuran konsentrasi)
Hemoglobin eritrosit rata-rata
(MCH)
Jumlah persen hemoglobin dalam setiap eritrosit
(pengukuran berat)
Hitung leukosit Jumlah leukosit dalam 1 darah
Hitung jenis Persentase berbagai jenis leukosit yang tampak pada
pemeriksaan sediaan darah tepi (granulosit, termasuk PMN,
segmen, eosinofil, dan basofil; monosit; limfosit
Hitung trombosit Jumlah trombosit dalam 1 darah
Hitung retikulosit Presentase eritrosit imatur tak berinti yang mengandung
RNA sisa
20
Nilai normal hitung darah lengkap:
Parameter Laki-laki Perempuan
Hematokrit 40-52% 38-48%
Hemoglobin (g/dL) 13,5-18,0 12-16
Jumlah eritrosit (x 1012
sel/L) 4,6-6,2 4,2-5,4
Jumlah retikulosit 0,6-2,6% 0,4-2,4%
MCV (fL) 82-98 82098
MCH (pg) 27-32 27-32
MCHC (g/dL) 32-36 32-36
Neutrofil segmen 1,8-7,7 1,8-7,7
Eosinofil (sel-sel x109 /L) 0-0,5 0,0,5
Basofil (sel-sel x109 /L) 0-0,2 0-0,2
Limfosit (sel-sel x109 /L) 1,0-4,8 1.0-4,8
Monosit (sel-sel x109 /L) 0-0,8 0-0,8
Jumlah trombosit ((sel-sel x109 /L) 150-350 150-350
21
6.3 TATA LAKSANA UMUM KASUS-KASUS ANEMIA
6.3.1 Tatalaksana Umum Kasus-kasus Anemia
Anemia
-Hapusan darah
-Harga-harga Absolut
Makrositik
Retikulosit
Meningkat pada:
- Perdarahan
- Hemolisa
- Setelah terapi spesifik pada anemia defisiensi vit B12, defisiensi asam folat
Normal/
menurun:
sumsun tulang
Megaloblastik pada:
- defisiensi vit. B12
- defisiensi asam folat
- kelainan sintesa DNA: oleh obat-obatan, kongenital
Non Megaloblastik pada:
Hipotiroid
Hipoplastik
Normokromik Normositik
Retikulosit
Lihat Tabel Anemia
Normokromik Normositik
Hipokromik
Cadangan besi
menurun pada:
anemia kurang besi
Normal/
meningkat pada:
- Talasemia
- penyakit menahun
- hemoglobinopati
- anemia sideroblastik
22
6.3.2 Tatalaksana Labolaturium pada Anemia Normokromik Normositik
Anemia Normokromik Normositik
Retikulosit
Meningkat:
Produksi eritrosit meningkat
Anamnesis, perjalanan penyakit, hapusan bilirubin
- Anemia hemolitik
- Anemia sehabis pendarahan
Menurun:
Produksi eritrosit normal
Sumsum tulang
Abnormal
- Anemia hipoplastik
- Anemia dis-eritropoietik
- infiltrasi
- Leukimia
- Mieloma
- Meolofibrosis
- Metastasiis
Normal
Faal Ginjal
Anemia pada kegagalan ginjal
Serum Fe menurun
- Faal hepar
- Anemia pada penyakit hepar
- Anemia penyakit menahun
- Fase dini dari anemia kurang besi
23
TAHAP VII
KESIMPULAN
1. Kelainan-kelainan yang terjadi pada sel darah merah antara lain enemia dan
polisitemia.
2. Anemia adalah turunnya jumlah sel darah merah dibawah nilai normal, sedangkan
polisitemia adalah peningkatan/kelebihan eritrosit sehingga terjadi peningkatan
hematokrit.
24
DAFTAR PUSTAKA
Hall, Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta
Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC: Jakarta
Budiman, dr. 1995/1996. Kuliah Patologi Klinik. FK Brawijaya