25

Click here to load reader

Hasil skripsi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hasil skripsi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sulawesi Utara memiliki potensi sumber daya alam yang besar, diantaranya potensi

kehutanan yang menitikberatkan pada pemanfaatan kayu menjadi kayu lapis dan kayu

gergajian. Menurut data terakhir yang diambil oleh Departemen Kehutanan Sulawesi

Utara (2000) menunjukkan bahwa kayu gergajian yang dihasilkan di Sulawesi Utara

adalah sebesar 3.020.864,27 m3.

Ada banyak jenis kayu yang sering digunakan dalam industri kayu gergajian, salah

satunya adalah kayu cempaka (Michelia champaka Linn). Kayu ini berwarna coklat,

rasanya pahit, berbau wangi dan jika dibelah berwarna kuning muda. Kayu cempaka

ini diketahui mengandung selulosa (Anonim, 2003).

Industri gergajian kayu menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar. Martawijaya

dan Sutigno dalam Pari (2002) mengasumsikan bahwa jumlah limbah yang terbentuk

adalah 54,24 % dari produksi total. Limbah gergajian dalam bentuk serbuk kebanyakan

ditumpuk, dibuang ke aliran sungai sehingga menyebabkan pencemaran air atau dibakar

secara langsung sehingga menambah emisi karbon di atmosfer.

Menurut Iskandar dan Santosa (2005), salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk

menanggulangi limbah serbuk kayu tersebut adalah dengan memanfaatkannya menjadi

arang kayu melalui proses pembakaran sebagian yang disebut sebagai pirolisis. Pirolisis

merupakan proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan sehingga menghasilkan

asap yang bila dikondensasikan akan menghasilkan asap cair. Menurut Hariyanto

(2006), asap cair tersebut mengandung senyawa kelompok fenol, asam dan karbonil

seperti terdapat pada asap alami. Ketiga senyawa tersebut secara simultan dapat

berperan sebagai antimikroba, antioksidan dan memberi efek warna, cita rasa khas asap

pada produk asapan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Purba et al. (2006), menunjukkan bahwa asap cair

dari cangkang kelapa sawit dapat berfungsi dalam mencegah kerusakan oksidatif protein

1

Page 2: Hasil skripsi

ikan tongkol putih (Thunus sp). Selanjutnya penelitian tersebut dilanjutkan oleh

Darmadji dan Triyudiana (2006) dengan simulasi perendaman bahan makanan ke dalam

asap cair dengan berbagai variasi waktu dan pengenceran. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman semakin tinggi akumulasi

benzopyren dalam bahan makanan sebaliknya semakin banyak pengenceran yang

dilakukan maka semakin kecil kandungan benzopyren tersebut. Penelitian lain, Wayka

dalam Purba et al. (2006), mengukur aktivitas antioksidan asap cair dari kayu karet dan

redestilatnya terhadap asam linoleat, hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan

asap cair lebih besar dari redestilatnya. Berdasarkan kajian tersebut ternyata belum ada

yang memanfaatkan asap cair dari limbah gergajian kayu cempaka menjadi sumber

antioksidan.

1.2. Perumusan Masalah

Daging ikan mudah sekali teroksidasi dan mengalami proses ketengikan. Penurunan

kualitas yang disebabkan ketengikan ini merupakan masalah bagi pangan yang

mengandung asam lemak tak jenuh. Karena ikan kaya asam lemak omega-3 rantai

panjang terutama eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic acid (DHA) yang

sangat peka terhadap kerusakan oksidatif maka mudah menjadi tengik. Proses oksidasi

dapat pula terjadi dengan adanya panas, udara, cahaya dan katalis logam. Oleh karena

itu, untuk mengendalikan kerusakan produk bahan pangan akibat oksidasi dapat

dilakukan melalui penambahan antioksidan. Limbah gergajian kayu cempaka memiliki

potensi untuk dijadikan asap cair melalui pirolisa. Asap cair merupakan sumber

antioksidan yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi pada lipida pada

daging ikan cakalang. Dengan demikian, masalah yang diangkat pada penelitian ini

adalah apakah asap cair dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas 1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil (DPPH). Apakah asap cair dari limbah gergajian kayu cempaka dapat

mencegah kerusakan oksidasi lipida pada ikan cakalang selama penyimpanan dingin.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan asap cair dari limbah gergajian kayu cempaka

sebagai penangkap radikal bebas DPPH

2

Page 3: Hasil skripsi

2. Menentukan pengaruh asap cair dari limbah gergajian kayu cempaka terhadap

kerusakan daging ikan cakalang.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Cempaka (Michelia champaka Linn.)

Cempaka (Michelia champaka Linn.) adalah sejenis pohon berkayu yang memiliki

tinggi rata-rata 30 m. Tumbuhan ini berasal dari India dan banyak tersebar di Asia

Timur dan Asia Tenggara. Kayunya sangat bagus, berwarna coklat, dan jika dibelah

berwarna kuning muda. Kayu cempaka terasa pahit, dan baunya agak wangi. Dalam

kayunya terdapat kandungan selulosa (Anonim, 2003). Kayu cempaka juga merupakan

salah satu kayu yang digunakan dalam industri penggergajian kayu. Serbuk

gergajiannya dapat digunakan untuk membuat asap cair.

2.2 Asap Cair

Asap cair merupakan cairan hasil kondensasi dari proses pirolisa kayu. Pirolisa

merupakan proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan sehingga menghasilkan

asap yang bila dikondensasi akan menghasilkan asap cair. Pada proses pirolisa,

komponen kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin mengalami degradasi termal

menghasilkan asap dengan komposisi komplek antara lain mengandung komponen

asam, fenol, dan karbonil yang dapat berperan sebagai anti bakteri, antioksidan, dan

memberikan efek cita rasa dan warna yang spesifik (Hartinah et al., 2005). Antioksidan

yang terdapat pada asap cair merupakan antioksidan alami. Sifat antioksidan yang

terdapat pada asap cair disebabkan oleh adanya senyawa fenolik yang berperan sebagai

donor hidrogen dan efektif untuk mencegah oksidasi baik pada lemak maupun pada

protein dengan cara menstabilkan radikal bebas (Pszczola, 1995).

Teknologi asap cair telah berkembang pesat. Asap cair banyak diaplikasikan pada

berbagai produk pangan seperti daging dan keju, maupun pada produk nonpangan

dengan berbagai macam tujuan seperti mendapatkan warna, tekstur dan aroma khas asap

3

Page 4: Hasil skripsi

pada produk. Menurut Setiaji (2005), pada produk nonpangan asap cair digunakan

sebagai koagulan lateks dan anti rayap pada kayu.

Menurut Hartinah, et al., (2005), asap cair dapat diaplikasikan pada produk dengan

berbagai cara, yaitu :

1. Pencampuran

Asap cair dapat ditambahkan langsung pada produk seperti sosis, salami, keju oles,

emulsi daging, bumbu daging panggang, dan lain-lain. Banyaknya asap cair yang

ditambahkan pada produk antara 0,1-1% berat bahan produk.

2. Pencelupan

Produk yang diasap dicelupkan dalam cairan yang mengandung asap cair selama 50-

60 detik. Perlakuan pencelupan dalam asap cair berpengaruh terhadap warna produk

asapan tapi rasanya sangat lemah.

3. Injeksi

Asap cair ditambahkan ke dalam larutan yang diinjeksikan dalam jumlah bervariasi.

Metode ini menghasilkan flavor dan pengulangan yang lebih seragam pada daging

ikan.

4. Atomisasi

Asap cair diatomisasikan ke dalam sebuah saluran di mana produk ikan akan

bergerak.

5. Penguapan

Penguapan asap cair dari permukaan yang panas akan diubah kembali bentuk asap

cair dari cairan menjadi uap atau asap.

2.3 Proses Pirolisis

Pirolisis merupakan proses pemecahan panas dari bahan organik dalam keadaan hampa

udara. Proses ini menghasilkan gas, cairan dan arang dengan jumlah yang bervariasi

tergantung jenis dan komposisi bahan, metode pirolisis dan kondisi reaktor. Proses

pirolisis merupakan proses yang endotermis. Alat yang digunakan terdiri dari retort,

kondensor, tempat penampung pirolisat/distilat, tangki minyak tanah dan kompor.

Dalam pirolisis, bahan dimasukkan ke dalam retort hingga setengahnya. Setelah itu

retort ditutup rapat dan dipanaskan pelan-pelan dengan burner dan suhu optimum udara

4

Page 5: Hasil skripsi

panas dalam pirolisator diatur antara 400-500 oC. Dengan suhu tersebut diharapkan

bahan sudah terpirolisis semuanya dan didapat rendemen asap cair yang tinggi. Asap

yang keluar akan memasuki pipa kondensor dan terjadi kondensasi. Cairan yang

terkondensasi ini ditampung dalam penampung distilat, gas yang tidak terkondensasi

dialirkan kembali ke pemanas retort. Produk yang diperoleh dari proses pirolisa adalah

45% asap cair, 40% arang dan 15% tar. Bahan padatan ini dapat digunakan sebagai

bahan pengisi (filler), bahan pewarna dan absorben (Darmadji dan Triyudiana, 2006).

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa prinsipal yang dapat menghambat terjadinya

kerusakan oksidatif lipida. Atau dengan kata lain, antioksidan didefinisikan sebagai

senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipida.

Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah

terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipida. Sekalipun

antioksidan mampu mencegah proses oksidasi lipida, namun antioksidan tidak dapat

memperbaiki produk makanan yang telah teroksidasi (Pokorny, et al, 2001).

Menurut sumbernya, antioksidan terbagi atas dua, yaitu antioksidan alami dan

antioksidan sintetik (Trilaksani, 2003). Beberapa contoh antioksidan sintetik yang

diijinkan penggunaannya untuk makanan adalah butil hidroksi anisol (BHA), butil

hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.

Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi

secara sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami di dalam makanan dapat

diperoleh dari tiga senyawa berikut, yaitu :

(a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan,

(b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan,

(c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan

sebagai bahan tambahan pangan.

Antioksidan sintetis yang diproduksi secara reaksi kimia dianggap kurang aman, oleh

karena itu, konsumen cenderung mencari antioksidan alami yang dipandang lebih aman

karena diperoleh dari ekstrak bahan alami. Ada banyak bahan pangan yang dapat

menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan,

5

Page 6: Hasil skripsi

biji-bijian serealia, sayur-sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan

alami adalah bagian tumbuhan yang mengandung senyawa fenolik seperti pada bagian

kayu, biji, buah, daun, akar, bunga maupun serbuk sari (Ardiansyah, 2004).

Asap cair merupakan salah satu antioksidan alami. Fungsi komponen asap cair terutama

untuk memberi flavor dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan

dalam pengawetan dan bertindak sebagai anti bakteri dan antioksidan (Tilgner dalam

Hartinah et al., 2005). Asap cair berfungsi sebagai antioksidan melalui pencegahan

oksidasi lemak dengan menstabilkan radikal bebas dan efektif dalam menghambat

pembentukan off flavor oksidatif. Komponen antioksidan asap adalah senyawa fenol

yang bertindak sebagai donor hidrogen dan biasanya efektif dalam jumlah yang sangat

kecil untuk menghambat reaksi oksidasi. Sifat anti okidatif asap cair disebabkan oleh

senyawa fenol yang bertitik didih tinggi, sedangkan fenol dengan titik didih rendah

menunjukan sifat antioksidatif lemah (Pszczola, 1995).

2.5 Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Indonesia merupakan daerah yang beriklim tropis sepanjang tahun. Suhu rata-rata

tahunan berkisar 27 – 28 oC yang sesuai dengan persyaratan hidup ikan cakalang, secara

umum menghendaki suhu berkisar 17 – 30 oC. Maka dengan dasar ini berarti ikan

cakalang dapat berada di perairan indonesia sepanjang tahun selain itu ikan cakalang

mempunyai persyaratan hidup yang lain yaitu oksigen dan salinitas. Oksigen

berpengaruh terhadap fisiologi ikan cakalang, dimana kisaran optimalnya 2.5 – 3.0 ml/L

dan ikan cakalang lebih banyak terdapat pada daerah yang berkadar garam rendah

(Fastel dalam Djurubasa, 2006).

a. Sistematika Ikan Cakalang

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Craniata

Classis : Osteichtyes

Ordo : Perciformes

Familia : Scombroidae

Genus : Katsuwonus

6

Page 7: Hasil skripsi

Spesies : Katsuwonus pelamis

(Matsumoto, et al., 1998 dalam Djurubasa (2006))

b. Ciri Morfologi Ikan Cakalang

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) adalah ikan pelagis perenang jarak jauh, bergerak

cepatmelawan arus dan hidup bergerombol dalam jumlah besar. Ikan cakalang

memiliki bentuk tubuh seperti torpedo yang memanjang, dimana badannya hampir

bundar, gemuk padat, dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari

sirip belakang, ekor pendek berlekuk sangat dalam, warna tubuh bagian atas gelap

keabu-abuan dan semakin kebawah warnanya putih keperak-perakan serta panjangnya

dapat mencapai 195 cm, umumnya 50 – 150 cm dan beratnya 0,8 – 11,1 kg (Anonim,

2005).

c. Lipida pada Ikan

Daging ikan merupakan sumber lemak yang mempunyai prospek yang sangat cerah

untuk dikembangkan. Karena bila dibandingkan dengan hewan lainnya ikan mempunyai

keunggulan khusus terutama dilihat dari komposisi asam lemaknya. Ikan diketahui

banyak mengandung asam lemak tak jenuh (PUFA), terutama kelompok omega 3

seperti eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic acid (DHA) serta esensial

bagi tubuh. Asam lemak ini mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan janin dan

perkembangan otak, pencegahan penyakit degeneratif dan peningkatan kekebalan tubuh

(Connor et al., 1992).

Lemak ikan berupa trigliserida, banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, yaitu

kira-kira 79-83% dari jumlah asam lemak. Asam lemak tidak jenuh banyak terdapat

pada ikan, yaitu asam linoleat, linolenat dan arakidonat yang merupakan asam lemak

esensial. Lemak ikan laut mengandung lebih banyak asam lemak tidak jenuh daripada

lemak ikan air tawar, karena jenis lemak ini merupakan ciri-ciri tersedianya makanan

terutama plankton crustacea. Derajat kejenuhan lemaknya bervariasi menurut musim

dan spesies. Adapun perbedaan komposisi rata-rata dari asam lemak dalam ikan laut dan

ikan air tawar disajikan dalam Tabel 1 (Zaitsev et al., 1969).

7

Page 8: Hasil skripsi

Tabel 1. Komposisi asam lemak dalam ikan air tawar dan ikan laut

Jenis Kandungan lemak ikan (%)

Air tawar Ikan lautAsam lemak jenuh

C16 40,0 25Asam lemak tidak jenuh

C16

C18

C20

C22

20,040,013,0 2,5

10252515

(Zaitsev et al., 1969).

Daging ikan mudah sekali teroksidasi dan mengalami proses ketengikan. Penurunan

kualitas yang disebabkan ketengikan ini merupakan masalah bagi pangan yang

mengandung asam lemak tak jenuh. Karena ikan kaya asam lemak omega-3 rantai

panjang terutama eicosapentaenoic acid (EPA) dan decosahexaenoic acid (DHA) yang

sangat peka terhadap kerusakan oksidatif maka mudah menjadi tengik. Salah satu cara

yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada EPA dan DHA

dapat dilakukan penambahan antioksidan (Frankel, 2005).

2.6 Oksidasi

Reaksi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan pada makanan, minyak, dan lemak.

Kerusakan yang terjadi karena reaksi oksidasi tersebut ditunjukkan dengan perubahan

bau (ketengikan), dan warna yang tidak disukai. Proses oksidasi lipid tersebut

dipandang sangat mempengaruhi kualitas produk-produk makanan yang banyak

dikonsumsi saat ini terutama yang mengalami penyimpanan dalam waktu relatif lama

(Raharjo, 2006).

Reaksi oksidasi lipid baik pada tubuh maupun pada bahan makanan yang mengandung

lipid terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Tahap inisiasi reaksi

oksidasi lipid adalah terbentuknya radikal bebas (R.) karena adanya inisiator seperti

panas, cahaya, oksigen, katalis logam, dan adanya sensitizer. Pada tahap tersebut,

radikal bebas yang bersifat labil akan bereaksi dengan molekul oksigen sehingga

terbentuk radikal peroksida. Tahap propagasi berjalan lebih cepat dari pada tahap

lainnya, merupakan hasil pembentukan senyawa hidroperoksida sebagai produk

oksidasi primer (Setyaningsih, 2005). Pada tahap propagasi, radikal lipid (R . ) bereaksi

8

Page 9: Hasil skripsi

dengan molekul oksigen membentuk radikal peroksida (ROO.). Radikal peroksida yang

terbentuk akan menyerang ion hidrogen dari lipid lain (R1H) membentuk hidroperoksida

(ROOH) dan molekul radikal baru (R1.). Tahap terminasi merupakan tahap terakhir dari

oksidasi lipid, yaitu radikal bereaksi datu sama lain dan menghasilkan produk

nonradikal……………………………

2.7 Uji Aktivitas Antioksidan

Pengujian aktivitas antioksidan sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas

antioksidan dan ketahanan produk selama proses pengolahan dan penyimpanan, serta

implikasinya ke jaringan tubuh. Untuk mengetahui aktivitas antioksidan pasa suatu

bahan perlu diperhatikan beberapa hal, seperti model sistem yang digunakan, model

percepatan oksidasi yang dilakukan, dan metode pengukuran oksidasinya (Gordon,

2001)...........

2.8 Pengukuran Oksidasi Lipida dengan Angka TBA

Angka TBA merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur besarnya

kerusakan lemak karena reaksi oksidasi. Metode ini didasarkan atas pembentukan warna

merah antara malonaldehid (MDA) yang merupakan produk oksidasi sekunder dengan

asam 2-tiobarbiturat (TBA) dan diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer

(Shahidi dan Hong, 1991). Walaupun semula digunakan untuk mengukur kadar MDA,

TBA pada metode ini juga dapat bereaksi dengan aldehid lain seperti 2-enal dan 2-

dienal, serta senyawa fenol pada produk yang diasapi (Raharjo, 2006).

Besarnya angka TBA dinyatakan sebagai mg MDA per kg sampel dan dihitung dengan

cara mengalikan hasil absorbansi MDA dengan konstanta yang didapatkan dari

penggunaan prekursor standar MDA, seperti 1,1,3,3-tetrametoksipropana (TMP) atau

1,1,3,3-tetraetoksipropana (TEP) (Shahidi dan Hong, 1991). Semakin besar absorbansi

yang terukur, semakin besar pula angka TBA yang didapatkan. Dengan demikian

besarnya angka TBA berbanding lurus dengan banyaknya produk hasil oksidasi lemak

di dalam bahan. Namun menurut Gray (1987), pada nilai TBA yang rendah bukan selalu

berarti lemak belum mengalami oksidasi, bisa jadi karena aldehid yang terakumulasi

sudah bereaksi dengan senyawa lain atau menguap selama penyimpanan. Reaksi

9

Page 10: Hasil skripsi

pembentukan warna merah antara MDA dengan TBA dapat dilihat pada Gambar

berikut ini.

Gambar Reaksi pembentukan warna merah antara TBA dan MDA (Shahidi dan Hong, 1991)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan Mei-Juli 2007 di Laboratorium

Kimia Lanjut F-MIPA UNSRAT Manado.

3.2. Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah ikan cakalang yang diperoleh dari pasar tradisional

di Manado. Ikan kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik putih yang berisi

berisi es dan segera dibawa ke laboratorium. Ikan dipotong bagian perutnya untuk

mrnghilangkan isi perutnya dan dicuci bersih. Bahan kimia yang digunakan adalah 2-

asam tiobarbiturat (TBA), 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) diperoleh dari Sigma

Chemical Co. (St Lois, MO). Asam trikloroasetat (TCA), buffer fosfat, kalium

ferisianida 1%, besi (III) klorida 0,1%, diperoleh dari Merck (Darmstadt, Germany).

Senyawa 1,1,3,3-tetra-metoksipropana (TMP) sebagai standar MDA diperoleh dari

Wako, Co (Japan). Alat-alat yang digunakan adalah pirolisator, talenan, sentrifuse,

water bath, alat-alat gelas, mikropipet, vortex, pengaduk magnet, timbangan analitik,

oven, spektrofotometer UV-Vis.

3.3. Prosedur Kerja

10

Page 11: Hasil skripsi

3.3.1. Pembuatan Asap Cair

Serbuk kayu cempaka yang telah kering sebanyak satu kilogram dimasukkan ke dalam

reaktor pirolisa. Rangkaian alat kondensasi dipasang dan kondensor dialiri air dingin.

Selanjutnya dilakukan pirolisa dalam alat pirolisa pada suhu 400 oC. Proses pirolisa

dilakukan selama 90 menit dan kondensasi diakhiri sampai tidak ada asap cair yang

menetes dalam penampung.

3.3.2. Aktivitas Asap Cair Terhadap Penangkap Radikal bebas DPPH

Penentuan aktivitas penangkap radikal bebas DPPH menurut Burda dan Oleszek (2001)

yang sedikit dimodifikasi. Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,2 mM ditambahkan pada 2

mL asap cair (50-1000 ppm). Tingkat berkurangnya warna dari larutan menunjukkan

efesiensi penangkap radikal. Selanjutnya diinkubasi selama 30 menit dalam ruang gelap.

Lima menit terakhir, absorbansi diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 517

nm. Aktivitas penangkap radikal bebas dihitung sebagai persentase berkurangnya warna

DPPH. Aktivitas penangkap radikal bebas dihitung sebagai persentase berkurangnya

warna DPPH dengan menggunakan persamaan :

Aktivitas penangkap radikal bebas (%) =

3.3.3. Penentuan daya reduksi (reducing power) asap cair

Daya reduksi asap cair ditentukan menurut Yen dan Chen (1995). Asap cair (50-1000

ppm) dilarutkan dalam 1 mL akuades selanjutnya dicampur dengan buffer fosfat (2,5

mL, 0,2 M, pH 6,6) dan 2,5 mL kalium ferisianida 1%, campuran diinkubasi pada 50 oC

selama 20 menit. Setelah selesai diinkubasi campuran 2,5 mL asam trikloroasetat

ditambahkan dan divortex selama 5 menit, selanjutnya disentrifusi pada 3000 rpm

selama 10 menit. Sebanyak 2,5 mL lapisan atas dari larutan tersebut ditambah dengan

2,5 mL air akuades dan 0,5 mL besi (III) klorida 0,1%. Absorbansi diukur pada 700

nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Meningkatnya absorban dari campuran tersebut

berarti menunjukkan bertambahnya daya reduksi.

11

Page 12: Hasil skripsi

3.3.4.Aktivitas antioksidatif asap cair terhadap daging ikan cakalang mentah filet

Ikan disayat bagian perutnya dan dibersihkan bagian perutnya, kemudian dicuci dengan

air yang mengalir. Sebanyak 30 gram (tebal 1 cm) ikan cakalang direndam dalam asap

cair dengan konsentrasi masing-masing 0, 200, 500, 1000 dan 1500 ppm selama 30

menit. Selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik cling wrap dan disimpan selama 10

hari pada suhu 5 oC. Selang waktu dua hari sampel diambil untuk diperiksa angka asam

tiobarbiturat (TBA) pada λ 532 nm.

3.3.5.Aktivitas antioksidatif asap cair terhadap daging ikan cakalang mentah dan masak

Prosedur yang digunakan adalah menurut Shahidi dan Hong (1991) yang dimodifikasi.

Prosedur adalah sebagai berikut: ikan disayat bagian perutnya dan dibersihkan bagian

perutnya, kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dipotong-potong kecil-kecil

dan digiling sampai halus. Sebanyak 40 gram daging ikan giling ditambahkan asap cair

dengan konsentrasi ........................... , selanjutnya diaduk selama 10 menit. Kemudian

daging ikan giling tersebut dimasukkan ke dalam cling wrap dan disimpan selama 10

hari pada suhu 5 oC. Selang waktu dua hari sampel diambil untuk diperiksa angka asam

tiobarbiturat (TBA) pada λ 532 nm.

3.3.6. Penentuan Angka TBA

Penentuan angka TBA pada sampel dilakukan dengan metode Shahidi dan Hong (1991)

dengan sedikit modifikasi. Setengah gram sampel ikan cakalang dimasukkan dalam

tabung reaksi dan ditambahkan dengan 2,5 mL TCA 10% (w/v), divortek selama 1

menit, lalu disentrifugasi selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh kemudian

dimasukkan dalam tabung ulir, ditambah dengan 2,5 mL TBA 0,02 M, divortek selama

1 menit, lalu dipanaskan dalam water bath selama 5 menit pada suhu 100 C. Campuran

kemudian didinginkan pada suhu kamar. Campuran yang berwarna merah muda

tersebut diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm. Angka TBA akan

diperoleh dengan mengalikan hasil absorbansi sampel dengan konstanta yang diperoleh

dari standar TMP (konsentrasi 0, 3, 6, 9, 12, 15, dan 18 M).

12

Page 13: Hasil skripsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Asap Cair

Dalam penelitian ini, limbah gergajian kayu cempaka dikeringkan di bawah cahaya

matahari dengan tujuan menghilangkan kandungan air.

4.2. Aktivitas Asap Cair Terhadap Penangkap Radikal bebas DPPH

Salah satu metode untuk menentukan aktivitas antioksidan suatu bahan adalah dengan

metode radikal bebas

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Atasi Demam Dengan Bunga Cempaka. http://jaga-jaga.indo.net.id/anIhatiyook.php?ida=379

Anonim. 2005. Ikan Cakalang Online.htmhttp://indomedia .com/intisari/ikancakalang [8 November 2005]

Ardiansyah. 2004. Antioksidan dan Peranannya Bagi Kesehatanhttp://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-01-23-Antioksidan-dan-Peranannya-Bagi-Kesehatan.shtml

Burda, S., dan W. Oleszek. 2001. Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoids. J. Agric. Food Chem. 49: 2774-2779.

Connor, W.E., M. Neuringer dan S. Reisbick. 1992. Essentials Fatty Acids : The Important of n-3 Fatty Acids in The Retina and Brain. Nutr. Rev. 50: 21-29

13

Page 14: Hasil skripsi

Darmadji, P. dan H. Triyudiana. 2006. Kadar Benzopyren selama Proses Pemurnian Asap Cair dan Simulasi Akumulasinya pada Proses Perendaman Ikan. Prosiding Seminar Nasional PATPI, Yogyakarta 2-3 Agustus 2006.

Departemen Kehutanan. 2000. Data dan Informasi Kehutanan Propinsi Sulawesi Utara. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/BUKU2/EKS04/TAB IV 7.htm

Djurubasa, J. 2006. Analisis Panjang Berat Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Ikan Selar (Selaroides leptolepsis) di PPI Kali Jengki Manado. Skripsi. FMIPA-UNSRAT, Manado

Frankel, E.N. 2005. Lipida Oxidation. The Oily Press. Dundee, Scotland

Gray, J.I., 1987. Simple Chemical And Physical Methods For Measuring Flavor Quality Of Fats And Oils. Dalam Min, D.B. Dan Smouse, T.H (Eds.). Flavor Chemistryof Fats And Oils. The American Oil Chemists Society.

Hariyanto, M. 2006. Asap cair Tempurung Kelapa sebagai Pengganti Formalin. http://marsandhy.blog.m3-access.com/posts/1762_Asap-Cair-Tempurung-Kelapa-sebagai-Pengganti-Formalin.html

Hartinah, S., Mahmudi, A. Yoganingrum dan B. Nugroho. 2005. Info Ristek : Tempurung Kelapa Sawit. ISSN 1693-184X. Volume 3. Nomor 1. http://www.pdii.lipi.go.id/fulltext/inforistek3(1)2005.pdf#search=%22asap%20cair%22

Iskandar, H. dan K.D. Santosa. Cara Pembuatan Arang Kayu : Alternatif Pemanfaatan Limbah Kayu. http://www.cifor.cgiar.org/publications/pdf_files/Books/BIskandar0501.pdf#search=%22asap%20cair%2Bkayu%2Bpdf%22

Pari, G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah Falsafah Sains. http://rudyet.tripod com/sem 2_012/gustan_pari.htm

Pokorny, J., N. Yanishlieva dan M. Gordon. 2001. Antioxidants In Food Practical Applications. Woodhead Publishing Limited. Cambridge, England.

Purba, B., Z. Noor dan P. Darmadji. 2006. Daya Hambat Asap Cair dalam Pencegahan Kerusakan Oksidatif Protein Ikan Tongkol Putih (Thunus sp). Prosiding PATPI : Kimia dan Biokimia Pangan. Yogyakarta.

Pszczola, D. E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke base Flavours. Food Teen (49): 70-74

Raharjo, S. 2006. Kerusakan Oksidatif Pada Makanan. UGM Press, Yogyakarta.

14

Page 15: Hasil skripsi

Setiaji, B. 2005. Mengenal Asap Cair. http://www.kompas.com/teknologi/news/0601/06/185618.htm

Setyaningsih, 2005. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Berbagai Varietas Lokal Ubi Jalar (Ipomoe batatas L.). Skripsi. UGM, Yogyakarta

Shahidi, F. dan C. Hong. 1991. Evaluation of Malonaldehyde as A Marker of Oxidative Rancidity in Meat Products. J. Food Biochemistry. 15: 97-105.

Trilaksani, W. 2003. Antioksidan : Jenis, sumber, mekanisme kerja, dan peran pada kesehatan.

http://rudyct.tripod.com/sem2023/wini_trilaksani.htm(14 September 2006)

Yen, G.C dan H-Y Chen. 1995. Antioxidant Activity of Various Tea Extracts in Relation to their Antimutagenicity. J. Agric. Food Chem. 43: 27-32.

Zaitsev, V.P., I. Kizevetter, L. Makarova, L. Minde dan V. Padsevalov. 1969. Fish Curing and Processing. Mir Publisher, Moskow.

Lampiran 1. Absorbansi kemampuan penangkap radikal bebas DPPH oleh asap

cair dari limbah kayu cempaka pada λ 517 nm.

15

Page 16: Hasil skripsi

16

IKAN

pencucian

analisis angka TBA selang waktu 0 ; 2 ; 4 ; 6 ; 8

dan 10 hari

penyiangan

Perendaman ikan dalam asap cair 0, 200, 400, 600

penyimpanan dingin (5 oC)

ekor, sisik, perut dan kepala

air kotorair bersih

Page 17: Hasil skripsi

17