Author
maha-satya-dwi-palguna
View
241
Download
39
Embed Size (px)
GAMBARAN UMUM KELAINAN-KELAINANPADA REGIO ORBITOPALPEBRAL
Putu Saraswati Laksmi Dewi1, AA.GN. Asmarajaya2
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1
SMF Bedah Sub Bagian Bedah Plastik RSUP Sanglah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2
ABSTRAK
Mata merupakan suatu indera yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena selain berfungsi sebagai indera penglihatan, mata juga mampu menkomunikasikan ekspresi atau perasaan seseorang. Daerah mata merupakan pusat estetika pada wajah. Sehingga daerah orbitopalpebral memainkan peran penting dalam aspek estetika suatu wajah seseorang. Apabila terdapat kelainan pada daerah tersebut, tentunya akan sangat mengganggu keindahan dari wajah seseorang.Kelainan pada daerah orbitopalpebra tergolong cukup sering ditemukan. Terdapat berbagai bentuk kelainan, mulai dari kelainan pada mata itu sendiri seperti malformasi kongenital dari mata, tumor pada mata, dan lainya. Kelainan pada palpebra meliputi, malformasi kongenital dari kelopak mata, maldisposisi kelopak mata, blepharospasm, dan blepharochalasis2. Biasanya modalitas terapi yang dilakukan adalah terapi bedah. Sehingga kita harus benar-benar memahami tehnik apa saja yang dapat dilakukan.
Kata Kunci : Pembedahan, Orbita, Palpebra
Overview of Orbitopalpebral Region DisordersPutu Saraswati Laksmi Dewi1, dr. AA.GN. Asmarajaya,Sp.B,Sp.Bp-RE2
Student of Faculty of Medicine Udayana University1
Department of Plastic Surgery Faculty of Medicine Udayana University2
ABSTRACT
Eyes is a sense that is essential for human life. Because in addition to functioning as the sense of sight, the eye is also able to communicate expressions or feelings. The eye area is the center of the aesthetic face. So the area orbitopalpebral plays an important role in the aesthetic aspect of a person's face. If there are abnormalities in this area, would be very disturbing beauty of a person's face.Abnormalities in the orbitopalpebra region is quite often found. There are various forms of disorders, ranging from abnormalities in the eye itself as congenital malformations of the eye, eye tumors, and others. Abnormalities of the palpebral covers, congenital malformations of the eyelids, maldisposisi eyelids, blepharospasm, and blepharochalasis2.
1
Therapeutic modalities is often done with surgical therapy. So we have to really understand what techniques do.
Key words: Surgery, Orbita, Palpebra
PENDAHULUAN
Mata merupakan struktur anatomi yang penting bagi estetika wajah. Ketika daerah sekitar
mata tampak segar, seseorang tampaknya memiliki aura kesehatan, vitalitas, dan muda.
Sebaliknya, ketika mata seseorang terlihat lelah akan dapat mengganggu estetika dari wajah
itu sendiri. Apalagi jika terdapat suatu kelainan pada daerah orbitopalpebra, akan sangat
mengganggu keindahan dari wajah seseorang.
Kelainan pada daerah orbitopalpebra tergolong cukup sering ditemukan. Terdapat berbagai
bentuk kelainan, mulai dari kelainan pada mata itu sendiri seperti malformasi kongenital
dari mata, tumor pada mata, dan lainya. Kelainan pada palpebra meliputi, malformasi
kongenital dari kelopak mata, maldisposisi kelopak mata, blepharospasm, dan
blepharochalasis2. Biasanya modalitas terapi yang dilakukan adalah terapi bedah. Ada
berbagai macam tehnik bedah yang bisa dilakukan tergantung dari jenis penyakitnya.
Penyakit-penyakit ini merupakan suatu kondisi yang membutuhkan multidisplinari tim
termasuk didalamnya dokter bedah plastik. Dimana tujuannya adalah untuk merekonstruksi
(mengembalikan ke posisi normal) daerah orbitopalpebra tersebut. Selain itu, juga
memikirkan dari aspek estetika (keindahan) agar membuat bentuk lebih indah dari
sebelumnya.
PEMBAHASAN
Anatomi dan Fisiologi
Orbita
Orbita (lekuk mata) adalah sebuah rongga berbentuk limas dalam kerangka wajah. Di
dalam masing-masing orbita terdapat bulbus okuli, nervus optikus, muskulus bulbi, fascia,
saraf, pembuluh darah, lemak, dan glandula lakrimalis serta sakus lakrimalis. Tulang-tulang
yang membentuk rongga orbita dilapisi periorbita (periosteum)1.
2
Orbita memiliki 4 dinding dan 1 puncak1:
1. Dinding superior, terutama dibentuk oleh fascia orbitalis os.frontalis yang
memisahkan rongga orbita dari fossa crani anterior. Di dekat puncak orbita, dinding
ini dibentuk oleh ala minor os.sphenoidale.
2. Dinding medial, dibentuk oleh os.ethmoidale dan bagian-bagian kecil os.frontale,
os.lacrimale, dan os.sphenoidale. Di bagian anterior dinding medial terdapat sulkus
lakrimalis yang menampung sakus lakrimalis dan bagian proksimal duktus
lakrimalis.
3. Dinding inferior, terutama dibentuk oleh maxilla dan sebagian oleh
os.zygomaticus dan os.palatinum. Dinding inferior dan dinding lateral dipisahkan
oleh fissura orbitalis inferior.
4. Dinding lateral,dibentuk oleh prosesus frontalis os.zygomaticus dan ala major
os.sphenoidalis. Dinding lateral ini tebal, terutama di bagian posterior yang
memisahkan orbita dari fossa cranii media.
5. Puncak orbita terletak di kanalis optikus, tepat di medial dari fissura orbitalis
superior.
Gambar 1. Tulang-tulang orbita
Bulbus Okuli memiliki 2 segmen, yaitu:
1. Segmen Depan (Anterior)
Bagian mata yang terlihat dari luar tanpa instrumentasi khusus adalah segmen depan
(anterior) mata. Sebagian besar dari struktur yang bertanggung jawab untuk memfokuskan
gambar ke retina mata berada dalam segmen ini.
3
Kornea adalah suatu struktur unik yang transparan terhadap cahaya dan tidak mengandung
pembuluh darah. Kornea adalah struktur fokus utama, menyediakan sekitar 75% dari
kekuatan fokus mata. Dengan fungsi utama untuk transmisi dan memfokuskan cahaya ke
mata, semua struktur kornea adalah sangat spesifik. Sekitar 90% dari kornea terdiri dari
fibril kolagen merata, lapisan ini dikenal sebagai "stroma". Selain itu, kornea tidak hanya
menyediakan transparansi, tetapi juga kekuatan. Empat lapisan yang membentuk 10%
sisanya dari kornea adalah epitelium dan lapisan Bowman di depan, serta membran
descement dan endotelium pada bagian belakang kornea.
Lensa berfungsi untuk memfokuskan sisanya dan berfungsi untuk lebih menyempurnakan
fokus, memungkinkan mata untuk fokus pada jarak objek yang berbeda dari mata. Seperti
kornea, lensa kristal adalah struktur transparan. Namun fungsi lensa sebenarnya tidak
seperti kornea, dimana dia memiliki kemampuan untuk mengubah bentuknya dengan tujuan
untuk menambah atau mengurangi jumlah daya pembiasan cahaya yang masuk ke mata.
Iris dapat terlihat melalui kornea dan struktur ini merupakan pemberi warna pada mata.
Fungsi utama iris adalah memblok cahaya berlebih yang masuk ke mata dan mengontrol
pupil mata untuk tingkat cahaya yang berbeda. Terdapat 2 otot di dalam iris, yaitu otot
sfingter yang berperan dalam konstriksi pupil dan otot dilator yang berperan dalam dilatasi
pupil. Struktur ini sebenarnya merupakan perpanjangan dari badan siliari, sebuah struktur
yang memiliki beberapa fungsi di segmen anterior, seperti memproduksi cairan yang
mengisi segmen anterior (aqueous humor). Aqueus humor memiliki beberapa fungsi, yaitu
memberikan nutrisi ke kornea dan merupakan bagian dari jalur optik mata. Selain itu juga
berfungsi untuk suspensi dan pengendalian bentuk lensa mata.
Gambar 2. Segmen-segmen pada mata
4
2. Segmen Belakang (Posterior)
Retina berada di bagian dari bola mata, struktur ini merupakan tempat dimana bayangan
akan terbentuk. Retina adalah jaringan transparan yang dirancang untuk menangkap
bayangan cahaya dan dia akan menginisiasi pengolahan gambar oleh otak. Dari permukaan
retina ke bagian belakang mata terdapat lapisan-lapisan, yaitu lapisan serat saraf (akson dari
sel ganglion), lapisan sel ganglion, lapisan plexiform dalam (sinapsis antara ganglion dan
bipolar atau sel amacrine), lapisan nuklear dalam (horizontal, bipolar amacrine dan sel
interplexiform, bersama dengan retina mencakup sel glial), lapisan plexiform luar (sinapsis
antara bipolar, horizontal dan sel fotoreseptor), lapisan nuklear luar (sel fotoreseptor),
membran pembatas luar, lapisan reseptor (segmen luar dan bagian dalam sel fotoreseptor)
pada epitel pigmen retina (RPE).
Ada dua jenis reseptor di lapisan reseptor, yaitu reseptor batang dan kerucut. Segmen luar
sel-sel reseptor itu mengandung molekul pigmen yang peka terhadap cahaya visual yang
disebut "opsins". Sel kerucut mempunyai kemampuan untuk membedakan warna dan
kemampuan untuk melihat detail halus dan lebih terkonsentrasi dalam retina sentral. Sel
batang terutama bertanggung jawab untuk perangkat, visi visi dalam kondisi cahaya rendah
(gelap) dan lebih umum di retina pertengahan perifer dan perifer.
Vitreous body adalah struktur seperti gel yang mengisi bagian posterior bola mata.Vitreous
humor terdiri dari fibril kolagen dalam jaringan asam hyaluronik dan merupakan gel
bening. Vitreous body melekat pada retina disekitar kepala saraf optik dan makula dan
lebih melekat erat pada retina di serrata ora tepat di posterior siliari body. Koneksi di
bagian anterior vitreous body membantu untuk menjaga agar cairan ruang anterior dan
posterior tetap terpisah. Koneksi sekitar saraf optik dan makula membantu untuk menahan
vitreous body terhadap retina.
Otot-otot orbita ialah m.levator palpebrae superior, keempat otot rektus (m.rectus superior,
m.rectus inferior, m.rectus medialis, dan m.rectus lateralis), dan 2 otot oblik (m.obliquus
superior dan m.obliquus inferior). Keempat otot rektus berasal dari sebuah jaringan ikat,
yakni anulus tendineus communis yang melingkari kanalis optikus dan bagian fissura
orbitalis superior. M.rectus medialis dan m.rectus lateralis terletak dalam bidang horisontal
yang sama, sedangkan m.rectus superior dan m.rectus inferior terletak dalam satu bidang
5
vertikal. M.rectus medialis dan m.rectus lateralis masing-masing menarik bulbus okuli ke
medial dan ke lateral. M.rectus superior menarik bulbus okuli ke atas dan m.rectus inferior
ke bawah. M.obliquus inferior mengarahkan bulbus okuli ke lateral dan superior, sehingga
jika otot ini bekerja dengan m.rectus superior terjadi gerak bola mata ke atas. Demikian
pula dengan m.obliquus superior mengarahkan bulbus okuli ke inferior dan lateral, dan saat
bekerja sama dengan m.rectus inferior akan terjadi gerak bulbus okuli ke inferior.
Gambar 3. Otot-otot mata
6
Selain nervus optikus (N.Cranialis II), saraf yang mempersarafi otot-otot bulbus okuli
adalah N.Okulomatorius (N.Cranialis III), N.Troklearis (N.Cranialis IV), dan N.Abdusen
(N.Cranialis VI). Dimana N.Cranialis IV mempersarafi M.obliquus superior, N.Cranialis
VI mempersarafi M.rectus lateralis, N.Cranialis III mempersarafi M.levator palpebrae
superior, M.rectus superior, M.rectus medialis, M.rectus inferior, dan M.obliquus inferior1.
Otot Origo Insersi Persarafan Fungsi
M.levator
palpebra
superior
Ala minor
os.sphenoidalis dan
supero-anterior
canalis optikus
Tarsus dan
kulit
palpebra
superior
N.Oculomotorius
(III)
Elevasi palpebra
superior
M.rectus
superior
Anulus
Tendineus
Communis
Sklera, tepat
posterior
terhadap
kornea
N.Oculomotorius
(III)
Elevasi, aduksi, dan
rotasi bulbus okuli ke
medial; depersi,
aduksi, dan rotasi
bulbus okuli ke
medial
M.rectus
inferior
M.rectus
lateralis
N.Abducens (VI) Abduksi bulbus okuli
M.rectus
medialis
N.Oculomotorius
(III)
Aduksi bulbus
okuli
M.
obliquus
superior
Corpus
Os.Sphenoidalis
Tendon
copus
os.sphenoid
alis
N.Trochlearis
(IV)
Abduksi, depresi,
dan rotasi bulbus
okuli ke medial
M.
obliquus
Bagian anterior Sklera di
sebelah
N.Okulomotorius Abduksi, elevasi,
dan rotasi bulbus
7
inferior dasar orbita dalam
m.rectus
lateralis
(III) okuli ke lateral
Orbita terutama memperoleh darah arterial dari A.Ophthalmica. Selain itu di suplai juga
oleh A.Infraorbitalis dan A.Centralis Retina. Penyaluran darah balik dari orbita terjadi
melalui V.Ophthalmica superior dan inferior yang melintasi fissura orbitalis superior dan
langsung memasuki sinus cavernosus. V.Centralis Retinae biasanya langsung bermuara ke
dalam sinus cavernosus, tetapi kadang-kadang bersatu dengan salah satu V.Ophthalmica1.
Gambar 4. Pembuluh Darah pada Mata
Palpebra
Palpebra melindungi kedua mata terhadap cedera dan cahaya yang berlebih dan menjaga
supaya kornea tetap lembab. Di bagian luar palpebra dilapisi kulit tipis dan di sebelah
dalam oleh konjungtiva palpebralis. Konjungtiva palpebralis ini terlipat balik kepada
bulbus okuli dan berhubungan dengan konjungtiva bulbi. Garis-garis pelipatan konjungtiva
8
palpebralis dan bulbus okuli membentuk relung yang dalam yaitu, forniks konjungtivalis
superior dan forniks konjungtivalis inferior1.
Palpebra diperkuat dengan berkas-berkas jaringan ikat padat, yakni tarsus superior dan
tarsus inferior. Serabut M.orbicularis okuli terdapat dalam jaringan ikat antara tarsus ini dan
kulit. Di dalam tarsus terdapat glandula tarsale yang menghasilkan sekret untuk melumas
tepi-tepi palpebra dan mencegah palpebra lengket sewaktu dipejamkan. Bulu-bulu mata
(cilia) terdapat pada tepi-tepi palpebra1.
Gambar 5. Palpebra
Kelainan pada Mata
Malformasi Kongenital Bola Mata
9
Malformasi kongenital pada mata merupakan suatu sindrom yang kompleks yang
mempengaruhi tengkorak dan wajah. Pada malformasi kongenital yang ekstensif
dibutuhkan multidisiplinari tim, termasuk didalamnya spesialis bedah plastik, spesialis
bedah saraf, spesialis anak, spesialis mata, dan lainnya3.
Mikro-orbitalism
Mikro-orbitalism adalah kelainan pada tulang wajah yang muncul sebagai akibat dari
kurangnya stimulasi pertumbuhan bola mata dan jaringan lunak sekitarnya. Dimana pada
mikro-orbitalism terjadi volume orbital yang menurun. Penyebab mikro-orbitalism adalah
kelainan kongenital seperti anoptalmia atau mikroptalmia serta enukleasi yang
berhubungan dengan patologi atau trauma, atau terpapar radioterapi pada masa bayi3.
Mikro-orbitalism dapat dikoreksi dengan non-pembedahan yaitu menggunakan ekspander
atau bisa juga dengan pembedahan untuk menyelaraskan dinding orbit dengan tehnik
osteotomi dan relokasi. Aplikasi tripod osteotomy dapat dilakukan untuk meningkatkan
volume orbita.
Gambar 6. Mikro-orbitalism
Gambar 7. Tripod Osteotomy Gambar 8. Preoperative dan postoperative CT-scan
Kraniostenosis
10
Tengkorak seorang bayi terdiri dari lempeng-lempeng tulang yang memungkinkan untuk
pertumbuhan tengkorak. Perbatasan di mana lempengan-lempengan ini berpotongan
disebut sutura. Sutura antara lempeng tulang biasanya tertutup pada saat anakberusia 2
atau 3 tahun. Kraniostenosis adalah defek saat lahir, dimana terjadi penutupan satu atau
lebih sutura di kepala bayi lebih awal dari biasanya. Hal ini menyebabkan bentuk kepala
menjadi tidak normal dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Deformitas yang
terjadi bervariasi secara signifikan tergantung pada sutura mana yang terlibat.
Kondisi ini biasanya mengganggu psikomotor atau perkembangan visual dan akan
menyebabkan perubahan morfologi karena penurunan perkembangan tulang dan
kompensasi deformitas. Penyakit ini melibatkan orbit, dan menyebabkan eksorbitisme,
dimana tulang-tulang orbita sangat kecil. Koreksinya adalah dengan melakukan
craniectomy yang bertujuan untuk melebarkan sinostosis dan meningkatkan flap tulang2.
Gambar 9. Sutura Gambar 10. perlekatan sutura coronal
Orbital Hipertelorism
Pada tengkorak normal, jarak antara dinding medial dari orbit adalah sampai 25mm.
Apabila jaraknya menjadi 30mm sampai 34mm itu menandakan hipertelorism derajat 1.
Kondisi ini termasuk kongenital malformasi minor yang masih mampu ditoleransi. Apabila
jaraknya 34-40mm itu menandakan hipertelorism derajat II dan apabila 40mm ke atas
menandakan hipertelorism derajat III. Pada kondisi ini terjadi deformitas dengan letak orbit
di lateral dari wajah kita2.
11
Manajemen dari deformitas sedang dan berat dapat melibatkan operasi untuk mengurangi
jarak interorbital dan untuk memperbaiki setiap kelainan hidung yang terjadi dengan
pendekatan intrakranial. Pendekatan tersebut adalah membuka tulang-tulang orbita dan
mereposisi mereka agar lebih dekat. Waktu ideal untuk ini adalah antara dua sampai lima
tahun dalam rangka untuk meminimalkan trauma psikologis yang terlibat dengan adanya
cacat dan untuk memaksimalkan kemampuan melihat.
Gambar 11. Preoperatif dan postoperative Gambar 12. Koreksi Intracranial pada Orbital Hipertelorism
Tumor Orbital
Orbit terletak di antara neurocranium dan wajah, sehingga tumor dapat terletak di intra dan
ekstraorbital. Terdapat 3 katagori tumor2:
1. Tumor jinak, seperti hemangioma, naevi, dan teratoma
2. Tumor jinak dengan resiko keganasan lokal, seperti neurofibromatosis, displasia
fibrus, dan meningioma
3. Tumor ganas
Prioritas utama untuk terapi dari lesi ini adalah reseksi komplit secepatnya, pengembalian
fungsi visual, rekonstruksi kulit dan tulang-tulang, dan koreksi kosmetik pada mata2.
A. Reseksi Tumor
Prinsip dari reseksi tumor adalah dilakukan secepatnya untuk menghindari resiko buruk
terhadap fungsi vital dan juga kehidupan pasien. Seperti pembedahan kanker, tumor ganas
juga diterapi dengan pendekatan kuratif dan paliatif, diikuti dengan radio/kemoterapi.
Tehnik pembedahan yang dilakukan tergantung dari letak dan luasnya tumor. Apabila
bagian superior orbit saja yang terkena, pembedahan dapat dilakukan dengan prinsip
12
endocranial. Apabila tumor terletak dekat dengan nervus optikus, pembedahan yang
dilakukan dengan pendekatan neurosugical.
B. Pengembalian Fungsi Visual
Tumor-tumor seperti hemangioma atau fibroma menginvasi kelopak mata bagian atas,
sehingga menyebabkan ptosis dan obstruksi pada mata. Apabila obstruksi yang terjadi
sampai beberapa minggu dalam 1 tahun pertama kehidupan, maka akan terjadi amblyopia
permanen dengan gangguan visus yang serius. Oleh karena itu, tumor harus direseksi dan
ptosis dapat dikoreksi dalam 1 bulan pertama kehidupanya.
Apabila tumor terletak dekat dengan nervus optikus, maka tumor itu dapat menekan nervus
tersebut. Tumor itu harus direseksi dengan pendekatan neurosurgical untuk menghindari
gangguan visual.
C. Rekonstruksi Jaringan Lunak dan Kulit
Apabila pembedahan tumor melibatkan pengangkatan kulit, maka perbaikanya harus
memastikan tulang atau dura tertutup kulit. Disini bisa digunakan graft kulit, yaitu flap otot
atau flap kutaneus. Pemilihan tehnik, ekspansi kulit, flap lokal atau flap jauh, tergantung
dari luasnya jaringan yang hilang dan letaknya.
D. Rekonstruksi Tulang
Apabila terdapat deformitas tulang akibat dari tumor, terapi yang dilakukan adalah dengan
osteotomi dan penggantian fragmen-fragmen untuk mengembalikan kontur yang normal.
Jika terdapat hilangnya jaringan tulang, maka autograft tulang dapat dilakukan.
E. Perbaikan Kosmetik
Perbaikan tulang dan jaringan lunak sangat penting dalam menentukan hasil akhir yang
baik. Namun hasil akhir estetika tergantung dari kelopak mata, bentuk dan posisi fisura
palpebra, posisi bola mata, dan kesimetrisannya. Ada banyak tehnik yang dapat dilakukan
untuk memperindah daerah disekitar mata, seperti canthopexy, rekonstruksi rongga bola,
perbaikan kelopak mata dan koreksi ptosis. Setelah dilakukan beberapa hal diatas, dapat
digunakan prostesis mata. Prostesis mata ini hanya dapat digunakan apabila rongga
matanya sudah adekuat.
13
Gambar 13. Chantopexy Gambar 14. Anopthalmia
Orbital Anoptalmia
Kongenital anoptalmia atau micropthlmia merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi,
dimana terdapat gangguan pertumbuhan orbit. Hipoplasia terjadi pada tulang-tulang orbit
(miro-orbit), sakus konjungtiva, dan kelopak mata (blepharospasme), dan berhubungan
dengan abnormalitas tulang-tulang hemifacial. Secara klinis, kongenital orbital anoptalmia
merupakan suatu kondisi tidak adanya salah satu orbit atau hipoplasia orbit sejak lahir4.
Pembedahan untuk kasus ini harus sangat dipikirkan dan harus bekerja sama dengan dokter
spesialis mata untuk mengetahui apakah perlu atau tidak digunakan prostesis mata.
Umumnya, perbaikan tulang orbita dilakukan sebelum perbaikan rongga orbita, sementara
operasi kelopak mata harus ditunda sampai prostesis telah dicoba2.
A. Rekonstruksi Tulang Orbita
Pada mikro-orbit, orbit bisa diperlebar dengan “stepped” osteotomi yang diikuti
dengan pergeseran fragmen tulang ke lateral tanpa memerlukan graft tulang. Apabila
anoptalmia sudah diterapi dalam periode neonatus, orbit bisa diperlebar dengan
inflasi progresif dari suatu prostesis, tanpa harus melakukan osteotomi2. Apabila
ukuran orbit terlalu besar karena deformitas traumatik atau tumor, langkah pertama
dalam rekonstruksi adalah menguranginya dengan osteotomi2.
14
B. Restorasi Volume Orbital
Untuk mengkompensasi volume orbital, bisa dilakukan penggunaan prostesis yang
tebal, namun hal ini mungkin akan mengakibatkan peregangan pada kelopak mata
bawah dan meningkatkan kelemahan. Pembedahan yang digunakan adalah implantasi
graft kartilago atau material sintetik dibelakang lapisan posterior dari orbita2.
C. Rekonstruksi Rongga Mata
Apabila terjadi trauma yang menyebabkan kehilangan jaringan atau infeksi, sakus
konjungtiva dapat berkerut dan forniks mata bisa menghilang. Sehingga rongga mata
dapat tertutup oleh sinekia kelopak mata. Prinsip tujuan dari rekonstruksi ini adalah
untuk memperoleh rongga berbentuk lensa, konveks di bagian anterior2.
D. Rekonstruksi Kelopak Mata
Pada kelopak mata bawah dapat terjadi entropion, hipotonus dan mengendur. Hal ini
mengakibatkan ketidakstabilan prostesis. Selain itu, ektropion juga dapat terjadi
akibat dari migrasi medial lateral kantus setelah enukleasi. Koreksi dari ektropion ini
dapat dilakukan dengan lateral canthopexy. Untuk mendapatkan hasil terbaik,
biasanya digunakan flap kulit yang diambil dari prosesus frontalis os.zigomatikus2.
Setelah trauma atau kongenital anoptalmia, sering kali terjadi mikrobleparia. Koreksi
untuk kondisi ini adalah dengan meningkatkan ukuran soket, kelopak mata, dan
tulang-tulang orbita. Apabila terdapat ptosis, bisa digunakan prostesis yang tebal.
Namun, apabila tidak ada perbaikan maka pembedahan dapat dilakukan dengan
reseksi m.levator palpebra2.
Kelainan pada Palpebra
Maldisposisi Palpebra
Ektropion
Ektropion adalah maldisposisi pada mata dimana kelopak mata turun atau tertarik dari
posisi normalnya, sehingga menyebabkan kornea terekspos oleh dunia luar. Kondisi ini
dapat terjadi secara bilateral maupun unilateral. Klasifikasi dari ektropion ada 2 yaitu:
kongenital dan didapat (involusional, sikatrisial, paralitik, mekanikal). Penyebab dari
kondisi ini adalah kelemahan atau atonia pada bagian pretarsal dari m.orbicularis dan 15
distensi dari jaringan kelopak mata bagian bawah yang menyebabkan pemanjangan batas
kelopak mata, atau kelemahan pada ligamen palpebra5.
Gambar 15. Ektropion involusional Gambar 16. Ektropion Sikatrisial
Gambar 17. Ektropion Mekanikal Gambar 18. Ektropion Paralitik
Manajemen dari penyakit ini adalah dengan koreksi bedah2:
1. Wedge resection pada batas palpebra
Gambar 19. Wedge resection pada batas palpebra Gambar 20. Wedge resection pada batas palpebra dan
lateral skin plasty
16
2. Retensi sudut palpebra
a. Medial Blepharoplasty
Gambar 21. Medial Blepharoplasty
b. Lateral Blepharoplasty dan Lateral Kantus Sling
Tehnik ini adalah tehnik yang paling sering dilakukan. Tehnik ini melibatkan
horisontal lateral kantotomy, dimana kita membagi ligamen palpebra lateral menjadi
bagian superior dan inferior. Bagian inferior dibedah dan kelopak mata bawah
diinsersikan ke tulang.
Gambar 22. Lateral kantus sling
3. Pemendekan dari lamella posterior palpebra
17
Gambar 23. Pemendekkan lamella posterior Gambar 24. Pemanjangan lamella anterior
4. Pemanjangan dari lamella anterior palpebra
Entropion
Entropion adalah kebalikan dari ektropion, dimana margin kelopak mata melipat ke dalam.
Pada kondisi ini, pasien biasanya mengeluhkan tanda-tanda inflamasi okular ketika terjadi
gesekan antara bulu mata dan bola mata. Kondisi ini harus dibedakan dengan trikiasis
dimana pada trikiasis terjadi implantasi ektopik dari bulu mata, dan distikiasis dimana
terdapat dua baris bulu mata5.
Gambar 25. Entropion Kongenital Gambar 26. Entropion Senile
Entropion diklasifikasikan menjadi5:
1. Entropion Kongenital
Entropion kongenital merupakan suatu kasus yang sangat jarang terjadi. Umumnya
terjadi hipertrofi kulit dan m.orbicularis di bagian medial kelopak mata. Apabila
pada kongenital entropion, tidak disertai dengan fotofobia, konjungtivitis atau
keratitis berulang, operasi dapat dilakukan.
18
Gambar 27. Koreksi Entropion Kongenital
2. Entropion Didapat
a. Entropion Involusional (Senile)
Penuaan mempengaruhi semua struktur kelopak mata, dan entropion merupakan
hasil dari sejumlah faktor anatomi, termasuk laksitas kelopak mata horisontal yang
meningkat, pelemahan atau disinsersi dari otot kelopak mata bawah, dan aksi
berlebihan dari m.orbicularis. Entropion mungkin konstan atau mungkin hanya
muncul secara intermiten, terutama ketika pasien mengusap kelopak matanya5.
Koreksi yang dapat dilakukan adalah2:
Tehnik Three-suture
Gambar 28. Tehnik Three-Sutur Gambar 29. Wedge resection pada batas palpebra
Wedge resection pada batas palpebra
Wedge resection pada batas palpebra dan myocutaneous plasty
19
Gambar 30. Wedge resection pada batas palpebra dan myocutaneus plasty
Pemendekan retraktor kelopak mata bagian bawah
b. Entropion Sikatrisial
Kondisi apapun yang menyebabkan pemendekan atau hilangnya konjungtiva dan
lamela posterior kelopak mata dapat menyebabkan rotasi dari margin kelopak mata
ke arah dalam dan membuat entropion sikatrisial5.
Manajemen bedah dari kondisi ini adalah2:
Reposisi dari lamella anterior palpebra
Gambar 31. Reposisi lamella anterior Gambar 32. Reposisi lamella anterior dan tarsotomy
Reposisi dari lamella anterior palpebra dan tarsotomy
Marginoplasty dengan graft mukosa
20
Gambar 33. Marginoplasty dengan graft mukosa
Pemanjangan lamella posterior palpebra dengan graft gabungan
Gambar 34. Pemanjangan lamella posterior dengan graft gabungan
Pemanjangan dari m.levator dan reposisi dari lamella posterior palpebra
Palpebral Ptosis (Blepharoptosis) dan Pseudoptosis
Bleparoptosis merupakan suatu gangguan kelopak mata yang sering ditemukan, dimana
terjadi penurunan kelopak mata atas. Kondisi ini bisa terjadi secara unilateral maupun
bilateral. Hal ini biasanya terjadi akibat dari disfungsi sebagian atau seluruhnya dari otot-
otot yang mengangkat kelopak mata atas, yaitu m.levator palpebrae superioris dan
m.muller6.
21
Palpebral Ptosis diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu6:
1. Kongenital Ptosis
Kongenital ptosis umumnya disebabkan oleh disgenesis myogenik dari m.levator.
Dalam kasus ini, terjadi pengurangan atau tidak adanya otot fungsional, sehingga
merusak kemampuan m. levator untuk berkontraksi dan menaikan kelopak mata.
a. Isolated Kongenital Ptosis
b. Kongenital Ptosis dengan penurunan aksi m.rectus superior
c. Kongenital Ptosis dan Paralysis Oculomotor
d. Syndrom Marcus Gunn
e. Syndrome Blepharophimosis
2. Ptosis yang Didapat
a. Ptosis Neurogenik
b. Ptosis Myogenik
c. Disinsersi Aponeurosis M.Levator
d. Ptosis Traumatik
Gambar 35. Palpebral Ptosis Gambar 36. Pseudoptosis
Pseudoptosis merupakan suatu kondisi mirip ptosis. Kondisi ini biasanya terjadi karena
peningkatan berat kelopak mata, contohnya pada tumor. Hal ini dapat menyebabkan
blepharocalasis, penurunan penyokong kelopak mata, atau atrofi pada bola mata.
Pseudoptosis akan menghilang setelah penyebabnya terkoreksi.
Fungsi m.levator dapat menentukan jenis dan jumlah operasi yang perlu dilakukan. Hal ini
dinilai dengan tindakan kompensasi dari elevasi otot frontalis. Hal ini dilakukan mengukur
kelopak mata bagian atas sampai kelopak mata bawah dengan tatapan lurus ke depan. 22
Fungsi levator diklasifikasikan sebagai buruk jika pergerakannya <5mm, sedang jika
pergerakanya anatara 5-7mm, dan baik jika pergerakannya >7mm. Fungsi m.levator dapat
menjelaskan derajat dari ptosis, yaitu ringan (<2mm), sedang (2mm-3mm), dan berat
(>4mm). Sehingga terdapat 4 derajat dari ptosis, yaitu:
i) Ptosis mayor, dengan fungsi m.levator yang buruk. Ptosis ini dikoreksi dengan
reseksi 22-26mm m.levator
ii) Ptosis sedang, dengan fungsi m.levator yang sedang. Ptosis ini dikoreksi dengan
reseksi 17-22mm m.levator
iii) Ptosis sedang, dengan fungsi m.levator yang baik. Ptosis ini dikoresi dengan
reseksi 14-17mm m.levator
iv) Ptosis minor, dengan fungsi m.levator yang baik. Ptosis ini dikoreksi dengan
reseksi 10-13mm m.levator
Gambar 37. Cara pengukuran fungsi m.levator
Prinsip-prinsip bedah yang bisa dilakukan adalah2:
Reseksi m.levator
Tehnik bedah ini adalah yang paling sering dilakukan. Kontraindikasi pada
penggunaan yang kurang dari m.levator, biasanya karena hilangnya fungsi akibat
mayor kongenital ptosis, ptosis myogenik dan neurogenik, atau karena ptosis
traumatik.
23
Gambar 38. Reseksi m.levator
Suspensi Frontalis
Tehnik ini dilakukan apabila terdapat kontraindikasi dari reseksi m.levator, seperti
fungsi m.levator yang buruk atau fungsinya hilang, selain itu bisa juga apabila
terjadi neuropati atau okulopati n.okulomotorius.
24
Gambar 39. Suspensi frontalis
Reseksi Blok pada m.Muller dan Konjungtiva
Tehnik ini hanya dilakukan untuk ptosis minor, dimana fungsi m.levator masih
baik.
Gambar 40. Reseksi blok pada m.muller dan Gambar 41. Reinsersi aponeurosis m.levator
konjungtiva
Reinsersi Aponeurosis M.Levator
Malformasi Palpebra
Koloboma
Koloboma palpebral ditandai oleh adanya defek pada batas kelopak mata. Kondisi ini dapat
terjadi pada kelopak mata atas maupun bawah. Koloboma paling sering terjadi pada
25
kelopak mata bagian atas, dimana tidak adanya tarsal plate, sehingga menyebabkan
pembengkakan pada kutaneus. Defek ini dapat diperbaiki dengan eksisi jaringan fibrus dan
menjahit tepinya. Untuk koreksi pada koloboma kelopak mata bawah lebih sulit untuk
dilakukan, karena memerlukan flap dari kulit dan jaringan tarsokonjungtiva2.
Gambar 42. Koloboma
Epikantus
Epikantus adalah lipatan kulit dari kelopak mata bagian atas, yang meliputi sudut bagian
dalam dari mata. Ini biasanya menghilang bersamaan dengan berkembangnya hidung.
Namun ada beberapa orang yang masih memilikinya, seperti sindrom Down. Koreksinya
dapat dilakukan dengan tehnik Z-plasty2.
Gambar 43. Epikantus Gambar 44. Epikantus Inversus
26
Gambar 45. Z-plasty
Epikantus Inversus
Keadaan ini juga merupakan lipatan kulit yang meliputi medial kantus, namun pada
kondisi ini, lipatan kulitnya berasal dari kelopak mata bagian bawah. Koreksinya bisa
dilakukan dengan tehnik Z-plasty dan reseksi kecil kulit untuk melindungi kanalikuli
lakrimal inferior2.
Blepharopimosis
Sindrom ini meliputi mikrobleparia, epikantus inversus, ptosis, dan peregangan vertikal
dari tulang orbit.
Gambar 46. Bleparopimosis
Manajemennya meliputi2:
Remodeling tulang orbita
Double Z-plasty pada kantus medial
27
Gambar 47. Double Z-plasty
Transnasal medial canthopexy
Pemanjangan kelopak mata atas atau bawah dengan graft kulit
Koreksi ptosis dengan reseksi m.levator atau suspensi frontalis
Telechantus
Telekantus adalah peningkatan jarak antara kantus interna. Koreksi untuk kasus ini dapat
dilakukan insisi kulit melengkung dibawah kantus interna. Apabila terdapat epikantus,
maka double Z-plasty dapat dilakukan. Jaringan fibrus dari sudut medial mata dan tulang
hidung harus direseksi. Transnasal medial chantopexy juga dilakukan untuk memendekkan
ligamen medial palpebra2.
Gambar 58. Telekantus
Gambar 49. Jarak normal kantus interna8
28
Bleparokalasis
Blepharochalasis adalah penyakit degeneratif yang langka dan unik pada kulit kelopak
mata, dimana secara klinis ditandai dengan pembengkakan bilateral yang diikuti dengan
hilangnya jaringan subkutan secara progresif sehingga timbul kerutan halus, dan kulit
kelopak mata atas membentuk lipatan-lipatan. Kondisi ini sering juga disebut ptosis atonia,
ptosis adiposa dan palpebrum dermatolysis. Kondisi ini dimulai dengan edema bilateral
berulang dari kelopak mata, kulit kelopak mata atas menjadi atropi, berubah warna, dan
dengan pembuluh darah yang berliku-liku. Pasien sering mengalami ptosis akibat dari
peregangan m.levator superioris palpebra.
Gambar 50. Kongenital Blepharochalasis Gambar 51. Senile Blepharocalasis
Blepharokalasis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu2:
1. Kongenital Bleparokalasis
Penyakit ini biasanya sering ditemukan pada usia muda. Manifestasi klinis pada pasien
ini adalah adanya lipatan pada kelopak mata atas yang mirip seperti epiblepharon (ptosis
atonica) lipatan ini dapat melewati batas bulu mata dan dapat menyebabkan entropion.
Pada pasien juga akan terdapat lekukan palpebra dengan atau tanpa lipatan kulit. Hal ini
biasanya terjadi karena kelemahan dari septum orbital.
2. Senile Bleparokalasis
Kondisi ini biasanya terjadi pada usia 50 sampai 60 tahun ke atas. Sebelum melakukan
operasi, kita harus melakukan pemeriksaan dengan hati-hati. Pada kelopak mata atas,
kita harus melihat jumlah dan posisi kelebihan kulit, derajat kelemahan m.orbicularis,
lokasi hernia lemak, kemungkinan jatuhnya kelenjar lakrimal, dan adanya ptosis kelopak
mata. Pada kelopak mata bawah, yang harus diperhatikan adalah derajat kelebihan kulit
dan herniasi lemak yang terjadi, dan kecenderungan adanya medial dan lateral ektropion. 29
Alis juga merupakan suatu poin yang harus diperhatikan pula, apakah terdapat ptosis
simetris atau asimetris, dan penurunan lateral kantus.
3. Residual Bleparokalasis
Terjadinya eksoptalmos atau edema palpebra yang berkepanjangan, menyebabkan
adanya sisa kulit pada kelopak mata atas atau bagian proksimal dari kelopak mata
bawah. Koreksi dari kondisi ini bisa dengan melakukan blepharoplasty.
Manajemen operasi yang dapat dilakukan adalah:
a. Blepharoplasty Kelopak Mata Atas
Gambar 52. Blepharoplasty Kelopak Mata Atas
b. Blepharoplasty Kelopak Mata Bawah
Gambar 53. Blepharoplasty Kelopak Mata Bawah
c. Ptosis Alis
Kondisi ini bisa dikoreksi dengan tehnik langsung tepat diatas alis atau dengan metode
pengangkatan dahi.
30
SIMPULAN
Mata merupakan suatu indera yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena selain
berfungsi sebagai indera penglihatan, mata juga mampu menkomunikasikan ekspresi atau
perasaan seseorang. Daerah mata merupakan pusat estetika pada wajah. Sehingga daerah
orbitopalpebral memainkan peran penting dalam aspek estetika suatu wajah seseorang.
Kelainan di sekitar mata dan palpebral merupakan suatu hal yang harus diperhatikan.
Karena gangguan-gangguan pada orbitopalpebral ini sangat mempengaruhi nilai estetika
wajah seseorang. Sehingga, kita harus betul-betul mengerti akan kelainan atau gangguan
apa saja yang dapat terjadi pada regio tersebut. Dan bisa dengan baik merekonstruksinya
dan mengembalikan nilai keindahan wajah seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore, Keith L. Agur, Anne. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hippokrates; 367-
378
2. Montandon, Denys. Maillard, Gaston F. 1990. Plastic and Reconstructive Surgery of the
Orbitopalpebral Region. Singapore: P.G Publishing.
3. Yun, Ji Young. Kang, Seok Ju. 2012. Osteoplastic Reconstruction of Post-enucleatic
Microorbitalism. Archives of Plastic Surgery(Vol. 39 / No. 4); 333-337
4. Krastinova, Darina. Kelly, Matin B.H. 2001. Surgical Management of the Anopthalmic
Orbit, Part 1: Congenital. Plastic and Reconstructive Surgery; 817-826
5. Piskiene,Raimonda. 2006. Eyelid malposition: lower lid entropion and ectropion.
Medicina(Vol.42); 881-884
6. Sudhakar, Padmaja. 2009. Upper Eyelid Ptosis Revisited. American Journal of linical
Medicine(vol. 6(3)); 5-14
7. Koursh, Daphna M. Modjtahedi, Sara P. 2009. The Blepharochalasis Syndrome. Survey
of Ophthalmology(Vol.54(2)); 235-244
8. Dollfus, He´le`ne. Verloes, Alain. 2004. Dysmorphology and the Orbital Region: A
Practical Clinical Approach. Survey of Opthalmology(Vol. 49(6)); 547-561
31