93
TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN (Studi Kasus Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak) Skripsi Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Program Strata 1 (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah Disusun oleh Abu Chamid 3102156 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2008

TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

  • Upload
    votu

  • View
    245

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN

(Studi Kasus Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak)

Skripsi Disusun Guna Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Program Strata 1 (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah

Disusun oleh

Abu Chamid

3102156

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2008

Page 2: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia dewasa ini sedang berusaha keras untuk

mengembangkan masa depannya yang lebih cerah dan melaksanakan

transformasi menjadi suatu masyarakat belajar, yakni suatu masyarakat yang

memiliki nilai-nilai dimana belajar merupakan kewajiban.1 Hal ini sesuai

dengan hadits Nabi :

حدثنا هشام بن عمار حدثنا حفص بن سليمان حدثنا كثري بن شنظري عن حممد س بن مالك قال قال رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم طلب العلم ين سرين عن أن

2)رواه ابن ماجه(فريضة على كل مسلم

“Hisyam bin Amar telah menceritakan kepada kita, Hafs bin Sulaiman telah menceritakan kepada kita, Katsir bin Sundir telah menceritakan kepada kita dari Muhammad bin Sirrin dari Anas bin Malik r.a berkata: Rasulullah saw bersabda : menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang Islam (baik laki-laki maupun perempuan).” (H.R Ibnu Majjah)

Dari hadits tersebut, jelas bahwa Islam sangat menghargai dan

menjunjung tinggi ilmu. Oleh sebab itu, mencari dan mempelajarinya adalah

kewajiban bagi muslim dan muslimah berhak dan bahkan berkewajiban untuk

menuntut ilmu dan mengembangkan diri dengan berbagai ilmu pengetahuan,

ketrampilan dan kepandaian-kepandaian lain yang mendukung untuk

melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dimuka bumi ini dan diharapkan

mampu membantu masyarakat untuk berkembang ke arah yang lebih maju.

Pesantren merupakan lembaga yang memiliki akar budaya yang kuat

di masyarakat. Oleh sebab itu, keberadaan pesantren di Indonesia berpengaruh

besar terhadap masyarakat disekitarnya. Dalam hal pendidikan agama,

1 Direktorat Pekapontren, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, (Jakarta: Depag RI,

2003), hlm. 64. 2 Ibnu Majjah, Sunan Ibnu Majjah, Juz I, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), hlm. 81.

Page 3: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

2

pengaruh pesantren tidak perlu dipertanyakan, ini disebabkan sejak awal

berdirinya pesantren memang dipersiapkan untuk mendidik dan menyebarkan

ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat melalui pengajaran, baik dengan

sistem salaf maupun madrasah.3

Selain itu, kehadiran pesantren di tengah masyarakat tidak hanya

sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama

dan sosial keagamaan. Selama masa kolonial, pesantren merupakan lembaga

pendidikan yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, tidak berlebihan

kiranya untuk mengatakan pesantren sebagai lembaga pendidikan Grass Root

People yang sangat menyatu dengan mereka.4

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren telah eksis di tengah

masyarakat selama enam abad (mulai abad ke-15 hingga sekarang) dan sejak

awal berdirinya menawarkan pendidikan kepada mereka yang masih buta

huruf. Pesantren pernah menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik

pribumi yang memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk

masyarakat melek huruf (Literacy) dan melek budaya (Cultural Literacy).

Keberadaan pondok pesantren sebagai lembaga masyarakat sejak awal

telah mampu mengakomodasikan berbagai macam perubahan, baik dalam segi

struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi yang

ada dalam pesantren, telah membawa lembaga ini mempunyai peran ganda,

yaitu sebagai lembaga pendidikan dan pengembangan masyarakat.

Transformasi di pesantren dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal, dimana para pengasuh pesantren

telah menyadari adanya berbagai transformasi yang ada di Indonesia, yang

diakibatkan oleh pembangunan yang cenderung mengarah pada modernisasi,

industrialisasi dan komputerisasi yang hampir ada dalam berbagai bidang

kehidupan. Akibat pembangunan seperti itu, tentu membawa pengaruh dan

dampak pada sikap dan perilaku masyarakat Indonesia, termasuk santri.

Adapun faktor eksternal dari transformasi di pesantren adalah pengaruh dari

3 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), Cet. I, hlm. 90.

4 Mastuhu, Dinamika Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 21.

Page 4: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

3

masyarakat sekitar dan desakan politis yang ada. Realitas tersebut bisa dilihat

mulai dari zaman Belanda, Jepang hingga sekarang ini. Namun transformasi

yang terjadi di pesantren tidak secara radikal merubah dan menghapus

sistematika struktur pendidikannya.5

Dengan demikian, transformasi yang ada di pesantren tidak

bertentangan dengan motto pesantren itu sendiri, yaitu memelihara cara lama

yang lebih baik (relevan) dan mengembangkan cara baru yang lebih baik.

Oleh karena itu, keberadaan pesantren lambat laun tidak hanya berorientasi

pada ilmu agama, melainkan lebih meluas lagi dalam bidang pengetahuan

umum. Dengan kata lain pesantren sudah selayaknya menjadi lembaga

Tafaqquh Fiddin dalam arti luas.

Sebagai lembaga pendidikan, pesantren memiliki kurikulum yang

diterapkan dalam sistem pendidikannya. Kurikulum adalah niat dan rencana,

proses belajar mengajar adalah kegiatannya. Dalam proses belajar mengajar

tersebut ada subjek yang terlibat, yaitu guru dan siswa. Siswa adalah subjek

yang dibina dan guru adalah subjek yang membina, kedua-duanya terlibat

dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan.6 Kurikulum tidak hanya

dijadikan sebagai mata pelajaran dan rencana dalam proses pengajaran oleh

guru, tetapi kurikulum juga dijadikan sebagai kontrol atau penyeimbang

dalam proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

yang ada di lembaga pendidikan formal, termasuk pesantren.

Pembahasan kurikulum sebenarnya belum banyak dikenal di

pesantren. Bahkan di Indonesia kurikulum belum pernah populer pada saat

proklamasi kemerdekaan, apalagi sebelumnya. Berbeda dengan kurikulum,

istilah materi pelajaran justru mudah dikenal dan dipahami dikalangan

pesantren.7

5 Sahal Mahfudh, Pesantren Mencari Makna, (Jakarta: Fatma Press, 1999), Cet.1, hlm.

39. 6 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar

Baru, 1996), hlm. 3. 7 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga), hlm. 108.

Page 5: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

4

Mayoritas pesantren saat masih memberlakukan atau menerapkan

kurikulum secara parsial, artinya hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja

sehingga out putnya belum mampu mencerminkan tuntutan zaman. Kalaupun

ada beberapa pesantren yang telah memasukkan ilmu-ilmu umum, namun

pada tingkat implementasinya masih belum maksimal.

Berangkat dari latar belakang tersebut, maka perlu sekali pesantren

mengadakan transformasi dalam bidang kurikulum. Dengan adanya

transformasi ini diharapkan pesantren mampu bersaing dengan lembaga-

lembaga pendidikan formal yang lain, selain itu juga diharapkan para lulusan

pesantren mampu menjadi santri yang zamani, artinya santri yang mampu

menguasai ilmu-ilmu agama dengan baik, serta menguasai ilmu-ilmu umum

dengan baik pula.

Berangkat dari hal tersebut di atas, peneliti sangat tertarik untuk

mengkaji lebih lanjut transformasi kurikulum pesantren yang berada di

pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam

memahami penelitian ini, perlu dipaparkan istilah-istilah yang ada dalam judul

penelitian ini. Di antara istilah-istilah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Transformasi

Transformasi dalam bahasa Inggris transformation yang

mempunyai arti perubahan bentuk.8 Dari segi arti transformasi ini hampir

sama dengan perubahan yang mempunyai arti prosesi perbuatan cara

membaharui, proses mengembangkan adat.9

2. Kurikulum

Menurut K. Soegarda Poerbaka Watja dan H. Harahap, rata

kurikulum berarti:

8 John M. Echols dan Hassan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia,

1992), cet.XX, hlm. 601. 9 Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1990), hlm. 95.

Page 6: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

5

a. Suatu kelompok mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk

dapat lulus mencapai sertifikat dalam salah satu bidang tertentu.

b. Suatu rencana umum mengenai isi atau bahan-bahan pelajaran khusus,

yang oleh suatu sekolah atau pendidikan disajikan kepada pelajar

untuk tulus dan mendapat sertifikat atau untuk dapat memasuki suatu

jabatan atau bidang tertentu.

c. Suatu kelompok pelajaran dan pengalaman yang diperoleh oleh si

pelajar di bawah bimbingan sekolah.10

3. Pesantren

Kata pesantren berasal dan kata santri, mendapat awalan pe dan

akhiran an yang berarti tempat tinggal para santri.11

Dengan demikian yang dimaksud dengan judul “transformasi

kurikulum pesantren (studi kasus pesantren Futuhiyyah Mranggen

Demak” adalah perubahan bentuk kurikulum dari yang parsial (hanya

mengajarkan ilmu-ilmu agama saja) menuju kurikulum yang bersifat

universal (memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti dijelaskan di atas, maka

peneliti dalam penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana transformasi kurikulum yang ada dr Pesantren futuhiyyah

Mranggen Demak ?

2. Bagaimana aplikasi transformasi kurikulum yang ada di Pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak?

10 R. Soogarda Poerbakawatja dan AH. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta: Gunung

Agung 1982), Cet.III, hlm. 188. 11 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,

(Jakarta: LP3ES, 1994), Cet.VI, hlm. 18.

Page 7: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini mempunyai

tujuan :

1. Untuk mengetahui transformasi kurikulum yang ada di pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak.

2. Untuk mengetahui aplikasi transformasi kurikulum yang ada di

Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.

2. Manfaat Penelitian

Berangkat dari tujuan penelitian di atas bahwa sesuatu mempunyai

manfaat, maka peneliti berharap penelitian ini mempunyai manfaat, antara

lain:

a. Teoritis

Dari hasil pembahasan skripsi ini diharapkan dapat digunakan

sebagai kontribusi atau sumbangan bagi pengembangan hazanah ilmu

pengetahuan, khususnya tentang transformasi kurikulum pesantren

(Studi Kasus Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak)

b. Praktis

1) Memberikan sumbangsih bagi lembaga pendidikan, terutama di

lembaga pesantren

2) Memberikan masukan bagi kalangan yang mempunyai penelitian

terhadap lembaga pendidika4 khususnya di lembaga pesantren.

E. Telaah Pustaka

Untuk menghindari terjadinya pengulangan hasil temuan yang

membahas permasalahan yang sama dari seseorang dalam bentuk buku atau

dalam bentuk tulisan lainnya, maka peneliti akan memaparkan kajian yang

sudah ada, diantaranya:

Skripsi yang disusun oleh Karwanto (NIM: 4196134), mahasiswa

IAIN Walisongo Semarang dengan judul skripsi “Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Pesantren (Studi Kasus Pesantren al-Fadlu Kaliwungu)”. Dalam

Page 8: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

7

skripsinya tersebut Karwanto meneliti ilmu-ilmu agama yang diajarkan di

pesantren tersebut lewat kitab-kitab klasik. Ilmu-ilmu sosial dan humaniora

tidak diberikan sehingga kurikulum yang memuat pelajaran-pelajaran umum

tidak ada, maka terlihat penelitian ini sama sekali tidak memfokuskan kepada

transformasi kurikulum.

Skripsi yang disusun oleh amin Mualim (NIM: 3102214), mahasiswa

IAIN Walisongo Semarang dengan judul skripsi “Transformasi Sistem

Pendidikan Pesantren (Tinjauan Historis terhadap PP Al Hikmah 2 Sirampok

Brebes)”. Dalam skripsinya tersebut Amin membahas tentang transformasi

kepemimpinan dan transformasi metode pendidikan, sedangkan kurikulunya

tidak dibahas secara detail melainkan hanya sebatas mengadakan reevaluasi

dan reaktualisasi.

Mujamil Qomar dalam bukunya “Pesantren dari Transformasi

Metodologi menuju Demokratisasi Institusi”. Transformasi kurikulum yang

meliputi materi dasar-dasar keislaman dan ilmu-ilmu keislaman, penambahan

dan perincian materi dasar, penggunaan kitab-kitab referensi serta

keterampilan.

Walaupun telah banyak penelitian yang membahas pesantren,

sepengetahuan penulis belum ada yang membahas secara khusus tentang

transformasi kurikulum pesantren.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang bersifat

atau karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya

atau sebagaimana adanya (natural setting) dengan tidak merubah bentuk

simbol-simbol atau angka.

Sedang pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan

kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang dimaksud untuk menjelaskan

fenomena atau karakteristik individu, situasi atau kelompok tertentu secara

Page 9: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

8

akurat.12 Pendekatan kualitatif deskriptif ini dimaksudkan hanya dengan

membuat deskripsi atau narasi dari suatu fenomena tidak untuk mencari

hubungan antar variabel, ataupun menguji hipotesis. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan salah satu penelitian kualitatif deskriptif studi kasus

yaitu penyelidikan mendalam (indebt study) mengenai gambaran yang

terorganisasikan dengan baik dan lengkap mengenai unit sosial tersebut.13

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pesantren Futuhiyyah Mranggen

Demak. Lokasi ini dipilih mengingat di pesantren tersebut telah banyak

melakukan transformasi sehingga mampu bersaing dengan lembaga

pendidikan formal lainnya.

Adapun waktu penelitian berlangsung selama satu bulan yaitu

bulan April-Mei 2007. Selama itu peneliti akan berada di lokasi penelitian

untuk mengumpulkan data.

3. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.14

Menurut Denzin (1978) ada empat macam triangulasi sebagai

teknik pemeriksaan yaitu triangulasi dengan sumber, triangulasi dengan

metode, triangulasi dengan teori dan triangulasi dengan melibatkan

peneliti.

Sedangkan triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan triangulasi sumber, yang berarti membandingkan

dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh

melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.15

12 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), Cet. I,

hlm. 41. 13 Saifudin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet. I, hlm.

8. 14 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2001), cet. XIV, hlm. 178. 15 Ibid

Page 10: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

9

Dalam penelitian ini, informasi yang dibandingkan adalah

informasi yang diperoleh dari kyai, ustadz dan pengurus.

4. Sumber Data

Dalam rangka membahas masalah-masalah yang ada dalam

penelitian ini, penulis menggunakan berbagai sumber data yaitu:

a. Telaah Pustaka (Library Research)

Penelitian diawali dengan penelitian kepustakaan, yaitu "suatu

research atau penelitian kepustakaan.16 Penelitian ini digunakan untuk

memperoleh informasi dalam rangka menyusun teori yang ada

kaitannya dengan judul, dan digunakan untuk memperoleh landasan

teori ilmiah. Dengan cara membaca, memahami dan menganalisis

bahan-bahan bacaan baik dalam bentuk buku-buku, majalah-majalah

maupun media masa lain yang berkaitan dengan judul dan dianggap

valid kebenarannya. Dari telaah pustaka tersebut dapat dirumuskan

konsep dasar tentang transformasi kurikulum pesantren

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini bertujuan untuk melihat, mengetahui dan

mengobservasi secara langsung tentang transformasi kurikulum yang

dilaksanakan pada lembaga pesantren. Adapun sumber data ini antara

lain:

1. Informan (Nara Sumber)

Dalam penelitian kualitatif, posisi nara sumber sangatlah

penting sebagai individu yang mempunyai informasi. Dalam

penelitian ini nara sumber adalah pengasuh (kyai), ustadz dan

pengurus.

2. Peristiwa atau Aktivitas

Data juga dapat dikumpulkan dengan mengamati peristiwa

maupun aktifitas yang berkaitan dengan sasaran penelitian.

16 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas

Psikologi UGM, 1987), hlm. 9.

Page 11: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

10

Dalam penelitian ini akan diamati aktifitas dan peristiwa

yang terjadi dalam proses belajar mengajar di pesantren

Futuhiyyah yang erat hubungannya dengan kurikulum, baik segi

materi, metode dan evaluasi.

5. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dari penelitian ini, peneliti menggunakan

beberapa metode antara lain:

a. Metode Observasi

Observasi adalah pengamatan secara sengaja, sistematis

mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian

dilakukan pencatatan.17 Adapun alat pengumpulan datanya disebut

panduan observasi, yang digunakan untuk mendapatkan data hasil

pengamatan, baik terhadap benda, kondisi, situasi, kegiatan, proses,

atau penampilan tingkah 1aku.18

Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan

dengan kurikulum yang ada di pesantren Futuhiyyah. Observasi yang

dilakukan penulis adalah observasi persiapan, dimana penulis terlibat

langsung dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh responden.

b. Metode Interview

Yaitu cara yang digunakan untuk mendapatkan keterangan

secara lisan dari responden.19 Dalam interview ini peneliti

menggunakan jenis interview bebas terpimpin, artinya pewawancara

berjalan dengan bebas tetapi masih terpenuhi komparatilitas dan

realibitas terhadap persoalan-persoalan penelitian.

Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang

proses transformasi kurikulum, latar belakang transformasi kurikulum,

kapan terjadinya transformasi kurikulum.

17 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,

1991), hlm. 63. 18 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi, (Jakarta:

CV Rajawali,1992), hlm. 136. 19 Koentjara Ningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1991),

hlm. 129.

Page 12: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

11

c. Metode Dokumentasi

Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkip, buku, agenda dan sebagainya.20

Metode dokumentasi ini, peneliti gunakan untuk memperoleh

data tentang jumlah santri, keadaan pengajar, dan data yang bersifat

dokumentasi. Selain itu digunakan untuk mempelajari kurikulum dan

kitab-kitab yang diajarkan di lembaga pesantren Futuhiyyah.

6. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga ditemukan

tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disampaikan oleh

data. Kajian dalam skripsi ini adalah penelitian yang analisisnya

menggunakan analisis kualitatif. Oleh karena itu dalam menganalisis data

penulis menggunakan metode induktif, yaitu proses logika yang berangkat

dari data empirik lewat observasi menuju kepada suatu teori.21

Sebagaimana diketahui dalam penelitian kualitatif, jenis-jenis data

yang dihasilkan diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi.

Supaya data yang terkumpul dapat sesuai dengan kerangka kerja maupun

fokus masalahnya, maka analisis data menempuh tiga langkah utama

antara lain: reduksi data, yaitu proses memilih, menyederhanakan,

memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar ke dalam

catatan lapangan. Sajian data yaitu suatu cara merangkai data dalam suatu

organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan dan atau

tindakan yang diusulkan. Dan verifikasi data yaitu penjelasan makna data

dalam suatu konvigurasi yang secara jelas menunjukkan akhir kausalnya

sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya.22

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Yogyakarta:

Rineka Cipta, 1998), hlm. 225. 21 Saifudin Anwar, Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), Cet. I,

hlm. 40. 22 Mohammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa, 1993), Cet. X,

hlm. 167.

Page 13: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

12

Pengumpulan Data

Sajian Data

Reduksi Data

Penarikan kesimpulan /

verifikasi

Page 14: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

13

BAB II

TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN

A. Pengertian, Sejarah dan Karakteristik Transformasi Kurikulum

Pesantren

1. Pengertian Transformasi Kurikulum Pesantren

Transformasi berasal dari kata transformation (Inggris) yang

memiliki arti perubahan bentuk.1 Kata tersebut berasal dari kata transform

yang berarti perubahan/pergantian bentuk, atau juga menjelma. Apabila

menjadi sifat sesuatu transformasi menjadi transformative yang bisa

berarti perombakan / perombakan nilai-nilai.2

Menurut WJS. Poerwadarminta, dalam bukunya Kamus Besar

Bahasa Indonesia, transformasi diartikan sebagai prosesi perbuatan cara

memperbaharui, mengembangkan adat, dan juga disamakan dengan

perubahan secara umum.3

Mengambil istilah ilmu-ilmu sosial, khususnya sosiologi, maka

transformasi berarti perubahan sosial dan kebudayaan, yang berarti

perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur, fungsi masyarakat, dan

perilaku masyarakat serta pengaruhnya dalam struktur organisasi ekonomi,

politik dan budaya.4 Berdasarkan pengertian-pengertian di atas,

transformasi berarti perubahan bentuk, pergeseran nilai dan perombakan,

semua bergantung konteks yang dihadapi.

Kurikulum berasal dari bahasa Latin curriculum, semula berarti a

running course, race course, especially a chariot race course, dan terdapat

1 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1992),

hlm. 601. 2 Perombakan nilai-nilai (budaya) di masyarakat terjadi karena imbas industrialisasi yang

akhirnya membentur dan memaksa perubahan ranah-ranah kultural, lihat Septi Gumiandari, “Transformasi Pesan Santri Vis-a-Vis Hegemoni Modernitas”, dalam Said Agil Siradj, et.al, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 115.

3 WJS. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Depdikbud, 1990), hlm. 95.

4 Soryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. XXIII, hlm. 335-336.

Page 15: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

14

dalam bahasa Perancis courier yang artinya to run (berlari). Menurut S.

Nasution, barulah kemudian istilah curriculum digunakan untuk sejumlah

courses atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai sesuatu

gelar atau ijazah.5

Istilah kurikulum yang semula hanya dianggap sejumlah mata

pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik, kemudian berkembang

menjadi berbagai konsep antara lain: pertama, kurikulum dipandang

sebagai alat untuk pengembangan proses kognitif. Kedua, kurikulum

dipandang sebagai teknologi/teknologi pendidikan. Ketiga, kurikulum

dipandang sebagai aktualisasi diri, kurikulum yang humanisti. Keempat,

kurikulum dipandang sebagai rekonstruksi sosial.6 Pemahaman kurikulum

tersebut dipengaruhi oleh perkembangan filsafat dan pola pikir para pelaku

pendidikan yang sedang atau masih dianggap relevan. Contoh: John

Dewey, memandang bahwa kurikulum sebagai rekonstruksi sosial, dengan

alasan pendidikan dapat mengubah masyarakat dan memberi corak baru

masyarakat yang paling efektif.

Sebagai suatu organisme, dalam proses pendidikan dan

pembelajaran kurikulum memiliki komponen-komponen dari anatomi

tubuhnya. Komponen-komponen tersebut antara lain; tujuan, materi

pembelajaran (pengalaman), proses pembelajaran, dan evaluasi.7 Tiap

komponen tersebut saling berkaitan erat satu dengan lainnya. Tujuan,

bertalian erat dengan materi pembelajaran, proses pembelajaran dan

evaluasi (penilaian).

Pada perkembangan kontemporer, kurikulum dipahami sebagai

segala kegiatan yang dirancang oleh suatu lembaga pendidikan yang

disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan, baik

5 S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), Cet.III,

hlm. 9. 6 Ibid, hlm. 15-25. 7 Tim Walisongo Research Institute (WRI), Bunga Rampai Psikologi dan Pembelajaran,

(Semarang: WRI dan Basic Education Project (BEP), 2001), hlm. 146-147

Page 16: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

15

yang bersifat institusional, kurikuler maupun instruksional.8 Berdasarkan

pemahaman tersebut kurikulum adalah seluruh kegiatan peserta didik yang

ada dalam suatu lembaga madrasah atau sekolah.

Sementara, pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat

belajar santri. Pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana

(dulunya bambu dan kayu). Kata pondok dalam arti tunduk (Arab) berarti

asrama.9 Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua atau

bapak pendidikan Islam di Indonesia. Berdasarkan hasil pendataan yang

dilaksanakan oleh Departemen Agama, pada tahun 1984-1985 diperoleh

keterangan bahwa pesantren tertua di Indonesia adalah pesantren Jan

Tampes II, yang didirikan tahun 1062 M di Pemakasan Madura.10

Pondok pesantren, memiliki ciri khas tertentu, baik secara

kelembagaan maupun unsur-unsur yang membedakannya dengan

lembaga-lembaga pendidikan lainnya antara lain: pertama, unsur kyai,

sebagai hal yang mutlak dan sentral di pesantren. Kedua, pondok/asrama

sebagai tempat tinggal bersama, kiai dengan santrinya. Ketiga, masjid,

yang fungsinya sebagai kegiatan ibadah dan proses pembelajaran.

keempat, santri, santri merupakan unsur pokok dari suatu pesantren. Santri

dibagi dua, santri mukim yaitu santri yang berasal dari daerah lain atau

jauh dan menetap. Santri kalong, santri-santri yang berasal dari daerah-

daerah sekitar pesantren dan tidak menetap di pesantren. Kelima, kitab

kuning/klasik. Unsur ini menjadi ciri khas yang membedakan lembaga

pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya, karena hanya di

pesantrenlah di ajari kitab kuning. Keenam, sistem atau metode

pembelajaran. di pondok pesantren terdapat ciri khas yang lain yang

membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya yaitu metode

sorogan, yang berarti sodoran atau yang disodorkan, maksudnya suatu

8 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), hlm. 60. 9 Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1983), hlm. 18. 10 Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh

Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama, 198), hlm. 41.

Page 17: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

16

sistem yang disodorkan secara individual, santri dan kiai (ustadz)

berhadapan dan interaksi langsung. Metode bandongan atau halaqah suatu

metode pembelajaran yang dilaksanakan secara bersama, kiai membaca

suatu kitab dan para santri menyimak kitab yang sama, lalu mendengarkan

dan menyimak bacaan kiai. Metode ini di Jawa Timur sering disebut

wetonan (berskala atau berwaktu).11

Berdasarkan pemaparan dari setiap istilah di atas, transformasi

kurikulum pesantren dapat dipahami sebagai perubahan bentuk yang

terjadi pada kurikulum sebagaimana yang terjadi pada ciri khas pesantren,

sejak eksistensinya di akui secara historis oleh masyarakat dan

perkembangannya sampai saat ini. Transformasi kurikulum yang terjadi

merupakan proses historis yang di dorong oleh faktor eksternal,

perkembangan dunia global yang mendorong akan perubahan pada

kurikulum pesantren. Pada sisi lain adalah karena faktor internal

kebutuhan akan perubahan eksistensi agar dapat bertahan dari goncangan-

goncangan arus global dan pengembangan diri.

2. Tinjauan Historis Transformasi Kurikulum Pesantren

Istilah transformasi secara akademik berasal dari ilmu-ilmu sosial,

khususnya sosiologi,12 atau bahkan lebih menukik pada permasalahan

transformasi sosial dan kebudayaan, sekularisasi, industrialisasi dan

permasalahan lainnya menyangkut perkembangan isu-isu modernisasi.

Rentetan panjang transisi-revolusi politik yang berawal ari revolusi

Prancis tahun 1789 dan terus dilanjutkan revolusi yang berlangsung pada

abad ke-19 merupakan paling penting perasaannya melahirkan teori-teori

sosiologi sekaligus membangun ilmu sosiologi. Revolusi politik yang

memunculkan revolusi industri yang melanda Eropa, terutama abad 19 dan

11 Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996),

hlm. 47-52. 12 Perkembangan teori sosiologi didorong oleh kekuatan sosial, antara lain munculnya

revolusi politik, industri, dan kemunculan isme-isme (ideologi): kapitalisme, sosialisme, juga isu-isu urbanisasi, feminisme dan pertumbuhan ilmu pengetahuan. Lihat, George Ritzer dan Dauglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Terj. Alimandan, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 7-11.

Page 18: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

17

awal abad 20, perkembangan tersebut secara historis telah merubah

paradigma transformasi dunia barat dari corak sistem pertanian menjadi

industri sehingga memunculkan sistem ekonomi kapitalis, dilanjutkan

dengan reaksi buruh yang menentang sistem kapitalis, kemudian disebut

gerakan sosial.13

Munculnya ideologi-ideologi baru aba ke-19 Masxisme,

Komunisme, Marxisme-Lerinisme, Sosialisme dan Nasimalisme serta

gerakan Islam (ideologis) karena tekanan kolonialisme Barat, telah

membawa dampak pada perkembangan baru kehidupan umat Islam.

Menurut Abdurrahman Wahid, ideologi-ideologi yang masuk karena

Indonesia ada dua, pertama, ideologi sekuler, yang menghendaki agar

agama jangan sampai menjadi kekuatan penentu. Kedua, ideologi

universalisme Islam, yang menghendaki agar agama (Islam) menjadi

penentu utama kehidupan berbangsa-bernegara.14 Masuknya ideologi

tersebut tidak lepas dari proses penjajahan kolonial Eropa terhadap negara-

negara Asia yang kebutuhan berdampak pada munculnya dikotomi

tradisionalisme dan kolonialisme.

Gerakan Pan-Islamisme ideologi universalisme Jamaluddin al-

Aghami di mesir telah berdampak pada gerakan pembaharuan aba ke-19 di

Indonesia, terutama masuknya jenis modern, perkembangannya sistem

sekolah, golongan priyayi (muslim) mulai belajar sekolah ke Belanda dan

yang paling menggembirakan mulai ada upaya pembaharuan gerakan

pendidikan dan sosial-politik, terutama di Sumatera dan Jawa.15

Transformasi bisa terjadi karena timbulnya proses negara sekuler

atau karena kolonialisme sehingga membawa pengaruh pada pribumi

untuk mengadakan perubahan, termasuk anggapan bahwa sekularisasi

13 Anthony Giddens, dkk., Sosiologi, Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, Terj. Ninik

Rochani, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004), hlm. 26-27. 14 Abdurrahman Wahib, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Ed. Kacung Maridjan

dan ma’mun Murod al-Brebery, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm. 81-83. 15 Kelahiran madrasah pertama di Padang, yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad

pada tahun 1909, tidak terlepas dari ketidakpuasan terhadap sistem pesantren yang semata-mata menitikberatkan pada pendidikan agama, di pihak lain pendidikan umum justru pada saat itu sekuler, tidak menghiraukan agama. Lihat, Hasbullah, op.cit., hlm. 66.

Page 19: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

18

sangat dibutuhkan oleh masyarakat.16 Sebagai bukti dalam sejarah

pendidikan pada masa penjajahan Belanda, pada masa sekitar abad ke-18-

an nama pesantren sebagai lembaga pendidikan rakyat terasa sangat

berbobot terutama dilihat dari aspek dakwah Islamiyah. Namun karena

anggapan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan sudah tidak aktual

(layak) untuk dipertahankan eksistensinya, maka perlu untuk mengikuti

dan memberlakukan perpaduan antara sistem pesantren dan sistem

pendidikan Barat (kolonial).17

Pada beberapa aspek, sekularisme telah membawa proses

kejatuhan suatu faham atau anggapan masyarakat bahwa faham tersebut,

yang sudah di anut selama berpuluh-puluh tahun atau ratusan tahun,

kemudian mencari alternatif faham lain. Proses berikut adalah diferensiasi,

terutama tentang dua pola berfikir yang menjadi tradisi dan yang dianggap

baru (modern), yaitu signifikansi fungsional sistem. Sehingga akan timbul

proses keterlepasan, proses sekularisme telah benar-benar terjadi karena

tradisi yang ada atau paham yang ada perlu menghadapi paham atau pola

pikir baru yang lebih sesuai. Tradisi yang telah dianggap mitos dan

modernisasi dianggap sebagai trend, telah juga melahirkan transformasi,

desakralisasi dan sekularisasi.18

Realitas di lapangan-masyarakat, kelahiran pesantren sebagai

lembaga baru, pada abad ke-17, bahkan hingga ke-19 selalu di awali

dengan perang nilai antara pesantren yang berdiri dengan masyarakat,

yang kemudian diakhiri dengan kemenangan pihak pesantren, sehingga

pesantren dapat diterima untuk hidup di masyarakat, dan kemudian

menjadi panutan bagi masyarakat sekitar, terutama pada bidang kehidupan

16 Peter E. Glasnes, Sosiologi Sekulerisasi Suatu Kritik Konsep, Terj. Muchtar Zoerni,

(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992), hlm. 23-30. 17 Adanya perbedaan yang sangat kontradiktif dari sistem sekolah yang didirikan oleh

Belanda dengan pesantren telah menggugah masyarakat pribumi yang pernah menikmati pendidikan kolonial Belanda yang memadukan dengan pesantren, tanpa harus melunturkan semangat keislaman dan nasionalisme. Lihat Ridwan Saidi, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hlm. 25. Lihat juga, Hasbullah, op.cit., hlm. 66-67.

18 Peter E. Glesnes, op.cit., hlm. 31-67.

Page 20: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

19

moral. Pada perkembangannya pondok pesantren memang sangat pesat

karena telah tercatat pada zaman Belanda 20.000 buah.19 Lambat laun

sorotan bahwa pesantren sebagai lembaga tradisional, bersifat eksklusif

sistem pembalajarannya kaku dan sorotan lain, sehingga sorotan-sorotan

tersebut di respon oleh para pemegang kebijakan pesantren sebagai

ancaman akan eksistensi pesantren.

Penjajahan (kolonialisme) telah mendorong secara evolutif maupun

reformatif 20 transformasi sosial dan budaya. Khususnya pada kajian ini

adalah pendidikan, dalam segala aspeknya. Pemberlakuan sistem

pendidikan sekolah (Belanda) telah ikut serta memperlancar transformasi

pendidikan. Mengenai situasi ini Nur Cholik Madjid mengatakan seraya

mengkritisi.

“Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin pertumbuhan sistem pendidikan akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren. Sehingga pengaruh-pengaruh tinggi yang ada sekarang tidak akan berupa Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), UNAIR (Universitas Airlangga) dan sebagainya. Tetapi namanya Universitas Tebu Ireng, Universitas Tremas, Universitas Bangkalan, Lasem, dan seterusnya.”21

Pernyataan Nur Cholik Madjid ini ternyata sebagai perbandingan

sistem pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir sema

Universitas terkenal, cikal-bakalnya adalah perguruan-perguruan yang

semula berorientasi keagamaan.22

Lahirnya Madrasah, istilah ini berasal dari isim Makan kata darasa

(Bahasa Arab) yang berarti tempt duduk untuk belajar atau populer dengan

19 A. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan Agama,

(Jakarta: Desmaga, 1982), hlm. 18. Lihat juga Hasbullah, op.cit., hlm. 43. 20 Perubahan sosial pada umumnya bersifat evolusi atau reformasi, namun demikian pada

pengembangan pendidikan di Indonesia lebih bersifat evolutif. Misalnya dari sistem pesantren berubah menjadi madrasah, dari madrasah berubah menjadi sekolah.

21 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997), Cet.I, hlm. 3-4.

22 Nurcholis Madjid mengambil contoh Universitas Harvard adalah analogi dari pesantren Harvard-nya Amerika Serikat yang didirikan oleh pendeta Harvard dari Boston. Tetapi universitas ini mampu bersaing dan paling prestisius di Amerika. Lihat, ibid, hlm. 4-5.

Page 21: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

20

sekolah,23 sebagai respon terhadap sistem pendidikan Belanda yang

sekuler (di satu sisi) yang hanya mengajarkan pengetahuan umum, hal itu

dianggap positif karena mayoritas umat Islam tidak menguasai bidang-

bidang keduniaan (sosial-budaya-politik), pada sisi lain sistem pendidikan

pesantren hanya memberi pengetahuan agama, sehingga tanpa harus

menghapus unsur agamanya, kemudian timbullah ide menyatukan dua

sistem yang berbeda itu menjadi Madrasah.

Seiring perkembangan pendidikan Indonesia, awal abad ke-20-an,

Abdurrahman Wahid mencatat belajar semenjak tahun 1920-an, pondok

pesantren mulai mengadakan eksperimentasi dengan mendirikan madrasah

di lingkungan pondok pesantren. Pada tahun 1930-an sudah

memperlihatkan percampuran kurikulum. Baru pada tahun 1960-an hingga

pada tahun 1970-an, sekolah-sekolah umum masuk di institusi pesantren,

juga dibarengi dengan gerakan pondok pesantren sebagai basis

perkembangan masyarakat, yang sekaligus telah berkembang menjadi

suatu gerakan besar transformasi sosial, termasuk bagi transformasi

pondok pesantren itu sendiri.24

Masa orde baru (era 1970-an) dengan perkembangan

pembangunanisme, modernisasi dan industrialisasi sebagai ideologi

(penggerak) pembangunan nasional telah secara sistematis dan strategis

mempengaruhi kerja-kerja transformatif pada semua aspek kehidupan

masyarakat. Ide pembangunanisme tidak terasa telah merasuk ke dalam

seluruh wilayah kesadaran masyarakat Indonesia, pembangunan menjadi

kata yang mengideologi hampir di seluruh negara berkembang atau dunia

ketiga.25 Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan dengan basis

kekuatan potensi (sosial-ekonomi-politik) telah menjadi perhitungan

23 Madrasah berkembang pada awal abad 20, awalnya madrasah hanya bersifat diniyah

semata, baru setelah 1930-an sedikit demi sedikit melakukan pembaharuan terutama penambahan pengetahuan umum. Lihat Hasbullah, op.cit., hlm. 70.

24 Abdurrahman Wahid, “Pondok Pesantren Masa Depan”, dalam Said Agil Siradj, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 20-21.

25 Mansur Fakih, “Tinjauan Kritis Terhadap Paradigma dan Teori Pembangunan”, dalam Masdar F. Mas’udi (Ed.), Teologi Tanah, (Jakarta: P3M dan Yapika, 1994), hlm. 29.

Page 22: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

21

proyek pembangunan. Lepas dari sisi negatif pembangunanisme, pondok

pesantren telah mengalami transformasi, dari pola kepemimpinan terlebih

dahulu, kemudian berkembang pada kurikulum, dan aspek lainnya dan

melahirkan istilah pesantren modern, sebagai trade mark dari

pembangunanisme yang membedakannya dari pesantren tradisional

(salafiah).

Perkembangan tersebut kemudian juga membuka beberapa

manusia berkaitan dengan transformasi pesantren dengan berbagai macam

problematika. Menurut Abdurrahman Wahid, misalnya memberi beberapa

pertanyaan fundamental, antara lain: bisakah pondok pesantren dengan

pola kepemimpinan dan sistem manajemen kepemimpinan kiai-ulama

yang kharismatis-elitis dapat mewujudkan ide kepemimpinan

partisipatoris sebagai modal yang dibutuhkan bagi berlangsungnya

transformasi sosial secara umum. Pada pertanyaan lain sejauh mana

pondok pesantren sebagai lembaga (sistem) pendidikan (tradisional) dapat

berubah menjadi produk aturan liberal bagi masyarakatnya, sementara

posisi lainnya menuntut pondok pesantren dapat menetapkan suatu

keputusan bahwa dalam faktor eksternal, masyarakat sangat bergantung

pada eksistensi dirinya.26 Padahal masih ada lagi seabreg (kompleks)

masalah terutama berkaitan dengan bagaimana pondok pesantren

menggunakan alat-alat ideologi untuk melakukan transformasi-perubahan

fundamental di tengah pondok pesantren yang notabene berideologi tak

logis, atau mencari alternatif ideologi yang logis. Akhirnya sampai pada

pertanyaan mungkinkah langkah-langkah di atas bahkan dapat

memusnahkan struktur pondok pesantren sebagai sebuah institusi budaya

politik sekaligus.

Kebutuhan-kebutuhan akan transformasi sosial adalah bukti bahwa

pondok pesantren mempunyai gagasan besar untuk mengembangkan

dirinya sebagai sebuah sistem pendidikan dan sistem pendidikan nasional.

Pengembangan pondok pesantren, baik dalam aspek metodologi, sistem

26 Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan, op.cit., hlm. 21-22

Page 23: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

22

pembelajaran, maupun kurikulum, disamping pengembangan

pemberdayaan sosial, ekonomi, politik dan sosial budaya yang sangat

dibutuhkan pondok pesantren, perlu untuk mendapatkan respon pelaku

pendidikan khususnya di pondok pesantren.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam sampai sekarang

eksistensinya masih diakui, bahkan semakin memainkan perannya di

tengah-tengah masyarakat dalam rangka menyiapkan sumber daya

manusia (SDM) yang handal dan berkualitas. Pondok pesantren mulai

menampakkan keberadaannya sebagai lembaga pendidikan yang

mumpuni, karena di dalamnya didirikan madrasah, sekolah-sekolah umum

(kejuruan), baik secara formal maupun non-formal. Bahkan pada

umumnya pondok pesantren telah melakukan renovasi terhadap sistem

antara lain: pertama, mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern.

Kedua, semakin berorientasi pada kegiatan pendidikan fungsional, yang

terbuka atas perkembangan luar. Ketiga, diversifikasi program dan

kegiatan makin terbuka dan ketergantungan dengan kiai-pun mulai tidak

absolut padanya, santri juga dibekali dengan beberapa pengetahuan di luar

mata pelajaran agama, diantaranya ketrampilan dan skill untuk lapangan

kerja. Keempat, perkembangan pesantren juga dapat dijadikan fungsi

pengembangan masyarakat.27

Pesantren kini mengalami suatu proses transformasi kultural,

sistem, dan nilai-nilainya. Transformasi tersebut adalah sebagai jawaban

atas kritik-kritik yang diberikan kepada pesantren dalam arus transformasi

dan globalisasi, yang mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan

drastis dalam sistem dan kultur pesantren. Perubahan-perubahan tersebut

antara lain: a) perubahan sistem pembelajaran dari perseorangan atau

sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan madrasah.

b) Perubahan lain adalah diberikan pengetahuan umum disamping masih

mempertahankan pengetahuan agama, bahasa Arab, dan kitab kuning. c)

27 Rusli Karim, “Pendidikan Islam di Indonesia dalam Transformasi Sosial Budaya”, dalam Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991), hlm. 134.

Page 24: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

23

bertambahnya komponen pendidikan, misalnya ketrampilan sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. d) diberikannya ijazah

bagi santri, yang telah menyelesaikan studinya di pesantren, yang

terkadang ijazah tersebut disesuaikan dengan ijazah negeri.28

3. Karakteristik Transformasi Kurikulum Pesantren

Sejak pertumbuhannya dengan bentuknya yang khas dan

bervariasi, pondok pesantren terus berkembang. Namun perkembangan

yang signifikan muncul setelah terjadi persinggungan dengan sistem

persekolahan atau juga dikenal dengan sistem madrasi, yaitu sistem

pendidikan dengan pendekatan klasikal, sebagai lawan dari sistem

individual yang berkembang di pondok pesantren. 29

Model pendidikan Islam dalam bentuk madrasah tidak hanya

dikembangkan tetapi juga diserap oleh pesantren, dalam rangka

memperbaharui atau memperkaya sistem pendidikannya. Pada tahap

berikutnya sistem madrasi juga mengalami perkembangan, di lain pihak

ada yang tetap mempertahankan dominasi pendidikan agama dan bahasa

Arab dan ada juga yang mengarah pada pendidikan umum. Maka terdapat

dua bentuk ciri khas pengembangan kurikulum dan pembelajaran yaitu

bentuk pertama, dikenal dengan madrasah diniyah. Kedua, bentuk kedua

dengan dominasi pengetahuan umum disebut dengan madrasah

(Ibtidaiyyah, Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah).

Pada perkembangan di tahun 1960-an dan 1970-an, di era

masuknya sekolah umum (Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,

dan Sekolah Menengah Atas) masuk di institusi pesantren telah menambah

kekayaan kurikulum maupun sistem pembelajarannya. Beberapa pesantren

bahkan telah melakukan terobosan dengan mendirikan sekolah-sekolah

28 Ibid 29 Sistem Madrasi terlebih dahulu berkembang di Timur Tengah, abad ke-19 dan ke-20

kemudian oleh para santri Indonesia dibawa ke Indonesia, dengan upaya pengembangan sistem pengajaran dan pengembangan materi kurikulum dengan pengetahuan umumnya. Lihat Departemen Agama, Pondok Pesantren dan Madrasah, Pertumbuhan dan Perkembangannya, (Jakarta: Dirjen Bindaga, 2003), hlm. 14.

Page 25: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

24

kejuruan, baik teknik mesin maupun ekonomi sehingga berimplikasi pada

pemberlakuan kurikulum departemen pendidikan nasional.30

Madrasah atau sekolah yang diselenggarakan di pondok pesantren

akan berlaku dengan ciri khas berbeda bergantung pada pola pondok

pesantren yang ada. Pada tipologi pesantren modern lebih mengedepankan

pendekatan modern/khilafiyah yang menyelenggarakan kegiatan

pendidikan satuan pendidikan formal, baik dari madrasah, maupun

sekolah, dengan pendekatan klasikal. Sudah barang tentu kurikulum yang

berlaku bersifat formal. Pada tipologi campuran/kombinasi, pada

umumnya menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang,

walaupun tidak harus dengan nama sekolah atau madrasah, tetapi tetap

menyelenggarakan pendidikan pengajian kitab klasik (kitab kuning),

karena sistem ngaji kitab kuning itulah yang menjadi ciri khas suatu

pesantren.

Kitab kuning, menurut Martin Van Bruinessen adalah tradisi agung

yang menjadi ciri khas pesantren, sebagai tempat mentransisikan Islam

yang terdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad.31 Maka

transformasi kurikulum pesantren tidak akan menjadikan ciri khas

utamanya tersebut dan menjadi catatan sejarah, yaitu pengajian kitab

kuning.

Transformasi kurikulum pesantren akan memperlihatkan

bentuknya bergantung pada pola kepemimpinan kiai-pengasuh. Hal itu

menjadi landasan pengembangan, bahwa transformasi yang pertama

terjadi adalah transformasi kepemimpinan (pola manajemen) baru

berimbas pada transformasi lainnya, baik kurikulum, tujuan (visi dan

misi), isi materi kurikulum, metode pembelajaran yang digunakan maupun

sistem evaluasi yang digunakan dalam pesantren.

30 Ibid, hlm. 30. 31 Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di

Indonesia, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 17.

Page 26: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

25

B. Kurikulum Pesantren

1. Pengertian Kurikulum Pesantren

Secara tradisional kurikulum seringkali dipahami sebagai sejumlah

mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. Pada perkembangannya,

kurikulum telah mengalami perubahan konsep, sehingga kurikulum

dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan

bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar sekolah.

Pada pengertian baru, Muhaimin menjelaskan bahwa kurikulum

merupakan segala kegiatan yang dirancang oleh lembaga pendidikan untuk

disajikan kepada peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan

(institusional, kurikuler, dan instruksional).32 Pengertian yang luas ini

sejalan dengan pemahaman Ibnu Hadjar bahwa kurikulum adalah seluruh

kegiatan peserta didik yang berada di bawah tanggung jawab dan

bimbingan lembaga atau sekolah.33 Pengertian tersebut menggambarkan

bahwa segala bentuk aktifitas yang sekiranya memiliki efek bagi

pengembangan peserta didik dimasukkan ke dalam kategori kurikulum.

Mengacu pada pengertian di atas, karena ciri khas pendidikan

pesantren adalah pendidikan 24 jam atau sehari semalam, maka kurikulum

pesantren adalah seluruh kegiatan yang dilakukan oleh santri selama sehari

semalam di pesantren. Hal itu menjadikan pemahaman bahwa selain jam

efektif atau kegiatan yang bersifat formal, juga diajari banyak pelajaran

yang bernilai pendidikan seperti latihan hidup sederhana, latihan hidup

bermasyarakat, belajar mandiri, latihan bela diri bahkan dalam kenyataan

di lapangan, muatan kurikulum yang tidak nampak (hidden curriculum) ini

justru porsinya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kurikulum yang

tampak.

32 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2003), hlm. 60. 33 Ibnu Hadjar, Kurikulum Pendidikan Dasar dan Implementasinya dalam Pembelajaran

di Kelas, dalam Bunga Rampai Psikologi dan Pembelajaran, (Semarang: WRI kerja sama Depag RI, 2001), hlm. 94-95.

Page 27: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

26

Proporsi kurikulum sebagaimana di atas dapat dipakai mengingat

tujuan pesantren bukanlah mengajar santri agar paham terhadap ajaran

agamanya saja, melainkan sekaligus menjadikan agama sebagai pijakan

perilaku hidup kesehariannya. Dengan kata lain, tujuan pesantren adalah

mencetak santri menjadi alim dan amil.

Pada pesantren yang tetap mempertahankan keasliannya (salaf)

maka kurikulum formalnya hanya mengajarkan ilmu-ilmu pendidikan

agama dengan ciri khas kitab kuningnya, atau ngaji saja. Pada

perkembangannya untuk menjawab tuntutan modern, banyak pesantren

yang menambahkan pengetahuan sekuler dalam kurikulum formalnya.

Sementara kurikulum yang non formalnya atau yang tidak nampak,

meliputi kesenian (rebana atau kasidah), seni bela diri dan ketrampilan

lainnya.

Kurikulum pada pesantren kontemporer, menurut Ronald Alan

Lukens Bule memiliki sedikitnya empat bentuk:34 pertama, ngaji

(pendidikan agama) yaitu belajar membaca teks-teks Arab, terutama al-

Quran dan kitab-kitab klasik (kitab kuning). Kedua, pengalaman dan

pendidikan moral. Pengalaman hidup yang diajarkan di pesantren dan

penghayatan nilai-nilai moral, termasuk di antaranya kesederhanaan,

persaudaraan Islam, keikhlasan dan nilai kemanusiaan. Ketiga, sekolah

dan pendidikan umum. Pada pesantren kontemporer telah memiliki

sekolah (madrasah) satu sekuler yang disebut sistem nasional dan yang

lain keagamaan yang disebut sistem madrasah. Keempat, adanya kursus

dan ketrampilan, yang masing-masing pesantren menyesuaikan kebutuhan

kerja.

2. Isi Kurikulum Pesantren

Untuk mencapai tujuan sebagaimana di atas perlu diperlukan

materi kurikulum yang mempunyai kedudukan sentral dalam proses

34 Ronald Alan Lukens Bule, Jihad Ala Pesantren di Mata Antropolog Amerika,

(Yogyakarta: Gama Media, 2004), hlm. 62-84.

Page 28: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

27

pembelajaran. Materi yang dipilih perlu diorganisasikan secara fungsional

dalam kaitannya dengan tujuan. Memandang hal beberapa materi yang

perlu dan dianggap penting, oleh pengasuh kemudian ditentukan.

Umumnya materi yang diajarkan di pesantren berkisar pada nahwu, sharaf,

fiqih, aqoid, bahasa arab, tafsir, hadits dan tasawuf.

Kesulitan dalam menentukan tujuan pesantren yang seragam,

mengakibatkan kesulitan pula dalam menentukan kurikulum yang berlaku

secara menyeluruh pada tiap-tiap pesantren. Persoalan ini dilatarbelakangi

oleh kondisi pesantren yang memiliki tradisi dan karakteristik tersendiri.

Namun terdapat beberapa kesamaan sehubungan isi pelajaran dan

didaktis yang khas, yakni hampir semua pesantren pertama-tama

mengajarkan pelajaran tingkat dasar dalam tulisan dan fonetik Arab, agar

santri muda/pemula membaca dan mengulang tulisan-tulisan Arab klasik.

Kemudian para santri dituntut untuk menguasai pengetahuan yang cukup

tentang bahasa Arab klasik, sebagai syarat untuk mendalami ayat-ayat

keagamaan, filsafat, hukum dan ilmiah.35

Materi yang diajarkan di pesantren sebagian besar membahas

masalah aqidah, syariah dan bahasa Arab; yang meliputi antara lain al-

Quran dengan tajwid serta tafsirnya, aqoid dengan ilmu kalamnya; fiqih

dengan ushul fiqhnya; hadits dengan mustholah haditsnya, dan bahasa

Arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, shorof, bayan, ma’ani, badi’ dan

arudl, tarikh, mantiq an tasawuf.36

Sedangkan menurut Zamakhsari Dhofier materi yang diajarkan di

pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok antara lain:

1. Nahwu (syntax) dan Shorof (morfologi)

2. Fiqih

3. Ushul fiqh

4. Hadits

35 Manfred Ziemiek, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), Cet. I,

hlm. 162. 36 Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekonstruksi Sejarah untuk Aksi,

(Malang: UMM Press, 2006), Cet. II, hlm..106.

Page 29: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

28

5. Tafsir

6. Tauhid

7. Tasawuf

8. Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.37

Kitab-kitab yang digunakan tersebut biasanya disebut kitab kuning

(kitab salaf). Disebut demikian karena pada umumnya kitab-kitab tersebut

dicetak di atas kertas yang berwarna kuning.

Di. kalangan pondok pesantren sendiri, di samping istilah kirab

kuning, beredar juga istilah “kitab klasik”, untuk menyebut jenis kitab

yang sama. Kitab-kitab tersebut pada umumnya tidak diberi

harakat/syakal, sehingga sering juga disebut “kitab gundul”. Ada juga

yang menyebut dengan “kitab kuno”, karena rentang waktu sejarah yang

sangat jauh sejak disusun/diterbitkan sampai sekarang.

Dalam tradisi intelektual Islam, penyebutan istilah kitab karya

ilmiah para ulama itu dibedakan berdasarkan kurun waktu atau format

penulisannya. Kategori pertama disebut kitab-kirab klasik (al kutub al-

qadimah), sedangkan kategori kedua disebut kitab-kitab modem (al kutub

al-ashriyyah).

Pengajaran kitab-kitab ini, meskipun berjenjang, materi yang

diajarkan kadang-kadang berulang-ulang. Penjenjangan dimaksudkan

untuk pendalaman dan perluasan, sehingga penguasaan santri terhadap

isi/materi menjadi semakin mantap. Inilah salah satu ciri penyelenggaraan

pembelajaran di pondok pesantren.

Di bawah ini diberikan contoh jenis fan dan kitab yang diajarkan

berdasarkan tingkatnya, sebagai berikut :

a. Tingkat Dasar

1) AlQur'an

2) Tauhid : Al-Jawahr al - Kalamiyyah

Ummu al-Barohim

3) Fiqih : Safinah al -Sholah

37 Zamakhsrari Dhofier, op.cit., hlm. 50.

Page 30: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

29

Safinah al-Naja'

Sullam al-Taufiq .

Sullam al-Munajat

4) Akhlaq : Al-WashaYa al-Abna'

Al-Akhlaq li al-Banin/Banat

5) Nahwu : Nahw al-Wadlih

Al-Ajrumiyyah

6) Sharaf : Al-Amtsilah al-Tashrifiyyah

Matn al-Bina wa al-Asas

b. Tingkat Menengah Pertama

1) Tajwid : Tuhfah al-Athfal

Hidayah al-Mustafid

Mursyid al-wildan

Syifa' al-Rahman

2) Tauhid : Aqidah al -Awwam

Al Dina al-lslami

3) Fiqih : Fath al.Qarib (Taqrib)

Minhaj al-Qawim Safinah al -Sholah

4) Akhlaq, : Ta'lim al-Muta'allim

5) Nahwu : Mutammimah

Nazham 'Imrithi

At-Makudi

Al-'Asymawi

6) Sharaf : Nazaham Maksud

Al-Kailani

7) Tarikh : Nul al-Yaqin

c. Tingkat Menengah Atas

1) Tafsir : Tafsir al-qur'an al-Ja1alain

Al-Maraghi

2) Ilmu tafsir : Al - Tibya fi'Ulumu al-qur'an

Mabahits fi'Ulumul al-qur’an

Page 31: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

30

Manahil al-lrfan

3) Hadits : Al-Arbain al-Nawawi

Mukhtar al-Ahadits

Bulughul.al-Maram

Jawahir al-Bukhari

Al-Jami' al Shaghir

4) Mushthalah al-Hadits : Minhah al-Mughits

Al-Baiquniyyah

5) Thuhid : Tuhfah al-Murid

Al-Husun al-Hamidiyah

Al-Aqidah al-lslamiyah

Kifavah al-Awwam :

6) Fiqih : Kifayah al-Akhvar

7) Ushul al-Fiqh : Al-Waraqat

Al-sullam

Al-Bayan

Al-Luma'

8) Nahwu dan Sharaf : Atfiyah ibnu Malik

Qawa'id al-Lughah al-Arabiyyah

Syarh ibnu Aqil

Al-Syabrawi

AI-I'lal

I'lal Al-Sharf

9) Akhlaq : Minhaf al-Abidin

Irsyad al-'ibad

10) Tarikh : Ismam al-Wafaq

11) Balaghah : Al-Jauhar al-Maknun

d. Tingkat Tinggi

1) Tauhid : Fath al-Majid

2) Tafsir : Tafsir Qur’an al Azhim (Ibnu Katsir)

Fi Zhilal al-Quran

Page 32: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

31

3) Ilmu Tafsir : Al-ltqan fi ulum al-Qur'an

Itmam al-Dirayah

4) Hadits, : RiYadh al-Shalihin

Al-Lu'lu' wa al-Marjan

Shahih al-Bukhari

Shahih al-Muslim

Tajrid al-Shalih

5) Mushtalah al-hadits : Alfiyah al-Suyuthi

6) Fiqih : Fath al-Wahhab

Al-Iqna'

Al-Muhadzdzab

Al-Mahalli

Al-Fiqh 'ala al-Madzahib al Arba'ah

Bidayah al-Mujtahid

7) Ushul al-Fiqh : tatha'ifa al-Isyarah

Ushul al-Fiqh

Jam'u al-Jawami'

Al-Asybah wa al-Nadhair

Al-Nawahib al-Saniyah

8) Bahasa Arab : Jami'al-Durus Al-Arabiyah

9) Balaghah : Uqud al-Juman

Al-Balaghah al-Wadhihah

10) Mantiq. : Sullam al-Munauraq

11) Akhlaq : Ihya' Ulum al-Din

Risalah al-Mu'awwanah

Bidyah al-Hidayah

12) Tarikh : Tarikh Tasyri'

Kitab-kitab tersebut pada umumnya dipergunakan dalam pengajian

standar oleh pondok-pondok pesantren. Selain yang telah dikemukakan di

atas, masih banyak kitab-kitab yang dipergunakan untuk pendalaman dan

perluasan pengetahuan ajaran Islam. Misalnya kitab-kitab sebagai berikut :

Page 33: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

32

1. Dalam bidang Tafsir/ilmu Tafsir :

a. Ma'ani al qur'an

b. Al Basith

c. Al Bahal al muhith

d. Jami' al-Ahkam al-Qur'an

e. Ahkam al-qur'an

f. Mafatih al-Ghaib

g. Lubab al-Nuqul fi Asbab Nuzul al-Qur'an

h. Al-Burhan fi' Ulum al-Qur'an '

i. I'jazal-Qur’an

2. Dalam bidang Hadits

a. Al Muwaththa'

b. Sunan al-Turmudzi

c. Sunan Abu Daud

d. Sunan al-Nasa'i

e. Sunan lbn Majah

f. Al-Musnad

g. Al-Targhib wa al-Tarhib

h. Nailal-Awthar

i. Subul al-Salam

3. Dalam bidang Fiqh

a. Al-Syarh al-Kabir

b. Al-Umm

c. Al-Risalah

d. Al-Muhalla

e. Fiqh Al-sunnah

f. Min Taujihah al-Islam

g. Al-Fatawa

h. Al-Mughni li lbn Qudamah

i. Al-Islam Aqidah wa syariah

j. Zaad al-Maad

Page 34: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

33

Dalam pelaksanaannya, penjenjangan di atas tidaklah mutlak.

Dapat saja pondok pesantren memberikan tambahan atau melakukan

langkah-langkah inovasi, misalnya dengan mengajarkan kitab-kitab yang

lebih populer, tetapi lebih mudah dalam penyajiannya, sehingga lebih

efektif para santri menguasai materi.38

3. Proses Kegiatan Belajar Mengajar di Pesantren

Belajar adalah proses perubahan perilaku bakat pengalaman dan

latihan. Artinya, perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut

pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap, bahkan segala aspek pribadi.39

Sejalan dengan pendapat di atas Lester D. Crow and Alice Crow

memberikan definisi tentang belajar adalah “learning is modification of

behavior accompanying growth processes that are brought about through

adjustment to tensions initiated through sensory stimulation”.40

“Bahwa adalah perubahan tingkah laku yang mengikuti suatu proses pertumbuhan sebagai hasil penyesuaian diri secara terus menerus yang berasal dari pengaruh luar.”

Menurut Arno F. Witting, belajar adalah “any relative permanent

change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as result of

experience.” Artinya, belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang

terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu

organisme sebagai suatu hasil dari pengalaman.41

Sedangkan menurut Syekh Abdul Aziz dan Abdul Majid:

أن التعلم هو تغري ىف دهن املتعلم يطرأ على خرية سابقة فيحدث فيها تغريا 42.جدبد

38 Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Depag RI,

2003), hlm. 32-37. 39 Syiful Bahri Djamarah, dan Aswan Zaim, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1997), hlm. 11. 40 Lester D. Crow and Alice Crow, Human Development and Learning, (New York:

American Book Company, 1956), hlm. 215. 41 Arno F. Witting, Psychology of Learning, (USA: Mc. Graw Hill, 1981), hlm. 2. 42 Abdul Aziz dan Abdul Majid, al-Tarbiyah wa al-Thuruq al-Tadris, juz 2, (Makkah:

Dar al-Ma’arif, t.th), hlm. 167.

Page 35: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

34

“Sesungguhnya belajar adalah suatu perubahan pada akal siswa yang terjadi karena pengalaman terdahulu, maka terjadi dalam pengalaman itu perubahan yang baru.”

Kemudian menurut Slameto belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.43

Mengajar adalah satuan kegiatan berupa perencanaan, penerapan

dan evaluasi tentang teknis, alat dan tujuan pengajaran dalam usahanya

untuk meningkatkan proses belajar mengajar.44

Dengan demikian belajar mengajar merupakan proses perubahan

perilaku, bakat, dan pengalaman peserta didik yang dilakukan oleh guru

melalui prosedur tertentu untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kegiatan belajar mengajar di pesantren beda dari kegiatan belajar

mengajar di lembaga pendidikan lainnya. Hal ini disebabkan dari makna

yang terkandung di dalamnya. Di pesantren belajar mengajar lebih

dipandang sebagai bentuk ibadah kepada Allah SWT, artinya suatu

kegiatan yang berpahala dan tidak harus berorientasi kepada tujuan-tujuan

duniawi.

Dengan pola belajar mengajar yang ada, pesantren telah

membuktikan dirinya mampu membentuk dan mengembangkan

kepribadian santri menjadi manusia-manusia yang mandiri, dan bertindak

sebagai pelopor perubahan pada masyarakatnya. Sebagaimana pendapat

Raharjo yang dikutip oleh Khozin, bahwa mereka yang menerima

pendidikan pesantren dan sanggup mengamalkannya sudah pasti mereka

tidak akan menyekutukan Allah, berusaha untuk mengatur tingkah lakunya

untuk mencuri, berzina, berjudi dan sebagainya. Pendek kata berbagai nilai

43 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta,

1995), hlm. 2. 44 Isfandi Muchtar, Metodologi Pengajaran Agama dalam PBM-PAI di Sekolah:

Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar PAI, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1998), Cet. I, hlm. 12.

Page 36: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

35

yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, menjadi standar

kualitas para santrinya.45

Untuk membentuk kepribadian santri tersebut, di pesantren tidak

sekedar mempelajari naskah-naskah klasik, namun suasana keagamaan,

kebersamaan dan sistem pendidikan yang dilakukan dalam waktu dua

puluh empat jam. Semuanya itu merupakan faktor yang dapat membentuk

kepribadian santri menjadi manusia yang tangguh dan mandiri.46

Metode pengajaran di pesantren secara umum agak seragam, yakni

metode sorogan dan weton. Yang pertama, santri menghadap kyai

seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya.

Kyai membacakan pelajaran yang berbahasa Arab itu kalimat demi

kalimat kemudian menterjemahkannya dengan menerangkan maksudnya.

Santri menyimak serta mengesahi dengan memberi catatan pada kitabnya,

untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyainya. Metode

weton adalah metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran

dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Metode ini

biasanya diberikan sesudah shalat fardlu.47

4. Evaluasi Pesantren

Komponen ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana tujuan

kurikulum yang telah ditetapkan sudah tercapai. Selain itu, juga untuk

mengetahui efektifitas dan relevansi dari program kurikulumnya. Di

pesantren biasanya melakukan evaluasi dengan tanya jawa secara, tes

tertulis dan tugas-tugas lainnya.

Evaluasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem

pendidikan pesantren, dengan tujuan untuk mengetahui sejauhmana

pesantren mampu mencetak santri sesuai dengan tujuan pesantren. Hal ini

penting dilakukan sebab akan memberikan masukan kepada pesantren

45 Khozin, op.cit., hlm. 105. 46 Mandred, op.cit., hlm. 164. 47 Khozin, op.cit., hlm. 106-107.

Page 37: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

36

untuk merumuskan kembali tujuan pada k pesantren yang selama ini

dinilai sangat lemah.

Faktor utama yang menyebabkan kurangnya kemampuan pesantren

mengikuti dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya

visi dan tujuan yang dibawa pesantren. Relatif sedikit pesantren yang

mampu secara sadar merumuskan tujuan pendidikan serta menuangkannya

dalam tahapan-tahapan rencana kerja atau program.48

Menurut Nurcholis Madjid bahwa metode yang selama ini

digunakan dalam proses belajar mengajar di pesantren telah mengabaikan

aspek kognitif, lebih jauh Nurcholis Madjid menulis:

Pengajian adalah kegiatan penyampaian materi pengajaran oleh seorang kyai kepada santrinya. Tetapi dalam pengajian ini ternyata segi kognitifnya tidak cukup diberi tekanan , terbukti dengan tidak adanya sistem kontrol berupa test atau ujian-ujian terhadap penguasaan santri pada bahan pelajaran yang diterimanya. Disini para santri kurang diberi kesempatan menyampaikan ide-idenya apalagi untuk mengajukan kritik bila menemukan kekeliruan dalam pelajaran sehingga daya nalar dan kreatifitas berfikir mereka (para santri) agak terlambat.49

Memang disadari bahwa pada pesantren ada pengawasan ketat,

tetapi itu hanya menyangkut tata norma atau nilai. Sedangkan bimbingan

dan norma belajar supaya cepat pintar dan cepat selesai, boleh dikatakan

hampir tidak ada. Dengan kata lain pesantren itu titik tekannya bukan pada

aspek kognitif, tetapi justru pada aspek afektif dan psikomotorik.50 Wajar

bila kepincangan dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan oleh

Nurcholis Madjid dilihat sebagai satu titik kelemahan yang harus dibenahi

dunia pesantren.

48 Yasmadi, op.cit., hlm. 72. 49 Nur Cholismadjid, Bilik-Bilik Pesantren, op.cit., hlm. 23. 50 Yasmadi, op.cit., hlm. 74-75.

Page 38: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

37

C. Transformasi Kurikulum Pesantren

Proses transformasi kurikulum pesantren, khususnya di Jawa tidak

lepas dari isu pembangunanisme dan pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh

pesantren. Isu pembangunan yang digulirkan Orde Baru, memiliki arti dan

konsekuensi berbagai pihak untuk merespon isu tersebut. Kata tersebut

memiliki beberapa makna; perubahan sosial (social of change), pertumbuhan

(growth), kemajuan (progres) dan modernisasi (modernization).51 Isu tersebut

kemudian diusung oleh pemerintah ke pesantren yang secara sosial politik

membawa dampak yang saling menguntungkan.

Pemberdayaan umat pesantren juga turut membawa perubahan

orientasi pesantren, hal itu karena menurut Martin Van Bruinessen, pesantren

memiliki potensi penting bagi terwujudnya masyarakat sipil, sebagai pilar

demokratisasi di negeri ini.52 Maka muncullah fenomena kyai di panggung

politik demokrasi yang sementara kyai terkenal dengan eksklusif dan

kharismatik. Isu pemberdayaan disamping berdampak secara sosial politik,

juga membawa pergeseran pada sektor ekonomi dan industri di pesantren.

Sejak itulah beberapa pesantren melakukan respon terhadap

munculnya isu pembangunan, modernisasi, pemberdayaan umat, penguatan

masyarakat sipil, dan isu-isu lain termasuk desakan dan kebutuhan akan

sumber daya manusia yang dapat ikut aktif dan mampu bersaing dengan

perkembangan ilmu dan teknologi. Sebagai konsekuensi logis dari

perkembangan ini, pesantren mau tak mau harus memberikan respon yang

mutualis. Karena pesantren tidak dapat melepaskan diri dari bingkai

perubahan-perubahan tersebut.

Upaya mengembangkan tradisi keilmuan di pesantren terus saja

dilakukan sejumlah upaya semisal perubahan dan penyesuaian kurikulum

pesantren mulai dilakukan. Materi kurikulum pesantren yang berisikan kitab

51 Said Agil Siraj, dkk., Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan

Transformasi Pesantren, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999), hlm. 151. 52 Martin Van Bruinessen, “Conjungtur Sosial Politik di Jagad NU Pasca Khitah 26,

Pergulatan NU Dekade 90-an”, dalam Darwis (ed.), Gus Dur, NU dan Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: LKiS, 1994), hlm. 77-78.

Page 39: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

38

kuning merupakan keunikan sekaligus keistimewaan pesantren. Oleh sebab itu

cibiran terhadap kitab kuning yang konon menjadi penyebab kebekuan umat

hendaknya tidak mengerdilkan nyali pimpinan pesantren untuk terus berperan

dalam mentransformasikan kurikulumnya.53

Dalam melakukan transformasi kurikulum tidak serta merta secara

radikal dirubah, melainkan secara bertahap. Jika kita bertindak secara radikal

dalam perubahan kurikulum pesantren, maka akan menghilangkan dinamika

positif yang ada di pesantren, yakni merawat yang lama yang masih relevan

dan mengembangkan cara baru yang lebih baik.

1. Orientasi dan Tujuan Pesantren

Menurut Nur Cholis Madjid faktor utama yang menyebabkan

kurangnya kemampuan pesantren mengikuti dan menguasai

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terletak pada lemahnya

visi dan tujuan yang hendak dibawa pendidikan pesantren. Relatif sedikit

pesantren yang mampu secara sadar merumuskan tujuan pendidikan, serta

menuangkannya dalam tahapan-tahapan rencana kerja atau program.54

Untuk dapat mengikuti perkembangan zaman, ilmu pengetahuan

dan teknologi, dan mencapai visi dan tujuan yang agung dan maksimal,

kiranya para kyai mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: pertama,

mengadaptasikan kurikulum untuk memenuhi tuntutan kebutuhan belajar

santri, mendayagunakan otoritas pesantren untuk memanfaatkan sumber

pembelajaran, menempatkan guru dan staf dalam team work yang solid

untuk menjalankan misi pesantren.55 Kedua, selalu aktif mengadaptasi

model-model manajemen pendidikan yang cocok untuk mengembangkan

program pesantren. Ketiga, melakukan pengembangan mutu,

pengembangan program bagi para ustad, wali santri dan santri secara

serempak sesuai dengan kultur pesantren salafiyah. Keempat,

mengembangkan kualitas para asatidz melalui kerjasama dengan

53 Amin Haedari, dkk, op.cit., hlm. 73-174. 54 Nur Cholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren; Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:

Paramadina, 1992), hlm. 6. 55 M. Sulton Masyhud, dkk., op.cit., hlm. 40-41.

Page 40: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

39

departemen pendidikan nasional, departemen agama, dan lembaga-

lembaga swadaya masyarakat guna mengembangkan wawasan dan

ketrampilan.

Orientasi pendirian pendidikan formal di pesantren adalah untuk

menjawab permasalahan yang khususnya menyangkut intelektualitas dan

skill. Pendidikan formal yang ada di pesantren adalah untuk menambah

wawasan dan ketrampilan para santri dalam bergelut melawan arus global

dan persaingan ekonomi yang diharapkan berguna setelah menamatkan

pesantrennya.

2. Materi Kurikulum Pesantren

Ketika proses pendidikan pesantren masih berlangsung di surau atau

masjid kurikulum pesantren masih dalam bentuk yang sederhana, yakni

berupa inti ajaran Islam yang mendasar yaitu iman, Islam dan ihsan.

Penyampaian tiga komponen ajaran Islam tersebut dalam bentuk yang

paling mendasar, sebab disesuaikan dengan tingkat intelektualitas santri

dan kualitas keberagamaannya.56 Hal itu sesuai dengan fungsi pesantren

pada masa awal, pesantren hanya berfungsi sebagai alat Islamisasi dan

sekaligus memadukan tiga unsur pendidikan, yakni: ibadah untuk

menanamkan iman, tabligh untuk menyebarkan ilmu dan amal untuk

mewujudkan kegiatan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.57

Peralihan dari langgar berkembang menjadi pesantren membawa

perubahan materi pelajaran. Dari sekadar pengetahuan menjadi suatu ilmu.

Sebagaimana Mahmud Yunus yang dikutip oleh Mujamil Qomar

mencatat, “Ilmu yang mula-mula diajarkan di pesantren adalah ilmu sharaf

dan nahwu, kemudian ilmu fiqih, tafsir, tauhid, akhirnya sampai kepada

ilmu tasawuf dan sebagainya.”58 Sependapat dengan Mahmud Yunus, Nur

Cholis Madjid juga mencatat pembagian keahlian di lingkungan pesantren

yang melahirkan produk-produk pesantren yang berkisar pada: nahwu,

56 Mujamil Qomar, Pesantren..., hlm. 109. 57 Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, hlm. 71. 58 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 109.

Page 41: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

40

sharaf, aqaid, tasawuf, bahasa Arab dan lain-lain.59 Betapapun kecilnya,

pengembangan isi kurikulum ini telah membuktikan adanya gerak

kemajuan yang mengarah pada pemenuhan keperluan santri terutama

sebagai pembentukan intelektual disamping pengembangan kepribadian.

Dewasa ini, menurut Abdurrahman Wahid, sistem pendidikan di

pesantren tidak didasarkan pada kurikulum yang digunakan secara luas,

tetapi diserahkan pada persesuaian yang elastis antara kehendak kyai dan

santrinya secara individual.60 Hal ini dilakukan agar terjadi interaksi

proses belajar mengajar secara demokratis antara seorang kyai dengan

santri.

Dalam perkembangan selanjutnya santri perlu diberikan bukan

hanya ilmu-ilmu yang terkait dengan ritual keseharian, melainkan ilmu-

ilmu yang berbau penalaran yang menggunakan referensi wahyu seperti

ilmu kalam, dan tasawuf. Ilmu-ilmu dasar keislaman seperti tauhid, fiqih

dan tasawuf inilah yang kemudian menjadi mata pelajaran favorit bagi

para santri.61 Tauhid memberikan pemahaman dan keyakinan terhadap

keesaan Allah, fiqih memberikan cara-cara beribadah kepada Allah,

sedangkan tasawuf membimbing seseorang kepada penyempurnaan

ibadah.

Dalam perkembangan selanjutnya kurikulum pesantren menjadi

lebih luas. Akan tetapi pengembangan tersebut lebih bersifat materi

pelajaran yang sudah ada dari pada penambahan disiplin ilmu yang baru.

Materi tersebut bis disimpulkan sebagai berikut: al-Quran dengan tajwid

dan tafsirnya, aqaid dan ilmu kalam, fiqih dengan ushul fiqhnya dan

qawaid al-fiqh, hadits dengan musthalalh hadits, bahasa Arab dengan ilmu

59 Nur Cholis Madjid, op.cit., hlm. 79. 60 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, (t.tp: CV. Dharma Bhakti, t.t), hlm.

101. 61 Ismail SM, dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Kerjasama

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 16.

Page 42: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

41

alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma’ani, badi’ dan arudh, tarikh,

mantiq, tasawuf, akhlak dan falak.62

Tidak semua pesantren mengajarkan ilmu tersebut secara ketat,

sebab masing-masing pesantren mempunyai corak sendiri-sendiri.

Kombinasi ilmu tersebut hanyalah lazimnya ditetapkan di pesantren. Di

samping itu, sebagian besar kalangan pesantren tidak setuju dengan

adanya standardisasi kurikulum, sebaliknya variasi kurikulum pesantren

justru diyakini lebih baik.

Dari materi di atas tidak semuanya mendapatkan penekanan yang

sama. Ada tekanan pada pengajaran tertentu, misalnya bahasa arab, fiqih

dan tasawuf. Tekanan pada bahasa Arab dilakukan sebab bahasa Arab

sebagai alat dalam memahami dan mendalami ajaran Islam yang

bersumber dari al-Quran, al-hadits dan kitab-kitab klasik. Penekanan

terhadap fiqih sebab berimplikasi konkrit bagi perilaku keseharian santri.

Sedangkan tasawuf membimbing seseorang (santri) kepada

penyempurnaan ibadah.63

Tafsir, hadits dan ushul fiqih mulai dikaji secara serius di pesantren

pada abad ke-20.64 Tafsir merupakan bidang yang paling luas daya

cakupannya, sesuai dengan daya cakupan kitab suci itu sendiri. Hadits

merupakan materi yang kedua untuk memahami ajaran Islam, sebab fungsi

dari hadits itu sendiri sebagai penjelas dari al-Quran. Sedangkan ushul fiqh

sebagai alat untuk memahami ilmu fiqih dengan benar.

Dengan terangkatnya ketiga materi pelajaran tersebut secara serius

merupakan jawaban nyata terhadap tantangan-tantangan kultural dan

religius yang dihadapi pesantren dewasa ini.

Aqidah meliputi segala hal yang bertalian dengan kepercayaan dan

keyakinan seorang muslim, oleh sebab itu aqidah sering disebut

62 Lihat Nur Cholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren, hlm.28-29; Zamakhsyari Dhofier,

Tradisi Pesantren, hlm.50, Hirzin yang dikutip Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, hlm.106; Mukti Ali yang dikutip Yasmadi, Modernisasi Pesantren, hlm. 68 .

63 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 112-114. 64 Ibid, hlm. 119.

Page 43: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

42

ushuluddin (pokok-pokok agama) sedangkan fiqih disebut furu’ (cabang-

cabang).65 Dalam pesantren seharusnya ushuluddin diberi tekanan yang

sangat besar dibandingkan yang furu’. Anehnya bidang yang pokok ini

kurang mendapatkan tekanan dibandingkan yang furu’.

Penggunaan kitab-kitab yang dipakai pesantren pada awal

pertumbuhannya, para ahli sejarah mengalami banyak kesulitan dalam

merekam jenis-jenis kitab yang dipakai.

Pada zaman Demak (paruh awal abad ke-16) ditemukan kitab-kitab

yang dikenal saat itu hanyalah Usulnem Bis, yaitu sejilid kitab tulisan

tangan berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim,

karangan ulama Smarkand. Isinya tentang ilmu agama Islam paling awal.

Kitab lain misalnya tafsir Jalalain karangan Syekh Jalaluddin al-Mahali

dan Jalaluddin as-Suyuthi, serta suluk-suluk misalnya: Suluk Sunan

Bonang, Suluk Sunan Kalijaga, Wasito Jati Sunan Geseng yang berisikan

ajaran-ajaran tasawuf, dan lainnya.66

Mulai abad ke-19, kitab-kitab referensi di kalangan pesantren

mengalami perubahan yang sangat drastis. Sebagaimana Stenbrink yang

dikutip oleh Mujamil Qomar, merinci: bidang fiqih meliputi: safinanat al-

najah, sulam al-taufiq, Masail al-Sittin, Mukhtashar Minhaj al-Qawin, al-

Hawasyi al-Madaniyah, al-Risalah, Fath al-Qarit, al-Iqna’, Tuhfat al-

Habib, al-Muharrar, Minhj Thalibin, Fath al-Wahab, Thufat al-Muhtaj,

dan Fath al-Mu’in. Dalam bidang bahasa Arab adalah muqaddimah al-

Ajurumiyyah, Mutammimah, al-Fawaqih al-Janniyyah, al-Dhurrah al-

Bahiyyh, al-Awamil al-Minat, Alfiyah, Minhaj alNida’, dan al-Misbah.

Dalam bidang ushul al-din, terdapat Bahjat al-Ulum, Umm al-Barahin

(Aqidat al-Sanusi), al-mufid, Fath al-Mubin, Kifayat al-Awwam, al-Miftah

fi Syarh Ma’rifat al-Islam, dan Jawharat at-Tauhid. Dalam bidang

Tasawuf adalah Ihya’ al-Ulum al-Din, Bidayatul al-Hidayah, Minhaj al-

65 Yasmadi, op.cit., hlm. 82. 66 Wahjoetomo, op.cit., hlm. 73.

Page 44: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

43

Abidin, al-Hikam, Su’ab al-Iman dan Hidayat al-Azkiya’ Ila Thariq al-

Awliya’. Sedang dalam tafsir hanya tafsir Jalalain.67

Pada abad ke-20 referensi pesantren masih mempertahankan

sebagian kitab-kitab abad ke-19. bahkan ditambah lagi dengan kitab-kitab

di bidang hadits, tarikh, ushul fiqh, mantik dan falak. Pada abad ke-20

hingga ke-21 ada dua kitab yang paling populer di pesantren, yaitu kitab

Alfiyah dan kitab Taqrib.

Di samping mempertahankan kitab-kitab klasik sebagai upaya

pelestarian khazanah pesantren, pada awal abad ke-20 beberapa pesantren

mulai bersikap progresif dengan memasukkan pelajaran-pelajaran umum.

Menurut Zamakhsyari Dofier pesantren Tebu Ireng pada tahun 1916-1919

madrasahnya masih menggunakan kurikulum pengetahuan agama saja.

Kemudian mulai 1919, mulai ditambah dengan pelajaran-pelajaran bahasa

Indonesia (Melayu), Matematika, dan ilmu Bumi, mulai tahun 1926

ditambah pula pelajaran bahasa Belanda dan sejarah.68

Pembaharuan kurikulum di Tebu Ireng, tidak lepas dari adanya

hambatan baik dari luar maupun dari dalam. Hambatan dari luar dalam

bentuk dakwah yang dihembuskan oleh Belanda, sedangkan dari dalam

berupa corak pribadi para pembaharu sendiri. Pembaharuan Tebu Ireng,

yang dirintis kyai Ilyas dan A. Wahid Hasyim dapat dipandang sebagai

pembaharuan yang spektakuler pada waktu itu. Sebab pelajaran umum dan

bahasa Belanda pada saat itu merupakan pelajaran yang paling dibenci

para ulama, namun kedua pembaharu ini malahan menjadikannya sebagai

bagian dari kurikulum madrasah di pesantren.69

Titik pusat pengembangan keilmuan di pesantren adalah ilmu-ilmu

agama. Tetapi ilmu agama ini tidak akan berkembang dengan baik tanpa

ditunjang ilmu-ilmu lain (ilmu-ilmu sosial, humaniora dan kealaman),

maka oleh sebagian pesantren ilmu-ilmu tersebut juga diasaskan. Ilmu-

67 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 124. 68 Zamakhsyari Dhofier, op.cit., hlm. 104. 69 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 133.

Page 45: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

44

ilmu tersebut sebagai penunjang bagi ilmu-ilmu agama. Maka orientasi

keilmuan pesantren tetap berpusat pada ilmu-ilmu agama.70

Sejak berdirinya pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan

Islam yang paling mandiri. Kemandirian ini menjadi doktrin kyai pada

santri. Oleh sebab itu sudah seharusnya kyai memberikan ketrampilan

kepada santri. Tujuannya disamping santri mampu hidup secara mandiri di

tengah-tengah masyarakat, juga untuk membuka wawasan berfikir

keduniaan.

Jenis ketrampilan yang diberikan di pesantren sebagai ekstra

kurikuler meliputi kejuruan radio elektronik, kejuruan PKK, penjahitan,

dan perajutan, kejuruan pertukangan dan kerajinan tangan, kejuruan

fotografi, kesenian, olah raga, sablon, penjilidan buku, kaligrafi, cukur dan

perawatan badan; kejuruan pertanian meliputi perikanan, perkebunan,

peternakan dan persawahan, kejuruan IPA, perbengkelan, solder dan

mesin; dan kejuruan administrasi, manajemen, koperasi dan

perdagangan.71

Demikianlah perkembangan pesantren dalam abad ke-21,

pesantren mulai bergerak ke depan secara pelan-pelan tanpa

menghilangkan cara-cara lama pesantren itu sendiri. Kurikulum di atas

menggambarkan perluasan dan pergeseran kurikulum (transformasi

kurikulum).

3. Proses Pembelajaran Pesantren

Proses pembelajaran pada hakikatnya merupakan aktualisasi

kurikulum pesantren, yang menuntut keaktifan kyai/ustad dalam rangka

menciptakan dan menumbuhkan kegiatan santri, sesuai dengan rencana

yang telah diprogramkan.72 Dalam hal ini, para ustad dapat mengambil

70 Haidar Putra Daulay, Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah,

(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 2001), hlm. 30. 71 Mujamil Qomar, op.cit., hlm. 135. 72 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, Panduan Pembelajaran Kurikulum

Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 117.

Page 46: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

45

keputusan, mempunyai prinsip-prinsip pembelajaran, memahami metode

yang tepat untuk diterapkan, dan menggunakan strategi pembelajaran yang

tepat dalam proses pembelajaran.

Umumnya di pesantren Salafiyah proses pembelajaran sangat

bergantung pada kedalaman ilmu pengetahuan sang kyai, termasuk

menentukan metode, sumber, dan bahan pembelajaran. Mengingat hal itu

keberadaan transformasi kurikulum telah merubah pola pembelajaran di

pesantren, dengan mengadopsi beberapa unsur komponen pembelajaran di

antaranya memantapkan tujuan pembelajaran, bahan yang harus diberikan,

strategi dan pendekatan yang tepat diterapkan di kelas, penggunaan sarana

yang digunakan untuk menunjang tercapainya keberhasilan proses

pembelajaran.

Pada pesantren dengan tipe paduan salaf dan khalaf dapat

diketahui proses pembelajaran telah mengalami pengembangan, disamping

dengan mempertahankan tradisi keagamaannya (kajian kitab kuning),

beberapa metode pembelajaran telah dikembangkan. Selain menggunakan

metode sorogan dan bandongan, juga menggunakan metode-metode

diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan eksperimen, pemberian tugas,

ceramah, dan metode-metode lain yang diberlakukan di sekolah ataupun

madrasah.

Bahkan dalam pembelajaran kitab kuning di pesantren tebu ireng,

sejak dini telah melakukan terobosan-terobosan baru. Di antaranya apa

yang dilakukan oleh K.H Idris yang menerapkan strategi pembelajaran

kitab kuning dengan memberikan cara belajar aktif pada santri seniornya,

misalnya kyai mengajarkan kitab kuning kepada tujuh sampai belasan

santrinya yang senior. Salah satu santri dipilih kyai untuk membacakan

kitabnya beberapa baris dan disuruh menerangkan maksudnya. Setelah dia

selesai, kyai mempersilahkan teman-temannya bertanya tentang masalah-

Page 47: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

46

masalah yang dibahas, apabila jawaban santri yang dipilih tadi salah, baru

kemudian kyai turun tangan.73

Proses pembelajaran di pesantren, juga sangat bergantung pada

tersedianya media pembelajaran yang dimiliki. Metode yang lama, hanya

membutuhkan sarana kitab dan alat tulis. Sementara perkembangan

teknologi telah mengubah media yang perlu dikembangkan di pesantren

antara lain; media buku-buku umum (IPA, IPS, Matematika, dll), media

elektronik (komputer), mikroskop (laboratorium) dan media-media lain

yang menunjang proses pembelajaran.

4. Evaluasi Pesantren

Evaluasi adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada

obyek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses evaluasi ini

berlangsung dalam interpretasi dan diakhiri dengan judgment.74 Hal itu

mengisyaratkan bahwa obyek yang dinilainya adalah hasil proses belajar,

baik berupa perubahan tingkah laku dan bila di pesantren perubahan nilai

moral, juga pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Berdasarkan hasil survei PERC (The Political and Economic Risk

Consultation) yang dipublikasikan di The Jakarta Post (3 September 2001)

menunjukkan peringkat pendidikan Indonesia pada posisi 12 dibawah

Vietnam. Sehingga hasil survei tersebut menunjukkan betapa rendahnya

kualitas pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah penekanan evaluasi

hanya pada aspek kognitif.75

Hal itu perlu disadari oleh kalangan pesantren terutama oleh

pengasuh, dan ustad harus memulai mengubah paradigma dalam

penyelenggaraan dan evaluasi pembelajaran. Maka diperlukan

pengetahuan dan penguasaan teknik evaluasi dengan baik. Terutama

73 A. Chozin Nasuha, Epistimologi Kitab Kuning dalam Pesantren, no.1 Vol.6/1989, hlm.

19-20. Lihat juga Said Agil Sirad, op.cit., hlm. 266. 74 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2002), cet. VIII, hlm. 3. 75 The Jakarta Post 3 September 2001.

Page 48: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

47

seiring berlakunya kurikulum di Indonesia yaitu kurikulum berbasis

kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan

Pelajaran (KTSP) atau kurikulum 2007.

Beberapa pesantren yang ada sekarang telah mengenal adanya

evaluasi, baik evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir

satuan pelajaran yang berfungsi untuk memperbaiki proses pembelajaran.

Evaluasi sub sumatif, yaitu evaluasi yang dilakukan pada akhir semester

atau catur wulan, gunanya untuk mengetahui kemampuan para santri telah

menyampaikan proses pembelajaran dari satu bidang studi pada periode

tertentu.76

76 M. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hlm. 137-138.

Page 49: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

48

BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN

A. Kondisi Umum Pesantren Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak

1. Tinjauan Historis

Sejak didirikannya pesantren Futuhiyyah, disadari atau tidak telah

memainkan peran penting dalam memajukan dunia pendidikan masyarakat

yang telah berdimensi pada perubahan sosial, politik ekonomi, hukum dan

bidang strategis lainnya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

pesantren Futuhiyyah didirikan oleh K.H. Abdurrahman ibn Qosidi

Haq pada tahun 1901 masehi bersama dengan meletusnya gunung Kelud

di Jawa Timur. Beliau merupakan ulama asli Mranggen sebagai keturunan

pangeran Wijil II atau pangeran Noto Negara II, dan kepala Perdikan

Kadilangu Demak, dan sesepuh ahli waris dzurriyah kanjeng sunan

Kalijaga Kadilangu Demak.

Pesantren Futuhiyyah pada awalnya lebih masyhur dengan sebutan

pondok Saburan Mranggen, hal ini disebabkan pada zaman dahulu

pesantren umumnya didirikan tanpa diberi nama, kecuali disesuaikan

dengan nama kampung atau desa dimana pesantren tersebut berdiri.

Misalnya pondok Serang, pondok Lasem, pondok Termas, dan tidak

terkecuali pesantren Futuhiyyah yang terletak di desa Suburan Mranggen.

Berarti dari keteguhan, kesabaran dan tirakat yang dilakukan oleh

para pendiri dan penerus pengasuh pesantren Futuhiyyah berkembang

pesat dan telah mampu menjadi pesantren besar, yang juga punya nama

harum dalam sejarah perjuangan bangsa. Oleh karena itu para penerus

yang merupakan anak-anak pendiri berusaha untuk mempertahankan dan

memajukan keberadaan pesantren Futuhiyyah.

Page 50: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

49

Nama Futuhiyyah sendiri baru muncul sekitar tahun 1927 Masehi

atas usul K.H Muslih Abdurrahman saat kakaknya yakni K.H Ustman

Abdurrahman mendirikan madrasah atas perintah dan persetujuan dari

K.H Abdurrahman selaku ayahnya yang sekaligus sebagai pengasuh

utama.1

2. Letak Geografis

Pesantren Futuhiyyah terletak di Mranggen, yang saat ini

Mranggen merupakan kecamatan atau kewedanan yang termasuk wilayah

kabupaten Demak. Kampungnya bernama Suburan yang berbatasan

dengan desa Brumbung di sisi utara. Dilihat dari sisi topografi, Mranggen

terletak diantara Semarang sebagai batas sisi Barat dengan jarak 13 km

dan Purwodadi sebagai batasan sisi Timur, serta 25 km dari kabupaten

Demak.

3. Visi dan Misi

a. Visi

Pembentukan generasi muslim bermental ulama yang tahan uji

dalam menghadapi situasi dan kondisi.

b. Misi

Membentuk insan kamil berakhlakul karimah yang berpegang

teguh pada aqidah ahlussunah wal jama’ah.2

1 Sejarah Sebad Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen, panitia perayaan seabad

pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen, 2001, hlm. 2-3. 2 Hasil wawancara dengan ustadz Ahmad Farid, Pengurus pesantren Futuhiyyah tanggal

16 April 2007 di kantor pesantren

Page 51: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

50

4. Struktur Organisasi

Pengasuh KH M. Hanif Muslih

KH Said Latif Hakim, S.Ag

Pengawas K Abdul Hamid, A.H

Ketua A. Farid

Wakil Ketua A. Dliya’uddin, AH

Bendahara Miftahul Huda

Ahmad Mubarok

Sekretaris M. Zainut Tholibin M. Khoirun Ni’am

Departemen Sarana & Kebersihan M. Sholihin

Hakim ma’rufat Lukman Hakim

M. Sholihan

Departemen Kejar

M. Zaenal Muttaqin Abdul Hakim Mahbub Alwi Ahmad Sahal

Departemen Kamtib

A. Zamroni Ahmad Khuzaeni

Edi Hariyanto Sa’dan Masyhadi Irfan

Departemen Humas

Abdul Aziz A. M. Akhyar, AH

Page 52: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

51

5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana pesantren Futuhiyyah pada umumnya adalah

waqaf yang berwujud tanah yang berasal dari pendiri. Oleh karena itu

pengasuh pesantren Futuhiyyah mengajak masyarakat untuk ikut

berpartisipasi dalam pembangunan maupun pengembangan sarana dan

prasarana, termasuk dalam rangka amal jariyah.

Sebelum KH Muslih wafat, beliau sempat pula memperbaiki

manajemen pesantren Futuhiyyah dengan membentuk badan

penyelenggaraan pesantren Futuhiyyah, termasuk madrasah dan sekolah,

dengan bentuk yayasan. pesantren Futuhiyyah pada tahun 1977 Masehi,

yang sekaligus membawahi pesantren-pesantren cabang yang berstatus

sebagai cabang ekonomi maupun yang diurus oleh pengasuh masing-

masing.

Komplek pesantren Futuhiyyah memiliki berbagai sarana dan

prasarana, baik untuk kegiatan belajar mengajar maupun kegiatan

administratif. Adapun sarana dan prasarana yang ada yaitu 16 ruang

belajar, 1 ruang kantor, 3 ruang pimpinan, 6 ruang perpustakaan, 1 masjid,

19 ruang asrama, 2 WC tamu, 16 WC santri, dan 7 kamar kecil. Semua

fasilitas tersebut menempati tanah seluas 4.286 m2.3

B. Kondisi Khusus Pesantren Futuhiyyah Mranggen Kabupaten Demak

1. Kegiatan Pendidikan

a. Pendidikan Sekolah

Jenis pendidikan yang dikelola pesantren Futuhiyyah meliputi

pendidikan keagamaan dan umum, pendidikan itu antara lain sebagai

berikut :

1. Taman pendidikan al-Qur'an (TPA).

2. Taman kanak-kanak (TK) masyitoh.

3. Madrasah ibtidaiyah (MI).

3 Profil Pondon pesantren Futuhiyyah Mranggen, 2007, hlm. 8.

Page 53: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

52

4. Madrasah tsanawiyah 1 (MTS 1) (putra) dan MTS 2 (putri).

5. Madrasah aliyah 1 (MA 1) (putra) dan MA 2 (putri).

6. Sekolah lanjutan pertama (SLTP).

7. Sekolah menengah umum (SMU).

8. Sekolah menengah kejuruan (SMK)

Kurikulum yang digunakan di pendidikan formal tersebut,

mengacu kepada kurikulum Depag untuk MI, MTS dan MA,

sedangkan untuk SLTP dan SMU menggunakan kurikulum

Departemen Pendidikan Nasional. Khusus untuk Madrasah Aliyah 1

disamping menggunakan kurikulum Departemen Agama juga

menggunakan kurikulum pesantren. Meski demikian kurikulum

Departemen Agama menempati porsi lebih banyak.

b. Pendidikan pesantren

Sebagai pesantren yang menggunakan antara ciri salaf dan

khilaf, pesantren Futuhiyyah masih tetap mempertahankan ciri khas

pesantren salaf. Ciri khas itu antara lain pengajian kitab-kitab kuning

dengan metode sorogan atau bandongan.

Secara garis besar, kegiatan pesantren Futuhiyyah dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Pengajian al-Qur'an bin nadzor dan bil ghoib.

2. Pengajian kitab kuning.

3. Muhadhoro dan madrasah diniyah salafiyah Futuhiyyah (MDSF).

4. Ta’limul khitobah

5. Maulid diba’ al-barzanji dan simthudduror.

6. Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al Jailani r.a.

7. Ziarah kubur masyasyih.

8. Pelatihan organisasi (ASSIFA).

9. Pengajian Thoriqoh Qodiriyyah Wan Naqsyabandiyyah.

Adapun kitab-kitab yang digunakan dalam pengajian terdiri

dari kitab pegangan wajib dan kitab anjuran guna menambah wawasan,

yaitu :

Page 54: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

53

1. Ulumul Quran, kitab pegangan wajib al-Qur'an dan kitab anjuran

al-itqon, mubahits fi uluil Quran.

2. Tafsir, kitab wajib al-Munir, kitab anjuran Ibn Katsir.

3. Hadits; Bulughul Marom.

4. Ulumul hadits : pegangan wajib mustholah al-hadits dan kitab

anjuran Ulumul hadits wa mustholahuh.

5. Fiqih : kitab wajib kifayatul Akhyar dan kitab anjuran Fathul

Wahab.

6. Usul fiqih : Al Bayan Fil Quran, Mabadi Awwaliyyah.

7. Aqidah : Jawahirul Kalamiyah.

8. Akhlak : Ihya’ Ulumuddin.

9. Nahwu : Al Anjurumiyah, Al ‘Imrithi, Alfiyah Ibn Malik.

10. Shorof : Amtsilah At Tashrifiyah, Qowaid At Tashrifiyah.

c. Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan ekstra kurikuler atau ketrampilan diselenggarakan di

pesantren Futuhiyyah baru sekitar tahun 1927, ketika Departemen

Agama memperkenalkan pendidikan ketrampilan di lingkungan

pesantren. Kegiatan ekstra tersebut meliputi menjahit, mengetik,

mengelas, peternakan, koperasi, komputer, pertukangan,

kepemimpinan, dan jurnalistik.

Dalam jurnalistik sempat melahirkan sebuah majalah MISAN

sebagai bagian dari program pengembangan unit dokumentasi dan

pelayanan informasi (UPDII) dan sebagai wadah program pusat

informasi pesantren (PIP).4

2. Keadaan Pengajar dan Santri

Yang bertugas mengajar di pesantren Futuhiyyah berjumlah 28

ustadz dengan berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda. Untuk

lebih jelasnya penulis sebutkan daftar nama-nama pengajar atau ustadz di

pesantren Futuhiyyah.

4 Pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen, 2007, hlm. 6-7.

Page 55: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

54

Daftar guru Madrasah Diniyah Salafiyyah Futuhiyyah

Suburan Mranggen Demak.

No Nama Pendidikan

1. K.H. A. Said Lafif, S.Ag Sarjana

2. DR. K.H. Abdul Hadi, MA Doktoral

3. K.H. Ali Makhsun, S.Ag Sarjana

4. K.H. Drs. A. Ghozali Ihsan, M.Ag Pasca Sarjana

5. K.H. A. Adib Masruhah, LC, M.Pd Pasca Sarjana

6. Abdul Hamid Masyhuri, AH MA

7. Ahmad Mukhlisin Masyhuri, AH MA

8. Muhammad Imron Makhdum MA

9. Ahmad Akrom Makhdum MA

10. M. Mahdi Suali Basyaiban MA

11. Fuad Zen, AH MA

12. Imron Masyhadi MA

13. Ahmad Farid EW MA

14. A. Dliya’uddin, AH MA

15. A.M. Akhyar, AH MA

16. Abdul Aziz MA

17. Miftahul Huda MA

18. M. Zaenal Muttaqin, AH MA

19. Ahmad Mubarok MA

20. M. Zainut Tholibin MA

21. Abdul Hakim MA

22. Zamroni MA

23. Mahbub Alwi, AH MA

24. Ahmad Sahal MA

25. Khuzairi MA

26. Hakim M. Ma’ruf MA

27. M. Sholihin MA

28. Edi Hariyanto MA

(Diambil dari dokumentasi kegiatan santri pesantren Futuhiyyah tahun

ajaran 2007)

Page 56: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

55

Sedangkan santri yang ada di pesantren Futuhiyyah terbagi

menjadi dua, yaitu santri yayasan dan santri pesantren Futuhiyyah. Santri

yayasan yaitu orang-orang yang belajar dibawah lembaga pendidikan

yayasan pesantren Futuhiyyah. Jumlahnya mencapai lebih dari 5000

santri, ini belum termasuk jamaah Thoriqoh Qodiriyyah Wa

Naqsabandiyyah.

Sedangkan santri pesantren Futuhiyyah sendiri berjumlah 260

santri yang berasal dari berbagai daerah di Jawa dan diluar jawa,

diantaranya : Semarang, Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes,

Cirebon, Indramayu, Jakarta, Demak, Purwodadi, Blora, Jepara, Kudus,

Rembang, Cilacap, Kebumen, Boyolali, Temanggung, Magelang. Jambi,

Palembang, Lampung, Riau dan NTB.5

3. Metode Pengajaran

Sebagai telah kita ketahui bahwa metode pengajaran yang ada di

pesantren adalah metode sorogan dan bandongan, tidak terkecuali

pesantren Futuhiyyah metode sorogan yaitu santri menghadap kiai

seorang diri dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya, kiai

membacakan pelajaran yang berbahasa Arab itu kalimat demi kalimat

kemudian menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya, santri

menyimak dan mengesahi dengan memberi catatan pada kitabnya, untuk

mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kiainya.

Untuk metode sorogan ini di pesantren Futuhiyyah tidak hanya

digunakan untuk kitab-kitab kuning, melainkan untuk al-Qur'an bagi santri

yang sudah senior. Sedangkan metode bandongan adalah metode kuliah

dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk disekeliling kiai

yang menerangkan pelajaran.

5 Hasil wawancara dengan ustadz Zaenal Muttaqin, Pengurus pesantren Futuhiyyah

tanggal 21 April 2007 di kantor pesantren.

Page 57: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

56

4. Alokasi Waktu

Proses belajar mengajar di pesantren Futuhiyyah terbagi menjadi

empat bagian, yaitu : harian, mingguan, bulanan dan tahunan.

- Harian

• Ba’da subuh : pengajian al-Qur'an, pengajian sorogan.

• Ba’da ashar : pengajian kitab kuning.

• Ba’da magrib : Madrasah Diniyah Salafiyyah Futuhiyyah jam

pertama.

• Ba’da isya’ : Madrasah Diniyah Salafiyyah Futuhiyyah jam kedua.

• Ba’da subuh : piket kebersihan perkamar.

- Mingguan

• Hari Jum’at : ziarah makam Masyayikh.

Waktu : ba’da Subuh

: ro’an untuk santri MTS dan MA.

Waktu : pagi

• Hari Ahad : ro’an untuk santri SMP dan SMA.

Waktu : pagi

• Hari Senin : pengajian kitab Ta’limul Mutaalim.

Waktu : ba’da Maghrib

: Ta’limul Khitobah

waktu : ba’da Isya’

• Hari Kamis : Dzibaiyyah

waktu : ba’da Isya’

- Bulanan

• Setiap malam ke-II : pembacaan Manaqib Syaikh Abdul Qodir al

Jailani r.a.

• Setiap malam Selasa Kliwon : Mauidhoh Hasanah oleh ustadz dari

luar.

- Tahunan

• Haul simbah KH Abdurrahman dan keluarga.

Page 58: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

57

• Muwada’ah wa khotmil kutub.

• Khotmil Qur’an.6

5. Evaluasi Pesantren

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai

dalam proses belajar mengajar. Di pesantren Futuhiyyah evaluasi

dilakukan dengan dua cara, untuk yang klasikal (Madrasah Diniyah

Salafiyyah Futuhiyyah) menggunakan tes tertulis yang sudah terstruktur

secara rapi, yakni mid semester dan akhir semester. Sedangkan untuk

pengajian kitab kuning (non klasikal) dilakukan secara lisan, dengan cara

santri membaca kitab yang telah diajarkan dihadapan ustadz satu persatu

kemudian sang ustadz memberikan beberapa pertanyaan dari kitab yang

telah santri baca tersebut.

C. Periodesasi Kepemimpinan Pesantren Futuhiyyah

1. Masa Syaikh KH Abdurrahman (1901-1926 Masehi)

Pada masa awal berdirinya pesantren Futuhiyyah hanya memilik

sebuah langgar atau mushola yang mempunyai multi fungsi, yakni selain

sebagai tempat berjamaah digunakan pula sebagai tempat menginap santri

dan proses belajar mengajar.

Proses belajar mengajar sejak tahun berdirinya pesantren

Futuhiyyah sampai tahun 1926 dilakukan sendiri oleh syaikh

Abdurrahman tanpa dibantu oleh siapapun, beliau dikenal sebagai orang

yang cinta akan ilmu, hal itu bisa dilihat meskipun beliau sudah

mendirikan pesantren beliau juga masih meneruskan belajar di pondok

pesantren Brumbung. Baru pada tahun 1926 Masehi putra beliau, yakni

syaikh KH Ustman sekembalinya dari pesantren Lasem diperintahkan

untuk mengembangkan pesantren sekaligus mendirikan Madrasah.

Syaikh KH Abdurrahman dikenal sebagai saudagar yang berhasil,

diantaranya beliau berjualan beraneka ragam pakaian jadi, kecuali celana

panjang dan dasi yang dinilai haram. Selain itu beliau juga memiliki tanah

6 Dokumentasi kegiatan santri pondok pesantren Futuhiyyah tahun ajaran 2007

Page 59: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

58

sawah, perkebunan kelapa, pisang serta lain-lainnya, dimana semuanya itu

berada di beberapa tempat di Suburan Mranggen dan Pungkuran

Mranggen Mondosari (Batursari). Untuk mengolah tanah tersebut

membutuhkan orang banyak, oleh sebab itu syaikh Abdurrahman

memanggil santri-santri dhuafa’ yang tinggal belajar di pesantren

Futuhiyyah, dan mereka dikenal dengan sebutan kejar yang berarti kerja

sambil belajar.

Pendidikan pesantren yang diselenggarakan oleh syaikh

Abdurrahman sejak awal tahun 1901 Masehi hingga akhir hayat beliau

tahun 1941 Masehi ialah :

a. Praktek ubudiyyah, yaitu shalat fardhu lima waktu secara berjamaah

dan diteruskan dengan wiridan serta dzikir thoriqoh yang di antaranya

melakukan mujahadah riyadho, shalat-shalat sunnah, tadarus al-Qur'an

dan termasuk di dalamnya membaca kisah maulid Nabi Muhammad

saw yang biasanya jatuh pada malam Jum’at.

b. Pengajian al-Qur'an, bagi anak-anak remaja kampung Suburan

Mranggen dan sekitarnya, serta para santri yang berasal dari wilayah

Mranggen.

c. Bimbingan serta pengalaman Qodiriyyah Wa Naqsabandiyyah,

dikhususkan bagi orang-orang Mranggen dan sekitarnya telah dibai’at

thoriqoh tersebut pada syaikh KH Ibrohim Yahya Brumbung.

d. Pengajian syariat bagi masyarakat sekitar yang sudah berthoriqoh

maupun yang belum.

e. Pengajian kitab kuning, diantaranya tauhid, fiqih dan lain-lain. Bagi

santri yang tetap maupun santri yang kalong.

2. Masa Syaikh KH Ustman Abdurrahman (1927-1935 Masehi)

Syaikh KH Ustman adalah putra laki-laki tertua syaikh

Abdurrahman, syaikh KH Ustman selain dikader sendiri oleh ayahnya

beliau juga dikaderkan kepada syaikh Ibrohim Yahya Brumbung dan

kepada syaikh KH Ustman diberi amanat oleh ayahnya untuk

mengembangkan pesantren yang telah dirintisnya. Adapun langkah-

Page 60: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

59

langkah syaikh KH Ustman dalam mengembangkan pesantren Futuhiyyah

antara lain :

a. Merenovasi langgar yang sudah ada menjadi bangunan pondok serba

guna yang terdiri atas ruang mushola sekaligus ruang belajar mengajar

dan beberapa kamar santri.

b. Mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah.

c. Melanjutkan dan mengembangkan pendidikan pesantren yang sudah

ada sebelumnya dengan memperluas pengajian kitabnya, termasuk

latihan pencak silat.

d. Dakwah keliling ke desa-desa termasuk menghimbau agar kaum

muslimin mau menyekolahkan putra-putranya ke madrasah dan

memondokkan putranya ke pondok-pondok pesantren, sekaligus

dakwah NU, karena kebetulan syaikh KH Ustman dan guru-guru

madrasah adalah pengurus NU cabang Mranggen yang diketuai oleh

beliau, yang didirikan bersama syaikh KH Toyyib bin Ibrohim Yahya

Brumbung dan kiai-kiai lainnya termasuk syaikh KH Abdurrahman.

e. Usaha lainnya dalam rangka mengisi pesantren yang diasuhnya

Pendidikan pesantren pada masa syaikh KH Ustman pada dasarnya

masih sama dengan masa sebelumnya, hanya saja proses pelaksanaannya

lebih diperluas dan diperkembangkan. Adapun pendidikan yang

diselenggarakannya yaitu :

a. Pendidikan praktek ubudiyyah, termasuk mujahadah.

b. Pengajian kitab-kitab kuning.

c. Pengajian al-Qur'an.

d. Pengajian syariah.

e. Bimbingan khusus praktek berthoriqoh.

Pada masa syaikh KH Ustman, pendidikan seni dan olah raga juga

menonjol yaitu:

a. Seni tebangan.

b. Seni zipin.

c. Pencak silat atau seni bela diri.

Page 61: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

60

d. Seni teater.

e. Seni lukis.

f. Back ground panggung (tonil) dilukis sendiri oleh para santri atau

anggota teater.

Selain syaikh KH Ustman sebagai pengasuh pesantren, beliau juga

sebagai ketua NU cabang Mranggen oleh karena itu sekembalinya KH

Muslih dari pesantren Serang pada tahun 1935 Masehi, pesantren

Futuhiyyah diserahkan kepada Syaikh KH Muslih untuk dikembangkan.

Hal ini dikarenakan syaikh KH Ustman sibuk berdakwa dan mengurus NU

cabang Mranggen, hingga tak sempat mengasuh pesantren secara

langsung.

Walaupun syaikh KH Ustman sibuk diluar tidak menjadikan beliau

merupakan tugas utama menjadi pengasuh pesantren Futuhiyyah, disela-

sela kegiatan rutin beliau masih menyempatkan diri berbincang-bincang

dengan syaikh KH Muslih di pesantren Futuhiyyah, termasuk memberi

pengarahan serta pelaksanaan pembangunan pesantren Futuhiyyah hingga

akhir hayat beliau pada tahun 1967 Masehi.7

3. Masa Syaikh K.H. Muslih Abdurrahman (19346-1981 Masehi)

Syaikh K.H. Muslih Abdurrahman adalah putra kedua dari Syaikh

K.H. Abdurrahman Ibn Qosidil Haq pendiri Pesantren Futuhiyyah, yang

apabila ditarik garis ke atas akan bertemu sebagai garis Dzuriyyah

Kanjeng Sunan Kalijaga.

Pendidikan Syaikh K.H. Muslih dimulai belajar dengan ayahnya

sendiri kemudian belajar di madrasah Syaikh K.H. Ibrohim Brumbung.

Lalu mondok sebenar di Patebon bersama putra Syaikh K.H Ibrohim

Brumbung, yakni Syaikh K.H. Ichsan. Setelah itu Syaikh K.H. Muslih

mondok di pesantren Sarang selama 9 tahun, kemudian melanjutkan lagi

di pesantren Termas-Pacitan. Di pesantren inilah beliau justru diangkat

7 Sejarah Seabad Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen, hlm. 6-14.

Page 62: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

61

sebagai guru madrasah kelas Alfiyah atau dahulu dinamakan tingkat

Tsanawiyah dan berjalan hingga tahun 1935 Masehi.

Sekembali dari Termas pada tahun 1935 Masehi Syaikh K.H.

Muslih melanjutkan perjuangan menjadi pengasuh II pesantren Futuhiyyah

dan Syaikh K.H. Abdurrahman tetap sebagai sesepuh yang sekaligus imam

Jama’ah shalat maktubah dan mujahadah serta pembimbing thoriqoh,

sedangkan Syaikh K.H. Utsman sebagai pengasuh I.

Dengan berbekal pengalaman yang ada pada saat mengajar di

Termas Syaikh K.H. Muslih pada tahun 1936 Masehi mengembangkan

madrasah menjadi madrasah Ibtida’iyyah Salafiyah dan madrasah

Tsanawiyyah.

Madrasah Ibtida’iyyah Salafiyyah pelajaran nahwunya sebagai

berikut:

- Kelas III : Awamil dan jurumiyyah

- Kelas IV : Sulam sibyan

- Kelas V : Imrity dan milhatul I’rob

- Kelas VI : Al-fiyyah Ibnu Malik ditambah Balaghoh (Qowaidul Lughoh)

Adapun untuk madrasah Tsanawiyyahnya:

- Kelas I : Al-fiyyah Ibn Malik melanjutkan dari kelas VI madrasah

Ibtidaiyah

- Kelas II dan III : Tidak ada pelajaran nahwu sebagai ganti adalah

memperdalam balaghoh (uqudu Juman)

Pendidikan pesantren pada masa Syikh K.H. Muslih sebagai

berikut:

a. Praktek ubudiyah, santri diwajibkan shalat lima waktu berjamaah dan

wajib ikut mujahadah dan riyadhohnya berikut ibadah lainnya, selain

wiridan umum (istigfar, tasbih, tahmid dan takbir), mujahadah dan

riyadhoh lainnya yang lebih bersifat khusus, yakni:

1) Ba’da subuh, dzikir LAA ILAHA ILLALLAH (165 x) secara

jahar, lalu membaca surat al-Fatihah minimal 7 kali (jika

berjamaah). Dalam hal ini Syaikh K.H. Muslih memberi ijazah

Page 63: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

62

umum membaca surat al-Fatihah 100 kali tiap hari, dan waktunya

bebas insya Allah pembacanya akan mendapatkan asror, termasuk

di dalamnya Sir yang menakjubkan serta tak terduga min fadhillah

wa rahmatih.

2) Ba’da Dzuhur, antara lain: surat al-Fatihah 7 kali, surat al-Ikhlas 7

kali, surat Mu’awwidztain 7 kali, surat al-Insyiroh 7 kali dan surat

al-Qodar 7 kali, asrornya antara lain Jalbur-rizqi. Hal ini penting

sebab pendidikan perlu adanya biaya yang tidak sedikit.

3) Ba’da Ashar, antara lain: Rotib al-Hadda, asrornya untuk

keselamatan pondok, Bilad, diri, keluarga, dunia akhirat termasuk

aman dari gangguan setan dan segala macam fitnah maupun bala’

hingga maut ‘ala khusnu khotimah – ala dinil Islam.

4) Ba’da Magrib, antara lain: membaca surat Yasin dan surat al-

Waqi’ah. Asror surat Yasin antara lain insya Allah terjaga dari

berbuat dosa dan diampuni dosanya yang terjadi pada hari atau

malam itu. Dan asror surat al-Waqi’ah antara lain insya Allah

pembacanya tidak pernah sepi dari rizqi Allah SWT.

5) Ba’da Isya’, antara lain: dzikir LAA ILAHA ILLALLAH (165 x) dan

shalawat nariyah di baca secara berjamaah sejumlah 4444 kali.

b. Pengajian al-Quran. Santri yang belum bisa membacanya maupun

santri yang belum pernah mengaji al-Quran hingga khatam, diwajibkan

mengaji al-Quran, hingga khatam sehingga santri tersebut telah berhak

mengajar al-Quran jika telah pulang kampung karena telah

mengantongi ijazah dalam membaca al-Quran.

c. Pengajian kitab kuning

Pesantren dalam menyelenggarakan pendidikan ilmiahnya

dengan bentuk pengajian kitab kuning, yang sebenarnya memiliki

strata atau tingkatan khusus yang disebut tadrib, yaitu tadrib ibtida’,

tadrib wustho dan tadrib alif (tingkat dasar, tingkat menengah dan

tingkat tinggi).

Page 64: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

63

Pengajian kitab kuning di masa Syaikh K.H. Muslih adalah

lengkap hingga tadrib alif, baik yang berupa weton maupun bandongan

dan semuanya diasuh oleh Syaikh K.H. Muslih, para wakil beliau yaitu

Syaikh K.H. Murodi dan Syaikh K.H. Ahmad Muthohar, para menantu

beliau berikut para santri senior.

Tadrib ibtida’ adalah pengajian kitab kuning dari semua

cabang ilmu alat, syariat atau yang lainnya dan ini untuk santri tingkat

ibtyida’ (jelas jurumiyah). Tadrib wustho, pengajian kitab kuning

untuk kelas syarah Ibnu Aqil, Fathul Wahab dan lain-lain.

Syaikh K.H. Muslih dalam pengajian wetonan tiap ba’da Ashar

mengajar tafsir Jalalain dalam bentuk tadrib wustho, dan mengajar

Ihya’ Ulumuddin tiap hari Jum’at pagi dalam bentuk tadrib Aliy.

Beliau mengajar secara bandongan tiap tahun mulai 17

Sya’ban hingga 17 Ramadhan untuk tadrib Aliy dan biasanya diikuti

oleh para santri senior dari pesantren se-Jawa bahkan Madura,

Lampung, disamping diikuti pula oleh para alumni Futuhiyyah. Kitab-

kitab yang dibaca yaitu:

I. Ilmu alat

a) Mughni labib

b) Asnal matholib

c) Misbaul munir

d) Uqudul juman

II. Ilmu fiqih, ushul fiqih dan qowaid al-Fiqhiyyah

a) Mahally

b) I’anatut Thalibin

c) Fathul wahab

d) Iqna’

e) Bidayatul mujtahid

f) Jami’ul Jawami’

g) Asbah wa nadhoir

h) Muhaddzab

Page 65: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

64

i) Mizan Sya’roni

III. Tafsir dan hadits

a) Tafsir al-Munir

b) Tafsir as-Showy

c) Shohih Bukhori

d) Shohih muslim

e) Sunan ibn Majah

f) Sunan at-Turmudzi

g) Sunan an-Nasa’ie

h) Sunan Abu Dawud

i) Ibanatul Ahkam dan Syarah Bulughul Marom

Sedangkan kitab-kitab yang dibaca wetonan oleh Syaikh K.H.

Muslih, antara lain:

1) Tafsir Jalalain, beliau baca sejak tahun 1936 Masehi sampai akhir

hayatnya dan biasanya tiap tahun khatam

2) Durratun Nasihin

3) Syarah Hikam

4) Wasiyyatul Musthafa

5) Qolyubi

6) Risalah Mu’awanah

7) Risalah Jum’atain

8) Fathul Mu’in

9) Syarah Imrithy

10) Syarah Ibn Aql dan Matan

11) Syarah Dahlan

12) Hujjah Ahlussunah wal Jama’ah dll.

4. Masa K.H. Lutfil Hakim Muslim – K.H. M. Hanif Muslih L.C (1982 –

sekarang)

Periode ini adalah periode pelestarian dan pengembangan

pesantren Futuhiyyah. Sistem pendidikan yang dipakai masih melestarikan

Page 66: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

65

sistem pendidikan yang lama yakni sistem pendidikan yang diterapkan

oleh Syaikh K.H. Muslih, akan tetapi pada masa K.H. Lutfil Hakim

Muslim dan K.H. M. Hanif Muslih ini lebih terorganisir dan sistematis.

Sistem pendidikan pada masa ini menggunakan sistem gabungan

yakni antara salaf dan khalaf. Hal ini dilakukan karena tuntutan zaman

yang mengharuskan santri selain menguasai ilmu agama juga harus

menguasai ilmu umum. Adapun pendidikan tersebut meliputi: pendidikan

sekolah dan pendidikan pesantren. Untuk pendidikan sekolah

kurikulumnya mengikuti kurikulum Depag dan Diknas. Sedangkan

kurikulum pesantren masih menggunakan kurikulum yang dipakai oleh

Simbah K.H. Muslih.8

Pendidikan pesantren pada masa K.H. Hakim Muslih dan K.H.

Hanif Muslim ini menggunakan sistem klasikal dan non klasikal, untuk

klasikal dilaksanakan habis maghrib dan habis Isya’. Sedangkan non

klasikal dilaksanakan habis Ashar dan habis Subuh dengan materi

kurikulum sebagai berikut:

- Ulumul Qur’an, kitab pegangan al-Quran dan kitab anjuran al-itqon,

mabahis fi ulumil qur’an.

- Tafsir, kitab wajib al-Munir, kitab anjuran Ibn Katsir

- Hadits : Bulughul Marom

- Ulumul Hadits : Mustholah al-Hadits dan kitab anjuran Ulumul hadits

wa mustholahuh.

- Fiqih: Kifayatul ahyar dan kitab anjuran Fatkhul Wahab dan Fathul

Mu’in.

- Ushul Fiqih : Al-Bayan Fi Qur’an, Mabadi’ Awwaliyyah

- Aqidah : Jawahirul Kalamiyah

- Akhlaq : Ihya’ Ulumuddin

- Nahwu : Al Ajurumiyyah, al Imrithi, Alfiyyah Ibn Malik

- Shorof : Amtsilah at Tashrifiyyah, Qowaid at Tashrifiyyah.

8 Sejarah Seabad Pondok Pesantren Futuhiyah Mranggen, hlm. 15-24.

Page 67: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

66

Sedangkan jenis pendidikan sekolah yang dilaksanakan pada masa

K.H. Lutfil Hakim dan K.H. Hanif Muslih meliputi pendidikan keagamaan

dan umum. Pendidikan itu antara lain sebagai berikut:

a. Taman kanak-kanak al-Quran atau taman pendidikan al-Quran

(TKA/TPA)

b. Taman Kanak-Kanak (TK) Masyitoh

c. Madrasah Ibtidaiyyah (MI)

d. Madrasah Tsanawiyyah (MTs) I (Putra) dan II (Putri)

e. Madrasah Aliyah (MA) I (Putra) dan II (Putri)

f. Sekolah Menengah Lanjutan Pertama (SLTP)

g. Sekolah Menengah Umum (SMU)

h. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Kurikulum yang digunakan di pendidikan formal tersebut,

mengacu pada kurikulum Departemen Agama untuk MI, MTs, dan MA.

Sedangkan untuk SLTP dan SMU menggunakan kurikulum departemen

pendidikan nasional. Khusus untuk Madrasah Aliyah, selain menggunakan

kurikulum departemen agama, juga menggunakan kurikulum pesantren.

Kurikulum khusus ini terutama untuk pendalaman materi kitab kuning,

meski demikian kurikulum Departemen Agama menempati porsi lebih

banyak.9

D. Transformasi Kurikulum Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

Dinamika pesantren Futuhiyyah secara keseluruhan terlihat dengan

fenomena bergesernya beberapa unsur pesantren mengalami transformasi,

perubahan dan pengembangan secara bertahap, yang setiap periodik

memperlihatkan kemajuan, antara lain; transformasi kepemimpinan (pola

manajerial), transformasi sistem pembelajaran institusi, transformasi

kurikulum, bahkan juga metode pembelajarannya. Namun demikian dari

sekian perubahan mendasar yang penting sebagai upaya transformasi adalah

9 Profil Pondok Pesantren Futuhiyyah, 2004, hlm. 6.

Page 68: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

67

pola kepemimpinan yang demokratis seorang kiai sebagai figur utama

pesantren.

Proses transformasi tersebut seiring dengan perkembangan pergeseran

sistem pendidikan, yang baik secara nasional maupun regional telah

mengubah pola pemikiran masyarakat, sehingga mendesak kaum santri untuk

melakukan transformasi. Begitupun pesantren Futuhiyyah, sejak

perkembangan pendidikan di Indonesia umumnya mengalami perkembangan,

maka lembaga ini melakukan respon yang cukup tanggap, dengan terus

memantau kebutuhan riil yang hidup di masyarakat, agar eksistensi pesantren

Futuhiyyah dapat dipertahankan dan ada dalam sanubari masyarakat.

Sebelum menjelaskan transformasi pesantren di pondok pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak, akan dijelaskan terlebih dahulu pola

kepemimpinan dan transformasinya, sehingga berpengaruh pada

perkembangan transformasi kurikulumnya. Karena secara historis, sejak

berdirinya hingga perkembangannya pola kepemimpinan pesantren

Futuhiyyah sangat bergantung pada figur-figur kiai, dari pendiri pesantren

K.H. Abdurrahman bin Qosidil Haq, sekitar 1910 hingga saat ini, di bawah

pengasuh K.H. Hanif Muslih, pesantren Futuhiyyah telah mengalami

perkembangan pola manajerial yang variatif.

1. Latar Belakang Transformasi Kurikulum Pesantren Futuhiyyah

Sebagaimana umumnya pesantren, seorang kiai memiliki

kedudukan ganda, baik sebagai pengasuh, juga sekaligus sebagai penerus

pewaris kepemilikan pesantren. Oleh karena gambaran pesantren secara

umum sangat diwarnai gaya dan pola kepemimpinan kiai pengasuh

pesantren. Segala bentuk kebijakan pendidikan dan pengajaran, baik

mengangkut format kelembagaan berikut penjenjangannya, kurikulum

yang dijadikan acuan, metode pembelajaran yang diterapkan, penerimaan

santri baru dan global sistem pendidikannya semua bergantung pada

wewenang kiai.

Hal ini juga dapat dipahami dengan yang terjadi di ponpes

Futuhiyyah Mranggen. Kharisma seorang kiai pengasuh masih

Page 69: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

68

berpengaruh sangat besar terhadap pengembangan pesantren Futuhiyyah.

Apalagi kepemimpinannya yang sekaligus menjadi panutan masyarakat,

memungkinkan akan mendatangkan santri yang banyak dan besarnya

lembaga ini. Hal ini karena membawa kekuatan bargaining pesantren

dengan kondisi struktural masyarakat sekitar.

Tetapi suatu hal yang positif diketahui dari penelitian di Ponpes

Futuhiyyah adalah sikap terbukanya kiai pengasuh terhadap kebijakan dari

luar, termasuk dari sistem pendidikan yang berlaku di Indonesia, sejak

zaman Belanda (1927) diketahui tentang terbukanya KH. Utsman

Abdurrahman (1927-1935 M) dengan mengembangkan pesantren

Futuhiyyah dari sistem pengajian di langgar menjadi sistem madrasah

formal yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah (1927 M). hingga pendirian

Sekolah Menengah Kejuruan (1998) pada masa kepemimpinan K.H. Lutfil

Hakim Muslim dan K.H. M. Hanif Muslih, L.C. (1928-sekarang). Tentang

perkembangan lembaga-lembaga formal yang ada di ponpes Futuhiyyah

dapat dilihat dalam tabel berikut:

No Nama Lembaga Tahun Berdiri

1 Diniyah Awaliyah 1927

2 Madrasah Tsanawiyah (I) 1936

3 Madrasah aliyyah (I) 1962

4 Madrasah Ibtidaiyah (MWB) 1963

5 Taman kanak-anak 1967

6 Sekolah Menengah Pertama 1972

7 Madrasah Tsanawiyah (2) 1983

8 Madrasah Aliyyah (2) 1983

9 Sekolah Menengah Atas 1983

10 Fakultas Syari’ah IIWS 1984

11 Taman Pendidikan Al-Quran 1990

12 Madrasah Tsanawiyah (3) 1996

13 Sekolah Menengah Kejuruan. 1998

Sumber: Sejarah seabad pondok pesantren Futuhiyyah (2001:80)

Page 70: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

69

Dengan masuknya lembaga pendidikan formal ke sistem pesantren

Futuhiyyah dari sejak berdirinya hingga saat ini maka transformasi

pendidikan telah terjadi. Namun demikian proses transform tersebut tanpa

sikap keterbukaan kiai pengasuh di ponpes Futuhiyyah tidak akan terjadi.

Restu kiai, dalam hal ini untuk melaksanakan formalisasi pendidikan

sangat urgen dan menentukan, disamping juga upaya-upaya pengenalan

program pendidikan luas lainnya, tanpa restu seorang kiai pengasuh maka

akan sulit menembus pesantren.

Mengingat figur kiai sangat menentukan transformasi pendidikan

di pesantren, maka inovasi pendidikan akan diakui efektifitas dan efisiensi

hanya akan berjalan juga sangat bergantung pada sponsor dan semangat

kepemimpinan kiai. Apabila seorang kiai melarang terjadinya proses

transformasi maka sudah tentu pondok pesantren akan sangat eksklusif

dan jauh dari inovasi pendidikan.

Seorang kiai dalam pesantren, sebagaimana di ponpes Futuhiyyah,

sangat menentukan nasib pembaharuan dan transformasi pendidikan.

Beliau sebagai satu-satunya penentu kebijakan-kebijakan pendidikan dan

sekaligus figur yang akan membawa pesantren berkembang atau bahkan

tenggelam dan mati. Siapapun yang memiliki inisiatif mengadakan

perubahan, pembaharuan dan transformasi dari luar sistem pendidikan

baik itu berasal dari individu (intelektual), golongan (lembaga pendidikan)

maupun institusi pemerintah, haruslah disalurkan melalui prakarsa kiai.

Kadangkala para pembaharu harus berupaya dengan berbagai pendekatan

pada kiai, baru kemudian melangkah pada program yang diinginkannya.

Walaupun demikian, dalam kenyataannya di pesantren Futuhiyyah

sejak awal, pola kepemimpinan terbuka dan responsif telah terlihat. Proses

transformasi pendidikan di Futuhiyyah juga telah terjadi karena seorang

figur kiai pengasuh yang tanggap akan kebutuhan dan tuntutan zaman.

Terutama pada masa-masa periode pelestarian dan pengembangan yaitu

pada masa KH. Muslih Abdurrahman (1936-1981), lebih-lebih pada masa-

Page 71: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

70

masa periode KH. Lutfil Hakim dan KH. Hanif Muslih, LC. Pada masa-

masa itu sistem pendidikan yang diterapkan tidak saja melestarikan sistem

pendidikan yang ada tetapi lebih terorganisir dan sistematis.

2. Transformasi Kurikulum Pondok Pesantren Futuhiyyah

Berdasarkan tipologi pesantren maka pondok pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak termasuk tipe campuran atau kombinasi.

Karena didalamnya menggunakan sistem campuran atau gabungan

(kombinasi) antara sistem pendidikan salafiyah atau tradisional, yaitu

penyelenggaraan pembelajarannya menggunakan pendekatan tradisional.

Pembelajaran ilmu-ilmunya dilakukan secara individual atau kelompok

dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik (kita kuning). Juga

menggunakan sistem pendidikan khilafiyah yang menyelenggarakan

pendidikan dan pembelajarannya secara klasikal dan berjenjang, termasuk

menyelenggarakan pendidikan formal (MI, MTs, SMP, SMA, MA dan

SMK).

Dengan tipologi campuran atau kombinasi tersebut, maka

kurikulum yang dipakai menyesuaikan dengan lembaga pendidikan yang

dibutuhkan, baik dari Departemen Agama, yang berhubungan dengan

kurikulum madrasah (Ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyyah). Departemen

Pendidikan Nasional, yang berhubungan dengan sekolah (Taman kanak-

kanak, Sekolah Dasar, Menengah Pertama, maupun Menengah Atas dan

kejuruan dengan kurikulum pendidikan nasional sebagai acuan

kurikulumnya. Di sisi lain juga tidak melepaskan ciri khas pesantrennya

dengan menyelenggarakan pendidikan, menggunakan pendekatan

pengajian kitab klasik, karena “sistem ngaji kitab kuning” inilah yang

selama ini diakui sebagai salah satu identitas pondok pesantren.

Proses transformasi kurikulum di pesantren Futuhiyyah secara

historis-evolutif adalah suatu kebutuhan yang mendesak dan keharusan,

mengingat kurikulum pesantren yang ada dirasa kurang memotivasi

belajar para santrinya, disamping juga sejumlah tokoh pesantren

Page 72: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

71

Futuhiyyah telah melakukan pertimbangan-pertimbangan sesaat tetapi

masa depan santri, seiring dengan kebutuhan masyarakat akan

profesionalisme dan relevansi lulusan.10

Seiring dengan transformasi kurikulum, perubahan materi

pelajaran dari pengkajian dasar-dasar (pokok) agama misalnya tauhid

(keimanan), al-Quran, dan nahwu-shorof, kemudian berkembang menjadi

pengkajian pengembangan ilmu-ilmu dasar di atas, tauhid (keimanan)

dengan materi pelajaran aqoid (ilmu kalam), al-Quran dengan ilmu tajwid

dan tafsirnya, hadits dengan muthalah hadits, fiqh dengan ushul fiqhiyah,

bahasa Arab, Nahwu, sharaf-pun kemudian diajarkan dengan sistem

berjenjang diajukan pula materi akhlak dan tasawuf.

Ciri khas salafiyah, dengan pembelajaran kitab klasik atau kitab

kuningnya di pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen masih sangat

kental. Beberapa materi pelajaran yang terdiri dari kitab-kitab nahwu,

shorof, ulum al-Quran, aqidah, fiqih dan ushul fiqh, tafsir, hadits dan

Ulumul hadits, akhlaq dan tasawuf, semua itu sebagai upaya

mempertahankan tradisi pesantren Futuhiyyah dari generasi ke generasi,

juga sebagai mempertahankan nilai murni pesantren pada umumnya.

Dari materi-materi tersebut dapat dilihat sebagai upaya pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak mencetak santri-santri yang ahli di bidang

ilmu agama Islam yang memahami kitab-kitab klasik dan menjadi

intelektual muslim yang beriman dan bertakwa pada Allah SWT.

Sementara sebagai wujud transformasi kurikulum, di pondok

pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak berupaya memasukkan kurikulum

umum, dengan persyaratan tidak bertentangan dengan ideologi pendidikan

pesantren yang mencetak ulama yang berakhlak al-karimah, maka

didirikanlah lembaga-lembaga pendidikan formal yang pengelolaannya

senantiasa dalam sistem pendidikan pesantren Futuhiyyah. Mulailah

kemudian disebut bahwa pondok pesantren Futuhiyyah telah

10 Wawancara dengan pengasuh pesantren (KH. Hanif Muslih, LC) pada tanggal 19 April

2007 di rumah kediamannya.

Page 73: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

72

menggunakan sistem khilafiyah dalam pengembangan kurikulumnya, hal

itu menandakan bahwa pesantren Futuhiyyah bukan salafiyah lagi,

melainkan sistem gabungan atau kombinasi antara salafiyah dan khilafiyah

atau bisa disebut pondok pesantren semi modern.

Realitas di lapangan transformasi kurikulum telah terjadi

bersamaan dengan berlakunya sistem klasikal, baik dalam pembelajaran

kitab kuning maupun jenjang pendidikannya. Namun transformasi yang

bena-benar terjadi secara besar-besaran pada saat digunakannya kurikulum

pendidikan formal baik kurikulum dari Departemen Agama (Depag)

maupun kurikulum dari Departemen Nasional (Diknas).

Berdirinya sekolah-sekolah formal mulai dari Madrasah Ibtidaiyah

(MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) yang

mengacu pada Departemen Agama. Juga berdirinya Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Umum (SMU), dan Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) turut menandai terjadi gelombang besar

perubahan bentuk pesantren yang bersikap terbuka dan tanggap terhadap

kebutuhan arus modernisasi.

Latar belakang pemaduan kurikulum salafiyah dan khilafiyah

kemungkinan besar karena desakan kebutuhan masyarakat akan alumni

pesantren yang memiliki keilmuan terpadu antara keislaman dan umum,

alumni pesantren juga harus memiliki kompetensi yang jelas, memiliki

kemampuan dan skil sehingga dapat melanjutkan karirnya atau bekerja,

atau memilih untuk menjadi pengembang dakwah Islam dengan

mendirikan lembaga pendidikan, atau melanjutkan sekolah ke jenjang

yang lebih tinggi.

Berdasarkan informasi dari kiai pengasuh timbulnya lembaga-

lembaga pendidikan umum di pesantren maka terdapat beberapa alasan:

pertama, sebagai upaya adaptasi pesantren Futuhiyyah dengan

perkembangan pendidikan nasional, atau adaptasi dampak global dari

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, adanya

Page 74: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

73

kepentingan menyelamatkan nyawa pesantren dari berpindahnya animo

masyarakat dari pesantren ke pendidikan umum.11

Kebutuhan yang fundamental dari pemaduan pendidikan umum

dan pesantren juga karena faktor strategis dan spontan, mengingat pondok

pesantren juga sebagai lembaga pencetak kader-kader bangsa, yang disisi

lain mempersiapkan generasi dengan penguasaan agama dan moral yang

baik, di sisi lain mempersiapkan generasi intelektual dengan penguasaan

berbagai sektor sosial, ekonomi, budaya dan teknologi mutakhir. Kedua

faktor tersebut saling mempengaruhi berdirinya lembaga-lembaga

pendidikan formal (umum) sebagai pengembangan (pemantapan

pembaharuan) institusi pesantren.

Fenomena tersebut sangat dirasakan pada sekitar tahun 1980-an,

pada saat Ponpes Futuhiyyah mendirikan lembaga-lembaga formal di

pesantren, animo masyarakat baik dari Demak sendiri maupun dari

kabupaten yang lain di Jawa Tengah bahkan Jawa Timur mencapai

kenaikan yang signifikan. Dukungan orang tua santri untuk mondok di

Futuhiyyah, lebih-lebih orang tua/wali santri yang menginginkan agar

putra-putrinya belajar/ngaji di pesantren sekaligus dapat mengikuti

pendidikan formal, baik yang berorientasi pendidikan umum (SLTP, SMU

dan SMK) maupun orientasi pendidikan agama (MI, MTs, dan MA)

lantaran cara demikian lebih memberikan jaminan keutuhan pribadi santri,

sebab disamping pengetahuan dan pengalaman materi kurikulum ajaran

agama tertanam dengan baik, juga dirangsang untuk meningkatkan dan

mengembangkan potensi intelektualnya melalui penerapan sistem

pembelajaran yang modern dengan kurikulum pengetahuan umum.

Beberapa aspek penting pengembangan kurikulum pesantren

Futuhiyyah sebagai hasil transformasi kurikulum, antara lain menyangkut:

orientasi dan tujuan pesantren, materi kurikulum, proses pembelajaran,

dan sistem evaluasi pembelajaran sebagai berikut: pertama, pada awalnya,

hingga masa orde baru, orientasi dan tujuan pesantren adalah semata-mata

11 Hasil wawancara dengan pengasuh pada tanggal 29 April 2007, di rumah kediamannya.

Page 75: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

74

tafaquh fi al-din dalam arti lama, yaitu dengan mengedepankan ngaji kitab

kuning (keagamaan) dan mencetak ulama (kiai). Seiring perkembangan

zaman pada masa pembangunanisme dan pemberdayaan orientasi dan

tujuan pesantren Futuhiyyah Mranggen, mengubah orientasi dan tujuannya

dengan memperluas wawasan dan keterbukaan pada pengembangan

pengetahuan umum, sebagai tuntutan masyarakat yang majemuk maka

dengan persetujuan pengasuh (kiai) dibukalah sekolah dan madrasah di

pesantren tersebut.

Kedua, materi kurikulum yang disajikan atau dipelajari para santri

sudah tentu bervariatif sesuai dengan jenjang pendidikan yang

diberlakukan. Tanpa harus menghilangkan tradisi kitab kuning yang berisi

materi; nahwu-sharaf, fiqh, aqaid, tafsir, hadits, bahasa Arab, dan

tasawuf. Kemudian juga diajarkan pengetahuan umum, baik yang

berhubungan dengan pengetahuan sosial, ekonomi, alam maupun keahlian

(kejuruan) yang ada di lembaga-lembaga pendidikan formal. Di luar

kurikulum formalnya sisa dari 24 jam, kegiatan di pesantren maupun

madrasah/sekolah, diadakan kegiatan ekstrakurikuler yang melip8uti

ketrampilan komputer, pertukangan, pengelasan, peternakan, koperasi

pesantren, kepemimpinan (organisasi) dan jurnalistik.

Ketiga, pengembangan dan transformasi kurikulum telah

mengubah paradigma, baik aspek pendidik (ustadz-ustadzah), perencanaan

pembelajaran, metode pembelajaran dan sumber belajar santri. Hal itu

telah disadari begitu berlakunya beberapa kurikulum sejak berdirinya

(1984, 1994, 2004, 2006) telah menuntut para pendidik lebih profesional

dan menguasai prinsip-prinsip pembelajaran. Metode pembelajaran yang

beraku kemudian bervariatif, tanpa harus mengubah metode sorogan dan

bandongan sebagai ciri salafiahnya, juga menggunakan metode-metode

lain; seperti diskusi, tanya jawab, musyawarah, majlis ta’lim, ceramah

yang juga menggunakan pendekatan dan strategi kurikulum terbaru (2004

dan 2006), yaitu pendekatan kontekstual yang implementasinya

memerlukan pengetahuan dan keahlian para asatidz.

Page 76: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

75

Keempat, transformasi kurikulum juga membawa pengembangan

evaluasi, agar mengetahui hasil pembelajaran yang dicapai para santrinya.

Sebelum pemberlakuan kurikulum dari Departemen Agama dan

Pendidikan Nasional, sistem evaluasi bersifat tes singkat, cenderung

ceremonial saja. Pada saat ini sistem evaluasi yang dipakai telah

menunjukkan kemajuan yang berarti. Terdapat dua cara evaluasi, untuk

klasikal (Madrasah Diniyah Salafiyah) menggunakan tes tertulis, yang

sudah terstruktur, yakni melalui mid semester dan akhir semester. Sedang

untuk kitab kuningnya dilakukan secara lisan, dengan cara santri membaca

yang telah diajarkan oleh ustadz satu persatu, kemudian para ustadz

memberikan beberapa pertanyaan dari kitab yang telah santri baca

tersebut. Sementara untuk sekolah dan madrasah mengikuti sistem

evaluasi pada kurikulum Departemen Pendidikan Nasional dan

Departemen Agama.

Page 77: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

76

BAB IV

ANALISIS TRANSFORMASI KURIKULUM

PONDOK PESANTREN FUTUHIYYAH MRANGGEN DEMAK

A. Transformasi Kurikulum Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen

Demak

Pada awal pertumbuhannya, pondok pesantren adalah lembaga

pendidikan keagamaan Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, pondok

pesantren berkembang menjadi satu kesatuan sistem yang menampung

berbagai fungsi. Pondok pesantren, selain menyelenggarakan fungsi sebagai

tempat untuk mendalami dan mengkaji berbagai ajaran dari ilmu pengetahuan

agama Islam (tafaqquh fi al-din), juga menjalankan fungsi sebagai pusat

pengembangan masyarakat (fungsi sosial) dan pusat pemberdayaan sumber

daya manusia.

Di antara tiga fungsi pondok pesantren, dalam kenyataannya, fungsi

tafaqquh fi al-din masih tetap merupakan fungsi utama pondok pesantren.

tafaqquh fi al-din dalam arti sempit, dapat diartikan sebagai upaya mendalami

ilmu-ilmu keislaman melalui kitab-kitab klasik (kuning), sehingga diharapkan

melahirkan pemimpin agama dan pemimpin masyarakat. Namun dalam arti

luas, tafaqquh fi al-din bukan hanya mendalami ilmu-ilmu agama saja, tetapi

juga ilmu-ilmu penting lainnya dalam rangka melengkapi ilmu-ilmu keislaman

yang dimilikinya, demi menyebarluaskan ajaran Islam (da’wah islamiyah)

baik sebagai kiai, ustadz-guru, pegawai, mau menjadi profesi lainnya.

Sejak awal tahun 1960-an, beberapa pesantren di pulau Jawa mulai

bersikap terbuka dan berupaya adaptasi sistem pendidikan termasuk

kurikulumnya, baik pada Departemen Agama maupun pada Departemen

Nasional. Ternyata upaya pesantren-pesantren itu tidak lain adalah sebagai

upaya menarik simpati masyarakat, sehingga dapat mempertahankan jumlah

santri dan mendapat dukungan masyarakat santri.

Menurut catatan Ahmad Qadri. Azizy, pada akhir tahun 1950-an dan

awal tahun 1960-an, sejumlah pesantren besar mulai menerima sistem

Page 78: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

77

pendidikan umum (dalam term Barat: sekuler), seperti SMP, SMU, dan

Sekolah umum lainnya, bahkan mendirikan perguruan tinggi. Pesantren-

pesantren tersebut antara lain, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Rejoso

Jombang, Pesantren Sukorejo Sembagus Situbondo, Kajen Pati, dan termasuk

di antaranya Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.1

Pada kenyataannya, tampaknya dapatlah dikatakan bahwa pesantren

yang dapat menerima dan menyelenggarakan pendidikan umum akan dapat

mempertahankan jumlah santrinya. Sebaliknya, pesantren yang tidak mau

mengikuti perkembangan pendidikan dan bersikap tertutup terhadap

pendidikan umum, akan berkurang santrinya, sebagaimana kasus pesantren

Pabelan, Magelang yang merosot jumlah santrinya, penyebab utamanya

adalah tidak bisa menerima kurikulum negeri atau menolak untuk mengikuti

ujian negara, dengan tidak mau mendirikan lembaga pendidikan formal

(umum). Dengan kata lain jika pesantren ingin tetap mendapat dukungan

masyarakat, dan mempertahankan eksistensinya, maka sistem pendidikan

pesantren harus bersikap terbuka dan adaptif terhadap sistem pendidikan yang

ada, agar dapat mengikuti perkembangan dan kebutuhan zaman.

Hal itu pada masa-masa yang lalu, merupakan persoalan yang rumit

dan mendesak bagi suatu pondok pesantren dalam masa kurang lebih 60-an,

mengingat tuntutan masyarakat akan status sekolah, madrasah dan pesantren

mulai timbul terutama masuknya kurikulum modern yang direspon oleh

pemerintah sebagai kurikulum negeri (ujian negara). Sudah barang tentu

pengaturan kurikulumnya bergantung pada figur kiai (pengasuh). Kiai yang

bersikap terbuka dan tanggaplah yang dapat menerima kurikulum negeri,

dengan serta merta mendirikan lembaga pendidikan formal di dalamnya.

Sebagai pondok pesantren yang berkarakter terbuka, pondok

pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak yang didukung pola kepemimpinan

yang luwes, terbuka, dan tanggap terhadap kebutuhan zaman, maka kiai

(pengasuh) yang pada masa itu dipegang oleh KH. Muslih Abdurrahman

1 Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial, Mencari Jalan Keluar,

(Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm. 108.

Page 79: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

78

(1936-1981) sejak dini telah memberikan respon positif dengan mendirikan

beberapa lembaga pendidikan formal,2 antara lain: Madrasah Tsanawaiyah

(1936), Madrasah Aliyah (1962), Madrasah Ibtidaiyyah (1963), Taman

Kanak-kanak (1967), dan Sekolah Menengah Pertama (1972), yang sekaligus

menerima kurikulum negara (Depag maupun nasional).

Lebih-lebih pada masa 90-an, pondok pesantren Futuhiyyah telah

memperlihatkan kedewasaannya dengan meneruskan dan

mengembangkannya. Di bawah pengasuh KH. Lutfil al-Hakim dan KH. Hanif

Muslih (1982 – sekarang) telah memperlihatkan kemajuan yang berarti.

Beberapa lembaga pendidikan formal pun didirikan antara lain: Madrasah

Tsanawiyah (1983), Madrasah Aliyah (1983), Sekolah Menengah Atas (1983),

Madrasah Tsanawiyah (1996), Fakultas Syariah IIWS (1984), dan Sekolah

Menengah Kejuruan (1998).

Tanpa harus meninggalkan tradisi pesantren yang memiliki ciri

antara lain; kiai pengasuh sebagai figur sentral pesantren, belajar dalam waktu

24 jam, kitab klasik (kuning) sebagai kajiannya, dan ciri-ciri melekat lainnya.

Pondok pesantren Futuhiyyah telah melakukan transformasi dengan sistem

pendidikan luar (yang berlaku di Indonesia), baik dari Departemen Agama

maupun dari Departemen Pendidikan Nasional. Transformasi itu secara

keseluruhan dapat dilihat dari kepemimpinan, institusi dan kurikulum

pesantren.

Menjadi pondok pesantren dengan tipologi kombinasi atau

campuran antara salafiyah dan khilafiyah pada waktu tahun 1960-an adalah

sebuah ikhtiar yang luas biasa dan memerlukan sistem kepemimpinan yang

mumpuni. Masuknya modernisasi sistem pendidikan sudah tentu akan

menimbulkan konsekuensi perubahan di seluruh bidang, baik kepemimpinan,

struktur organisasi, manajerial, kurikulum dan pengembangan-pengembangan

lainnya, termasuk diperlukannya sarana dan prasarana pendidikan, sumber

2 Sejarah Seabad Pondok Pesantren Futuhiyyah, (Demak: Team Panitia Seabad Pondok

Pesantren Futuhiyyah, 2001), hlm. 24-25.

Page 80: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

79

daya yang memadai dan para intelektual agar dapat meningkatkan mutu dan

kualitas pesantren.

Profil kepemimpinan kiai di pesantren bagaimanapun sangat

mempengaruhi pola sistem pendidikan di bawahnya. Sehingga maju dan

berkembangnya pesantren, hidup dan matinya pesantren sangat bergantung

dari figur seorang kiai. Begitupun di pondok pesantren Futuhiyyah, walaupun

tidak meninggalkan pola kharismatik kepemimpinan, tetapi kiai pengasuh

pondok pesantren tidak terjerembab dalam sikap otoriter (berkuasa mutlak)

atas segala kebijakan baik kepada manajemen pesantren (intern) maupun

kepada kebijakan luas (ekstern) pesantren, termasuk terhadap kebijakan

pemerintah, penerimaan pendapat masyarakat sekitar maupun informasi

penting lainnya.

Dengan pola yang elastis (luwes) itulah maka pondok pesantren

Futuhiyyah memperlihatkan kedewasaannya. Dengan pola tersebut maka

transformasi sosial-budaya akan mudah terjadi. Pola kepemimpinan yang

merupakan faktor fundamental dalam pesantren inilah sebenarnya yang

dibutuhkan terbuka dan transparan, agar tidak menimbulkan image, bahwa

pondok pesantren arti kemajuan, jumud, dan eksklusif.

Bahkan yang menggembirakan pada dekade terakhir ini diketahui

bahwa sistem kepemimpinan pondok pesantren Futuhiyyah bersifat multi

leaders, sebagaimana dua pemimpin yang bertugas ke dalam pesantren dan

bertugas urusan luar pesantren, sehingga terdapat pimpinan harian yang

mengurusi urusan keseharian manajemen pesantren. Hal itu lebih menjamin

kelangsungan hidup pesantren dengan keterlibatannya berkiprah di lingkungan

sosial-politik.

Dalam pola kepemimpinan tersebut, keterlibatan berbagai kalangan

(ahli) dengan berlatarbelakang pengalaman dapat menimbulkan suatu interaksi

positif konstruktif apabila di arah oleh suatu orientasi yakni orientasi

pengembangan dengan misi memberikan pemecahan-pemecahan problem

pondok pesantren yang dihadapi. Dalam interaksi tersebut akan terjadi suasana

saling menerima dan memberi (take and give) maupun saling memberikan

Page 81: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

80

persepsi, sehingga wajah pesantren di masa depan akan dibentuk dari multi

perspektif. Implikasinya lulusan yang dihasilkan dirancang memiliki multi

potensi.

Berlatarbelakang kepemimpinan tersebut, maka orientasi

pengembangan pesantren diutamakan, maka tidak heran jika transformasi

kurikulum disana sini telah terjadi di pondok pesantren Futuhiyyah.

Kurikulum pesantren (sebagai peninggalan/tradisi) dengan sistem klasikal.

Kurikulum Departemen Agama (sejak berdirinya Madrasah) dan kurikulum

pendidikan nasional (sejak lahirnya sekolah umum). Dalam kurun 40 – 50

tahun, pelestarian dan pengembangan kurikulum yang diberlakukan masih

mengalami perkembangannya (timbal sulam) disana sini.

Proses transformasi kurikulum berjalan dengan perlahan seiring

kebutuhan pesantren, kolaborasi sistem pendidikan pesantren salafiyah dan

khilafiyah menjadikan pemberlakuan kurikulum bersifat variatif, sesuai

dengan kebutuhan konsentrasi sistem pendidikannya. Pengembangan

pembelajaran bahasa Arab dan kitab klasik dengan metode Sorogan dan

Bandongan tetap bercirikan salafiyah, sedang pengalaman keilmuan

keagamaan (tauhid, fiqh, nafsu, hadits, dan tasawuf (akhlak), mengikuti pola

kurikulum Departemen Agama sementara pengembangan ilmu-ilmu umum

mengikuti kurikulum pendidikan nasional, yang secara prinsip terbagi dalam

tiga lembaga pesantren, madrasah dan sekolah.

Pendirian lembaga-lembaga formal termasuk Sekolah Menengah

Kejuruan (SMK) dalam kasus pondok pesantren Futuhiyyah sebenarnya juga

pengembangan pesantren akan kebutuhan masyarakat agar alumni pesantren

dapat memiliki kompetensi yang jelas, sebagaimana perkembangan kurikulum

yang mengedepankan psikomotorik dan skill santri Futuhiyyah setelah lulus.

Pengembangan kurikulum disana sini berdampak pada pengadaan

sumber daya yang kompetensinya siap atau layak dipersiapkan oleh pondok

pesantren Futuhiyyah, maka rekrutmen guru, ustadz-ustadzah mewarnai setiap

pendirian lembaga formal yang didirikan, sekaligus kaderisasi pesantren dan

pemberdayaan alumni pesantren di masa yang akan datang.

Page 82: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

81

Seiring dengan kebutuhan tenaga kerja dan skill, maka transformasi

kurikulum pesantren bukan lagi hanya pada konsentrasi mata pelajaran dan

kajian kitab kuning, kegiatan penunjang ekstra kurikuler juga diselenggarakan

di Ponpes Futuhiyyah, antara lain; menjahit, mengelas, peternakan, koperasi,

pertukangan kepemimpinan (keorganisasian), jurnalistik dan komputer. Semua

itu bertujuan agar para santri Futuhiyyah memiliki ketrampilan dengan

memilih sendiri bakat dan minat santri.

Dengan memahami karakter dan tipologi pondok pesantren

Futuhiyyah Mranggen Demak, maka secara umum dapat diberikan analisis

bahwa pondok pesantren ini bersikap terbuka terhadap perkembangan sistem

pendidikan, bahkan sejak zaman Belanda, karena sejak tahun 1927 pondok

pesantren ini telah memiliki lembaga formal dan kurikulum yang variatif,

sehingga dapat diterima oleh generasi-generasi berikutnya. Hingga saat ini

dapat menerima beberapa perkembangan kurikulum, dari kurikulum 1984,

1994, kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi) dan kurikulum 2006

(Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran).

Namun demikian kurikulum yang dipakai bersifat selektif sesuai

dengan karakter pesantren, yang mengedepankan aspek-aspek religius dan

menggabungkannya dengan ilmu-ilmu umum agar mencetak santri-santri yang

berkemampuan dan kompetensi multidimensional. Selektivitas kurikulum ini

agar santri tidak begitu bebas dengan modernisasi (sekularisasi), disisi lain

menyelamatkan tradisi keilmuan pesantren agar menguasai ilmu-ilmu

keagamaan, pengembangannya, dan pengaktualisasikannya dalam kehidupan

sehari-hari dengan penguasaan kitab-kitab tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu-ilmu

lainnya.

B. Aplikasi Transformasi Kurikulum Pesantren Futuhiyyah Mranggen

Demak

Berdasarkan tahun berdirinya pondok pesantren Futuhiyyah

Mranggen Demak 1901, maka usia pesantren tersebut telah seabad lebih,

tepatnya 106 tahun. Sudah tentu kiprah dan bhakti pesantren ini telah

Page 83: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

82

dirasakan masyarakat, beribu-ribu kader santri telah dicetaknya sehingga

berperan andil dalam pembangunan bangsa. Sebagai lembaga pendidikan,

pondok pesantren Futuhiyyah telah andil dalam mencerdaskan rakyat.

Sejak dekade awal berdirinya pondok pesantren Futuhiyyah telah

menjadi institusi sosial yang berjuang keras melakukan transformasi nilai-nilai

keagamaan, menjadi wadah anak-anak bangsa untuk menuntut ilmu dan

mengamalkan ilmunya untuk berkiprah di masyarakat. Di tangan para

santrilah masa depan bangsa di pegangnya. Dalam perkembangannya

pesantren ini juga menjadi pelopor modernisasi pesantren dengan tetap

mencirikan salafnya dan memadukannya dengan pola modern (khalaf) maka

diharapkan pesannya sebagai pencetak kader yang multidimensional,

mumpuni bidang agamanya tetapi juga mempunyai ketrampilan dan ahli pada

bidang umumnya.

Pondok pesantren Futuhiyyah sebagai lembaga pendidikan elah

melakukan beberapa upaya bersifat konstruktif meningkatkan mutu dan peran

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, disamping pengembangan ilmu-

ilmu keagamaan juga ilmu-ilmu sosial dan eksak-alam, dengan pendirian

madrasah dan sekolah, baik yang umum maupun kejuruan, tidak lain adalah

sebagai upaya kongkrit penguatan pesantren di tengah-tengah masyarakat

yang dinamis, dengan segala konsekuensinya agar dapat mencetak kader-

keder muslim profesional di bidangnya.

Diterimanya kurikulum umum (Departemen Pendidikan Nasional

dan Departemen agama) di Pondok pesantren Futuhiyyah tidak lain sebagai

upaya bahwa pesantren ini mempunyai prinsip-prinsip bijaksana, yang

berupaya membantu santri dalam menggapai cita-citanya, tanpa harus

memaksa jalur pendidikannya, maka santri diharap memilih lewat madrasah

atau sekolah. Prinsip lainnya adalah mengutamakan kompetensi santri, agar

setelah lulus dari Pondok pesantren Futuhiyyah dapat meneruskan cita-citanya

atau memilih menjadi praktisi di masyarakat, sesuai dengan ketrampilan yang

didapatnya. Prinsip lainnya adalah tetap memegang teguh pada tafaquh fi al-

Page 84: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

83

Din, yaitu tetap mempertahankan fungsi utama pesantren sebagai basic ilmu

keagamaan, mencetak kiai, ulama, dan mubaligh.

Kombinasi kurikulum yang diajarkan (diberlakukan), dari tiga

karakter; pesantren, Departemen agama dan Departemen Pendidikan Nasional

dengan sistem pembelajaran 24 jam (pesantren) maka sangat memungkinkan

terwujudnya kompetensi santri yang lebih baik dari pesantren salaf dan juga

sekolah formal saja. Hal itu karena selama 24 jam hubungan kiai dan santri

menjadi lebih maksimal, ustadz santri lebih saling transformatif, berbeda

dengan pesantren salafiyah yang hanya mengkaji kitab kuning dan sekolah

formal yang pola hubungannya bersifat formal (waktu-waktu efektif sekolah).

Materi pelajaran dari karakter pesantren, Depag dan Diknas

memungkinkan seorang santri memiliki karakter dinamis dan dialogis, tanpa

ada konflik antara ketiganya. Ilmu-ilmu keagamaan yang ditopang dengan

ilmu-ilmu humaniora akan menjadikan santri berkarakter multidimensi.

Walaupun menggunakan kurikulum formal, dengan modal sistem 24 jam

maka masih banyak sisa waktu untuk menerapkan sistem pendidikan berciri

khas pesantren. Sudah tentu santri dituntut untuk dapat membagi waktu dan

kesempatannya untuk mewujudkan cita-citanya.

Kurikulum yang ditetapkan di ponpes Futuhiyyah dapat dikatakan

memenuhi tiga bidang sasaran (obyek) yaitu sebagaimana yang dikatakan

Benyamin S. Bloom, dengan; 1) Aspek Kognitif (pikiran atau hafalan), 2)

afektif (feeling dean emosi), 3) psikomotorik (tindakan). Hal itu dengan modal

sistem 24 jam sangat mungkin teraktualisasi, mengingat di pondok pesantren

sangat mengutamakan praktek daripada pengetahuan. Maka semuanya tinggal

kembali pada bagaimana tingkat keseriusan dan totalitas santri dengan

kebijakan-kebijakan pondok pesantren dalam menuntut ilmu, mengamalkan

dan mempraktekkannya.

Kurikulum kombinasi tersebut juga akan berhasil manakala ustadz-

ustadzah menggunakan berbagai pendekatan dan metode agar santri dapat

mentransfer ilmu dengan kombinasi metode, baik yang bersifat umum maupun

pola pesantren diantaranya; diskusi, bimbingan, tanggung jawab, penugasan

Page 85: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

84

dan juga metode ketauladanan, nasehat, dan sorogan dan bandongan. Dari

berbagai metode tersebut akan timbul kultural santri dan pembiasaan yang

nantinya dapat menjadi ciri khas santri dibandingkan dengan anak sekolah

umum, dimana aspek akhlak lebih diutamakan dari sekedar pandai

(pengetahuan teoritis) tetapi lebih kepada aktualisasi ajaran.

Variasi dan kombinasi kurikulum di Pondok pesantren Futuhiyyah

juga berdampak positif bagi berkembangnya materi bacaan santri, beberapa

buku-buku berbahasa Indonesia (putih) selain kitab-kitab kuning sebagai

kajian utamanya. Dari perkembangan tersebut akan terserap berbagai

pemikiran di luar zona pesantren. Juga menyerap informasi-informasi lainnya

sehingga akan tercipta generasi yang terbuka informasi dan pengetahuan dari

luar pesantren.

Aplikasi dari pemberlakuan kurikulum di Pondok pesantren

Futuhiyyah dari akibat transformasi kurikulum tentunya membawa

konsekuensi pelaksanaan yang akurat dan efisien, baik berlaku bagi ustadz-

ustadzah maupun para santri. Bagi seorang ustadz (guru) maka gara dapat

mengaktualisasi ilmu-ilmu dan materi yang didapat diperlukan kemampuan,

baik guru agama maupun umum agar para santri dapat menyerap dengan baik,

pola bimbingan guru dan Ustadzah sebagai pembimbing diharapkan

membantu santri mengaplikasikan materi yang di dapatkan. Seorang santri

bukan lagi sebagai pentransfer ilmu saja, tetap lebih pada pengembangan

potensi yang sudah dimiliki, juga bakat yang dimiliki perlu dikembangkan.

Pesantren yang di dalamnya terdapat unsur kiai, santri, dan ustadz

(Ustadzah), adalah suatu prinsip kolektivitas kerja, dimana kiai adalah

inspirator, ustadz (guru) adalah pelaksana kurikulum dan santri adalah buah

dari kerja kolektif tersebut. Dengan demikian kiai dan ustadz memiliki tugas

membantu santri dalam memahami makna dan tanggung jawab hidup di

tengah masyarakat. Anak didik (santri) memiliki tugas belajar dan memahami

potensinya sehingga menemukan kecenderungan dan bakat minatnya dan

kelak dapat mencapai cita-citanya.

Page 86: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

85

Dengan prinsip tersebut, maka akan tercipta figur-figur alumni

pesantren yang tanggap akan kemajuan dan kebutuhan masyarakat,

bertanggung jawab untuk mengatur kehidupannya sendiri, mengatur

keahliannya (bidang) yang dipelajari dan mampu mengaktualisasikan ilmu-

ilmu yang didapatnya, sebagai bekal untuk menghadapi berbagai

permasalahan hidupnya.

Page 87: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Transformasi kurikulum pesantren adalah proses perubahan bentuk,

karakter, dan materi kurikulum suatu pesantren dengan tanpa menghilangkan

ciri khas aslinya (salafi), yang disebabkan karena dua faktor eksternal dan

internal. Faktor eksternal karena para kiai (pengasuh) pesantren menyadari

adanya berbagai transformasi di Indonesia, yang diakibatkan arus modernisasi

dan sekularisasi yang hampir merasuk ke segala bidang kehidupan. Faktor

internal, karena kebutuhan pesantren untuk mempertahankan kuantitas

santrinya dan menetapkan eksistensinya pondok pesantrennya.

Pada kasus pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak,

transformasi kurikulum pada dasarnya telah terjadi sejak berubahnya Langgar

menjadi pesantren salafiyyah, kemudian perkembangan sejak berdiri tahun

1901 hingga mendirikan Madrasah Awaliyah (1927), Madrasah Tsanawiyah

(1936), maka pesantren ini telah melakukan perubahan bentuk dan sistem

pembelajarannya. Lebih-lebih pada masa pelestarian dan pengembangan, pada

tahun 1960-an hingga tahun 1990-an, perubahan tersebut terasa sangat cepat.

Transformasi benar-benar terjadi dengan nuansa yang lebih besar, ketika

kurikulum Departemen Agama dan Departemen Nasional diberlakukan,

seraya mendirikan Madrasah dan sekolah-sekolah baru; Madrasah Aliyah

(1962), Madrasah Ibtidaiyah (1963), Taman Kanak-kanak (1967), Sekolah

Menengah Pertama (1972), MTs dan MA (1983), Sekolah Menengah Atas

(1983) dan SMK (1998).

Dengan berlakunya ke tiga kurikulum, maka transformasi kurikulum

di Pondok pesantren Futuhiyyah telah membentuk tipologi pesantren yang

bersifat kombinasi (fariatif) atau gabungan dari salafiyah dan khilafiyah. Hal

itu karena transformasi yang terjadi melalui proses tahap demi tahap sesuai

Page 88: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

87

dengan kebutuhan pesantren. Di samping mempertahankan tradisi pesantren

dengan kajian kitab-kitab klasik (kitab kuning) sebagai ciri utama pesantren.

Proses transformasi kurikulum dapat terjadi, karena pola

kepemimpinan yang bersifat luwes dan tanggap terhadap arus modernisasi dan

sekularisasi di segala bidang, sehingga mengubah pola pikir masyarakat

(santri) untuk lebih profesional dan dapat melakukan adaptasi dengan faktor

luar tersebut. Rupanya di Pondok pesantren Futuhiyyah kiai pengasuh ikut

memperlancar dalam proses transformasi, karena tanpa dukungan dan sponsor

kiai pengasuh tidak akan ada pengaruh dari luar (eksternal). Dengan demikian

proses transformasi kurikulum terjadi karena adanya transformasi

kepemimpinan di pesantren ini.

Aplikasinya, diberlakukannya tiga kurikulum dibutuhkan tiga karakter

lembaga, dengan guru (ustadz-ustadzah) yang secara kompetensi memang

dapat dijadikan tenaga profesional agar dapat melahirkan santri alumni

pesantren yang berbobot, mampu berkompetisi dan bersaing dengan dunia luar

pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak. Apabila tidak diimbangi tenaga-

tenaga profesional (guru/ustadz), media, sistem, dan sarana yang mendukung

proses pembelajaran santri, maka tujuan melahirkan generasi yang berkualitas

tidak akan tercapai.

B. Saran-saran

• Transformasi kurikulum di suatu pesantren pada dasarnya adalah ikhtiar

agar anak didik yang dihasilkan (out put) bisa lebih bersaing dan menjadi

generasi yang multidimensional, namun sebagian santri justru lebih

memilih praktis dengan kurikulum umumnya, sementara saat harus

mengaji kitab dan peribadatan justru enggan mengikuti, maka hendaknya

Pondok pesantren Futuhiyyah dapat menekankan menyeimbangkan kajian

agama dan umum pada santrinya.

• Transformasi juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi pesantren dan

santri-santrinya bila tidak dilakukan selektifitas budaya. Masuknya

Page 89: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

88

informasi dan media dapat mengakibatkan anak didik terjerembab arus

globalisasi.

C. Penutup

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang

telah memberikan kekuatan, hidayah dan taufik-Nya kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini dan tak lupa shalawat serta salam selalu

terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw.

Penulis menyadari bahwa meskipun dalam proses penulisan ini telah

berusaha semaksimal mungkin, namun dalam penulisan tidak lepas dari

kesalahan dan kekeliruan, hal itu semata-mata merupakan keterbatasan ilmu

dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik yang konstruktif dari berbagai pihak demi perbaikan

yang akan datang untuk mencapai kesempurnaan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta menambah

khazanah pemikiran pendidikan Islam.

Page 90: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung: Angkasa, 1993, Cet. X.

Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Yogyakarta: Rineka Cipta, 1998.

Aziz, Abdul dan Abdul Majid, al-Tarbiyah wa al-Thuruq al-Tadris, juz 2, Makkah: Dar al-Ma’arif, t.th.

Azizy, Ahmad Qodri A., Islam dan Permasalahan Sosial, Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: LKiS, 2000.

Azra, Azumardi, Pendidikan Islam Tradisional dan Modernisasi Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Cet. I.

Bruinessen, Martin Van, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1995.

Crow, Lester D. and Alice Crow, Human Development and Learning, New York: American Book Company, 1956.

Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2001, Cet. I.

Daulay, Haidar Putra, Historisitas dan Eksistensi Pesantren Sekolah dan Madrasah, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001.

Departemen Agama RI, Nama dan Data Potensi Pondok-Pondok Pesantren Seluruh Indonesia, Jakarta: Departemen Agama, 1998.

_______, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah, Jakarta: Depag RI, 2003.

_______, Pondok Pesantren dan Madrasah, Pertumbuhan dan Perkembangannya, Jakarta: Dirjen Bindaga, 2003.

_______, Tradisi Pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1994, Cet. VI.

Direktorat Pekapontren, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Depag RI, 2003.

Djaelani, A. Timur, Peningkatan Mutu Pendidikan Pembangunan Perguruan Agama, Jakarta: Desmaga, 1982.

Page 91: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

Djamarah, Syiful Bahri, dan Aswan Zaim, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

Echols, John M. dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 1992.

Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi, Jakarta: CV Rajawali,1992.

Giddens, Anthony, dkk., Sosiologi, Sejarah dan Berbagai Pemikirannya, Terj. Ninik Rochani, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004.

Glasnes, Peter E., Sosiologi Sekulerisasi Suatu Kritik Konsep, Terj. Muchtar Zoerni, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, 1987.

Haedari, Amin, dkk., Masa Depan Pesantren, dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan Kompleksitas Global, Jakarta: IRD Prses, 2004, Cet. I.

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

_______, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995, 25. Lihat juga M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Ismail SM, dkk., Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Kerjasama Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang dengan Pustaka Pelajar, 2002.

Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia, Rekonstruksi Sejarah untuk Aksi, Malang: UMM Press, 2006, Cet. II.

Madjid, Nurcholis, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta: Paramadina, 1997, Cet. I.

_______, Kaki Langit Peradaban Islam, Jakarta: Paramadina, 1997, Cet. I.

_______, Merumuskan Kembali Tujuan Pendidikan Islam, Jakarta: P3M, 1985.

Mahfud, Sahal, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKiS Bekerja Sama Dengan Pustaka Pelajar, 1994.

_______, Pesantren Mencari Makna, Jakarta: Fatma Press, 1999, Cet.1.

Majjah, Ibnu, Sunan Ibnu Majjah, Juz I, Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Mas’udi, Masdar F. (Ed.), Teologi Tanah, Jakarta: P3M dan Yapika, 1994, 29.

Page 92: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994.

Masyhud, M. Sulton, dkk., Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Press, 2003, Cet. I.

Muchtar, Isfandi, Metodologi Pengajaran Agama dalam PBM-PAI di Sekolah: Eksistensi dan Proses Belajar Mengajar PAI, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1998, Cet. I.

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Nasution, Asas-asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, Cet. IV.

Nasution, S., Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990, Cet.III.

Ningrat, Koentjara, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1991.

Poerbakawatja, R. Soogarda dan AH. Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung 1982, Cet.III.

Poerwadarminta, WJS., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Depdikbud, 1990.

Profil Pondon pesantren Futuhiyyah Mranggen, 2007.

Qomar, Mujamil, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga.

Ratim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.

Ritzer, George dan Dauglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Terj. Alimandan, Jakarta: Kencana, 2004.

Saidi, Ridwan, Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, Jakarta: Rajawali Press, 1984.

Saifudin Anwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998, Cet. I.

Sejarah Seabad Pondok Pesantren Futuhiyyah, Demak: Team Panitia Seabad Pondok Pesantren Futuhiyyah, 2001.

Siradj, Said Agil, et.al, Pesantren Masa Depan Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 1995.

Page 93: TRANSFORMASI KURIKULUM PESANTREN - Perpustakaan …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/79/jtptiain-gdl... · struktural maupun sistematik pengajaran. Setelah diamati, transformasi

Soekanto, Soryono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997, Cet. XXIII.

Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Sudjana, Nana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, Bandung: Sinar Baru, 1996.

Tim Penyusun, Kamus Besar Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Cet. III.

Tim Walisongo Research Institute WRI, Bunga Rampai Psikologi dan Pembelajaran, Semarang: WRI dan Basic Education Project BEP, 2001.

Usa, Muslih, Pendidikan Islam di Indonesia Antara Cita dan Fakta, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1991.

Wahib, Abdurrahman, Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Ed. Kacung Maridjan dan ma’mun Murod al-Brebery, Jakarta: Grasindo, 1999, 81-83.

_______, Bunga Rampai Pesantren, t.tp: CV. Dharma Bhakti, t.t.

Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren, Pendidikan Alternatif Masa Depan, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet. I.

Witting, Arno F., Psychology of Learning, USA: Mc. Graw Hill, 1981.

Yasmadi, Modernisasi Pesantren, Kritik Nur Cholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Quantum Teaching, 2005, Cet. II.

Ziemiek, Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1986, Cet. I.