Upload
others
View
50
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAYA BAHASA PADA KUMPULAN PUISI PERAHU KERTAS KARYASAPARDI DJOKO DAMONO DAN RANCANGAN PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
(Skripsi)
Oleh
Siti Nurhamidah
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ii
ABSTRAK
GAYA BAHASA PADA KUMPULAN PUISI PERAHU KERTAS KARYASAPARDI DJOKO DAMONO DAN RANCANGAN PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Oleh
Siti Nurhamidah
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa
kiasan yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko
Damono dan rancangan pembelajaran di SMA. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan memilih puisi-puisi yang
terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono
sebagai sumber data. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah gaya bahasa
retoris yang berupa fonem, kata, frasa dan klausa serta gaya bahasa kiasan dari
setiap puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi
Djoko Damono.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya
Sapardi Djoko Damono penyair menggunakan beberapa gaya bahasa retoris, yaitu
aliterasi, asonansi, elipsis, asindeton, polisindeton, dan hiperbol, serta
menggunakan beberapa gaya bahasa kiasan, yaitu parabel, dan personifikasi.
ii
Penggunaan gaya bahasa retoris pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya
Sapardi Djoko Damono merupakan suatu usaha penyair untuk memunculkan
suasana tertentu dalam setiap puisinya, yaitu sedih, haru, bahagia, kagum, hening
dan dengan sengaja digunakan agar pembaca turut merasakan apa yang dirasakan
oleh penyair melalui puisi. Selain itu, penggunaan gaya bahasa kiasan pada
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono digunakan penyair
untuk membandingkan makna puisi terhadap sesuatu hal lain. Hasil penelitian ini
dapat dirancang pembelajarannya sebagai alternatif bahan ajar di Sekolah
Menengah Atas (SMA), khususnya kelas X semester genap dengan kompetensi
dasar 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi. Tujuan pembelajaran siswa yaitu
mampu memahami ragam gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang
terdapat pada puisi.
Kata kunci: gaya bahasa retoris, gaya bahasa kiasan, kumpulan puisi,rancangan pembelajaran.
GAYA BAHASA PADA KUMPULAN PUISI PERAHU KERTAS KARYASAPARDI DJOKO DAMONO DAN RANCANGAN PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Oleh
Siti Nurhamidah
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaJurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandarjaya, Lampung Tengah pada tanggal 5
November 1997 dengan nama Siti Nurhamidah. Penulis merupakan
anak kedelapan dari delapan bersaudara. Putri terakhir dari pasangan
Alm. Mustholih dan Satiya.
Penulis memulai pendidikan sekolah dasar pada tahun 2003 di SDN 8 Terbanggi
Besar yang diselesaikan pada tahun 2009, kemudian melanjutkan sekolah
menengah pertama di SMPN 4 Terbanggi Besar yang diselesaikan pada tahun
2012, melanjutkan sekolah menegah atas di SMAN 1 Terbanggi Besar yang
diselesaikan pada tahun 2015. Pada tahun 2015, penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN).
Penulis pernah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Banjarsari
Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus dan pernah melaksanakan Praktik
Pengalaman Lapangan (PPL) di MTs Al-Ma’mur pada tahun 2018.
viii
MOTTO
“Bertaqwalah kepada Allah, maka Dia akan membimbingmu. Sesungguhnya
Allah mengetahui segala sesuatu.
(Q.S. Al Baqarah: 282)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini karena orang-orang tidak menyadari betapa
dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edison)
ix
PERSEMBAHAN
Bismillahirohmanirohhim
Alhamdulillahirobbilalamin, Terima kasih atas segala kenikmatan, kebahagiaan,
keindahan, kelebihan, yang telah Allah swt., limpahkan kepadaku. Dengan
mengucap rasa syukur dan dengan kerendahan hati, kupersembahkan karya ini
kepada orang-orang tersayang.
1. Kedua orangtuaku yang kusayangi Alm. Ayahku Mustholih dan Ibuku Satiya
yang senantiasa mendoakan dan memberi jalan atas semua kesulitan, juga
bimbingan, kasih sayang, dan semangat yang membuatku bertahan untuk
menjalani kehidupan yang baik sesuai dengan ajaran Alm. Ayah dan Ibu agar
menjadi manusia yang berakal budi.
2. Abang-abangku yang sudah menggantikan sosok ayah dalam hidupku, Nasir,
Arif, dan Mastur. Serta Ayuk-ayukku yang kusayangi, Maimuna, Marko,
Homsa, Mudrika. Terima kasih atas dukungan kalian selama ini, semoga Adek
bisa menjadi kebanggaan untuk kalian.
3. Bapak dan Ibu dosen serta staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
4. Almamater Universitas Lampung yang telah mengizinkanku untuk menggapai
cita-cita.
x
SANWACANA
Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gaya Bahasa pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono
dan Rancangan Pembelajaran di Sekolah Menengah Atas (SMA)” sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Lampung.
Penulis mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dalam
menulis skripsi ini. Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang setulusnya
kepada pihak-pihak berikut.
1. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku pembimbing I dan Dosen Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah banyak membantu,
mengarahkan, membimbing, memotivasi, dan memberikan kritik dan saran
kepada penulis dengan sabar selama proses penyelesaian skripsi ini;
2. Bambang Riadi, S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II yang telah banyak
membantu, memberikan bimbingan, serta kritik dan saran yang bermanfaat
dalam proses penyelesaian skripsi ini;
x
3. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku dosen pembahas dan Pembimbing
Akademik yang telah memberikan nasihat, pengalaman, kritik, dan saran
kepada penulis;
4. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
5. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
6. Dr. Munaris, M.Pd., sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Lampung;
7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat;
8. Kawan-kawan seperjuangan (Ruri Resmiana Sari, Heti Kus Endang, Eka
Listianingsih, Mutiara Indah Siagian, Zola Nurmadya Pangestika, Nia Rusada,
Nola Miranda, Ghitsa Ayu Maulida, Nurfadilla, Rahmiyati, Maudy Sukma
Dhini, Rosha Gremonia, M. Dawam, Anggit Prayogi, Agung Saputra, Larasati,
Illa Suci) terima kasih atas segala bantuan, dukungan, semangat yang telah
kalian berikan.
9. Bapak dan Ibu yang telah sabar dan penuh kasih sayang mendidikku,
mendoakan dengan keikhlasan hati, memberikan semangat, dan
mendampingiku dalam menggapai cita-cita;
10. Kakak-kakakku tersayang (Kak Nasir, Kak Mastur, Kak Arif, Kak Homsa,
Kak Marko, Kak Maimuna, Kak Mudrika) yang selalu mendoakan dan
mendukung setiap pilihanku;
x
11. Seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung prosesku menggapai cita-
cita;
12. Sahabat terkasih sejak masa kanak-kanak, (Satria Saputra, Dwi Hartono,
Hasan, Geta Wulandari, Sarah Dwi Putri) yang selalu mendukung, menemani,
dan mendoakan kesuksesanku;
13. Teman-temanku di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2015 kelas A yang tidak bisa kusebutkan satu per satu, terima kasih
atas dukungan dan persahabatan yang telah kalian berikan;
14. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah swt., membalas segala amal perbuatan semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Harapan penulis, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi dunia pendidikan,
khususnya bagi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Aamiin.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bandarlampung, Februari 2019
Penulis
Siti Nurhamidah
xiiiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK iiHALAMAN JUDUL iiiHALAMAN PERSETUJUAN ivHALAMAN PENGESAHAN vSURAT PERNYATAAN viRIWAYAT HIDUP viiMOTTO viiiPERSEMBAHAN ixSANWACANA xDAFTAR ISI xiDAFTAR SINGKATAN xii
I. PENDAHULUAN 1A. Latar Belakang Masalah 1B. Rumusan Masalah 7C. Tujuan Penelitian 8D. Manfaat Penelitian 8E. Ruang Lingkup Penelitian 9
II. TINJAUAN PUSTAKA 10A. Pengertian Gaya Bahasa 10B. Jenis-jenis Gaya Bahasa 11
1. Segi Nonbahasa 112. Segi Bahasa 11
C. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna 121. Gaya Bahasa Retoris 122. Gaya Bahasa Kiasan 29
D. Fungsi Gaya Bahasa 45E. Sendi-Sendi Gaya Bahasa 46F. Pengertian Puisi 47G. Unsur-unsur Struktur Puisi 48
ii
H. Rancangan Pembelajaran Sastra di SMA 49
III. METODE PENELITIAN 63A. Desain Penelitian 63B. Sumber Data 64C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 65
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 66A. Hasil Penelitian 66B. Pembahasan 67
1. Gaya Bahasa Retoris dalam Kumpulan Puisi PerahuKertas karya Sapardi Djoko Damono 67
2. Gaya Bahasa Kiasan dalam Kumpulan Puisi PerahuKertas karya Sapardi Djoko Damono 117
3. Gaya Bahasa Retoris Berdasarkan Indikator 123C. Rancangan Hasil Penelitian pada Pembelajaran Sastra di SMA 141
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 1442. Identitas Mata Pelajaran 1443. Kompetensi Inti 1454. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi 1475. Tujuan Pembelajaran 1496. Materi Pembelajaran 1497. Model Pembelajaran 1508. Media dan Sumber Belajar 1539. Teknik Penilaian 163
10. Penilaian Hasil Pembelajaran 164
V. SIMPULAN DAN SARAN 168A. Simpulan 168B. Saran 169
DAFTAR PUSTAKA 171LAMPIRAN 172Lampiran 1 Sampul Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi DjokoDamono 173Lampiran 2 Biografi Sapardi Djoko Damono 174Lampiran 3 RPP 175Lampiran 4 Korpus Data 193
xii
DAFTAR SINGKATAN
1.1 Indikator (Teori)
1. AL : Aliterasi2. AS : Asonansi3. EL : Elipsis4. ASD : Asindeton5. PL : Polisindeton6. HP : Hiperbola7. MT : Metafora8. PA : Parabel
1.2 Judul Puisi
1. PK : Perahu Kertas2. T : Telinga3. B, 1 : Bunga, 14. B,2 : Bunga, 25. B,3 : Bunga, 36. KKP : Ku Kirimkan Padamu7. P : Pesta8. LULP : Lirik Untuk Lagu Pop9. A,3 : Angin, 310. CMB : Cara Membunuh Burung11. T : Tuan12. GA : Gonggong Anjing13. DSHB : Di Sebuah Halte Bis14. PPT : Peristiwa Pagi Tadi15. C,1 : Cermin 116. C,2 : Cermin 217. C, 3 : Cermin 318. DAB : Di Atas Batu19. SH : Sihir Hujan20. S : Seruling21. T : Tekukur22. KMBKM : Ketika Menunggu Bis Kota Malam-malam23. SK : Sudah Kutebak24. AST : Akulah si Telaga25. AS : Air Selokan
xii
26. KI : Kepompong Itu27. PCAUR : Puisi Cat Air untuk Rizki28. K : Kisah29. HSD : Hatiku Selembar Daun30. M : Metamorfosis31. SS : Sajak Subuh32. B : Benih33. P : Pesan34. SK : Setangan Kenangan
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Puisi merupakan sebuah karya sastra yang mempunyai gaya bahasa
menarik. Puisi umumnya berisi pesan atau ajaran moral tertentu yang ingin
disampaikan kepada pembaca dalam bentuk bahasa yang memiliki makna.
Penggunaan bahasa dalam puisi sangat penting karena pemilihan gaya
bahasa sangat diperhatikan oleh pembaca. Pembaca sering kali sulit
memaknai sebuah puisi. Oleh karena itu, banyak tahap yang harus dilalui
untuk dapat memahami makna puisi tersebut. Salah satunya dengan cara
menganalisis unsur intrinsik puisi yaitu gaya bahasa.
Gaya bahasa merupakan metode terdekat yang dapat ditempuh oleh
pembaca dalam memaknai suatu puisi, gaya bahasa merupakan salah satu
sarana penyair untuk menyampaikan sesuatu dengan cara pengiasan bahasa
secara tidak langsung dalam mengungkapkan makna. Gaya bahasa yang
terdapat pada puisi saat ini beraneka ragam. Penulis mengacu pada referensi
buku Gorys Keraf mengenai diksi dan gaya bahasa.
2
Gorys Keraf (2010) membagi persoalan gaya bahasa, yaitu gaya bahasa
berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, gaya
bahasa berdasarkan nada yang terkandung di dalamnya, dan gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna.
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari penggunaan
acuan yang digunakan masih mempertahankan makna denotatifnya atau
sudah ada penyimpangan. Acuan yang digunakan mempertahankan makna
dasar ketika bahasa itu bersifat masih polos. Tetapi bila sudah ada
perubahan makna, berupa makna konotatifnya atau sudah menyimpang jauh
dari makna denotatifnya, acuan tersebut dianggap sudah memiliki gaya
bahasa. Oleh karena itu, gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna
ini biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech. Istilah trope berarti
―pembalikan‖ atau ―penyimpangan‖. Terlepas dari konotasi kedua istilah
itu, kita dapat mempergunakan kedua istilah itu dengan pengertian yang
sama, yaitu suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif
dari bahasa biasa dalam (1) ejaan, (2) pembentukkan kata, (3) kontruksi
(kalimat, klausa, frasa), atau (4) aplikasi sebuah istilah untuk memperoleh
kejelasan, penekanan, hiasan, humor, atau sesuatu efek yang lain. Gaya
bahasa yang disebut trope atau figure of speech. Berdasarkan uraian tersebut
terbagi atas dua kelompok yaitu gaya bahasa retoris yang semata-mata
merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek
tertentu, dan gaya bahasa kiasan yang merupakan penyimpangan yang lebih
jauh khususnya dalam bidang makna (Gorys Keraf, 2010: 129).
3
Penggunaan gaya bahasa dalam puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko
Damono dinilai sangat menarik untuk diteliti. Penggunaan gaya bahasa yang
beraneka ragam pada setiap puisi-puisinya memberikan nilai yang sangat
menarik untuk dibaca dan dipahami maknanya. Contohnya pada salah satu
puisi dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapadi Djoko Damono
yang berjudul Tuan.
Tuan Tuhan Bukan
Tunggu Sebentar, Saya Sedang Keluar
Pada puisi di atas mengandung gaya bahasa retoris aliterasi dan asonansi.
Aliterasi adalah gaya bahasa yang memberikan pengulangan huruf konsonan
yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan huruf konsonan [n]
pada kata Tuan Tuhan Bukan. Sebaliknya, gaya bahasa asonansi merupakan
gaya bahasa yang memberikan penekanan pada pengulangan huruf vokal
yang sama. Hal tersebut dapat dilihat pada pengulangan huruf vokal [u]
pada kata Tuan Tuhan Bukan. Kedua penggunaan gaya bahasa pada puisi
Tuan di atas bertujuan untuk memberikan efek penekanan yang indah dalam
puisi tersebut.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Tuan terdapat
dua penggunaan gaya bahasa dalam satu puisi yaitu gaya bahasa aliterasi
dan asonansi.
4
Penggunaan kedua gaya bahasa retoris tersebut memberikan penekanan
yang indah dalam pengulangan bunyi konsonan [n] dan pengulangan bunyi
vokal [u] pada larik-larik puisi berjudul Tuan. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan sebagai rancangan pembelajaran
sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal inilah yang
menjadikan dasar peneliti untuk mengkaji lebih lanjut kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dari segi penggunaan gaya
bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan sebagai objek penelitian.
Penelitian mengenai gaya bahasa pada puisi sebelumnya juga pernah diteliti
oleh Firman Septihadi pada tahun 2017 dengan judul Gaya Bahasa Retoris
dalam Kumpulan Puisi Mantra Sang Nabi Karya Edy Samudera Kertagama
dan Rancangan Pembelajarannya di SMA. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan enam indikator penelitian yaitu aliterasi, asonansi, apostrof,
asindeton, polisindeton, dan hiperbol. Berdasarkan gaya bahasa yang
digunakan, penyair lebih menekankan pada nilai-nilai religi dalam setiap
puisinya dengan suasana hening dan hikmat. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian tersebut yaitu penelitian ini meneliti gaya bahasa retoris
dan gaya bahasa kiasan pada Kumpulan Puisi Perahu Kertas Karya Sapardi
Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di SMA kelas X,
dengan ditemukan enam indikator gaya bahasa retoris yaitu aliterasi,
asonansi, elipsis, asindeton, polisindeton, dan hiperbol. Dua indikator gaya
bahasa kiasan yaitu parabel dan personifikasi.
5
Berdasarkan gaya bahasa yang digunakan, penyair lebih menekankan
suasana yang berbeda antara puisi yang satu dengan yang lainnya
bergantung pada konteks dan makna yang terdapat dalam setiap puisi.
Mengingat pentingnya rancangan pembelajaran sastra sebagai komponen
dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka dalam penyeleksian rancangan
pembelajaran perlu dilakukan secara operasional. Pada dasarnya dalam
membuat suatu rancangan pembelajaran tersebut guru memiliki peran
penting. Guru bahasa Indonesia di SMA harus lebih teliti dan operasional
dalam memilih bacaan sastra yang akan digunakan sebagai rancangan
pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut maka karya sastra puisi dapat
digunakan sebagai rancangan pembelajaran untuk memenuhi tuntutan materi
yang berkelas serta mampu membentuk kepribadian siswa yang beretika
baik.
Berdasarkan kurikulum 2013 bahasa berperan penting sebagai bentuk sarana
untuk mengekspresikan perasaan secara logis dan memiliki nilai estetika.
Penyampaian bahasa dalam karya sastra diharapkan mampu
mengekspresikan sesuatu secara operasional sehingga mampu memberikan
pemahaman dan makna yang ingin disampaikan dapat diterima oleh
pembaca. Kurikulum 2013 menekankan pentingnya keseimbangan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara relevan.
Kemampuan berbahasa yang dituntut tersebut dibentuk melalui
pembelajaran berkelanjutan. Dimulai dengan meningkatkan pengetahuan
mengenai jenis, kaidah, dan konteks suatu teks, dilanjutkan dengan
keterampilan menyajikan suatu teks tulis dan lisan serta berlandaskan pada
6
pembentukkan sikap kesantunan berbahasa, serta sikap penghargaan
terhadap Bahasa Indonesia sebagai warisan budaya bangsa.
Pada silabus Kurikulum 2013 di SMA terdapat kompetensi inti mengenai
mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah tersebut
serta mampu menggunakan metode yang sesuai. Kompetensi dasar yang
harus dicapai siswa berdasarkan kompetensi inti dalam Kurikulum 2013
Edisi Revisi 2018, yaitu pada KD. 3.17 Menganalisis unsur pembangun
puisi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menganalisis gaya bahasa
dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dan
rancangan pembelajarannya di SMA. Alasan penulis memilih gaya bahasa
dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono karena
gaya bahasa merupakan bagian dari unsur-unsur pembangun puisi. Selain
itu, gaya bahasa menjadi komponen penting dalam puisi, sehingga pembaca
dapat memaknai puisi melalui gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan
yang digunakan oleh penyair.
Gaya bahasa berfungsi sebagai bahan ajar yang dapat dijadikan rancangan
pembelajaran serta memiliki nilai edukasi. Kumpulan puisi Perahu Kertas
diharapkan dapat dijadikan sebagai alternatif rancangan pembelajaran sastra
di SMA karena berdasarkan isinya, kumpulan puisi ini terdapat nilai-nilai
yang menggambarkan realitas kehidupan saat ini. Ditinjau dari konteks
pengajaran sastra, pengetahuan yang diperoleh dari puisi Perahu Kertas
7
karya Sapardi Djoko Damono dapat berperan dalam mengembangkan
kompetensi pengetahuan dalam bidang kesastraan.
Gaya bahasa juga dapat memperkaya kosa kata siswa, melalui membaca dan
mencari gaya bahasa dalam sebuah puisi, siswa akan mendapatkan kosa kata
baru yang sebelumnya tidak diketahui oleh siswa tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut untuk
melakukan penelitian dengan judul ―Gaya Bahasa pada Kumpulan Puisi
Perahu Kertas Karya Sapardi Djoko Damono dan Rancangan Pembelajaran di
SMA.
B. Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalah yang terdapat dalam penelitian adalah
―Bagaimanakah Gaya Bahasa dalam Kumpulan Puisi Perahu Kertas karya
Sapardi Djoko Damono dan Rancangan Pembelajaran di SMA‖.
Adapun rincian masalah utamanya sebagai berikut.
1. Bagaimanakah gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang terdapat
dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono?
2. Bagaimanakah fungsi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang
terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono?
3. Bagaimanakah rancangan pembelajaran gaya bahasa pada kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra
di SMA?
8
C. Tujuan Penelitian
Penelitian mengenai Gaya Bahasa pada Kumpulan Puisi Perahu Kertas karya
Sapardi Djoko Damono bertujuan sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang terdapat
pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono.
2. Mendeskripsikan fungsi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang
terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono.
3. Mendeskripsikan rancangan pembelajaran gaya bahasa pada kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra
di SMA.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian mengenai Gaya Bahasa pada Kumpulan Puisi Perahu
Kertas karya Sapardi Djoko Damono sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi mahasiswa dan keilmuan, yaitu
memperkaya ilmu pengetahuan, serta diharapkan dapat menjadi salah satu
bahan referensi yang bermanfaat dalam bidang pendidikan. Selain itu,
penelitian ini bermanfaat dalam mengkaji unsur intrinsik puisi.
Selanjutnya, penelitan ini diharapkan mampu membantu peneliti-peneliti
lain dalam menambah wawasan yang berkaitan dengan unsur pembangun
puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi
Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di SMA.
2. Bagi pendidik, khususnya guru Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif bahan pembelajaran menganalisis
9
unsur intrinsik dalam puisi yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu
Kertas karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di SMA.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mengenai gaya bahasa pada kumpulan puisi Perahu
Kertas karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di SMA
sebagai berikut.
1. Sumber data penelitian ini adalah unsur intrinsik puisi khususnya gaya
bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan pada kumpulan puisi Perahu Kertas
karya Sapardi Djoko Damono terhadap pembelajaran sastra di SMA.
2. Objek penelitan ini adalah deskripsi gaya bahasa yang terdapat pada
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono terhadap
pembelajaran sastra di SMA.
3. Rancangan pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi pada KD 3.17
menganalisis unsur pembangun puisi siswa SMA kelas X semester 2.
15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Kata style diturunkan
dari kata Latin Stilus, yaitu alat yang berfungsi untuk menulis pada lempengan
lilin. Perkembangan selanjutnya, kata style berubah menjadi keahlian untuk
menulis atau merubah susunan kata secara indah dan menawan. Jika melihat
gaya secara umum, dapat dikatakan bahwa gaya bahasa adalah cara
mengungkapkan diri sendiri, melalui kegiatan berbahasa, beretika, berinteraksi,
berpakaian dan sebagainya. Dilihat dari segi bahasa, gaya bahasa adalah cara
menggunakan bahasa. Gaya bahasa menginterpretasikan pribadi seseorang
dalam pemilihan gaya bahasa yang sesuai dengan karakter, watak dan
kemampuan seseorang menggunakan bahasa. Semakin baik gaya bahasa yang
digunakan seseorang maka semakin baik pula seseorang mampu
menginterpretasikan makna yang terkandung di dalamnya; semakin buruk gaya
bahasa yang digunakan seseorang maka semakin buruk pula seseorang
menginterpretasikan makna yang terkandung di dalamnya.
Menurut Tarigan, 2013: 5, gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan
untuk meningkatkan efek dengan memperkenalkan jalan serta
membandingkan suatu hal tertentu dengan benda lain secara umum.
11
Penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi
tertentu Dale (dalam Tarigan, 2013: 5). Gaya bahasa mempergunakan bahasa
secara imajinatif. Bukan dalam pengertian secara kalamiah saja Winner (dalam
Tarigan, 2013: 5).
B. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Gaya bahasa ditinjau dari berbagai sudut pandang. Oleh sebab itu, sulit
diperoleh kesepakatan dalam pembagian yang dapat diterima keberadaannya
oleh berbagai pihak. Pandangan atau pendapat gaya bahasa dapat dilihat dari
bentuk bahasa dan bentuk non bahasa. Berikut ini uraian tentang jenis-jenis
gaya bahasa.
1. Segi Nonbahasa
Menurut Aristoteles (dalam Keraf 2010: 115-116) style dapat dibagi atas tujuh
pokok, yaitu berdasarkan pengarang, berdasarkan masa, berdasarkan medium,
berdasarkan subjek, berdasarkan tempat, bedasarkan hadirin, dan berdasarkan
tujuan.
2. Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan, gaya bahasa
dapat dibedakan dengan jenis-jenis gaya bahasa, yaitu gaya bahasa berdasarkan
pilihan kata, gaya bahasa berdasarkan nada, gaya bahasa berdasakan struktur
kalimat, dan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna.
12
Berdasarkan beberapa jenis gaya bahasa, fokus penelitian penulis mengacu
pada poin keempat mengenai gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya
makna dalam meneliti kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko
Damono.
C. Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ini biasanya disebut
sebagai trope atau figure of speeeh. Istilah trope sebenarnya berarti
―pembalikan‖ atau ―penyimpangan‖. Trope dianggap sebagai penggunaan
bahasa yang indah dan menyesatkan. Terlepas dari konotasi kedua istilah itu,
kita dapat menggunakan kedua istilah itu dengan pengertian yang sama, yaitu
suatu penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif. Gaya bahasa
trope atau figure of speeeh ini dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut.
1. Gaya Bahasa Retoris
Gaya bahasa retoris adalah suatu penyimpangan konstruksi biasa dalam bahasa
yang digunakan untuk menimbulkan suatu efek tertentu. Gaya bahasa retoris
hanya memperlihatkan bahasa biasa, yang masih polos, bahasa yang
mengandung unsur-unsur keberlangsungan makna, dengan konstruksi-
konstruksi yang umum dalam bahasa Indonesia. Arti yang didukungnya tidak
lebih dan tidak kurang dari nilai lahirnya. Tidak ada usaha untuk
menyembunyikan sesuatu di dalamnya (Keraf, 2010: 129). Macam-macam
gaya bahasa retoris dapat dilihat dibawah ini.
13
a. Aliterasi
Aliterasi adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.
Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk
perhiasan atau untuk penekanan (Keraf, 2010: 130). Menurut Tarigan, 2013:
175 aliterasi merupakan sejenis gaya bahasa yang memanfaatkan purwakanti
atau pemakaian kata-kata yang permulaannya sama bunyinya. Gaya bahasa
aliterasi sering ditemui pada ayat-ayat Al-Quran, misalnya dalam QS An-Nas,
Al-Falaq, Al-Ikhlas, Al-Lahab, dll. Terlepas dari isinya, dengan gaya bahasa,
maka ayat-ayat itu terdengar indah sekaligus mudah untuk dihafalkan.
Contoh : keras-keras kerak kena air lembut juga (Keraf, 2010: 130).
Dara damba daku
Datang Dari Danau
Duga dua duka
Diam di diriku
Kalau ‗kanda kala kacau
Biar bibir biduan bicara
Inilah indahnya impian
Insane ingkar ingar
Tangan tangguh tadahkan tangguk
Tangan tangguh tanami tanah tambun
Adakah ajal akan aib
Andai aku ajak anak
Sayang segala? (Tarigan, 2013: 181).
14
b. Asonansi
Asonansi adalah sejenis gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan vokal
yang sama. Biasanya dipakai dalam karya puisi ataupun dalam prosa untuk
memperoleh efek penekanan atau menyelamatkan keindahan (Tarigan, 2013:
176). Menurut Keraf, 2010: 130, asonansi adalah semacam gaya bahasa yang
berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi,
kadang - kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekadar
keindahan. Salah satu tujuan asonansi adalah untuk menyampaikan pesan
dalam ungkapan yang berwarna, tidak tembak langsung seperti ketika seorang
jaksa bertanya kepada terdakwa.
Contoh : Muka muda mudah muram
Tiada siaga tiada biasa
Jaga harga tahan raga
Kurakura dalam perahu
Sudah gaharu cendana pula
Pura-pura tidak tahu
Sudah tahu bertanya pula
Pulau pandan jauh di tengah
Di balik pulau angsa dua
Hancur badan dikandung tanah
Budi baik dikenang jua
Dari mana datangnya lintah?
Dari sawah turun ke kali
15
Dari mana datangnya cinta?
c. anastrof
Anastrof atau inversi (Lt. In, ke dalam, menuju, ke, vertere, membalik) adalah
semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata
yang biasa dalam kalimat, kemudian subjeknya (Keraf, 2010: 130). Menurut
Ducrot (dalam Tarigan, 2013: 84) gaya bahasa anastrof atau inversi adalah
gaya bahasa permutasi atau perubahan urutan unsur-unsur konstruksi sintaksis.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
anastrof atau inversi adalah sejenis gaya bahasa retoris yang memindahkan atau
membalikkan kalimat atau mengubah susunan unsur-unsur konstruksi sintaksis
dan dalam inversi predikat suatu kalimat disebutkan terlebih dahulu sebelum
subjek tersebut.
Contoh :
a. Pergilah ia meninggalkan kami melihat perangainya. Bersorak sorak orang
di tepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang
dihiasi bunga dan panji berkibar.
(P) Kutulis (S) aural ini/kala hujan gerimis... (Surat Cinta Rendra).
b. Merantaulah dia ke negeri seberang tanpa meninggalkan pesan apa apa.
c. Diceraikannya istrinya tanpa setahu sanak-saudaranya.
d. Kupilih warna yang serasi bagi kain kebaya kakakku.
16
d. Apofasis atau Preterisio
Apofasis atau preterisio adalah gaya bahasa yang digunakan oleh penulis,
pengarang, atau pembicara untuk menegaskan sesuatu tetapi tampaknya
menyangkalnya (Tarigan, 2013: 86). Apofasis atau disebut preterisio
merupakan sebuah gaya penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi
tampaknya menyangkal (Keraf, 2010: 130).
Contoh :
1. Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini Saudara telah
menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.
2. Saya tidak ingin menyikapkan dalam rapat ini bahwa putrimu itu telah
berbadan dua.
3. Saya tidak rela mengungkapkan dalam pertemuan ini bahwa Bapak telah
bermain dengan wanita itu.
4. Kalau tidak karena nama baik keluarga, maulah aku membiarkan kamu terus
menerus berbuat yang dikutuk Allah.
5. Kami tidak tega mendengar cibiran tetangga bahwa kamulah yang mencuri
mobil sedan itu.
6. Pak Guru tidak sampai hati mengatakan dalam rapat sekolah ini bahwa
kamu mengisap candu dan pengedar narkotika.
7. Jika saya tidak menghargai nama baik sekolah ini, maka sesungguhnya saya
ingin mengatakan bahwa Anda seorang koruptor (Tarigan, 2013: 86).
17
e. Apostrof
Apostrof adalah gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin
kepada sesuatu yang tidak hadir (Keraf, 2010: 131). Menurut Tarigan, 2013:
83, apostrof merupakan sejenis gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat
dari yang hadir kepada yang tidak hadir. Cara ini lazimnya dipakai oleh orator
klasik atau para dukun tradisional. Apostrof adalah bentuk gaya bahasa yang
memiliki tujuan tidak langsung dengan mengaitkan suatu ujaran pada sesuatu
yang tidak hadir atau sesuatu yang gaib. Biasanya gaya apostrof ini digunakan
oleh seseorang yang ingin menyampaikan pesan melalui pidatonya, dengan
maksud menghakimi suatu pihak tanpa adanya pihak itu dalam situasi tersebut.
Contoh :
1. Hai kamu para penikmat butir-butir kesenangan, percayalah senangmu tak
sampai ke surga.
2. Wahai dewa-dewa yang berada di nirwana segeralah datang dan lepaskan
kami dari cengkraman durjana.
3. Wahai pemberi nikmat, kuingin bertanya dimana nikmatku Kau
sembunyikan.
f. Asindeton
Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan
mampat beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan
dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya hanya dipisahkan saja
dengan koma (Keraf, 2010: 131).
18
Asindeton adalah semacam gaya bahasa yang berupa acuan padat dan mampat
beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat dihubungkan dengan kata
sambung. Bentuk-bentuk tersebut biasanya dipisahkan saja oleh tanda koma
(Tarigan, 2013: 136).
Contoh :
1. Abdul, Maria, Joan adalah ketiga kontestan indonesian idol yang masih
bertahan.
2. Terserah apa yang ingin kau katakan aku egois, tak punya hati, pendendam,
bermuka dua, aku tak peduli.
3. Veni, vidi, vicim adalah ucapan Julius Caesar yang berarti saya datang, saya
lihat, saya menang.
4. Ayu, Aya, Ayi bersahabat sejak kecil.
g. Polisindeton
Polisindeton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari
asindeton. Kata, frasa, atau klausa dalam polisindeton yang berurutan
dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung (Tarigan, 2013: 137).
Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain
dengan kata- kata sambung (Keraf, 2010: 131).
Contoh :
1. Dan kemanakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak
menyerah pada gelap dan dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?
(Keraf, 2010: 131).
19
2. Dia seperti angin malam yang menyita kenangan kemudian mengubahnya
menjadi harapan kemudian memberinya kepalsuan kemudian kembali
menampakkan luka.
3. Aku semakin tak mengerti dan selalu meratapi dan tak peduli dan semakin
menjadi-jadi.
4. Meminum secangkir kopi dan menghirupnya semakin membuat suasana
menjadi tenang, kemudian diiringi lagu-lagu kesukaan aku dan dia.
5. Kami merayakan wisuda dengan berpelukan dan berfoto dan mengucapkan
syukur dan sangat bahagia.
h. Kiasmus
Kiasmus (chiasmus) adalah suatu gaya bahasa atau acuan yang terdiri atas dua
bagian, baik frasa atau klausa yang sifatnya berimbang dan dipertentangkan
satu sama lain, tetapi susunan frasa atau klausanya itu terbalik bila
dibandingkan dengan frasa atau klausa lainnya (Keraf, 2010: 132). Kiasmus
menurut Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan, 2013: 180) merupakan gaya
bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi hubungan
antara dua kata dalam satu kalimat.
Contoh :
1. Semua kesabaran kami sudah hilang, lenyap sudah ketekunan kami untuk
melanjutkan usaha itu (Keraf, 2010: 132).
2. Masjid itu ramai saat ramadhan tiba, hingga sunyi saat ramadhan berakhir
dan sunyi hingga ramai saat idul fitri tiba.
3. Jangan berharap pada yang pergi, karena pasti yang pergi akan kembali dan
yang kembali pasti akan pergi.
20
4. Sedihlah seperlunya bahagia sewajarnya, karena yang bersedih pasti akan
bahagia.
5. Mengapa kamu menganggap siang adalah malam dan malam adalah siang?
(Tarigan, 2013: 182).
i. Elipsis
Elipsis adalah gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat
yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan oleh pembaca maupun
pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang
berlaku (Keraf, 2010: 132). Menurut Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan,
2013: 133) elipsis adalah gaya bahasa yang di dalamnya dilaksanakan
penanggalan atau penghilangan kata-kata yang memenuhi bentuk berdasarkan
tata bahasa atau dengan kata lain elipsis adalah penghilangan dengan salah satu
atau beberapa unsur penting dalam sintaksis yang lengkap).
Contoh :
Bila bagian yang dihilangkan itu berada di tengah-tengah kalimat disebut
anakoluton.
1. Masihkah kau tidak percaya bahwa dari segi fisik engkau tak apa-apa,
badanmu sehat: tetapi psikis ...
Bila pemutusan di tengah-tengah kalimat itu dimaksudkan untuk menyatakan
secara tidak langsung suatu peringatan atau karena suatu emosi yang kuat maka
disebut aposiopesis.
2. Jika Anda gagal melaksanakan tugasmu ... tetapi baiklah kita tidak
membicarakan hal itu. (Keraf, 2010: 132).
21
3. Perginya membawa banyak uang serta mobil mewah. (Penghilangan
subjek: mereka, dia, kami).
4. Kemarin sore. (Penghilang subjek, predikat, objek sekaligus).
5. Saya akan berangkat hari ini. (Penghilang keterangan tujuan).
j. Eufemismus
Kata Eufemisme atau Eufemismus diturunkan dari kata Yunani Euphemizein
yang berarti ―mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik dengan tujuan
yang baik‖. Sebagai gaya bahasa eufemisme adalah semacam acuan berupa
ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggug perasaan orang lain. Atau
ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang dirasa menghina
menyinggung perasaan, atau menyugestikan sesuatu yang tidak
menyenangkan. Menurut Keraf, 2010: 132, eufemisme adalah ungkapan yang
lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa kasar dan dianggap
merugikan atau tidak menyenangkan Moeliono (dalam Tarigan, 2013: 136).
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa eufemismus adalah gaya bahasa
yang menggunakan susunan kata-kata yang halus namun dengan maksud dan
tujuan tertentu.
Contoh :
1. Ayahnya sudah tak ada di tengah-tengah mereka (=mati).
2. Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini (=gila) .
3. Anak Saudara memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti yang
lainnya (=bodoh) (Keraf, 2010: 132).
4. ―Maaf Pak, Saya izin ke air‖ (=toilet).
22
5. ―Anda tidak mengerjakan tugas? Silahkan ke lapangan! (=dihukum untuk
berlari)
k. Litotes
Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan
tujuan merendahkan diri (Keraf, 2010: 132). Menurut Tarigan, 2013: 58, litotes
adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang dikurangi dari
pernyataan sebenarnya, misalnya merendahkan diri. Litotes berseberangan
dengan hiperbola, yaitu berupa sejenis gaya bahasa yang mengandung
pernyataan yang dikurangi dengan pernyataan sebenarnya, atau untuk
merendahkan diri. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa litotes adalah
sejenis gaya bahasa yang membuat pernyataan mengenai sesuatu dengan cara
membuat sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari suatu
kebalikannya.
Contoh :
1. Kedudukan saya ini tidak ada artinya sama sekali.
2. Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.
3. Apa yang kami hadiahkan ini sebenarnya tidak ada artinya sama sekali.
4. Rumah yang buruk inilah yang merupakan hasil usaha kami bertahun-tahun.
5. Jangan melihat jam tangan ini dari harganya, lihat dari manfaatnya saja.
6. Apalah saya ini hanya tukang roti keliling (Keraf, 2010: 133).
l. Histeron Proteron
Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari
sesuatu yang logis atau sesuatu yang wajar (Keraf, 2010: 133).
23
Menurut Tarigan, 2013: 88, histeron proteron adalah menempatkan pada awal
peristiwa sesuatu yang sebenarnya terjadi kemudian.
Contoh :
1. Saudara-saudara sudah lama terbukti bahwa Anda sekalian tidak lebih baik
daripada para pesuruh.
2. Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya.
3. Bila ia sudah berhasil mendaki karang terjal itu, sampailah ia di tepi pantai.
4. Jika kamu mendapatkan gelar M.Pd, kamu pasti akan menjadi orang hebat
(Tarigan, 2013: 87).
m. Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih
banyak daripada yang diperlakukan untuk menyatakan satu pikiran atau
gagasan (Keraf, 2010: 133). Pleonasme meupakan sarana retorika yang
sepintas seperti tautologi, tetapi kata yang kedua sebenarnya telah tersimpul
dari kata yang pertama. Tautologi adalah sarana retorika yang menanyakan hal
secara dua kali, maksudnya supaya arti kata atau keadaan itu lebih mendalam
daripada pembaca atau pendengar. Sering kata yang dipergunakan untuk
mengulang tidak sama, tetapi maknanya hampir sama.
Contoh :
1. Saya telah mendengar hal itu dengan telinga saya sendiri.
Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri.
Darah yang merah itu melumuri seluruh tubuhnya.
24
Ungkapan di atas adalah pleonasme, karena semua acuan itu tetap utuh
dengan makna yang sama, walaupun dihilangkan kata kata: dengan telinga
saya, dengan mata kepala saya, dan yang merah itu.
2. Ia tiba pukul 20.00 malam waktu setempat.
Globe itu bundar bentuknya
Acuan di atas disebut tautologi karena kata berlebihan itu sebenarnya
mengulang kembali gagasan yang sudah disebut sebelumnya, yaitu malam
sudah tercakup dalam pukul 20.00 dan bundar sudah tercakup dalam
globe.
n. Perifrasis
Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme yaitu
mempergunakan kata yang lebih banyak diperlukan. Perbedaannya terletak
dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu dapat diganti hanya dengan satu
kata saja (Keraf, 2010: 132).
Contoh :
1. Ia telah beristirahat dengan damai (=mati, atau meninggal).
2. Anak Saya melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri (=kuliah).
3. Jawaban bagi permintaan Saudara adalah tidak (=ditolak).
4. Anak saya telah menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Bahasa Indonesia
FPBS-IKIP Bandung. (=lulus atau berhasil), (Tarigan, 2013: 31).
25
o. Prolepsis atau Antisipasi
Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa ketika seseorang
mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa
atau gagasan terjadi. Misalnya, dalam mendeskripsikan kecelakaan dengan
pesawat terbang, sebelum sampai pada peristiwa kecelakaan itu sendiri, sudah
mempergunakan kata pesawat yang sial itu. Padahal, kesialan baru terjadi
kemudian (Keraf, 2010: 134). Kata antisipasi berasal dari bahasa latin
anticipation yang berarti ―mendahului‖ atau penetapan yang mendahului
sesuatu yang masih akan dikerjakan atau masih akan terjadi Shadily (dalam
Tarigan, 2013: 33).
Contoh :
1. Almarhum Pardi pada waktu itu menyatakan bahwa ia tidak mengenal orang
itu.
2. Kedua orang itu bersama calon pembunuhnya meninggalkan tempat itu.
3. Pada pagi yang naas itu ia mengendarai sebuah sedan biru.
4. Aku merasa sangat takut karena besok mata kuliah bu Eka.
5. Tunggu saja, perbuatanmu esok akan diketahui dan kau mendekam di
penjara (Keraf, 2010: 133).
p. Erotesis atau Pertanyaan Retoris
Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang
dipergunakan dalam pidato atau tulisan dalam tujuan untuk mencapai nilai
yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak
menghendaki adanya suatu jawaban karena jawabannya telah terkandung
26
dalam pertanyaan tersebut (Keraf, 2010: 134). Menurut Tarigan, 2013: 34,
erotesis atau pertanyaan retoris adalah gaya bahasa yang berwujud semula
ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaikinya
mana yang salah.
Contoh :
Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki pula
imbalan jasa. Herankah Saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi? Apakah
Saya menjadi wali Kakak Saya? Rakyatkah yang harus menanggung akibat
semua korupsi dan manipulasi di negara ini?
q. Silepsis dan Zeugma
Silepsis dan Zeugmen adalah gaya bahasa yang digunakan oleh dua konstruksi
rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan kata lain yang sebenarnya
hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Silepsis
menggunakan konstruksi secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak
benar (Keraf, 2010: 135).
Contoh :
1. Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya
2. Fungsi dan sikap bahasa
Konstruksi yang lengkap adalah kehilangan topi dan kehilangan semangat,
yang satu memiliki makna denotasional, yang lain memiliki makna kiasan,
selain itu terdapat konstruksi fungsi bahasa dan sikap bahasa namun makna
gramatikalnya berbeda, yang satu berarti ―fungsi dari bahasa‖ dan yang lain
―sikap terhadap bahasa‖. Selanjutnya, dalam zeugma kata yang dipakai untuk
membawahi kedua kata berikutnya.
27
Contoh : ―Dengan membelalakkan mata dan telinganya ia mengusir orang‖.
r. Koreksio atau Epanortosis
Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya bahasa yang berwujud, mula-mula
menegaskan sesuatu kemudian memperbaikinya (Keraf, 2010: 135). Menurut
Tarigan, 2013: 134, koreksio atau epanortosis merupakan suatu gaya bahasa
yang berwujud menegaskan sesuatu, memeriksa, dan memperbaiki yang salah.
Contoh :
1. Sudah tujuh kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan sudah sepuluh kali.
2. Seminar hasil itu dimoderatori oleh Wanda, ah bukan Wenda.
3. Saya telah membayar iuran sebanyak tujuh juta, tidak, tidak tujuh ribu
rupiah.
s. Hiperbol
Hiperbol (Yun. Huperbola huper, di atas, melampaui, terlalu, ballo, melempar)
adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang
berlebih-lebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal (Keraf, 2010: 135).
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberi
penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat,
meningkatkan pesan dan pengaruhnya. Gaya bahasa ini melibatkan kata-kata,
frasa atau kalimat (Tarigan, 2013: 55).
28
Contoh :
1. Kemarahanku sudah menjadi-jadi hingga hampir-hampir meledak aku.
2. Jika kau terlambat sedikit saja, pasti kau tidak akan diterima lagi.
3. Prajurit itu masih tetap berjuang dan sama sekali tidak tahu bahwa dia mati.
4. Dia mencintai pacarnya setengah mati.
5. Perempuan itu cantiknya seperti bidadari.
t. Paradoks
Paradoks adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan nyata dengan
fakta-fakta yang ada (Keraf, 2010: 136). Secara umum dapat disimpulkan
paradoks adalah suatu pernyataan yang diartikan selalu berakhir dengan
pertentangan.
Contoh :
1. Musuh sering terlihat seperti kawan yang akrab.
2. Ia mati kelaparan ditengah-tengah kekayaan yang berlimpah-limpah.
3. Ia terlihat kurus padahal ia sering kali makan.
u. Oksimoron
Oksimoron (okys=tajam, moros=gila, tolol) adalah suatu acuan yang berusaha
untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan
(Keraf, 2010: 136). Oksimoron adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung
penegasan atau pendiri suatu hubungan sintaksis, baik koordinasi maupun
diterminasi antara dua antonim Ducrot dan Todorov (dalam Tarigan, 2013 :
63).
29
Contoh :
1. Keramah-tamahan yang bengis.
2. Untuk menjadi manis seseorang harus menjadi kasar.
3. Itu sudah menjadi rahasia umum.
4. Tak peduli jelek atau tampan aku tetap mencintainya.
2. Gaya Bahasa Kiasan
Bahasa kias atau figure of speech adalah bahasa indah yang digunakan untuk
meninggikan dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda
atau hal lain yang lebih umum (Tarigan, 2013: 112). Gaya bahasa kiasan ini
dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan, membandingkan sesuatu
dengan sesuatu hal lain, dan menemukan ciri-ciri yang menunjukkan
persamaan antara kedua hal tersebut.
Bahasa kiasan memiliki dua perbandingan, yaitu termasuk dalam gaya bahasa
yang polos atau langsung, dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa
kiasan. Kelompok pertama dalam contoh berikut termasuk gaya bahasa
langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa kiasan (Keraf, 2010:
136).
Contoh :
1. Dia sama pintar dengan kakaknya
Kerbau itu sama kuat dengan sapi
2. Matanya seperti bintang timur
Bibirnya seperti delima merekah
30
Perbedaan antara kedua perbandingan di atas dalam hal kelasnya.
Perbandingan bisa mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang
sama. Perbandingan kedua sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang
termasuk dalam kelas yang berlainan (Keraf, 2010: 136).
Gaya bahasa kiasan ini membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
berarti mencoba ciri-ciri menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut.
Berikut ini macam-macam gaya bahasa kiasan menurut Keraf.
a. Simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit.
Perbandingan secara ekplisit ialah langsung menyatakan sesuatu dengan hal
lain. Untuk itu diperlukan upaya secara eksplisit yang menunjukkan persamaan
itu, yaitu kata-kata seperti, bagaikan, sama, sebagai, laksana, dan sebagainya.
Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan.
Kata perumpamaan sering disamakan dengan persamaan. Perbandingan
tersebut secara eksplisit oleh pemakaian kata seperti dan sejenisnya (Tarigan,
2013: 9). Perbandingan atau simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan
satu hal dengan hal lain yang mempergunakan kata-kata pembanding bak,
bagai, sebagai, semisal, seumpama, laksana sepantun, penaka, se, dan kata-kata
pembanding lain. Perumpamaan atau persamaan ini sebagai bentuk bahasa
kiasan yang paling sederhana dan paling banyak digunakan dalam sajak.
Contoh : Kikirnya seperti kepiting batu
Bibirnya seperti dilema merekah
Matanya seperti bintang timur
31
Bagai air di daun talas
Bagai duri dalam daging (Keraf, 2010: 138).
b. Metafora
Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi
dalam bentuk yang sehat, serta dengan menghilangkan kata-kata seperti,
layaknya, bagaikan, dsb. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak
mempergunakan kata seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan
sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok
kedua. Proses terjadinya sama dengan simile, tetapi secara beragsur-angsur
keterangan mengenai persamaan dan pokok pertama dihilangkan (Keraf, 2010:
139).
Menurut Tarigan, 2009: 15, metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan
yang paling singkat, padat dan tersusun rapi. Metafora memiliki dua gagasan,
gagasan pertama berupa suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan kemudian
menjadi objek. Gagasan kedua berupa pembanding yang menggantikan objek
menjadi kenyataan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu dengan hal lain
yang tidak disertai kata pembanding (bak, bagaikan, dll).
Contoh :
1. Wanita itu ternyata telah memiliki buah hati.
2. Kau harus bisa berlapang dada.
3. Tersangka korupsi itu dipastikan sepuluh tahun di dalam jeruji besi.
4. Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku.
32
5. Lelaki itu buaya darat (Keraf, 2010: 140).
c. Alegori, Parabel dan Fabel
Alegori (Allgorian: allos, lain, agoreurien) sebagai bentuk pernyataan. Sebuah
metafora mengalami perluasan apabila ia dapat berwujud alegori, parabel atau
fabel. Ketiga bentuk perluasan ini biasanya mengandung ajaran-ajaran moral
dan sulit dibedakan dengan yang lain. Alegori adalah suatu cerita singkat yang
mengandung kiasan. Makna kiasan ini harus ditarik dari bawah permukaan
ceritanya. Berdasarkan alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang
abstrak serta tujuannya selalu tersurat (Keraf, 2010: 140).
Alegori merupakan cerita yang dikisahkan dalam lambang lambang atau
bentuk metafora yang diperluas dan berkesinambungan. Alegori biasanya
mengandung sifat sifat moral atau spiritual manusia. Alegori berupa cerita
panjang dan rumit dengan tujuan yang terselubung namun bagi pembaca yang
jeli justru jelas dan nyata (Tarigan, 2013: 24).
Contoh :
1. Lidah manusia bagaikan belati yang tajam. Jika tidak dijaga dengan baik,
belati itu akan dengan mudah menyakiti dan melukai semua yang ada
disekitarnya. Namun jika ia dipergunakan dengan tepat, ia bisa menjadi
pelindung yang kuat serta senjata yang ampuh.
33
2. Belajar diwaktu kecil bagaikan memahat pada batu yang akan
menjadikannya karya seni nan indah. Belajar diwaktu tua bagaikan
memahat di atas air yang mustahil akan mendapatkan hasil yang baik.
3. Kesempatan yang baik untuk belajar adalah ketika masih muda, jika sudah
tua potensi untuk belajar akan semakin berkurang karena faktor usia yang
tidak memungkinkan untuk kembali belajar (Keraf, 2010: 141).
Parabel (Parabola) adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya
manusia yang selalu mengandung tema moral. Istilah parabel dipakai untuk
memperoleh cerita-cerita fiktif dalam kitab suci untuk menyampaikan suatu
kebenaran moral atau kebenaran spiritual (Keraf, 2010: 140).
Contoh : Adam dan Hawa diciptakan sebagai penghuni surga, namun karena
rayuan setan yang dzolim, Adam dan Hawa memakan buah Quldi
yang membuat mereka terpisah ke dunia. Hal ini yang
melatarbelakangi adanya kehidupan umat manusia di dunia.
Fabel adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai binatang yang tidak
bernyawa seolah-olah bertindak seperti manusia (Keraf, 2010: 140). Fabel
adalah sejenis alegori yang di dalamnya binatang dapat berperilaku seperti
manusia (Tarigan, 2013: 24).
Contoh : Seekor kepompong sedang menangis dan bersedih akan apa yang
telah terjadi disebuah pohon yang sudah tumbang. ―Hu...hu... betapa
sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satupun yang aman
untuk berlindung... huhu‖ sedih sang kepompong meratapi nasib.
34
d. Personifikasi atau Prosopopoeia
Personifikasi atau Prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang
menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Personifikasi merupakan suatu corak
khusus dari metafora yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat,
berbicara seperti manusia. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan
sifat sifat insan kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak
(Tarigan, 2013: 17).
Kiasan ini menyamakan benda dengan manusia, benda benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya. Personifikasi membuat hidup lukisan, di
samping itu memberi bayangan angan yang konkret.
Contoh :
1. Ombak di pantai selatan saling berkejaran ingin segera sampai di bibir pantai.
2. Rumput hias itu telah berbaris dengan rapi mengisi sela-sela tanah yang
kosong di halaman rumah.
3. Walaupun tutur katanya halus, namun apa yang dia ucapkan telah menampar
harga diriku.
4. Angin laut yang sepoi-sepoi sore ini membelai rambut panjang gadis manis
yang duduk di bawah pohon kelapa itu.
5. Bermain dengan hati seorang perempuan akan menuai karma dikemudian
hari.
35
e. Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang berusaha menyugestikan kesamaan antara
orang, tempat, atau peristiwa. Alusi dikenal sebagai suatu referensi yang
eksplisit atau implisit kepada peristiwa-peristiwa, tokoh tokoh, atau tempat
dalam kehidupan nyata, mitologi, atau dalam karya sastra yang terkenal (Keraf,
2010: 141).
Menurut Tarigan, 2013: 124, alusi atau kilatan merupakan gaya bahasa yang
menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh berdasarkan
anggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan
pembaca, serta adanya kemampuan pembaca untuk memahami pengacuan itu.
Tiga hal untuk membentuk alusi yang baik sebagai berikut.
1) Keyakinan bahwa hal yang dijadikan alusi dikenal juga oleh pembaca.
2) Penulis yakin bahwa alusi membuat tulisannya menjadi lebih jelas.
3) Alusi menggunakan acuan yang sudah umum.
Contoh :
1. Thomas Alfa Edison sudah mengajarkan arti suatu perjuangan pada banyak
manusia masa kini.
2. Pembukaan hutan di Jambi diprediksi akan memiliki dampak yang sama
dengan dampak pembukan hutan di Kalimantan.
3. Kisah hidup Tesya mengingatkan aku pada cerita hidup Bawang Merah
Bawang Putih.
36
4. Semangat sekolah anak-anak Laskar Pelangi sengaja aku temui di daerah
perbatasan Kalimantan Timur.
f. Eponim
Eponim adalah suatu gaya seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan
dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu
(Keraf, 2010: 141). Eponim adalah gaya bahasa yang mengandung nama
seseorang yang sering dihubungkan dengan sifat tertentu sehingga nama itu
dipakai untuk menyatakan sifat tersebut (Tarigan, 2013:127).
Contoh :
1) Hercules Menyatakan kekuatan
Dengan latihan dan makanan yang teratur kami harapkan agar Anda
menjadi Hercules.
2) Hallen dari Troya Menyatakan kecantikan
Semua wanita mengidamankan sosok Hallen dari Troya
3) Bung Hatta Menyatakan negarawan yang bijaksana
Kami merindukan sosok Bung Hatta yang bersahaja
4) Pinokio Menyatakan pembohong
Aku berharap hidung pejabat ini seperti pinokio
g. Epitet
Epitet (epita) adalah acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus
dari seseorang atau sesuatu hal (Keraf, 2010: 141). Epitet merupakan semacam
gaya bahasa yang mengandung acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang
khas dari seseorang atau sesuatu hal.
37
Keterangan itu merupakan suatu frasa deskriptif yang memberikan atau
menggantikan nama sesuatu benda atau nama seseorang (Tarigan, 2013: 128).
Contoh : Lonceng pagi untuk ayam jantan
Puteri malam untuk bulan
Raja rimba untuk singa (Keraf, 2010: 141).
Rhoma irama dijuluki raja dangdut
Penjahat cerdik itu dijuluki Robin Hood
h. Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari
sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan
keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro parte) (Keraf, 2010: 142).
Sinekdoke adalah gaya bahasa yang mengatakan sebagian untuk pengganti
keseluruhan Dale [et al] (dalam Tarigan, 2013: 123). Sinekdoke adalah bahasa
kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk
benda atau hal itu sendiri.
Contoh :
1. Setiap kepala dikenakan sumbangan sebesar Rp. 1000,-
2. Tangan ibu memang seperti sihir. Tangan ibu bisa membuat apa saja dan
menenangkan hatiku.
3. Pemulung itu bertahan hidup hanya dengan kaleng bekas di tempat-tempat
sampah.
4. Karena uang dia sampai buta hati dan tak mengenali lagi siapa keluarganya.
38
5. Secarik kertas dan pena itu akan menuntunmu untuk lulus ujian sekolah tahun
ini.
6. Kemanakah jantung hatiku pergi? Sudah lama aku mencari dan tidak juga
aku temukan.
7. Dalam rangka menyambut ulang tahun sekolah, pihak sekolah menyediakan
satu sapi untuk dijadikan sate.
i. Metonimia
Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang menggunakan sebuah kata untuk
menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang sangat dekat
(Keraf, 2010: 142). Metonimia merupakan majas yang menggunakan nama ciri
atau nama hal yang ditautkan dengan nama orang, barang, atau hal, sebagai
penggantinya. Kita dapat menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita
maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang
kita maksudkan barangnya Moeliono (dalam Tarigan, 2013: 121). Metonimia
ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini
berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang
sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.
Contoh :
1. Rossi lebih yakin naik Yamaha dibandingkan dengan yang lainnya karena
Yamaha juga yang mengantarkan Rossi menjadi juara dunia.
2. Dengan garuda Ayah sampai dirumah tepat sebelum makan malam.
39
j. Antonomasia
Antonomasia merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud
penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau
jabatan untuk menggantikan nama diri (Keraf, 2010: 142). Menurut Tarigan,
2013: 129, antonomasia merupakan semacam gaya bahasa yang merupakan
bentuk khusus dari sinekdoke yang berupa pemakaian sebuah epitet untuk
menggantikan nama diri atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan
nama diri. Antonomasia adalah gaya bahasa yang merupakan penggunaan gelar
resmi atau jabatan sebagai pengganti nama diri.
Contoh :
1. Yang mulia tak dapat menghadiri pertemuan ini.
2. Pangeran yang meresmikan pembukaan seminar itu.
3. Akhirnya sigemuk dapat menggunakan kebaya berwarna merah itu.
k. Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa tertentu untuk menerangkan sebuah kata
dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan (Keraf, 2010: 142).
Contoh :
1. Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah (yang gelisah adalah
manusianya bukan bantalnya).
2. Aldo bermain mobile legend dengan asyik (yang asyik adalah manusianya
bukan mobile legendnya.
40
3. Kami mendengar perintah dosen dengan penuh perhatian (maksudnya kami
mendengar dengan penuh perhatian perintah dosen).
l. Ironi, Sinisme dan Sarkamse
Ironi atau sindiran (Yun. eironeia, Lt. ironia. Kt. kerjanya: menyembunyikan)
acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna yang terkandung dalam
rangkaian kata-katanya (Keraf, 2010: 143). Ironi sejenis gaya bahasa yang
mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan seringkali bertentangan
dengan yang sebenarnya. Ironi ringan merupakan suatu bentuk sarkasme atau
satire, walaupun pembatasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sulit dibuat dan
jarang sekali memuaskan seseorang. Menurut Tarigan, 2013: 61, ironi adalah
majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok.
Maksud ini dapat dicapai dengan mengemukakan tiga hal: (a) makna yang
berlawanan dengan makna yang sebenarnya, (b) ketidaksesuaian antara suasana
dan kenyataan yang mendasarinya, dan (c) ketidaksesuaian antara harapan dan
kenyataan.
Contoh:
1. Pemerintahan kabinet periode ini begitu sukses dalam program kerjanya,
salah satunya adalah tak berdayanya mereka dalam menekan laju inflasi.
2. Bandarlampung adalah kota yang aman dari curanmor, setiap kali di kota itu
ada saja berita kehilangan sepeda motor.
3. Nasi goreng buatanmu sangat lezat, lihat saja setiap orang yang menyantap
nasi goreng buatanmu pasti akan memuntahkannya.
4. Jika melihat tulisanmu, engkau sangat cocok menjadi seorang dokter yang
menulis resep untuk pasiennya.
41
5. Film yang barusan kita tonton begitu seru, sampai-sampai mengantuk aku
dibuatnya.
Sinisme diartikan sebagai suatu sindiran yang mengandung ejekan terhadap
keikhlasan dan ketulusan hati. Sinisme dianggap lebih keras dari ironi, contoh
mengenai ironi di atas diubah akan dijumpai gaya yang bersifat sinisme (Keraf,
2010: 143). Menurut Tarigan, 2013: 9, sinisme adalah gaya bahasa berupa
sindiran yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
Contoh :
1. Meskipun aku mendapatkan nilai 6,5 di ulangan harian Bahasa Indonesia,
namun aku bangga akan hal itu. Dibandingkan dirimu yang mendapatkan
nilai 8 dari hasil menyontek.
2. Postur tubuhmu tinggi dan besar. Wajahmu juga menyeramkan, tapi kenapa
kau memiliki kepribadian pengecut?
3. Bisa kau kembalikan uang yang kupinjamkan? Apa kau tidak punya rasa
malu?
4. Kau meminjam uangku sudah sangat lama.
5. Kenapa dia bisa berubah menjadi brutal begitu? Sebenarnya apa yang
merasuki pikirannya hingga dia seperti itu?
Sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia
adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir (Keraf,
2010: 143).
42
Sarkasme adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran
pedas dan menyakiti hati Poerwadarminta (dalam Tarigan, 2013:92).
Contoh :
1) Kalau bicara itu yang jelas, jangan seperti orang kena stroke.
2) Kenapa ajak kakak kamu, sekalian aja ajak satpam sama baby sitter kamu.
3) Kelakuanmu memuakkan saya.
4) Apa yang kamu banggakan dari orang sinting itu?
5) Mulutmu harimaumu.
m. Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini
tidak perlu bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
Tujuan utamanya adalah agar diadakan perbaikan secara etis maupun estetis
(Keraf, 2010: 144). Satire merupakan sejenis bentuk argumen yang beraksi
secara tidak langsung, terkadang secara aneh bahkan ada kalanya dengan cara
yang cukup lucu yang menimbulkan tertawaan (Tarigan, 2013: 70).
Contoh :
1. Sup ini terasa begitu asin bagiku dan menurutmu masih harus ditambahi
garam, Apa lidahmu sedang tidak berfungsi?
2. Lihat dan malulah sedikit dengan tubuhmu yang kekar dan besar itu! hanya
mengangkat barang ini saja kau tidak kuat dan histeris berteriak minta tolong.
3. Pakaian yang kau kenakan hanya itu-itu saja, apa hanya selembar kain itu
yang kau gunakan sebagai penutup tubuhmu?
43
4. Pedagang itu hanya berjualan sayuran dan aku yakin hidupnya sangat
menderita. Teganya dirimu menawar barang dagangannya dengan harga yang
begitu rendah, apa kau ini tak mempunyai perasaan?
5. Apa selama ini kau tak bisa melihat? Perhatikan orang-orang disekelilingmu
yang hidup dengan serba kekurangan dibandingkan dengan dirimu.
n. Uniedo
Uniendo adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyampaikan kritik pada
strata sosial tertentu, tetapi untuk strata sosial yang lain belum tentu cara
uniendo efektif. Bahkan bisa dianggap sebagai bentuk sikap lemah seperti tidak
berpihak pada kepentingan rakyat (Keraf, 2010: 144).
Contoh :
1. Setiap kali ada pesta pasti ia akan sedikit mabuk karena terlalu kebanyakan
minum.
2. Dimanakah kamu mendapatkan gelar itu gampang sekali kamu mendapatkan
gelar dr.
3. Pidato kepala sekolah itu disambut dingin karena tidak menyinggung
kenaikan gaji.
4. Aldo menjadi Gubernur berkat tetesan darah warga miskin.
o. Anitfrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan
makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-
kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya (Keraf,
2010: 145).
44
Antifrasis merupakan gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan
makna kebalikannya. Perlu diingat ingat bahwa antifrasis akan dapat diketahui
dan dipahami dengan jelas ketika pembaca atau penyimak dihadapkan pada
kenyataan bahwa yang dikatakan sebaliknya (Tarigan, 2013: 76).
Contoh :
1. Lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya si cebol).
2. Teman-teman dimohon bertepuk tangan karena siswa teladan telah sampai.
3. Engkau memang orang yang terhormat.
4. Ia mendapatkan apresisasi dari orang sekelilingnya.
5. Albert sangat pintar karena tidak dapat menyelesaikan soalnya.
p. Pun atau Paranomasia
Pun atau paronomasia adalah kiasan yang mempergunakan kemiripan bunyi. Ia
merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi
terdapat perbedaan besar dalam maknanya (Keraf, 2010: 145).
Menurut Tarigan, 2013: 64, paronomasia ialah gaya bahasa yang berisi
penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain.
Contoh :
1. Engkau orang kaya, tapi kaya monyet!
2. Hati-hati bisa ini, bisa membahayakan kesehatanmu.
3. Tasya sedang mengukur bajunya yang kepanjangan, dilanjutkan mengukur
kepalanya yang banyak ketombe.
4. Mari kita kubik beramai-ramai kacang tanah yang setengah kubik banyaknya
ini.
45
D. Fungsi Gaya Bahasa
Gaya bahasa berkaitan dengan situasi dan suasana dalam sebuah puisi. Gaya
bahasa menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, misalnya kesan baik ataupun
buruk, senang atau tidak enak dan sebagainya yang diterima pikiran karena
pelukisan tempat, benda-benda, suatu keadaan atau kondisi tertentu Ahmadi
(dalam Tarigan, 2013: 169).
Bertolak dari pendapat di atas dapat dilihat fungsi gaya bahasa, yaitu sebagai alat
untuk memperkuat efek terhadap sebuah lirik yang disampaikan penulis, alat
untuk memperjelas sesuatu dan alat untuk menciptakan keadaan hati tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang fungsi gaya bahasa yang telah
dipaparkan di atas, dapat disimpulkan fungsi gaya bahasa sebagai berikut.
1. Meninggikan selera, mampu meningkatkan minat pemirsa/penonton untuk
mengikuti apa yang disampaikan penutur/pembicara.
2. Mempengaruhi pemirsa/penonton, artinya dapat membuat pemirsa semakin
yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan penutur/pembicara.
3. Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa
pemirsa hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk,
perasaan senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya.
46
4. Memperkuat efek atau nilai estetika terhadap gagasan, yaitu dapat membuat
pemirsa terkesan terhadap keindahan gaya bahasa oleh gagasan yang
disampaikan penutur/pembicara dalam sebuah berita (Keraf, 2010: 112).
E. Sendi-Sendi Gaya Bahasa
Gaya bahasa memiliki beberapa unsur yang membuat gaya bahasa tersebut
menjadi menarik dan baik. Gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur,
yaitu kejujuran, sopan santun, dan menarik (Keraf, 2010: 113).
1. Kejujuran
Kejujuran adalah suatu pengorbanan, karena kadang-kadang ia meminta kita
melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan diri kita sendiri.
Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah
yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa adalah alat untuk kita bertemu dan
bergaul. Oleh sebab itu, bahasa harus digunakan pula secara tepat dengan
memperhatikan kejujuran (Keraf 2010: 112).
2. Sopan Santun
Sopan santun adalah memberi penghargaaan atau menghormati orang yang
diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Di samping itu, pembaca atau
pendengar tidak perlu membuang-buang waktu untuk mendengar atau membaca
sesuatu secara panjang lebar, kalau hal itu bisa diungkapkan dalam beberapa
rangkaian kata (Keraf, 2010: 113).
47
3. Menarik
Kejujuran, kejelasan, serta kesingkatan merupakan langkah dasar dan langkah
awal. Seluruh gaya bahasa hanya mengandalkan kedua atau ketiga kaidah
tersebut. Sebuah gaya yang menarik dapat diukur melalui beberapa komponen,
yaitu variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik, tenaga hidup, dan penuh
daya khayal (Keraf, 2010: 114).
F. Pengertian Puisi
Secara etimologi, istilah puisi berasal dari bahasa Yunani poeima
―membuat‟ atau poeisis “pembuatan‖, dan dalam bahasa Inggris disebut
poem dan poetry. Puisi diartikan ―membuat‖ dan ―pembuatan‖ karena
lewat puisi pada dasarnya seorang telah menciptakan suatu dunia
tersendiri, yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana-suasana
tertentu, baik fisik maupun batin.
Ralph Waldo Emerson memberi penjelasan bahwa puisi mencari
kehidupan serta alasan yang meyebabkannya ada. Masih banyak lagi
definisi yang diungkapkan oleh ahli sastra mengenai pengertian puisi.
Begitu banyak batasan yang dikemukakan oleh ahli sastra sehingga kita
sulit untuk membatasi pengertian puisi (Tarigan, 2011:2011).
48
G. Unsur-unsur Struktur Puisi
Menurut Esten, 1990: 22-24, unsur-unsur struktur puisi sebagai berikut.
(1). Musikalitas
Unsur musikalitas adalah unsur bunyi, irama atau musik dari sebuah puisi.
Unsur ini terlihat pada penyusunan bunyi kata dan suku kata serta kalimat.
Unsur musikalitas terjadi secara lahir (dalam kata dan kalimat) maupun secara
maknawi (makna kata dan kalimat). Unsur musikalitas menimbulkan suasana
(mood) dari sebuah puisi.
(2). Korespondensi
Korespondensi adalah hubungan antara satu larik (baris) dengan larik
berikutnya. Satu kata dengan kata yang lain, satu bait dengan bait yang lain.
Korespondensi juga dapat terjadi antara satu frasa (kelompok kata) dengan
frasa berikutnya.
(3). Gaya Bahasa
Gaya bahasa membuat larik menjadi padat arti imajinasi serta memberi warna
emosi terhadap pembacanya. Seluruh unsur-unsur struktur ini berusaha
membantu tercapainya proses konsentrasi dan intensifikasi dari sebuah puisi.
Ketiga unsur terjalin di dalamnya unsur-unsur emosi dan imajinasi. Penulis
mengacu pada pendapat yang menyatakan bahwa unsur-unsur struktur puisi
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu musikalitas, korespondensi, dan gaya bahasa.
49
Penulis hanya membatasi pada bagian struktur ketiga, yaitu gaya bahasa
membuat larik menjadi padat arti imajinasi serta memberi warna emosi terhadap
pembacanya (Tarigan 2013: 22-24).
H. Rancangan Pembelajaran Sastra di SMA
Menurut Rusman, 2014: 12, pembelajaran terdiri atas beberapa komponen, yaitu
tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen tersebut menjadi dasar
utama dalam guru menggunakan model pembelajaran yang kooperatif dan
relevan. Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 adalah
pembelajaran berbasis teks. Bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai
pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang memiliki fungsi untuk
menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosial budaya
akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa yang mengungkapkan makna
secara kontekstual.
Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan
diseluruh jenjang pendidikan. Arah pembelajaran pada semua jenjang
pendidikan adalah sama, yaitu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
tercantum dalam kurikulum yang berlaku. Pembelajaran Bahasa Indonesia pada
kurikulum 2013 disusun dengan berbasis teks, baik lisan maupun tulisan.
Pembelajaran Bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkan
prinsip sebagai berikut:
(1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kumpulan
kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan
proses pemilihan bentuk-bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna.
50
(3) bahasa bersifat fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang tidak pernah
dapat dilepaskan dari konteks karena dalam bentuk bahasa yang digunakan itu
tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunaannya, dan (4) bahasa
merupakan sarana pembentukkan kemampuan berpikir manusia (Kemendikbud,
2013).
Peserta didik diharapkan mampu mengembangkan kreativitasnya dalam bidang
kesastraan. Kegiatan pembelajaran dilakukan oleh dua pelaku, yaitu guru dan
siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai
komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut
meliputi tujuan, materi, metode,dan evaluasi. Proses pembelajaran perlu
direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif
dan efisien.
Berkaitan dengan kurikulum 2013 revisi 2018 dalam bidang studi bahasa dan
sastra Indonesia, pembelajaran sastra bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi karya sastra
berkaitan dengan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, kepekaan
terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan. Pembelajaran langsung
berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari
KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses
pembelajaran dan menjadi sarana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-
2.
51
Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut
KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2. Proses pembelajaran terdiri atas
lima pengalaman belajar pokok yang dikaitkan dengan pendekatan scientific,
yaitu mengamati, menanya, menalar, mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
Pembelajaran dengan bahan ajar puisi pada siswa SMA terdapat dalam silabus
mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas X semester genap yaitu pada Kompetensi
Dasar (KD) 3.17 Menganalisis unsur pembangun puisi. Materi pembelajaran
meliputi membaca teks puisi dengan cermat serta mampu menemukan unsur
pembangun puisi yaitu gaya bahasa yang terdapat dalam puisi, yaitu gaya bahasa
retoris dan gaya bahasa kiasan. Penulis memberikan referensi kepada peserta
didik agar mampu memahami unsur pembangun puisi, yaitu gaya bahasa retoris
dan gaya bahasa kiasan.
Tujuan pembelajaran sastra adalah untuk mengarahkan peserta didik agar
mampu menganalisis gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang
terkandung dalam karya sastra (puisi). Puisi adalah jenis karya sastra yang
secara umum digunakan di SMA dalam pembelajaran sastra. Pembelajaran
sastra dapat ditunjang melalui media dan bahan ajar yang relevan. Salah satu
media dan bahan ajar yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran adalah puisi.
Guru diharapkan mampu memberikan bahan ajar yang menarik untuk
pembelajaran sastra agar dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mencapai pembelajaran berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
tercantum dalam kurikulum 2013 revisi 2018.
52
Pembelajaran di SMA kelas X semester genap berkaitan dengan pembelajaran
mengenai puisi, yaitu terdapat pada KI 3 memahami, menerapkan, menganalisis
dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan
metakognitif, berdasarkan rasa ingin tahunya mengenai ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena, dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural berdasarkan bidang kajian
yang spesifik.
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, Standar Kompetensi
(SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), tujuan
pembelajaran, bahan ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. Berdasarkan
komponen perencanaan proses pembelajaran berikut penjelasannya.
1. Silabus
Silabus merupakan bentuk acuan pengembangan rencana pelaksanaan
pembelajaran memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
(Rusman, 2014: 4-5). Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan
standar isi (SI), standar kompetensi lulusan (SKL), serta panduan penyusunan
kurikulum 2013.
53
Berdasarkan pelaksanaannya, pengembangan silabus dilakukan oleh para guru
secara mandiri atau berkelompok dalam beberapa sekolah, kelompok
musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) atau pusat kegiatan guru (PKG) dan
dinas pendidikan. Berikut komponen silabus pembelajaran.
a. Standar Isi
Permendikbud nomor 64 tahun 2013, standar isi adalah kriteria mengenai ruang
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada
jenjang atau jenis pendidikan tertentu.
b. Standar Kompetensi Lulusan
Standar kompetensi lulusan merupakan turunan dari standar isi yang memuat
mengenai kompetensi dasar. Standar kompetensi lulusan merupakan tujuan atau
sasaran kurikulum yang digunakan.
c. Kompetensi Inti
Permendikbud nomor 64 tahun 2013 tentang standar isi, kompetensi inti (KI)
adalah kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya digunakan sebagai
acuan dalam mengembangkan kompetensi yang bersifat spesifik dan ruang
lingkup materi untuk kurikulum.
d. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah tujuan utama pembelajaran yang pada tiap kali
pertemuan. Disetiap pembelajaran di kelas, harus memuat tujuan yang terdapat
dalam kompetensi dasar.
54
e. Standar Proses
Standar proses merupakan suatu tahapan proses pembelajaran yang menjelaskan
kriteria penilaian berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran untuk mencapai
kompetensi lulusan.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun untuk kompetensi dasar yang
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang RPP dalam
setiap pertemuan berdasarkan satuan pendidikan (Rusman 2014: 5).
Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar proses, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap
muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar. Berikut komponen rencana pelaksanaan pembelajaran.
a. Identitas Mata Pelajaran
Identitas mata pelajaran meliputi, satuan pendidikan, kelas, semester, program
keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran serta jumlah pertemuan.
b. Kompetensi Inti
Kompetensi adalah kemampuan siswa untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang harus dimiliki peserta didik dalam setiap tingkat kelas.
55
c. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta
didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator
kompetensi dalam suatu pelajaran.
d. Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator kompetensi adalah perilaku yang diukur untuk mencapai kompetensi
dasar yang menjadi penilaian dalam mata pelajaran. Indikator pencapaian
kompetensi dirumuskan melalui kata kerja secara operasional yang dapat diamati
dan diukur yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap.
e. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan proses dan hasil belajar yang bertujuan agar
peserta didik dapat mencapai pembelajaran berdasarkan kompetensi dasar.
f. Materi Ajar
Materi ajar memuat konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dalam bentuk
butir-butir berdasarkan rumusan indikator pencapaian kompetensi.
g. Alokasi Waktu
Alokasi waktu ditentukan berdasarkan pencapaian kompetensi dasar.
h. Media Pembelajaran
Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar mengajar.
Beberapa jenis media pembelajaran sebagai berikut.
56
i. Media visual : bagan, grafik, poster, dan selembaran.
ii. Media audial : laboratorium bahasa.
i. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk menciptakan
suasana belajar serta menumbuhkan motivasi belajar peserta didik untuk
mencapai kompetensi dasar.
j. Kegiatan Pembelajaran
1. Pendahuluan
Pendahuluan merupakan kegitan awal yang dilakukan dalam pertemuan
pembelajaran yang bertujuan memberikan motivasi dan memfokuskan
perhatian peserta didik dalam berpartisipasi selama pembelajaran
berlangsung. Bentuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sebagai
berikut.
a. Menyampaikan manfaat pembelajaran
b. Mengajukan pertanyaan
c. Mengaitkan pembelajaran sebelumnya dengan pembelajaran yang akan
disampaikan.
Penyampaian rencana kegiatan dijelaskan sebagai berikut.
a. Menyampaikan rencana kegiatan misalnya, kegiatan individual, kerja
kelompok, dan kegiatan observasi.
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
57
Berdasarkan kegiatan pendahuluan tersebut, guru dapat melakukan hal-hal
yang berkaitan dengan apersepsi, serta penyampaian kompetensi dan rencana
kegiatan.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran yang bertujuan untuk
mencapai kompetensi dasar. Kegiatan inti dilakukan secara sistematis
melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan inti
merupakan bentuk kegiatan yang dilakukan guru ketika proses
pembelajaran berlangsung. Berdasarkan kegiatan inti, pembelajaran
diterapkan berdasarkan kurikulum 2013, guru mampu mengaitkan
kompetensi berdasarkan nilai-nilai sikap, saling menghargai orang lain,
jujur, teliti, toleransi, dan disiplin yang terdapat dalam silabus dan RPP.
Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan inti adalah pendekatan
scientific approach yaitu mengamati, menanya, mengeksplorasi,
mengasosiasi, dan mengomunikasikan.
a. Mengamati
Kegiatan mengamati yang dilakukan, guru memberikan kesempatan
secara luas dengan bentuk yang bervariasi dengan tujuan dapat
melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar,
dan membaca.
b. Menanya
Kegiatan menanya yang dilakukan, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya mengenai materi pembelajaran yang sudah diamati.
58
Melalui kegiatan bertanya, guru membimbing siswa untuk mengajukan
pertanyaan mengenai hasil pengamatan objek materi yang relevan
sehingga sampai kepada pertanyaan yang bersifat faktual dan bersifat
hipotetik. Guru diharapkan dapat menginspirasi siswa untuk
meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
c. Menalar
Kegiatan menalar yang dilakukan, siswa diharapkan mampu menalar
secara aktif untuk mengaitkan materi pembelajaran yang telah
disampaikan dengan kehidupan yang relevan. Siswa melakukan
observasi untuk memeroleh pengetahuan sehingga siswa dapat berfikir
secara logis dan sistematis.
d. Mengasosiasikan
Berdasarkan tindak lanjut dari kegiatan bertanya dan kegiatan observasi
adalah siswa mampu memperoleh informasi yang relevan melalui
berbagai sumber. Kegiatan yang dapat dilakukan meliputi membaca buku
yang berkaitan dengan materi pembelajaran, serta mampu melakukan
eksperimen melalui objek yang diteliti.
e. Mengomunikasikan
Kegitan mengomunikasikan yang dilakukan yaitu siswa mampu
menyampaikan hasil pengamatan berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan.
59
3. Penutup
Kegiatan penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk refleksi, umpan balik, serta
tindak lanjut. Kegiatan penutup merupakan kegiatan akhir dari
pembelajaran. Siswa dan guru membuat rangkuman dari hasil
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru melakukan refleksi terhadap
kegiatan secara konsisten dan kompetetif. Setelah itu, guru memberikan
umpan balik terhadap proses pembelajaran dan merencanakan kegiatan
pembelajaran pada pertemuan berikutnya (Kemendikbud, 2013).
k. Penilaian Hasil Belajar
Instrumen penilaian hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian
kompetensi dan mengacu pada standar penilaian. Berdasarkan kegiatan
pembelajaran, dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan, penilaian sangat
penting dalam kaitannya dengan pembelajaran. Penilaian dalam pembelajaran
dalam kurikulum 2013 meliputi penilaian autentik atau penilaian sebenarnya.
Penilaian autentik (Authentic Assessment) adalah pengukuran secara signifikan
dari hasil belajar peserta didik dalam ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan
Penilaian autentik yang digunakan berdasarkan kurikulum 2013, terdapat teknik
dan instrumen yang digunakan guru untuk menilai siswa. Penilaian yang
digunakan berupa penilaian kompetensi sikap, penilaian pengetahuan, dan
penilaian keterampilan.
60
1. Penilaian Kompetensi Sikap
Penilaian kompetensi sikap merupakan penilaian yang dilakukan untuk
mengetahui perilaku siswa, dalam kegiatan pembelajaran. Sikap yang dinilai
guru yaitu, bertanggungjawab, jujur, santun, dan kreatif. Penilaian tersebut
sebagai berikut.
a. Observasi merupakan teknik yang dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung.
b. Penilaian diri merupakan teknik penilaian melalui siswa dalam
megemukakan konteks pencapaian kompetensi.
c. Penilaian antar siswa merupakan teknik penilaian dengan siswa satu
dengan siswa yang lain.
d. Portofolio merupakan catatan siswa mengenai informasi pengamatan
observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran.
2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Kompetensi pengetahuan dinilai melalui tes tertulis, maupun teks lisan.
a. Instrumen tes tertulis berupa soal dan pertanyaan yang disesuaikan
dengan materi dalam proses pembelajaran.
b. Instrumen lisan yang berupa pertanyaan yang diajukan guru dan
pertanyaan siswa dengan siswa lainnya.
3. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Kompetensi keterampilan yang dinilai oleh guru kepada siswa melalui
penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa mendemonstrasikan
61
kompetensi tertentu dalam menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio.
a. Tes praktik merupakan tes yang menuntut respon berupa keterampilan
dalam melakukan suatu aktifitas berdasarkan kompetensi.
b. Projek memuat tugas-tugas yang diberikan oleh guru yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
c. Penilaian portofolio merupakan penilaian yang dilakukan dengan cara
menilai karya siswa yang bersifat reflektif integratif.
4. Sumber Belajar
Penentuan sumber belajar berdasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar, kegiatan pembelajaran, serta materi ajar, dan indikator pencapaian
kompetensi (Rusman, 2014: 5-7).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran
disekolah berlandaskan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang
berpedoman dengan silabus. Kemudian, penyelesaian pembuatan RPP dilanjutkan
dengan pembelajaran sastra yang akan disesuaikan dengan RPP yang sudah
dirancang. Pembelajaran sastra atau pembelajaran apresiasi adalah pembelajaran
yang mengaitkan pemahaman siswa terhadap karya sastra untuk menemukan
makna dan pengetahuan yang terkandung dalam karya sastra. Pembelajaran sastra
dilaksanakan secara langsung dengan cara menganalisis karya sastra berdasarkan
komponen-komponennya yang terdapat dalam silabus. Pembelajaran sastra
memiliki manfaat dalam menciptakan kreatifitas peserta didik.
62
Tujuan pembelajaran sastra yaitu agar peserta didik memahami karya sastra serta
mampu mengklasifikasikan unsur-unsur karya sastra yang terkandung di
dalamnya. Puisi merupakan jenis karya sastra yang diajarkan di SMA kelas X
semester genap. Tujuan pembelajaran sastra dapat tersampaikan dengan baik oleh
peserta didik, puisi merupakan salah satu media yang relevan untuk bahan ajar.
Guru diharapkan mampu memberikan bahan ajar yang menarik untuk
pembelajaran sastra agar dapat membangkitkan semangat peserta didik dalam
mencapai pembelajaran dengan baik sesuai dengan kompetensi dasar dan
kompetensi inti yang tercantum dalam kurikulum 2013.
Pembelajaran SMA kelas X semester genap berkaitan dengan pembelajaran
mengenai pusi pada KI 3 yaitu memahami, menerapkan, menganalisis dan
mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora, dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan
pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah.
63
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan gaya bahasa yang terdapat
dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono, maka
dari itu perlu digunakan suatu metode untuk mencapai tujuan penelitian
tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif (qualitative
research) dalam melakukan penelitian ini. Metode ini menekankan pada
interpretasi yang dilakukan penulis dalam menulis, karena tidak dapat diukur
dengan angka, hal-hal seperti gagasan, ide, maupun interpretasi akan
bersinggungan dengan subjektivitas penulis. Menurut Ratna (2013: 69)
dijelaskan bahwa penelitan deskriptif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik,
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus alamiah.
64
Alasan penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif karena penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan gaya bahasa dalam kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dan rancangan
pembelajarannya di SMA.
B. Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah data verbal yang berupa gaya bahasa dalam
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono. Data tersebut
selanjutnya dianalisis untuk memperoleh deskripsi tentang gaya bahasa
dalam kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang
meliputi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang dilihat dari segi
penggunaan dan fungsinya.
Sumber data dalam penelitian ini adalah puisi-puisi yang terdapat pada
kumpulan puisi yang berjudul Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono,
yaitu: Telinga, Bunga 1, Bunga 2, Bunga 3, Ku Kirimkan Padamu, Pesta,
Lirik Untuk Lagu Pop, Angin 3, Cara Membunuh Burung, Gonggong Anjing,
Di Sebuah Halte Bis, Peristiwa Pagi Tadi, Cermin 1, Cermin 2, Di Atas
Batu, Sihir Hujan, Seruling, Tekukur, Perahu Kertas, Akulah Si Telaga, Air
Selokan, Sudah Ku Tebak, Tuan, Kepompong Itu, Puisi Cat Air Untuk Rizki,
Sajak Telur, Tajam Hujanmu, Kisah, Metamorfosis, Hatiku Selembar Daun,
Sajak Subuh, Pesan, Setangan Kenangan, Benih, Ketika Menunggu Bis Kota
Malam-malam, Sudah Ku Tebak, Di Tangan Anak-anak.
65
Terbit pada Februari 2018 cetakan pertama, jumlah halaman 84, diterbitkan
oleh Kompas Gramedia (PT Gramedia Pustaka Utama), Jakarta.
C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian ini adalah
teknik analisis teks. Langkah selanjutnya yang dilakukan penulis untuk
menganalisis data adalah sebagai berikut.
1. Membaca kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono
secara keseluruhan.
2. Mendeskripsikan makna yang terdapat pada kumpulan puisi Perahu
Kertas karya Sapardi Djoko Damono.
3. Mengidentifikasi dan menandai bagian-bagian kumpulan puisi Perahu
Kertas karya Sapardi Djoko Damono yang menggunakan gaya bahasa.
4. Mengelompokkan gaya bahasa yang terdapat dalam kumpulan puisi
Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono kedalam jenis gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan.
5. Mengklasifikasikan gaya bahasa retoris secara fonologis dalam kumpulan
puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono.
6. Mengklasifikasikan gaya bahasa retoris secara sintaksis dalam kumpulan
puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono.
7. Mendeskripsikan implikasi kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi
Djoko Damono dan Rancangan Pembelajarannya di SMA.
168
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan dalam
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono, penulis
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapadi Djoko Damono penyair
menggunakan beberapa gaya bahasa retoris, yaitu aliterasi, asonansi,
elipsis, asindeton, polisindeton, dan hiperbola. Gaya bahasa kiasan yang
ditemukan yaitu parabel, dan personifikasi. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa yang digunakan dalam
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono terdapat
suasana yang berbeda antara puisi yang satu dengan yang lainnya
bergantung pada konteks dan makna yang terdapat pada setiap puisi.
2. Penggunaan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan dalam kumpulan
puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono berfungsi untuk
menimbulkan nilai sugesti dan imajiner terhadap pembaca agar pembaca
mampu merasakan apa yang dirasakan oleh penyair. Penggunaan gaya
bahasa kiasan berfungsi untuk membandingkan sesuatu hal dengan sesuatu
hal yang lain.
169
3. Hasil penelitian gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan dalam
kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono dapat
dirancang sebagai pembelajaran sastra di SMA berdasarkan kurikuum
2013 edisi revisi 2018 sesuai dengan KD 3 .17 Menganalisis unsur
pembangun puisi. Tujuan pembelajaran ini yaitu siswa mampu memahami
ragam gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang terdapat pada
puisi. Rancangan pembelajaran ini menggunakan model pembelajaran
penemuan, dengan alokasi waktu 4 jam pelajaran 2x pertemuan, dan bahan
ajar yang digunakan yaitu kumpulan puisi yang berjudul “Perahu Kertas”
karya Sapardi Djoko Damono. Rancangan pembelajaran ini dapat
digunakan pada siswa kelas X semester genap.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah disajikan pada bagian
sebelumnya, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, penelitian gaya bahasa pada kumpulan puisi Perahu Kertas
karya Sapardi Djoko Damono ini dapat dijadikan referensi dalam
menganalisis unsur pembangun puisi yaitu gaya bahasa retoris dan gaya
bahasa kiasan.
2. Bagi guru Bahasa Indonesia dapat menggunakan rancangan pembelajaran
berdasarkan peneitian ini dalam melaksanakan pembelajaran pada KD 3.17
Menganalisis unsur pembangun puisi (gaya bahasa retoris dan gaya bahasa
kiasan) pada kumpulan puisi Perahu Kertas karya Sapardi Djoko Damono
menggunakan model pembelajaran penemuan yang bertujuan agar siswa
170
mampu memahami ragam gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan yang
terdapat pada puisi.
171
DAFTAR PUSTAKA
A. Teeuw. 2017. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya.
Damono, Sapardi Djoko 2018. Perahu Kertas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Pradopo, 2013. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rusman, 2014. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grasindo Persada.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Pusat Pelajar.
Tarigan, Henry Guntur. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 2014. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Universitas Lampung, 2018. Format Penulisan Karya Ilmiah. Bandarlampung:
Universitas Lampung.
Wellek, Rene dan Austin Warren, 2014. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.