Upload
hoangquynh
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Analisis Dampak Sanksi Administrasi Perpajakan Pada Kesadaran danKepatuhan Wajib Pajak
(Studi Kasus di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh:
Singgih Nugroho NIM: 11140150000013
PROGAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TERBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440
BAB I
PENDAHAULUAN
A. Latar Belakang
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting sebagai sumber pemasukan
negara, anggaran yang diperoleh dari dana pajak digunakan untuk pembiayaan
pembangunan negara dan sarana peningkatan kualitas masyarakat seperti dibidang
pendidikan, bidang kesehatan, serta memberikan subsidi demi kesejahteraan rakyat.
Pengelolaan pajak harus dilakukan dengan baik dan menjadi prioritas pemerintah
karena hal tersebut berkaitan dengan terkumpulnya dana dari sektor pajak, apabila
pemasukan pajak terhambat maka akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional.
Sebagaimana yang ditulis oleh Siti Resmi dalam bukunya bahwa dalam
memenuhi kewajiban membayar pajak, Wajib Pajak (WP) harus berlandaskan pada
prinsip kepastian hukum, keadilan, dan kesederhanaan arah tujuan perubahan undang-
undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.1 Masyarakat harus mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang Peraturan Perpapajakan sehingga dapat menjalankan
kewajibanya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan prosedur perpajakan.
Perundang-undangan perpajakan yang dikutip dalam buku Siti Resmi
menjelaskan bahwa seringkali perundang-undangan perpajakan mengalami
perubahan, sehingga WP harus selalu mengikuti peraturan perpajakan yang baru.
Sedangkan yang dibahas dalam Peraturan Perpajakan mengenai Pajak Penghasilan di
Indonesia yaitu UU no 7 Tahun 1983 yang telah disempurnakan dengan UU Nomor 7
Tahun 1991, UU Nomor 10 Tahun 1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 36
Tahun 2008, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri
1 Siti Resmi, Perpajakan Edisi 10 Buku 1 (Teori & Kasus), (Jakarta: Salemba Empat 2017),h.17
1
2
Keuangan, Keputusan Direktur Jendral Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jendral
Pajak.2
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut
pajak dengan rakyat sebagai WP. Hukum pajak dibagi menjadi dua yaitu:
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek
pajak),siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang
dikenakan (tarif pajak), utang pajak dan terhapusnya utang pajak, dan
hubungan hukum perpajakan antara pemerintah dan WP. Contohnya:
Undang-Undang Pajak Penghasilan.3
2. Hukum pajak formil, merupakan peraturan-peraturan mengenal berbagai cara
untuk mewujudkan hukum materil menjadi kenyataan. Bagian hukum ini
memuat cara-cara penyelenggaraan mengenai penetapan suatu utang pajak,
kontrol oleh pemerintah terhadap penyelenggaranya, kewajiban para WP
(sebelum dan menerima surat ketetapan pajak), kewajiban pihak ketiga, dan
prosedur dalam pemungutanya.4
Hukum formil berfungsi untuk melindungi fiskus dan WP, tujuanya
adalah agar WP tidak mendapatkan kesewenang-wenangan oleh fiskus dalam
pemungutan pajak, beberapa undang-undang perpajak dibuat untuk
menjalankan hukum pajak formil seperti Undang-undang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa, dan Undang-undang Peradilan Pajak.
2 Ibid h.703 Mardiasmo, Perpajakan (Yogyakarta: C.V Andi Offset 2016) Edisi 2016, h. 74 Siti Resmi, Perpajakan Teori & Kasus, (Jakarta: Salemba Empat 2017) Edisi 10 Buku 1 h.5
3
Berdasarkan Nota Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (NK
APBN) 2017 menjelaskan bahwa Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar
Rp.787.7 miliar sedangkan APBN 2016 Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar
Rp.855.8 miliar, artinya Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) 2017 mengalami
penurunan.
Grafik 1.1
Sumber: Kementrian Keuangan5
Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment system dimana negara
memberikan kepecayaan penuh kepada WP untuk mendaftar, menghitung,
5 Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Nota Keuangan dan APBN Tahun 2017(Indonesia : Kementrian Keuangan) hal. II.3.7
4
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) secara
mandiri. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus memiliki pengetahuan yang
cukup untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sebagai salah
satu perwujudan kepatuhan terhadap pemerintah.
Permasalahan yang dihadapi Direktur Jendral Pajak (DJP) saat ini adalah masih
rendahnya kesadaran perpajakan para WP secara khusus, maupun masyarakat
Indonesia secara umum. Data menunjukkan bahwa baru 11% masyarakat Indonesia
yang sudah terdaftar sebagai WP, baru 5% masyarakat Indonesia yang sudah
melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), serta baru 0,1% masyarakat Indonesia yang
sudah membayar pajak. Untuk itu, diperlukan pola yang sistematis untuk mengubah
perilaku masyarakat agar sadar dan taat pajak, yaitu melalui pendidikan. Kesadaran
perpajakan perlu ditanamkan dalam pendidikan melalui inklusi dalam materi
pembelajaran maupun kegiatan kemahasiswaan.6
Kepatuhan pajak juga menjadi salah satu sikap WP yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah, apabila pemeritah mampu menjalankan peraturan dengan adil dan tegas
maka WP akan mematuhi peraturan yang telah dibuat dan akan terbiasa membayar
pajak secara disiplin, serta mempunyai kesadaran akan pentingnya membayar pajak
seperti dimulai dari mendaftar, menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
melaporkan SPT secara mandiri dan jujur.
Berdasarkan Observasi pada awal penelitian yang penulis lakukan pada tanggal
10 September 2018 diperoleh informasi dari bagian pengawasan dan konsultasi
bahwa kebanyakan WP terkena denda karena telat melaporkan Surat Pemberitahuan
(SPT). Diperoleh juga informasi dari WP yang sedang menunggu nomor antrian di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) bahwa WP kurang memahami Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) sehingga dikenakan denda kareana kelalaianya tidak
menyampaikan SPT. Oleh karena itu, peneliti ingin menganalis kecenderungan
6 Tim Edukasi Perpajakan Direktorat Jender al Pajak, Materi Terbuka Kesadaran Pajak untukPerguruan Tinggi (Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia2016) Cet. ke-1 h. VIII
5
masyarakat sebagai WP yang mempunyai kesadaran dan kepatuhan dalam membayar
pajak.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk menggali dan mengkaji
informasi terkait dampak Sanksi Administrasi Perpajakan pada kesadaran dan
kepatuhan WP. Penelitian ini akan dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Jakarta Pesanggrahan. Penelitian tersebut diberi judul ”Analisis Dampak
Sanksi Administrasi Perpajakan Pada Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak
(Studi Kasus di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Rendahnya tingkat kesadaran WP dalam melaksanakan kewajibannya untuk
melapor SPT.
2. Rendahnya kepatuhan Wajib Pajak pada Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
3. Kurangnya Pengetahuan Wajib Pajak mengenai sanksi administrasi perpajakan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas dan keterbatasan penulis, maka yang
pertama penulis membatasi penelitian dengan hanya meneliti yang kaitanya
dengan pengetahuan Wajib Pajak mengenai sanksi administrasi perpajakan yang
berdampak pada kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak, yang kedua agar lebih
terfokuskan kembali penelitian ini hanya dikenakan terhadap subjek pajak atas
Pendapatan Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi di KPP Pratama Jakarta
Pesanggrahan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah dan batasan masalah di atas,
maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “
6
Bagaimana Analisis Dampak Sanksi Administrasi Perpajakan Pada Kesadaran
dan Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan?”
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk menganalisis
Dampak Sanksi Administrasi Perpajakan Pada Kesadaran dan Kepatuhan WP di
KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat bagi akademik
Sebagai bahan referensi lebih lanjut dalam hal yang berkaitan dengan Pengaruh
Sanksi Administrasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kesadaran dan Kepatuhan
WP. Selain itu juga menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hal
tersebut, serta diperolehnya manfaat dari pengalaman penelitian. .
2. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan ilmu
pengetahuan.
b. Untuk menambah koleksi pengetahuan mahasiswa lain, serta sebagai acuan
untuk penelitian berikutnya.
c. Sebagai penerapan ilmu dan teori yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan di UIN Syarif Hiyatullah Jakarta dengan kenyataan yang ada
dilapangan.
3. Manfaat praktis
Sebagai kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan WP dengan mengetahui
pentingnya Peraturan perpajakan sehingga memunculkan kesadaran, kepatuhan,
7
pengetahuan dan pemahamaan WP. Sekurang-kurangnya, WP mematuhi
peraturan administrasi perpajakan.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat
berperan penting sebagai pembiayaan pembangunan negara. Ada beberapa
macam pengertian pajak menurut para ahli.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani, Pajak adalah iuran masyarakat kepadanegara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajibmembayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukdan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaranumum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.1
Berdasarkan pernyataan tersebut, bahwa masyarakat wajib membayar
pajak kepada negara dan dapat dipaksakan. Undang-Undang perpajakan
dijadikan landasan hukum agar WP membayar pajak dan apabila WP tidak
mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan Ketentuan Peraturan Umum Perpajakan.
Menurut S. I. Djajadiningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkansebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan,kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapibukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintahserta dapat dipaksakan tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secaralangsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.2
1 Thomas Sumarsan, Perpajak Indonesia ( Pedoman Perpajakan Lengkap BerdasarkanUndang-Undang Terbaru), ( Jakarta: Indeks, 2015) Edisi ke-4, h.3
2 Siti Resmi, Perpajakan (Teori dan Kasus), (Jakarta: Salemba Empat, 2017) Edisi ke-10,buku 2, h.1
7
8
Perpajakan di Indonesia dijalankan bukan karena sebab hukuman,
melaikan kewajiban sebagai warga negara yang mempunyai kesadaran akan
kewajibanya membayar pajak, serta mengikuti peraturan perpajakan yang
berlaku. Oleh karenanya, warga negara yang tidak membayarkan pajak akan
diberikan hukuman tertentu atau dalam pembahasan penelitian ini yaitu
berupa sanksi administrasi perpajakan sesuai dengan Undang-Undang
perpajakan yang berlaku, sehingga WP diharapkan memiliki kepatuhan
membayar pajak sesuai dengan Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Menurut Undang-Undang nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan ke-empat atas Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 tentang KetentuanUmum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 berbunyi pajakadalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh OrangPribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dandigunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuranrakyat.3
Dari beberapa pertanyaan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan
tentang definisi pajak:
1) Warga negara wajib memberikan iuran kepada negara.
2) Warga negara tidak mendapatkan imbalan secara langsung (kontraprestasi).
3) Kesadaran dalam membayar pajak diperlukan, supaya warga negara
mempunyai kejujuran dalam melaporkan dan menghitung harta yang
dimiliki.
4) Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah menurut perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, sehingga warga negara dituntut untuk
patuh dalam membayarkanya.
5) Pajak digunakan sebagai kas negara untuk menjalankan APBN.
3 Mardiasmo, Perpajakan (edisi terbaru 2016), (Yogyakarta: Andi Offset 2016), h.3
9
b. Jenis-Jenis Pajak
Terdapat beberapa jenis pajak yang dikelompokan menjadi tiga,
yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga
pemungutanya.
1) Menurut Golongan
a) Pajak Langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang ditanggung WP secara mandiri
dan tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Beban pajak
tersebut ditangung sendiri oleh WP. Contoh: Pajak Penghasilan
(PPh). Pemungutan Pajak Penghasilan dipungut hanya dari
orang yang mempunyai penghasilan tersebut.
b) Pajak Tidak Langsung
Pajak Tidak Langsung dapat dilimpahkan kepada orang lain
atau pihak ketiga. Pelimpahan tanggung jawab kepada pihak
ketiga terjadi apabila terdapat suatu kegiatan tertentu yang
menyebabkan pajak menjadi terutang. Contohnya adalah Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang yang sudah
dilimpahkan kepada pihak lain, sehingga pajak ditanggung oleh
produsen atau konsumen dengan menambahkan pertambahan
pada harga barang.
2) Menurut Sifat
a) Pajak Subjektif
Pemungutan pajak subjektif dilakukan dengan melihat keadaan
WP. Contohnya dalam Pajak Penghasilan Orang Pribadi dapat
dilihat dari status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan
lainya yang dapat menentukan besarnya penghasilan yang tidak
kena pajak.
10
b) Pajak Objektif
Pemungutan pajak objektif dilakukan tanpa melihat keadaan
subjek pajak, tetapi dilihat dari peristiawa, kejadian, maupun
perbuatan yang dapat menimbulkan pajak. Contohnya adalah
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak
tersebut dilihat dari benda atau perbuatan yang dapat
menimbulkan pajak.4
3) Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak Negara (Pajak Pusat)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan sebagai
pembiayaan APBN. Contohnya, PPh, PPN, dan PPnBM.
b) Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah tingkat I dan
tingkat II. Pajak tersebut untuk pembiayaan pembangunan
daerah tersebut.
Dari jenis-jenis pajak tersebut menggambarkan betapa pentingnya
WP untuk membayarkan kewajibanya sebagai warga negara yang
memenuhi kewajibanya dan kehati-hatian pemerintah dalam memungut
pajak. Pengelompokan jenis-jenis pajak akan memudahkan berjalanya
pemungutan pajak maupun memudahkan WP mengetahui tentang pajak
serta tidak menjadikan WP terbebani akan kewajibanya, melaikan
mempunyai tingkat kesadaran yang tinggi dalam bernegara dan memiliki
tingkat kepatuhan terhadap hukum yang telah diatur oleh pemerintah.
4 Siti Resmi, Perpajakan Indonesia (Teori dan Kasus), (Jakarta: Salemba Empat,2017) edisike-10, buku 1, h.7-8
11
c. Fungsi Pajak
Pajak mempunyai beberapa fungsi yang sangat berperan penting
dalam pembangunan negara. Peranan pajak tidak terlepas dari hubungan
pemerintah dengan rakyatnya, kesejahteraan rakyat merupakan tanggung
jawab pemerintah selaku pemegang kebijakan atau setelah melakukan
pemungutan dana pajak terhadap rakyatnya. Oleh karenanya, masyarakat
maupun pemerintah harus bersama-sama mengawasi berjalanya
pembangunan negara dengan melihat beberapa kebijakan dan fungsi
pajak.
Sesuai dari pemaparan diatas, pajak mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi penerima (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi
pajak ini memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi masyarakat
pada umumnya, serta memberikan dasar hukum bagi fiskus menjalankan
peraturan perpajakan. Dengan mengetahui fungsi pajak, masyarakat
diharapkan mempunyai sikap optimisme dalam menyetorkan pajak
kepada pemerintah.
Definisi fungsi budgetair dan fungsi Regularend adalah sebagai
berikut:
1) Fungsi budgetair ( Sumber Keuangan Negara)
Pajak berfungsi untuk pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) artinya sebagai penerimaan yang diterima
pemerintah dijalankan secara maksimal dengan cara ekstensifikasi
dan intensifikasi melalui peraturan-peraturan perpajakan yang ada,
serta disempurnakan dalam Undang-Undang Perpajakan seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
sebagainya.
12
2) Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, dalam hal ini pajak mempunyai
peran mengatur kebijakan-kebijakan pemerintah terkait dengan
bidang sosial dan ekonomi. Berikut ini beberapa contoh penerapan
pajak sebagai fungsi pengatur:
a) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada
saat terjadi transaksi jual beli barang tergolong mewah. Semakin
mewah suatu barang, tarif pajaknya semakin tinggi sehingga
barang tersebut harganya semakin mahal. Pengenaan pajak ini
dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk
mengonsumsi barang mewah atau mengurangi gaya hidup
mewah.
b) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan
agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan
kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula sehingga terjadi
pemerataan pendapatan.
c) Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha
terdorong mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga
memperbesar devisa negara.
d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil
industri tertentu, seperti industri semen, industri kertas, industri
baja, dan lainnya, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi
terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu lingkungan
atau polusi (membahayakan kesehatan).
e) Pengenaan pajak 1% bersifat final untuk kegiatan usaha dan
batasan peredaran usaha tertentu, dimaksudkan untuk
penyederhanaan perhitungan pajak.
13
f) Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan untuk menarik investor
asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.5
d. Tata Cara Pemungutan Pajak
Beberapa metode digunakan dalam memungut pajak terdiri dari tiga
tata cara pemungutan pajak yaitu stesel pajak, asas pemungutan pajak,
dan sistem pemungutan pajak.
1) Stesel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan menggunakan stesel pajak.
Adapun pembagian stesel pajak dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a) Stesel Nyata (Rill Stesel)
Pengenaan pajak menyatakan bahwa pengenaan pajak dilakukan
pada akhir tahun pajak dengan cara mengetahui terlebih dahulu
penghasilan sesungguhnya, kelebihan stesel ini adalah pajak yang
dikenakan lebih realistis karena mengacu pada penghasilan
sesungguhnya. Kekurangan dari stesel nyata adalah pajak dapat
dipungut setelah dihitung semua di akhir artinya ditarik pada akhir
periode.
b) Stesel Anggapan (fictive stesel)
Stesel anggapan menyatakan bahwa pajak didasarkan pada suatu
anggapan jumlah pembayaran tahun pajak periode yang lalu,
peraturan tersebut dapat menjadi kelebihan bagi stesel anggapan
karena pembayaran pajak dapat dibayarkan pada tahun berjalan
dengan anggapan pengenaan pajak sesuai pada pembayaran tahun
pajak sebelumnya. Kelemahanya adalah pembayaran pajak tidak
sesuai dengan keadaan sesungguhnya hanya dengan sebatas
anggapan.
5 Siti Resmi, Perpajakan Indonesia (Teori dan Kasus), (Jakarta: Salemba Empat,2017) edisike-10, buku 1, h.3
14
c) Stesel Campuran
Stesel campuran merupakan stesel campuran dari stesel nyata dan
stesel anggapan. Stesel anggapan digunakan untuk menghitung
besarnya pengenaan pajak pada awal tahun, dan stesel nyata
digunakan untuk menghitung pada akhir tahun. Apabila pengenaan
pajak menggunakan stesel anggapan melebihi pembayaran setelah
dihitung dengan stesel nyata maka kelebihanya dikembalikan dan
apabila penghitungan stesel nyata pada akhir tahun menyatakan
pengenaan pajak dinyatakan kurang maka WP harus membayarkan
kekurangan tersebut.6
2) Asas Pemungutan Pajak
Asas pemungutan pajak dibagi menjadi tiga yaitu asas domisili, asas
sumber, dan asas kebangsaan. Berikut adalah pengertianya:
a) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Tempat tinggal menjadi salah satu alasan negara untuk mengenakan
pajak. Warga negara yang bertempat tinggal di wilayah yang masih
dikawasan Indonesia mempunyai tanggungan untuk membayarkan
pajak dari penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri maupun
dari luar negeri. Negara dapat memaksakan pemungutan pajak
dengan asas domisili.
b) Asas Sumber
Penghasilan yang bersumber dari negeri dikenakan pajak sesuai
dengan Undang-Undang yang berlaku tanpa mempertimbangkan
tempat tinggal WP. Sehingga apapun barang yang keluar dari
wilayah Indonesia dikenakan pajak tertentu.
6 Tomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3 (Jakarta: PT. Indeks, 2013), cet.1, h.13
15
c) Asas Kebangsaan
Pengenaan Pajak dihubungkan kebangsaan WP dari luar negeri yang
bertempat tinggal di Indonesia dikenakan pajak.7 Perbedaan dari asas
kebangsaan dengan asas domisili adalah asas kebangsaan dikenakan
kepada orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia, sedangkan
asas domisili bersumber dari WP pribumi.
Pemberlakuan asas berdasarkan dengan peraturan perpajakan
yang berlaku, mempunyai tujuan untuk memudahkan WP supaya
mempunyai kesadaran dalam membayarkan pajak dan mematuhi
peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Peraturan perpajakan bersifat
memaksa berdasarkan klasifikasi asas WP, sehingga fiskus dapat
memaksakan pemungutan pajak.
3) Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi menjadi tiga yaitu Official
Assessment System, Self Assessment System, With Holding System. Di
Indonesia sendiri menganut sistem pemungutan pajak Self Assesment
System. Berikut pengertian sistem pemungutan pajak:
a) Official Assessmen System
Sistem pemungutan ini memberikan wewenang kepada fiskus untuk
memungut dan menghitung pajak terutang terhadap WP, sehingga WP
hanya menerima surat pemberitahauan pajak terkait dengan besarnya
biaya yang harus dibayarkan. Adapun ciri-ciri dari sistem pemungutan
Official Assessment System yaitu: Wewenang untuk menentukan
besarnya pajak terutang dilakukan oleh fiskus, WP bersifat pasif,
7 Abdul Halim dkk., Perpajakan (Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus), (Jakarta:Salemba Empat, 2014), h.7
16
sedangkan fiskus bersifat aktif, Utang pajak terutang setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak oleh fiskus yang diberikan kepada WP.
b) Self Assessment System
WP menyetorkan pajak terutang dengan menghitung sendiri serta
mempunyai kewenangan untuk menentukan besarnya pajak tersebut
secara langsung menurut subjeknya.
c) With Hoding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan WP yang bersangkutan) melainkan kepada
pihak ketiga yang telah ditunjuk oleh WP untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang.8
Di Indonesia menganut Self Assessmen System, sehingga dalam
pemungutan pajak, pihak fiskus bersifat pasif atau hanya sekedar
mengawasi. Kejujuran dan keadilan perpajakan berada dalam wewenang
WP, oleh karenanya WP harus mempunyai kesadaran dan kepatuhan
terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
WP diharapkan mempunyai pengetahuan tentang peraturan
perpajakan, dan juga cara menentukan besarnya pajak terutang yaitu cara
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak terutang kepada fiskus. Jika WP bersifat pasif, maka
pihak fiskus berlaku tegas sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan
terhadap WP.
8 Abdul Halim dkk., Perpajakan (Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus), (Jakarta:Salemba Empat, 2014), h.7
17
4) Pembagian Pajak Menurut Pemungutan
Pemungutan pajak dipungut oleh pemerintah sesuai dengan
wilayah (tempat tinggal) WP. Ada dua Pembagian pemungutan pajak
yaitu:
a) Pajak Pusat
Pajak Pusat menjadi salah satu sumber pemasukan negara yang
dilakukan oleh pemerintah Pusat untuk pembiayaan APBN.
Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), dan Bea Materai.
b) Pajak Daerah
Pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah daerah serta digunakan
untuk rumah tangga daerah. Contohnya: Pajak Reklame, Pajak
Hiburan, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan asas pengenaan
daerah yang diatur oleh pemerintah daerah.9
Pajak digunakan untuk pembangunan wilayah nasional maupun
daerah, tujuan dari pembangunan tersebut sebagai timbal balik yang
diberikan oleh pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya. Sehingga,
diharapkan WP mempunyai tingkat kesadaran dan kepatuhan terhadap
peraturan perpajakan yang dibuat oleh pemerintah. Self Assessment
System yang digunakan di Indonesia memberikan tantangan tersendiri
bagi WP serta dapat membedakan fungsi fiskus pusat dan daerah.
e. Pajak Penghasilan Umum
9 Tomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia Edisi 3 (Jakarta: PT. Indeks, 2013), cet.1, h.13
18
Setiap pekerjaan atau barang yang dihasilkan dari dalam negeri
dengan menghasilkan penghasilan bagi masyarakat akan dikenakan
pajak. Pajak Penghasilan dikenakan terhadap masyarakat yang
mempunyai penghasilan, baik penghasilan perorangan maupun Badan.
Menurut hipotesis peneliti, perhatian pemerintah terhadap penghasilan
perorangan harus lebih ditingkatkan, karena tidak semua masyarakat
kelas menengah kebawah mempunyai pengetahuan tentang peraturan
perpajakan. Oleh karenanya, peneliti berminat untuk meneliti masalah
perpajakan terkait dengan tingkat kesadaran dan kepatuhan WP serta
melihat ketegasan sanksi administrasi yang diberikan oleh fiskus.
Landasan hukum yang mengatur tentang peraturan perpajakan
adalah Undang-Undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan
(PPh) yang terakhir diubah dengan Undang-Undang nomor 36 tahun
2008 mengatur mengenai pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Orang Pribadi dan Badan.10 Adanya peraturan perpajakan
tersebut pemerintah mempunyai kewenangan untuk memaksakan
pemungutan pajak terutang terhadap WP orang atau Badan yang tidak
membayarkan pajak akan dikenakan sanksi tertentu sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan diantaranya adalah sanksi administrasi.
WP membayarkan pajak selama 1 periode tahun pajak atau dapat
mengikuti kalender masehi yaitu selama 12 bulan. WP Orang Pribadi
yang menerima penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
WP (NPWP).11 WP diharapkan dapat menghitung penghasilan yang
diperolehnya dengan tujuan mengetahui penghasilannya yang termasuk
10 Anastasia Diana dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V ANDIOFFSET, 2014), h. 117
11 Anastasia Diana dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V ANDIOFFSET, 2014), h. 117
19
kena pajak atau termasuk masuk kategori Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
1) Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan yamg terkena pajak yaitu Orang Pribadi,
Badan dan Badan usaha tetap.
a. Orang Pribadi
Penghasilan yang diperoleh Orang Pribadi ada 2 yaitu Orang
Pribadi itu sendiri dan warisan yang diperoleh oleh ahli waris.
1) Orang Pribadi
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Orang Pribadi
yang terkena pajak mempunyai penghasilan yang diperoleh dari
wilayah Indonesia maupun mendapat penghasilan dari luar
negeri tetapi masih bertempat tinggal di Indonesia.
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan (ahli waris)
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan
subjek pajak pengganti yaitu ahli waris. Warisan tersebut adalah
subjek pajak dalam negeri yang harus dibayarkan oleh Orang
Pribadi. Orang Pribadi yang sudah meninggal mempunyai
warisan sebagai satu kesatuan yang harus dibagikan kepada ahli
waris yang berhak, serta dikenakan pajak terhadap ahli waris
karena merupakan subjek pajak dalam negeri. Sedangkan WP
yang mempunyai usaha di Indonesia (Subjek pajak luar negeri)
tidak dikenakan pajak apabila usaha tersebut tidak dijalankan
lagi atau tidak bersifat tetap, namun pajak tetap dikenakan pada
objek pajak dalam negeri tersebut.
b. Badan
20
Badan adalah sekumpulan orang yang mempunyai usaha atau
modal di Indonesia untuk memperoleh penghasilan berbentuk
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti Firma,
kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk Badan lainnya termasuk
kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Seperti
perkumpulan lainya yang terdiri atas asosiasi, persatuan,
perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai
kepentingan yang sama.
c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia. Orang
Pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan yang perhitunganya tidak harus berturut-
turut tetapi selama 12 bulan Orang Pribadi tersebut dihitung
kedatanganya di Indonesia dan Badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia. Badan Usaha Tetap (BUT)
diartikan sebagai fasilitas yang dimiliki Orang Pribadi sebagai
subjek pajak luar negeri yang berupa tempat usaha, mesin-mesin,
peralatan, komputer, dan sebagainya yang dimiliki atau disewa
yang berbentuk tetap.12
12 Anastasia Diana dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V ANDIOFFSET, 2014), h. 118-119
21
f. Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban Pajak Subjektif mulai dikenakan dan berakhirnya
pemungutan pajak dengan syarat tertentu, berikut ini keteranganya:13
Tabel 2.1 Kewajiban Pajak Subjektif
Subjek pajak Kewajiban Pajak Subjektif
Dimulai Terakhir
1) Orang Pribadi
yang bertempat
tinggal di
Indonesia.
Pada saat ia lahir di
Indonesia.
Pada saat meninggal
dunia atau meninggalkan
Indonesia untuk selama-
lamanya. Arti
meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya
harus dikaitkan dengan
hal-hal yang nyata saat
Orang Pribadi tersebut
meninggalkan Indonesia.
apabila pada saat ia
meninggalkan Indonesia
terdapat bukti-bukti yang
nyata mengenai niatnya
untuk meninggalkan
Indonesia untuk selama-
lamanya. Maka, pada saat
itu ia tidak lagi menjadi
subjek pajak dalam
2) Orang Pribadi
yang berada di
Indonesia lebih
dari 183 hari
dalam jangka
waktu 12 bulan.
Sejak hari pertama
ia berada di
Indonesia.
3) Orang Pribadi
yang dalam
suatu tahun
pajak berada di
Indonesia dan
mempunyai niat
untuk bertempat
Pada saat Orang
Pribadi tersebut
berada atau berniat
untuk bertempat
tinggal di
Indonesia.
13Ibid, h.123
22
tinggal di
Indonesia.negeri.
4) Badan yang
didirikan atau
bertempat
kedudukan di
Indonesia.
Pada saat Badan
tersebut didirikan
atau bertempat
kedudukan di
Indonesia.
Pada saat dibubarkan atau
tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia.
5) Orang Pribadi
yang tidak
bertempat
tinggal di
Indonesia.
Orang Pribadi
yang berada di
Indonesia tidak
lebih dari 183
hari dalam
jangka waktu 12
bulan dan
Badan yang
tidak didirikan
dan tidak
bertempat
kedudukan di
Indonesia yang
menjalankan
usaha atau
melakukan
kegiatan melalui
Pada saat bentuk
usaha tetap tersebut
berada di Indonesia.
Pada saat bentuk usaha
tetap tersebut tidak lagi
berada di Indonesia.
23
BUT di
Indonesia.6) Orang Pribadi
yang tidak
bertempat
tinggal di
Indonesia.
Orang Pribadi
yang berada di
Indonesia tidak
lebih dari 183
hari dalam
jangka waktu 12
bulan. Dan
Badannya tidak
didirikan dan
tidak bertempat
kedudukan
Indonesia. yang
dapat menerima
atau
memperoleh
penghasilan dari
Indonesia tidak
dari
menjalankan
usaha atau
melakukan
kegiatan melalui
Pada saat Orang
Pribadi atau Badan
mempunyai
hubungan ekonomi
dengan Indonesia
yaitu menerima atau
memperoleh
penghasilan dari
sumber-sumber di
Indonesia.
Pada saat Orang Pribadi
atau Badan tersebut tidak
lagi mempunyai
hubungan ekonomi
dengan Indonesia.
24
BUT di
Indonesia.7) Warisan yang
belum terbagi.
Dasar timbulnya
warisan yang belum
terbagi yaitu Saat
meninggalnya
pewaris, sejak saat
itu pemenuhan
kewajiban
perpajakannya
melekat pada
barisan tersebut.
Pada saat warisan
tersebut dibagi kepada
para ahli waris, sejak saat
itu pemenuhan kewajiban
perpajakannya beralih
kepada para ahli waris.
g. Bukan Subjek Pajak Penghasilan
Adapun beberapa subjek pajak yang tidak kena pajak yaitu:
1. Kantor perwakilan negara asing yang didirikan di Indonesia.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan yang
dipekerjakan untuk kepentingan kedua negara dengan tidak menerima
atau mempunyai penghasilan dari luar jabatanya.
3. Organisasi-organisasi internasional yang berada di Indonesia dengan
melibatkan kepentingan negara dan memberikan timbal balik, dengan
syarat orang dalam organisasi tersebut tidak menerima penghasilan
dari luar pekerjaanya.
4. Pejabat pejabat perwakilan organisasi internasional yang bukan warga
negara indonesia dengan tidak menerima penghasilan dari luar
jabatanya.
h. Objek Pajak Penghasilan
25
Objek pajak penghasilan meliputi penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan WP yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Berikut adalah macam-macam Objek Pajak Penghasilan:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, premi asuransi jiwa dan
premi asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan
dalam bentuk lainnya, termasuk imbalan dalam bentuk natura yang
pada hakekatnya merupakan penghasilan, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang PPh.
2) Hadiah dari undian, pekerjaan atau kegiatan (seperti hadiah undian
tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga) dan dan penghargaan.
penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan
kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan
dengan penemuan benda-benda purbakala.
3) Laba usaha.
4) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan aktiva
termasuk:
a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan Badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa
selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai
bukunya merupakan penghasilan.
26
b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
Badan lainnya.
c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengaliha usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun.
d) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan Badan keagamaan, Badan
Pendidikan, Badan sosial termasuk Yayasan, koperasi, atau Orang
Pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
e) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak menambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengambilan pajak.
Misalnya, pajak bumi dan bangunan yang sudah dibayar dan
dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan,
Papa jumlah sebesar pengambilan tersebut merupakan penghasilan.
6) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengambilan.
7) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi.
8) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak. Royalti adalah jumlah
yang dibayarkan atau terutang dengan cara perhitungan apapun,
dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan.
27
9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
misalnya mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.
10) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala, misalnya alimentasi
atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang
dalam waktu tertentu.
11) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
misalnya pembebasan utang debitur kecil seperti kredit usaha
keluarga pra Sejahtera (Kukersa), kredit usaha tani (KUT), kredit
usaha rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta
kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan
sebagai objek pajak.
12) Keuntungan selisih kurs mata uang asing. keuntungan tersebut diakui
Berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat
asas Sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku di
Indonesia.
13) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
14) Premi asuransi, termasuk premi reasuransi
15) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
yang terdiri atas WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
16) Tambahan kekayaan Naruto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak
17) Penghasilan dari usaha berbasis Syariah
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
ketentuan umum dan tatacara perpajakan
19) Surplus Bank Indonesia.14
14Anastasia Diana dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V AndiOffset, 2014), h.125-129
28
i. Bukan Objek Pajak Penghasilan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak diantaranya yaitu
bantuan atau sumbangan untuk kepentingan negara, harta hibahan yang
berhubungan dengan kepentingan negara, dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri,
koperasi, BUMN, dari pernyataan modal pada Badan Usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, iuran yang diterima
atau diperoleh dana pensiun yang pendirinya telah disahkan Menteri
Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai,bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BBJS) kepada WP atau anggota
masyarakat yang tidak mampu atau sedang mendapat bencana alam atau
tertimpa musibah.15
2. Sanksi Administrasi Perpajakan
a. Pengertian Sanksi Administrasi Perpajakan
Dalam peraturan perpajakan, menurut Mardiasmo, mengatakan
bahwa sanksi perpajakan merupakan ancaman terhadap pelanggaran
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dipatuhi atau
bisa dikatakan sebagai alat pencegahan (preventiv) agar WP tidak
melanggar norma perpajakan serta mematuhi peraturan ketentuan umum
perpajakan. Sedangkan pengertian sanksi administrasi adalah
15 Ibid, h.129-132
29
pembayaran kerugian kepada negara, seperti denda, bunga, dan kenaikan
pembayaran.16
Hukuman berupa sanksi administrasi perpajakan dapat dikatakan
sebagai pengingat atau alarm bagi WP sehingga dapat mengetahui
pelanggaran yang dilakukan. Sanksi administrasi akan memberatkatan
WP berupa tambahan pembayaran, semakin berat sanksi administrasi
yang diberikan oleh fiskus maka semakin dirugikan pula WP apabila
melanggar peraturan tersebut.
Menurut Devano dan Rahayu, mengatakan bahwa denda adalah
sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan pelaporan WP.17 Kesadaran dalam pembuatan pelaporan harta
kena pajak secara jujur dan adil harus dimiliki oleh WP dan WP
diharapkan mempunyai kesadaran dalam memahami peraturan sanksi
administrasi perpajakan sehingga dapat mematuhi perundang-undangan
pajak yang berlaku.
Menurut Soemarso, mengatakan bahwa sanksi denda muncul
karena tindakan WP sendiri atau sanksi ini diberikan karena ada
kewajiban perpajakan yang belum terpenuhi oleh WP sehingga
dimunculkan oleh fiskus.18
b. Jenis-Jenis Sanksi Administrasi Perpajakan
Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan pasal 3 ayat (3) dari perubahan ketiga
atas undang-undangnomor 6 tahun 1983 menyatakan bahwa:
16 Mardiasmo, Perpajakan (edisi terbaru 2016), (Yogyakarta: Andi Offset 2016), h.6317 Devano dkk., Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, (Jakarta: Kencana Perdana Media Grup,
2006), h.198 18 Soemarso, Akuntansi Suatu Pengantar, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), Edisi Kelima,
h.147
30
a. untuk Surat Pembetritahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah masa akhir pajak.
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan WP orang
pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan WP badan,
paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.19
Sanksi administrasi terdapat tiga ancaman yaitu sanksi bunga
administrasi, sanksi denda administrasi, dan sanksi kenaikan
administrasi.20
1) Bunga 2% per bulan
Tabel 2.2 Sanksi Administrasi Berupa Bunga
No. Masalah Cara Membayar
atau Menagih1. Pembetulan sendiri SPT (SPT Tahunan atau
SPT Masa) tetapi belum diperiksa
SSP/STP
2. Dari Penelitian Rutin:
PPh pasal 25 tidak/kurang dibayar
PPh Pasal 21, 22, 23 dan 26 serta PPn yang
terlambat dibayar.
SKPKB, SPT, SKPKBT tidak/kurang
dibayar atau terlambat dibayar.
SPT salah tulis atau salah hitung.
SSP/STP
SSP/SPT
SSP/SPT
SSP/SPT
3. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang dibayar
(maksimum 24 bulan)
SSP/SPKB
19 Undang-Undang Republik Indonesia KUP No. 28 Tahun 2007, Tentang Ketentuan Umumdan Tata Cara Perpajakan, (Jakarta: Menteri Keuangan Republik Indonesia, 2018), h.8
20 Mardiasmo, Perpajakan (edisi terbaru 2016), (Yogyakarta: Andi Offset 2016), h.64-65
31
4. Pajak diangsur/ditunda: SKPKB, SKKPP,
SPT
SSP/STP
5. SPT tahunan PPh ditunda, pajak kurang
dibayar
SSP/STP
Catatan :
1. Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga
pembayaran, bunga penagihan, dan bunga ketetapan.
2. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang
ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT
dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan
umumnya ditagih dengan SPT (lihat pasal 19 (1) KUP).
3. Bunga ketetapan adalah bunga yang dimaksudkan dalam surat
ketetapan pajak tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan
dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya
ditagih dengan SKPKB (lihat pasal 13 (2) KUP).
2) Denda Administrasi Perpajakan
Tabel 2.3 Sanksi Administrasi Berupa Denda
No
.
Masalah Cara Membayar
atau Menagih1. Tidak/terlambat
memasukkan/menyampaikan SPT
SPT ditambah
Rp. 100.000,00
atau RP.
500.000,00 atau
Rp.1.000.000,00
32
2. Pembetulan sendiri, SPT tahunan atau SPT
masa tetapi belum disidik
SPP ditambah
150%3. Khusus PPN:
a. Tidak melaporkan usaha
b. Tidak membuat/mengisi faktur
c. Melanggar larangan membuat faktur
(PKP yang tidak dikukuhkan)
SPP/SPKPB
(ditambah 2%
denda dari dasar
pengenaan)4. Khusus PBB:
a. SPT, SKPKB, tidak/kurang bayar
atau terlambat dibayar.
b. Dilakukan pemeriksaan, pajak kurang
bayar
SPT+denda 2%
(maksimum 24
bulan).
SKPKB+denda
administrasi dari
selisih pajak
yang terutang.
3) Kenaikan 50% dan 100%
Tabel 2.4
Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan Pajak
No
.
Masalah Cara Membayar
atau Menagih1. Dikeluarkan SKPKB dengan perhitungan
secara jabatan:
a. Tidak memasukan SPT:
1) SPT tahunan (PPh 29)
SKPKB ditambah
50%
33
2) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26, dan
PPN)
b. Tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
KUP
c.Tidak memperlihatkan buku/dokumen,
tidak memberi keterangan, tidak memberi
bantuan guna kelancaran pemeriksaan,
sebagaimana pasal 29
d. Pengajuan keberatan ditolak/ditambah
e. Pengajuan banding ditolak/ditambah
SKPKB ditambah
100%
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal
21, 23, 26, dan
PPN
SKPKB
50% PPh pasal 29
100% PPh pasal
21, 23, 26, dan
PPN
SKPKB ditambah
kenaikan 50%
SKPKB ditambah
kenaikan 100%2. Dikeluarkan SKPKB karena: ditemukan data
baru, data semula yang belum terungkap
setelah dikeluarkan SKPKB
SKPKBT 100%
3. Khusus PPN:
Dikeluarkan SKPKB karena pemeriksaan,
dimana PKP tidak seharusnya
mengkompensasi selesih lebih, menghitung
tarif 0% diberi restitusi pajak.
SKPKBT 100%
Sanksi Administrasi berupa denda tersebut tidak dikenakan terhadap:
1) Wajib Orang Pribadi yang telah meninggal dunia, maka kewajiban
dianggap gugur dalam kewajiban membayar pajak.
34
2) WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas, atau usahanya sudah tutup.
3) WP Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang
tidak tinggal lagi di Indonesia, atau sudah pulang kenegaranya tanpa
meninggalkan usaha tetap di Indonesia.
4) Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia.
5) WP Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum
dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6) Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi, atau tidak pada
jabatanya.
7) WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan
peraturan Menteri Keuangan (yang dimaksud dengan bencana adalah
bencana nasional atau bencana yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan), sehingga kehilangan baik harta maupun kekayaan.
8) WP lain yang diatur berdasarkan peraturan Menteri Keuangan yang
menyatakan bahwa WP tidak mempunyai kewajiban lagi dalam
membayar pajak.21
3. Kesadaran Wajib Pajak
Setiap warga negara diharapkan mempunyai kesadaran dalam
menjalankan kewajiban membayar pajak dengan Syarat dan Ketentuan
tertentu. Kesadaran dalam membayar pajak mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam memaksimalkan pendapatan negara dari sektor pajak,
maka pemerintah berusaha memberikan pemahaman dan pengetahuan pajak
serta memberikan sanksi tertentu bagi yang tidak membayar pajak.
Menurut Nasution, kesadaran WP merupakan sikap WP yang mengerti
akan kewajibanya sebagai warga negara dan melaporkan semua penghasilan
21 Anastasia Diana dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V AndiOffset, 2014), h.99-100
35
kena pajak serta membayarnya tanpa membuat kecurangan sesuai dengan
syarat dan ketentuan perpajakan.22
Menurut Siahaan dalam bukunya mengatakan bahwa kesadaran
membayar pajak sangat penting, apabila warga negara tidak mempunyai
kesadaran berwarga negara maka masyarakat kurang dapat mengenal dan
menikmati pentingnya berbangsa dan bertanah air, berbahasa nasional,
merasakan keamanan dan kenyamanan, dan ketertiban serta kurang
menikmati manfaat pengeluaran pemerintah sehingga kesadaran membayar
pajak juga berkurang.23 Pemberian timbal balik dalam membayar pajak tidak
diperoleh secara langsung, melainkan dalam bentuk pembangunan fasilitas
umum.
Masyarakat diharapkan mempunyai kesadaran atas perpajakan sehingga
meningkatkan kepatuhan WP. Masyarakat yang mempunyai tingkat
kesadaran yang tinggi akan memahami fungsi pajak bagi negara serta
mengetahui peranan warga negara terhadap kemajuan pembangunan negara
tersebut sehingga meningkatkan kepatuhan WP. Indikator kesadaran
perpajakan menurut Manik Astri diantaranaya WP mengetahui Undang-
Undang Perpajakan, memahami fungsi pajak bagi negara, memahami
Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), membayar pajak secara benar dan
sukarela.24
4. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan perpajakan sangat berperan penting, WP harus patuh pada
peraturan perpajakan yang berlaku dengan menyetorkan besarnya pajak
dengan adil dan jujur secara patuh terhadap pemerintah sebagai sumber
22 Nasution, Perpajakan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h.6223 Marihot Pahala Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Grafindo Persada,
2010), h.106 24 http://repository.widyanata.ac.id>hadle diakses hari Rabu, tanggal 1 Mei 2019 pada pukul
09.44
36
pembiayaan negara. Kepatuhan yang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2-18 tentang Tata Cara
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bab III Pasal 3
ayat (3) sebagai berikut:
a. WP telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun Pajak
terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun sebelum
penetapan WP Kriteria Tertentu, dengan tepat waktu;
b. WP telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari sampai
dengan November dalam Tahunan Pajak terakhir sebelum penetapan
WP Kriteria Tertentu; dan
c. dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, keterlambatan tersebut harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta
tidak berturut-turut; dan
2. tidak lewat dari batas penyampaian SPT Masa pada Masa Pajak
berikutnya.25
Kepatuhan menurut Nurmantu dalam bukunya Pengantar
Perpajakan, mengatakan bahwa kepatuhan adalah sebagai suatu keadaan
dimana WP memenuhi kewajiban perpajakan sesuai peraturan dan
melaksanakan hak perpajakanya sesuai dengan ketentuan umum yang
berlaku.26 WP tunduk, taat, dan patuh terhadap peraturan yang ada,
sehingga WP dikatakan patuh terhadap peraturan tersebut.
25 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018, Tentang TataCara Pengembalian Pendahuuan Kelebihan Pembayaran Pajak, (Jakarta: menteri Keuangan, 2018), h.8
26 Nurmantu, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h.138
37
Definisi menurut Devano dan Rahayu mengatakan bahwa
kepatuhan WP adalah tindakan WP dalam pemenuhan kewajiban
perpajakanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dan peraturan pelaksanaan perpajakanya yang berlaku dalam
suatu negara yang harus dipatuhi oleh WP.27 Kepatuhan pajak menjadi
catatan penting bagi fiskus agar tidak memberikan pengenaan sanksi
administrasi perpajakan berupa bunga, denda, maupun kenaikan pajak.
Kepatuhan Wajib Pajak menurut D. Nowak dalam Moh.Zain mempunyai
indikator sebagai berikut:
a) Wajib Pajak berusaha memahami KUP.
b) Mengisi formulir pajak dengan yang terutang dan benar
c) Menghitung jumlah pajak terutang
d) Membayar pajak dengan tepat waktu.28
B. Penelitian Relevan
Tabel. 2. 5
Penelitian Relevan
No Nama
Peneliti /
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Persamaan dan Perbedaan
Penelitian
1. Sri Putri Tita
Mutia (2014)
Pengaruh sanksi perpajakan,
kesadaran perpajakan,
Persamaanya yaitu untuk
mengetahui kepatuhan Wajib
27 Devano dkk., Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, (Jakarta: Kencana Perdana Media Grup,2006), h.112
28 http://repository.widyatama.ac.id>handle diakses hari Rabu, tanggal 1 Mei 2018 pada pukul 10.44
38
pelayanan fiskus, dan
tingkat pemahaman
terhadap kepatuhan WP di
KPP Pratama Padang
Pajak. Perbedaanya penelitian
tersebut menggunakan
metode statistik mengetahui
tingkat kepatuahan dan
kesadaran sebagai ariabel x.2. Putri Gantine
Lestari (2015)
Pengaruh sanksi
administrasi perpajakan dan
biaya kepatuhan terhadap
kepatuhan WP orang pribadi
di KPP Pratama Bandung
Tegalega.
Persamaanya untuk
mengetahui kepatuhan Wajib
Pajak dan perbedaanya
penelitian tersebut
menggunakan metode
kuantitatif.3. Fadradilla
Savitri dan
Elva Nuraina
(2016)
Pengaruh Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan WP
Orang Pribadi di KPP
Pratama Madiun.
Persamaanya adalah untuk
mengetahui tingkat kepatuhan
Wajib Pajak. perbedaanya
yaitu pada sanksi perpajakan
bukan hanya administrasi
tetapi ditambah dengan sanksi
pidana, dan metode penelitian
berupa metode kuantitatif.4. Nadwatul
Khoiroh
(2017)
Pengaruh Sanksi,
Sosialisasi, dan Pendapatan
Wajib Pajak Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
dalam Membayar Pajak
Bumi dan Bangunan di
Desa Gandaria.
Persamaanya untuk
mengetahui tingkat kepatuhan
Wajib Pajak. perbedaanya
yaitu pajak yang diterapkan
berupa pajak bumi dan
bangunan dan menggunakan
metode kuantitatif.
39
Berdasarkan pemikiran diatas makan peneliti menyajikan bagan teori
sebagai berikut:
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir
Sanksi Administrasi Perpajakan, Kesadaran, dan Kepatuhan
KESADARAN DENDA
100K/+WP PRIBADI
SAPNON SAP
JENIS SANKSI
SANKSI
PERPAJAKAN
JENIS PAJAK
PAJAK
SUBJEK PAJAK
FUNGSI PAJAK
OBJEK PAJAK
PAJAK PENGHASILAN
UMUM
TATA CARA
PEMUNGUTAN PAJAK
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta
Pesanggrahan beralamat di Jalan Ciputat Raya No. 8 RT.002 RW.006 Pondok
Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12190. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Jakarta Pesanggrahan merupakan cabang dari KPP Pratama Kebayoran
Baru Dua berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh peneliti, masih rendahnya
kesadaran WP dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak (SPT). Selain itu
belum pernah ada yang meneliti tentang kesadaran dan kepatuhanWP di KPP
Jakarta Pesanggrahan. Penelitian ini disusun pada saat peneliti semester 9,
dimulai dari 3 Mei 2018 sampai dengan 1 September 2018. Berikut Penulis
kelompokan dalam bentuk tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Pelaksanaan Penelitian
No
.Tahap Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Mei Juni Juli Agustus September1 Perencanaan
2 Studi Lapangan
3 Pengumpulan
Data4 Pengolahan Data
5 Pelaporan Akhir
Masa Dospem
B. Metode Penelitian
41
42
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan metode yang
digunakan yaitu metode Description Research (Penelitian Deskriptif) yang mana
dalam hal ini sebagai cara untuk menggambarkan keadaan, kondisi, situasi,
peristiwa, kegiatan, dan lain sebagainya, sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel
atau lebih. Sehingga penulis dapat mengetahui hubungan atau pengaruh antara
variabel dengan variabel lainya yang akan di teliti.
Penelitian yang berjudul analisis dampak sanksi administrasi perpajakan pada
kesadaran dan kepatuhan WP ini peneliti mempunyai asumsi atau perkiraan bahwa
jika WP mengikuti peraturan administrasi perpajakan, diharapkan WP membayar
pajak secara sadar dan patuh sehingga perpajakan negara berjalan dengan
maksimal secara jujur, dan disiplin sesuai dengan peraturan perpajakan.
Penelitian ini menganalisis dampak sanksi administrasi perpajakan pada
kesadaran dan kepatuhan WP, atau sanksi administrasi menjadi penyebab,
sedangkan kesadaran dan kepatuhan menjadi akibat. Maka, penelitian ini disebut
penelitian korelasi sebab-akibat, karena sanksi administrasi perpajakan
diasumsikan dapat berakibat pada kesadaran dan kepatuhan WP.
C. Objek dan Subjek Penelitian
Subjek adalah wilayah regeneralisasi yang terdiri atas objek atau subjek dapat
berupa orang, benda, tumbuhan, dan hewan, yang mempunyai karakteristik
tertentu yang akan diteliti dan ditarik kesimpulanya. Subjek yang diambil dari
peristiwa sanksi administrasi perpajakan yang diasumsikan mempunyai dampak
pada kesadaran dan kepatuhan WP.
Sedangkan Subjek penelitian adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh Objek tersebut.1 Subjek penelitian ini ditetapkan dengan
menggunakan teknik Subjek Insidental pada WP di KPP Pratama Jakarta
1 Ibid, h.81
43
Pesanggrahan. Dengan demikian penentuan subjek berdasarkan kebetulan, yaitu
siapa saja yang bertemu dengan peneliti dan mempunyai karakteristik yang sesuai
dengan harapan peneliti yang nantinya akan dijadikan sumber data.
Penelitian ini, Subjek yang diambil oleh peneliti yaitu WP (WP) dengan
Objek yang diambil berdasarkan metode snowball, dan Fiskus yang berjumlah
dua orang yaitu bagian pelayanaan dan konsultasi.
D. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam
peristiwa atau gejala yang menjadi dampak subjek yang akan diteliti, subjek bisa
dinyatakan pula sebagai objek yang diamati dalam penelitian. Dalam penelitian
ini ada tiga subjek yang akan diamati, yang pertama yaitu sanksi administrasi
perpajakan, tingkat kesadaran, dan kepatuhan WP.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik
pengumpulan data triangulasi yaitu teknik pengumpulan data dengan
penggabungan metode satu dengan metode yang lainnya, dalam hal ini adalah
metode yang digunakan oleh peneliti dikelompokkan menjadi dua yaitu
pengumpulan data penelitian lapangan (metode observasi, wawancara, angket)
dan Penelitian Kepustakaan (dokumentasi). Dengan menggunakan metode ini
diharapkan peneliti dapat menganalisis dampak sanksi administrasi perpajakan
pada kesadaran dan kepatuhan WP. Berikut ini adalah pengertian dari metode
yang digunakan:
1) Penelitian lapangan yaitu penulis mengadakan penelitian langsung terhadap
objek sasaran penelitian. Untuk memperoleh data-data lapangan maka
ditempuh teknik-teknik sebagai berikut:
a) Observasi menurut Sutrisno Hadi dalam buku Sugiyono menjelaskan
bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, yaitu proses
44
biologis dan psikologis yang berhubungan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak
terlalu besar.2 Dalam mengadakan observasi ini, penulis menganalisis
pengaruh sanksi administrasi perpajakan terhadap tingkat kesadaran dan
kepatuhan WP di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan.
b) Wawancara yaitu melakukan kegiatan pengumpulan langsung terhadap
narasumber (WP) sesuai dengan kebutuhan yang diteliti penulis berupa
wawancara terbuka.
c) Angket yaitu Teknik pengumpulan data dengan memberikan pertanyaan
kepada responden untuk dijawabnya.
d) Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, lengger agenda, dan sebagainya.3 Dokumentasi yang penulis teliti
diantaranya berupa photo wawancara, trasnskip wawancara, transkip
observasi yang dipresentasikan, dan catatan lapangan selama penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan untuk menganalisis dampak sanksi
administrasi perpajakan pada kesadaran dan kepatuhan WP terdiri dari observasi,
wawancara, dan dokumentasi di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan. Observasi
dan Wawancara yang digunakan terdiri dari 16 butir soal yang ditujukan kepada
responden (WP), dalam pengambilan subjek menggunakan teknik subjek
insidental dan kemudian peneliti menggunakan teknik snowball sampling dengan
ditemukan kejenuhan data yaitu dimana data selanjutnya akan mempunyai
kesamaan dengan data yang sebelumnya.
2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2011),cet.4, h.145
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), (Jakarta: RinekaCipta 2010) h. 274
45
Subjek Insidental yaitu teknik penentuan subjek berdasarkan reponden yang
kebetulan bertemu dengan peneliti dan dianggap cocok sebagai sumber data.
Sedangkan Snowball Sampling yaitu teknik pengumpulan data yang semula kecil
kemudian menjadi besar seperti bola salju yang menggelinding, pencarian data
akan berhenti pada sumber data tertentu sesuai dengan kejenuhan jawaban yang
sering muncul.4
Kisi-kisi instrumen penelitian yang penulis gunakan dalam angket adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Instrumen Penelitian
4 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011)cet.4, h.85
46
No Indikator Sub Indikator Sumber Data
47
1 Sanksi Administrasi
Perpajakan
(Mardiasmo)
Pengetahuan dan Penerapan
Sanksi Administrasi
Perpajakan.
a. Untuk Surat Pembetritahuan
Masa, paling lama 20 (dua
puluh) hari setelah masa
akhir pajak.
b. untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan
WP orang pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah
akhir Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan
WP badan, paling lama 4
(empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak. (undang-
undang nomor 28 tahun 2007
tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan pasal 3
ayat (3) )
Wajib Pajak dan
Petugas
2 Kesadaran Pajak
(Nasution)
Kesadaran dan Kelalaian
Wajib Pajak.
a.Wajib Pajak mengetahui
Undang Undang Perpajakan,
b. Wajib Pajak memahami
fungsi pajak bagi negara,
c.Wajib Pajak memahami
Wajib Pajak
48
Ketentuan Umum Perpajakan
(KUP),
d. Wajib Pajak membayar
pajak secara benar dan
sukarela.3. Kepatuhan Pajak
(Nurmantu)
Prosedur dan Ketegasan
SAP.
a.Wajib Pajak berusaha
memahami KUP
b. Mengisi formulir pajak
dengan yang terutang dan
benar
c.Menghitung jumlah pajak
terutang
d. Membayar pajak dengan
tepat waktu. (D. Nowak
dalam Moh.Zain)
Wajib Pajak
Tabel 3.3
Kisi-Kisi Wawancara
No Indikator Sub Indikator Pertanyaan1. Sanksi
Administrasi
Pengetahuan WP
tentang
Apa yang bapak/ibu ketahui tentang
Sanksi Administrasi perpajakan?2 Menurut bapak/ibu apa yang di maksud
49
Pajak Peraturan
perpajakan.
dengan istilah bunga, denda, dan
kenaikan pajak?3 Bagaimana menurut bapak/ibu menjadi
Wajib Pajak yang baik sesuai dengan
peraturan atau undang-undang
ketentuan umum perpajakan?4 Bagaimana cara bapak/ibu mengetahui
informasi mengenai sanksi administrasi
perpajakan?5 Pemahanan
Penerapan dan
pemberlakuan
Peraturan
perpajakan.
Bagaimana pendapat bapak/ibu
terhadap ketegasan sanksi
administrasi?6 Apakah bapak/ibu membayar pajak
dengan cara ketempat (dengan cara
datang ke kantor pos,dsb) atau
membayar pajak dengan cara online
(gunakan gadget dan sebagainya).
Bagaimana prosedur pembayaranya?7 Apakah bapak/ibu setuju atau merasa
dirugikan dengan isi peraturan
perpajakan terkait dengan sanksi
administrasi? Berikan alasanya!8 Apakah fiskus menjelaskan apabila
bapak/ibu sebagai wajib pajak tidak
mengetahui sanksi administrasi
perpajakan?9 Kesadaran
Pajak
Kesadaran Apakah yang membuat bapak/ibu
membayar pajak tepat waktu?10 Apakah bapak/ibu pernah lupa untuk
membayar pajak secara tepat waktu?
Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
50
11 Kelalaian Apakah bapak/ibu merasa bersalah
ketika lupa membayar pajak? berikan
alasanya12 Menurut bapak/ibu apakah perlu dalam
membayar pajak dengan kesadaransendiri, sehingga bapak/ibu tidakpernah telat atau tepat waktu?
13 Kepatuhan
Pajak
Prosedur Kenapa bapak/ibu membayar pajak
Sebelum jatuh tempo?14 Bagaimana cara bapak/ibu membayar
pajak sesuai dengan prosedur
perundang-undangan ketentuan umum
perpajakan?15 Ketegasan Apakah sanksi administrasi perpajakan
menjadi pendorong bapak/ibu dalam
membayar pajak tepat waktu?16 Apakah bapak/ibu pernah terkena
sanksi administrasi perpajakan?
Berikan alasanya!
Tabel 3.4
Kisi-Kisi Observasi
No Indikator Sub Indikator Pertanyaan1. Sanksi
Administrasi
Pajak
Pengetahuan WP
tentang
Peraturan
perpajakan.
Mengamati perilaku WP dalam
memahami Sanksi pajak.2 Mengamati Pemahaman WP terhadap
pengetahuan sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan pajak.3 Mengamati Perilaku WP dalam
menyikapi ketegasan sanksi
administrasi perpajakan kepada
51
pelanggaran WP terhadap pembayaran
Pajak.4 Mengamati WP dalam memahami
bentuk-bentuk administrasi perpajakan
seperti peraturan perpajakan meliputi
syarat pembuatan NPWP, keterlibatan
menjadi WP, serta tata cara pelaporan
SPT.5 Pemahanan
Penerapan dan
pemberlakuan
Peraturan
perpajakan.
Mengamati WP dalam memahami tata
cara membayar pajak sesuai dengan
prosedur.6 Mengamati WP dalam menyikapi
peraturan sanksi administrasi
perpajakan7 Mengamati WP dalam mengetahui
informasi sanksi administrasi
perpajakan.8 Mengamati perilaku WP apabila tidak
mengetahui peraturan ketentuan umum
perpajakan.9 Kesadaran
Pajak
Kesadaran Mengamati motif kemauan WP dalam
membayar pajak secara sadar
(kemauan sendiri).10 Mengamati WP terhadap kesadaran
mereka dalam berinisiatif untuk
membayar pajak dengan tepat waktu.11 Kelalaian Mengamati WP terhadap kelalaian
mereka ketika ada kesengajaan atau
ketidak sengajaan dalam memenuhi
kelengkapan administrasi perpajakan
atau pembayaran tidak pada waktu
52
yang tepat.12 Mengamati WP terhadap kesadaran
mereka dalam berinisiatif untuk
membayar pajak dengan tepat waktu
tanpa menunggu untuk diingatkan atau
ditegur oleh fiskus atau pihak KPP.13 Kepatuhan
Pajak
Prosedur Mengamati perilaku WP yang tidak
sadar terhadap kelengkapan
administrasi perpajakan atau ketepatan
waktu dalam pembayaran pajak.14 Mengamati sikap WP dalam ketegasan
penerapan peraturan sanksi
administrasi perpajakan.15 Ketegasan Mengamati kepatuhan WP terhadap
pengenaan sanksi administrasi
perpajakan sejak pertama kali menjadi
WP.16 Mengamati kepatuhan WP terhadap
prosedur ketentuan umum perpajakan.
53
Tabel 3.5
Kisi-Kisi Angket
No Indikator Sub Indikator Pertanyaan1. Sanksi
Administrasi
Pajak
Pengetahuan WP
tentang
Peraturan
perpajakan.
Saya memahami sanksi administrasi
perpajakan.2 Saya mengetahui istilah sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan pajak.3 Perilaku saya dalam menyikapi
ketegasan sanksi administrasi
perpajakan kepada pelanggaran WP
terhadap pembayaran Pajak.4 Saya memahami bentuk-bentuk
administrasi perpajakan seperti
peraturan perpajakan meliputi syarat
pembuatan NPWP.5 Pemahanan
Penerapan dan
Saya memahami tata cara membayar
pajak sesuai dengan prosedur.
54
pemberlakuan
Peraturan
perpajakan.
6 Saya mengetahui atau memahami
Ketentuan Umum Perpajakan (KUP)
yang telah diterapkan.7 Saya selalu mencari informasi
mengenai peraturan sanksi administrasi
pajak yang belum saya mengerti.8 Saya selalu datang ke KPP untuk
berkonsultasi dengan bagian konsultasi
perpajakan apabila tidak mengetahui
tentang informasi sanksi adminstrasi
perpajakan.9 Kesadaran
Pajak
Kesadaran Saya membayar pajak dengan
kesadaran dan kemauan sendiri.10 Saya selalu membayar pajak secara
tepat waktu.11 Kelalaian Saya selalu melaporkan SPT dengan
tepat waktu.12 Saya membayar pajak dan melaporkan
SPT tanpa ada paksaan dari pihak
ketiga.13 Kepatuhan
Pajak
Prosedur Saya tidak akan mengulangi
keterlambatan pembayaran pajak
karena adanya sanksi administrasi
pajak.14 Saya mematuhi dan setuju dengan
ketegasan penerapan peraturan sanksi
administrasi perpajakan.15 Ketegasan Saya mematuhi KUP dari pertama kali
menjadi Wajib Pajak.16 Saya tidak merasa terbebani dalam
mematuhi Sanksi administrasi
perpajakan.
55
G. Teknik Analisis Data
1) Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi yakni suatu teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah diperoleh dari hasil observasi, wawancaran, dan dokumentasi. Jika
menggunakan Triangulasi selain untuk mengumpulkan data, peneliti dapat
juga mengecek kredibilitas data yang diperoleh dari observasi dan wawancara
dengan dikuatkan dokumentasi.
Menurut Wiliam Wiersma dalam buku Sugiyono menyatakan bahwa
Triangulasi sebagai pengujian kredibilitas data juga dikatakan sebagai
pengecekan sumber data, cara, dan waktu. Triangulasi dibagi menjadi tiga
yaitu:
a) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber yang berbeda
(golongan bawah, golongan menengah, dan golongan atas).
b) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data terhadap sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya dalam perolehan data dari teknik wawancara, lalu dicek dengan
teknik observasi,dan dokumentasi.
56
c) Triangulasi Waktu
Waktu mempengaruhi pengumpulan data. Pada pagi hari responden belum
banyak urusan sehingga masih segar, jadi kemungkinan data yang
diperoleh akan valid, ataupun data yang diperoleh pada waktu siang dan
sore mempunyai kejenuhan data yang sama.5 Analisis data yang di lakukan
melalui beberapa tahapan, tahapan pertama yaitu tahapan pengumpulan
data, tahapan kedua yaitu tahap reduksi data, tahapan ketiga yaitu tahap
display, dan tahapan keempat adalah tahap penarikan kesimpulan serta
verifikasi data.
Setelah disusun cara memperoleh data berikut dengan teknik
pengumpulan data serta analisinya, kemudian peneliti melakukan uji
validitas instrumen penelitian yang berupa instrumen observasi dan
wawancara serta instrumen penguat berupa dokumentasi. Pengujian
tersebut dilakukan terhadap orang yang dianggap ahli yaitu dosen
pembimbing.
Penelitian yang dilakukan di KPP Pratama Jakarta Pesanggrahan,
menggunakan analisis secara kualitatif dengan data yang dideskripsikan
dan berpedoman pada landasan teori yang sudah ada untuk mendapatkan
hasil yang valid atau teori tersebut dapat berkembang lebih luas, sehingga
pembahasan dalam penelitian yang dilakukan tidak keluar dari landasan
teori yang sudah ada, atau jika teori tersebut berkembang masih relevan
dengan landasan teori dalam penelitian. Sebagai penguat data yang di
peroleh dari observasi, wawancara, dan dokumentasi, peneliti
menambahkan skala pengukuran berupa skala likert, menurut sugiyono
skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekolompok orang tentang fenomena sosial.6
5 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011)cet.4, h.274
6 Ibid, h. 93
57
2) Teknik Pengolahan Data
a) Reduksi Data
Pengumpulan data yang diperoleh dari lapangan akan terkumpul
sesuai kebutuhan penelitian, bahkan mempunyai kemungkinan untuk
terus berkembang menjadi semakin banyak data yang akan terkumpul.
Maka dari itu, peneliti perlu mencatat data yang diperoleh dari
lapangan berupa wawancara, observasi, dan angket, terperinci dan
terangkum dengan jelas, sehinga mendapatkan kemudahan dalam
menganalis data. Oleh karena itu, peneliti harus melakukan reduksi
data setelah terkumpulnya data. Sehingga, proses ini penting dilakukan
supaya penelitian berjalan dengan lancar dan data yang diperoleh valid
sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini.
Mereduksi data berarti merangkum data yang diperlukan,
memilih, hal-hal yang pokok sesuai dengan kebutuhan, memfokuskan
pada hal-hal yang penting atau dapat juga dikatakan
mengklasifikasikan data yang dibutuhkan peneliti sesuai tema dan
polanya, sehingga mempermudah peneliti menganalisis data yang
diperoleh serta memudahkan peneliti mencari data selanjutnya.7
Reduksi data dilakukan dengan terperinci agar dapat memporoleh data
yang valid serta dapat menggunakan peralatan sesuai dengan
kebutuhan penelitian.
7 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011)cet.4, h.247
58
b) Display Date (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
menyajikan data. Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian
singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Menurut
Miles dan Huberman dalam buku Sugiyono menyatakan bahwa yang
paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
Dengan adanya penyajian data, maka peneliti diharapkan
memahami data dan mepermudah dalam membaca data yang
diperoleh sehingga dapat merencanakan pencarian data selanjutnya
dengan kesimpulan yang diperoleh dari data sebelumnya.8 Sedangkan
dalam penguat dari observasi, wawancara, dan dokumentasi, peneliti
menambahkan nngket yang dideskriptifkan, yaitu tahap pemberian
nilai berupa analisis setelah melakukan penyebaran kuesioner.
c) Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data dalam penelitian kualitatif
menurut Milles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan
verifikasi. Kesimpulan yang diperoleh bersifat sementara yang pada
akhirnya untuk mendapatkan data yang kredibel diperlukan data
pendukung yang konsisten sehingga penelitian dapat dikatan valid.9
Dalam penelitian data yang diperoleh akan terus berkembang,
maka dari itu perlu adanya data pendukung yang bersifat konsisten
atau tidak berubah. Apabila penelitian dilakukan lagi dalam waktu
yang tidak terlalu lama akan diperoleh data yang sama atau tidak
8 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011)cet.4, h.249
9 Ibid, h.252
59
berbeda jauh dari data sebelumnya, dalam kata lain apabila penelitian
dilakukan dalam waktu yang sama akan terverifikasi valid.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan perumusan masalah mengenai analisis dampak sanksi
administrasi perpajakan pada kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak di KPP
Pratama Jakarta Pesanggrahan maka penulis dapat simpulkan bahwa
Pengetahuan sanksi administrasi perpajakan berdampak pada kesadaran dan
kepatuhan Wajib Pajak. Penerapan sanksi administrasi perpajakan terhadap
Wajib Pajak tidak terlepas dari pengetahuan Wajib Pajak tentang peraturan
perpajakan dan penerapanan sanksi administrasi perpajakan, sehingga berdampak
pada kesadaran Wajib Pajak melaporkan SPT secara tepat waktu dan membayar
pajak sesuai dengan KUP. Ketegasan penerapan Peraturan Perpajakan menjadi
suatu hal yang dipertimbangkan Wajib Pajak agar tidak terkea denda maupun
bunga atau sebagai cara Wajib Pajak mengghindari pelanggaran Sanksi
Administrasi Perpajakan.
B. Implikasi
Penilitian yang dilakukan merupakan suatu analisis dimana hasil yang
diperoleh diharapkan menjadi suatu parameter dalam pertimbangan ataupun
keputusan pembentukan dan penerapan sanksi administrasi perpajakan oleh
KPP agar dapat meningkatkan tingkat kepatuhan WP yang sudah terdaftar.
Selain itu juga diharapkan dengan adanya penelitian ini, pihak-pihak yang
bersangkutan dapat melihat lebih luas permasalahan-permasalan yang terjadi
dalam ranah perpajakan dan mengetahui langkah-langkah yang harus diambil
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada.
95
96
Penelitian ini diharapkan memiliki implikasi yang positif terhadap pihak-
pihak terkait. Oleh karena itu, pihak KPP dan peran masyarakat harus menjadi
pendukung semua faktor-faktor yang berdampak pada kesadaran dan kepatuhan
Wajib Pajak.
C. SARAN
Berdasarkan dari penelitian yang telah dilaksanakan dengan tujuan dan
manfaat penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya, maka peneliti
memberikan saran kepada beberapa pihak.
1. Bagi pihak peneliti yang akan membahas lebih lanjut mengenai penerapan
sanksi administrasi perpajakan, diantaranya adalah melakukan penelitian yang
lebih luas lagi mengenai sanksi yang dapat meningkatkan kenaikan
pendaftaran WP.
2. Disarankan pula dapat menyempurnakan penelitian ini sehingga dapat
menghasilkan sesuatu yang positif bagi kemajuan akademik dan khususnya
penerapan sanksi administrasi perpajakan di KPP.
3. Bagi pihak KPP yang mempunyai peranan penting dalam proses peningkatkan
kesadaran dan kepatuhan WP disarankan dapat mengaplikasikan tugas seksi
pengawasan dan konsultasi dengan mengingatkan secara rutin kepada WP
pentingnya menjadi WP sesuai dengan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP).
4. Selain itu pihak KPP diharapkan selalu memperdalam cara meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan WP dengan mengeksplorasi berbagai macam sanksi
administrasi perpajakan terhadap siswsa.
5. Terakhir, bagi masyrakat umum diharapkan mempunyai kesadaran yang
positif terhadap keterlibatan menjadi WP dalam rangka untuk meningkatkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam sektor pajak. karna
masyrakat umum yang belum mendaftarkan diri sebagai WP perlu diberikan
pemahaman pentingnya membayar pajak. Tidak hanya itu, pemerintah harus
97
selalu memberikan pemahaman terhadap inovasi-inovasi pada pihak fiskus
untuk meningkatkan kualitas pelayanan proses peningkatan kesadaran
masyrakat secara umum, dan juga memberikan respon bagi WP untuk
mengajak masyrakat yang belum terdaftar atau memiliki NPWP dan
memberikan solusi atas kendala-kendala yang dirasakan oleh masyrakat
umum tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Resmi,Siti, Perpajakan Edisi 10 Buku 1 (Teori & Kasus), (Jakarta: Salemba Empat
2017).
Mardiasmo, Perpajakan (Yogyakarta: C.V Andi Offset 2016) Edisi 2016.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Nota Keuangan dan APBN Tahun 2017
(Indonesia : Kementrian Keuangan) hal. II.3.7
Tim Edukasi Perpajakan Direktorat Jender al Pajak, Materi Terbuka KesadaranPajak
untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan Republik Indonesia 2016) Cet. ke-1.
Sumarsan, Thomas. Perpajak Indonesia ( Pedoman Perpajakan Lengkap
Berdasarkan Undang-Undang Terbaru), ( Jakarta: Indeks, 2015) Edisi ke-4.
Sumarsan, Thomas, Perpajakan Indonesia Edisi 3 (Jakarta: PT. Indeks, 2013), cet.1.
Halim, Abdul, dkk., Perpajakan (Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus),
(Jakarta: Salemba Empat, 2014).
Diana, Anastasia, dkk., Perpajakan ( Teori dan Peraturan Terkini), (Yogyakarta: C.V
ANDI OFFSET, 2014).
Devano dkk., Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu, (Jakarta: Kencana Perdana Media
Grup, 2006).
Soemarso, Akuntansi Suatu Pengantar, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), Edisi
Kelima,
Undang-Undang Republik Indonesia KUP No. 28 Tahun 2007, Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, (Jakarta: Menteri Keuangan Republik
Indonesia, 2018).
Nasution, Perpajakan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006).
Siahaan, Pahala, Marihot, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, (Jakarta: Grafindo
Persada, 2010).
98
99
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 39/PMK.03/2018, Tentang
Tata Cara Pengembalian Pendahuuan Kelebihan Pembayaran Pajak,
(Jakarta: menteri Keuangan, 2018).
Nurmantu, Pengantar Perpajakan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), (Jakarta:
Rineka Cipta 2010).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2011), cet.4.