HASIL PENELITIAN SKRIPSI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

xxx

Citation preview

A. LATAR BELAKANG MASALAHPerkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan bermasyarakat.Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1 pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan pengertian perkawinan menurut Islam dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang hukum perkawinan pasal 2, pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.Pada dasarnya perkawinan itu bertujuan untuk selama-lamanya namun adakalanya ada sebab-sebab tertentu yang mengakibatkan perkawinan tidak dapat diteruskan jadi harus diputuskan ditengah jalan atau terpaksa terputus dengan sendirinya atau dengan kata lain terjadinya perceraian antara suami isteri. Perceraian terjadi apabila kedua belah pihak, baik suami maupun isteri sudah sama-sama merasa ketidak cocokan dalam menjalin rumah tangga. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian secara khusus. Namun dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa, perceraian dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yang telah ditentukan. Perceraian dalam istilah ilmu fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti membuka ikatan atau membatalkan perjanjian.Perceraian membawa akibat hukum terputusnya perkawinan. Persoalan yang akan timbul setelah terjadinya perceraian cukup banyak diantaranya adalah apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak, maka perceraian juga membawa akibat hukum terhadap si anak, yaitu orang tua tidak dapat mengasuh anak secara bersama-sama, dalam hal ini hak asuh anak diserahkan kepada salah satu orang tuannya. Dalam sebuah lembaga perkawinan telah ditentukan bahwa anak-anak adalah menjadi tanggung jawab suami dan isteri sebagai bapak dan ibu dari anak-anak hingga dewasa. Ketentuan peraturan Perundang-undangan telah memberikan hak asuh anak dibawah umur (mumayyiz) kepada ibunya, akan tetapi dalam hal anak yang sudah mumayyiz bisa memilih untuk ikut ayah atau ibunya, maka akan diberikan kesempatan untuk memelih sendiri. Hak asuh anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya. Hak asuh dalam hal ini meliputi berbagai hal, yaitu masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak. Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak secara rinci mengatur masalah hak asuh anak karena tugas dalam mengasuh seorang anak, berada dalam tanggung jawab suami yang merupakan bapak bagi anak-anaknya. Dalam konsep Islam tanggung jawab ekonomi berada di pundak suami sebagai kepala keluarga tetapi tidak menutup kemungkinan isteri dapat membantu suami dalam menaggung kewajiban ekonomi tersebut. Hal yang terpenting dalam hak asuh anak adalah adanya kerja sama dan rasa saling tolong menolong antara suami dan istri dalam mengasuh anak dan mengantarkannya hingga anak itu menjadi dewasa.Berdasarkan pra penelitian beberapa kasus yang terjadi di Kota Kupang menunjukan bahwa tingkat perceraian mencapai angka 50%, khususnya dalam wilayah hukum pada Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang. Dalam kasus perceraian tersebut sehubungan dengan hak asuh anak dibawah umur sering kali menjadi persoalan oleh kedua orang tuanya untuk mengasuh anak yang menjadi korban dari perceraian.Dalam konteks kehidupan modern dalam semua aspek kehidupan manusia, hak asuh anak perlu dipahami secara lebih luas dan meyeluruh. Hal ini dimaksudkan agar orang tua tidak hanya memperioritaskan pada terpenuhinya kewajiban materiil akan tetapi lebih dari itu kebutuhan mereka akan cinta dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.Berdasarkan hal-hal yang telah disampaikan diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti akibat perceraian khususnya cerai gugat bagi anak dengan judul Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Cerai Gugat Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Kelas 1B KupangB. RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka dapat dikemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana implementasi hak asuh anak di bawah umur akibat cerai gugat berdasarkan putusan Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang?C. METODE PENELITIAN1. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang.2. Spesifikasi Penelitiana. Penelitian empiris, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari lapangan dengan cara wawancara atau interview langsung terhadap responden penelitianb. Penelitian normatif, yaitu penelitian yang datanya diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.3. Jenis dan Sumber Dataa. Data Primer, yakni data yang diperoleh dari lapangan dengan teknik wawancara atau interview berdasarkan pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti baik secara tertulis maupun secara lisanb. Data Sekunder, yakni data yang diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang ditelitic. Data tersier, yakni data yang diperoleh dari dokumen-dokumen.4. Aspek-aspek Yang ditelitia. Syarat-syarat dan prosedur hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugatb. Implementasi putusan terhadap hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugatc. Hambatan dalam hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat5. Populasi, Sampel dan Respondena. PopulasiYang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pasangan cerai gugat yang diputuskan di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang dalam kurun waktu tiga (2) tahun terakhir dengan pertimbangan bahwa terdapat kasus cerai gugat, yang dimana pada kasus tersebut diajukan juga gugatan untuk hak asuh anak.b. SampelSampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik penarikan sampel jenuh dengan pertimbangan semua responden mendapatkan kesempatan yang sama.c. RespondenYang menjadi Responden dari penelitian ini, adalah:Hakim yang menangani perkara perceraian: 3 orangPanitera di Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang: 1 orangPenggugat: 3 orangTergugat: 3 orangJumlah : 10 orang6. Teknik Pengumpulan DataData Primer dilakukan dengan cara:a. Teknik wawancara atau interview, yaitu mengajukan pertanyaan secara langsung kepada respondenb. Studi pustaka, yaitu mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.Data Sekunder dilakukan dengan cara:a. Studi kepustakaan, yaitu dengan menulusuri dan mengkaji berbagai peraturan Perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitianb. Studi dokumen, yaitu dengan mencari, menemukan dan mengkaji berbagai dokumen seperti putusan Pengadilan Agama yang berhubungan dengan permasalahan penelitian7. Pengolahan dan Analisis Dataa. Pengolahan Data dilakukan dengan cara:1. Editing, yaitu meneliti kembali hasil penelitian sehingga mendapat data yang jelas dan lengkap2. Coding, yaitu menyusun secara sistematis semua data yang diperoleh dari lapangan3. Tabulasi, yaitu data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.b. Analisis Data dilakukan dengan cara:Data yang diperoleh akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabulasi, kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANA. Gambaran Singkat Pengadilan Agama Kelas 1B Kupanga) Sejarah Pengadilan Agama Kelas 1B KupangSejarah Peradilan Agama Kelas 1B Kupang tidak terlepas dari sejarah Peradilan Nasional Indonesia umumnya dan terlebih khusus sejarah Peradilan Agama di Indonesia. Kita ketahui bahwa, sistim Peradilan di Indonesia didasarkan pada Amanat Undang-undang Dasar 1945, bahwa berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen ke empat yang termuat dalam Pasal 24 ayat (2) mengamanatkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.Implementasi dari amanat Undang-undang 1945 tersebut, maka khusus untuk Peradilan Agama di Indonesia dalam sejarah perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan regulasi dan yang terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, bahwa untuk memenuhi pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan khususnya masyarakat muslim maka disetiap daerah dibentuklah Pengadilan Agama tidak terkecuali Kota Kupang.Dari penelitian yang penulis lakukan diperoleh catatan bahwa Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang didirikan berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1960, pada tanggal 14 Nopember 1960 Tentang Pembentukan Lembaga Mahkamah Syariah Kupang, yang secara de facto baru beroperasi pada tahun 1964. Pengadilan Agama yang sebelumnya bernama Mahkamah Syariah ini awal berdirinya berkantor sementara pada Kantor Urusan Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur, sekarang Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di Kelurahan Fontein Kota Kupang.Ketika tahun 1968 Kantor Urusan Agama Provinsi NTT (sekarang Kanwil Kementrian Agama) berpindah alamat di jalan raya El-Tari Kupang, maka secara bersamaan Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang ikut berpindah alamat karena pada saat itu Pengadilan Agama belum memeliki gedung sendiri, dan baru pada tahun 1975 Pengadilan Agama mendirikan gedung kantor sendiri diatas tanah milik Kantor Wilayah Kementrian Agama Nusa Tenggara Timur bertempat di jalan raya El-Tari-Kupang.Pada awalnya Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang dibawah wilayah Yuridiksi Hukum Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syariah Surabaya dengan wilayah hukum meliputi Indonesia Timur, kemudian dengan dibentuknya Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syariah Ujung Pandang maka seluruh Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah wilayah Timur masuk pada wilayah yuridiksi hukum Pengadilan Tinggi Agama atau Mahkamah Syariah Ujung Pandang. Kemudian pada tahun 1982 Pengadilan Agama Kupang masuk dalam wilayah yuridiksi hukum Pengadilan Tinggi Agama Mataram berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 1982 tanggal 28 Oktober 1982 Tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Mataram yang membawahi Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Timor-Timur. Selanjutnya pada tanggak 24 Nopember 1995 Pengadilan Agama Kupang berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1995 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1995 dan penjelasannya yang dimuat dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 35 Tahun 1995 Tentang Pembentukan 4 (empat) Pengadilan Tinggi Agama masing-masing Bengkulu, Palu, Kendari dan Kupang, maka Pengadilan Agama Kupang masuk dalam yuridiksi Pengadilan Tinggi Agama Kupang bersama dengan seluruh Pengadilan Agama yang tersebar di seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur.Pengadilan Agama atau Mahkamah Syariah Kupang sejak berdirinya pada tahun 1964 telah berganti kepemimpinan sebanyak 12 (dua belas) kali yang mana ketua dan masa baktinya adalah sebagai berikut:1. Hamzah bin Isak,Periode Tahun 1964-19722. S.M.Al Habsi,Periode Tahun1972-19833. Drs. Nurdin Abubakar, S.H,Periode Tahun 1983-19894. Drs. Rahmat Wibawa, SH., MH, Periode Tahun 1989-19935. Drs. Aksin Abdul Hamid,Periode Tahun 1993-19976. Drs. Tahrir Adnan, Periode Tahun 1997-20017. Drs. H. Bisri Mustaqim, MH, Periode Tahun 2001-20038. Drs. H. Achmad Hanifah, Periode Tahun 2003-20059. Drs. Nur Khazim, MH,Periode Tahun 2005-200810. H. Sarwohadi, SH., MH,Periode Tahun 2008-2010 11. Drs. H. Syaiful Heja, MH,Periode Tahun 2010-201212. Drs. Muhamad Camuda, MH, PeriodeTahun2012sampai sekarang.Sumber: Data Tersierb) Tugas Pokok Pengadilan AgamaPengadilan Agama merupakan lembaga peradilan tingkat pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara- perkara di tingkat pertama antara orang- orang yang beragama islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta waqaf, zakat, infaq dan sedekah serta ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009.

c) KETUAPANITERA/SEKRETARISHAKIMWAKIL KETUAWAKIL PANITERAWAKIL SEKRETARISPANMUD PEMOHONPANMUD GUGATANPANMUD HUKUMKASUBAG KEPEGAWAIANKASUBAG KEUANGANKASUBAG UMUMKELOMPOK FUNGSIONAL PANITERA PENGGANTIKELOMPOK FUNGSIONAL JURU SITAStrukrur Organisasi Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang

Sumber: Data Tersierd) Uraian Tugas Pengadilan Agama Kelas 1B KupangPada dasarnya setiap organisasi harus mempunyai uraian tugas yang jelas dan dipahami oleh setiap unit kerja masing-masing. Berikut akan diuraikan tugas dari masing-masing unit kerja pada Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, yaitu sebagai berikut:1. HakimMencatat dan meneliti berkas perkara yang diterima, menentukan hari sidang, menyidangkan perkara, membuat keputusan atau penetapan, mengevaluasi dan menyelesaikan perkara yang ditangani serta melaksanakan tugas khusus dan melaporkan pelaksanaan tugas Kepada Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang2. KetuaMerencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi Peradilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung serta peraturan perundang-undangan yang berlaku3. Wakil KetuaMewakili Ketua Pengadilan Agama dalam hal: merencanakan dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi Peradilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis Direktorat Jendral Badan Peradilan Agama (BADILAG) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku4. Penitera/ SekretarisMerencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan administrasi umum di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan teknis Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku5. Wakil PaniteraMewakili Panitera dalam hal merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis di bidang administrasi perkara dan peradilan di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku6. Panitera Muda PemohonMerencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteran pemohon, melakukan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang ada ada hubungannya dengan perkara perdata di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peratiran perundang-undangan yang berlaku7. Panitera Muda GugatanMerencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan gugatan, melakukan administrasi perkara, mempersiapkan persidangan perkara, menyimpan berkas perkara yang masih berjalan dan urusan lain yang berhubungan dengan gugatan di lingkungan pengadilan agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku8. Panitera Muda HukumMerencanakan dan melaksanakan urusan kepaniteraan hukum, mengumpulkan, mengolah dan mengkaji data, menyajikan statistik perkara, menyimpan arsip berkas perkara yang masih berlaku, melakukan administrasi pembinaan hukum agama dan tugas lain di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku9. Wakil SekretarisMewakili Sekretaris dalam merencanakan dan melaksanakan pemberian pelayanan teknis di bidang administrasi umum di lingkungan Pengadilan Agama Kelas 1 B Kupang serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijaksanaan teknis Ketua Pengadilan Agama Krui berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku10. Kepala Sub Bagian KepegawaianMerencanakan dan melaksanakan pengurus kepegawaian di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku11. Kepala Sub Bagian KeuanganMerencanakan dan melaksanakan pengurusan keuangan di lingkungan Pengadilan Agama kecuali mengenai pengelolaan biaya perkara serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku12. Kepala Sub Bagian UmumMerencanakan dan melaksanakan pengurusan surat menyurat, perlengkapan rumah tangga dan perpustakaan di lingkungan Pengadilan Agama serta mengawasi, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada atasan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

13. Kelompok Fungsional Panitera PenggugatPanitera Pengganti secara administratif bertanggung jawab kepada panitera dan secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Majelis Hakim14. Kelompok Fungsional Juru SitaJurusita Pengadilan Agama mempunyai tugas sebagai berikut :a. Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua majelis sidang;b. Melakukan pemanggilan, pemberitahuan putusan Pengadilan Agama, putusan banding, kasasi dan peninjauan kembali menurut cara-cara berdasarkan ketentuan undang-undang;c. Menyampaikan akta permohonan banding, memori banding dan kontra memori banding;d. Menyampaikan akta pernyataan permohonan kasasi, memori kasasi dan kontra memori kasasi;e. Melakukan pemberitahuan pernyataan peninjauan kembali dan pemberitahuan jawaban atas permohonan peninjauan kembali;f. Melakukan pemberitahuan pemeriksaan berkas banding, kasasi dan peninjauan kembali;g. Menyampaikan pengumuman, teguran dan pemberitahuan putusan/ penetapan pengadilan menurut cara yang telah ditentukan oleh undang-undang;h. Melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan Agama dan membuat berita acara penyitaan, yang salinan resminya disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.Sumber: Data Tersier

B. Syarat-Syarat Dan Prosedur Hak Asuh Anaka) Syarat-syarat Hak Asuh AnakMelaksanakan tugas hadhanah bukanlah suatu tugas yang mudah karena bukan saja memelihara dengan memenuhi kebutuhan jasmani anak saja akan tetapi pendidikan atau moral anakpun menjadi tanggung jawab pelaksana hadhanah itu sendiri. Karena itu tidak sembarangan orang yang dapat melaksanakan hadhanah. Adapun kriteria atau syarat-syarat ini tidak terpenuhi salah satunya, maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanahnya. Adapun syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:1. Berakal sehatBagi orang yang kurang akal dan gila, keduanya tidak boleh menangani hadhanah karena mereka ini tidak dapat mengurusi dirinya sendiri. Karena itu, ia tidak boleh disertai tugas mengurus orang lain. Sebab orang yang tidak punya apa-apa tentu tidak dapat memberi apa-apa untuk orang lain

2. Sudah dewasaOrang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan3. Mampu mendidikOrang buta, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya tidak boleh menjadi pengasuh untuk mengurus kepentingan anak kecil, juga tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu diurus, bukan orang yang meninggalkan urusan rumahnya sehingga merugikan anak kecil yang diurusnya4. Amanah dan berbudiOrang yang curang tidak aman bagi anak kecil, dan ia tidak dapat dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik. Terlebih lagi, nantinya si anak dapat meniru atau berkelakuan yang tidak baik5. Beragam IslamDiisyaratkan oleh kalangan mazhab syafii dan hanafi. Oleh karena itu bagi orang kafir tidak ada hak untuk mengasuh anak yang muslim, karena ditakutkan akan membahayakan aqidah anak tersebut.b) Prosedur Hak Asuh AnakAdapun prosedur pengajuan Permohonan Hak Asuh Anak adalah sebagai berikut:1. Fotokopi KTP Suami Isteri yang sudah dilegalisir;2. Fotokopi Akta Cerai yang sudah dilegalisir;3. Fotokopi Akta Kelahiran Anak yang sudah dilegalisir;4. Surat Permohonan sebanyak 7 (Tujuh) rangkap; Setelah persyaratan diatas dilengkapi maka pihak yang mengajukan permohonan membayar biaya guna mendapatkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepihak Bank Rakyat Indonesia (BRI), setelah mendapatkan SKUM dan Nomor Resi dari Bank, pemohon membawa Nomor Resi kemeja 1 pengadilan untuk mendapatkan Nomor Register Perkara, setelah sampai kemeja 1 Pengadilan maka petugas pengadilan meneruskan kepada Ketua Pengadilan untuk ditetapkan Penunjukan Majelis Hakim (PMH). Selanjutnya berkasnya dibawah kepanitera untuk menetapkan panitera dan juru sita, kemudian panitera membawa berkasnya ke ketua majelis untuk ditetapkan hari sidang sekaligus dengan perintah kepada juru sita untuk memanggil pihak yang berperkara.C. Implementasi Putusan Terhadap Hak Asuh Anak Akibat Cerai GugatDalam hal perceraian telah ada aturan yang mengatur tentang hak dan kewajiban orangtua dalam mengasuh anak, namun pada kenyataannya aturan itu tidak di indahkan oleh pengunaannya.Menurut M. Yahya Harahap, menjelasakan bahwa: Orang tua yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya yaitu meliputi ketidakbecusan si orang tua itu atau sama sekali tidak mungkin melaksanakannya sama sekali, boleh jadi disebabkan dijatuhi hukum penjara yang memerulukan waktu lama, sakit udzur atau gila dan kepergian dalam suatu jangka waktu yang tidak diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk meliputi, segala tingkah laku yang senonoh sebagai orang pengasuh dan pendidik yang seharusnya memberikan contoh yang baik. Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dengan 2 (dua) Anggota Majelis Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, menjelaskan bahwa, perceraian sudah menjadi hal yang biasa diruang lingkup perkawinan, dari perceraian inilah timbul adanya hak atas pengasuhan anak dibawah umur. Selanjutnya para Hakim juga menegaskan bahwa hak asuh anak diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 105 huruf a dan Pasal 105 huruf b, bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya dan dikatakan pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Hakim juga menambahkan bahwa sebelum dilakukannya putusan perkara, para hakim melakukan mediasi untuk para pihak berdasarkan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Mediasi. (Wawancara dengan Bapak Sutaji dan Bapak Rasyid Muzhar pada tanggal 13 Juli 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)Berdasarkan hasil wawancara yang berkaitan dengan dasar pertimbangan Majelis Hakim memutuskan perkara hak asuh anak dibawah umur dari 3 (tiga) perkara gugatan hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat memperoleh jawaban yang sama yaitu dalam memutuskan perkara hak asuh anak dibawah umur jatuh ke pihak ibu dimana Hakim mempertimbangkan, anak masih dibawah umur sehingga perlu adanya perawatan kasih sayang dari ibunya dan sebagaimana selama perkawinan berlangsung anak dipelihara dan dididik oleh ibu, maka untuk kepentingan anak tersebut Hakim memandang patut jika anak-anak tersebut dibawah penguasaan ibu untuk dipelihara dan di didik sampai anak tersebut menjelang dewasa. (Wawancara dengan Bapak Sutaji dan Bapak Rasyid Muzhar pada tanggal 13 Juli 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)Penulis berpendapat bahwa pada dasarnya hak asuh anak dibawah umur lebih di prioritaskan kepada pihak ibu, disebabkan ibu lebih pendekatan emosional dalam memelihara dan mendidik anak tersebut, seperti menyusui bagi anak yang masih membutuhkan ASI (Air Susu Ibu) dan merawat anak tersebut dengan baik. Akan tetapi, hak asuh anak dibawah umur juga bisa jatuh kepada pihak ayah dengan pertimbangan-pertimbangan Hakim yang lebih mendasar, misalnya seperti ibu merupakan seorang pemboros, ibu tidak memperdulikan kesehatan jasmani dan rohani anak dan lain sebagainya.Adapun hal yang dapat mempertimbangkan bahwa hak asuh anak dibawah umur dapat jatuh ke pihak ayah dengan alasan, jika kedua orang tua sama-sama bekerja, maka hak asuh anak lebih baik jatuh kepihak ayah karena dengan sibuknya ibu bekerja dan kemungkinan akan menimbulkan pihak ayah merasa tidak perlu memberikan nafkah kepada anak, pihak yang menganggap pihak ibu mampu menafkahi. Jika anak jatuh ke pihak ayah, ayah harus bertanggung jawab untuk menafkaho anaknya dan mendidik anaknya sehingga lebih efektif dalam pemeliharaan anak tersebut. Jika ibu berhubungan dengan tindakan yang melawan hukum seperti melakukan perbuatan kriminal. Contohnya, yaitu narkoba, penipuan, pencurian, pembunuhan dan sebagainya yang mengakibatkan ibu di penjara sehingga tidak dapat mengasuh anak secara baik. Jika ibu diketahui tidak berakal sempurna, sakit sehingga tidak efektif untuk mengasuh anak tersebut. Hal ini akan mempengaruhi jiwa seorang anak, jika orang yang merawatnya memiliki akal yang tidak sempurna sehingga menimbulkan ancaman bagi si anak.Hasil penelitian lanjutan bersama dengan salah satu Panitera Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang, menjelaskan bahwa pada prinsipnya, jika terjadi perceraian antara suami istri, bisa ada mantan suami dan mantan isteri, namun tidak ada mantan anak. Jadi anak tetap milik bapak dan ibu meskipun hidup mereka berpisah, untuk masalah anak ingin mengikuti bapak atau ibu bisa ditanyakan langsung kepada anaknya jika umurnya sudah mencapai 12 tahun. Panitera juga menambahkan bahwa faktor anak masih dibawah umur yang mengharuskan hak asuh anak jatuh kepada ibu karena anak masih sangat membutuhkan kasih sayang serta Air Susu Ibu (ASI) yang hanya diperoleh dari seorang ibu. (Wawancara dengan Bapak Yunus Kapa, S.Hi pada tanggal 24 Agustus 2015 di Kantor Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang)Penulis berpendapat bahwa, dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 41, Pasal 49 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pada Pasal 26 ayat (1), setelah terjadinya perceraian kedua orang tua wajib memelihara, mendidik, merawat, menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan dan mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak anak, serta untuk ayah agar dapat menafkahi anak tersebut hingga dewasa. Selanjutnya aturan-aturan mengenai hak asuh anak tidak hanya dalam ruang lingkup perkawinan namun juga dengan kesejahteraan anak. Hak-hak anak yang akan diperoleh terkait juga dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 13 ayat (1) yang menegaskan bahwa, setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain berhak mendapatkan perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasaan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya. Dengan adanya aturan seperti diatas maka anak akan terlindungi haknya jika kedua orang tua dapat menjalankannya dengan baik dan benar meskipun telah berpisah atau putusnya perkawinan.Disamping itu berdasarkan hasil wawancara dengan 2 (dua) orang responden mengatakan, bahwa setelah terjadinya putusan perceraian dan putusan hak asuh anak dibawah umur yang jatuh kepada ibu, si ibu telah memberikan hak dan kewajiban terhadap anaknya, namun mantan suami tidak pernah berkunjung dan memberikan kebutuhan sandang kepada anaknya seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya. (Wanwancara dengan Ibu HW dan IF pada tanggal 20 Juni 2015)Sedangkan salah seorang responden mengatakan, bahwa setelah terjadinya putusan perceraian dan putusan hak asuh anak dibawah umur yang jatuh kepada ibu, mantan suami masih berkunjung dan memberikan kebutuhan sandang kepada anaknya seperti pakaian, biaya sekolah dan lain sebagainya. (Wawancara dengan Ibu MY pada tanggal 01 Juli 2015)Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis menyimpulkan, bahwa dari 3 (tiga) perkara tentang hak asuh anak dibawah sebagai orang tua mengetahui mengenai pengaturan hukum terhadap hak asuh anak dibawah umur, namun tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Ayah terkesan tidak berani atau melarikan diri dari tanggung jawab terhadap anak yang merupakan tanggung jawab kedua orang tua.Hak asuh anak dibawah umur secara psikologis berhak diasuh oleh ibunya, karena ibu yang lebih mengetahui dan mengerti secara jelas apa yang harus dilakukan dalam memelihara anak yang masih dibawah umur, seperti Air Susu Ibu (ASI) bagi anak yang masih membutuhkan, serta diperlukan sikap kelembutan dari seorang ibu dengan penuh kesabaran dalam menghadapi anak-anak dibawah umur yang masih membutuhkan kasih sayang dari seorang perempuan. Perbedaan cara asuh ibu dan ayah ialah, ayah juga dapat memberikan kasih sayang, memelihara, mendidik, memberikan pendidikan yang terbaik namun sebagian dari ayah di satu sisi memliki sikap yang sangat kaku dalam menghadapi anak dan mengerti bagaimana masuk ke dunia anak yang masih sangat membutuhkan perhatian agar tidak salah didikan sejak dini.D. Hambatan Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Cerai GugatDalam implementasi hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat terdapat beberapa hambatan, yaitu:1. Dari tiga perkara hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat dimana pada saat persidangan terjadi adanya perselisihan terkait persepsi antara suami dan isteri akan dirinya masing-masing. Dimana kedua belah pihak saling menonjolkan kelebihan diri masing-masing tanpa memikirkan kelangsungan perkembanga anak. Anak diposisikan sebagai suatu barang, bahkan sebagai simbol atas kemenangan satu pihak atas pihak lain.2. Dari tiga perkara hak asuh anak dibawah umur akibat cerai gugat terdapat dua perkara dimana kenyataan orang tua yang tidak mendapatkan hak asuh anak tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai orang tua, yang menyebabkan kepentingan anak terabaikan. Sehingga banyak anak yang tidak mendapatkan kasih sayang secara penuh akibat keegoisan dari orang tua itu sendiri yang menimbulkan rasa ketakutan dari anak tersebut terhadap salah satu orang tuanya yang tidak memiliki kuasa secara penuh.3. Perceraian selalu saja merupakan rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin bagi mereka yang terlibat, terutama anak-anak. Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai oleh orang tuanya, hal itu tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak mereka. Reaksi anak akan berbeda-beda terhadap perceraian orang tuanya. Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang berlangsung sebelum terjadi perceraian.

BAB IVPENUTUP

A. KesimpulanSetelah menguraikan bab-babdiatas berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan. Maka sampailah penulis pada bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari pembahasan permasalahan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:1. Pengaturan hukum terhadap hak asuh anak dibawah umur di wilayah hukum Pengadilan Agama Kelas 1B Kupang terdapat ketentuan hukum yang berlaku yaitu Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (a) yang berbunyi: dalam hal perceraian pemeliharaan anak yang belum mummayiz (belum berumur 12 tahun) adalah hak ibunya. Dan Pasal 156 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam berbunyi: akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mummayiz berhak mendapat Hadhanah dari ibunya, kecuali ibunya telah meninggal.Dari rumusan 2 (dua) Pasal Kompilasi Hukum Islam diatas jelas bahwa ketika terjadi perceraian, hukum menghendaki hak asuh anak yang belum mummayiz jatuh ketangan Ibu. Akan tetapi pasal 105 dan 156 Kompilasi Hukum Islam tersebut bersifat tidak mutlak, melainkan hanya hak, yang dibatasi pada pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi: Apabila pemegang Hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah. Sedangkan Undang-undang Tentang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 serta Undang-undang yang berkaitan dengan hak pengasuhan anak dibawah umur, hak asuh anak dibawah umur jatuh ke pihak ibu, namun bapak tetap mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam memelihara, mendidik anak-anak mereka hingga dewasa. Namun hal ini tidak diterapkan oleh salah satu orang tua yang tidak memiliki hak asuh penuh atas anaknya. Maka dapat dikatakan bahwa hal tersebut tidak mematuhi dan menghormati peraturan yang telah di putuskan oleh majelis hakim. Secara keseluruhan bahwa untuk memperoleh hak asuh anak syarat dan prosedurnya antara laina) Berakal sehatb) Sudah dewasac) Mampu mendidikd) Amanah dan berbudie) Beragama IslamApabila salah satu syarat ini tidak terpenuhi maka gugurlah kebolehan hadhanahnya seperti yang penulis sampaikan pada bab sebelumnya. 2. Pasca perseraian seorang ayah tidak secara tegas diwajibkan bertanggung jawab sepanjang tidak ada kekuatan hukum yang mengikat. Sehingga dalam hasil penelitian penulis, implementasi Orang tua dalam hal ini ayah tidak bertanggung jawab terhadap anak pasca perceraian. Namun hemat penulis bahwa secara moral orang tua harus tetap bertanggung jawab secara moral dan materill. 3. Dari hasil penelitian Hambatan Hak Asuh anak dibawah umur terletak pada egoisme masing-masing pihak. B. SaranSetelah menguraikan dari pernyataan-penyataan di atas, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut :1. Sebaiknya kepada suami dan isteri melaksanakan aturan hukum yang telah ada, dan melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim, dan juga mempunyai kerjasama yang baik antara kedua pasangan terhadap anak, sehingga tidak adanya keterbatasan salah satu orang tua yang tidak memiliki kuasa secara penuh untuk bertemu anaknya.2. Kepada pasangan suami isteri meskipun telah bercerai hendaknya melaksanakan hak dan kewajibannya terhadap anak yang masih dibawah umur dengan memberikan kasih sayang kepada anak, memelihara dan mendidik anak dibawah umur tersebut hingga ia dewasa, menafkahi kelangsungan hidup anak, memberikan pendidikan dan kesehatan yang bermutu, memberikan perlindungan dari bahaya dan ancaman terhadap jiwa anak, memberikan kesempatan yang tidak terbatas bagi anak untuk bertemu ibu atau bapak setelah perceraian.

29