24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Perpajakan bagi Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba ini disusun berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Latar belakang penyusunan rancangan ini dilandasi oleh landasan filosofis, yuridis dan sosiologis. 1.1.1. Landasan Filosofis Suasana kebatinan atas kemerdekaan setiap warga negara yang bebas serta diakui hak-haknya dijamin oleh konstitusi, baik di dalam pembukaan UUD 1945 maupun pasal-pasalnya. Negara berkewajiban untuk menjamin, mengatur, menumbuhkembangkan hak dan kebebasan dalam kerangka pendidikan dan pembinaan hukum, sehingga hak dan kebebasan setiap warga negara tetap tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,

Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Draft Naskah Akademik

Citation preview

Page 1: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Naskah akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Perpajakan bagi

Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba ini disusun berpedoman pada Peraturan Menteri

Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan sebagai tindak

lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan

Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,

Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dan Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Latar belakang

penyusunan rancangan ini dilandasi oleh landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.

1.1.1. Landasan Filosofis

Suasana kebatinan atas kemerdekaan setiap warga negara yang bebas serta diakui hak-

haknya dijamin oleh konstitusi, baik di dalam pembukaan UUD 1945 maupun pasal-

pasalnya. Negara berkewajiban untuk menjamin, mengatur, menumbuhkembangkan hak dan

kebebasan dalam kerangka pendidikan dan pembinaan hukum, sehingga hak dan kebebasan

setiap warga negara tetap tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-

undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas

hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan

pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu

masyarakat demokratis.1

Sarana dalam menyuarakan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat selain melalui

wadah-wadah demokrasi yang bersifat kelembagaan negara dan swasta dapat pula

diwujudkan dalam bentuk partisipasi aktif maupun pasif melalui organisasi masa dan

lembaga nirlaba. Negara berkewajiban memberi ruang kebebasan dan hak setiap warganya

untuk berperan dalam pendidikan demokrasi dalam wadah demokrasi Pancasila.

Fungsi, peran dan kebermanfaatan organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam ranah

pelayanan kepada masyarakat dalam menyuarakan demokrasi untuk membela kepentingan

masyarakat, menjadikannya sebagai satu pilar di luar trias politika dan sebagai barometer

sehat tidaknya demokrasi rakyat yang berdaulat sebagaimana amanah konstitusi adalah sehat

tidaknya organisasi masa dan lembaga nirlaba di suatu negara dalam mengawal demokrasi

1 Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke 4, Pembukaan dan pasal-pasalnya

Page 2: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Pancasila. Sedemikian penting peran, fungsi dan kebermanfaatan organisasi masa dan

lembaga nirlaba sebagai ‘garda’ demokrasi, di sisi lain lemahnya kelembagaan, sumberdaya,

serta program-programnya untuk mengawal lajunya pembangunan yang adil dan makmur

amanah konstitusi, sehingga kebutuhan akan peningkatan kapasitas untuk keberlanjutan

organisasi ini sangat mendesak. Peraturan yang ada saat ini, dirasakan belum mampu untuk

memberikan peningkatan kapasitasnya sebagai organisasi pengawal demokrasi yang objektif,

transparan, akuntabel dan berkelanjutan dalam kerangka demokrasi pancasila, sehingga

dibutuhkan pemberian fasilitas pendorong antara lain dalam bentuk fasilitas perpajakan.2

1.1.2. Landasan Yuridis

Bila dilihat dari legalitasnya baik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Masa, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang,

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, belum secara eksplisit menegaskan pemberian

fasilitas perpajakan. Sedangkan di dalam Undang-Undang Perpajakan, baik Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun

2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai baru sebagian memberikan ruang fasilitas perpajakan

baik subjek, objek pajak maupun administrasi bagi Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba,

tetapi belum maksimal memberi ruang keleluasaan fiskal bagi peningkatan kapasitasnya.

Peraturan Perpajakan belum mengatur secara khusus fasilitas perpajakan bagi subjek, objek

pajak dan administrasi untuk organisasi masa, akan tetapi telah mengatur fasilitas perpajakan

untuk subjek dan objek pajak bagi lembaga nirlaba yang bergerak di bidang keagamaan,

pendidikan, kesehatan, infrastruktur, social dan olah raga; baik berbentuk fasilitas

pengecualian (tax exempt) maupun pengurangan (tax deduction) meliputi pajak penghasilan

maupun pajak pertambahan nilai serta tax relief. Hal ini memunculkan ketidakadilan dari

perlakuan pemberian fasilitas perpajakan, meskipun organisasi masa dan lembaga nirlaba

selain ketiga jenis itu mempunyai andil dalam penguatan demokrasi yang sehat yang tidak

dapat dilakukan oleh pemerintah, karena peran, fungsi dan kedudukannya berbeda. Sehingga

fasilitas kebijakan perpajakan tidak disarankan untuk diberikan kepada jenis organisasi masa

maupun jenis/macam dana yang diperolehnya atau tujuannya, tetapi lebih kepada bagaimana

kombinasi berbagai faktor yang secara politis dapat memberikan ruang yang kondusif dalam

demokrasi pancasila.

Kesetaraan dalam pemberian fasilitas perpajakan bagi Organisasi Masa dan Lembaga

Nirlaba juga merata di berbagai belahan negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan,

Jepang, Australia, dan negara-negara Eropa Tengah dan Timur pecahan Yugoslafia (Balkan) 2 Direktorat Politik dan Komunikasi Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bappenas, Peran gerakan filantropi untuk keberlangsungan organisasi masyarakat sipil, Desember 2010, Bab V

Page 3: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

dengan berbagai bentuk variasinya.3 Sebagai contoh adalah negara AS, dimana Ditjen

Pajaknya (IRS) memberikan fasilitas khusus dan formulir khusus bagi organisasi masa dan

lembaga nirlaba dalam penyampain SPTnya.4

Sehingga kebutuhan akan harmonisasi di antara Peraturan Perundang-Undangan dan

peraturan pelaksanaannya serta mendesaknya pemberian fasilitas perpajakan bagi organisasi

masa dan lembaga nirlaba yang mengkombinasikan antar jenis aktifitasnya (subjek pajak)

dan objek pajaknya (jenis/macam dana yang diperolehnya) serta bagaimana kemudahan

administrasinya dengan tetap memperhatikan kesetaraan perlakuan perpajakan dengan

negara mitra dan kebiasaan internasional, penting dilakukan.

Dengan sedang disusunnya RUU tentang Organisasi Masyarakat yang sudah ada di DPR,

kebutuhan akan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya, yang memberikan stimulasi

organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam bentuk fasilitas perpajakannya sebagai payung

hukum pelaksanaan mendesak dilakukan.

1.1.3. Landasan Sosiologis

Sejarah Masyarakat Sipil adalah juga sejarah Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan

Kebebasan Individu. Keberadaannya telah terlacak jauh semenjak zaman Yunani kuno.

Perbincangan tentang Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sendiri adalah perbincangan

sejarah sosial demokrasi dalam membangun kesejahteraan manusia5.

Sejak reformasi tahun 1998, OMS menemukan momentumnya tumbuh dengan pesat.

Hegemoni kebebasan berdemokrasi ini diikuti dengan pertumbuhan organisasi masa sebagai

salah satu pilar penguat demokrasi. Sampai pertengahan Februari 2012, Kementerian Dalam

Negeri (Kemendagri) mencatat organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia berjumlah

65.577. Saking banyaknya, Kemendagri mengaku kesulitan dalam mengatur ormas-ormas

tersebut. Dari keseluruhan ormas tersebut yang tercatat di Kemendagri ada 9.058, di tingkat

provinsi 14.413 ormas dan di tingkat kabupaten dan kota mencapai 42.106 ormas.6

Sedangkan data OMS menurut Kementerian Koordinator bidang Politik, hukum dan

Keamanan berjumlah 21.569.7

Peran dan fungsi OMS adalah sebagai bagian dari pilar demokrasi dari tiga pilar lainnya

yaitu lembaga negara dan pelaku usaha (swasta), dan OMS sebagai barometer sehat tidaknya

demokrasi suatu negara. Di sisi lain masih banyak OMS yang secara kelembagaan, SDM,

3 http://www.oefg.at/text/Tax_Preferences_for_NGOs.pdf 4 http://www.irs.gov/pub/irs-pdf5 Ibid, Bab II, hal 166 http://news.detik.com/read/2012/02/17/173316/1845443/10/wow-kemendagri-catat-jumlah-ormas-di-indonesia-655777 Laporan NPO Indonesia, http://www.ngoregnet.org/Library/NPO_review_indonesia.pdf

Page 4: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

dan pendanaan mengalami kendala,8 dan masih terdapat OMS yang anarkhis yang

meresahkan masyarakat, dimana pemerintah sulit menindaknya (membubarkannya).9

Pemahaman dan persepsi-persepsi yang keliru terhadap eksistensi dan peran OMS, serta

munculnya stigma negatif dan stereotipe di kalangan publik dan aktivis OMS juga membuat

lembaga ini terhambat dalam menggalang dukungan dan sumber daya. Terlebih lagi

menguatnya posisi dan pengaruh kelompok-kelompok anti demokrasi yang menyulitkan

OMS untuk mengkampanyekan program-programnya.10

Dari kajian Bappenas disebutkan :

“Berjalan dan tegaknya hak sipil dan hak politik warga negara merupakan indeks yang baik

bagi keberlangsungan dan masa depan demokrasi di Indonesia. Dan di sisi lain, partisipasi

individu dan institusi sipil dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan OMS adalah

ciri mendasar dari sehatnya demokrasi. Partisipasi dan dukungan ini dapat diwujudkan

dengan mengerakkan filantropi sebagai sumber alternatif pendanaan bagi keberlanjutan

OMS dan program-program demokrasi yang dijalankannya. Namun, peran tersebut hanya

bisa dicapai apabila organisasi-organisasi masyarakat sipil sendiri bertindak secara

profesional, transparan, dan akuntabel terkait dengan pengelolaan dana/ sumber daya yang

dipercayakan. Selain itu, gerakan filantropi di Indonesia juga bisa menjadi gerakan yang

efektif jika pemerintah menyediakan lingkungan sosial, politik dan hukum yang kondusif

(enabling environment), salah satunya dalam bentuk insentif pajak (tax exemption) bagi

organisasi dan kegiatan. Dukungan ini menjadi penting mengingat filantropi bisa menjadi

sumber daya alternatif di tengah ketidakberdayaan negara dalam mengatasi berbagai

persoalan sosial yang terjadi di masyarakat”.11

Pemerintah melalui Bappenas dalam kajiannya merekomendasikan pemberian penghargaan

dan insentif kepada lembaga yang telah memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik

berupa tax deduction maupun tax exemption, atau bentuk-bentuk lainnya. Karena OMS turut

membantu tugas-tugas melayani masyarakat.12

Pemberian fasilitas perpajakan bagi OMS ini juga merata di berbagai negara seperti Amerika

Serikat, dan negara-negara eropa tengah, dan pecahan Yugoslafia (Balkan) dengan berbagai

bentuk variasinya.13 14

8 Bappenas, ibid, Bab I, hal 119 http://www.bbc.co.uk/indonesia/forum/2012/02/120215_forumormas.shtml10 Bappenas, ibid, Bab V, hal 9911 Direktorat Politik dan Komunikasi Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bappenas, Peran gerakan filantropi untuk keberlangsungan organisasi masyaraat sipil, Desember 2010, Bab ...., hal....12 Ibid, Bab V, hal 10313 http://www.oefg.at/text/Tax_Preferences_for_NGOs.pdf 14 http://siteresources.worldbank.org/INTPCENG/Resources/SURVEYOFTAXLAWSAFFECTINGNGOSINCENTRAL.pdf

Page 5: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Bila dilihat dari legalitasnya baik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan

Barang, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dan Undang-Undang Perpajakan, fasilitas

perpajakan untuk OMS belum secara eksplisit ditegaskan, sehingga memerlukan harmonisasi

antar PerUUan dan peraturan pelaksanaannya.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai baru sebagian memberikan ruang

fasilitas perpajakan baik subjek, objek pajak maupun administrasi bagi OMS, tetapi belum

maksimal memberi ruang keleluasaan fiskal bagi peningkatan kapasitas OMS. Ditjen Pajak

AS, IRS sudah memberikan fasilitas khusus bagi OMS dalam penyampaian SPTnya yaitu

model SPT Khusus untuk OMS. 15

Negara menyadari fungsi dan peran penting OMS sebagai barometer sehat tidaknya

demokrasi, sehingga negara berusaha mendorong OMS untuk tumbuh dengan sehat di dalam

lingkungan yang kondusif, dan sebagai ‘regulator’ negara berkewajiban mengaturnya dalam

wadah yang jelas dan teradministrasi sebagai mitra negara. Kelemahan OMS antara lain

lemahnya pendanaan untuk meningkatkan kapasitasnya, dan salah satu insentif pemerintah

adalah dengan memberikan stimulasi fiskal dalam bentuk fasilitas perpajakan.

Sehingga dirasakan sangat mendesak, untuk dikaji lebih mendalam pemberian fasilitas

perpajakan bagi OMS, baik yang bergerak di lini penyandang dana (filantrop),

OMS/individu mediator, OMS/individu pengelola, OMS/individu penerima dengan tetap

secara politis mempertimbangkan kapasitas fiskal APBN.

Atas latar belakang itulah diperlukan kajian lebih mendalam bentuk fasilitas perpajakan yang

bagaimanakah yang dibutuhkan organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai pilar

demokrasi dan di lini manakah fasilitas ini diberikan; bagaimana regulasi perpajakan saat ini

mengatur organisasi masa dan nirlaba; ada tidaknya fasilitas perpajakan yang diberikan,

bagaimana polarisasi praktek-praktek kegiatan/program (business process) organisasi masa

dan lembaga nirlaba saat ini, sebagai bahan usulan rancangan peraturan pemerintah tentang

fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba.

1.2 Permasalahan

Naskah akademik ini secara khusus mengkaji pembuatan rumusan rancangan peraturan

pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba. Secara

15 http://www.irs.gov/pub/irs-pdf/f990ez.pdf

Page 6: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

umum, penelitian ini dititiktekankan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian (granteur

question), yakni:

“Bentuk fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang dibutuhkan organisasi masa dan

lembaga nirlaba sebagai pilar demokrasi sebagai bahan dalam pembuatan rumusan

rancangan peraturan pemerintah?

Pertanyaan utama penelitian itu selanjutnya diturunkan dalam beberapa pertanyaan khusus

(sub-question) yang sifatnya lebih operasional, yaitu:

Pertama, Bagaimana regulasi perpajakan saat ini mengatur organisasi masa dan nirlaba;

ada tidaknya fasilitas perpajakan yang diberikan?,

Kedua, Bagaimana polarisasi praktek-praktek bisnis (business process) organisasi masa dan

lembaga nirlaba saat ini?,

Ketiga, Kebutuhan fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang diharapkan organisasi

masa dan lembaga nirlaba?,

Keempat, Bagaimana batasan-batasan teori dan UU Perpajakan atas pemberian fasilitas

perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba?,

Kelima, Bagaimana usulan fasilitas perpajakan ke dalam rancangan peraturan pemerintah?

Pembahasan pertanyaan ini lebih banyak berkaitan dengan rekomendasi bentuk fasilitas

perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai bahan penyusunan rancangan

peraturan pemerintah. Rekomendasi ini disusun dengan mengacu pada hasil pembahasan dari

pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang dikaitkan dengan berbagai teori yang digunakan

dalam penelitian dan Undang-Undang Perpajakan serta peraturan pelaksanaannya saat

disusunnya naskah ini.

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui fasilitas perpajakan yang ada untuk organisasi masa dan lembaga nirlaba

saat ini;

b. Mengetahui fasilitas perpajakan yang dibutuhkan organisasi masa dan lembaga nirlaba

saat penelitian;

c. Mengetahui sejauhmana fasilitas perpajakan dijalankan oleh beberapa negara di dunia

bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba

Page 7: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

d. Menyusun usulan rekomendasi rancangan fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan

lembaga nirlaba ke dalam rancangan peraturan pemerintah

Signifikansi Penelitian

a. Signifikansi Akademis

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Bappenas tentang peran gerakan filantropi untuk keberlajutan organisasi masyarakat sipil

yang merekomendasikan pemberian penghargaan dan insentif kepada lembaga yang telah

memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik berupa tax deduction maupun tax

exemption, tax relief atau bentuk-bentuk lainnya dan naskah akademik tentang naskah

akademik rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi ormas dan

lembaga nirlaba yang dilakukan oleh SETIAMI. Penelitian ini mencoba mengkaji fasilitas

perpajakan yang ada, kebutuhan akan fasilitas perpajakan dan usulan rekomendasi fasilitas

perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba ke dalam rancangan peraturan

pemerintah.

Hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai fasilitas perpajakan yang telah ada bagi

ormas dan lembaga nirlaba, apa saja fasilitas perpajakan yang dibutuhkan ormas dan

lembaga nirlaba, dan usulan rekomendasi fasilitas perpajakan sebagai rancangan peraturan

perpajakan. Pemberian fasilitas perpajakan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas

ormas dan lembaga nirlaba dalam keberlangsungan aktifitasinya sebagai mitra dari lembaga

demokrasi yang lainnya dan sebagai barometer demokrasi yang sehat. Hasil Hasil penelitian

ini dapat memperkaya wacana seputar kajian kebijakan perpajakan di bidang lainnya di

Indonesia dan dapat dijadikan referensi dalam pengembangan riset-riset lanjutan.

b. Signifikansi Praktis

Penelitian ini menjadi relevan dengan kondisi sekarang di mana kegiatan organisasi masa

dan lembaga nirlaba yang berkembang pesat dan sebagai salah satu pilar sehatnya

demokrasi, sehingga dibutuhkan ormas dan lembaga nirlaba yang benar-benar profesional,

objektif, transparan dan bertanggungjawab. Karena peran ormas dan lembaga nirlaba yang

demikian, di sisi lain pemerintah sebagai pengatur tatanan kehidupan berbangsa dan

bernegara berkewajiban memberikan iklim dan ruang gerak untuk tumbuh berkembang

secara mandiri dan berkelanjutan. Sehingga ormas dan lembaga nirlaba dapat

mengembangkan kapasitasnya salah satunya dengan diberikan fasilitas perpajakan karena

perannya yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga negara, dimana mereka bergerak

dalam isu-isu demokrasi, dan mengatasi persoalan-persoalan ketidakadilan di masyarakat,

Page 8: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

dengan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya belum menjamin keberlanjutan program

dan organisasinya. Dengan pemberian fasilitas perpajakan ini secara praktis akan

meningkatkan kapasitasnya secara berkelanjutan.

1.4 Methodologi Penelitian

1.4.1 Pendekatan penelitian

Berdasarkan pendekatan penelitian yang dikemukakan oleh Creswell (1994), maka penelitian

ini termasuk pada katagori penelitian dengan pendekatan kualitatif studi kebijakan karena

peneliti ingin mendeskripsikan kebijakan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi ormas

dan lembaga nirlaba, implementasi dan kebutuhan akan fasilitas perpajakan, serta usulan

formulasi kebijakan yaitu usulan fasilitas perpajakan ke dalam peraturan pemerintah16.

Pendekatan kualitatif studi kebijakan digunakan karena organisasi masa dan lembaga nirlaba

sebagai obyek penelitian dalam realitasnya bersifat subjektif dan bisa dikaji dari berbagai

aspek atau sudut pandang. Karena itu, peneliti, seperti yang disarankan Merriam dalam

Creswell (1994), lebih menitikberatkan pada proses dibandingkan hasil. Peneliti juga lebih

menekankan pada makna yang tergambar dari informasi yang dihasilkan, baik dari kajian

literatur, wawancara, maupun pengamatan lapangan. Pada akhirnya peneliti mendeskripsikan

dan memaknai data-data yang diperoleh dengan cara induktif sehingga menghasilkan sebuah

konsep dan teori yang terkait dengan usulan fasilitas perpajakan yang lebih luas bagi

organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam mendukung keberlangsungannya karena peran

ormas dan lembaga nirlaba sebagai penyehat demokrasi.

1.4.2 Tipe Penelitian

Menurut tipologi yang diberikan oleh Neuman (2003) dan Prasetya (2006), maka

berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian studi kebijakan (policy

research) yang bersifat konstruktivisme, yaitu penelitian yang berusaha untuk melihat

kebijakan secara terperinci mengenai kebijakan perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba

dalam mendukung program dan keberlanjutannya dengan menangkap apa yang terdapat di

benak subjek penelitian dan kemudian mengkontruksinya menjadi suatu konsep analisis

sebagai acuan usulan kebijakan. Namun, jika ditinjau dari manfaatnya, penelitian ini bisa

dikategorikan sebagai penelitian terapan (applied research) karena hasil penelitian ini

diharapkan bisa dimanfaatkan dan diterapkan dalam usaha mendorong organisasi-organisasi

16 John. W. Creswell, Research Desain: Qualitative and Quantitative Approaches, Housands Oaks, Sagepublication, 1994. hal. 5

Page 9: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

masa dan nirlaba, untuk dapat memanfaatkan fasilitas perpajakan dalam meningkatkan

kapasitas organisasinya secara berkelanjutan.17

1.4.3 Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah individu, komunitas dan

organisasi, yakni:

Individu komunitas yang mempunyai tugas dan berwenang serta membawahi organisasi

masa dan lembaga nirlaba dan peraturan perpajakan, individu yang bertanggungjawab

terhadap organisasi masa dan lembaga nirlaba, individu yang memberikan dukungan/

sumbangan yang signifikan bagi pendanaan program-program demokrasi yang dijalankan

oleh ormas dan lembaga nirlaba.

Komunitas yang memberikan dukungan/sumbangan yang signifikan bagi pendanaan

program-program demokrasi yang dijalankan oleh ormas dan lembaga nirlaba.

Organisasi/konsultan pajak dan Kantor Akuntan Publik yang melakukan yang

memberikan jasa konsultasi dan opini keuangan ormas dan lembaga nirlaba

Organisasi/ Institusi filantropi yang menjadi pendukung/donatur bagi program-program

demokrasi yang dijalankan oleh ormas dan lembaga nirlaba: Yayasan keluarga, Yayasan

amal/filantropi, lembaga amil zakat, yayasan keluarga, media massa, dan perusahaan.

Ormas dan lembaga nirlaba yang memobilisasi dukungan dan sumber daya untuk

pembiayaan program-program penguatan demokrasi. Program demokrasi dititikberatkan

pada tiga aspek, yakni Hak-hak politik (Political Rights), Kebebasan Sipil (Civil Liberty)

dan Penguatan Institusi Demokrasi. Beberapa Ormas dan lembaga nirlaba yang masuk

dalam tiga aspek penguatan demokrasi tersebut adalah:

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Kebebasan Berkumpul/ Berserikat (Civil Liberty)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Kebebasan Berpendapat (Civil Liberty)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Kebebasan Berkeyakinan (Civil Liberty)

17 W. Lawrence Neuman. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. Fouth edition. Needam Heights: Allyn & Bacon, 2002. hal. 21-25

Page 10: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Kebebasan dari Diskriminasi non Agama (Civil Liberty)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Partisipasi Pengawasan Pemerintah (Political Right)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Partisipasi Politik (Hak politik)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Penguatan institusi pelaksana Pemilu (Institusi demokrasi)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

penguatan Peran DPR/DPRD (Institusi demokrasi)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

penguatan peran Parpol (Institusi demokrasi)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

penguatan peran institusi Peradilan (Institusi demokrasi)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Penguatan media (Institusi demokrasi)

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan

Penguatan organisasi dan aktivis Ormas dan lembaga nirlaba (Institusi demokrasi)

Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan, mulai 21 April 2012. Penelitian

dilaksanakan di 5 kota: Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan melibatkan .... ormas dan

.... lembaga nirlaba. (daftar ormas dan lembaga nirlaba terlampir)

Selama proses pemilihan subjek penelitian akan digunakan sumber-sumber berikut:

i. Direktori lembaga filantropi dan organisasi sumber daya lokal di Indonesia;

ii. Direktori yayasan sosial dan LSM di Indonesia;

iii. Direktori kantor konsultan pajak dan akuntan publik;

iv. Laporan berbagai survei dan penelitian mengenai perkembangan filantropi di

Indonesia;

v. Laporan berbagai survei dan penelitian mengenai organisasi masa:

vi. Laporan mengenai indeks demokrasi dan indeks masyarakat sipil

vii. Laporan program dan keuangan ormas dan lembaga nirlaba

Page 11: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

viii. Pemberitaan media

ix. Data base, situs jaringan, brosur, dan lain-lain.

1.4.4 Informan penelitian

Informan penelitian adalah individu dan/atau pengelola/ pegiat organisasi masa, lembaga

nirlaba, Bappenas, konsultan pajak, kantor akuntan, Direktorat Penguatan ekonomi

Depdagri, Ditjen pajak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Polhukam dengan

syarat-syarat memiliki kompetensi dan bertugas sehari-hari pada bidang yang berhubungan

langsung dengan tujuan penelitian, serta memiliki posisi strategis dalam struktur organisasi,

institusi/lembaga, ormas maupun lembaga nirlaba. Mereka berasal dari kalangan direktur dan

staff, pendiri, pengurus atau pelaksana harian organisasi, institusi/lembaga, filantropi, ormas

maupun lembaga nirlaba yang menjadi subjek penelitian ini. Peneliti juga mewawancarai

beberapa informan di luar organisasi, organisasi masa maupun lembaga nirlaba yang

berperan sebagai donatur/pendukung, mitra maupun beneficiaries (penerima manfaat) dari

berbagai program yang dijalankan ormas dan lembaga nirlaba. Selain itu, peneliti juga

melakukan wawancara dengan ahli dan praktisi ormas dan lembaga nirlaba serta ahli

perpajakan di Indonesia untuk mendapatkan perspektif orang mengenai fasilitas perpajakan

dan perannya dalam menjamin keberlanjutan ormas dan lembaga nirlaba.

1.4.5 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder sebagai bahan analisis. Data

primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung dengan informan

penelitian berdasarkan daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mempertajam analisis

kualitatif. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian

sebelumnya, pendapat pakar, ataupun buku-buku referensi yang relevan dengan tema

penelitian.

Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yakni wawancara mendalam, FGD

(Focussed Group Discusion), studi kepustakaan dan observasi langsung. Setelah menentukan

subjek penelitian, peneliti menghubungi informan-informan kunci dari organisasi yang

diteliti untuk melakukan wawancara tatap muka secara mendalam. Semua hasil wawancara

direkam, dituliskan dan hasil transkrip wawancaranya digunakan sebagai data primer.

Seperangkat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan kunci dibuat untuk

keperluan wawancara tersebut.

Peneliti juga menggunakan laporan tahunan organisasi masa dan laporan kegiatan lembaga

nirlaba (yayasan) yang menjadi subjek kajian, serta dokumen-dokumen lain yang relevan

dari yayasan keluarga yang menjadi objek penelitian. Sementara riset kepustakaan dan

Page 12: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

peraturan perpajakan dilakukan sebagai bahan, fasilitas perpajakan yang ada saat penelitian

untuk memperluas wawasan dan memperkaya data yang ada. Pada riset kepustakaan ini

perhatian diberikan pada peraturan perpajakan apa saja yang telah ada ormas dan lembaga

nirlaba, teori-teori yang terkait dengan fasilitas perpajakan, laporan-laporan survei, hasil

penelitian dan studi kasus, serta publikasi tentang fasilitas perpajakan yang relevan dengan

objek kajian.

1.4.6 Teknik Analisis

Berdasarkan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Creswell (1994: 153-155), analisis

penelitian ini dilakukan secara bersamaan pada saat pengumpulan data, interpretasi data, dan

penulisan laporan. Teknik analisis ini dipilih karena data kualitatif bersifat cair dan terus

berkembang. Karena itu, peneliti perlu memberikan ruang terhadap perkembangan data yang

terjadi di lapangan. Selain itu, teknik analisis ini memungkinkan analisis yang dilakukan

peneliti lebih bersifat dinamis dan berkembang sejalan dengan proses penelitian. Peneliti bisa

terus melakukan pengecekan dan kontekstualisasi antara data yang didapat sebelumnya

dengan data-data lainnya yang diperoleh setelahnya.

Data primer yang digunakan sebagai basis analisis adalah transkrip hasil wawancara

mendalam yang dilakukan kepada informan-informan terkait. Berbagai teknik coding

dilakukan untuk mengkategorisasi berbagai konsep yang muncul dan kemudian

menyesuaikannya dengan operasionalisasi konsep yang diajukan sebelumnya. Data yang

didapat dari FGD untuk melengkapi dan memperdalam data yang didapat dari wawancara

mendalam. Sedangkan penggunaan data sekunder lain juga dilakukan untuk mendukung

temuan-temuan selama penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan seperti: peraturan

perpajakan, artikel/jurnal perpajakan, pendapat ahli perpajakan dari internet tentang fasilitas

perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba.

Proses analisis diawali dengan merumuskan konsep atau teori yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Data-data yang berhasil dikumpulkan dari nara sumber kemudian

dikelompokkan dan diorganisasikan berdasarkan konsep-konsep yang telah dirumuskan

sebelumnya. Data-data tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan sistematika

penelitian, yakni pemetaan jenis peraturan, jenis pajak, jenis usaha, diskripsi fasilitas

perpajakan yang diberikan

1.4.7 Model Analisis

Kebijakan RPP Fasilitas Perpajakan Bagi Ormas dan Nirlaba

Perumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas & Nirlaba

Page 13: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Bagan 1. Model Analisis Usulan Rancangan Fasilitas Perpajakan untuk Ormas dan Lembaga Nirlaba

Penjabaran Model:

Fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba, baik dalam bentuk Undang-

undang, peraturan pemerintah maupun keputusan menteri keuangan dan peraturan di

bawahnya telah diatur meskipun fasilitas tersebut belum tercantum di UU organisasi masa

maupun peraturan pemerintah tentang organisasi masa. Guna menyerap aspirasi organisasi

masa dan lembaga nirlaba dalam meningkatkan kapasitasnya dalam rangka menyehatkan

Input Rumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas dan Lembaga

Nirlaba

Analisis Rumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas

dan Lembaga Nirlaba

Kemenpolhukam

Bappenas

Kementerian Terkait dengan OMS dan Lembaga Nirlaba

Perlakuan Perpajakan bagi Ormas, lembaga nirlaba di negara

Ormas, Lembaga

Assosiasi;ormas, lembaga nirlaba per jenis

Tenaga Ahli Perpajakan, ormas, lembaga nirlaba

Usulan fasilitas perpajakan ditolak

Usulan fasilitas perpajakan diterima

Kebijakan Fasilitas Perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba

Peraturan yang terkait dengan;ormas, lembaga nirlaba dan fasilitas perpajakan

KemenKeu; Ditjen Pajak,

Kemenhuk & HAM

Tim Kemendagri

Kondisi Perekonomian; a.l. kapasitas fiskal

Page 14: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

demokrasi, diperlukan penyerapan aspirasi mengenai bentuk-bentuk fasilitas perpajakan

yang bagaimanakah yang diharapkan organisasi masa dan lembaga nirlaba sehingga usulan

rancangan peraturan pemerintah nantinya tetap dalam batas-batas koridor teori dan UU

Perpajakan.

1.4.8 Metodologi dalam setiap tahapan

Versus

Bagan 2. Motodologi yang digunakan dalam setiap tahapan

1.4.8. Rencana Penyusunan RPP

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4

I Persiapan :1 Entry Meeting

2 Pembahasan Anggaran

3 Pembuatan Model analisis dan draft Pertama dan schedule serta revisi

4 Pengiriman model dan

Fasilitas Perpajakan bagi

Ormas dan Lembaga Nirlaba(Yang berlaku)

Fasilitas Perpajakan yang

bagaimana dibutuhkan Ormas

dan Lembaga

Kajian Teoritik Fasilitas Perpajakan,

Pemberlakuan Fasilitas Perpajakan di negara lain

Batasan-batasan Undang-Undang

Perpajakan Yang Berlaku(Harmonisasi)

Usulan Fasilitas

Perpajakan bagi Ormas

dan Lembaga NirlabaDalam

Peraturan Pemerintah

METODOLOGI

Studi Literatur;Peraturan

Perpajakan

Wawancara Mendalam,

FGD,Studi Literur

Studi Literatur ;Peraturan

Perpajakan

Studi Literatur,

Wawancara mendalam,

Page 15: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

draft schedule5 Pertemuan diskusi

model analisis, draft dan schedule

6 Persetujuan revisi sementara

7 Diskusi Pembahasan I

II Pelaksanaan :

8 Studi Literatur

9 Pembuatan Draft Quesioner Wawancara dan pemilihan subjek penelitian

10 Diskusi materi Quesioner Wawancara dan subjek penelitian

11 Wawancara Mendalam

12 Maping hasil wawancara

13 Persiapan Forum Group Discussion (FGD)

14 Forum Group Discussion (FGD)

15 Maping hasil FGD

16 Analisis Wawancara, FGD, teori dan Peraturan Perpajakan

III Penyusunan Laporan :19 Menyimpulkan hasil

dan menyelesaikan draft

20 Rapat Hasil penelitianNo Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4

21 Membuat Rekomendasi

22 Mempresentasikan usulan

23 Draft usulan dirapatkan

24 Revisi Draft25 Penyelesaian Draft26 Penggandaan Draft27 Penyampaian Hasil

Draft Usulan28 Selesai

1.5 Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab.

Bab pertama mengupas seputar latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan

siginikansi, serta metodologi penelitian dan model analisis.

Bab kedua lebih difokuskan kajian pustaka dan pembahasan mengenai berbagai teori dan

konsep yang digunakan dalam penelitian ini serta praktek perpajakan di beberapa negara

Page 16: Ilmu administrasi dan Kebijakan Perpajakan

Bab ketiga membahas peraturan perpajakan yang terkait dengan fasilitas perpajakan

organisasi masa dan lembaga nirlaba, isu kebijakan.

Bab keempat merupakan pemaparan dan analisis hasil penelitian.

Bab kelima berisi kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai bahan usulan

pembuatan rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan ormas dan

lembaga nirlaba. Rekomendasi ini disusun dengan mengacu pada hasil pembahasan dari

pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang dikaitkan dengan berbagai teori dan UU

Perpajakan yang digunakan dalam penelitian.