Upload
bagas-novandy
View
101
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kesehatan
Citation preview
1
Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan. Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan
tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang
semuanya disebut ion. Beberpa jenis garam akan dipecah menjadi elektrolit. Contohnya NaCl
akan dipecah menjadi Na+ dan Cl-. Pecahan elektrolit tersebut merupakan ion yang dapat
mengahantarkan arus litrik. Elektrolit adalah substansi ion-ion yang bermuatan listrik yang
terdapat pada cairan. Satuan pengukuran elektrolit menggunakan istilah milliequivalent
(mEq). Satu milliequivalent adalah aktivitass secara kimia dari 1 mg dari hidrogen.
Ion-ion positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan
magnesium
ion-ion negatif disebut anion. Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan dan elektrolit merupakan bagian dalam tubuh yang
berperan dalam memelihara fungsi dari organ tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
sangat penting dalam proses hemostasis baik untuk meningkatkan kesehatan maupun dalam
proses penyembuhan penyakit. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total
dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada
yang lainnya.
Gangguan cairan dan elektrolit dapat membawa pasien dalam kegawatan yang kalau
tidak dikelola dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian. Usaha pemulihan
kembali volume serta komposisi cairan dan elektrolit tubuh dalam kondisi yang normal
disebut resusitasi cairan dan elektrolit. Penyebab utama gangguan cairan dan elektrolit adalah
diare, muntah-muntah, peritonitis, ileus obstruktif, puasa, terbakar, atau karena perdarahan
2
yang banyak. Tiap penyakit memiliki gangguan tersendiri sehingga sasaran terapinya juga
berbeda. Agar terapi cairan tepat pada sasaran, diperlukan selain pengetahuan tentang
patofisiologi penyakit, juga fisiologi dari cairan tubuh kita.
Gangguan elektrolit sering dikaitkan dengan abnormalitas dan kegawatan
kardiovaskular dan neurologis. Abnormalitas ini jika tidak dikelola akan dapat menimbulkan
henti jantung yang menyulitkan proses resusitasi. Pada beberapa kasus, gangguan elektrolit
harus segera di koreksi dan di terapi sesegera mungkin tanpa harus menunggu hasil
laboratorium keluar.
1. Gangguan natrium
Natrium berperan dalam menentukan status voulume air dalam tubuh. Keseimbangan
natrium yang terjadi dalam tubuh diatur oleh dua mekanisme yaitu pengatur:
kadar natrium yang sudah tetap pada batas tertentu (set-point)
Keseimbangan antara natrium yang masuk dan yang keluar (steady-state)
Perubahan kadar natrium dalam cairan ekstrasel akan mempengaruhi kadar hormone
terkait seperti hormone antidiuretik (ADH), system RAA (Renin Angiotensin Aldosteron),
atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic peptide (BNP). Hormone-hormon ini akan
mempengaruhi ekskresi natrium di dalam urin.
Naik turunnya eksresi dalam urin diatur oleh filtrasi glomerulus dan reabsorsi oleh
tubulus ginjal. Peningkatan volume cairan (hipervolemia) dan peningkatan asupan natrium
akan meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan pada deplesi volume (hipovolemia) serta
asupan natrium yang rendah akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada laju filtrasi glomerulus akan mempengaruhi reabsorsi natrium di
tubulus (glomerulotubular balance).
Sebanyak 60-65% natrium yang difiltrasi direabsorbsi di tubulus proksimal, 25-30% di
loop of henle, 5% di tubulus distal dan 4% di duktus koligentes.
Reabsorsi di tubulus proksimal dan duktus koligentes tergantung pada kebutuhan tubuh
yang diatur oleh factor neurohumoral (angiotensin-II dan norepinefrin di tubulus proksimal
dan aldosteron di duktus koligentes). Reabsorbsi di lengkung-Henle dan tubulus distal
tergantung dari jumlah natrium yang ada dalam filtrate di tubulus atau disebut tergantung dari
3
jumlah natrium yang ada dalam filtrate. Reabsorbsi natrium di tingkat sel tubulus proksimal
dimulai dari aktivitas pompa NaK-ATPase di membrane basolateral sel tubulus sehingga
menimbulkan gradient elektromia sehingga memudahkan masuknya natrium secara pasif
dalam bentuk solute kotranspor dengan glukosa, asam amino, fosfat yang dihantarkan oleh
protein pembawa (carrier) masuk menembus membrane-sel dan juga melalui antoport Na-H
(reabsorbsi natrium dan sekresi ion-H).
Reabsorbsi natrium di lengkung-Henle asending, dilakukan oleh proses elekronetral
melalui kontraspor NaK2Cl. Bila Na direabsorbsi, maka absorbs Cl akan terhalang sebaliknya
bila Cl di reabsorbsi maka reabsorbsi Na terhalang dan bila K direabsorbsi maka reabsorbsi
Na dan Cl terhalang. Kalium yang direabsorbsi akan kembali masuk ke dalam lumen melalui
saluran-K yang ada di membrane sel bagian lumen, sehingga memnbuat lumen menjadi
elektropositif dan mendorong Na masuk dari lumen ke dalam sel. Natrium yang masuk ek
dalam sel akan dikeluarkan dari sel masuk ke dalam sirkulasi dengan bantuan pompa NaK-
ATPase di membrane basolateral di mana akan ke luar 3 Na dan masik 2 K. kalium yang
masuk kemudian dikeluarkan ke dalam lumen melalui saluran-K di membrane sel. Cl yang
direabsorbsi, kemudian ke luar dan masuk dalam sirkulasi melalui saluran Cl di membrane
basolateral. Keluarnya kalium ke dalam lumen dan keluarnya natrium ke dalam sirkulasi
membuat sel menjadi elektromagnetif dan lumen menjadi positif sehingga memudahkan
natrium masuk ke dalam sel dari lumen lengkung-Henle asending.
Reabsorbsi natrium di tubuls distal, dilakukan oleh proses elektronetral melalui
kotranspor Na-Cl. Di dalam sel, natrium dikeluarkan melaui membrane basolateral oleh
pompa NaKATPase ke dalam sirkulasi dan Cl keluar dari sel pada membrane agar sel
menjadi elektronegatif sehingga mendorong Na masuk ke dalam sel melalui kotranspor Na-
Cl. Pompa NaK-ATPase juga membuat agar sel menjadi elekronegatif sehingga mendorong
Na masuk ke dalam sel melalui kotranspor Na-Cl.
Reabsorbsi Na di duktus koligentes, terjadi di bagian korteks duktus koligentes dan di
medulla dalam. Pada bagian korteks dilakukan melalui sel-prinsipal. Reabsorbsi natrium di
sel-prinsipal bagian korteks duktus koligentes bersifat elektrogenik yang memungkinkan
kadar natrium dalam lumen turun sampai kurang dari 5 meq/L pada keadaan hipovolemi.
Sifat elektrogenik ini menyebabkan muatan dalam lumen menjadi negative sehinggga
4
memungkinkan terjadinya reabsorbsi pasif Cl melalui jalur paraselular dan juga
memungkinkan terjadinya sekresi K ke dalam lumen melalui saluran-K yang peka aldosteron
pada membrane sel bagian lumen. Aldosteron sangat berperan dalam proses transport natrium
dengan meningkatkan jumlah saluran natrium di bagian apical membran sel principal duktus
koligentes. Lumen yang bermuatan negative ini dimungkinkan oleh pompa-NaK-ATPase di
bagian basolateral sel principal, 3 Na keluar dari sel masuk dalam sirkulasi dan 2 K masuk
dalam sel dan kemuadian 1K keluar kembali dari sel yang menciptakan muatan negative
dalam sel. Muatan negative dalam sel, mendorong Na masuk ke dalam sel melalui saluran
Kalium peka aldosteron, akan mendorong Na dalam lumen masuk ke dalam sel melaui
saluran natrium tersebut.
Prostaglandin E2 dapat menghambat rebasorbsi natrium di sel principal sebaliknya ADH
meningkatkan reabsorbsi natrium di sel principal dengan meningkatkan jumlah saluran
natrium.
1.1 HIPONATREMIA
Respon fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari
hipotalamus sehingga eksresi urin meningkat oleh karena saluran air (AQP2) di bagian apical
duktus koligentes berkurang (osmolaritas urin rendah).
Hiponatremia terjadi bila: a) jumlah asupan cairan melebihi kemampuan ekskresi, b)
ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya pada kehilangan cairan melalui saluran
cerna atau gagal jantung atau sirosis hati atau pada SIADH (Syndrom of inapropiate ADH-
secretion)
Berdasarkan prinsip di atas maka hiponatremia dapa dikelompokkan atas:
Hiponatremia dengan ADH meningkat:
ADH yang meningkat oleh karena deplesi volume sirkulasi efektif seperti
pada: muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, pada gagal jantung,
sirosis hati, insufiensi adrenal, hipotiroidisme.
ADH yang meningkat pada SIADH.
5
Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologis. Polidipsia primer atau gagal ginjal
merupakan keadaan di mana ekskresi cairan lebih rendah dibanding dengan asupan
cairan yang menimbulkan respons fisiologis menekan sekresi ADH
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi.
Tingginya osmolaritas plasma pada keadaan hiperglikemia atau pemberian
manitol intra vena menyebabkan cairan intrasel keluar dari sel menyebabkan
dilusi cairan ekstrasel yang menyebabkan hiponatremia.
Pemberian cairan isoosmotik tidak mengandung natreium kedalam cairan
ekstrasel dapat menimbulkan hiponatremia disertai osmolalitas plasma normal.
Pseudohiponatremia dimana menyebabkan volume air plasma berkurang.
Jumlah natrium tetap, osmolalitas normal akan tetapi secara total dalam cairan
intravascular kada natrium jadi berkurang.
Pada kelompok-I (ADH meningkat) dapat dibagi dalam:
Volume sirkulasi efektif turun
Na keluar berlebihan dari tubuh. 1) melalui ginjal: diuretic akut, renal salt
wasting, muntah akut, hipoaldosteron. 2) melalui non-ginjal: diare, diuretic
lama, muntah lama.
Peningkatan volume air bebas elektrolit. 1) gagal jantung. 2) sirosis hati
3).perdarahan 4). Adrenal insufisiensi 5). Hipotiroidisme 6). Hipoalbuminemia
Volume sirkulasi efektif tidak turun. SIADH (Syndrom of inapropiate ADH-
secretion)
Menurut waktu terjadinya hiponatremia, maka hiponatremia dapat dibagi dalam:
Hiponatremia kronik. Disebut kronik bila kejadian hiponatremia berlangsung lambat yaitu
lebih dari 48 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan
kesadaran atau kejang, gejala yang terjadi hanya ringan seperti lemas atau mengantuk.
Kelompok ini disebut juga sebagai hiponatremia asimtomatik.
Hiponatremia akut. Disebut akut apabila kejadian hiponatremia berlangsung cepat yaitu
kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini akan terjadi gejala yang berat seperti penurunan
kesadaran dan kejang. Hal ini terjadi karena akibat adanya edema sel otak karena air dari
6
ekstrasel masuk ke intrasel yang osmolaritasnya lebih tinggi. Kelompok ini disebut juga
sebagai hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat.
Di dalam klinik bila ditemukan kasus dengan hiponatremia disertai gejala yang berat maka
hiponatremia masuk dalam kategori akut dan sebaliknya bila tidak dengan gejala berat maka
hiponatremia masuk ke dalam kategori kronik. Hal ini penting untuk diketahui sehubungan
tindakan yang akan dilakukan bila ada kejadian hiponatremia.
Penatalaksanaan hiponatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia dengan cara:
Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggunaan diuretic, penggunaan
manitol)
Pemeriksaan fisik yang teliti (antara lain apakah ada tanda-tanda hipovolemi atau
bukan)
Pemeriksaan gula darah, lipid darah
Pemeriksaan osmolaritas urin atau dapat juga dengan memeriksan BJ (berat jenis)
urin (interpretasi terhadap adakah ADH yang meningkat atau tidak, gangguan
pemekatan)
Pemeriksaan natrium, kalium dan klorida dalam urin untuk melihat jumlah eksresi
elektrolit dalam urin.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pengobatan yang tepat sasaran.
Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremia, akut atau kronik
Tanda atau penyakit lain yang menyertai hiponatremia perlu dikenali (deplesi volume,
dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)
Hiponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian larutan
natrium hipertonik intravena. Kadar natrium lasma dinaikkan sebanyak 5 meq/L dari
kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium plasma dinaikkan
sebesar 1 meq/L setiap 1jam sampai kadar natrium darah mencapai 130 meq/L.
Rumus yang dipakai untuk mengetahui jumlah natrium dalam larutan natrium
hipertonik yang diberikan adalah 0,5 x berat badan (Kg) x delta Na. Delta Na adalah
selisih antara kadar natrium yang diinginkan dengan kadar natrium awal.
7
Hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaitu sebesar 0,5 meq/L
setiap 1 jam, maksimal 10 meq/L dalam 24 jam. Bila delta Na sebesar 8 meq/L,
dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang dipakai adalah sama
dengan di atas. Natrium yang diberikan dapat dalam bentuk hipertonik intravena atau
natrium oral.
1.2 HIPERNATREMIA
Respon fisiologis hipernatremia adalah meningkatnya pengeluaran ADH dari hipotalamus
sehingga ekskresi urin berkurang oleh karena saluran-air (AQP2) di bagian apical duktus
koligentes bertambah (osmolaritas urin tinggi). Hipernatremia terjadi bila:
Adanya difisit cairan tubuh akibat eksresi air melebihi ekskresi natrium atau asupan
air yang berkurang. Misalnya pada pengeluaran air tanpa elektrolit melalui “insensible
water loss” atau keringat, osmotic diare akibat meberian laktulose atau sorbitol,
diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, dieresis osmotic akibat glukosa atau
manitol, gangguan pusa rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan
vascular. Deplesi volume dan deficit cairan menyebabkan ekskresi Na dalam urin
rendah sehingga kadarnya kurang dari 25 meq/L.
Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh misalnya koreksi
bikarbonat berlebihan pada asidosis metabolic. Pada keadaan ini tidak terjadi delesi
volume sehingga natreium yang berlebihan akan diekskresikan urin menyebabkan
kadar Na dalam urin lebih dari 100 meq/L.
Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan olahraga yang
berat, asam laktat dalam sel meningkat sehingga osmolaritas sel juga meningkat dan
air dari ekstrasel akan masuk ke intrasel. Biasanya kadar natrium akan kembali
normal dalam waktu 5-15 menit setelah istirahat.
Manusia dalam keadaan normal tidak akan pernah mengalamai hipernatremia, karena
proses respon haus yang timbul akan dijawab dengan asupan air yang meningkat sehingga
tidak terjadi hipernatremia. Hipernatremia terjadi bila kekurangan air tidak diatasi dengan
baik misalnya pada orang dengan lanjut usia, diabetes insipidus (volume urin dapat >10L).
8
Dalam keadaan hipotalamus yang normal serta fungsi ginjal normal, hipernatremia akan
menyebabkan osmolaritas urin menjadi lebih dari 700-800 mosml/kg.
Dalam kaitan dengan hipernatremia, kita harus membedakan antara deplesi volume
dengan dehidrasi. Deplesi volume adalah keluarnya air bersama natrium secara seimbang
(isotonic) dari dalam tubuh. Dehidrasi adalah keluarnya air tanpa natrium (cairan hipotonik)
dari dalam tubuh yang mengakibatkan timbulnya hipernatremia. Dengan kata lain, deplesi
volume adalah hipovolemia dengan normonatremia sedang dehidrasi adalah hipovolemia
dengan hipernatremia. Pada dehidrasi terjadi pengurangan air baik ekstra maupun intrasel
sedang pada deplesi volume air yang berkurang hanyalah air ekstrasel.
Gejala klinis
Timbul pada keadaan peningkatan natrium plasma secara akut hingga di atas 158
meq/L. gejala yang ditimbulkan akibat mengecilnya volume otak oleh karena air keluar dari
dalam sel. Pengecilan volume ini menimbulkan robekan pada vena menyebabkan perdarahan
lokal di otak dan perdaraha subarachnoid. Gejala dimulai dari letargi, lemas, twitching,
kejang dan akhirnya koma. Kenaikan akut di atas 180 meq/L dapat menimbulkan kematian.
Penatalaksanaan hipernatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah menetapkan etiologi hipernatremia. Sebagian
besar penyebab hipernatremia adalah deficit cairan tanpa elektrolit akibat koreksi air yang
tidak cukup akan kehilangan cairan tanpa elektrolit melalui saluran cerna, urin, atau saluran
napas.
Setelah etiologi ditetapkan, langkah berikutnya mencoba menurunkan kadar natrium
dalam plasma ke arah normal. Pada diabetes insipidus, sasaran pengobatan adalah
mengurangi volume urin (desmopressin pada diabetes insipidus sentral atau diuretic tiasid,
mengurangi asupan garam atau protein pada diabetes insipidus nefrogenik). Bila
penyebabnya adalah asupan natrium berlebihan, pemberian natrium dihentikan.
Penyebab tersering adalah deficit cairan tanpa elektrolit, pengobatan dilakukan dengan
koreksi cairan berdasarkan penghitungan jumlah deficit cairan.
2. Gangguan keseimbangan Kalium
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar dalam tubuh dan
terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot,
9
konduksi saraf, pengeluaran hormone, transport cairan, perkembangan janin. Untuk menjaga
kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan elektrokimia yaitu keseimbangan
antara kemampuan kekuatan kimiawi yang mendorong kalium keluar dari sel. Keseimbangan
ini menghasilkan suatu kadar kalium yang kaku dalam plasma antara 3,5-5 meq/L. kadar
kalium plasma kurang dari 3,5 meq/L disebut sebagai hipokalemia dan kadar lebih dari 5
meq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan kelainan fatal
listrik jantung yaitu disebut aritmia.
2.1 HIPOKALEMIA
Disebut hipokalemia bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 meq/L.
hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik.
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut: 1) asupan kalium yang kurang. 2)
pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat. 3)
kalium masuk ke dalam sel.
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain muntah, selang
nasogastrik, diare atau pemakaian pencahar. Pada keadaan muntah atau pemakaian selang
nasogastrik, terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di
glomerulus yang akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga
dibantu dengan adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia akibat muntah.
Kesemuanya ini akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi hipokalemia.
Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat (asidosis metabolic). Kalium
dalam seluran cerna bawah jumlahnya lebih banyak (20-50 meq/L)
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui ginjal dapat terjadi pada pemakaian
diuretic. Kelebihan hormone mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (adenoma
kelenjar adrenal). Anion yang tak dapat direabsorbsi yang berikatan dengan natrium
berlebihan dalam tubulus (bikarbonat, beta-hidrosibutirat, hippurat) menyebabkan lumen
duktus koligentes lebih bermuatan negative dan menarik kalium masuk ke dalam lumen lalu
dikeluarkan dengan urin, pada hipomagnesemia, poliuria (polidipsia primer, diabetes
insipidus) dan salt wasting nephropathy (sindrom Barter atau Gitelman, hiperkalsemia).
Pengeluaran kalium berlebihan melalui keringat dapat terjadi bila dilakukan latihan
berat pada lingkungan yang panas sehingga produksi keringan mencapai 10 L.
10
Kalium masuk ke dalam sel dapat erjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulim,
peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian β2-agonis), paralisis periodic hipokalemik,
hiponatremia.
Gejala klinis
Kelemahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome merupakan gejala
pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 meq/L. penurunan yang lebih berat
dapat menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis.
Aritmiat berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardia ventricular merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel pada
keadaan hipokalemi yang meninmbulkan peningkatan arus re-entry.
Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme yang tak jelas.
Hipokalemia dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan gangguan metabolism
protein.
Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal
dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan
polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di
tubulus proksimal yang akan menimbulkan alkalosis metabolic. Meningkatnya NH4
(ammonia) dapat mencetuskan koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.
Diagnostik pada hipokalemia
Pada keadaan normal, hipokalemia akan menyebabkan ekskresi kalium melalui ginjal
turun hingga kurang dari 25 meq per hari sedang ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40
meq perhari menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.
Eksrei kaium yang rendah melalui gindal dengan disertai asidosis metabolic merupakan
pertanda adanya pembuangan kalium berliebihan melalui saluran cerna seperti diare akibat
infeksi atau pengguanaan pencahar.
Ekskresi kalium yang berlebihan melalui gnjal dengan disertasi asidosis metabolic
merupaka petanda adanya ketoasidosis diabetic atau adanya RTA (renal tubular acidosis)
baik yang distal atau proksimal.
11
Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolic dan tekanan darah
yang rendahm petanda dari sindrom barter.
Ekskresi kalium dalam urin tinggi ddisertai alkalosis metabolic dan tekanan darah
tinggi, petanda dari hiperaldosteronisme primer.
Pengobatan
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam:
Indikasi mutlak, pemberian kalium mutlak segeradiberikan yaitu pada keadaan; 1)
pasien sedang dalam pengobatan digitalis, 2) pasien dengan ketoasidosis diabetic, 3) pasien
dengan kelemahan otot pernafasan, 4) pasien dengan hipokalemia berat (K < 2 meq/L)
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama yaitu pada keadaan; 1)
insufisiensi koroner/iskemia otot jantung, 2) enselopati hepatikum, 3) pasien memakai obat
yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel.
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada; hipokalemia ringan (K
antara 3-3,5 meq/L).
Pemberian kalium lebih disengangi dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang pemberian
135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 meq/L.
Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar
dengan kecepatan 10-20 meq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau kelumpuhan
otot pernafasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCl dilarutkan sebanyak
20meq dalam 100cc NaCl isotonic. Bila melalui vena perifer, KCl maksimal 60 meq
dilarutkan dalam NaCl isotonic 1000cc, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan nyeri dan
dapat menyebabkan sklerosis vena.
2.2 HIPERKALEMIA
Disebut hiperkalemia bila kadar kalium dalam plasma lebih dari 5meq/L. dalam
keadaan normal jarang terjadi hiperkalemia oleh karena adanya mekanisme adaptasi oleh
tubuh.
Penyebab hiperkalemia dapat disebabkan oleh: 1) keluarnya kalium dari intrasel ke
ekstrasel. 2) berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal.
12
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis metabolic buka oleh
asidosis organic (ketoasidosis, asidosis laktat) defisiensi insulin, kabaolisme jaringan
meningkat, pemakaian obat penghambat β adrenergic, pseudo hiperkalemia akibat
pengambilan contoh darah di laboratorium yang mengakibatkan sel darah merah lisis dan
pada latihan olahraga.
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada keadaan hipoaldosternisme, gagal
ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin.
Gejala klinis
Hiperkalemia dapat meningkatkan kepekaan membrane sel sehingga dengan sedikit
perubahan depolarisasi, potensial aksi lebih mudah terjadi. Dalam klinik ditemukan gejala
akibat gangguan konduksi listrik jantung kelemahan otot sampai dengan paralisis sehingga
pasien merasa sesak napas. Gejala ini timul pada kadar K > 7 meq/L atau kenaikan yang
terjadi dalam waktu cepat. Dalam keadaan asidosis metabolic dan hipokalsemi,
mempermudah timbulnya gejala klik hiperkalemia.
Pengobatan
Prinsip pengobatan hiperkalemia adalah:
Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membrane sel, dengan cara memberikan
kalsium intravena. Dalam beberapa menit kalsium langsung melindungi membrane
akibat hiperkalemia ini. Pada keadaan yang hiperkalemia yang berat sambil menuggu
efek insulin atau bikarbonat yang diberikan( baru bekerja setelah 30-60menit),
kalsium dapat melalui diberikan tetesan infuse kalsium intravena. Kalsium glukonat
10 ml diberikan intravena dalam waktu 2-3menit dengan monitor EKG. Bila perubaha
EKG akibat hiperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat daapt diulang
setelah 5 menit.
Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intrasel, dengan cara:
Pemberian insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50ml bolus intravena, lalu
diikuti dengan infuse dekstrosa 5% untuk mencegah terjadinya hipoglikemi.
Insulin akan memicu pompa NaK-ATPase memasukkan kaliu ke dalam sel,
sedang glukosa/dekstrosa akan memicu pengeluaran insulin endogen.
13
Pemberian natrium bikarbonat yang akan menigkatkan pH sistemik.
Peingkatan pH akan merangsang ion-H ke luar dari dala sel yang kemudian
menyebabkan ion-K masuk ke dalam sel. Dalam keadaan tanpa asidosis
metabolic, natrium bikarbonat diberikan 50 meq i.v selama 10 menit. Bila ada
asidosis metabolic, disesuaikan dengan keadaan asidosis metabolic yang ada.
Pemberian α 2-agonis baik secara inhalasi maupun tetesan intra vena. α 2-
agonis merangsang pompa NaK-ATPase, kalium masuk ke dalam sel.
Albuterol diberikan 10 mg – 20 mg.
Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh.
Pemberian diuretic loop (furosemid) dan tiasid. Sifatnya hanya sementara.
Pemberian resin-penukar. Dapat diberikan per oral maupun supositoria
Hemodialisis
3. Ganggtuan Keseimbangan Kalsium
Empat puluh persen kasium dalam plasma terikat dengan protein, 15% membentuk
kompleks dengan sitrat, sulfat dan fosfat, 45% sebagai kalium-ion bebas.
Kalsium yang terikat dengan protein atau disebut juga sebagai kalium yang tidak
dapat terdifusi, 80-90% terikat dengan albumin. Perubahan kadar protein dalam plasma juga
akan mempengaruhi kadar kalsium yang terika dengan protein. Peningkatan albumin 1
gram/dl akan meningkatkan kalsium terikat protein sebesar 0,8 mg/dl, sedang peningkatan
globulin 1 gram/dl akan meningkatkan kaslium terkat protein 0,16 mg/dl. Kalsium yang
tidak terikat protein/diffuse/ultrafiltrable termasuk di dalamnya kalsium kompleks dan
kalsium-ion besabs. Kalsium-ion bebas merupakan kalsium yang aktif secara biologis;
kadarnya dalam plasma sebesar 4mg/dl-4,9mg/dl atau 45% dari kadar kalsium total dalam
plasma. Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kalsium-ion bebas membutuhkan
darah segar, diambil secara anaerob, tanpa heparin dan terbebas dari fibrin.
Keseimbangan kalsium merupakan hubungan timbale balik antara absorsi usus,
ekskresi dalam urin dan factor hormonal. Absorsi kalsium terjadi di usus halus terutama di
duodenum dan jejunum proksimal. Berbeda dengan absorbs natrium dan kaliu di usus yang
14
berlangsung lengkap, absorbs kalsium tidak berlangsung lengkap. Hal ini terjadi karena
absorbs kalsium membutuhkan vitamin-D dan juga terbentuknya ikatan kalsium yang sukar
larut seperti kaslium-fosfat, kalsium-oksalat. Absorbs dalam usus lebih efisien pada keadaan
asupan diet rendah kalsium dan juga meningkat bila kebutuhan tubuh akan kalsium
bertambah misalnya kehamilan atau adanya deplesi kalsium tubuh total. Beberapa obat dapat
menghambat absorbs kalsium antara lain kolkisin, flour, teofilin dan glukokortikoif. Motilitas
usus yang tinggi juga menghambat absorbs kalsium. Pada keadaan malnutrisi protein,
absrobsi kalsium juga terganggu oleh karena ikatan kalsium-protein di sel mukosa usus
mengalamani degisiensi. Untuk menghitung berapa kalsium yang diabsorbsi dapat dilakukan
dengan rumus di bawah sebagai berikut:
Ekskresi kalsium dalam urin diatur oleh kalsium yang difiltrasi oleh glomerulus
(kalsium ultrafiltrable) dan kalsium yang direabsorbsi oleh tubulus (kalsium-ion bebas lebih
mudah direabsorbsi dari pada kalsium kalsium yand diekskresi dalam urin). Asupan dan
ekskresi natrium yang meningkatkan ekskresi kalsium urin. Ekskresi natrium yang meningkat
pada keadaan peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan ekskresi kalsium urin.
96-99% dari total kalsium yang difiltrasi oleh glomerulus akan akan direabsorbsi oleh
tubulus. 50-70% dari total kalsium yang difiltrasi direabsorbsi di tubulus proksimal, 30%-
40% antara akhir tubulus proksimal dan tubulus distal dan 10% di duktus koligentes. Factor
hormonal yang mempengaruhi keseimbangan kalsium diperankan oleh vitamin-D dengan
metabolit aktifnya 1,25-dihidroksikolekalsiferol (1,25[OH]2D3) yang disebut juga kalsitriol
dan hormone paratiroid. Sumber vitamin-D di dalam tubuh manusia berasal dari vitamin-D3
endogen. Vitamin-D3 atau disebut juga kolekalsiferol, dibentuk secara ternal isomerisasi dari
previtamin-D3. Previtamin-D3 berasal dari provitamin-D3 yang disebut juga 7-
dehidrokolesterol. Kolekalsiferol dimetabolisme dalam hati menjdai 25-hidroksivitamin-D3
Absorbs kalsium fraksional = kalsium diet – kalsium feses
Kalsium diet X 100
15
atau 25 (OH) D3 dimetabolisme menjadi 1,25[OH] D3 atau kalsitriol. Kalsitriol yang
bersirkulasi dalam darah merupakan pengatur utama absorbs kalsium di usus. Efek vitamin-
D pada tulang ada dua yaitu 1) membantu mineralisasi matriks tulang organic dan 2)
membantu mobilisasi kalsium tulang untuk menungkatkan kadar kalsium plasma yang tidak
berhubungan dengan kemampuan absorbs kalsium di usus. Vitamin-D juga meningkatkan
reabsorbsi kalsium di tubulus ginjal.
Hormon paratiroid berperan utama dalam mengatur kadar kalsium dalam darah.
Melalui efek umpan balik (feedback mechanism) perubahan kada kalsium-ion, akan
mempengaruhi sekresi hormone paratiroid yang permukaan sel kelenjar paratiroid memiliki
sensor yang disebut sebagai “calcium-sensing receptor” yang merupakan anggota dari “G
protein coupled receptor”. Bila kalsium dalam darah tinggi, melalui jalur fofolipase-C,
kalisum dalam sel kelenjar paratiroid meningkat yang kemudian menghambat sekresi
hormone paratiroid oleh sel kelenjar paratiroid. “calcium-sensing receptor” juga terdapat di
kelenjar tiroid dan ginjal. Kalsitriol dan hormone paratiroid saling mempengaruhi satu sama
lain. Hormone paratiroid merangsang pmbentukan kalsitriol di ginjal, akan tetapi kalsitriol
dapat menurunkan sekresi hormone paratiroid dalam waktu 12-24 jam. Hiperkalsemia atau
hipkalsemia akan menghambat atau merangsang terbentuknya kalsitriol melalui perubahan
sekresi hormone paratiroid. Hormone paratiroid berpengaruh dalam perubahan pembetukan
tulang. Hormone paratiroid akan meningkatkan osteoblas (sel pembentuk tulang) melalui
reseptor hormone paratiroid pada sel osteoblas. Oesteoblas kemudian akan mestimulasi
peningkatan osteoklas (sel resobso kalsium tulang). Hormone paratiroid menghambat
reabsorbsi kalsium di tubulus proksimal akan tetapi meningkatkan reabsorbsi kalsium di
tubulus distal sehingga hasil akhir adalah menrunkan ekskresi kalsium dalam urin. Sehingga
efek akhir kerja hormone paratiroid pada tulnag dan ginjal adalah meningkatkan kada
kalsium dalah darah.
3.1 HIPOKALSEMIA
Etiologi
Defisiensi vitamin-D. keadaan keadaan yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin-D
adalah:
16
Asupan makanan yang tidak mengandung lemak.
Malabsorbsi yang terjadi pada gatrektomi sebagian, pakreatitis kronik, pemberian
laksan yang terlalu lama, beda-pintas usus dengan tujuan mengurangi obesitas.
Metabolism vitamin-D yang terganggu pada penyakit Riketsia, pemberian obat anti
kejang, gangguan fngsi ginjal, dan gangguan fungsi hati kronik.
Hipoparatiroidisme. Data erjadi pada saat pasca bedah kelenjar tiroid, secara tidak
sengaja kelenjar paratiroid ikut terangkat, dapat juga terjadi secara idiopatik sejak anak-anak.
Pengobatan eklampsia dengan memakai magnesium-sulfat, dapat menekan sekresi hormone
paratiroid. Efek toksik langsung obat golongan aminoglikosida dan obat sitotoksik.
Psedohipoparatiroidisme. Bersifat diturunkan. Organ sasaran tidak member respon yang
baik terhadap hormone paratiroid.
Proses keganasan. Karsinoma medulla kelenjar tiroid, menyebabkan kalsitonin menigkat
sehingga ekskresi kalsium urin menigkat. Hipoparatiroidisme akibat karsinoma payudara dan
karsinoma prostat dengan anak sebar yang bersifat osteoblastik.
Hiperfosfatemia. Terjadi pada pemberian fosfat berlebihan, penyakit ginjal kronik atau
gagal ginjal akut, pemberian sitotoksi pada limfoma atau leukemia.
Pengobatan
Kadar kalsium-ion normal adalah 4-5,2 mg/dl atau 1-1,3mmol/L. gejala hipokalsemia
belum timbul bila kadar kalsium-ion lebih dari 3,2mg/dl atau lebih dari 0,8 mmol/L atau
kalsium-total sebesar lebih dari 8-8,5 mg/dl. Pada keadaan asimptomatik, dianjurkan
menigkatkan asupan kalsium dalam makan sebesar 1000 mg/hari. Gejala hipokalsemia baru
timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8mg/dl atau kurang dari 0,7 mmol/L atau kadar
kalsium-total ≤ 7mg/dl.
Gejala hipokalsemia berupa parestsi, tetani, hipotensi dan kejang. Dapat ditemukan
tanda-Chovstek atau tanda-Trousseau, bradikardi dan interval-QT yang memanjang.
Pengobatan yang diberikan bila timbul gejala adalah pemberian kalsium intravena sebesar
100-200 mg kalsium-elemental atau 1 gram-2 gram kalsium glukonas dalam 10-20 menit.
Lalu diikuti dengan infuse kalsium glukonas dalam larutan dextrose atau NaCl isotonis
17
dengan dosis 0,5-1,5 mg kalsium-elemental/KgBB dalam 1 jam. Kalsium infuse kemudian
dapat ditukar dengan kalsium oral dan kalsitruiol 0,25-0,5 ig/hari.
Hipomagnesemia dapat juga meninmbulkan hipokalsemi. Bila ada hipomagnesemia
dengan fungsi ginjal normal, data diberikan laruan 10% magnesium sulfat sebesar 2 gram
selama 10 menit dan kemudian diikuti dengan 1 gram dalam 100cc cairan per 1 jam. Pada
keadaan hipokalsemi kronik disertai hipiparatiroid, diberi kalsium oral sepserti kalsium
karbonat 250mg kalsium elemental / 650 mg tablet.
3.2 HIPERKALSEMIA
Hiperkalsemia sering menyertai penyakit-penyakit seperti:
Hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer terjadi adenoma, karsinoma dan
hyperplasia (akibat hipokalsemia yang lama) kelenjar paratiroid.
Hiperparatiroidisme sekunder dapat disebabkan oleh malabsorbsi vitamin-D, penyakit
ginjal kronik berat.
Hiperparatiroidisme tersier ditandai dengan sekresi berlebihan yang sangat bermakna
hormone paratiroid dan hiperkalsemi disertai dengan hiperplasi paratiroid akibat respons
berlebihan terhadap hipokalsemi disertai dengan hiperplasi paratiroid akibat respons
berlebihan terhadap hipokalsemi. Keadaan ini disebut juga sebagai hiperparatiroidisme
refrakter. Tidak member respons terhadap pemberian kalsium dan kalsitriol dan terjadi pada
penyakit ginjal kronik tahap terminal.
Tumor ganas. Sering terjadi pada karsinoma paru, buah dada, ginjal, ovarium dan
keganasan hematologi. Factor penyebab hiperkalsemia disebabkan oleh 1) factor local pada
tulang akibat metastasis yang bersifat osteoklastik dan 2) factor humoral, fakrot humoral
disebabkan oleh substansi yang beredar dalam darah dihasilkan oleh sel tumor dan bersifat
osteoklastik. Substansi ini disebut juga sebagai “osteoclast-activating cytokines”.
Intoksikasi vitamain-D. batas antara normokalsemia dan hiperkalsemia akibat
pemberian vitamin-D sempit, sehingga kadang-kadang tidak disadari sudah terjadi
hiperkalsemia. Hiperkalsemia dipermudah dengan pemberian vitamin-D bersama dengan
diuretic tiazid.
18
Intoksikasi vitamin-A. pemberian vitamin-A berlebihan dapat meyebabkan
hiperkalsemia. Pada percobaan binatang, pemberian sel osteoklast serta ditemukan kalsfikasi
metastatic.
Sarkaidosis. Dapat terjadi hiperkalsemia karena adanya peningkatan absorbs kalsium
melalui usus dan pelepasan kalsium dari tulang, pada sarkoidosis dapat terjadi peningkatan
produksi vitamin-D.
Hipertiroidisme. Terjadi akibat meningkatnya resorbsi tulang. Hormone tiroid dapat
memperkuat kerja hormone paratiroid atau secara langsung hormone tiroid dapat meresorbsi
kalsium tulang.
Insufisiensi adrenal. Deplesi volume yang terjadi meningkatkan reabsorbsi kalsium
pada tubulus ginjal. Absorbs kalsium usus juga meningkat akibat kurangnya hormone
glukokortikoid.
Sindrom milk alkali. Pemberian antacid yang mengandung kalsium karbonat dengan
disertai pemberian susu yang berlebihan pada pengobatan tukak lambung dapat menyebabkan
hiperkalsemia
Pegobatan hiperkalsemia
Meningkatkan ekskrei kasium melalui ginjal. Dilakukan dengan pemberian
larutan NaCl isotonis. Pemberian cairan ini akan meningkatkan volume cairan ekstraselular
yang umumnya rendah akibat pengeluaran urin berlebihan disebabkan induksi ileh
hiperkalsemia, muntah muntah akibat hiperkalsemia.
Menghambat resorbsi tulang
Kalsitonin- menghambat resorbsi tulang dengan cara menghambat maturasi
osteoklas. Diberikan intramuscular atau subkutan setiap 12 jam dengan dosis 4
IU/KgBB.
Bifosfat- menghambat aktivitas metabolic osteoklast dan juga bersifat
sitotoksik terhadap osteoklas.
Galium nitrat- menghambat resorbsi tulang oleh osteoklas dengan
menghambat pompa proton “ATPase dependent” pada membrane osteoklas.
19
Mengurangi absorbsi kalsium dari usus. Glukokortikoid (prednisone, 20-40
mg/hari) mengurangi produksi kalsitriol oleh paru dan kelenjar limfe yang diaktivasi
produksinya oleh sel monokuler. Kalsium serum dapat turun dalam 2-5 hari.
Kelasi kalsium-ion. Kalsium-ion dapat dikelasi dengan mempergunakan Na-EDTA
atau fosfat secara intravena. Pengguanaan terbatas oleh karena efek toksisk bahan kelasi ini.
Hemodialisis/dialysis-peritoneal. Dialysis efektif menurunkan kadar kalsium dengan
memkai dialisat ebas kalsium. Merupakan pilihan terakhir terutama untuk hiperkalsemia
berat khususnya disertai insufisiensi ginjal atau pada gagal jantung dimana pemberian cairan
dibatasi.
4. Gangguan keseimbangan fosfor
Terdapa dua bentuk fosfor di dalam badan kita yaitu fosfor organic dan fosfor
inorganic. Semua fosfor organic terdapat dalam fosfolipid yang terikat dengan protein. Fosfor
inorganic, 90% dapat difiltrasi oleh glomerulus (ultrafiltrable) dan sisanya terikat dengan
protein. 53% dari fosfor iltrafiltrabel berdisosiasi dalam bentuk H2PO4 dan HPO42- dengan
perbandingan 1:4 dan sisanyga dalam bentuk garam natrium, kalsium dan magnesium.
Jumlah fosfor tubuh total adalah 0,5-0,8 mg/kgBB, 85% disimpan dalam tulang, 1% dalam
cairan ekstraselular serta sisanya berada dalam sel (intraselular). Kadar fosfor dalam darah
orang dewasa adalah 2,5-4 mg/dl dan pada anak 2,5-6 mg/dl. Terdapat hubungan yang
terbalik antara kadar kalsium dan fosfor dalam darah. Hasil perkalian kedua kadar ini adalah
tetap. Dalam keadaan akut, peningkatan akut kadar kalsium darah tidak segera diikuti
penuruan fosfor darah sebelum ada perubahan fosfor dalam urin. Dalam keadaan alkalosis
dan hiperventilasi terjadi terjadi penurunan kadar fosfor dan meningkat pada keadaan
asidosis. Pemberian insulin dan epinefrin akan menurunkan kadar fosfor darah. Pemberian
glukosa akan menurunkan kadar fosfor darah oleh karena masuknya fosfor ke dalam sel
bersamaan dengan terjadinya fosforilasi glukosa.
Absorbs fosfor di usus
Sekitar 50-65% fosfor dalam usus diabsorbsi secara aktif bergabung dengan natrium
terutama di daerah yeyunum melalui kotransporter Na-P (NaPi2B) yang identik dengan
NaPi2B di tubulus ginjal. Absorbs bergantun pada gradient natrium antara mukosa usus dan
20
bagian basolateral sel usus oleh pompa NaKATPase. Adanya fosfor dalam usus akan
membantu absorbs kalsium, akan tetapi absorbs fofor dihambat oleh asupan kalsium yang
tinggi. Absorbsi fosfor juga dihambat oleh antacid aluminium gidroksida. Vitamin-D3
mestimulasi absorbs fosfor dalam usus.
Ekskresi melalui urin
Eksreksi fosfor dipengaruhi oleh kadar fosfor inorganic dalam plasma, laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan kemampuan absorbs maksimal dalam tubulus (Tm). Tm berbanding
lurus dengan LFG. Makin tinggi kadar fosfor inorganic dalam darh, makin tinggi ekskresi
melalui urin. Fosfor yang difiltrasi, 60% di reabsorbsi di tubulus proksimal, 10-25% di
tubulus distal sedang sisanya 5-20% terdapat dalam urin. Reabsorbsi fosfor di tubulus
proksimal melalui kotranspor Na-Pi dengan bantuan energy dari pompa NaK-ATPase di
basolateral, fosfor keluar dari sel bersama natrium sebesar 70% dan tidak tergantung natrium
sebesar 30%. Ada tiga jenis kotranspor Na-Pi yaitu tipe I, II, dan III. Kotranspor Na-P i yang
dominan dalam tubulus manusia adalah tipe II (NaPi2a). hanya reabsorbsi di bagian luminal
tubulus yang dipengaruhi oleh hormone paratiroid dan oleh regulator lain.
Keadaan yang mempengaruhi ekskresi forfor
Hormone paratiroid, menghambat reabsorbsi fosfor di tubulus proksimal sehingga
ekskresi dalam urin meningkat. Hambatan ini melibatkan reseptor hormone paratiroid yang
memediasei pembentukan cAMP intrasel, inositol trifosfat, diasilgliserol, kalsium-bebas
sitosol dan aktifasi protein kinase A dan C.
Vitamin-D3 merangsang reabsorbsi fosfor inorganic di tubulus ginjal. Meningkatnya
asupan fosfor melalui makanan akan meningkatkan ekskresi fosfor sebaliknya diet rendah
fosfor akan mengurangi ekskresi forfor urin.
Growth hormone, hormone tiroid, insulin dan insulin-like growth factor
meningkatkan reabsorbsi fosfor (ekspresi NaPi-2a meningkat di tubulus)
Peningkatan volume cairan ekstraselular yang akut dengan pemberi larutan NaCl
isotonic meningkatkan ekskresi fosfor, sebaliknya hipovolemia akut akan mengurangi
ekskresi fosfor.
21
Diuretic yang menghambat reabsorbsi Na, Cl, HCO3 di tubulus proksimal memiliki
sifat fosfaturik, akan tetapi sifat fosfaturik ini hilang sejalan dengan terjadinya hipovolemia.
Diuretic yang berifat menghambat enzim karbonik anhidrase di tubulus proksimal, bersifat
paling fosfaturik. Asidosis akan meningkatkan ekskresi fosfor urin dan sebaliknya pada
alkalosis.
4.1 HIPOFOSFATEMIA
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam darah antara lain:
Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel.
Meningkatnya sekresi insulin khususnya pada realimentasi. Pemberian insulin
atau glukosa paa orang dengan keadaan kekurangan fosfor misalnya
ketoasidosis diabetic, hiperglikemi non-ketotik, pada keadaan malnutrisi,
pasien dengan realimentasi.
Alkalosis respiratorik akut. Pada keadaan ini CO2 dari dalam sel akan keluar
dari sel sehingga menstimulasi aktivitas fosfofruktokinase yang kemudian
meningkatkan glikolisis. Aktivitas ini banyak menggunakan fosfor.
Hungry bone syndrome. Terjadi setelah dilakukan paratiroidektomi atau
tiroidektomi pada pasien dengan osteopeni. Pada keadaan ini akan terjadi
deposisi kalsium dan fosfor pada tulang sehingga menimbulkan hipokalsemia.
Absorbsi melalui usus berkurang
Asupan fosfor rendah
Menggunakan antacid yang mengandung aluminiium atau magnesium
Diare kronik, steatorrea
Ekskresi melalui urin meningkat
Hiperparatiroidisme primer atau sekunder
Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap vitamin-D
Primary renal phosphate wasting
Sindrom fanconi
22
Tanda dan gejala yang ditemukan pada hipofosfatemia
Gejala yang ditimbulkan akibat hipofosfatemia baru timbul pada saat kada fosfat
darah kurang dari 2mg/dl dan gejala berat seperti rabdomiolisis beru timbul bila kadar fosfor
kurang dari 1mg/dl.
Hiperkalsiuri. Hipofosfatemi yang lama akan menghambat reabsorbsi kalsium dan
magnesium dalam tubulus terhambat. Disamping itu terjadi resobsi kalsium tulang yang
dimediasi oleh peningkatan kalsitriol akibat induksi oleh hipofosfatemi.
Enselopati metabolic. Timbul gejala parestesi, berlanjut kearah gejala delirium,
kejang dan koma. Gejala ini timbul akibat iskemi jaringan.
Gejala gangguan otot skeletal dan otot polos. Hipofosfatemi dapat menimbulkan
gejala miopati-proksimal, disfagia dan ileus. Pada keadaan akut dapat terjadi pelepasan fosfor
dari otot dan menimbulkan rabdomiolisis.
Kerusakan fungsi sel darah merah. Pada keadaan hipofosfatemi terjadi
pengurangan kadat ATP menyebabkan terjadi perubahan regiditas dan timbul hemolisis.
Hemolisis terjadi bila kadar fosfor kurang dari 0,5 mg/dl. Kadar 2,3 difosfogliseril
mengakibatkan kemampuan melepaskan oksigen ke jaringan berkurang dan menimbulkan
iskemi jaringan.
Gangguan fungsi sel darah putih. Gangguan fungsi lekosit yaitu berkurangnya
fagositosis dan kemotaksis granulosit akibat ATP intrasel berkurang.
Gangguan fungsi trombosit. Timbul gangguan retraksi bekuan dan trombositopenia
sehigga menimbulkan perdarahan mukosa.
Pendekatan diagnostic hipofosfatemi
Dapat dilakukan dengan mengukur ekskresi fofor urin dalam 24 jam atau menghitung
ekskresi fraksional (EFF) dalam urin sewaktu.
EFF=[Ufo x Pcr x 100] : [Pfo x Ucr]
23
Ekskresi fosfor rendah:
Fosfor dalam urin 24 jam kurang dari 100 mg atau FFE kurang dari 5% (normal FFE
5% - 20%). Keadaan ini dapat disebabkan oleh: 1) redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam
sel. 2) absorbs melalui usus berkurang.
Ekskresi fosfor tinggi:
1) Hiperparatiroidisme primer atau sekunder
2) Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap vitamin-D
3) Primary renal phosphate wasting (defek pada tubulus)
4) Sindrom fanconi
Pengobatan
Pengobatan terhadap hipokalsemia tidak diberikan bila tidak ada indikasi yang kuat.
Umumnya pengobatan ditujukan kepada factor etiologi timbulnya hipofosfatemia. Bila
terdapat kekurangan vitamin-D, dapat diberikan vitamin-D sebanyak 400-800 IU per hari.
Pemberian fosfor baru diberikan bila sudah timbul gejala atau pada keadaan gangguan
tubulus sehingga terjadi pengeluaran fosfor berlebihan melalui urin secara kronik. Lebih
disukai memberikan fosfor per oral karena pemberian secara intravena banyak menimbulkan
efek samping seperti aritmia. Dosis per oral sebeser 2,5 gram – 3,5 gram per hari. Bila
terpaksa pemberian intravena, diberikan tidak lebih dari 2,5mg/kgbb selama 6 jam.
4.2 HIPERFOSFATEMIA
Ekskresi fosfor melalui urin sangat efisien, dengan sedikit saja kenaikan fosfor darah,
ekskresi melalui urin akan meningkat.
Hiperfosfatemi disebabkan oleh terutama disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal dalam
ekskresi fosfor:
Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada sindrom lisis tumor,
rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemberian fosfor berlebihan.
Gangguan fungsi ginjal, akut atau kronik.
24
Reabsorbsi fosfor yang meningkatkan melalui tubulus pada hipoparatiroid,
akromegali, pemberian bifosfonat, familial tumral calcinosis.
Pseudohiperfosfatemi pada hiperglobulinemi (myeloma multiple), hiperlipidemia,
hemolisis, hiperbiilirubinemia.
Pengobatan
Pada keadaan akut dengan disertai gejala hipokalsemia, dapat diberikan infuse NaCl
isotonis secara cepat yang akan meningkatkan ekskresi fosfor urin. Dapat juga dilakukan
dengan memberikan asetazolamida (inhibitor karbonik anhidrase) 15 mg/kgbb setiap 4 jam.
Atau dapat juga dilakukan hemodialisis khususnya hiperfosfatemia pada gangguan fungsi
ginjal.
Pada hiperfosfatemi kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal kronik atau pada
familial tumoral calcinosis, pengobatan ditujukan untuk menekan absorbsi melalui usus
dengan memberikan pengikat fosfat seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, sevelamer,
lanthanum karbonat.
5. Gangguan keseimbangan magnesium
Hipomagnesemia merupakan kelainan yang ditemukan sebesar 12% pada pasien
rawat inap dan 60-65% dari jumlah tersebut terdapat di ruang rawat inap intensif (ICU).
Ekskresi magnesium satu satunya terjadi sangat efisien melalui ginjal. Hipermagnesemia
dapat terjadi apabila ada gangguan ekskresi atau pemberian yang berlebihan. Berbeda
dengan zat pelarut yang lain, magnesium yang difiltrasi oleh glomerulus sebagian besar di
reabsorbsi sebesar 60-70% di thick ascending limb of henle (TAL) bukan di tubulus
proksimal. 15-25% magnesium yang difiltrasi, di reabsorbsi secara pasif di tubulus proksimal
dan 5-10% reabsorbsi di tubulus distal. 3% dari magnesium yang difiltrasi akan dibuang
dalam urin.
Sepertiga dari magnesium dalam makan akan diabsorbsi oleh usus halus secara pasif dan
dalam bentuk system transport. Di dalam tubuh kita magnesium berpengaruh pada raksi
enzim diantaranya degradasi DNA, ativasi ATP. Hanya sebagian kecil magnesium berada
25
dalam cairan ekstrasel. 60% berada di dalam tulang, 20% berada di dalam otot. Kadar
magnesium dalam serum berkisar antara 1,4-1,75 meq/L, 20% terikat dengan protein.
Peningkatan atau penurunan kadar magnesium dalam darah berturutan akan
meningkatkan atau menurunkan eksresi magnesium melalui ginjal. Penambahan volume
cairan ekstrasel yang akut dan kronik akan meningkatkan ekskresi magnesium melalui ginjal.
Pemberian diuretic seperti manitol, asetazolamid, tiasid, furosemid dan sam etakrinik akan
meningkatkan ekskresi magnesium dengan menghambat reabsorbsi di tubulus. Tidak ada
hormone yang diketahui dapat mempengaruhi keseimbangan magnesium dalam tubuh kita.
Hiperkalsemia akan meningkatkan ekskresi magnesium dalam urin. Ekskresi magnesium
mempunyai pola diurnal. Ekskresi paling rendah terjadi pada waktu sore dan paling tinggi
pada waktu subuh.
5.1 HIPOMAGNESEMIA
Hipomagnesmia dapat terjadi oleh karena:
1) Gangguan absorbsi di dalam susu misalnya pada diare kronik maupun akut,
malabsorbsi, steatorrea, operasi pintas usus halus. Kelainan genetic seperti
hipomagnesemia intestinal primer yang terjadi pada saat periode neonatal
menyebabkan gangguan absorbs magnesium. Pancreatitis akut juga dapat
menyebabkan hipomagnesemia melalui saponifikasi lemak yang nekrotik.
2) Terbuang melalui ginjal antara lain pada pengguanaan diuretic loop dan tiazid,
ekspansi volume cairan ekstrasel, alkoholik, hiperkalsemia, nefrotoksin seperti
aminoglikosida; sisplatin; siklosporin dll, disfungsi loop henle atau tubulus distal
seperti pasca nekrosis tubular akut; pasca cangkok ginjal; sindrom barter; sindrom
gitelman, ekskresi berlebihan ginjal primer seperti pada gitelman; mutasi paracellin-1;
mutasi NaKATPase;
3) Terlihat juga pada pasca operasi, pasca pemberian foscarnet, pada hungry bone
syndrome.
Gejala klinis
26
Gangguan neuromuscular seperti otot terasa lemas, fasikulasi otot, tremor, tetani,
tanda Chvostek dan Trousseau positif. tetani dapat timbul tanpa disertai hipokalsemia.
Hipokalemia terjadi karena pada hipomagnesemia, jumlah dan aktivitas ATP akan
berkurang sehingga terjadi peningkatan saluran-kalium (K-channel) di loop henle dan
di duktus koligentes. Akibatnya ekskresi kalium meningkat.
Hipokalsemia terjadi karena resisten terhadap hormone paratiroid akibat penurunan
pembentukan siklik-AMP.
Terjadi defisiensi vitamin-D yang sebabnya belum dapat dijelaskan.
Gangguan pada aktivasi listrik jantung berupa pelebaran komplek-QRS; perpanjangan
interval-PR, menghilangnya gelombang-T, sehingga menimbulkan aritmia ventrikel.
Diagnosis
Untuk membedakan apakah hipomagnesemia diakibatkan oleh gangguan renal atau
non-renal dapat dilakukan dengan pengukuran kadan Mg urin24 jam atau pengukuran
ekskresi fraksional magnesium dalam urin. Bila magnesium 24 jam lebih dari 10-30mg atau
ekskresi fraksiunal lebih dari 2% , hal ini disebabkan oleh penggunaan diuretic, sisplatin atau
aminoglikosida. Pada gangguan non-renal, ekskresi fraksional antara 0,5% - 2,7% atau
reratanya 1,4%. Pada pengeluaran renal berlebihan (renal wasting), ekskresi fraksional 15%
(antara 4%-48%). Ekskresi fraksional = [UMg x Pcr x 100] : [ (0,7 x PMg) x Ucr]. Mg bebas
dalam plasma adalah 0,7 x kadar Mg plasma.
Pengobatan
Bila fungsi ginjal baik, kita tidak perlu takut untuk memberikan magnesium agak
berlebihan. Bila ada gangguan fungsi ginjal, pemberian harus berhati-hati. Pemberian dapat
melalui intravena atau intramuscular MGSO4. Pada pasien tetani atau aritmia ventrikel dapat
diberikan 50 meq (600mg) MGSO4 dalam 8-24 jam. Pemberian secara infuse intravena
dilakukan pengenceran dengan larutan glukosa. Pemberian per oral pada hipomagnesemia
kronik dengan MgO 250-500 mg empat kali sehari.
5.2 HIPERMAGNESEMIA
27
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan fungsi ginjal. Pada pasien gagal
ginjal terminal, kadar magnesium serum adalah 2-3 meq/L (2,4-3,6 mg/dl). Pemberian
antacid yang mengandung magnesium pada pasien gangguan fungsi ginjal dapat
menimbulkan gejal hipermagnsemia. Pemberian magnesium berlebihan melebihi kemampuan
ekskresi ginjal atau pemberian MgSO4 sebagai laksan dengan cara melalui oral maupun
suppositoria dapat menimbulkan hipermagnesmia. Pemberian laksan ini pada pasien gagal
ginjal dapat bersifat fatal.
Gejala
Kadar magnesium plasma sebesar 4,8 – 7,2 mg/dl menimbulkan gejala nausea,
flushing, sakit kepala, letargi, ngantuk dan penurunan reflex tendon.
Kadar magnesium plasma sebesar 7,2 – 12 mg/dl menimbulkan gejala somnolen,
hipokalsemi, reflex tendon hilang, hipotensi, bradikardi, perubahan EKG.
Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari 12 mg/dl menimbulkan gejala
kelumpuhan otot, kelumpuhan pernafasan, blok jantung komplit, henti jantung.
Seluruh gejala ini ditimbulkan oleh karena gangguan neuromuscular, kardiovaskular dan
efek magnesium sebagai penghambat saluran kalsium (calcium-channel blocker) dan
menurunkan sekresi hormone paratiroid yang berakibat hipokalsemia.
Pengobatan
Langkah pertama adalah antisipasi akan terjadinya hipermagnesemia. Misalnya
kehati-hatian pemberian magnesium pada pasien gangguan fungsi ginjal. Bila timbul gejala
yang berat dapat diberikan 100 mg – 200mg elemental kalsium secara intravena selama 5-10
menit.
6. Pertimbangan Anastesi
6.1 HIPERKALEMIA
Operasi elektif sebaiknya tidak dilaksanakan pada pasien dengan
hiperkalemia. Manajemen anestesi dari pasien dengan hiperkalemia ditujukan pada
penurunan kadar kalium plasma serta pencegahan peningkatan yang lebih lanjut. EKG
harus dimonitor secara hati-hati. Suksinil kolin dikontraindikasikan, sebagaimana juga
28
larutan intravena yang mengandung kalium seperti injeksi Ringer Laktat.
Penghindaran asidosis metabolik atau respiratorik penting untuk mencegah
peningkatan kadar kalium plasma lebih lanjut.
6.2 Hipokalemia
Hipokalemia umum ditemukan saat preoperatif. Keputusan untuk melakukan
operasi elektif sering didasarkan pada batas antara 3 dan 3.5 mEq/L. Keputusan ini,
bagaimanapun, sebaiknya juga didasarkan pada tingkat mana hipokalemia
berkembang serta ada tidaknya disfungsi organ sekunder. Umumnya, hipokalemia
kronik ringan (3–3.5 mEq/L) tanpa perubahan EKG tidak terlihat meningkatkan
resiko anestesi. Hal tersebut tidak berlaku jika pasien memperoleh digoxin, yang
dapat meningkatkan resiko berkembangnya toksisitas digoxin akibat hipokalemia.
Kalium intravena sebaiknya diberikan bila terjadi aritmia atrium atau
ventrikel. Larutan bebas glukosa sebaiknya digunakan dan hiperventilasi dihindari
untuk mencegah penurunan kadar kalium plasma lebih lanjut. Peningkatan sensitivitas
terhadap NMBAs (NeuroMuscular Blocking Agents) dapat terlihat pada beberapa
pasien. Dosis NMBAs sebaiknya dikurangi 25-50% dan stimulator saraf sebaiknya
digunakan untuk mengikuti tingkat paralisis dan reverse yang adekuat.
6.3 Hipernatremia
Hipovolemia dapat mencetuskan vasodilatasi atau depresi kardiovaskular dari
agen anestesi serta merupakan predisposisi untuk hipotensi dan hipoperfusi jaringan.
Adanya penurunan volume distribusi dari obat mengakibatkan perlunya penurunan
jumlah obat untuk kebanyakan agen intravena, di mana penurunan cardiac output
dapat mempertinggi uptake dari anestesi inhalasi.
Operasi elektif sebaiknya ditunda pada pasien dengan hipernatremia signifikan
(>150 mEq/L) sampai sebabnya dapat diperbaiki dan kekurangan cairan dikoreksi.
Kekurangan air maupun cairan isotonik sebaiknya dikoreksi lebih dahulu daripada
pelaksanaan operasi.
29
6.4 Hiponatremia
Hiponatremia sering merupakan manifestasi yang serius dari penyakit yang
mendasarinya dan memerlukan perhatian terhadap evaluasi preoperatif. Konsentrasi
natrium plasma di atas 130 mEq/L umumnya dianggap aman untuk pasien yang akan
dibius umum. Konsentrasi natrium plasma sebaiknya dikoreksi hingga di atas 130
mEq/L untuk semua operasi elektif, bahkan bila gejala tidak ada. Konsentrasi yang
lebih rendah akan menyebabkan edema otak yang dapat bermanifestasi intraoperatif
yaitu penurunan MAC (Minimum Alveolar Concentration) atau agitasi, konfusi,
somnolen postoperatif.
30
Daftar pustaka
Niemann JT, Cairns CB. Hyperkalemia and ionized hypocalemia during cardioa arrest
and resuscitation: possible culprits of postcountershock arrhythmias? Ann Emerge Med.
1999;34:1-7.
Parlindungan Siregar. 2010. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi Ke IV. Jilid I.
FKUI. Jakarta
Jackson MA, Lodwick R, Hutcinson Sg. Hyperkalaemic cardiac arrest successfully
treated sith peritoneal dialysis. BMJ. 1996;312:1289-1290.
Lin Jl, Lim PS, Leu Ml, Huang CC. outcomes of severe hyperkalemia in
cardiopulmonary resuscitation with concomitant hemodialysis. Intensive care med.
1994:20:287-290.
Voelckel W, Kroesen G. unexpected return of cardiac action after termination of
cardiopulmonary resuscitation. Resuscitation. 1996;32:27-29.