17

Click here to load reader

jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakaf sebagai wadah atau perwakafan sebagai suatu proses secara

normatif di dalam Islam dipahami sebagai satu lembaga/institusi keagamaan yang

sangat penting, di samping sebagai lembaga keislaman lainnya seperti perbankan,

zakat, infak dan shadakah. Lembaga wakaf yang dikenal di lingkungan umat

Islam berasal dari bahasa Arab, waqf dari kata kerja waqafa yang berarti

menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu, Sinonim waqf adalah

habs, artinya menghentikan atau menahan. Bentuk jamak waqf adalah awqaf dan

bentuk jamak habs adalah ahbas.1 Di dalam perundang-undangan disebutkan

wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum

yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk

selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai

dengan ajaran Islam.2

Salah satu dari bentuk ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah SWT

yang berkaitan dengan harta benda adalah wakaf. Amalan wakaf sangat besar

artinya bagi kehidupan sosial ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Oleh karena

itu, Islam meletakkan amalan wakaf sebagai salah satu macam ibadah yang amat

1 Moh. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1988, hlm.

80. 2 Departemen Agama R.I., Instruksi Presiden R.I. No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi

Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1998/1999, hlm. 99.

1

Page 2: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

2

digembirakan.3 Hal ini sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam surat

Ali Imran ayat 92, adalah sebagai berikut :

ونا تحبا ممتى تنفقوح تنالواالبر م قلىلنلياهللا به ع شئ فان ا منا تنفقومو

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apapun yang kamu nafkahkan, maka Allah mengetahuinya”. (Q.S. Ali Imran : 92)4

Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

, يا رسول اهللا : فأتى النبي ص يستأمره فيها فقال , اصاب عمر أرضا بخيبر: ن ابن عمر قال ع

همن ديعن فسو أنماال قط ه أصب بر لما بخيضأر تي أصبلها ( قال . إنت أصإن شئت حبس

دق بها فتص, واليوهب , واليورث, أنه ال يباع أصلها: فتصدق بها عمر : قال ) وتصدقت بها

ال جناح على ,والضيف , وابن السبيل,وفي سبيل اهللا , وفي الرقاب, وفي القربى , في الفقراء

ليه واللفظ لمسلم متفق ع( ويطعم صديقا غير متمول ماال. من وليها ان يأكل منها بالمعروف

(

Artinya: “Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata : ‘Umar dapat satu tanah di

Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi SAW buat bermusyawarah ditentangnya, yaitu ia berkata : Ya Rasulullah sesungguhnya saya dapat tanah di Khaibar yang saya belum pernah dapat harta yang lebih berharga pada pandangan saya dari padanya. Sabdanya :”Kalau engkau mau, wakafkanlah pokoknya dan bershadakahlah dengan (hasil)-nya”. Ia (‘Umar) berkata : Maka ‘Umar wakafkankan dia dengan syarat tidak boleh dijual pokoknya dan tidak boleh diwarisi dan tidak boleh dihibahkan

3 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, Ijarah dan Syirkah, Bandung : PT.

Al-Ma’arif, 1987, hlm. 7. 4 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya: Mahkota, 1986, hlm.

91.

Page 3: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

3

(diberikan atau dihadiahkan), yaitu wakafkan pada fakir dan pada keluarga yang hampir dan pada memerdekakan hamba dan pada sabilillah dan ibnus-sabil (orang musafir yang terlantar atau keputusan bekal) dan kamu, tidak terlarang pengurusnya makan daripadanya dengan patut dan memberi makan shahabatnya yang tidak mengumpul harta” (HR. Bukhari dan Muslim)5.

Sebagai lembaga, wakaf dapat digunakan sebagai salah satu pilar dan

sarana untuk mengembangkan bidang sosial dan ekonomi dalam rangka

menunjang dan meningkatkan derajat kehidupan umat Islam. Sebagai proses,

perwakafan dapat dijadikan satu gerakan untuk membangkitkan semangat umat

Islam dan menjadikan lembaga wakaf sebagai basis tumbuhnya gerakan sosial dan

ekonomi umat Islam.

Sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik, hal-hal yang menyangkut wakaf termasuk perwakafan

tanah didasarkan pada pemikiran ahli fiqih yang sangat bearagam. Akibatnya

timbul beragam persepsi terhadap lembaga dan juga obyek wakaf, sehingga

keadaan demikian kurang menguntungkan. Pengelolaan dam pendayagunaan

tanah wakaf tidak diatur secara tuntas dalam perundang-undangan dan tidak ada

pencatatan secara administrasi terhadap tanah wakaf dan harta benda di atasnya.

Akibat penataan manajemen organisasi wakaf yang tidak tertata baik, dapat

memudahkan terjadinya penyimpangan hakikat tujuan wakaf. Ekses

penyelewengan mengakibatkan lembaga wakaf tidak mendapat simpati dari

masyarakat.

5 A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram (Ibnu Hajr Al ‘Asqalani), Atas Kerjasama antara

CV. Pustaka Tamaam dengan Pesantren Persatuan Islam Bangil, t.th., hlm. 483-484.

Page 4: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

4

Perwakafan tanah dan tanah wakaf di Indonesia adalah termasuk dalam

bidang Hukum Agraria yaitu sebagai perangkat peraturan yang mengatur tentang

bagaimana penggunaan dan pemanfaatan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia,

untuk kesejahteraan bersama seluruh rakyat Indonesia, bagaimana hubungan

antara orang dengan bumi, air dan ruang angkasa serta hubungan bumi, air dan

ruang angkasa tersebut.6

Berdasarkan kenyataan demikian, pemerintah memandang perlu diberikan

landasan hukum yang kuat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dalam

pengelolaan dan pemanfaatan tanah wakaf. Selanjutnya pemerintah

memberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik yang di dalamnya terdapat beberapa aspek lokal yang

bernuansa Indonesia turut mewarnai substansinya, sekaligus merupakan unifikasi

hukum di bidang perwakafan tanah milik.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah

Milik beserta pelaksanaannya yang hingga saat sekarang masih berlaku, hanya

mengatur khusus tentang perwakafan tanah milik saja yang permasalahan

pokoknya mengatur tentang inventarisasi perlindungan hukum tanah wakaf,

proses terjadinya perwakafan tanah milik baik teknis maupun administratif, serta

proses pemberian hak atas tanah wakaf melalui sertifikat sesuai dengan undang-

undang Nomor 5 Tahun 1960. Padahal jika dikaji lebih jauh ruang lingkup dan

obyek wakaf tidak saja menyangkut tanah saja, tetapi lebih luas lagi terutama

6 A. Faisal Haq, et al., Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Surabaya: PT. GBI

(Anggota IKADI), 1993, hlm. 30.

Page 5: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

5

bagaimana obyek wakaf didayagunakan oleh suatu nadzir yang independen dan

profesional dengan mengedepankan prinsip dan ajaran Islam.

Di samping itu juga dapat diharapkan agar tanah wakaf difungsikan dan

dimanfaatkan lebih profesional, serta agar pengurus harta atau tanah wakaf dapat

dilakukan secara lebih baik dan tertib, serta terarah. Mengingat bahwa wakaf

adalah untuk kepentingan masyarakat, maka di dalam pengelolaannya harus

diserahkan lembaga atau badan yang bertugas mengelola wakaf yang disebut

dengan nadzir. Nadzir merupakan unsur penting dalam sistem perwakafan, karena

nadzir adalah ujung tumbak perwakafan, tanpa nadzir, maka wakaf tidak akan

terlaksana.

Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas

pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.7 Di dalam hukum Islam masalah

nadzir tidak dibahas secara jelas, akan tetapi ada hal-hal penting yang

mengisyaratkan tentang arti pentingnya kedudukan nadzir.

Meskipun dalam sistem perwakafan menurut fiqih tidak disebutkan bahwa

nadzir sebagai salah satu rukun wakaf, namun demikian nadzir sangat diperlukan

agar tujuan wakaf dapat tercapai manfaatnya, maka secara otomatis nadzir

dibutuhkan seseorang atau badan hukum yang mengelola dan mengurus wakaf.

Sebagaimana yang terdapat di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang, badan wakaf ini memiliki tanah wakaf yang berasal dari wakaf asli

maupun pembelian, yang terletak di Jl. Bulustalan III A/ 253 dan di Jl. Indraprasta

No. 138 Semarang. Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang memiliki

7 Departemen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, loc. cit.

Page 6: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

6

nadzir yang mengelola tanah wakaf yang cukup profesional dengan berhasilnya

mewujudkan pembangunan pendidikan yang cukup maju.

Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang yang semula

merupakan salah satu bentuk dari yayasan yang bersifat keluarga, dengan

keterampilan dan kerja keras para pengelola akhirnya bisa menjadikan Yayasan

Al Khoiriyyah menjadi yayasan umat, yang berfungsi mencerdaskan para generasi

dengan mengutamakan bidang keagamaan.

Dalam mewujudkan pengembangan dalam bidang pendidikan yang lebih

maju, nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang memiliki

cara-cara khusus untuk mengelola tanah wakaf, sehingga tanah wakaf tersebut

berfungsi sebagaimana mestinya.

Dari beberapa uraian tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan

menganalisa tentang : NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN

TANAH WAKAF ( Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang )

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, muncul beberapa

permasalahan dalam benak penulis untuk membahas masalah tersebut. Adapun

rumusan masalah yang akan dikaji adalah :

1. Bagaimana hak dan kewajiban nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang ?

Page 7: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

7

2. Bagaimana peran nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf di

Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang ?

C. Tujuan Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yang

pokok dan mendasar, adapun tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban nadzir di Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang.

2. Untuk mengetahui bagaimana peran nadzir dan manajemen pendayagunaan

tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang.

D. Telaah Pustaka

Penulisan ini adalah penulisan berdasarkan penelitian lapangan yang

mengambil lokasi di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, yang

berfokus pada peran nadzir dan manajemen pendayagunaan tanah wakaf.

Untuk menunjang dalam mengkaji dan menganalisa peran nadzir dalam

mengelola tanah wakaf, agar sesuai dengan sasaran dan maksud yang diinginkan,

maka penulis mengambil dan menelaah dari beberapa buku-buku, skripsi yang

hampir sama pembahasannya dan kitab-kitab serta undang-undang yang ada

kaitannya dengan peranan nadzir dalam mengelola tanah wakaf. Diantaranya

adalah :

Pertama, skripsi yang berjudul Implementasi Pasal 7 dan 8 Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir ( Studi

Page 8: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

8

Kasus di Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen), karya Mubarok, membahas

tentang hak dan kewajiban nadzir dalam konteks perwakafan di Indonesia saat ini

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 pada hakikatnya merujuk

pada sistem perwakafan menurut fiqih, karena dalam fiqih masalah perwakafan

dianggap belum memadai, sehingga diperlukan adanya aturan baru yang sesuai

dengan konteks Indonesia. Ada tiga motif dasar dikeluarkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977. Pertama, adalah motif keagamaan,

sebagaimana tercermin dalam konsiderannya yang menyatakan bahwa, wakaf

sebagai lembaga keagamaan yang sifatnya sebagai sarana keagamaan, kedua,

tidak memadainya peraturan sebelumnya, ketiga, adanya landasan hukum yang

kokoh dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun

1960, khususnya pasal 14 ayat (1) huruf b dan pasal 49 ayat (3).8

Kedua, Instruksi Presiden R.I. No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam Di Indonesia, dalam KHI tersebut dijelaskan dalam Bab II tentang Fungsi,

Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf yang dijelaskan dalam pasal 216 sampai

dengan pasal 222, Bab III tentang Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda

Wakaf yang dijelaskan dalam pasal 223 sampai dengan pasal 224 serta Bab IV

tentang Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Benda Wakaf yang dijelaskan

dalam pasal 225 sampai dengan pasal 227.9

8 Ziyaurrachman Mubarok, “Implementasi Pasal 7 dan 8 Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 1977 Tentang Hak dan Kewajiban Nadzir (Studi Kasus di Kec. Puring Kab. Kebumen)”, Skripsi Sarjana Syari’ah, Semarang : Perpustakaan Fak. Syari’ah IAIN Walisongo, 2004, hlm. 65, t.d.

9 Departemen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, op. cit, hlm. 100-107.

Page 9: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

9

Ketiga, dalam buku Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan

Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia di dalamnya terdapat

Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur perihal perwakafan tanah di

Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 1

Tahun 1978, menurut Muhammad Amin Suma dalam bukunya tentang,

memberikan semua penjelasan tentang wakaf maupun nadzir.10

Keempat, buku yang berjudul Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf

Produktif Strategis di Indonesia ditebitkan oleh Departemen Agama R.I.,

membahas tentang potensi dan peluang banyaknya harta wakaf yang belum

dikelola secara optimal, sumber daya manusia (SDM) dalam pengelolaan wakaf

produktif serta pengembangan tanah wakaf baik dalam program jangka pendek,

menengah maupun panjang.11

Kelima, dalam buku lain yang ditebitkan oleh Departemen Agama R.I.

yang berjudul Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Buku ini mengungkapkan

mengenai masalah tentang bagaimana pembaharuan tentang wakaf, sistem

manajemen pengelolaan dan sistem manajemen kenadziran serta beberapa asas-

asas paradigma baru wakaf. 12

10 Muhammad Amin Suma, Himpunan Undang-undang Perdata Islam dan Peraturan

Pelaksanaan Lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 638-682.

11 Departemen Agama R.I. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di

Indonesia, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004. 12 Departemen Agama R.I., Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: Pengembangan

Zakat dan Wakaf, 2004.

Page 10: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

10

Keenam, buku yang diterbitkan oleh Departemen Agama R.I. Ditjen

Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan

Wakaf dengan judul Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, dalam

bukunya tersebut membahas mengenai masalah urgensi wakaf, potensi

pengembangan wakaf di Indonesia dan pedoman pengelolaan dan pengembangan

wakaf.13

Ketujuh, Departemen Agama R.I. yang berjudul Fiqih Wakaf. Dalam

bukunya juga membahas tentang syarat dan rukun wakaf, selain itu juga

menbahas masalah tentang mengerakkan ekonomi umat melalui wakaf, baik

dalam pemberdayaan wakaf, pengembangan wakaf maupun pembinaan wakaf.14

Kedelapan, Taufik Hamami, dalam bukunya Perwakafan Tanah Dalam

Politik Hukum Agraria Nasional, banyak memberikan informasi tentang hukum

perwakafan tanah sesuai politik hukum agraria nasional dan pengelola harta wakaf

dan perlunya manajemen pengelolaan dan pendayagunaan.15

Kesembilan, Adijani Al-Alabij, yang dalam bukunya Perwakafan Tanah di

Indonesia Dalam Teori dan Praktek lebih banyak menggambarkan praktek

perwakafan di lingkungan warga Muhammadiyah. Organisasi ini dijadikan fokus

13 Departemen Agama R.I., Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta:

Ditjen Bimas Islam dan Penyelengaraan Haji Proyek Peningkatan Pemberdayaan Wakaf, 2004. 14 Departemen Agama R.I., Fiqih Wakaf, Jakarta: Proyek Peningkatan Pemberdayaan

Wakaf, 2004. 15 Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah Dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta:

PT. Tatanusa, 2003.

Page 11: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

11

empirik karena organisasi ini dipandang sangat kaya dengan variasi perilaku

perwakafan.16

Kesepuluh, Ahmad Rofiq dalam bukunya Hukum Islam di Indonesia

menerangkan tentang pengertian, fungsi, unsur, syarat, kewajiban dan hak-hak

atas benda wakaf dan juga menerangkan tentang tata cara perwakafan, perubahan,

penyelesaian dan pengawasan harta wakaf serta. Dalam buku ini menerangkan

bahwa status hukum barang yang telah dihibahkan kepada orang lain, telah haram

menjadi miliknya kembali karena tidak lagi menjadi haknya.17 Keberadaan benda

yang dimiliki pengelola dalam keadaan wakaf, menurut fuqaha benda yang

diwakafkan dapat dimiliki. Abu Yusuf, Muhammad al-Syaibani, dari mazhab

Hanafi menetapkan bahwa benda yang diwakafkan adalah milik Allah SWT.

Sementara madzhab Maliki menetapkan bahwa kepemilikan tetap berada pada

waqif. Pendapat ini didukung Ibn al-Humam dari mazhab Hanafi. Ini berbeda

dengan pendapat mazhab Hambali. Yang terakhir ini mengatakan bahwa harta

wakaf menjadi milik penerima wakaf.18

Buku-buku yang penulis uraikan di atas memang secara umum telah membahas

tentang perwakafan, tetapi dari penelusuran yang penulis lakukan belum ada

kajian yang membahas tentang : NADZIR DAN MANAJEMEN

PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF ( Studi Kasus Di Yayasan Pendidikan

16 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Jakarta :

PT. RajaGrafindo Persada, Cet. ke-3, 1997, hlm. v. 17 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, Cet. ke-

4, 2000, hlm. 478. 18 Ibid, hlm. 480-841.

Page 12: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

12

Islam Al Khoiriyyah Semarang ), sehingga penulis tertarik untuk mengkaji dalam

bentuk sebuah skripsi.

E. Metode Penelitian

Untuk menghasilkan penelitian yang maksimal, maka diperlukan metode

yang tepat dan sistematis. Adapun metode yang penulis gunakan adalah sebagai

berikut :

1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan pokok pembahasan dan

penulisan skripsi ini, penulis akan mengadakan Field Research, yaitu

penelitian yang mengandalkan pengamatan dalam pengumpulan data di

lapangan.19

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini, adalah:

a. Data Primer

Yaitu data atau sumber informasi yang langsung mempunyai wewenang dan

bertanggung jawab tentang pengumpulan dokumen. Data primer ini sangat

menentukan dalam pembahasan skripsi ini, karena penulis lebih banyak

bertumpu pada data ini, yang meliputi wawancara dengan Dewan

Pembina/Penasehat Badan Wakaf Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah,

yaitu Wakil Sekretaris Nadzir Bapak Mariyoto, S. Pd. dan Seksi Pendidikan

Nadzir Bapak H. Ahmad Zubaidi, S. Pd.

19 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, Cet. ke-14, 2001,hlm. 153.

Page 13: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

13

b. Data Skunder

Yaitu data pendukung yang meliputi dokumen perwakafan, peraturan

perundangan, buku-buku atau kitab-kitab yang berkaitan dengan wakaf.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara (interview)

Yaitu pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang

dikerjakan dengan sistematis dan dilakukan kepada tujuan penelitian.20

Wawancara ini penulis lakukan dengan Wakil Sekretaris Nadzir, yaitu

Bapak Mariyoto, S. Pd. dan Seksi Pendidikan Nadzir Bapak H. Ahmad

Zubaidi, S. Pd., guna mendapat data tentang nadzir dan manajemen

pendayagunaan tanah wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah

Semarang.

b. Observasi

Yaitu pengumpulan data dengan cara mengunjungi lokasi dan melakukan

pengamatan langsung terhadap obyek. Metode ini digunakan untuk

memperoleh data tentang kerja nadzir dalam pengelolaan tanah wakaf di

Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang.

c. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data terutama berupa arsip-arsip.21 Dokumentasi ini

digunakan untuk menggali data tentang berapa banyak tanah wakaf di

20 Marzuki, Metodologi Reset, Yogyakarta: Hanidia Offset, Cet. ke-6, 1995, hlm. 63. 21 Lexy J. Moloeng, op. cit., hlm. 160.

Page 14: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

14

Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang, yang berupa surat

dari Akta Notaris dan program kerja nadzir.

4. Metode Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif

kualitatif, maksudnya adalah penggambaran tentang tanah wakaf, nadzir dan

kemudian menganalisanya dari aspek hukum, baik dari hukum positif maupun

hukum Islam apakah kewenangan nadzir dan manajemen pendayagunaan

tanah wakaf ini sudah sesuai dengan hukum yang dimaksud ataukah belum.

F. Sistematika Penulisan

Pada dasarnya, sistematika penulisan skripsi ini adalah menguraikan

tentang hubungan-hubungan logis dari masing-masing isi yang ada dalam bab-bab

skripsi. Sistem penulisan ini merupakan suatu cara mengolah dan menyusun hasil

penelitian atau studi kajian dari data-data dan bahan-bahan yang disusun menurut

ukuran tertentu, sehingga nantinya dapat dijadikan kerangka skripsi yang

sistematis dan mudah dipahami sebagai sebuah karya intelektual. Pada bagian ini

pula, penulisan antara bab satu dengan bab lainnya diupayakan terdapat relevansi

(sangkut paut) kajian untuk menghindari kesalahpahaman pemaknaan.

Untuk mendapatkan gambaran-gambaran yang jelas serta mempermudah

dalam pembahasan, maka secara global gambaran sistematikanya adalah sebagai

berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Page 15: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

15

Dalam bab ini penulis akan menyajikan tentang Latar Belakang

Permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Telaah

Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG WAKAF DAN NADZIR

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang : Wakaf, meliputi:

Pengertian, Fungsi, Dasar Hukum, Rukun dan Syarat Tanah Wakaf,

Peraturan Tanah Wakaf, Tata Cara Perwakafan Tanah, Pendaftaran

Tanah Wakaf, Perubahan, Penyelesaian dan Pengawasan Perwakafan

Tanah serta Sanksi Terhadap Pelanggaran Tanah Wakaf; dan Nadzir,

meliputi: Pengertian Nadzir, Jenis-jenis dan Syarat-syarat Nadzir,

Hak dan Kewajiban Nadzir, serta Syarat Pengangkatan dan

Penghentian Nadzir.

BAB III : NADZIR DAN MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH

WAKAF DI YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL

KHOIRIYYAH SEMARANG

Dalam bab ini penulis menguraikan Sekilas Tentang Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang; Nadzir di Yayasan

Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang serta Nadzir dan

Manajemen Pendayagunaan Tanah Wakaf di Yayasan Pendidikan

Islam Al Khoiriyyah Semarang, meliputi: Peran Nadzir dalam

Page 16: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

16

pengelolaan Tanah Wakaf serta Peran Nadzir dalam Pengawasan

Tanah Wakaf.

BAB IV : ANALISIS TERHADAP KEWENANGAN NADZIR DAN

MANAJEMEN PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF DI

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL KHOIRIYYAH

SEMARANG

Dalam bab ini berisi tentang Analisis Terhadap Hak dan Kewajiban

Nadzir di Yayasan Pendidikan Islam Al Khoiriyyah Semarang dan

juga mengenai analisis terhadap Nadzir dan Manajemen

Pendayagunaan Tanah Wakaf di Yayasan Pendidikan Islam Al

Khoiriyyah Semarang.

BAB V : PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang terbagi atas tiga sub bab, yaitu:

Kesimpulan, Saran-saran, dan Penutup.

Page 17: jtptiain-gdl-s1-2006-mauzunalaw-1315-bab1_210-9

17