29
1 TRAKTUS SPINOTALAMIKUS Reseptor Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan fisik dan kimia di dalam dan di sekitar organisme, serta mengubahnya menjadi impuls yang diproses oleh sistem saraf . Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang berupa reseptor eksteroseptif, propioseptif, interoseptif. Reseptor eksteroseptif, yang berespon terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk visual, auditoar dan taktil. Reseptor propioseptif misalnya yang menerima informasi mengenai posisi bagian tubuh atau tubuh di ruangan. Reseptor interoseptif dapat mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah. Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor eksteroseptif dan proprioseptif. Terdapat empat subkelas mayor dari sensasi somatik yaitu: a. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang dapat mencederai b. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin c. Sensasi sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian, dan mencakup rasa sikap

JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

Citation preview

Page 1: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

1

TRAKTUS SPINOTALAMIKUS

Reseptor

Reseptor adalah organ sensorik khusus yang mampu mencatat perubahan

fisik dan kimia di dalam dan di sekitar organisme, serta mengubahnya menjadi

impuls yang diproses oleh sistem saraf .

Hubungan manusia dengan dunia luar terjadi melalui reseptor sensorik yang

berupa reseptor eksteroseptif, propioseptif, interoseptif. Reseptor eksteroseptif,

yang berespon terhadap stimulus dari lingkungan eksternal, termasuk visual,

auditoar dan taktil. Reseptor propioseptif misalnya yang menerima informasi

mengenai posisi bagian tubuh atau tubuh di ruangan. Reseptor interoseptif dapat

mendeteksi kejadian internal seperti perubahan tekanan darah.

Sistem sensorik somatik menerima informasi primer dari reseptor

eksteroseptif dan proprioseptif. Terdapat empat subkelas mayor dari sensasi

somatik yaitu:

a. Sensasi nyeri yang dicetuskan oleh rangsangan yang dapat mencederai

b. Sensasi suhu (termal), terdiri dari rasa panas dan rasa dingin

c. Sensasi sikap, dicetuskan oleh perubahan mekanis di otot dan persendian,

dan mencakup rasa sikap anggota gerak serta gerakan anggota gerak

(kinestesia).

d. Sensasi tekan, dicetuskan oleh stimulasi mekanis yang diberikan pada

permukaan tubuh.

Perasaan protopatik adalah perasaan yang berasal dari alat perasa pada kulit

dan mukosa yang bereaksi terhadap rangsang dari luar atau perubahan-perubahan

disekitarnya. Jenis pokok dari perasaan protopatik adalah nyeri, suhu dan raba.

Alat perasa adalah ujung-ujung susunan saraf aferen. Ujung serabut saraf

aferen sebagian memperlihatkan suatu bentuk dan sebagian lagi tidak

memperlihatkan bentuk khusus atau nonsiseptor yang disebut juga alat perasa

nyeri. Ujung saraf yang mempunyai bentuk tertentu seperti sisir dinamakan alat

Ruffini dan merupakan alat perasa panas, ujung serabut saraf yang berbentuk

Page 2: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

2

seperti bunga mawar yang masih kuncup disebut alat Krause dan merupakan alat

perasa dingin, sedangkan alat perasa berbentuk seperti piring (alat Merkel) dan

yang berupa sekelompok piring yang terbungkus dalam suatu kapsul (alat

Meissner). Kedua-duanya merupakan alat perasa raba.

Walaupun sensasi raba, tekan, dan getaran seringkali digolongkan secara

terpisah, namun semua sensasi ini dapat dideteksi oleh jenis reseptor yang sama.

Tedapat tiga prinsip yang berbeda antara mereka : (1) sensasi raba umumnya

disebabkan oleh perangsangan reseptor taktil yang terdapat di kulit dan dalam

jaringan tepat di bawah kulit; (2) sensasi tekan umumnya disebabkan oleh adanya

perubahan pada jaringan yang lebih dalam, dan (3) sensasi getaran disebabkan

oleh sinyal sensorik yang datang berulang-ulang, tapi beberapa dari reseptor yang

sama digunakan juga untuk rasa raba dan tekan.

Dari semua jenis reseptor taktil, paling sedikit dikenal 6 jenis reseptor antara

lain:2

a. Beberapa ujung saraf bebas, yang dapat dijumpai disemua bagian kulit dan

jaringan-jaringan lainnya, dapat mendeteksi rabaan dan tekanan.

b. Reseptor raba dan sensitivitas khusus yakni badan Meissner, yang

merupakan juluran ujung saraf bermielin. Jenis reseptor ini dapat

ditemukan pada bagian kulit yang tak berambut, dan terutama banyak

sekali dijumpai di ujung jari, bibir, dan daerah kulit lain sehingga orang

mampu membedakan sifar-sifat ruang dari sensasi raba. Badan Meissner

dapat beradaptasi dalam waktu seperdetik setelah dirangsang, yang berarti

bahwa reseptor ini terutama sekali peka terhadap pergerakan objek yang

sangat sedikit diatas permukaan kulit seperti juga terhadap getaran

berfrekuensi rendah.

c. Ujung jari dan daerah lainnya yang banyak mengandung badan Meissner

juga mengandung banyak reseptor taktil yang ujungnya meluas, dimana

salah satu jenisnya adalah diskus Merkel. Jenis reseptor ini berbeda

dengan Meissner karena jenis reseptor ini menjalarkan sinyal yang pada

mulanya kuat namun daya adaptasinya hanya sebagian, dan untuk

Page 3: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

3

selanjutnya sinyal yang dijalarkan itu lebih lemah namun daya adaptasiya

lambat. Oleh karena itu, reseptor ini berperan dalam menjalarkan sinyal

tetap yang dapat menyebabkan orang dapat terus-menerus menentukan

macam perabaan suatu objek pada kulitnya.

d. Pergerakan sedikit saja pada setiap rambut tubuh akan merangsang serabut

saraf yang pangkalnya melilit. Jadi, setiap rambut dan bagian dasar serabut

saraf, yang disebut organ ujung rambut (hair end-organ), juga merupakan

reseptor raba.

e. Di lapisan kulit dan juga di jaringan yang lebih dalam banyak dijumpai

ujung organ Ruffini yang bercabang banyak dan ujungnya bermielin.

Adaptasi ujung organ ini sangat kecil, sehingga reseptor ini berguna untuk

menjalarkan sinyal perubahan bentuk kulit dan jaringan yang lebuh dalam

yang datang terus-menerus, misalnya sinyal raba dan tekan yang besar dan

datang terus-menerus. Reseptor ini juga dapat dijumpai pada selaput sendi

dan membantu menjalarkan sinyal tentang besar derajat rotasi sendi.

f. Badan Paccini terletak tepat di bawah kulit dan juga di jaringan fasia tubuh.

Reseptor ini hanya dapat dirangsang oleh pergerakan jaringan yang cepat

karena reseptor ini dapat beradaptasi dalam waktu sepersekian ratus detik.

Oleh karena itu, reseptor ini terutama berguna untuk mendeteksi getaran

jaringan atau perubahan mekanis yang cepat pada jaringan.

Jaras Penghantaran Perasa Sensorik

a. Nyeri dan Suhu

Impuls sensorik yang diterima dari reseptor nantinya akan dibawa oleh

neuron pertama yang badan selnya terdapat pada ganglion spinal radiks

dorsalis. Aksonnya akan masuk ke dalam medula spinalis untuk kemudian naik

sekitar 1-3 tingkat pada segmen medula spinalis. Akson-akson ini disebut

sebagai jaras dorsolateral Lissauer. Kemudian, akson tersebut akan bersinaps

dengan neuron kedua pada kornu posterior substansia abu-abu (masih di

medula spinalis).

Page 4: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

4

Setelah bersinaps, impuls yang melalui akson neuron kedua akan

menyilang garis tengah, untuk kemudian naik ke atas. Akson dari neuron kedua

akan menghantarkan impuls melalui jaras spinotalamikus lateral pada lateral

colum substansi putih. Ujung dari akson kedua berada di nukleus ventral

posterolateral thalamus. Di sana, terjadi sinaps dengan neuron ketiga yang akan

membawa impuls ke girus postsetralis korteks serebri (area sensorik primer)

untuk dikenali.

b. Sentuh, Tekanan, Gatal, Geli

Sebagaimana rangsang nyeri dan suhu, setelah diterima reseptor, keempat

rangsang ini akan dibawa oleh akson neuron pertama melalui jaras Lissauer.

Bedanya, akson neuron kedua membawa impuls-impuls ini melewati jaras

spinothalamikus anterior (pada nyeri: jaras spinotalamikus lateral).

c. Proprioseptif, Sentuhan Diskriminatif, dan Getaran

Impuls-impuls sensoris jenis ini akan diterima oleh reseptor dan dibawa

oleh neuron pertama menuju medula spinalis. Sinaps dengan neuron kedua dan

persilangan jaras tidak terjadi di medula spinalis melainkan pada tingkat

medula oblongata (pada rangsang nyeri, suhu, tekanan, gatal, geli: sinaps dan

persilangan terjadi di medula spinalis).

Impuls yang berasal dari atas tingkat T6 medula spinalis, jarasnya akan

dibawa melalui fasikulus kuneatus sementara yang di bawahnya akan dibawa

oleh fasikulus grasilis. Kedua fasikulus tersebut terletak pada colum dorsalis

substansi putih medula spinalis.

Setelah naik sampai tingkat medula oblongata, terjadi sinaps dengan

neuron kedua yang disebut nukleus kuneatus dan nukleus grasilis. Akson

neuron kedua inilah yang akan menyilang garis tengah untuk kemudian naik

sebagai lemniskus medialis. Jaras ini akan berakhir pada nukleus ventral

posterolateral thalamus dan bersinaps dengan neuron ketiga. Selanjutnya,

impuls dibawa ke gyrus postsentralis  korteks serebri untuk dikenali.

Page 5: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

5

Sensasi dari wajah

a. Nyeri dan Suhu

Sensasi yang berasal dari wajah akan melewati jalur yang sedikit berbeda.

Badan sel neuron pertama terletak pada ganglion semilunar  Gasser. Aksonnya

akan memasuki batang otak dan berakhir pada nukleus traktus spinalis n. V

(terdapat neuron kedua di sana). Akson pada neuron kedua akan menyilang

garis tengah, kemudian naik sebagai lemniskus trigerminal. Jaras ini berakhir

pada nukleus ventral posteromedial thalamus kontralateral dan bersinaps

dengan neuron ketiga. Selanjutnya impuls akan dibawa ke gyrus postsentralis

korteks serebri.

b. Sentuh, Tekanan, Gatal, Geli dan Getaran

Jaras yang membawa rangsang jenis ini tidak begitu berbeda dengan jaras

untuk nyeri dan suhu. Yang membedakan adalah akson pertama akan menuju

ke nukleus sensoris prinsipalis n. V untuk bersinaps dengan neuron kedua

(pada nyeri dan suhu: nukleus traktus spinalis n.V). Kemudian, pada saat

terjadi persilangan, ternyata tidak semua jaras ikut menyilang, sehingga

sebagian kecil masih bisa menjangkau VPM ipsilateral.

c. Proprioseptif

Impuls sensoris yang diterima oleh reseptor akan dihantarkan oleh neuron

pertama yang badan selnya terdapat pada nukleus mesensefalikus n. V batang

otak. (Neuron tidak memiliki ganglion semilunar). Akson neuron pertama

secara langsung akan bersinaps di nukleus motor n. V yang menginervasi otot

pengunyah. Sementara itu, jaras yang membawa impuls proprioseptif ke

korteks serebri masih belum jelas. Akson dari neuron sensoris di nukleus

mesensefalikus kemungkinan bersinaps dengan nukleus sensoris utama n. V

yang berproyeks ke thalamus dan korteks serebri.

Anatomi Medula spinalis

Page 6: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

6

Potongan Melintang Medula Spinalis

Dari reseptor di perifer sampai ke korteks sensorik di otak jalur sensorik

sekurang-kurangnya terdiri dari 3 tingkatan neuron. Impuls (rangsang) berjalan

secara sentripental dari reseptor di perifer ke badan sel neuron tingkat pertama

(primer) di ganglion akar dorsal dari saraf spinal. Aksonnnya menuju ke sentral,

bersinaps dengan neuron tingkat dua (sekunder) di kornu posterior medulla

spinalis atau inti homolog di batang otak. Akson neuron sekunder melintasi garis

tengah dan menuju pada sisi sebelahnya (kontralateral), kemudian naik sebagai

jaras spinotalamik atau lemnikus medialis menuju sinaps berikutnya di thalamus.

Neuron di thalamus biasanya berupa neuron tingkat ketiga (tersier) terletak di

kompleks ventrobasal thalamus dan berproyeksi melalui kaki posterior kapsula

interna ke korteks sensorik di girus postsentral (area Brodmann 3-1-2).

Page 7: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

7

Traktus Spinotalamikus Anterior dan Traktus Spinotalamikus Lateral

Traktus Spinotalamikus Anterior

Traktus ini membawa sensasi taktil dan sensasi tekanan dengan reseptor

perifer berada di kulit. Reseptor perifer biasanya cukup tebal dan bermielin.

Akson dari reseptor perifer ini akan membentuk sentral dan akan masuk ke

medulla spinalis bagian funikuli posterior melalui radiks posterior. Disini semua

mungkin berjalan naik untuk 2 sampai 15 segmen dan dapat memberikan kolateral

ke bawah untuk 1 sampai 2 segmen. Pada sejumlah tingkat, semua bersinaps

dengan neuron kornu posterior di dalam medulla spinalis atau setelah memasuki

kornu posterior, sel-sel saraf ini akan menggantikan neuron kedua yang akan

membentuk traktus spinotalamikus anterior. Traktus ini menyilang komisura

anterior di depan kanalis sentralis ke sisi yang berlawanan dan berlanjut ke daerah

perifer anterior dari funikulus anterolateral. Dari sini traktus ini berjalan naik ke

nukleus ventralis talamus posterolateral. Sel-sel saraf talamus adalah neuron

ketiga yang memproyeksikan impuls ke dalam girus postsentralis melalui traktus

talamokortikalis.

Page 8: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

8

Traktus Spinotalamikus Lateral

Traktus ini membawa sensasi nyeri dan sensasi suhu. Reseptor perifer

adalah ujung saraf bebas dalam kulit, yang merupakan organ akhir cabang perifer

dari neuron pseudounipolar ganglion spinalis. Saraf yang berasal dari reseptor

perifer akan membentuk cabang sentral dan akan memasuki medulla spinalis

melalui bagian lateral radiks posterior. Di dalam medulla spinalis, cabang sentral

ini terbagi menjadi kolateral pendek, longitudinal, dimana di atas 1 atau 2 segmen

berhubungan sinaps dengan sel-sel saraf substansia gelatinosa (Rolandi). Cabang

ini adalah neuron kedua yang membentuk traktus spinotalamikus lateral. Serat

dari traktus ini juga menyilang komisura anterior dan berlanjut ke bagian lateral

funikulus lateral dan ke atas menuju ke talamus. Pada talamus, traktus ini berakhir

di nukleus ventralis posterolateral dari talamus. Dari talamus, neuron ketiga

membentuk traktus talamokortikalis, yang berlanjut ke korteks girus postsentralis.

Secara talamik, nyeri, suhu, dan rangsangan lain dirasakan sebagai sensasi

tumpul. Jika rangsangan tersebut sampai ke korteks barulah rangsangan tersebut

dapat di bedakan secara sadar sebagai kualitas yang berbeda. Fungsi yang lebih

tinggi, seperti diskriminasi dua titik dan penentuan pasti lokasi masing-masing

stimuli, merupakan aktifitas kortikal. Rusaknya korteks sensorik menyebabkan

penurunan sensasi nyeri, suhu, dan raba, tetapi menghilangkan sensasi

diskriminasi dan sikap dari bagian tubuh kontralateral dari lesi, karena semua

jaras sensorik telah menyeberang sebelum mencapai korteks.

Fungsi seperti mengenal obyek dengan meraba (stereognosis)

membutuhkan daerah asosiasi tambahan. Daerah-daerah ini terletak pada lobus

parietalis, dimana banyak sensasi individual dari ukuran, bentuk, dan sifat fisik

(ketajaman, ketumpulan, kelembutan, kekerasan, dingin, panas, dsb) bergabung

dan dapat dibandingkan dengan ingatan sensari raba yang sebelumnya dirasakan.

Lesi pada lobus parietalis bawah, dapat mengakibatkan hilangnya kemampuan

untuk mengenal obyek dengan meraba pada sisi yang berlawanan dengan lesi.

Hilangnya kemampuan ini disebut astereognosis.

Page 10: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

10

Medula Spinalis Dengan Jaras Asenden

Page 11: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

11

Perjalanan Traktus Spinotalamikus Lateral ke Talamus Melalui Kapsul

Interna ke Girus Postsentralis

Page 12: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

12

Sindrom klinik lesi pemotongan jaras sensorik

Sindrom Pemotongan Jaras Sensorik

Sindrom defisit sensorik bervariasi, tergantung dari lokasi kerusakan

sepanjang jaras sensorik.

1. Lokasi a dan b: lesi kortikal atau subkortikal akan menyebabkan parestesia

(rasa geli, kesemutan) dan mati rasa pada masing-masing ekstremitas sisi

yang berlawanan. Parestesi dapat terjadi sebagai kejang sensorik fokal.

Page 13: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

13

2. Lokasi c: suatu lesi melibatkan semua jaras sensorik tepat di bawah

talamus, menyebabkan hilangnya semua kualitas sensorik separuh tubuh

kontralateral.

3. Lokasi d: jika jaras sensorik lain, selain untuk nyeri dan suhu, mengalami

kerusakan, hipestesi terjadi pada sisi kontralateral wajah dan tubuh.

Sensasi nyeri dan suhu tetap utuh.

4. Lokasi e: jika kerusakan terbatas pada lemnikus trigeminalis dan traktus

spinotalamikus lateral pada pusat otak, maka tidak akan ditemukan sensasi

nyeri dan suhu pada wajah dan tubuh kontralateral. Tetapi semua kualitas

sensorik lainnya tidak terganggu.

5. Lokasi f: keterlibatan lemnikus medialis dan traktus spinotalamikus

anterior, menyebabkan kehilangan semua kualitas sensorik pada

kontralateral tubuh, kecuali sensasi nyeri dan suhu.

6. Lokasi g: kerusakan nukleus, traktus trigeminalis dan traktus

spinotalamikus lateral, menyebabkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu

pada wajah ipsilateral dan tubuh kontralateral.

7. Lokasi h: kerusakan funikuli posterior menyebabkan hilangnya sensasi

sikap, getaran, diskriminasi, dan sensasi lain yang berhubungan dengan

ataksia ipsilateral.

8. Lokasi i: lesi pada kornu posterior menghilangkan sensasi suhu dan nyeri

ipsilateral. Semua kualitas sensorik lain tetap utuh.

9. Lokasi k: cedera beberapa radiks posterior yang berdekatan diikuti oleh

parestesia radikuler, nyeri, dan penurunan atau hilangnya semua kualitas

sensorik pada masing-masing segmen tubuh.

Gangguan Sistem Sensorik

·   A. Gangguan Sensoris Negatif

Gangguan sensorik superfisial atau gangguan eksteroseptif yang negatif

merupakan salah satu manifestasi sindrom neurologi. Secara singkat gangguan

sensorik negatif itu disebut defisit sensorik. Tergantung pada kedudukan lesi,

apakah di saraf perifer, di radiks posterior atau di lintasan sentralnya, daerah

Page 14: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

14

permukaan tubuh yang anastetik atau baal dan sebagainya memperlihatkan pola

yang khas sesuai dengan penataan anatomi susunan somestesia.

Mengenal pola defisit sensorik itu berarti mengetahui lokasi lesi yang

mendasarinya. Untuk mempermudah pembahasan defisit sensorik, maka istilah

anestesia dan hipestesia digunakan secara bebas sebagai sinonim dari defisit

sensorik.

a. Hemihipestesia

Hemihipestesia merupakan hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh saja.

Ditinjau dari sudut patofisiologiknya, maka keadaan itu terjadi karena korteks

sensorik primer tidak menerima impuls sensorik dari belahan tubuh kontralateral.

Di dalam klinik hemihipestesia merupakan gejala utama atau gejala pengiring

penyakit perdarahan serebral. Infark yang menduduki seluruh krus posterior

kapsula interna sesisi, mengakibatkan hemiplegia kontralateral yang disertai

hemihipestesis kontralateral juga. Pada penyumbatan arteri serebri anterior tidak

dijumpai hemihipestesia kontralateral, melainkan hipestesia yang terbatas pada

kulit tungkai kontralateral yang lumpuh.

b. Hipestesia alternans

Hipestesia alternans merupakan hipestesia pada belahan wajah ipsilateral

terhadap lesi yang bergandengan dengan hipestesia pada belahan badan

kontralateral terhadap lesi. Lesi yang mendasari pola defisit sensorik itu

menduduki kawasan jaras spinotalamik dan traktus spinalis nervi trigemini di

medulla oblongata.

c. Hipestesia tetraplegik

Hipestesia tetraplegik ialah hipestesia pada seluruh tubuh kecuali kepala dan

wajah. Defisit sensorik itu timbul akibat lesi transversal yang memotong medulla

spinalis di tingkat servikalis. Jika lesi menduduki segmen medulla spinalis di

bawah tingkat T1, maka defisit sensorik yang terjadi dinamakan hipestesia

paraplegi.

d. Hipestesia selangkangan (saddle hipestesia)

Hipestesia selangkangan ialah hipestesi pada daerah kulit selangkangan.

Lesi yang mengakibatkannya merusak kauda ekuina.

Page 15: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

15

e. Hemihipestesia sindrom brown sequard

Hemihipestesia sindrom brown sequard ialah hemihipestesia pada belahan

tubuh kontralateral terhadap hemilesi di medulla spinalis.

f. Hipestesia radikular atau hipestesia dermatomal

Hipestesia radikular ialah hipestesia yang terjadi akibat lesi di radiks

posterior. Dalam hal itu daerah yang hipestetik ialah dermatome yang disarafi

oleh serabut-serabut radiks posterior yang terkena lesi.

g. Hipestesia perifer

Hipestesia perifer ialah hipestesia pada kawasan saraf perifer yang biasanya

mencakup bagian-bagian beberapa dermatom.

Defisit sensorik dapat menjadi salah satu gejala suatu sindrom atau

manifestasi tunggal suatu proses patologik. Umumnya, defisit sensorik dapat

menggambarkan suatu penyakit seperti berikut ini.

a. Pada sindrom trombosis serebri

Terjadi karena penyumbatan a. Lentikulostriata sesisi pada krus posterior

kapsula interna sehingga melibatkan juga serabut yang mengatur gerak voluntar

kontralateral. Jika infark melibatkan ujung belakang krus posterior, terjadilah

hemiplegia dan hemihipestesia kontralateral terhadap infark.

b. Pada sindrom Wallenberg

Penyumbatan terjadi pada a.serebeli posterior sehingga infark pada korpus

restiforme ipsilateral berikut kawasan lintasan spinotalamik dan traktus spinalis

nervus trigermini. Oleh karena itu, hipestesi ditemukan pada wajah ipsilateral dan

badan kontralateral (hemihipestesia alternans).

c. Pada siringobulbi

Siringobulbi merupakan lubang sempit yang memanjang dari kawasan

lintasan spinotalamikus dan traktus spinalis n.V ke lokasi traktus solitarius di

medula oblongata. Sindromnya menyerupai sindrom Wallenberg. Bedanya, pada

Page 16: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

16

siringobulbi patogenesis sindrom tersebut berlangsung lambat dalam waktu

berbulan-bulan serta berkorelasi dengan proses degeneratif.

d. Pada sindrom tetraplegi atau paraplegia

Sindrom ini terjadi akibat lesi transversal pada servikal atas (C3 atau C4).

Keempat anggota gerak lumpuh dan mulai dari dermatoma C.3/C4 ke bawah

naestetik atau hipestetik. Selain itu, perasaan ingin kencing dan buang air besar

serta kekuatan pengosongan kandung kemih serta rektum hilang. Jika lesi di b

awah intumesensia servikobrakialis, yang muncul adalah paralisis kedua tungkai

disertai hipestesia di bawah tingkat lesi (hipestesi paraplegik).

e. Pada sindrom Brown Sequard

Pada sindrom ini, lesi hanya merusak satu sis dari medula spinalis

(hemilesi).  Belahan badan kontralateral di bawah lesi akan kebal terhadap

rangsangan protopatik sedangkan bagian ipsilateral terjadi hilangnya perasaan

getaran, gerakan, dan sikap anggota tubuh. Sementara itu, belahan badan yang

lumpuh juga terdapat gangguan serebelar karena putusnya spinoserebelar dorsalis

dan ventralis di sisi ipsilateral. Namun, tidak tampak karena terjadi pula

kelumpuhan ipsilateral.

f. Pada sindrom radikulopatia

Radikulopati berarti terjadi proses patologis pada radiks posterior dan

anterior. Tergantung proses patologisnya, tarikan, penekanan dan jepitan setempat

dapat menimbulkan nyeri dan kelumpuhan yang dapat diringi parestesia. Misalnya

pada jepitan radiks L5 sampai S2 pada HNP yang menyebabkan iskialgia atau

stiatika.

Proses imunologis juga bisa berperan seperti pada kasus sindrom guillain

barre yang menyebabkan demielinisasi. Pada kasus ini, terjadi hipestesia atau

parestesia pada bagian distal anggota gerak yang dikenal sebagai hipestesia atau

parestesia akral. Selain itu, terdapat juga kasus saddle anesthesia apabila terdapat

penekanan pada kauda ekuina.

Page 17: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

17

g. Pada lesi di pleksus brakialis

Lesi pleksus brakialis atas berasal dari lesi yang mengganggu serabut-

serabut saraf spinal C5 dan C6. Seringkali terjadi karena penarikan leher.

Sementara itu, lesi pleksus brakialis bawah merupakan lesi yang mengganggu

saraf spinal C8 dan T1. Seringkali terjadi karena penarikan lengan yang

berlebihan. Pola gangguan somestesianya berupa anestesi pada kawasan sempit

yang membujur dari tepi ulnar jari kelingking, tangan sampai sepertiga distal

lengan bawah.

h. Pada sindrom neuritis/neuropatia

Neuritis berarti terjadinya peradangan pada saraf perifer. Biasanya gejala

yang muncul adalah hipestesia/anestesia atau parestesia. Nyeri neuritik bersumber

pada bagian saraf perifer yang terlibat dalam proses patologis pada tempat yang

dilewati saraf perifer yang bersangkutan.

B. Gangguan sensorik positif

Gangguan sensorik positif ialah  nyeri. Perangsangan yang menghasilkan

nyeri yang bersifat destruktif terhadap jaringan yang dilengkapi dengan serabut

saraf pengantar impuls nyeri. Jaringan itu dinamakan secara singkat jaringan

peka-nyeri. Jaringan atau bangunan yang tidak dilengkapi dengan serabut nyeri

tidak menghasilkan nyeri bilamana dirangsang, misalnya diskus intervertebral.

Jaringan itu tak peka nyeri.

Walaupun nyeri pada hakikatnya tidak dapat ditaksirkan dan tidak dapat

diukur, namun yang tidak dapat disangkal ialah, bahwa nyeri merupakan perasaan

yang tidak nyaman dan menyakitkan. Nyeri akibat ditusuk berbeda dengan nyeri

akibat ditekan. Bagaimana seseorang menghayati nyeri tergantung pada jenis

jaringan yang dirangsang, lalu pada jenis serta sifat perangsangan, dan tergantung

pula pada kondisi mental dan fisiknya. Nyeri dapat langsung dirasakan sebagai

hasil perangsangan terhadap kulit, mukosa rongga mulut dan kornea.

Page 18: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

18

a. Nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik

Nyeri neuromuskuloskeletal merupakan nyeri yang terjadi pada anggota

gerak, di antaranya adalah artralgia (patologis pada persendian), mialgia (otot),

entesialgia (proses patologik pada tendon, fasia, jaringan miofasial dan

periosteum). Umumnya disebabkan karena proses patologik setempat berupa

peradangan bakterial, imunologik, non-infeksi, atau perdarahan serta

keganasan.

Nyeri tekan akan nampak pada penekanan daerah yang dikeluhkan,

terutama bagian miofasial, tuberositas, kapsul persendian, tulang, epikondilus,

tempat fraktur tulang, otot dan berkas saraf.

b. Nyeri neuromuskuloskeletal neurogenik

Jenis nyeri ini terjadi akibat iritasi langsung terhadap serabut sensorik

perifer. Ciri khasnya adalah nyeri menjalar sepanjang kawasan distal saraf

distal saraf, dan perjalanan nyeri tersebut berpangkal pada bagian saraf

yang mengalami iritasi.

c. Nyeri radikular

Nyeri neurogenik yang terjadi akibat iritasi radiks posterior dinamakan

nyeri radikular. Pada medula spinalis C3-C4 dan T3-T12, penataan

dermatomanya lapis demi lapis sehingga menunjukan gambaran yang khas.

Sementara itu, pada C5-T2 dan L2-S3, penataan lamelar dermatoma agak

kabur karena saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan

membentuk fasikulus dan pleksus terlebih dahulu.

Penyebabnya bisa berupa herpes zooster, osteofit, penonjolan tulang

karena fraktur, nukleus pulposus atau serpihannya, tumor. Selain itu, salah satu

yang sering adalah nyeri radikular pada spondilitis tuberkulosa pada T4-T7

(nyeri intercostal) serta nyeri radikular pada spondilosis yang berkaitan dengan

penuaan dan nyeri radikular pada hernia nukleus pulposus.

Manifestasi klinis pada hernia nukleus pulposus bervariasi antara nyeri

radikular serta parestesi dan nyeri radikular serta hipestesia. Penekanan pada

Page 19: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

19

radiks posterior yang masih utuh dapat menimbulkan nyeri radikular

sedangkan jika penekanan sudah menimbulkan pembengkakan bahkan

kerusakan struktural yang lebih berat, dapat terjadi hipestesia atau anestesia

radikular.

Nyeri iritatif di radiks posterior tingkat servikal disebut brakialgia karena

nyerinya dirasakan sepanjang lengan. Sementara itu, nyeri radikular yang

dirasakan sepanjang tungkai dinamakan iskialgia karena nyerinya menjalar

sepanjang perjalanan n. Iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.

Patofisiologi Somestesia

Gejala sensorik dapat diklasifikasikan menjadi 5, yaitu

a. Hilangnya perasaan (anestesia),

Anestesia terjadi apabila terjadi kerusakan yang menyebabkan

hilangnya reseptor impuls protopatik atau terjadinya hambatan atau putusnya

penghantaran perifer dan sentral. Misalnya, pada kasus luka bakar atau

infeksi herpes zoster yang menyebabkan hilangnya ganglion spinale.

b. Perasaan berlebihan jika dirangsang (hiperestesia),

Pada hiperestesia, rangsangan secara wajar dapat menyebabkan

somestesia berlebihan yang berupa perasaan tidak enak dan tidak

menyenangkan pada bagian tubuh tersebut. Kelainan ini terjadi karena terjadi

gangguan pada reseptor impuls protopatik atau serabut saraf perifer atau

lintasan spinotalamikus sehingg ambang rangsangnya menurun. Gangguan

dapat bersifat mekanik, toksik, atau vaskular ringan.

c. Perasaan yang timbul spontan tanda adanya perangsangan

(parestesia),

Dalam klinik, pasien biasanya mengeluhkan perasaan berupa

kesemutan, geringgingen, singsireumen atau kepocong. Namun, parestesi

Page 20: JARAS SENSORIK (Spinotalamikus) Proprioseptif Dan Protopatik

20

sebenarnya tidak hanya kesemutan melainkan juga termasuk perasaan dingin

atau panas setempat, kesemutan, rasa berat, atau rasa dirambati sesuatu.

d. Nyeri

Setiap nyeri memiliki corak tertentu yang dipengaruhi oleh

modalitasnya sehingga dapat berupa nyeri yang bersifat tajam, difus, atau

menjemukan. Selain itu, nyeri juga dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu,

linu, sengal atau pegal. Nyeri yang berasal dari viseral biasanya bersifat difus,

yang berasal dari otot skeletal dinyatakan sebagai pegal, nyeri osteogenik

seringkali disebutkan sebagai kemeng, linu atau ngilu sedangkan yang

bersumber pada saraf perifer bersifat tajam.

e. Gerakan canggung atau simpang siur

Gangguan sensorik ini seringkali dituturkan oleh pasien sebagai

gangguan motorik yang berupa ataksia. Sebenarnya, gangguan tersebut terjadi

pada lintasan impuls propioseptif sehingga nampak rasa gerak, getar dan

posisi terganggu.

 

DAFTAR PUSTAKA

Frotscher, M. dan M. Baehr. 2014.Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 4.

EGC. Jakarta

Guyton, A.C. dan Hall John. 2012. Fisiologi Kedokteran. Edisi (lupa). EGC.

Jakarta

Mardjono, M. dan Sidharta P. 2010.Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta