146
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Prinsip demokrasi yang paling penting adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat dimana pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah- masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah dan negara, oleh karena kebijakan itu menentukan kehidupan rakyat. Dalam sistem penyelenggaraan kenegaraan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ditetapkan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyelenggara urusan DPRD dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana 1

04.Hasil Skripsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi hasil

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu wujud tata kepemerintahan yang baik (good governance) itu terdapatnya citra pemerintahan yang demokratis. Prinsip demokrasi yang paling penting adalah meletakkan kekuasaan di tangan rakyat dimana pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah dan negara, oleh karena kebijakan itu menentukan kehidupan rakyat.

Dalam sistem penyelenggaraan kenegaraan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ditetapkan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan Sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah penyelenggara urusan DPRD dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Kedudukan DPRD sebagaimana yang diamanatkan oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 implikasinya adalah antara kepala daerah dan DPRD benar-benar memiliki kesetaraan dan kesederajatan dan tidak ada dominasi salah satu diantara keduanya .

DPRD ditempatkan kedalam susunan pemerintahan daerah bersama kepala daerah, pola hubungan antara kepala daerah dan DPRD dilaksanakan secara sub ordinat dalam arti tidak adanya posisi tawar DPRD terhadap semua kebijakan yang diterbitkan oleh kepala daerah, sehingga eksistensi DPRD pada masa orde baru tidak lebih hanya sebagai stempel untuk melegalisasi setiap program dan kegiatan yang diajukan oleh kepala daerah, apalagi harus melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintah daerah. Setelah runtuhnya rezim orde baru, DPRD yang ditetapkan sebagai lembaga legislatif daerah dengan menguatnya peran dan fungsi DPRD terutama fungsi kontrolnya terhadap pemerintah daerah. Hal ini terlihat dimana kepala daerah memiliki kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban kepada DPRD setiap akhir tahun dan akhir masa jabatan. Ketentuan tersebut membuka peluang terjadinya penolakan oleh DPRD yang dapat berujung pada upaya pemberhetian (impeachment) terhadap Kepala Daerah. Dalam perkembangannya, supremasi DPRD atas Kepala Daerah tersebut ternyata menimbulkan instabilitasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Melihat eksistensi lembaga DPRD di era otonomi daerah, maka sudah sepantasnya DPRD dapat melaksanakan fungsi-fungsi yang dimilikinya secara lebih optimal. Salah satu fungsi yang dimiliki oleh DPRD adalah fungsi pengawasan. Fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah merupakan hal yang sangat penting untuk dioptimalkan. Hal ini didasari bahwa fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan demokrasi di Indonesia khususnya di daerah, karena bagaimanapun juga DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat yang berada di daerah untuk menyampaikan aspirasi dan sudah sepantasnya rakyat juga ikut serta dalam mengawasi jalannya pemerintahan daerah yang tercermin dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah (eksekutif selaku pelaksana kebijakan). Dengan adanya pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap pemerintah daerah tentunya merupakan cerminan terlaksananya mekanisme checks and balances dalam pengelolaan tata pemerintahan yang baik (good governace) di daerah.Salah satu ruang lingkup dari fungsi pengawasan DPRD adalah pengawasannya terhadap peraturan daerah, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 42 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 32 bahwa ruang lingkup pengawasan DPRD meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah. Mengingat bahwa Peraturan daerah merupakan kebijakan sekaligus sebagai produk hukum yang tertinggi di tingkat daerah yang dikeluarkan atas inisiatif DPRD maupun eksekutif merupakan cerminan arah penyelenggaraan pemerintahan daerah maka sudah sepantasnya setelah merumuskan dan mengesahkan suatu peraturan daerah, maka DPRD harus melaksanakan fungsi pengawasannya atas implementasi peraturan daerah tersebut, apakah sudah sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama dan apakah sesuai dengan aspirasi masyarakat banyak.

Selain itu, fungsi pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah juga memberikan kesempatan kepada DPRD untuk lebih aktif dan kreatif menyikapi berbagai kendala terhadap pelaksanaan Perda. Melalui pengawasan dewan, eksekutif sebagai pelaksana kebijakan akan terhindar dari berbagai penyimpangan dan penyelewengan, dari hasil pengawasan dewan akan diambil tindakan penyempurnaan memperbaiki pelaksanaan kebijakan tersebut.

DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah khususnya melakukan fungsi pengawasan terhadap pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan daerah (Perda) dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, diharapkan DPRD senantiasa kritis terhadap pemerintah daerah sebagai pelaksana peraturan daerah, yang sudah sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama dan memberi manfaat kepada rakyat.Dari sekian perda yang telah dikeluarkan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang, maka salah satu Perda yang menjadi pusat kajian dalam penelitian ini adalah perda No 13 tahun 2008 tentang Peraturan Daerah Retribusi Pasar jumlah pasar yang berada di Kabupaten Sidenreng Rappang 17 pasar tersebar hampir semua kecamatan akan tetapi ada tiga pasar yang terbesar dan produktif dan berpotensi dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Pasar tersebut adalah Pasar Pangkajena, Pasar Tanru Tedong, dan Pasar Rappang yang memberikan retribusi ke pendapatan daerah. Anggaran dalam pengembangan dan penataan pasar yang di Kabupaten Sidenreng Rappang adalah hasil pinjaman dari bank dunia. Data yang terlihat setiap tahun khususnya tahu 2009 peneriman mencapai Rp.12.279.377.239 sedangkan target penerimaan Rp. 13.160.961.400. begitun pula pada tahun 2010 belum mencapai target dalam pengelolahannya. Dengan dasar ini dibutuhkan peran DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang dalam melaksanakan fungsi pengawasannya, khususnya dalam memanfaatkan retribusi tersebut dalam pembangunan di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Dalam penelitian ini penulis mencoba melihat lebih jauh peran DPRD dalam fungsi pengawasannya di Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya perda tentang retribusi pasar.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka fokus penelitian ini berada pada fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). terhadap Peraturan Daerah. maka penulis memfokuskan penelitian ini pada Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Retribusi Pasar, disamping itu peraturan-peraturan lainya yang berkaitan dengan retribusi pasar. Adapun rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

Bagaimana pengawasan DPRD terhadap Perda No 13 tahun 2008 Tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penenelitian

Mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Perda No 13 tahun 2008 Tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap).Manfaat Penelitian :

1. Manfaat Teoritis

a. Menunjukan secara ilmiah pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah khususnya Perda tentang Retribusi Pasar.b. Dalam wilayah akademis, memperkaya khasanah kajian ilmu politik untuk pengembangan keilmuan, khususnya politik kontemporer.2. Manfaat Praktis

a. Memberikan bahan rujukan kepada masyarakat yang berminat dalam memahami fungsi pengawasan DPRD tentang Retribusi Pasar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi anggota DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah di Kabupaten Sidenreng Rappang .c. Sebagai salah satu prasyarat memperoleh gelar sarjana ilmu politik.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek konseptual dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai konsep pengawasan, konsep DPRD, Otonomi daerah, Peraturan Daerah, Dan Retribusi Pasar.

A. Konsep Pengawasan

Pengawasan pada dasarnya berupaya penegakan disiplin nasional dan mencegah deviasi sekaligus menanggulangi ekonomi biaya tinggi serta menciptakan efisiensi nasional. Dalam kaitan ini oleh Bohari (1995:5) menganggap bahwa tujuan utama pengawasan bermaksud untuk memahami apa yang salah demi perbaikan di masa datang, dan mengarahkan seluruh kegiatan-kegiatan dalam rangka pelaksanaan dari pada suatu rencana sehingga dapat diharapkan suatu hasil yang maksimal. Esensinya membantu agar sasaran dapat dicapai secara dini menghindari terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan wewenang, pemborosan dan pembocoran dana-dana pembangunan.

Pengawasan memiliki urgensi dalam memaksimalkan tujuan, namun seperti dikatakan Sumitro Djojohadikusumo (Salindeho, 1995:25) bahwa pengawasan memang telah dilakukan oleh para pejabat yang berwenang yang diserahi tanggungjawab tetapi kemampuan sampai tingkat yang efektif belum dicapai. Dalam hubungan ini, pendayagunaan aparatur pemerintah terkait dengan aspek pengawasan disebabkan lima tantangan yang sering dihadapi, yaitu :

1. Bagaimana meningkatkan sikap dan orientasi aparatur pemerintah terhadap pembangunan sehingga mampu bertindak sebagai pemrakarsa pembaharuan dan penggerak pembangunan.2. Bagaimana mewujudkan kemampuan aparatur pemerintah agar berhasil mempergunakan sumber-sumber yang tersedia dengan kapasitas dan produktivitas optimal dalam penyelenggaraan administrasi pelaksanaan program-program pembangunan .3. Bagaimana mengusahakan agar aparatur pemerintah dapat meningkatkan mobilisasi dana pembangunan yang berasal dari sumbersumber dalam negeri.4. Bagaimana meningkatkan kemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan pada aparatur pemerintah di tingkat daerah 5. Bagaimana aparatur pemerintah dapat meningkatkan dayaguna sejalan dengan upaya penyerasian antara pembangunan sektoral dan pembangunan nasional.

Sehubungan dengan kelima deretan tantangan di atas, maka tujuan peningkatan serta pembudayaan pengawasan dimaksud meliputi : Pertama;menumbuhkan budaya pengawasan dan fungsi pengawasan serta membuat pengawasan berjalan secara wajar, efektif dan efisien. Kedua; meningkatkan pendayagunaan pelaksanaan pengawasan dalam tubuh aparatur pemerintah. Ketiga; meningkatkan disiplin aparatur pemerintah sehingga dapat mendukung terwujudnya disiplin nasional. pengawasan dan otoritas sesuai pandangan Nicholas Henry (1995:119) harus berbuat dengan mengikuti perubahan organisasi. Oleh karena itu menurut Henry dengan mengutip Morris Janowitz menyarankan agar model lama dan tertutup dari gaya pengawasan dan otoritas militer tradisional (yang punya segi dominasi) sudah tidak cocok lagi karena sehubungan dengan pesatnya kemajuan teknologi.Garry Dessler (Sujamto, 1995 : 65) menyebutkan tiga langkah pokok dalam melakukan proses pengawasan yaitu Pertama; menetapkan beberapa jenis standar atau sasaran. Kedua mengukur dan membandingkan kenyataan yang sebenarnya terhadap standar. Ketiga; identifikasi penyimpangan dan pengambilan tindakan korektif. Rangkaian tindakan yang tercakup dalam proses pengawasan tersebut merupakan tindakan untuk menetapkan standar pengawasanStandar pengawasan dimaksud yaitu suatu standar atau tolak ukur yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Jadi dilihat dari tolak ukur ini, hasil pengawasan hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu : berjalan sesuai dengan standar atau terjadi penyimpangan.

Pengawasan dalam organisasi pemerintah diperlukan agar organisasi pemerintahan dapat bekerja secara efisien, efektif dan ekonomis. Pengawasan disini merupakan unsur penting untuk meningkatkan pendayagunaan aparatur negara dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa.Definisi tentang pengawasan yang lain juga diungkapkan oleh Sarwoto, dimana beliau memberikan definisi tentang pengawasan sebagai kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki. Sedangkan menurut Soekarno K., pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana.Kalau definisi pengawasan yang disampaikan oleh Sarwoto lebih menekankan kepada kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana, maka Soekarno K lebih menekankan pengawasan sebagai proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, sebenarnya tidak jauh berbeda.

Dari berbagai definisi dan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengawasan pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang dilakukan agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan rencana sehinga tujuan dapat tercapai. Dalam penggunaan pengawasan terdapat beberapa metode antara lain:

a. Metode Pengawasan Preventif

Pengawasan yang dilakukan pada tahap persiapan dan perencanaan suatu kegiatan terhadap sebuah lembaga. Pengawasan ini bertujuan pada aspek pencegahan dan perbaikan, termasuk pula pengusulan perbaikan atau pembentukan regulasi baru untuk berbaikan standar kualitas terhadap layanan publik. Pengawasan preventif dilakukan melalui pra audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga, dan sumber-sumber lain.b. Metode Pengawasan Refresif

Pengawasan terhadap proses-proses aktivitas pada sebuah lembaga. Pengawasan bertujuan menghentikan pelanggaran dan mengembalikan pada keadaan semula, baik disertai atau tanpa sanksi. Bentuk pengawasan yang dilakukan melalui post-audit dengan melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan, dan sebagainya.

Selain kedua metode pengawasan diatas, masih ada dua metode pengawasan lainnya yang dapat dilakukan oleh lembaga pengawas. Kedua metode yang dimaksud adalah :

c. Metode Pengawasan Langsung (direct control)

Metode pengawasan langsung maksudnya pengawasan yang dilakukan dengan mendatangi unit kerja yang bersangkutan. Pengawasan ini dapat dilakukan dengan mempelajari dan menganalisa berbagai informasi dan data sebagai bahan masukan yang menggambarkan berbagai kegiatan yang hendak diketahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaannya. Metode ini bisa juga dilakukan dengan wawancara langsung kepada pelaksana kegiatan atau orang lain yang dianggap mengetahui dengan baik pelaksanaan kegiatan tersebut. Dengan demikian metode pengawasan ini dapat dilakukan dengan pendekatan formal dan informal. Hadari Nawawi (1994 : 5) Pengawasan formal adalah pengawasan yang dilakukan oleh pejabat instansi yang berwenang baik bersifat ekstern maupun intern. Sedangkan pengawasan informal adalah pengawasan yang dilakukan masyarakat (sosial control), misalnya dengan media massa dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat ataupun melalui surat-surat pengaduan. d. Metode Pengawasan Tidak Langsung

Metode pengawasan tidak langsung artinya kegiatan pengawasan yang dilakukan tanpa mendatangi obyek yang diawasi. Caranya adalah dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen-dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi, baik berupa laporan dari pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya berkala ataupun isidentil, laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari perangkat pengawasan langsung, surat-surat pengaduan, berita atau artikel di media massa, dan dokumen-dokumen lainnya. Menurut Nawawi (1991:59) macam-macam pengawasan antara lain :

1. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melaksananakan pengawasan seperti BPKP, Irjenbang, Depertemen, dan aparat pengawasan fungsional lainnya di Lembaga Non Departemen dan Instansi Pemerintahan lainnya.2. Pengawasan Politik, yang dilaksananakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPK dan BPKP sebagai pengawasan eksternal eksekutif;4. Pengawasan Sosial, yaitu pengawasan yang dilakukan media massa, ormas-ormas, individu, dan anggota masyarakat umumnya.5. Pengawasan melekat, yakni pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan langsung terhadap bawahannya.

Sementara itu, penggolongan macam-macam pengawasan menurut subyek yang melakukan pengawasan juga disampaikan oleh LAN (1996), dimana macam-macam pengawasan dibedakan menjadi empat, yaitu :

1. Pengawasan Melekat (waskat), yaitu pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.2. Pengawasan Fungsional (wasnal), yaitu pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah, seperti Badan Pemeriksa keuangan (BPK), Inspektur Jendrak Departemen/Lembaga Negara, Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) pemerintah provinsi, kabupaten/kota, serta Satuan Pengawas Intern (SPI) BUMN/BUMD.3. Pengawasan Legislatif (wasleg), yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga Perwakilan Rakyat baik di tingkat DPR maupun DPRD. Pengawasan ini merupakan pengawasan politik (waspol).4. Pengawasan masyarakat (wasmas), yaitu pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.

Konsep macam-macam pengawasan yang sedikit agak berbeda dibandingkan macam-macam pengawasan yang telah diutarakan diatas, juga di paparkan oleh Schermerhorn (2001), dimana Schermerhon membagi pengawasan menjadi empat jenis, yaitu :a. Pengawasan feedforward (pengawasan umpan di depan). Pengawasan ini dilakukan sebelum aktivitas dimulai yang bertujuan untuk menjamin kejelasan sasaran, tersedianya arahan yang memadai, ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan dan memfokuskan pada kualitas sumber daya.b. Pengawasan concurrent (pengawasan bersamaan). Pengawasan ini memfokuskan pada apa yang terjadi selama proses berjalan yang bertujuan untuk memonitor aktivitas yang sedang berjalan untuk menjamin segala sesuatu sesuai rencana dan juga untuk mengurangi hasil yang tidak diinginkan.c. Pengawasan feedback (pengawasan umpan balik). Pengawasan ini dilakukan setelah aktivitas selesai dilaksanakan. Dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang berguna untuk meningkatkan kinerja di masa depan dan memfokuskan pada kualitas hasil.d. Pengawasan internal-external. Pengawasan internal memberikan kesempatan untuk memperbaiki sendiri sedangkan pengawasan eksternal melalui supervisi dan penggunaan administrasi formal.Di dalam suatu sistem Pemerintahan Daerah, pengawasan merupakan suatu usaha penertiban untuk menjamin terealisasinya segala ketentuan Undang-Undang, peraturan keputusan kebijaksanaan dan ketentuan daerah itu sendiri. Hasil pengawasan dapat dijadikan bahan informasi atau umpan balik dari penyempurnaan baik bagi rencana itu sendiri maupun dalam mewujudkan rencana itu sendiri.

Tujuan pengawasan itu sendiri adalah agar hasil pelaksana kerja yang dilaksanakan dapat berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana, hal ini juga dikemukan oleh Ibrahim Lubis (1987:41) yang mengemukakan bahwa tujuan pengawasan terdiri atas :

1. Untuk mengetahui apakah suatu rencana berjalan sesuai dengan yang digariskan.

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan intruksi serta asas-asas yang telah diinstruksikan.

3. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efisien.

4. Untuk mencari jalan keluar bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan, atau kegagalan-kegagalan ke arah perbaikan.

Sementara itu, dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa tujuan pengawasan adalah mencegah sedini mungkin terjadinya penyimpangan,pemborosan,kegagalan-kegagalan dalam mencapai tujuan, sedang sasaran pengawasan adalah untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas, kehormatan dan ketertibanpelaksanaan pengawasan maksud dari pengawasan bukan untuk mencari kesalahan terhadap orang yang berbuat, tetapi untuk mencari kebenaran terhadap pelaksanaan pekerjaannya. Dengan memenuhi berbagai sifat dalam pelaksanaan kontrol atau pengawasan maka upaya untuk mengantisipasi penyelenggaraan yang merugikan dan menghambat kelancaran pemantauan dapat diminimalkan termasuk hal-hal yang merusak citra pemerintah seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang selama ini menjadi sorotan masyarakat secara menyeluruh yang memang sangat mendesak untuk ditanggulangi.

Pengawasan dapat tercapai tujuannya sebagaimana yang diharapkan oleh M. Ichwan Akuntan (1989: 130) bahwa tujuan pengawasan antara lain :

1. Untuk mencegah kemungkinan terjadi penyimpangan-penyimpangan kesalahan pelaksanaan kegiatan2. Untuk mengupayakan agar pelaksanaan tugas dan pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan

3. Untuk mengetahui di mana letak kelemahan-kelamahan, sebab-sebab terjadinya penyimpangan dan dampaknya, serta siapa yang bertanggungjawab atas kesalahan tersebut, dan bagaimana cara memperbaharui di masa datang.

4. Untuk selanjutnya, memperkecil pemborosan dan efisiensi.

Di dalam Instruksi Presiders No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan pada Pasal 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa pengawasan bertujuan untuk mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan.

Manullang (1981:175) menegaskan pula apa yang menjadi tujuan pengawasan, yakni tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan dapat menjadi kenyataan bertitik tolak dari defenisi tersebut, maka semakin jelas dan nyata bahwa dalam setiap bentuk kerjasama manusia untuk mencapai tujuan tertentu, maka sangat diperlukan adanya pengawasan sebagai alat pengamanan dari perencanaan dengan tujuan agar kegiatan yang direncanakan dapat berjalan dengan hasil yang maksimal seperti yang menjadi harapan bersama.

Selanjutnya menurut Sujamto (1986:157) bahwa dalam merencanakan dan melaksanakan pengawasan perlu diperhatikan hal-hal berikut :

a. Agar pelaksanaan tugas umum pemerintah dilakukan secara tertib berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berdasarkan sendi-sendi kewajaran penyelenggaraan pemerintahan agar tercapai daya guna dan tepat guna yang sebaik-baiknya.

b. Agar pelaksanaan pembangunan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan program pemerintah serta peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai sasaran yang ditetapkan.

c. Agar hasil-hasil pembangunan dapat dinilai seberapa jauh tercapai untuk memberi umpan balik berupa pendapat, kesimpulan, dan pelaksana tugas umum pemerintah dan pembangunan

d. Agar sejauh mungkin mencegah terjadinya pemborosan, kebocoran dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang dan perlengkapan milik negara, sehingga dapat terbina aparatur yang tertib, bersih, berwibawa, berdaya guna dan berhasil guna.

Pengertian dari rumusan-rumusan ataupun falsafah-falsafah pengawasan yang telah dikemukakan tadi mau tidak mau harus dipahami oleh semua pihak, baik pihak atau unsur pelaksana pengawasan maupun pihak yang diawasi, sehingga proses-proses pembangunan atau yang terkait dapat berjalan secara maksimal.B. Konsep DPRD

Pada Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 juga dijelaskan bahwa DPRD berkedudukan sebagai unsur penyelengara pemerintahan daerah. Untuk wilayah provinsi maka disebut DPRD provinsi dan untuk wilayah kabupaten/kota maka disebut dengan DPRD kabupaten/kota. Susunan DPRD terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum. Adapun alat kelengkapan DPRD terdiri atas ; pimpinan, Badan musyawarah, Komisi, Badan Legislasi Daerah, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, dan alat kelengkapan lainnya yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, maka alat kelengkapan dibantu oleh sekretariat yang berasal dari pegawai negeri sipil (PNS). Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai fungsi :

a. Legislasi, merupakan fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah.b. Anggaran, merupakan fungsi DPRD yang bersama-sama dengan pemerintah daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang di dalamnya termasuk anggaran untuk pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.c. Pengawasan, merupakan fungsi DPRD untuk melaksananakan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, dan keputusan kepala daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah.

Selain itu, adapun tugas dan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah meliputi :

a. Membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama;b. Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh kepala daerah;c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah;d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah;h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;i. Membentuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah;j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah;k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjaasama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya kepada DPRD diberikan diberikan beberapa hak dan kewajiban. Hak DPRD dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya antara lain :

a. Hak Interpelasi, merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat dan bernegara;b. Hak Angket, merupakan hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;c. Hak menyatakan pendapat, merupakan hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah daerah mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket.

Sementara itu bagi setiap anggota DPRD diberikan hak-hak sebagai berikut :

a. Mengajukan rancangan peraturan daerah;b. Mengajukan pertanyaan;c. Menyampaikan usul dan pendapat;d. Memilih dan dipilih;e. Membela dirif. Imunitasg. Mengikuti orientasi dan pendalaman tugash. Protokoleri. Keuangan dan administratif.Adapun kewajiban bagi anggota DPRD antara lain :

a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila;b. Melaksanakan Undang-undang Dasar 1945 dan menaati peraturan perundang-undanganc. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;d. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;e. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;f. Menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;g. Manaati tata tertib dan kode etik;h. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota;i. Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui keunjungan kerja secara berkala;Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;j. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.Pengawasan DPRD melingkupi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. Bukan hanya itu, sebagai bagian dari pemerintahan daerah, DPRD sesungguhnya juga bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap layanan publik.

Tugas DPRD berkaitan dengan fungsi pengawasan pertama sebagai Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainnya, keputusan walikota/bupati, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional (Pasal 78 (3) UU 22/2003 dan pasal 42 (3) UU 32/2004), kedua Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam pelaksanaan tugas desentralisasi (Pasal 78 (6) UU 22/2003 dan pasal 42 (8) UU No. 32/2004), ketiga DPRD berwenang meminta pejabat negara tingkat kabupaten/kota, pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, dan warga masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan bangsa dan negara (Pasal 82 UU No. 22/2003).

Fungsi pengawasan sebagai agenda kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat memberikan perhatian khususnya dalam mengawasi pencapaian target retribusi pasar dalam menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pengawasan ini dapat dibagi dalam tiga bentuk pengawasan, sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya yakni:a. Preliminary Control,

preliminary Pengawasan anggota DPRD pada saat pembahasan anggaran. Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD sangat diharapkan perannya dalam meneliti setiap usulan anggaran khususnya dari penyedia layanan publik, baik dari sisi harga layanan, output maupun outcomes dari setiap jenis layanan. Sangat diharapkan anggota DPRD melakukan pengawasan sejak tahap perencanaan. yang dibuat oleh pihak eksekutif. Dan dari alokasi anggaran untuk pelayanan publik juga bisa diketahui apakah pemerintah daerah akan memberikan pelayanan publik kepada masyarakat secara memadai atau tidak.b. Interim Control,

Interim control yaitu untuk memastikan layanan publik berjalan sesuai standar yang ditetapkan dan memenuhi harapan masyarakat selama pelayanan dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Pengawasan juga bisa diarahkan terhadap pelaksanaan anggaran atas layanan publik atau masa perjalannya sebuah peraturan.c. Post Control, Post Control memastikan layanan publik berjalan sesuai harapan, juga diperuntukkan atas evaluasi terhadap target yang direncanakan. Pengawasan diharapkan akan menghasilkan rekomendasi mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas layanan.

Ada beberapa kemungkinan tindak lanjut yang bisa dilakukan oleh anggota DPRD berdasarkan hasil-hasil pengawasan: a). Tindakan perbaikan, baik secara adminsitrasi, rencana strategis, maupun pembuatan raperda baru. b). Tindakan penghentian proyek maupun program. Namun demikian tindakan tersebut tetap disertai dengan rekomendasi pengusulan perbaikan regulasi c). Tindak lanjut berupa tindakan hukum. Khusus untuk tindak lanjut secara hukum ini DPRD harus menyerahkan otoritas secara penuh pada otoritas yang berwenang yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan atau kepala lembaga-lembaga/komisi pelayanan publik bagi daerah yang memiliki lembaga ombudsman atau Komisi Pelayanan Publik, d). Menggunakan Hak Tindakan Politik DPRD. Pasal 43 UU No. 32/2004 menyebutkan bahwa DPRD sesungguhnya memiliki hak legal yang sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai tindakan politik dalam mengukur kinerja pemerintah daerah. Bahkan tindakan politik tersebut bisa berimplikasi terhadap tindakan penegakan hukum. C. Otonomi Daerah

Secara etimologi, istilah otonomi berasal dari bahasa latin, yaitu autus yang artinya sendiri dan nomos yang artinya aturan. Dari sudut ini kemudian beberapa ahli memberi arti otonomi ini sebagai zelwetgeving atau pengundangan sendiri, mengatur atau memerintah sendiri atau pemerintahan sendiri.

Beberapa penggiat otonomi di Indonesia menyampaikan pendapat yang berbeda-beda, misalnya Syarif Saleh yang menyimpulkan otonomi itu sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Atas inisiatif dan kemauan sendiri. Hak yang diperoleh dari pemerintah pusat. Sedangkan F. Sugeng Istanto menyatakan bahwa otonomi diartikan sebagai hak atau wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Kemudian Ateng Syafruddin berpendapat bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Menurut Widjaja (2004 : 76) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Undang-undang otonomi daerah (1999 : 4) mendefinisikan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan asprirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari sekian banyak perumusan yang dikemukakan oleh beberapa penggiat otonomi di Indonesia tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan otonomi itu, pada prinsipnya selalu melihat otonomi itu sebagai hak dan kewenagan dari suatu daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Daerah yang mendapat hak otonomi disebut daerah otonom. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah antara lain : menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.

Sejalan dengan penyerahan urusan, apabila urusan tersebut akan menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan melalui asas pembantuan. Proses dari sentralisasi ke desentralisasi ini pada dasarnya tidak semata-mata desentralisasi administratif, tetapi juga bidang politik dan sosial budaya. Melaui otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja daerah secara efisien, efektif, termaksud kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggung-jawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik/masyarakat.

Menurut Mardiasmo, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal. Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban atas permasalahan lokal bangsa Indonesia berupa ancaman bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan, rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia. Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan langkah strategis bangsa Indonesia untuk menyongsong era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.

Berkaitan dengan hal tersebut, peran pemerintahan daerah sangat menentukan keberhasilan daerah otonom menciptakan kemandirian untuk membangun daerahnya. Terlepas dari ketidaksiapan daerah di berbagai bidang, namun otonomi daerah diyakini merupakan jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah menggantikan sistem pembangunan terpusat (sentralisasi) yang oleh banyak pihak dianggap sebagai penyebab lambannya pembangunan di daerah dan semakin besarnya ketimpangan sosial antara pemerintah pusat dengan daerah dan antar-daerah.

Dengan pemberian otonomi seluas-luasnya, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, yang tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memonitor dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar-daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Implikasi langsung dari kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah kebutuhan dana yang cukup besar. Dengan demikian, penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam otonomi harus disertai dengan pelimpahan kewenangan di bidang keuangan (desentralisasi fiskal).

Dalam pelaksanaan otonomi daerah terdapat empat elemen penting yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah. Keempat elemen tersebut menurut Rondinelli adalah desentralisasi politik (Political Decentralization), desentralisasi administrasi (Administrative), desentralisasi fiskal (Fiscal Decentralization), dan desentralisasi ekonomi (Economic or Market Decentralization). Keempat elemen desentralisasi tersebut akan saling terkait dan tidak dapat terlepas antara satu dengan lainnya. Keempatnya harus dibingkai dalam satu konsep grand design yang utuh dan dikelola secara efisien dan efektif, sehingga dengan demikian akan terwujud kemampuan dan kemandirian suatu daerah untuk melaksanakan fungsinya sebagai daerah otonom. Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat.E. Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.Definisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota.Menurut Sadu Wasisitiono dan Yonatan Wiyoso (2009 : 59), peranan dari Perda meliputi:

1. Perda menentukan arah pembangunan dan pemerintahan di daerah. Sebagai kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan seluruh kebijakan publik yang dibuat termasuk di dalamnya sebagai acuan daerah dalam menyusun program pembangunan daerah. Contoh konkritnya adalah Perda tentang Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) atau Rencana Stratejik Daerah (Renstra). 2. Perda sebagai dasar perumusan kebijakan publik di daerah. Sebagai kebijakan publik tertinggi di daerah, Perda harus menjadi acuan bagi seluruh kebijakan publik lainnya, baik berupa peraturan kepala daerah, keputusan kepala daerah maupun kebijakan teknis yang dibuat oleh para pemimpin Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Beberapa kebijakan publik yang harus mengacu pada peraturan daerah antara lain berupa :

a. Kebijakan publik tentang manajerial pelaksanaan program;

b. Kebijakan publik tentang pengalokasian dan pemberdayaan sumber daya manusia;

c. Kebijakan pelaksanaan keuangan dan anggaran;

d. Kebijakan tentang pelaksanaan sistem dan prosedur;

e. Kebijakan tentang teknik penyelesaian pekerjaan/program;

f. Kebijakan pembentukan struktur organisasi.

3. Perda sebagai kontrak sosial di daerah

Tiga hal perwujudan Perda sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan penyelenggara negara/daerah yaitu :

1. Kontrak sosial yang sudah konkrit seperti : Perda tentang penetapan strategi pembangunan daerah untuk kurun waktu duapuluh tahunan (RPJPD) atau untuk kurun waktu lima tahunan (RPJMD)

2. Kontrak yang yang mengatur hal-hal yang lebih mendesak dan lebih tegas, seperti kontrak sosial terjadi ketika Perda disusun melalui mekanisme yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat.

3. Kontrak sosial yang mengatur hal-hal yang masih belum tegas dan dapat berubah, terjadi ketika masyarakat mempercayakan kepada seseorang untuk duduk sebagai penyelenggara pemerintah di daerah dengan cara memberikan suaranya berdasarkan program yang ditawarkannya.

4. Perda sebagai pendukung pembentukan perangkat daerah dan susunan organisasi perangat daerah.

Lebih lanjut, Misdayanti dan R.G. Kartasapoetra mengemukakan pendapatnya tentang peraturan daerah dengan melihat dari segi isi Perda tersebut. Adapun peraturan daerah yang untuk berlakunya memerlukan pengawasan pejabat yang berwenang, pada pokoknya adalah yang :

1. Menetapkan ketentuan-ketentuan yang mengikat rakyat. Ketentuan-ketentuan yang mengandung perintah, larangan, keharusan untuk berbuat sesuatu dan lain-lain yang ditujukan langsung kepada rakyat.

2. Mengadakan ancaman pidana berupa dengan atau kurungan atas pelanggaran ketentuan-ketentuan tertentu yang ditetapkan dalam peraturan daerah.

3. Memberikan beban kepada rakyat, misalnya pajak atau retribusi daerah.

4. Menetapkan segala sesuatu yang perlu diketahui oleh umum karena menyangkut kepentingan rakyat, misalnya : mengadakan hutang-piutang, menanggung pinjaman, mengadakan perusahaan daerah, meletakkan dan mengubah anggaran pendapatan dan belanja daerah, mengatur gaji pegawai dan lain-lain.

1. Mekanisme Pembentukan Perda

Rancangan peraturan daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur, bupati, atau walikota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah. Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan menjadi Perda, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

2.Tinjauan Mengenai Retribusi

Pendapatan asli daerah yang dimiliki oleh daerah merupakan salah satu faktor pendukung dalam rangka mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah, dengan demikian sangat dibutuhkan adanya peningkatan penerimaan dari sektor pendapatan asli daerah ini. Salah satu sektor yang menjadi sumber pemasukan terhadap pendapatan asli daerah adalah berasal dari pemungutan retribusi daerah, dimana dalam pelaksanaannya ditetapkan melalui peraturan daerah.

Dalam Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, dijelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Selanjutnya Perda Retribusi dibagi atas tiga golongan :

a. Retribusi Jasa Umum, merupakan jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

b. Retribusi Jasa Usaha, merupakan jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

c. Retribusi Perizinan Tertentu, merupakan kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.E. Retribusi PasarPasar dalam pengertian sehari - hari yang kita kenal sesbagai tempat jual beli barang-barang kehidupan sehari-hari. Ada pula yang mengartikan sebagai tempat terjadinya transaksi antara pembeli dan penjual, namun pengertian pasar disini adalah pengertian pasar secara umum.Widarta mengemukakan bahwa pasar adalah : 1) Kelompok orang dan atau organisasi yang diidentifikasi oleh kebutuhan bersama dan dimana terdapat sumber-sumber daya guna memuaskan kebutuhan tersebut, 2) Tempat para pembeli dan penjual berkumpul untuk melaksanakan jual beli, 3) Memasarkan barang-barang atau jasa tertentu, melaksanakan perniagaan, membeli dan menjual keuntungan berupa uang. Pandangan lain mengenai pasar disampaikan oleh Bustaman yaitu:"Bahwa pasar adalah suatu perantara yang mengatur komunikasi dan interaksi antara penjual dan pembeli yang bertujuan untuk mengadakan transaksi pertukaran benda, asal ekonomi dan uang, dan tempat hasil transaksi dan disampaikan pada waktu itu atau pada waktu yang akan datang berdasarkan harga yang telah disepakati ".

Dalam teori ekonomi dikemukakan bahwa pasar adalah tempat pertemuan antara permintaan dan penawaran. Penawaran adalah jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual/produsen ke pasar pada setiap tingkat harga, sedangkan permintaan adalah jumlah permintaan pasar. Samuelson mengemukakan bahwa pasar adalah proses yang digunakan oleh pembeli dan penjual untuk berhubungan dalam menentukan harga dan jumlah.

Pengertian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli atau produsen dan konsumen, baik secara langsung maupun perantara (makelar). Disatu pihak produsen menjual barangnya dan dipihak lain konsumen membeli barangnya.Dalam konteks dengan penelitian, pasar adalah sarana/prasarana untuk memungut retribusi daerah serta penerimaan lain yang merupakan pemasukan bagi suatu daerah. Dalam upaya inilah suatu pasar harus memiliki fasilitas-fasilitas utama seperti lods, dan tempat penjualan, kios, serta pelataran penjualan. Selain fasilitas utama tersebut suatu unit pasar dapat juga didukung oleh fasilitas penunjang seperti pelataran parkir dan MCK yang dapat dipungut bayaran karena pemanfaatan sarana tersebut.Retribusi pasar merupakan salah satu jenis retribusi daerah yang potensial untuk dikembangkan dalam rangka menunjang pendapatan asli daerah. Pengelolaan retribusi pasar harus dilakukan dengan baik dan profesional agar dapat memberikan kontribusi bagi pendapat asli daerah dengan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna layanan pasar.Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Nomor 13 Tahun 2008 tentang retribusi pasar, di jelaskan bahwa untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang bersumber dari pendapatan asli daerah, khususnya retribusi daerah dan lebih spesifik retribusi pasar pengaturannya perlu lebih ditingkatkan, karena apabila retribusi pasar meningkat akan berdampak pada peningkatan pendapatan asli daerah. Sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta perkembangan perekonomian maka perlu penyediaan sumber - sumber pendapatan asli daerah khususnya retribusi pasar. Upaya peningkatan penyediaan pelayanan maka perlu dilakukan penyederhanaan dan penyempurnaan serta peningkatan kinerja pemungutannya sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemungutan retribusi pasar, mengurangi biaya ekonomi tinggi, serta peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat sehingga wajib retribusi pasar dapat dengan mudah memahami dan memenuhi kewajibannya dalam membayar retribusi pasar.Ada kecenderungan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya dengan berusaha menciptakan sumber pendapatan yang baru tanpa dibarengi dengan perubahan dan perbaikan pelayanan kepada masyarakat hal ini dapat menimbulkan keresahan di masyarakat karena penciptaan pendapatan asli daerah yang baru kemungkinan dapat membebani masyarakat dengan bertambahnya pungutan.

Berdasarkan hal tersebut, maka peran retribusi pasar haruslah berorientasi pada pelayanan yang baik dalam memuaskan pengguna fasilitas pasar, baik dad segi aksesbilitas penjual dan pembeli, diperlukan penataan pasar yang memadai dan ditunjang oleh tingkat keamanan dan kenyamanan untuk menjual maupun untuk berbelanja. Petugas pengelolah pasar merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kepuasan pengguna fasilitas pasar. Apabila kepuasan pengguna pasar terpenuhi maka akan timbul kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi pasar sehingga pada akhirnya retribusi pasar akan meningkat.F. Kerangka Pikir

Otonomi daerah yang mendapatkan payung hukum pada UU No. 32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004 sebenarnya sudah memberi acuan kepada pemerintah untuk meningkatkan layanan publik secara efektif dan efisien, khususnya dalam mengelola sumber daya daerah. Pedoman ini terutama terkait dengan bentuk keterlibatan DPRD. Dalam Pengawasan terhadap retribusi pasar yang menjadi penting untuk memastikan bahwa pengawasan yang dijalankan lembaga Negara diharapkan berkualitas sesuai standar layanan yang ditetapkan. Dalam menjalankan fungsi pengawasan tersebut, DPRD sesungguhnya dapat menggunakan kewenangan yang semaksimal mungkin yang dimiliki demi untuk menjaga objektifitas penilaian dan pendapat DPRD dalam menilai pelaksanaan pengawasan.

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksananakan di wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dengan melihat pertumbuhan dan perkembangan penghasilan masyarakat dari sektor hasil bumi dimana pusat penjualan terutama pada produksi hasil bumi dan juga produksi hasil ternak terdapat pada semua pasar khususnya pasar terbesar dan yang dapat memberikan kontribusi PAD.B. Tipe dan Dasar Penelitian

Dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif untuk menghasilkan temuan atau kebenaran yang didalam penelitian kualitatif disebut kebenaran intersubjektif, yakni kebenaran yang dibangun dari jalinan berbagai faktor yang bekerja bersama-sama, seperti budaya dan sifat unik manusia, maka realitas kebenaran adalah sesuatu yang dipresepsikan oleh yang melihat bukan sekedar fakta yang bebas konteks dan interpretasi apapun. Kebenaran merupakan bangunan (konstruksi) yang disusun oleh peneliti dengan mencatat dan memahami apa yang terjadi dalam interaksi sosial kemasyarakatan.

Tipe penelitian ini adalah deskriptif analisis yaitu penelitian diarahkan untuk menggambarkan fakta dengan argument yang tepat. Penelitian dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. ujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif adalah tipe penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang situasi, atau proses yang penggambaran bagaimana DPRD kabupaten Sidrap menjalankan fungsi pengawasanya terhadap peraturan daerah dengan mangambil kasus pada Perda tentang Retribusi Pasar. Penulis menggunakan dasar penelitian studi kasus. dimaksudkan untuk menyelidiki secara lebih mendalam/terfokus atas suatu fakta-fakta dan gejala-gejala yang ada tentang permasalahan yang diteliti.

C. Sumber Data

Dalam memperoleh informasi yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti, digunakan teknik pengumpulan data dengan 2 cara yaitu :

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh melalui lapangan atau daerah penelitian dari hasil wawancara mendalam dengan informan dan observasi langsung. Peneliti turun langsung ke daerah penelitian untuk mengumpulkan data dalam berbagai bentuk, seperti rekaman hasil wawancara dan foto kegiatan di lapangan. Dari proses wawancara peneliti berharap akan mendapatkan data-data seperti pengawasan DPRD terhadap Perda Tentang Retribusi Pasar di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)..2. Data sekunder

Data diperolah melalui studi pustaka (library research). Teknik ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data melalui buku-buku, surat kabar, dokumen-dokumen, undang-undang dan media informasi lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu : Wawancara Mendalam dan Arsip / Dokumen.a. Wawancara Mendalam

Penulis dalam melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, pedoman wawancara (interview guide) agar wawancara tetap berada pada fokus penelitian, meski tidak menutup kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan berlanjut. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman tersebut interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks aktual saat wawancara berlangsung. Proses pengumpulan data dengan wawancara mendalam penulis membaginya menjadi dua tahap, yakni:

1. Tahap Persiapan Penelitian

Pertama peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan demensi kebermaknaan hidup sesuai dengan permasalahan yang dihadapi subjek. Pedoman wawancara ini berisi pertanyaan-pertanyaan mendasar yang nantinya akan berkembang dalam wawancara. Pedoman wawancara yang telah disusun, ditunjukan kepada yang lebih ahli dalam hal ini adalah pembimbing penelitian untuk mendapat masukan mengenai isi pedoman wawancara. Setelah mendapat masukan dan koreksi dari pembimbing, peneliti membuat perbaikan terhadap pedoman wawancara dan mempersiapkan diri untuk melakukan wawancara. Tahap persiapan selanjutnya adalah peneliti membuat pedoman observasi yang disusun berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan pencatatan langsung yang dilakukan pada saat peneliti melakukan observasi. Namun apabila tidak memungkinkan maka peneliti sesegera mungkin mencatatnya setelah wawancara selesai. Peneliti selanjutnya mencari subjek yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian. Sebelum wawancara dilaksanakan peneliti bertanya kepada subjek tentang kesiapanya untuk diwawancarai. Setelah subjek bersedia untuk diwawancarai, peneliti membuat kesepakatan dengan subjek tersebut mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Peneliti membuat kesepakatan dengan subjek mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara berdasarkan pedoman yang dibuat. Setelah wawancara dilakukan, peneliti memindahakan hasil rekaman berdasrkan wawancara dalam bentuk tertulis. Selanjutnya peneliti melakukan analisis data dan interprestasi data sesuai dengan langkah-langkah yang dijabarkan pada bagian metode analisis data di akhir bab ini. setelah itu, peneliti membuat analisa pembahasan berdasarkan data primer dan sekunder dan membuat kesimpulan, peneliti memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. Informan yang penulis wawancarai Seketaris Komisi II DPRD Sidenreng Rappang, beberapa Anggota komisi II dan beberapa Dinas pendapatan daerah.b. Arsip/Dokumen

Arsip atau Dokumen mengenai berbagai informasi dan hal yang berkaitan dengan fokus penelitian merupakan sumber data yang penting dalam penelitian. Dokumen yang dimaksud dapat berupa dokumen tertulis gambar atau foto, film audio-visual, data statistik, tulisan ilmiah yang dapat memperkaya data yang dikumpulkan. Data-data ini didapat di Dinas pendapatan daerah ,Perpustakaan Daerah & DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang.E. Teknik Analisis Data

Data dan informasi yang telah dikumpulkan dari informan akan diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan melihat pelaksanaan pengawasan yang dilakukan DPRD kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Adapun angka-angka yang muncul dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk dianalisa secara kuantitatif, akan tetapi hanya sebagai pelengkap memperkuat analisa kualitatif demi pencapaian tujuan penelitian.

Analisis data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan pengumpulan data. Langkah yang digunakan dalam analisis data adalah sebagai berikut : Reduksi Data, Sajian Data, dan Penyimpulan Data1. Reduksi Data

Pada tahap ini dilakukan proses pengumpulan data mentah, dengan menggunakan alat-alat yang perlu seperti rekaman MP3, field note, serta observasi yang dilakukan penulis selama berada dilokasi penelitian. Pada tahap ini sekaligus dilakukan proses penyeleksian, penyederhanaan, pemfokuskan, dan pengabstraksian data dari field note dan transkrip hasil wawancara. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan dengan membuat singkatan, kategorisasi, memusatkan tema, menentukan batas-batas permasalahan. Reduksi data sperti ini diperlukan sebagai analisis yang akan menyeleksi, mempertegas, membuat fokus dan membuang hal yang tidak penting dan mengatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.

Pada tahap selanjutnya, setelah memperoleh data hasil wawancara yang berupa rekaman MP3, catatan lapangan, dan pengamatan lainnya, peneliti melakukan transkrip data untuk mengubah data hasil wawancara, catatan lapangan dalam bentuk tulisan yang lebih teratur dan sistematis. Setelah seluruh data sudah dirubah dalam bentuk tertulis, peneliti membaca seluruh data tersebut dan mencari hal-hal yang perlu dicatat untuk proses selanjutnya yakni pengkategorisasian data agar data dapat diperoleh lebih sederhana sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sampai disini diperoleh kesimpulan sementara berdasarkan data-data yang telah ada. Pada tahap selanjutnya, penulis melakukan triangulasi yakni check and recheck antara satu sumber data dengan sumber data yang lainnya. Apakah sumber data yang satu sesuai dengan data yang lainnya, hal ini dilakukan untuk meningkatkan validitas data.2. Sajian Data

Sajian data adalah suatu informasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Dengan melihat sajian data penulis dapat lebih memahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data diperoleh dari hasil interpretasi, usaha memahami, dan analisis data secara mendalam terhadap data yang telah direduksi, dikategorisasi, dan check and recheck antara saru sumber data dengan sumber yang lainnya. Sajian data dapat meliputi deskriftif, matriks dan table. Sajian data yang baik dan jelas sistematikanya akan mudah memahami dan mengerti.

3. Penyimpulan Data

Dari hasil pengumpulan data yang telah diperoleh peneliti menemukan berbagai hal-hal penting yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada saat mengolah data peneliti sudah mendapat kesimpulan sementara, kesimpulan sementara yang masih berdasarkan data akan dipahami dan dikomentari oleh peneliti yang pada akhirnya akan mendeskripsikan atau menarik suatu kesimpulan akhir dari hasil penelitian yang telah diperoleh. Penelitian berakhir ketika peneliti sudah merasa bahwa data sudah jenuh dan setiap penambahan data baru hanya berarti ketumpang tindihanBAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANA. Sejarah Kabupaten Sidenreng RappangSebelum ditetapkan menjadi sebuah Kabupaten, Sidenreng Rappang atau yang lebih akrab disingkat SIDRAP, memiliki sejarah panjang sebagai kerajaan Bugis yang cukup disegani di Sulawesi Selatan sejak abad XIV, disamping kerajaan Luwu, Bone, Gowa, Soppeng, dan Wajo. Berbagai literatur yang ada menyebutkan, eksitensi kerajaan ini turut memberi warna dalam percaturan ekonomi dan politik kerajaan lainnya di Sulawesi Selatan. Sidenreng merupakan salah satu dari sedikit kerajaan yang tercatat dalam Kitab La Galigo yang amat melegenda. Sementara masa La Galigo, menurut Christian Pelras yang menulis buku Manusia Bugis, berlangsung pada periode abad ke 11 dan 13 Masehi. Ini berarti Sidenreng merupakan salah satu Kerajaan Kuno atau pertama di Sulawesi Selatan.

Dalam literatur lain, Rappang disebutkan sebagai kerajaan yang menguasai Daerah Hilir Sungai Saddang di abad 15 M. Bersama dengan Sidenreng, Sawitto, Alitta, Suppa, dan Bacukiki, mereka membentuk persekutuan AjaTappareng (wilayah barat danau) untuk membendung dominasi Luwu. Persekutuan itu kemudian diikatkan dalam perkawinan antar keluarga raja-raja mereka.

Dalam perjalanannya, Kerajaan Sidenreng dan Rappang mengalami pasang surut pemerintahan, hingga pada Tahun 1906 kedua kerajaan yang ketika itu diperintah La Sadapotto, Addatuang Sidenreng XII sekaligus Arung Rappang XX, akhirnya dipaksa tunduk kepada Kolonial Belanda setelah melalui perlawanan yang sengit. Wilayah Kedua Kerajaan ini kemudian berstatus Distrik dalam Wilayah Onderafdeling Parepare.Selanjutnya pada Tahun 1917 kedua wilayah tersebut digabung menjadi satu, sebagai bagian dari wilayah pemerintahan Afdeling Parepare yang meliputi :

1. Onderafdeling Sidenreng Rappang2. Onderafdeling Pinrang3. Onderafdeling Parepare4. Onderafdeling Enrekang; dan

5. Onderafdeling Barru.

Onderafdeling Sidenreng Rappang di bawah pemerintahan Controleur yang berkedudukan di Rappang, dengan membawahi Wilayah Administrasi Daerah adat yang disebut Regen. Keadaan ini berlangsung hingga masa pendudukan Pemerintahan Jepang yang pada masa itu berada dibawah pengawasan Bunken Kanrikan.Seiring Fajar Kemerdekaan yang menyingsing pada 17 Agustus 1945, gelora semangat persatuan Indonesia tak terbendung lagi. Maka dengan dukungan penuh seluruh masyarakat, Sidenreng Rappang menyatakan diri sebagai bagian dari negera kesatuan Republik Indonesia. Ketika Parepare menjadi Daerah Swatanra Tingkat II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1952, Sidenreng Rappang menjadi kewedanan yang di dalamnya terdapat Swapraja Sidenreng dan Swapraja Rappang yang berotonomi sebagai lembaga pemerintahan adat berdasarkan Staatblat 1938 Nomor 529.Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi, Kewedanan Sidenreng Rappang yang meliputi Swapraja Sidenreng dan Swapraja Rappang dibentuk menjadi Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang dengan pusat pemerintahannya berkedudukan di Pangkajene Sidenreng yang meliputi 7 (tujuh) wilayah kecamatan masing-masing :

1. Kecamatan Dua Pitue;

2. Kecamatan Maritengngae;

3. Kecamatan Panca Lautang;

4. Kecamatan Tellu Limpoe;

5. Kecamatan Watang Pulu;

6. Kecamatan Panca Rijang; dan

7. Kecamatan Baranti.

Seiring dengan itu pula, terbit pula Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor U.P.7/73-374 tanggal 28 Januari 1960 yang menetapkan Andi Sapada Mappangile sebagai Bupati Kepala Daerah Tingkat II Sidenreng Rappang yang Pertama. Pada 18 Peberuari 1960, Andi Sapada Mappangile kemudian dilantik sebagai Bupati oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan. Atas dasar pelantikan Bupati tersebut , maka ditetapkan tanggal 18 Pebruari 1960 sebagai hari jadi daerah Kabupaten Sidenreng Rappang yang diperingati setiap tahunnya. Sejak itu berakhir sudah Pemerintahan Feodal Para Bangsawan To Manurung yang telah berlangsung berabad-abad. Namun, yang jauh lebih penting adalah tumbuhnya rasa kebangsaan sebagai warga negara Indonesia yang memiliki persamaan hak dan derajat.

B. Topografi Kabupaten Sidenreng RappangSecara geografis, Kabupaten yang beribukota Pangkajene ini terletak di sebelah Utara Kota Makassar, tepatnya di antara titik koordinat : 3, 430 sampai dengan 4, 090 Lintang Selatan, dan 119, 410 sampai dengan 120, 100 Bujur Timur. Sementara Posisi Wilayah Kabupaten Sidenreng Rappang berbatasan dengan langsung dengan:

Sebelah Utara

: Kabupaten Pinrang dan Enrekang;

Sebelah Timur

: Kabupaten Luwu dan Wajo;

Sebelah Selatan

: Kabupaten Barru dan Soppeng; dan

Sebelah Barat

: Kabupaten Pinrang dan Kota Parepare.

Sidrap pada sekarang dikenal sebagai Lumbung Beras Nasional. Selain itu, kabupaten ini juga dikenal memiliki populasi unggas terbesar di Kawasan Timur Indonesia. Saat ini tercatat sebanyak dua juta ekor lebih Unggas yang dikembangbiakkan di Sidenreng Rappang atau yang biasa juga disingkat SIDRAP adalah Daerah yang berlokasi di Propinsi Sulawesi Selatan, sekitar 185 km ke arah Utara Makassar. Luas wilayahnya 2.506,19 km2 atau sekitar 3% dari total luas wilayah Sulawesi Selatan dengan ketinggian antara 10 m 1500 m dari permukaan laut.Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki dua jenis musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan April-September dan musim kemarau terjadi pada bulan Oktober-Maret. Suhu Udara mencapai 250 270 C, dan Altitude mencapai 100 150 m dpl.Peruntukan lahan di SIDRAP didominasi oleh 37.212 ha Sawah Irigasi, 19.162 ha Padang Rumput, dan 15.326 ha Kerkebunan Kelapa. Peruntukan lahan lainnya termasuk Sawah Tanah Kering (8.987 ha), Cokelat (6.765 ha), Buah Kemiri (6.398 ha), Cengkeh (4.064 ha), Kacang Mente (2.304 ha), Lada Hitam (210 ha), Kopi (172 ha), dan Pohon Kapuk (141 ha) (BPS Sidrap 2004). Sidrap dianggap sebagai Produsen Utama Komoditas Pertanian. Kabupaten ini merupakan Produsen/Pengekspor BERAS paling besar, juga Pengekspor Daging Sapi/Ternak di Sulawesi Selatan. Beras di Ekspor ke Negara-Negara Timur Tengah, sedangkan Daging Sapi/Ternak di Ekspor ke Jakarta dan Kalimantan.Jumlah penduduknya sebanyak kurang lebih 250.000 jiwa dengan kepadatan penduduk 126 jiwa/km2, dan pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 0,25%. Masyarakat SIDRAP sangat Rajin dan Pekerja Keras, serta Berpegang Teguh pada Prinsip Lokal Resopa Temmangingngi Namalomo Naletei Pammase Dewata (Hanya Dengan Kerja Keraslah Rahmat Tuhan Bisa Diperoleh). Kebanyakan keluarga bergantung pada sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian mereka. Kondisi ekonomi makro yang positif mampu menutupi rendahnya kondisi ekonomi sebagian besar masyarakatnya. Data Daerah mengindikasikan bahwa pada tahun 2003 65% Penduduknya mampu Hidup Layak, dan 8% Hidup dibawah Garis Kemiskinan

C. Politik Pemerintahan Kabupaten Sidenreng RappangKabupaten Sidrap dipimpin oleh seorang Bupati sebagai kepala daerah, Sesuai dengan tuntutan perubahan dengan pertimbangan efektifitas pelaksanaan pemerintahan, di era kepemimpinan H. S. Parawansa, S.H. Ketujuh Kecamatan dimekarkan menjadi sebelas sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 10 Tahun 2000 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Kecamatan dan Kelurahan. secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sidrap yang beribukota Pangkajene terdiri dari 11 kecamatan yang terdiri dari 38 kelurahan, 67 desa, 10 desa swadaya, 64 desa swakarsa, dan 30 desa swasembada. Tabel Nama Bupati Kabupaten Sidenreng RappangNamaMasa Jabatan

H. Andi Sapada Mappangile(1960 1966)

H. Arifin Numang(1966 1978)

H. Opu Sidik(1978 1988)

H. M. Yunus Bandu(1988 1993)

Drs. A. Salipolo Palalloi(1993 1998)

H. S. Parawansa, S.H(1998 2003)

H. Andi Ranggong (2003 2008)

H. Rusdi Masse(2008 sekarang)

Sumber BPS Kabupaten Sidenreng RappangTabel Kecamatan Kabupaten Sidenreng RappangKecamatanKelurahanDesa

Panca Lautang37

Tellu LimpoE63

Watang Pulu55

Baranti54

Panca Rijang44

Kulo-6

Maritengngae75

Sidenreng35

Pitu Riawa210

Dua PituE27

Pitu Riase111

Sumber BPS Sidenreng RappangD. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sidenreng RappangDPRD Kabupaten Sidenreng Rappang adalah lembaga perwakilan rakyat yang bertugas menampung segala aspirasi rakyat. Fungsi DPRD ada tiga fungsi pengawasan, fungsi legislasi dan fungsi anggaran, dalam artian DPRD membuat kebijakan dan mengawasi jalannya kebijakan (perda). Ketua DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). adalah Andi Sukri Baharman, SE.

DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki tiga komisi, Komisi I merupakan Bidang Pemerintahan, Komisi II merupakan Bidang Perekonomian dan Keuangan, dan Komisi III merupakan Bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat. DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). juga memiliki tiga Badan yakni: badan musyawarah, badan legislasi daerah, badan anggaran, badan kehormatan.Pimpinan DPRD merupakan bagian dari alat kelengkapan DPRD yang telah dipilih dalam Rapat Paripurna dan ditetapkan dengan keputusan DPRD. Pimpinan DPRD merupakan kesatuan yang bersifat kolektif yang merupakan representasi seluruh anggota DPRD. Pimpinan DPRD terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang wakil ketua (Pasal 37 ayat 1) dan masa jabatannya sama dengan masa keanggotaanya, terhitung sejak tanggal pengucapan janji.Selanjutnya, pada Pasal 41 ayat (1) dijelaskan lebih lanjut mengenai tugas Pimpinan DPRD sebagai berikut :.

a. Memimpin sidang DPRD dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;

b. Menyusun rencana kerja pimpinan dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketuac. Melakukan koordinasi dalam upaya menyinergikan pelaksanaan agenda dan materi kegiatan dari alat kelengkapan DPRD,d. Menjadi juru bicara DPRDe. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD,f. Mewakili DPRD dalam berhubungan dengan lembaga/instansi lainnya,g. Mengadakan konsultasi dengan bupati dan pimpinan lembaga/ intansi lainnya sesuai dengan keputusan DPRDh. Mewakili DPRD di pengadilani. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sangksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganj. Menyusun rencana anggaran DPRD bersama sekertariat DPRD yang pengesahannya dilakukan dengan rapat paripurna: dank. Menyampaikan laporan kinerja pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD yang khusus diadakan untuk itu.Adapun Fraksi sesuai Tata Tertib DPRD Kabupaten Sidrap Nomor 01 Tahun 2010, setiap anggota DPRD wajib menjadi salah satu fraksi :

Sama halnya dengan pimpinan DPRD, Komisi juga merupakan bagian dari alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk pada permulaan masa keanggotaan DPRD. DPRD Kabupaten Sidrap terdapat 3 komisi yang terdiri dari:

a. Komisi I : Bidang Pemerintahan

Yang meliputi bidang bidang hukum, perundang-undangan, pemerintahan, keamanan dan ketertiban umum, kependudukan dan catatan sipil, penerangan dan pres, kepegawaian dan aparatur, pengawasan, perijinan, sosial politik, organisasi masyarakat, kebudayaan, pertanahan, kerja sama internasional dan antar daerah, pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, transmigrasi, aset daerah, dan agama.b. Komisi II : Bidang Perekonomian dan KeuanganYang meliputi bidang-bidang perdagangan, perindustrian, pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengadaan dan ketahanan pangan, logistik, koperasi, usaha kecil dan menengah, keuangan daerah, pendapatan asli daerah, perpajakan, retribusi, perbankan, badan usaha milik daerah, penanaman modal dan dunia usaha,serta perhubungan dan pariwisata.

c. Komisi III : Bidang Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat`Yang meliputi bidan pekerajaan umum, tata ruang, sumber daya air, pertamanan, kebersihan, pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan sosial, sumber daya alam, pertambangan dan energi, perumahan rakyat, lingkungan hidup, kepemudaan dan keolahragaan, keluarga berencana, dan pemberdayaan wanita, ilmu pengetahuan dan teknologi.Sementara itu, adapun tugas dari pada komisi sebagaimana yang dijelaskan pada pasal 49 Tata Tertib DPRD antara lain, yaitu :

a. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan,b. Melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan keputusan DPRD,c. Melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi,d. Membantu pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan oleh bupati dan / atau masyarakat kepada DPRD,e. Menerima, menampung, dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat,f. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerahg. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan pimpinan DPRD,h. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat,i. Mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-masing komisi, danj. Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas komisi.Tugas komisi di bidang pengawasan pasal 49 ayat 4:

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan peraturan daerah, termasuk APBN, APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota serta peraturan pelaksanaan yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya,b. Membahas dan menindak lanjuti hasil pemeriksaan BPK dan BPKP yang berkaitan dengan ruang lingkup tugasnya,c. Melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah,d. Menyiapkan masukan tentang bahan-bahan temuan kepada pansus LKPJ-KDH untuk dipertimbangkan sebagai bahan masukan dalam penyusunana dan catatan rekomendasi DPRD terhadap LKPJ-KDH tahun anggaran sebelumnya.Badan musyawarah mempunyai tugas:

a. Menetapkan agenda DPRD untuk 1 (satu) tahun sidang, 1 (satu) masa persidangan, atau sebagian dari suatu masa sidang, perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah, dan jangka waktu penyelesaian rancangan peraturan daerah, dengan tidak mengurangi kewenangan rapat paripurna untuk mengubahnya,b. Memberikan pendapat kepada pimpinan DPRD dalam menentuka garis kebijakan yang menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD,

c. Meminta atau/ memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPRD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai pelaksanaan tugas masing-masing,

d. Menentapkan jadwal acara rapat DPRD,

e. Memberi saran/pendapat untuk memperlancar kegiatan,

f. Merekomendasikan panitia khusus dan,

g. Melaksanakan tugas lain yang diserahkan oleh rapat paripurna kepada badan musyawarah.

Badan Legislasi Daerah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap, dibentuk dalam rapat paripurna DPRD,memiliki tugas:

a. Menginterventaris seluruh perda yang ada untuk dibuat klasifikasinya kedalam tiga kelompok:

1. Perda yang sudah tidak berfungsi sebagai instrumen hukum untuk perda semacam ini diusulkan dan diganti dengan perda yang baru.

2. Perda yang sebagian materinya sudah tidak sesuai dengan kondisi sosiologis masyarakat atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perda kategori ini perlu diubah atau diganti.

3. Perda yang berlaku secara efektif.

b. Menyusun rancangan program legislasi daerah yang termuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD.

c. Koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan pemerintah daerah,

d. Menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang ditetapkan.e. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan daerah yang diajukan anggota,komisi dan atau/ gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan kepada pimpinan DPRD,

f. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota komisi dan /atau gabungan komisi, diluar prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah,

g. Mengikuti perkembangan dan melaukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi dan /atau panitia khusus.

h. Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas rancangan peraturan daerah yang ditugaskan oleh badan musyawarah

i. Membuat laporan kinerja pada masa akhir keanggotaan DPRD baik yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan oleh badan legislasi pada masa keanggotaan berikutnya.

Badan Angaran memilik tugas;

a. Memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada bupati dalam mempersiapkan rancangan APBD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkan APBD,

b. Melakukan konsultasi yang dapat diwakili oleh anggotanya kepada komisi terkait untuk memperoleh masukan dalam rangka pembahasan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara,

c. Memberikan saran dan pendapat kepada bupati dalam mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan daerah terntang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD,

d. Melakukan penyempurnaan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan daerah tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD berdasarkan hasil evaluasi gubernur bersama tim anggaran pemerintah daerah,

e. Melakukan pembahasan bersama tim anggaran pemerintah daerah terhadap rancangan kebijakan umum APBD, serta

f. Memberikan saran kepada pimpinan DPRD dalam penyusunan anggaran DPRD.

1. Badan kehormatan mempunyai tugas; a. Memantau dan mengevaluasi disiplin dan/atau peraturan tata terib DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra dan kredibilitas DPRD,b. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap peraturan tata tertib dan/atau kode etik DPRD,

c. Melakukan penyelidikan, verifikasi, danm klarifikasi atas pengaduan pimpinan DPRD,anggota DPRD, dan/atau masyarakat, dan

d. Melaporkan keputusan badan kehormatan atas hasil penyelidikan, verifikasi,dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada rapat paripurna DPRD.

2. Dalam melaksanakan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan kehormatan dapat meminta bantuan dari ahli independen.

Konsultasi antara DPRD dengan pemerintah daerah dilaksanakan dalam bentuk pertemuan antara pimpinan DPRD dengan bupati.

a. Pembicaraan awal mengenai muatan materi rancangan peraturan daerah dan/ atau rancangan kebijakan umum anggaran (KUA) serta prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) dalam rangka penyusunan rancangan APBD,

b. Pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan/kesepakatan bersama DPRD dan pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan: atau

c. Permintaan penjelasan mengenai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh bupati.Pimpinan DPRD didampingi oleh pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi konsultasi dan bupati didampingi oleh pimpinan perangkat daerah yang terkait. Penerimaan pengaduan dan /atau aspirasi yang disampaikan langsung oleh masyarakat, baik secara perseorangan maupun kelompok, diterima oleh pimpinan DPRD dan/atau alat kelengkapan terkait. Pada pasal 143 dikatakan:1. Pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPR, anggota DPRD atau fraksi DPRD menerima, menampung, menyerap, dan menindaklanjuti pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat yang disampaikan secara langsung atau tertulis tentang permasalahan, sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang DPRD,

2. Pengaduan dan/ atau aspirasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan proses administrasi oleh sekretariat DPRD dan diteruskan oleh sekretariat DPRD dan diteruskan kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD atau fraksi di DPRD,

3. Pimpinan DPRD kelengkapan DPRD yang terkait, anggota DPRD atau fraksi di DPRD dapat menindak lanjuti pengaduan dan/ atau aspirasi sesuai kewenangannya.

4. Anggota DPRD dapat menindaklanjuti pengaduan dan/ atau aspirasi kepada pimpinan DPRD, alat kelengkapan DPRD yang terkait atau fraksinya,

5. Dalam hal diperlukan, pengaduan dan/atau aspiarsi masyarakat dapat ditindaklajuti dengan:

a. Rapat dengar pendapat umum

b. Rapat dengar pendapat

c. Kunjungan kerja dan pemantauan lapangan:atau.

d. Rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra kerjanya

Tata cara penerimaan dan tindak lanjut pengaduan dan/atau aspirasi masyarakat diatur oleh sekertaris DPRD dengan persetujuan pimpinan DPRD.

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pengawasan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) TerhadapPerda No 13 Tahun 2008 tentang Retribusi PasarPengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah merupakan salah satu ruang lingkup dari fungsi pengawasan yang melekat pada DPRD. Bagi DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). Periode 2004-2009, dasar hukum yang menyebutkan tentang fungsi pengawasan DPRD termuat dalam Keputusan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Tertib DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang, pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, serta pada ayat (4) disebutkan bahwa fungsi pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD.

Fungsi DPRD dalam bidang pengawasan merupakan tindak lanjut dari fungsi-fungsi yang diperankan DPRD sebelumnya yaitu fungsi legislasi dan fungsi anggaran, karena obyek-obyek yang diawasi DPRD kebanyakan merupakan kebijakan-kebijakan maupun program-program hasil dari fungsi legislasi maupun anggaran, oleh karena itu fungsi pengawasan merupakan sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan fungsi-fungsi lainnya.

Dalam sebuah wawancara dengan Hamka, SP : memberikan komentarnya mengenai Fungsi Pengawasan ini, dimana beliau mengatakan sebagai berikut : DPRD memiliki tiga fungsi pokok yaitu pengawasan, legislasi, dan anggaran, dalam fungsi pengawasan kami melakukan pengawasan perda yang telah kami buat.

Dari wawancara di atas, secara tidak langsung memberikan penjelasan bahwa pengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan Perda yang telah dilahirkan, baik itu berasal dari inisiatif DPRD sendiri maupun yang berasal dari inisiatif eksekutif pada dasarnya pengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah sebagai salah satu ruang lingkup dari fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD, dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas dari perda-perda yang telah dilahirkan DPRD di lapangan. Sejatinya fungsi pengawasan DPRD secara keseluruhan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi di daerah, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, serta mengembangkan mekanisme check and balances antara DPRD dan Pemerintah daerah sebagai sesama unsur penyelenggaran pemerintahan daerah demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Dalam sebuah wawancara dengan Sekertaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidrap yaitu Andi Fachry A. B. S.Pi memberikan penjelasan tentang pentingnya fungsi pengawasan DPRD terhadap Peraturan daerah, dimana beliau mengatakan :

kami juga mengawasi aparatur pelaksanan Perda baik itu Bupati maupun SKPD, apakah mereka benar-benar telah melaksanakan dengan sebaik-baiknya perda yang telah ditetapkan. Bila terdapat penyimpangan, maka tentunya kami akan menindak lanjuti berdasarkan temuan-temuan

Berdasarkan hasil wawancara sebagaimana yang dipaparkan diatas, dapat diketahui maksud, tujuan dan manfaat dari fungsi pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang khususnya pengawasannya terhadap Peraturan daerah antara lain sebagai berikut :

a. Menjamin agar pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak bertentangan dengan aturan atau perda yang telah dibuat;

b. Mencegah terjadinya tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai pelaksana dari Perda;

c. Mengetahui efektifitas dari Perda yang telah dihasilkan DPRD, baik itu Perda yang berasal dari inisiatif DPRD sendiri maupun yang berasal dari Bupati, sehingga bisa dilakukan tindakan penyempurnaan atas Perda tersebut bila ternyata dalam implementasinya berjalan kurang efektif.

Dari sekian alat kelengkapan yang ada, khususnya di DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang Komisi merupakan alat kelengkapan yang sering melakukan pengawasan termasuk pengawasan terhadap Peraturan daerah. Hal ini dikarenakan Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang sifatnya teknis, artinya komisi merupakan perpanjangan tangan dari DPRD dan lebih intensif melakukan pengawasan terhadap Peraturan daerah maupun kebijakan dan program lainnya yang dilahirkan DPRD. Oleh karena itu, setiap komisi akan melakukan pengawasan terhadap Peraturan daerah yang berada pada ranah tugas dan wewenang bidang masing-masing. Komisi 1 akan melakukan pengawasan di bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik. Komisi II melakukan pengawasan di bidang Ekonomi Keuangan. Komisi III melakukan pengawasan di bidang Pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Satu tugas komisi adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, dan APBD sesuai dengan ruang lingkup tugas komisi seperti juga dikatakan Sekertaris Komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap). yaitu Andi Fachry A. B. S.Pi :Komisi merupakan bagian utama DPRD, komisi bersentuhan dengan masyarakat dan bekerja sesuai bidang yang ditetapkan, komisi lebih banyak melaksanakan fungsi pengawasan

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam hal pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang terhadap Peraturan daerah, terdapat dua aspek yang termuat di dalamnya, aspek pertama adalah DPRD mengawasi keefektifan dari pada Perda itu sendiri sebagai sebuah kebijakan maupun sebagai produk hukum yang bersifat pengaturan yang telah dihasilkan, dan aspek yang kedua adalah DPRD mengawasi lembaga/instansi yang terkait atas suatu Peraturan daerah. Oleh karena itu tindak lanjut hasil pengawasan yang dilakukan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang akan berujung pada ke dua aspek tesebut dimana dapat berupa perbaikan regulasi yang ada maupun penyempurnaan kebijakan yang telah di hasilkan dan pencegahan tindakan penyelewengan atau penyalahgunaan yang dilakukan oleh aparatur pelaksana Peraturan daerah tersebut bahkan dapat berujung pada penyelesain ke proses hukum bila terbukti melakukan tindakan penyelewengan ataupun penyalahgunaan atas Peraturan daerah tersebut. Seperti yang diungkapkan H. Zainuddin Sadide selaku anggota komisi II DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang:Jika ada aspirasi dari masyarakat kami akan menampungnya, karena kami lembaga perwakilan rakyat, selama kami bisa selesaikan langsung maka kami langsung selesaikan dengan kunjungan lapangan, namun tetap akan kami tindaklanjuti demi perbaikan perda yang sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari wawancara-wawancara dan studi pustaka yang dilakukan selama proses penelitian, temuan-temuan maupun indikasi-indikasi penyelewengan maupun penyalahgunaan yang dilakukan aparatur pelaksana atas sebuah Peraturan daerah, yang ditemukan oleh komisi sebagai alat kelengkapan DPRD yang intens melakukan pengawasan dari kegiatan pengawasan yang dilakukan baik yang berupa kunjungan kerja atau kunjungan lapangan, sidak, dengar pendapat, rapat koordinasi dan rapat konsultasi bersama instansi pemerintah yang ada di Kabupaten Sidenreng Rappang, kemudian akan ditindak lanjuti dengan menyampaikan hasil temuan kepada Pimpinan DPRD yang disertai dengan rekomendasi-rekomendasi komisi. Rekomendasi komisi ini lahir dari rapat yang dilakukan komisi maupun rapat antar komisi bila permasalahan yang dihadapi melibatkan dua komisi atau lebih. Selanjutnya, Pimpinan DPRD menyampaikan undangan kepada alat-alat kelengkapan DPRD yang ada untuk mengadakan rapat paripurna guna membahas rekomendasi yang telah disampaikan oleh komisi maupun gabungan komisi sebelumnya. Ditolak atau diterimanya rekomendasi-rekomendasi yang telah disampaikan oleh komisi atas temuan-temuan hasil pengawasan yang diperoleh dilapangan, tergantung pada fraksi melalui pandangan akhir fraksi, karena pandangan akhir fraksi yang menentukan disetujui atau tidaknya rekomendasi tersebut, bila sebagian besar fraksi menolak rekomendasi tersebut maka rekomendasi tersebut batal, sebaliknya bila rekomendasi tersebut diterima, maka melalui rapat paripurna ini akan dihasilkan Keputusan DPRD untuk menindak lanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh komisi maupun gabungan komisi sebelumnya. Keputusan DPRD dapat berupa perbaikan terhadap Peraturan daerah, maupun dapat berupa sikap, saran, teguran, masukan dan rekomendasi yang harus mendapat perhatian dan dilaksanakan lebih lanjut oleh pemerintah daerah.1. Preliminary ControlPreliminary Control merupakan pengawasan awal anggota DPRD pada saat pembahasan anggaran. Dalam pengawasan pendahuluan ini anggota DPRD sangat diharapkan perannya dalam meneliti setiap usulan khususnya anggaran dari penyedia layanan masyarakat menyangkut tentang perda retribusi pasar ini diharapkan DPRD Kabupaten Sidenreng Rappang lebih melihat kesesuai