23
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT 1. Gangguan Status Volume a. Hipovolemia - Definisi Hipovolemia merupakan keadaan berkurangnya volume cairan yang menyebabkan hipoperfusi jaringan. - Etiologi Kehilangan cairan tubuh melalui muntah, diare, perdarahan, melalui pipa nasogastric, melalui ginjal (penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut), latihan berat, diabetes insipidus, dll. - Patofisiologi Hipovolemia terjadi pada dua keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrasi. Deplesi Volume Deplesi volume adalah keadaan berkurangnya cairan ekstrasel. Kekurangan air dan natrium terjadi dalam jumlah yang sebanding. Misalnya dalam keadaan muntah dan diare, perdarahan, atau melalui pipa nasogastric, bisa juga kehilangan 1

Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaa

Citation preview

Page 1: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Gangguan Status Volume

a. Hipovolemia

- Definisi

Hipovolemia merupakan keadaan berkurangnya volume cairan yang

menyebabkan hipoperfusi jaringan.

- Etiologi

Kehilangan cairan tubuh melalui muntah, diare, perdarahan, melalui pipa

nasogastric, melalui ginjal (penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting

nephropathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible

water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya

pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut), latihan berat, diabetes

insipidus, dll.

- Patofisiologi

Hipovolemia terjadi pada dua keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrasi.

Deplesi Volume

Deplesi volume adalah keadaan berkurangnya cairan ekstrasel.

Kekurangan air dan natrium terjadi dalam jumlah yang sebanding.

Misalnya dalam keadaan muntah dan diare, perdarahan, atau melalui

pipa nasogastric, bisa juga kehilangan air dan natrium melalui ginjal

(penggunaan diuretic, diuresis osmotik, salt wasting nephropathy,

hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas (insensible water

losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan (misalnya

pada obstruksi usus, trauma, fraktur, pankreatitis akut).

1

Page 2: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Dehidrasi

Dehidrasi adalah keadaan dimana berkurangnya volume air tanpa

disertai berkurangnya elektrolit/natrium atau berkurangnya air jauh

melebihi berkurangnya natrium di cairan ekstrasel. Keadaan ini akan

menyebabkan peningkatan natrium dalam ekstrasel sehingga cairan

intraseluler akan berpindah ke ekstrasel dan cairan intrasel akan

berkurang. Jadi dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan

ekstrasel secara bersamaan (40% cairan hilang berasal dari ekstrasel,

dan 60% dari intrasel). Dehidrasi ini dapat terjadi akibat keluarnya air

melalui keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidus,

atau diuresis osmotik yang disertai gangguan rasa haus atau gangguan

akses cairan. Dehidrasi juga dapat terjadi akibat masuknya cairan

ekstrasel ke cairan intrasel dalam jumlah yang berlebihan, kejang hebat,

setelah melakukan latihan berat, atau pasca pemberian cairan natrium

hipertonik berlebihan.

Bila terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler, volume dan tekanan darah

akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada sistem renin

angiotensin sehingga timbul respron pengurangan produksi urin, rangsangan

haus, dll.

- Manifestasi Klinis

- Hipovolemia ringan ditandai dengan gejala rasa haus dan lemas. Jika

semakin berat, tekanan darah akan menurun karena volume darah

berkurang, bahkan dapat terjadi syok.

- Diagnosis

- Deplesi Volume

Kehilangan cairan sampai 10 – 20% biasanya tidak menimbulkan gejala

klinik.

Hipovolemia ringan dikatakan bila terdapat kehilangan cairan kecil sama

dari 20% volume plasma dengan gejala klinis takkardi.

2

Page 3: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Hipovolemia sedang bila terdapat kehilangan 20 – 40% volume plasma

dengan gejala klinik takikardi dan hipotensi ortostatik.

Hipovolemia berat bila terdapat kehilangan cairan besar sama dengan 40%

volume plasma dengan gejala klinik penurunan tekanan darah, takikardia,

oliguria, agitasi, kekacauan berfikir.

Akibat gangguan perfusi, dari pemeriksaan fisik, kulit dan bibir serta pangkal

kuku terlihat pucat, capillary refill berkurang, disamping timbulnya rasa

haus

- Dehidrasi

Tanda klinik dari pasien dehidrasi adalah hipernatremi yang ditemukan pada

pemeriksaan darah.

- Tatalaksana

- Deplesi Volume

Ada dua hal yang perlu ditanggulangi, yaitu penyakit yang mendasari dan

menggantikan cairan yang hilang. Untuk menghitung cairan yang akan

diganti, harus didasarkan pada derajat hipovolemia. Yang perlu diingat

adalah volume plasma adalah 6% dari berat badan orang dewasa. Misalkan

terjadi deplesi volume ringan (20%) seberat 60 kg. maka, volume cairan

yang hilang adalah 20% dari 3,6 L (6% dari 60 Kg), maka cairan yang hilang

adalah 0,72 L atau 720 mL. untuk kecepatan pemberian cairan, didasarkan

pada keadaan klinis yang terjadi. Pada deplesi volume berat, kecepatan

cairan diberikan dalam waktu cepat untuk memperbaiki takikardi dan

tekanan darah.

Jenis cairan yang diganti juga tergantung cairan yang keluar. Bila

perdarahan, diganti dengan darah juga atau jika darah tidak ada boleh

diberikan cairan koloid atau kristaloid seperti NaCl isotonis atau cairan RL.

Untuk kehilangan cairan melalui saluran cerna (muntah dan diare), jenis

cairan pengganti dapat berupa NaCl isotonis atau RL, tetapi untuk diare

lebih dianjurkan RL karena pada diare berpotensi terjadi asidosis metabolic.

3

Page 4: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

- Dehidrasi

Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan ekstrasel dan intrasel. Tanda khas

pada dehidrasi adalah hypernatremia. Untuk menghitung deficit cairan

total, gunakan rumus :

Defisit Cairan = 0,4 x Berat Badan (Na PLASMA/140-1)

Volume cairan yang dibutuhkan adalah deficit cairan + insensible water

losses + volume urin 24 jam + Volume yang keluar melalui saluran cerna

Insensible water losses sebanyak ± 40 ml/jam.

Kecepatan cairan harus tidak menimbulkan penurunan kadar natrium

plasma >0,5 mEq/jam.

Contoh : pasien dehidrasi, kadar Na 160 mEq, BB 60 Kg, Insensible water

losses 960 mL, volume urine 1500 ml/24 jam,

Maka, defisit cairan adalah : 0,4 x 60 Kg (160/140 – 1) = 3,43 L

Volume cairan yang dibutuhkan = 3,43 L + 0,96 L + 1,5 L = 5,89 L

Karena Natrium akan diturunkan sebanyak 20 mEq ( dari 160 menjadi 140),

dan kecepatannya tidak boleh lebih dari 0,5 mEq/jam, maka kecepatan

pemberian cairan adalah 20mEq dibagi 0,5 mEq/jam = 40 Jam.

Jadi jumlah cairan di atas diberikan dalam waktu 40 jam atau 0,15 L/jam

- Prognosis

Hipovolemia sangat berbahaya dan harus segera ditatalaksana. Jika

ditatalaksana segera dengan pemberian cairan, prognosisnya akan baik. Tetapi

jika terlambat dalam tatalaksana, prognosis akan buruk. Kebanyakan korban

meninggal pada diare dan penyebab hipovolemia lain adalah karena tidak tahu

atau terlambat memberi pertolongan.

4

Page 5: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

b. Hipervolemia

Hipervolemia adalah suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan volume cairan

ekstrasel melebihi kemampuan tubuh untuk mengeluarkan air melalui ginjal,

saluran cerna, dan kulit.

Edema

Definisi

Edema adalah suatu keadaan dengan akumulasi cairan di jaringan interstisium

secara berlebihan akibat penambahan volume yang melebihi kapasitas

penyerapan pembuluh limfe.

Etiologi

Kelebihan natrium, perubahan hemodinamik kapiler yang memungkinkan

keluarnya cairan intravascular ke interstisium, retensi natrium ginjal,

hipoalbuminemia, dsb

Patofisiologi

Edema merefleksikan dari kelebihan natrium dan hipervolemia. Pada edema

tidak terjadi hypernatremia karena natrium yang berlebihan akan

menyebabkan retensi air. Disamping itu, saat natrium meningkat dalam darah

juga terjadi peningkatan ADH sehingga pengeluaran cairan dikurangi.

Terdapat dua faktor penentu terjadinya edema, yaitu :

- Perubahan hemodinamik dalam kapilar yang memungkinkan keluarnya

cairan intravascular ke jaringan interstisium

Perubahan hemodinamik ini dipengaruhi oleh permeabilitas kapilar,

selisih tekanan hidrostatik dalam kapiler dengan tekanan hidrostatik

dalam interstisium, selisih tekanan onkotik plasma dengan tekanan

onkotik interstisium

- Retensi natrium di ginjal

5

Page 6: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Retensi natrium dipengaruhi oleh aktifitas sistem renin angiotensin

aldosterone yang berkaitan dengan baroreseptor di arteri aferen

glomerulus ginjal, aktifitas atrial natriuretic peptide yang erat

kaitannya dengan baroreseptor di atrium dan ventrikel jantung,

aktifitas saraf simpatis ADH yang erat kaitannya dengan baroreseptor

di sinus karotis, dan Osmoreseptor di hipotalamus.

Di samping faktor di atas, ada faktor lain yang dapat mencegah penumpukan

cairan dalam jaringan interstisium itu berlanjut. Diantaranya adalah aliran

limfatik yang akan menampung kelebihan cairan di interstisium. Selain itu

peningkatan jumlah cairan di interstisium akan meningkatkan tekanan

hisrostatik di sana dan menurunkan tekanan osmotik, sehingga akan

menghambat dorongan dari tekanan hidrostatik kapiler yang mendorong

cairan kapiler keluar.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Akibat penumpukan cairan di interstisium, akan terlihat secara klinis suatu

pembengkakak/edema. Pembengkakan ini dapat disertei oleh penurunan

volume intravascular, dapat pula tidak. Penyebabnya antara lain adalah

kegagalan jantung dalam menjalankan fungsinya, kegagalan ginjal dalam

ekskresi, kegagalan atau kelainan sistem pembuluh limfatik, dan gangguan

permeabilitas kapiler, serta hipoproteinemia berat yang dapat menimbulkan

gangguan tekanan osmotik.

Tatalaksana

a. Obati penyakit dasar

b. Restriksi asupan natrium untuk meminimalisir retensi air

c. Pemberian diuretic

Indikasi yang paling tepat untuk menanggulangi edema adalah bila terjadi

edema paru yang merupakan satu-satunya indikasi pemberian diuretic

yang paling tepat.

6

Page 7: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Retensi natrium sekunder pada gagal jantung atau sirosis hepatis

sebenarnya ditujukan untuk memenuhi volume sirkulasi lagi agar perfusi

jaringan optimal. Jika pada keadaan ini diberi diuretic yang terlalu banyak,

dapat terjadi penurunan perfusi jaringan dan ini dapat dinilai dari kadar

ureum dan kreatinin darah yang meningkat.

Pada retensi natrium primer seperti pada penyakit ginjal, karena obat-

obatan (minoksidil, OAINS, estrogen), dan refeeding edema, tidak terjadi

pengurangan volume sirkulasi efektif sehingga pemberian diuretic aman

karena tidak mengurangi perfusi jaringan.

Pada edema umum karena gagal jantung, sindrom nefrotik, dan retensi

natrium primer, pemberian diuretic akan memobilisasi cairan edema

secara cepat sehingga akan terjadi pengeluaran cairan 2-3 L/24 jam tanpa

mengurangi perfusi jaringan.

7

Page 8: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

2. Gangguan Keseimbangan Natrium

a. Hiponatremia

Definisi

Hiponatremia adalah penurunan konsentrasi natrium dalam cairan tubuh akibat

kelebihan cairan relative.

Etiologi & Patogenesis

- Peningkatan cairan relative akibat jumlah asupan cairan melebihi

kemampuan ekskresi, dan ketidakmampuan menekan sekresi ADH misalnya

pada kehilangan cairan melalui saluran cerna, gagal jantung dan sirosis hati,

atau pada Syndrome of Inappropriate ADH-secretion (SIADH). Pada keadaan

ini akan dibagi hiponatremia menjadi hiponatremia dengan ADH meningkat,

hiponatremia denga ADH tertekan fisiologik, Hiponatremia dengan

osmolalitas plasma normal atau tinggi.

- Pemberian cairan iso-osmotik yang tidak mengandung natrium ke dalam

cairan ekstrasel sehingga menimbulkan hiponatremia.

- Tingginya osmolalitas plasma pada keadaan hiperglikemia atau pemberian

manitol intravena sehingga cairan intrasel keluar dari sel dan berpindah ke

cairan ekstrasel, sehingga terjadi hiponatremia.

Patofisiologi

Sekresi ADH meningkat apabila terjadi deplesi volume sirkulasi efektif seperti pada

muntah, diare, perdarahan, jumlah urin meningkat, gagal jantung, sirosis hepatis,

SIADH, insufisiensi adrenal, dan hipotiroid. Pada polydipsia primer dan gagal ginjal,

ekskresi cairan lebih rendah dibandingkan asupan cairan, sehingga menimbulkan

respon fisiologik untuk menekan sekresi ADH. Inilah respon yang terjadi akibat

hiponatremia, yaitu menekan pengeluaran ADH dari hipotalamus sehingga ekskresi

urin meningkat.

8

Page 9: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Hiponetremia dibagi menjadi :

a. Hiponatremia akut/hiponatremia simtomatik/hiponatremia berat

Merupakan kejadian hiponatremia yang berlangsung kurang dari 48 jam. Gejala

yang muncul adalah penurunan kesadaran dan kejang yang terjadi akibat

edema sel otak karena air dari ekstraseluler masuk ke intrasel yang

osmolalitasnya lebih tinggi.

b. Hiponatremia kronik/hiponatremia asimptomatik

Merupakan hiponatremia yang berlangsung lama yaitu lebih dari 48 jam.

Biasanya tidak terjadi gejala yang berat karena dalam prosesnya yang lama akan

timpul adaptasi. Gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas dan mengantuk.

Tatalaksana

a. Langkah pertama adalah mencari penyebab hiponatremia dengan : anamnesis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan gula darah dan lipid darah, pemeriksaan

osmolalitas darah, pemeriksaan osmolalitas urin, pemeriksaan natrium, kalium,

dan klorida urin.

b. Selanjutnya bedakan hiponatremia berat atau kronik dari gejala yang muncul

c. Lakukan koreksi terhadap natrium

Pada hiponatremia akut, koreksi cepat dengan pemberian larutan natrium

hipertonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan sebanyak 5 mEq/L

dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu, kadar natrium

plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai kadar natrium darah

mencapai 130 mEq/L. untuk menghitung jumlah natrium dalam larutan

natrium hipertonik, gunakan rumus = 0,5 x berat badan (kg) x delta

natrium. Delta natrium adalah selisih kadar natrium yang diinginkan dengan

kadar natrium awal.

Pada hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan, yaitu 0,5

mEq/L setiap 1 jam, maksimal 10 mEq/L dalam 24 jam. Bila delta Na

besarnya 8 mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam.

9

Page 10: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

b. Hipernatremia

Definisi

Hipernatremia adalah keadaan defisit cairan relative sehingga kadar natrium plasma

meningkat.

Etiologi

Umumnya disebabkan resusitasi cairan menggunakan larutan NaCL 0,9% (kadar Na

154 mEq/L) dalam jumlah besar, akibat dehidrasi, dll

Patofisiologi

Hipernatremia terjadi apabila :

a. Adanya defisit cairan tubuh akibat ekskresi melebihi ekskresi natrium atau

asupan air yang kurang. Misalnya pada keadaan dehidrasi akibat pengeluaran

air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau keringat, osmotik diare

akibat pemberian laktulosa atau sorbitol, diabetes insipidus, gangguan pusat

rasa haus di hipotalamus akibat tumor atau gangguan vaskular

b. Penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam tubuh. Misalnya pada

koreksi bikarbonat berlebihan pada kasus asidosis metabolic

c. Masuknya air tanpa elektrolit ke dalam sel. Misalnya pada latihan, asam laktat

dalam sel meningkat yang meningkatkan osmolalitasnya sehingga air masuk ke

intrasel, dan pada keadaan ini kadar Na akan normal dalam waktu 5 – 15 menit

setelah istirahat.

Pada hypernatremia akan timbul respon fisiologis peningkatan pengeluaran ADH

dari hipotalamus sehingga pengeluaran urin berkurang.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Diagnosis hypernatremia ditegakkan bila kadar natrium plasma meningkat secara

akut hingga di atas 155 mEq/L. gejala yang timbul adalah akibat mengecilnya

volume otak karena air keluar dari dalam sel. Pengecilan volume ini menimbulkan

10

Page 11: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

robekan pada vena yang menyebabkan perdarahan local di otak dan subarachnoid.

Gejala dapat berupa letargi, lemas, kejang, dan akhirnya koma. Jika kenaikan

natrium plasma di atas 180 mEq/L secara akut, dapat menimbulkan kematian.

Tatalaksana

a. Langkah pertama : tetapkan etiologi. Sebagian besar penyebabnya adalah

defisit cairan tanpa elektrolit.

b. Turunkan kadar natrium plasma kea rah normal. Pada diabetes insipidus,

sasarannya adalah mengurangi volume urin dengan memberikan desmopressin

pada diabetes insipidus sentral atau diuretic tiazid, serta mengurangi asupan

garam atau protein pada diabetes insipidus nefrogenik. Bila penyebabnya

karena asupan Na berlebihan, harus dihentikan dahulu pemberian natrium dan

dikontrol. Jika karena defisit cairan tanpa elektrolit, harus dilakukan koreksi

cairan yang didasarkan perhitungan jumlah defisit cairan (=dehidrasi).

11

Page 12: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

3. Gangguan Keseimbangan Kalium

a. Hipokalemia

Definisi

Hipokalemia adalah keadaan dengan kadar kalium plasma yang kurang dari 3,5

mEq/L

Etiologi

a. Asupan kalium kurang

b. Pengeluaran kalium berlebihan

c. Kalium masuk ke dalam sel

Patofisiologi

a. Asupan kalium kurang

Jika fungsi ginjal normal, kalium yang masuk ke tubuh akan diekskresikan lewat

ginjal. Makin tinggi asupan kalium, makin tinggi ekskresi ginjal. Asupan kalium

normal adalah 40 – 120 mEq/hari. Normalnya, ekskresi kalium ginjal minimal

sampai 5 mEq per hari agar kalium dalam darah normal. Hypokalemia karena

kurang asupan jarang terjadi dan biasanya disertai oleh masalah lain seperti

pemberian diuretic atau diet rendah kalori.

b. Pengeluaran kalium berlebihan

Pengeluaran kalium berlebihan dapat terjadi melalui saluran cerna, ginjal atau

keringat.

- Melalui saluran cerna

Pada keadaan muntah atau pemakaian saluran nasogastric, tidak dapat

menyebabkan hypokalemia karena kadar kalium lambung hanya sedikit.

Tetapi, akibat muntah, terjadi alkalosis metabolic sehingga banyak

bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang akan mengikat kalium di

tubulus ginjal yang akibatnya pengeluaran kalium meningkat.

Pada saluran cerna bawah, kalium keluar bersama bikarbonat.

- Melalui ginjal

12

Page 13: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Pengeluaran kalium berlebihan lewat ginjal dapat terjadi akibat penggunaan

diuretic, kelebihan hormone mineralkortikoid primer atau

hiperaldosteronisme primer, anion yang tidak dapat direabsorbsi yang

berikatan dengan natrium berlebihan dalam tubulus sehingga lumen duktus

koligentes bermuatan lebih negative dan menarik kalium masuk ke lumen

dan dikeluarkan lewat urin.

- Melalui keringat : pada latihan berat.

c. Kalium masuk ke dalam sel

Kalium masuk ke dalam sel terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin,

peningkatan aktifitas beta adrenergic, paralisis periodic hipokalmemik,

hipotermia, dll.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gejala Klinis : kelamahan otot, perasaan lelah, nyeri otot, restless legs syndrome jika

kadar kalium kurang dari 3 mEq/L dan jika lebih rendah dapat lumpuh, aritmia

(fibrilasi atrium, takikardi ventrikuler) karena perlambatan repolarisasi ventrikel

pada keadaan hipokalemi yang menimbulkan sirkuit reentry, tekanan darah

meningkat, gangguan toleransi glukosa dan gangguan metabolism protein,

gangguan pemekatan urin sehingga terjadi polyuria dan polydipsia, produksi

bikarbonat akan meningkat sehingga menimbulkan alkalosis metabolic.

o Akibat hypokalemia, ekskresi kalium lewat ginjal turun hingga hkurang dari

25 mEq/hari sedangkan ekskresi kalium dalam urin lebih dari 40 mEq/L/hari

yang menandakan adanya pembuangan kalium berlebihan melalui ginjal.

o Jika ekskresi kalium rendah melalui ginjal disertai asidosis metabolic, berarti

pembuangan kalium berlebihan melalui saluran cerna seperti diare.

o Ekskresi kalium yang berlebihan lewat ginjal yang disertai asidosis metabolic

merupakan tanda ketoasidosis diabetikum.

o Ekskresi kalium dalam urin rendah disertai alkalosis metabolic, petanda dari

muntah kronik atau pemberian diuretic lama.

13

Page 14: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

o Ekskresi kalium dalam urin tinggi serta alkalosis metabolic dan tekanan

darah yang rendah, pertanda sindrom barter.

o Ekskresi kalium dalam urin tinggi disertai alkalosis metabolic dan tekanan

darah tinggi pertanda hiperaldosteronisme primer.

Tatalaksana

Indikasi koreksi kalium :

a. Indikasi mutlak : pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien dengan

ketoasidosis diabetikum, pasien dengan kelemahan otot pernapasan, pasien

dengan hypokalemia berat (<2mEq/L)

b. Indikasi kuat : kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama, pada

keadaan insufisiensi coroner atau iskemia otot jantung, ensefalopati hepatikum,

pasien dengan obat yang menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke

intrasel.

c. Indikasi sedang : pemberian kalium tidak perlu, seperti pada hypokalemia

ringan (antara 3 – 3,5 mEq/L)

Pemberian kalium intra vena dalam bentuk KCl disarankan lewat vena besar

dengan kecepatan 10 – 20 mEq/jam. Pada aritmia berbahaya atau kelumpuhan

otot nafas, dapat diberikan dengan kecepatan 40 – 100 mEq/jam. KCl ini dilarutkan

sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonic. Bila lewat vena perifer, KCl maksimal

60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonic karena jika lebih akan nyeri dan

menyebabkan sclerosis vena.

b. Hiperkalemia

Definisi

Hiperkalemia didefinisikan sebagai keadaan dengan kadar kalium plasma lebih dari

5 mEq/L.

14

Page 15: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

Etiologi

Hyperkalemia jarang timbul karena mekanisme adaptasi tubuh. Penyebabnya bisa

karena keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel (misalnya pada keadaan asidosis

metabolic bukan oleh asidosis organic seperti ketoasidosis atau sidosis laktat,

defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian penghambat beta

adrenergic, pseudo hyperkalemia akibat pengambilan contoh darah di lab),

berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal (pada keadaan hipoaldosteronisme,

gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian siklosporin).

Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Hiperkalemia akan meningkatkan kepekaan membran sel sehingga dengan sedikit

perubahan depolarisasi, potensial aksi mudah terjadi. Gejala klinik ditemukan akibat

gangguan konduksi listrik jantung, kelemahan otot, sampai paralisis, sehingga

pasien merasa sesak nafas. Biasanya gejala ini timbul pada kadar kalium lebih dari 7

mEq/L atau kenaikan dalam waktu cepat. Gejala mudah timbul bila disertai asidosis

metabolic dan hipokalsemia.

Tatalaksana

Prinsip pengobatan :

a. Atasi pengaruh hyperkalemia pada membran sel dengan cara memberikan

kalsium intravena. Pada hyperkalemia berat, sambil menunggu efek insulin atau

bikarbonat yang baru bekerja setelah 30 – 60 menit, kalsium dapat diberikan

melalui tetesan infus intra vena. Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena

dalam 2 – 3 menit dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat

hyperkalemia masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah 5

menit.

b. Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intra sel, dengan cara :

- Berikan insulin 10 unit dalam glukosa 40%, 50 ml bolus intravena, lalu ikuti

dengan infus dekstrosa 5% untuk mencegah hipoglikemi. Insulin akan

15

Page 16: Gangguan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit

memicu pompa Na-K ATPase memasukkan kalium ke dalam sek, sedangkan

glukosa akan memicu pengeluaran insulin endogen.

- Berikan natrium bikarbonat yang akan meningkatkan pH sehingga

merangsang ion H keluar dari membran sel yang menyebabkan ion K masuk

ke dalam sel. Jika tanpa asidosis metabolic, natrium bikarbonat diberikan 50

mEq intra vena selama 10 menit. Bila dengan asidosis, sesuaikan dengan

keadaan asidosisnya.

- Berikan alfa 2 agonis secara inhalasi atau tetes intravena yang akan

mmerangsang pompa Na-K ATPase. Albuterol diberikan 10 – 20 mg.

c. Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh

- Pemberian diuretic-loop atau furosemide, dan juga tiazid

- Pemberian resin penukar, dapat diberikan oral atau supositoria

- hemodialisis

16