Upload
albert-ivan
View
94
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
keseimbangan asam basa
Citation preview
CAIRAN,ELEKTROLIT, DAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
Proses enzimatik dan metabolisme berperan dalam menjaga fungsi sel-sel tubuh.
Proses ini memerlukan keseimbangan konsentrasi ion elektrolit dan ion hidrogen yang stabil.
Ied Claude Bernard, sekitar 100 tahun yang lalu menggambarkan mengenai mekanisme
hemostatik dalam tubuh yang menjaga keseimbangan dalam tubuh dan mencegah disfungsi
sel, yang disebut sebagai milieu interieur.
PENGERTIAN DASAR
Osmosis adalah pergerakan molekul terlarut melewati suatu membran dari larutan
berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi. Pergerakan ini mungkin dicegah
dengan memberikan tekanan pada larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi, yang disebut
sebagai tekanan osmotik efektif. Besarnya tekanan osmotik efektif tergantung oleh jumlah
partikel terlarut dibandingkan dengan jenis partikel tersebut.
Jumlah partikel osmotik aktif terlarut yang terdapat pada larutan ditandai dengan
osmol. Satu osmol dari suatu zat adalah setara dengan berat molekul dalam gram (1 mol)
dibagi jumlah partikel bebas yang tiap molekulnya tidak berikatan. Jadi, 180 gram glukosa
dalam 1 liter cairan merupakan contoh larutan yang konsentrasi molarnya 1 mol/L dan
osmolaritasnya 1 osmol/L.
Natrium dan Kalium dalam larutan berionisasi dan masing-masing ion tersebut
merupakan partikel osmotik yang aktif. Apabila disosiasi tersebut dianggap sempurna
menjadi Na+ dan Cl-, maka 58,5 gram NaCl yang terlarut dalam 1 liter cairan memiliki
konsentrasi molar 1 mol /L dan osmolaritasnya 2 osmol /L. Dalam cairan tubuh, konsentrasi
konsentrasi zat terlarut lebih rendah dan proses disosiasinya tidak sempurna. Dengan
demikian Larutan NaCl yang terdapat dalam cairan tubuh mengandung 1mmol /L dan
osmolaritas kurang dari 2 mosmol /L.
Osmolalitas berarti jumlah osmol per berat tubuh. Tidak seperti osmolaritas,
osmolalitas tidak terpengaruh oleh volume zat terlarut dalam larutan. Kekacauan pengertian
mengenai penggunaan istilah osmolaritas (satuan: osmol /L) dan osmolalitas (satuan:
osmol /Kg) dikarenakan kesetaraannya dalam cairan tubuh; osmolaritas plasma adalah 280-
310 mosmol /L dan plasma osmolalitas adalah 280-310 osmol Kg-1. Kesetaraan ini dijelaskan
dengan adanya volume zat terlarut yang dapat diabaikan dalam cairan tubuh, dan kenyataan
bahwa partikel osmotik aktif terlarut didalam cairan, yang memiliki berat jenis 1 (osmol /L =
osmol /Kg). Dalam praktek sehari-hari penggunaan yang lebih praktis adalah osmolalitas.
Kation (paling utama Na+) dan anion (Cl- dan HCO3-) adalah partikel osmotik aktif
yang paling utama dalam tubuh. Glukosa dan urea hanya memiliki peranan yang sedikit.
Osmolalitas plasma (POSM) di perkirakan dengan menggunakan rumus:
Osmolalitas adalah istilah kimia dan mungkin dibingungkan dengan istilah fisiologi
tonisitas. Istilah tonisitas digunakan untuk menggambarkan tekanan osmotik efektif larutan
terhadap plasma. Perbedaan mendasar antara osmolalitas dan tonisitas adalah bahwa semua
zat terlarut berperan dalam osmolalitas, tapi hanya zat terlarut tertentu saja yang tidak
melewati membran sel yang berperan dalam tonisitas. Jadi, tonisitas menggambarkan
aktivitas osmolal dari zat terlarut yang terdapat dalam cairan ekstraseluler. Tonisitas inilah
yang membentuk tekanan osmotik yang berpengaruh terhadap pergerakan cairan antara
intraseluler dan ekstraseluler.
Urea berdifusi secara bebas melewati membran sel, tetapi tidak berpengaruh dalam
distribusi cairan antara intraseluler dan ekstraseluler dan tidak mempengaruhi tonisitas. Zat-
zat terlarut lain yang mempengaruhi osmolalitas plasma tetapi tidak mempengaruhi tonisitas
adalah ethanol dan methanol, yang keduanya berdistribusi secara aktif dalam total cairan
tubuh. Tetapi manitol dan sorbitol hanya berada pada cairan ekstraseluler dan berpengaruh
kepada osmolalitas dan tonisitas. Tonisitas plasma dapat diperkirakan dengan menggunakan
rumus:
DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH ANTAR KOMPARTEMEN
Volume cairan tubuh total dapat ditentukan dengan menggunakan teknik dilusi
radioaktif menggunakan deuterium atau tritium, dimana kedua zat radiokatif tersebut dapat
melewati membran secara bebas dan bersatu secara cepat dengan atom hidrogen dalam cairan
tubuh. Pengukuran tersebut menunjukkan bahwa rata-rata 60% dari massa tubuh adalah
cairan pada rata-rata pria dewasa dengan berat badan 70 Kg. Lemak mengandung sedikit
POSM = 2[Na+] (mmol /L) + jumlah glukosa darah (mmol /L) + urea darah (mmol /L) = 290 mosmol/kg
Tonisitas Plasma = 2[Na+] (mmol L-1) + jumlah glukosa darah (mmol L-1)
= 285 mosmol Kg-1
cairan, sehingga jumlah cairan tubuh pada wanita rata-rata 55% dari total massa tubuh. Total
cairan tubuh berkurang sesuai dengan umur, sampai hanya 45-55% pada usia tua.
Total cairan tubuh dapat dibagi menjadi dua kompartemen, yaitu cairan ekstraselular
dan cairan interselular. Lebih jauh cairan ekstraselular dapat dibagi menjadi cairan
intravaskular dan interstitial.
Gbr 1. Distribusi total cairan tubuh yang berhubungan dengan berat badan.
KOMPOSISI ZAT TERLARUT DALAM KOMPARTEMEN CAIRAN TUBUH
Cairan Ekstraseluler
Endotel kapiler memiliki sifat permeabel terhadap air, kation, anion dan zat terlarut
lainnya seperti glukosa dan urea ( tetapi tidak untuk protein). Sebagai akibatnya, komposisi
zat terlarut dalam cairan interstitial dan plasma adalah sama. Natrium adalah anion utama dan
klorida adalah kation utama dalam cairan interstitial. Protein bersifat anion yang tidak dapat
berdifusi dan konsentrasinya lebih tinggi pada cairan plasma. Konsentrasi Cl - sedikit lebih
tinggi didalam interstitial dengan tujuan untuk menjaga electrical neutrality (kesetaraan
Donnan).
Cairan Intraseluler
Perbedaan utama komposisi cairan intraseluler adalah pada cairan ini kation utama
adalah Kalium dan anion utamanya adalah Fosfat. Sebagai tambahan, pada cairan intraseluler
banyak terdapat protein. Berbeda dengan endotel kapiler, membran sel adalah selektif
permeabel untuk beberapa ion tertentu, dan permeabel bebas untuk air. Jadi, persamaan
tekanan osmotik berlangsung secara kontinyu dan hal tersebut tercapai melalui pergerakan air
melalui membran sel. Osmolalitas antara cairan ekstra dan intrasel harus selalu setara. Air
Total cairan tubuh(60% BB) : 42 L
Cairan interseluler (40% BB) : 28 L
Cairan ekstraseluler(20% BB) : 14 L
Total cairan tubuh(5% BB) : 3 L
Cairan interstitial(15% BB) : 11 L
bergerak secara cepat antara intraseluler dan ekstraseluler untuk mengurangi perbedaan
osmolalitas. Prinsip ini mendasar dalam pengertian fisiologi cairan dan elektrolit (gambar 2).
Walaupun total konsentrasi ion intraseluler melebihi konsentrasi pada ekstraseluler, tetapi
jumlah partikel osmotik aktif (juga osmolalitas) adalah sama (290 mosmol kg -1 dalam
larutan).
ICFV ECFV
HOMEOSTATIS CAIRAN
Secara normal, fluktuasi total cairan tubuh relatif kecil (<0,2 %) karena keseimbangan
kebutuhan cairan dikontrol oleh mekanisme haus, dan untuk pengeluaran cairan dikontrol
oleh sistem Renal-ADH.
Sumber utama dari cairan tubuh berasal dari air minum, cairan dari makanan padat,
dan cairan yang diproduksi sebagai produk akhir suatu proses metabolisme. Cairan intravena
merupakan sumber lain pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Pengeluaran cairan tubuh secara aktual dan potensial dapat diklasifikasikan sebagai
sensible dan insensible losses. Insensible losses berasal dari pengeluaran cairan dari kulit dan
paru-paru. Sedangkan sensible losses berasal dari ginjal dan traktus gastrointestinal. Secara
normal pengaturan keseimbangan cairan pada pasien dewasa dengan berat badan 70 kg dapat
digambarkan pada gambar 3. Sebagai contoh lebih dari 5 liter cairan disekresikan perharinya
lewat saliva, empedu, sekresi lambung,dan sekresi usus, tetapi hanya 100 ml dari cairan ada
pada feses. Sumber kebutuhan cairan (air,makanan,dll)
Kulit dan paru-paru
Urin, feses
Solute
Na+ 10 HPO4-
K+ 150 SO4- 150
Mg2+ 4 HCO3-
Prot
WATER
Solute
Na+ 140 Cl- 114 K+ 4 HCO3
- 30
WATER
ICF ECF28 L 14 L
PERHITUNGAN KESEIMBANGAN CAIRAN
Perhitungan kebutuhan cairan perhari merupakan perhitungan matematika untuk
menjaga keseimbangan input dan output cairan dan elektrolit. Tabel 1 menggambarkan
kandungan cairan intravena.
Solution Kandungan elektrolit(mmol/L) Osmolalitas
(mosmol/ kg)
Saline 0,9% Na+ 154 Cl- 154 308
Saline 0,45% Na+ 77 Cl- 77 154
Glukosa 4%/saline Na+ 31 Cl- 284
Glukosa 5 % Nil 278
Kombinasi sodium
laktat (Hartmann’s
solution).
Na+ 131 Cl- 112
K+ 5 HCO-3 29
Ca+ 4 (as.laktat)
281
Aturan 1
Semua infus Na+ masuk kedalam ruangan ekstraseluler dikarenakan Na+ tidak bisa
masuk kedalam ruangan intraseluler karena adanya pompa Na+. Oleh karena itu terdapat
larutan isotonik yang tidak menimbulkan perubahan pada osmolalitas ekstraseluler, dan
lagipula tidak terdapat perpindahan cairan melewati membran sel. Jadi, saline 0,9% hanya
menambah volume cairan ektraselular. Walaupun demikian, apabila diberikan saline 0,45%,
akan terjadi penurunan osmolalitas. Hal ini dikarenakan adanya pergeseran cairan dan
ekstraseluler ke dalam intraseluler. Jika saline 1,8 yang digunakan, maka semua ion Na+ akan
berada di ekstraseluler, kemudian osmolalitasnya akan meningkat dan cairan akan bergerak
dari intraseluler ke ekstraseluler untuk mempertahankan tekanan osmotik
Aturan 2
Cairan tanpa penambahan Na+ pada total cairan tubuh. Setelah diberikan infus glukosa
5%, maka glukosa akan memasuki sel dan dimetabolisme. Cairan infus tersebut akan
memasuki ruang interseluler dan ekstraseluler dalam proporsi volume semula. Gambaran
hasil pemberian infus ada pada tabel 2.
Penilaian kebutuhan cairan sehari-hari di dasari atas 3 perhitungan, yaitu:
1. Pemeliharaan normal kebutuhan cairan
2. Kehilangan cairan karena penyakit-penyakit patologi
3. koreksi kekurangan cairan.
Perubahan volume(ml)
Iv infusion ECF ICF Tanda Dari 1000ml
Saline 0,9% +1000 0 Na+ dalam ECF
Glukosa 5% +333 +666 66% TBW adl ICF
Saline 0,45% +666 +333 33% TBW adl ECF
PENGATURAN KEBUTUHAN CAIRAN NORMAL
Air. Kehilangan cairan dan elektrolit akan terlihat dalam urin,atau proses evaporasi dari kulit
dan paru-paru.
Natrium. Kebutuhan normal perhari adalah 1 mmol kg-1 untuk dewasa.
Kalium. Kebutuhan normal perhari adalah 1 mmol kg-1 untuk dewasa
Jadi, pada pasien dengan berat badan 70 kg dengan perkiraan jumlah cairan 2000-
2500 ml dan 70 mmol untuk Na+ dan K+. Dapat diperkirakan berdasarkan hal-hal berikut ini:
1. 2000 ml glukosa 5% + 500 ml saline 0,9%
2. 2500 ml glukosa 4% /saline 0,18% ditambah kalium dalam KCl, 1 gram (13mmol)
ditambahkan pada setiap 500ml cairan.
KEHILANGAN CAIRAN ABNORMAL
Kehilangan cairan abnormal sering terjadi pada pasien bedah. Kehilangan bisa
bersifat sensible atau insensible.
Kehilangan cairan paling sering terjadi, seperti tindakan suction nasogastrik,
pemberian laksatif, dan obstruksi pada lumen usus. Walaupun komposisi cairan hasil sekresi
gastrointestinal bervariasi, tetapi penggantian cairan tetap menggunakan saline 0,9% dengan
13-26 mmol L-1 kalium dalam KCl. Jika kehilangan cairan banyak (>1000 ml perhari), maka
harus diambil sampel cairan yang cukup untuk kemudian dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan analisis biokimia sehingga penggantian cairan dan elektrolit dapat menjadi lebih
rasional.
Peningkatan insesible losses dari kulit dan paru-paru mungkin akan menimbulkan
manifestasi klinis berupa demam atau hiperventilasi. Normal insesibel losses adalah
0,5/kg/jam untuk peningkatan satu derajat temperatur.
Kehilangan cairan dari tempat dilakukannya operasi merupakan penyebab tersering
pasien bedah. Cairan seperti plasma banyak terdapat disekitar daerah luka,yang volumenya
sesuai dengan tingkat keparahan trauma. Cairan ini biasanya disebut third space loss karena
cairan merembes kedaerah yang proses metabolismenya masih normal. Walaupun demikian
kehilangan cairan ini tidak mudah untuk dikenali, karena rembesan cairan ini akan
direabsorbsi dalam 48-72 jam.
KEKURANGAN CAIRAN
Hal ini terjadi preoperatif dan sebab utamanya adalah kehilangan cairan di usus.
Kesulitan dalam mengkoreksi kekurangan ini berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mengukur kekurangan secara tepat. Defisit cairan dan elektrolit mungkin langsung ke
ekstraseluler. Jika kehilangan cairan bersifat isotonik hanya volume cairan ekstravaskuler
saja yang berkurang, walau begitu, jika hanya air dan cairan hipotonis yang hilang, maka
akan terjadi redistribusi cairan dari intraseluler ke ekstraseluler untuk mempertahankan
tekanan osmotik.
Dehidrasi dengan kehilangan garam adalah kelainan yang sering ditemukan pada
pasien pembedahan akut.
PENILAIAN DEHIDRASI
Anamnesis. Sudah berapa lama pasien mengalami kehilangan cairan yang abnormal?
Berapa banyak kehilangannya? Misalnya berapakah frekuensi muntahnya.
Pemeriksaan fisik. Dari pemeriksaan luar didapatkan pasien terlihat haus, mukosa
kering, penurunan turgor kulit, hipotensi ortostatik atau takikardia, penurunan JVP atau CVP
dan penurunan diuresis. Pada ginjal dengan fungsi normal, dehidrasi berhubungan dengan
pengeluaran urin 0,5 ml/kgBB/hari. Tingkat keparahan dari dehidrasi dibagi mejadi
ringan,sedang,berat. Kriteria yang dipakai untuk menentukan tingkat keparahan dehidrasi
adalah:
- Mild : Kehilangan 4% berat badan (rata-rata 3 L pada 70 kg BB) terdapat
penurunan turgor kulit,mata cekung, mukosa kering.
- Moderate : Kehilangan 5-8% dari berat badan (rata-rata 4-6 L pada 70 kgBB)
terdapat oliguria,hipotensi orthostatik dan takikardia.
- Severe : kehilangan cairan 8-10% (rata-rata 7 ml pada 70 kgBB) ditemukan
oliguria dan sudah terdapat gangguan fungsi kardiovaskuler.
Laboratorium
Derajat hemokonsentrasi dan peningkatan konsentrasi albumin mungkin bermanfaat
pada pasien yang tidak memiliki anemia dan hipoproteinemia. Peningkatan kadar urea
darah dan osmolalitas urin (>650 mmol./kgBB) kemudian rujuk ke sarana yang lebih
lengkap.
TERAPI CAIRAN PER-OPERATIF
Dalam usaha mempertahankan kebutuhan akan air dan elektrolit maka perlu
dilakukan terapi cairan peri-operatif untuk mengganti TBW setelah prosedur puasa atau
kehilangan akibat perdarahan mikro, perpindahan cairan ke ruang “ketiga” maupun melalui
kulit, sistem pencernaan dan paru-paru.
Perdarahan yang melebihi 15% volume darah pada dewasa akan dilakukan transfusi
darah. Perdarahan minimal dapat diganti dengan larutan kristaloid seperti ringer laktat, tetapi
larutan ini dapat mempertahankan volume intravaskuler jika diberikan 3x lipat dari jumlah
perdarahan walaupun pada akhirnya akan bergerak ke ECF. Alternatif lain digunakan koloid
(albumin atau bahan sintetik) yang diberikan sebanding dengan perkiraan perdarahan.
Perpindahan cairan ke ruang “ketiga” terjadi pada kistaloid. Pada operasi abdomen
(misalnya cholesistektomi), cukup diberikan cairan 5 ml/kgBB/jam durante operasi, untuk
mempertahankan kebutuhan cairan ( ± 1,5 ml/kgBB/jam) dan transfusi darah. Pemberian
cairan yang lebih besar terkadang diperlukan untuk operasi-operasi besar dengan monitoring
CVP.
Pada pasca-operatif, perlu pemberian cairan rumatan. Cairan tambahan (kristaloid
seperti RL dan NaCl 0,9%) diberikan pada keadaan sebagai berikut :
- Terjadi kehilangan darah dan plasma melalui drain (ditambah koloid jika mencapai
lebih dari 500 ml).
- Terjadi kehilangan cairan yang kontinu melalui nasogastric tube atau fistula.
- Pasca operasi besar seperti gastrectomy total, repais of aortic aneurisma . Pemberian
kristaloid dibutuhkan selama 24-48 jam untuk perpindahan cairan ke ruang “ketiga”.
- Selama rehabilitasi pasien yang mengalami hipotermi saat operasi.
Pemberian kalium (K+) tidak dianjurkan pada 24 jam pertama pasca operasi. Hal ini
disebabkan telah terjadi pelepasan kalium secara endogen akibat trauma jaringan dan
katabolime sehingga perlu dibatasi. Keadaan pasien pasca operasi berbeda karena mekanisme
homeostatik dengan pelepasan hormon stres ADH, aldosteron dan kortisol sehingga retensi
Na+ dan air, eksresi K+ . Dalam hal ini terjadi dis-sinkronisasi akibat restriksi air dan Na+
dengan kehilangan cairan akibat evaporasi dan perpindahan cairan ke ruang “ketiga”.
Kemungkinan hiponatrium akan meningkat pada pasien yang lebih tua jika pasca
operasi diberikan cairan hipotonik karena sindrom gangguan sekresi ADH akan terjadi lebih
lama yaitu beberapa hari.
Pasca operasi besar, alat ukur terbaik pada pemberian cairan dan elektrolit melalui
CVP dan pengukuran kadar elektrolit. Pasien gagal ginjal tetap membutuhkan penggantian
cairan dan jumlah harus disesuaikan dengan output urin.
NATRIUM DAN KALIUM
Keseimbangan Natrium (Na+)
Kebutuhan harian akan Na+ antara 50-300 mmol. Pengeluaran melalui keringat dan
faeces minimal ( ± 10 mmol/hari) dan keseimbangan diatur oleh ginjal. Eksresi Na+ melalui
urin mencapai 2 mmol/hari pada diet garam dan 700 mmol/hari selama konsumsi garam.
Keseimbangan natrium berkaitan dengan ECFV dan air.
GANGGUAN KESEIMBANGAN NATRIUM DAN AIR
Hipernatremia
Hipernatremia adalah keadaan kadar natrium plasma yang melebihi 150 mmol/l
disebabkan oleh kehilangan air, kehilangan cairan hipotonik dan konsumsi garam. Pada poin
pertama dan kedua diatas, ECFV berkurang, dalam hal ini konsumsi garam berhubungan
dengan ECFV bertambah. Oleh sebab itu, penentuan jumlah cairan sangat penting untuk
diagnosis dan penatalaksanaan hipernatremia.
Abnormalitas yang sering terjadi pada keadaan hipernatremia berupa dehidrasi
interselular akibat hiperosmolaritas ECF. Kehilangan air mengakibatkan hipernatremia
terjadi pada demam yang lama, hiperventilasi atau akibat cuaca panas dan kering. Selain itu,
penyebab lain yang sering terjadi apabila ada kelainan produksi maupun pelepasan ADH
(diabetes insipidus cranial) atau gangguan respon terhadap ADH (diabetes insipidus
nefrogenik).
Penyebab hipernatremia yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :
Tabel 39.3 Penyebab hipernatremia.
Pure water depletion
Extra renal
Renal
Gangguan konsumsi air (koma, lansia,
pasca-operasi)
Kehilangan melalui mukokutan
Demam, hiperventilasi, tirotoksikosis
Diabetes insipidus (cranial,nefrogenik)
Gagal ginjal kronik
Hypotonic fluid loss
Extra renal
Renal
Peningkatan garam
Gastro intestinal (muntah,diare)
Diuresis osmotik (glukosa, urea, manitol)
Iatrogenik (NaHCO3, larutan hipertonik)
Konsumsi garam, Pemberian steroid.
Pemberian diuretik osmotik memberikan keadaan hiperosmolaritas plasma yang
sementara. Selama terjadi diuretik osmotik, zat yang bersifat diuretik seperti glukosa dan
manitol, mengubah komposisi urin dan elektrolit yang terlarut sehingga urin menjadi
hipotonik relatif terhadap plasma natrium. Diuretik osmotik tersebut menyebabkan urin
hipotonik sebagai akibat dehidrasi hipernatremia.
Dehidrasi hipertonik juga terdapat pada pasien pediatrik dengan diare, muntah, dan
anoreksia sehingga kekurangan air (hypotonic loss) semakin buruk jika ditambah dengan
demam yang berulang, hiperventilasi dan konsumsi makanan yang kental. ECFV akan
dipertahankan dengan perpindahan cairan dari ICF ke ECF untuk keseimbangan osmolaritas.
Secara klinis, dehidrasi tidak akan bermanifestasi sampai dehidrasi mencapai 10-15% daro
berat badan. Rehisrasi harus segera dilakukan untuk mencegah edema cerebral.
Pengukuran osmolaritas urin dan plasma serta output urin akan membantu diagnosis
hipernatremia.
Jika terjadi oliguri dan osmolaritas urin > 800 mosmol/kg, maka sekresi ADH dan
responnya baik. Penyebabnya dari ekstra renal (diare, muntah, penguapan) atau kurang
konsumsi.
Jika terjadi poliuri dan osmolaritas meningkat maka disebut diuretik osmotik. Jika
osmolaritas urin lebih rendah dari osmolaritas plasma maka kemungkinan terjadi
hiposekresi ADH atau gangguan respon ginjal terhadap ADH.
Hipernatremia akibat iatrogenik umumnya disebabkan konsumsi garam yang
berlebihan. Hal ini muncul pada pemberian larutan bikarbonat saat resusitasi cairan atau
pemberian larutan isotonic pada keadaan insensible losses. Terapi berupa loop-diuretic
dengan syarat fungsi ginjal baik dan hemodialisa pada gangguan ginjal.
KLINIS HIPERNATREMIA
Manifestasi klinis pada hipernatremia akan melibatkan sistem saraf pusat yang
berbanding lurus dengan proses terjadi hipernatremia. Pada keadaan akut akan berhubungan
dengan perpindahan air dari ICF sehingga volume cairan sel berkurang teruatam pada otak.
Hal ini membuat permeabilitas kapiler otak dan ruang subarakhnoid meningkat sampai
ruptur. Gejala klinis yang terjadi gangguan termoregulator berupa pireksi, muntah, kejang,
koma dan berbagai gejala neurologis lainnya.
Angka mortalitas dan morbiditas meningkat pada hipernatremia yang tidak terkoreksi
( Na+ > 160 mmol/L dalam > 48 jam). Dalam beberapa kasus, hipernatremia dapat dicegah
misalnya cedera kepada dapat mencetuskan cranial diabetes insipidus , monitor dan
penanganan terhadap pasien cedera kepala harus dilakukan.
PENATALAKSANAAN HIPERNATREMIA
Perkiraan kehilangan air dapat diketahui dengan pengukuran kadar Natrium plasma dan berat
badan dengan rumus :
Misalnya pada pasien dengan BB = 75 kg dan kadar Na+ = 170 mmol/L
Defisit air = ( 170/140 x 0,6 x 75 ) – ( 0,6 x 75 ) = 9,6 L
Bagi pasien dengan hipernatremia tanpa kekurangan volume (volume depletion)
diberikan glukosa 5%. Penyebab terbesar dari hipernatremia adalah hipovolemia dan
pemberian cairan intravena akan memperbaiki kadar elektrolit dan air. Cairan isotonic adalah
yang terpenting untuk mengatasi kekurangan cairan karena cairan ini menjadi relatif
Defisit air = ( Na+ terukur / 140 x BB ) – BB
hipotonik pada keadaan hipernatremia sehingga jumlah cairan juga terkoreksi. Terapi cairan
harus dilakukan dalam waktu 48-72 jam untuk mencegah edema serebral.
Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan kadar natrium plasma yang kurang dari 135 mmol/L.
Hal ini banyak ditemukan pada pasien yang dirawat akibat retensi air, kehilangan garam atau
keduanya, dapat terjadi pada keadaan ECFV yang normal, meningkat atau menurun. Serti
halnya hipenatremia, penentuan status ECFV sangat membantu menentukan penyebab
gangguan elektrolit.
Saat osnolaritas plasma turun, gradien osmolaritas akan bergerak pada permukaan sel
sehingga air berpindah ke ICF. Perpindahan pada sel otak ini yang membuat gejala
hiponatremia atau intoksikasi air berupa : muntah, letargi dan lemah. Pada kasusu yang berat
dimana kadar plasma Na+ < 115 mmol/L terjadi kejang dan koma.
Keadaan hiponatremia harus dibedakan dengan pseudo-hiponatremia. Ion Na+ hanya
berada pada air plasma yaitu 93% dari total plasma. Labolatorium akan mengukur kadar
natrium dalam plasma sebanding dengan jumlah total plasma dalam satuan volume plasma
(mmol/L dari total plasma). Jika persentase air dalam plasma menurun misalnya pada
keadaan hiperlipidemia atau hiperproteinemia, maka jumlah Na+ yang terdapat pada plasma
akan menurun juga, sekalipun kadar air plasma normal. Kunci yang harus diperhatikan adalah
osmolaritas plasma. Pseudo- hiponatremia tidak terbukti jika penurunan Na+ diikuti
peningkatan ion-ion lain, sebab metode labolatorium ini mengukur langsung konsentrasi Na+
pada air plasma.
Bagan 39.4 Skema proses terjadinya hiponatremia
Keadaan hiponatremia dibagi dalam tipe depletional dan dilutional.
1. Tipe depletional timbul pada kehilangan TBW diikuti kadar natrium dengan keadaan
hipovolemia melalui ekstra renal dan renal. Pengeluaran yang massif melalui renal
terdapat pada Addison’s disease , diuretik, renal tubular asidosis dan nefropathi.
Kadar natrium urin mencapai 20 mmol/L. Pada ekstra renal,kehilangan terjadi pada
sluran pencernaan (diare dan muntah) atau perpindahan ke ruang “ketiga” (peritonitis
dan operasi). Respon ginjal yang normal dengan retensi Na+ dan air sehingga urin
menjadi hiper osmolar dan rendah natrium. Pada situasi ini terapi ditujukan untuk
menambah ECFV dengan NaCl 0,9%.
2. Tipe dilutional berhubungan dengan hipervolemia, edema dan normovolemia. Jika
terjadi edema,maka terjadi peningkatan TBW dengan kadar Na+ akibat gagal jantung,
sirosis dan nefrotik sindrom serta hipoaldosterisme sekunder. Terapi untuk tipe ini
kombinasi antara pembatasan garam dan spironolaktone.
HIPONATREMIA
Kadar ECF
NormovolemikHipervolemik
Hipovolemik
Renal Ekstra renal
Diuretik Hipoadrenalisme
Kehilangan garam akibat
nefropati
DiareMuntah
Kehilangan cairan ke
ruang ketiga
Gagal jantung kongestifSirosisSindroma nefrotik
Osmolaritas plasma
Rendah Normal
Pseudo-hiponatremia
SIADHSIIVTObat-obatanHipotiroidStress pos-opGagalginjal
Pada keadaan normovolemia hiponatremia, terjadi peningkatan TBW dan ECFV pada
kadar natrium tetap. Etiologi biasanya iatrogenik. Pseudo-hiponatremia akan disangkal jika
ditemukan adanya hiperproteinemia dan hiperlipidemia sedangkan kadar osmolaritas normal.
Syndrome inappropriate intravenous terapy (SIIVT) terjadi hiponatremia akibat pemberian
cairan isotonis rendah natrium.
Kelainan kronis berupa kelebihan cairan dapat terjadi pada hipotiroid dan gangguan
sekresi ADH. Sindrom ini ditandai dengan adanya hiponatremia, penurunan osmolaritas
plasma dan gangguan anti diuresis. Adanya keganasan yang memproduksi ADH-like sustance
(tumor paru, prostat,pancreas), gangguan neuroligis (cedera kepala, tumor, infeksi) dan
pneumonia berat. Sejumlah farmakologi juga dikaitkan dengan peningkatan sekresi ADH
atau menambah potensiasi hormon ADH.
Pada pasien dengan SIADH, urin menjadi pekat akibat hiponatremia sehingga
dilakukan restriksi cairan untuk membuat balance negatif.
MANIFETASI HIPONATREMIA
Gejala klinis berdasarkan etiologinya tergantung besar dan kecepatan penurunan
kadar natrium plasma. Komplikasi melibatkan system saraf pusat dan pembengkakan
intraseluler, edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial, mual,muntah, delirium dan
koma.
Tabel 39.4 Obat-obatan yang berhubungan dengan antidiuretik dan hiponatremia.
Peningkatan sekresi ADH
Hipnotik – Barbiturat
Analgetik – Opioid
Hipoglikemik – Chlopropamid, Tolbutamid
Anti kejang – Carmazepin
Lain-lain – Fenotiazid, Tricyclics
Potensiasi ADH pada tubulus distal
Parasetamol
Indometasin
Chlorpropamid
PENATALAKSANAAN HIPONATREMIA
Keadaan akut hiponatremia ditangani secara emergensi dan perlu intervensi cepat
dengan larutan hipertonik. Terapi koreksi terhadap hiponatremia secara cepat masih
kontroversi sebab perubahan elektrolit tiba-tiba dapat menyebabkan myelinosis pontin
serebral sehingga rawan terjadi paralisism koma dan kematian. Hubungan antara sindrom ini
dengan peningkatan plasma natrium belum disepakati, hanya perlu diwaspadai. Kadar
natrium dalam plasma dikembalikan pada kisaran 125 mmol/L dan koreksi dalam interval
maksimum 12 jam. Penentuan kadar natrium berdasarkan rumus :
Na+ yang dibutuhkan = TBW x (Na+ yang diinginkan -Na+ terukur)
Larutan hipertonik 3% mengandung 514 mmol/L natrium dan pemberiannya beresiko
pada edema paru.
Keseimbangan Kalium ( K+)
Konsumsi kalium normal per hari adalah 50-200 mmol. Jumlah kehilangan kalium
melalui kulit dan feses sedikit karena diregulasi oleh ginjal. Mekanisme retensi kalium
kurang efisien dibandingkan natrium.Pada keadaan kekurangan kalium, ekskresi urin per hari
tidak boleh kurang dari 5-10 mmol.Kekurangan kalium total tubuh yang dratis terjadi kalau
asupan asupan tidak mencukupi. Kelainan hipokalemia adalah lebih sering dari hiperkalemia.
Hipokalemia
Hipokalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma kurang dari 3.5 mmol /L.
Gejala non spesifik hipokalemia adalah anoreksia dan nausea , efek terhadap otot rangka dan
polos ( kelemahan otot, ileus paralitik ) dan konduksi jantung abnormal ( repolarisasi
Lambat dengan depresi segmen ST ), penurunan tinggi gelombang T, peningkatan tinggi
gelombang U and pelebaran kompleks QRS ).
Penyebab hipokalemia diringkaskan pada Tabel 39.5. Penatalaksanan termasuk
diagnosis dan terapi penyakit dasar serta penggantian kalium total tubuh. Secara umum,
pengurangan konsentrasi K+ plasma sebanyak 1 mmol /L menunjukkan defisit kalium total
tubuh sebanyak 100 mmol. Suplemen kalium bisa diberikan secara oral atau intravena. Kadar
maksimum infus tidak boleh melebihi 0.5 mmol kg-1 h-1 untuk mencapai kesimbangan
intraseluler, kadar yang rendah lebih sering digunakan.
Tabel 39.5 Penyebab Hipokalemia
Penyebab Keterangan
Asupan kurang Pengaruh minimal
Redistribusi jaringan Terapi insulin, alkalemia, 2 adrenergik
agonis, paralisis periodik familial,terapi
vitamin B12
Sekresi meningkat
Gastrointestinal
( K+ urin < 20 mmol /L )
Ginjal
Diare, muntah, fistula, penghisapan
nasogastrik, adenoma vili kolon.
Terapi diuretik, hiperaldosteron primer
atau sekunder, hipertensi malignan,
stenosis arteri renalis ( renin tinggi ),
asidosis tubular renal, hipomagnesium,
gagal ginjal ( fase diuretik).
Penggunaan kalium penting untuk terapi penggantian. Pada situasi terbanyak, dan
terutama pada keadaan alkalosis, kalium harus digantikan seperti halnya klorida. tambahan
lain juga terdapat sebagai bikarbonat dan fosfat.
Hiperkalemia
Hiperkalemia adalah keadaan konsentrasi kalium plasma melebihi 5 mmol /L.
Kelemahan otot yang bisa progresif ke paralysis flaccid. Gejala klinis yang mayor pada
keadaan konsentrasi kalium plasma tinggi di karekteristikkan oleh kelainan EKG. Perubahan
dini adalah gelombang T yang tinggi dan pemendekan interval QT , menggambarkan
repolarisasi yang lebih cepat ( 6-7 mmol /L ). Bila K+ plasma meningkat ( 8-10 mmol /L ),
kelainan depolarisasi bermanifestasi sebagai pelebaran kompleks QRS , dan akhirnya
kehilangan gelombang P , kompleks QRS yang mengalami pelebaran akan bergabung dengan
gelombong T ( gambaran gelombang sinus ). Pada keadaan konsentrasi plasma melebihi 10
mmol /L terjadi fibrilasi ventricular. Kadar toksisitas jantung oleh K+ diperberatkan oleh
hipokalsemia, hiponatremia atau asidemia. Penyebab hiperkalemia diringkaskan pada Tabel
39.6.
Tabel 39.6 Penyebab Hiperkalemia
PseudohiperkalemiaHemolisis in vitroTrombositosisLeukositosisTorniquetSenaman
Gangguan ekskresiGagal ginjalHiperaldosteron akut atau kronikPenyakit Addison’s Diuretik hemat K+
Indometacin
Redistribusi tisuKerusakan tisu ( luka baker, trauma )RhabdomiolisisNekrosis tumorParalisis periodik hiperkalemiaHemolisis massif intravaskularSuccinycholine
Kelebihan asupanTransfusi darahPengambilan intravena berlebihan
Terapi secepatnya diperlukan apabila konsentrasi kalium plasma melebihi 7 mmol /L atau
bila terdapat kelainan gambaran EKG yang serius. Terapi spesifik bisa dicapai dengan empat
mekanisme :
Efek membrane melalui antagonisme kimia
Meningkatkan pengambilan K+ selular
Dilusi cairan ekstraseluler
Pengeluaran K+ dari tubuh
Konsentrasi kalium plasma bisa dikurangi dengan cara yang telah diringkaskan pada
Tabel 39.7.
Tabel 39.7 Terapi Hiperkalemia
Kalsium glukonas 10 % i.v ( 0.5 ml kg-1 sehingga maksimum 20ml ) diberi lebih
dari 5 menit. Tidak mengubah [ K+ ] plasma. Efek perlahan
Glukosa 50 g ( 0.5- 1.0 g /kg ) ditambah insulin 20 unit ( 0.3 unit g /kg ) dosis
tunggal bolus i.v. Kemudian diberi infuse glukosa 20 %, ditambah insulin 6-20
unit/jam ( tergantung glukosa darah )
Natrium bikarbonat 1.5-2.0 mmol/ kgi.v lebih 5-10 menit
Resonium kalsium 15 g p.o atau 30 g p.r 8 jam
Peritoneal atau hemodiliasis.
KESEIMBANGAN ASAM-BASA
Konsentrasi ion hidrogen [ H+ ] di dalam cairan tubuh adalah sangat kecil dan nilai pH
diadaptasi untuk kepentingan praktis. Sistem ini menggambarkan konsentrasi
[ H+ ] dalam skala logaritma :
Konsentrasi aritmetika ini lebih logis menggambarkan [ H+ ] dalam mmol/L . Tabel
39.8 membandingkan nilai [ H+ ] yang menggambarkan pH dan mmol /L dan timbul
kerancuan dari nilai pH. Kerugian yang paling jelas adalah nilai pH bergerak berlawanan
dengan [ H+ ], penurunan pH berhubungan dengan peningkatan [ H+ ] dan sebaliknya. Ini
juga menjelaskan bahawa skala logaritma berhubungan dengan perkiraan perubahan
kuantitatif dari [ H+ ], sebagai contoh : ion hidrogen sebanyak dua kali ganda diperlukan
untuk menurunkan pH dari 7.1 ke 7.0 seperti yang diperlukan untuk menurunkan dari 7.4 ke
7.3. Skala pH memberikan kesalahan gambaran pada perbedaan kecil yang relatif baik dalam
sensitivitas dari sistem biologis sampai peningkatan dan penurunan [ H+ ] yang sesuai.
Meskipun demikian, ketika [ H+ ] digambarkan dalam nmol /L , ini menjelaskan bahawa
toleransi terbatas pada reduksi [ H+ ] 24 nmol /L dari normal, tetapi untuk meningkatkannya
hingga 120 nmol /L dengan nilai pH tetap normal Sistem ini yang paling banyak digunakan
dan nilai pH tetap digunakan untuk bab berikutnya.
pH = - log10 [ H+ ]
Tabel 39.8 Perbandingan antara metode logaritma dan aritmetik atau ekspresi
konsentrasi ion hidrogen pada kadar [ H+ ] darah untuk ketahanan
hidup
Alkalosis
Normal
Asidosis
DEFINISI DASAR
Asam adalah substansi yang berdisosiasi di dalam air untuk menghasilkan H+, basa
adalah substansi yang dapat terima ion H+. Asam kuat berdisosiasi sepenuhnya di dalam air,
manakala asam lemah ( contoh : asid karbonik H2CO3 ) berdisosiasi sebagian..Basa konjugasi
bagi asam adalah produk anionic yang terdisosiasi. Sebagai contoh, ion bikarbonat ( HCO3- )
adalah basa konjugasi :
Buffer adalah kombinasi antara asam lemah dan konjugasi basa ( biasanya dalam
bentuk garam ) bertindak untuk mengurangi perubahan dalam [ H+ ] yang mungkin apabila
asam atau basa kuat ditambahkan. Buffer dalam cairan tubuh merupakan pertahanan penting
terhadap perubahan [ H+ ] .Sistem asam karbonik / bikarbonat adalah buffer yang penting di
dalam darah. Nilai pH sistem buffer dapat ditentukan dari persamaan Henderson –
Hasselbalch di mana sistem asid karbonik / bikarbonat berhubungan dengan pH, [ H2CO3 ]
dan [ HCO3- ] :
pH [ H+ ] ( nmol /L )
7.8 16
7.7 20
7.6 25
7.5 32
7.4 40
7.3 50
7.2 63
7.1 80
7.0 100
6.9 125
6.8 160
H2CO3 = H+ + HCO3-
di mana K = konstanta disosiasi dan pK = - log10 K
Persamaan ini menunjukkan bahawa [ H+ ] dalam cairan tubuh adalah fungsi ratio
basa terhadap asam. Bagi sistem buffer bikarbonat, pK adalah 6.1. Karena sebagian besar
cadangan asam karbonat disimpan sebagai CO2 yang terlarut, maka persamaannya dapat juga
ditulis sebagai :
pH = 6.1 + log10 { [ HCO3- ] / ( 0.225x Pco2 ) }
Nilai 0.225 merupakan koefisien kelarutan CO2 dalam darah ( ml kPa-1 ). Normalnya,
[ HCO3- ] adalah 24 mmol /L dan Paco2 adalah 5.3 kPa. Oleh karena itu
pH = 6.1 + log10 [24 / ( 0.225x 5.3) ] = 7.4
Kebanyakan kelainan asam basa dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan
Henderson – Hasselbalch. pH plasma dijaga tetap konstan antara 7.36 – 7.44 ,
contohnyakonsentrasi ion hidrogen adalah 40 + 5 nmol /L. Hal ini dicapai dengan :
Pengaturan ekskresi ion H+ dan bikarbonat oleh ginjal
Pengaturan CO2 dengan ventilasi alveolar paru-paru
Metabolisme seluler merupakan ancaman yang selalu ada untuk sistem buffer
denganproduksi asam volatil, sebagai contoh CO2 dari respirasi seluler dan pembentukan
asam ‘nonvolatile’ atau ‘fixed’ dengan metabolisme intermediate. Oleh karena itu, status
asam basa cairan tubuh menggambarkan metabolisme H+ da CO2.
KELAINAN ASAM-BASA
pH normal cairan tubuh adalah 7.36-7.44. Penamaan asam basa konventional
melibatkan definisi berikut :
Asidosis - suatu proses yang menyebabkan akumulasi asam
Acidaemia - terjadi apabila pH < 7.36
Alkalosis - suatu proses yang menyebabkan akumulasi basa
Alkalaemia - terjadi apabila pH > 7.44
Kelainan asam basa yang sederhana biasa terjadi dalam praktik klinis dan
penatalaksanaan yang sukses memerlukan analisis logik dari pH [ HCO3- ] dan Paco2.
pH = pK + log10 ( [ HCO3- ] /
[ H2CO3 ] )
Langkah pertama berhubungan dengan diagnosis kelainan primer, diikuti dengan penilaian
dari adanya kompensasi dan kesesuaiannya.
Kelainan primer asam basa bisa respiratorik atau metabolik. Kelainan respiratorik adalah
gangguan primer berhubungan CO2 dan metabolic berhubungan dengan HCO3- .
Oleh karena itu empat kelainan primer yang bakal timbul ( Tabel 39.9 ) dan setiapnya bisa
diidentifikasi melalui analisis pH, [ HCO3- ] dan Paco2. pH dan Paco2 diukur langsung dari
mesin analisis gas darah. [ HCO3- ] diukur langsung berdasarkan profil elektrolit dan diambil
dari mesin analisis gas darah. Parameter yang terhasil termasuk standar bikarbonat dan base
excess. Standar bikarbonat buakn sampel bikarbonat yang sebenarnya tetapi adalah estimasi
konsentrasi bikarbonat setelah eliminasi kelainan respirasi yang mengkontribusi ke [ HCO3-
], sebagai contoh estimasi [ HCO3- ] pada Paco2 adalah 5.3 kPa. Base excess ( dalam
alkalosis ) atau defisit basa ( dalam asidosis ) adalah jumlah asam atau basa ( dalam mmol )
yang dibutuhkan untuk mengembalikan pH 1 L darah menjadi normal ke Paco2 pada 5.3 kPa
adalah ukuran magnitude kelainan asam basa komponen metabolik.
Setelah kelainan primer telah diidentifikasi, adalah perlu untuk mempertimbangkan
keadaan akut atau kronik dan telah terjadi kompensasi atau tidak. Tubuh melindungi dirinya
terhadap perubahan pH dengan mekanisme kompensasi yaitu dengan bisa mengembalikan pH
ke normal. Kelainan respiratorik primer dikompensasi oleh mekanisme metabolic dan
sebaliknya. Sebagai contohnya, asidosis respiratorik primer dikompensasi dengan retensi
HCO3- oleh ginjal, manakala asidosis metabolic primer dikompensasi dengan hiperventilasi
dan penurunan Paco2. Pada setiap kasus, acidaemia dihasilkan oleh asidosis primer yang
dikurangkan oleh kompensasi alkalosis. Respon terhadap alkalosis respiratorik adalah
peningkatan eliminasi HCO3- oleh ginjal dan alkalosis metabolic akibat hipoventilasi dan
peningkatan Paco2, pH dipertahankan normal dengan kompensasi asidosis respiratorik. Pada
setiap kasus, efisisensi mekanisme kompensasi terbatas, kompensasi hanya partial dan jarang
kompleks. Kompensasi berlebihan tidak berlaku.
Tabel 39.8 Perbandingan mekanisme dalam gangguan asam basa. atau
menekankan abnormalitas primer.Nilai pH terakhir tergantung kepada
kompensasi. Kompensasi respiratorik terhadap kelainan metabolik adalah
cepat; kompensasi ginjal terhadap kelainan respiratorik adalah lambat
Kelainan
primer
pH HCO3- Paco2 Kompensasi
Asidosis
metabolic
Hiperventilasi
Paco2
Alkalosis
metabolic
Hipoventilasi
Paco2
Asidosis
respiratorik
Retensi renal
HCO3-
Alkalosis
respiratorik
Eliminasi renal
HCO3-
ASIDOSIS METABOLIK
Tanda kardinal asidosis adalah penurunan [ HCO3- ], pH rendah dan nilai Paco2 rendah
yang berpatutan. Tahap asidosis tergantung pada keadaan , derajat keparahan dan durasi
patologi serta keberhasilan mekanisme kompensasi. Yang sebanding langsung dengan kadar [
HCO3- ]. Nilai terendah repon respiratorik adalah Paco2 dengan 1.3 kPa. Pada keadaan yang
stabil :
PaCO2 diinginkan = ( 0.02 x bikarbonat yang diobservasi + 1.1 ( kPa )
Pada keadaan biasanya, penyebab asidosis metabolik biasanya jelas. Pada keadaan
sulit tanda yang penting untuk mengenai kelainan adalah dengan pengukuran anion gap
dalam plasma :
Anion gap = 9 [ Na+ ] + [ K+ ] ) – ( [ Cl- ] + [ HCO3- ] )
Pada kenyataannya, jumlah kation dan anion dalam plasma adalah asam dan anion
gap terdapat karena protein bermuatan negative, bersamaan dengan fosfat, laktat dan anion
organic ( yang menjaga neutralitas elektrik ), yang tidak terukur. Nilai anion gap yang normal
adalah 12 – 18 mmol /L.
Secara klinikal, pembagian metabolik asidosis sangat berguna yang berasosiasi
dengan anion gap yang normal dan dengan anion gap yang meningkat. Anion yang normal
diakibatkan oleh kehilangan HCO3- dari tubuh dan diganti dengan klorida. Pada asidosis
yang diasosiasikan dengan peningkatan anion gap HCO3- dititrasikan secara endogen
contohnya dengan laktat atau asam eksogen yang akan meningkatkan bilangan tidak terhitung
anion plasma tanpa mengubah konsentrasi klorida plasma.
( Tabel 39.10 )
Tabel 39.10 Tipe dan penyebab asidosis metabolic.
Anion gap tinggiProduksi asam berlebihan Ketoasidosis diabetik
Asidosis laktik tipe A ( hipoksia, syok ) atau tipe B ( biguanides )Kelaparan
Asam eksogen SalisilatMethanolEthylene glycol
Penurunan ekskresi Gagal ginjalAnion gap normalKehilangan bikarbonat Ekstrarenal
DiareFistula hempedu/ pancreasIleostomyUreterosigmoidostomyGinjalAsidosis tubular ginjalInhibitor karbonik anhydrase
Penambahan asam ( dengan klorida )
HCl, NH4Cl, arginine atau lysinehidroklorida
MANIFESTASI KLINIS DAN TERAPI
Asidosis metabolik menghasilkan perubahan fisiologis yang difus meliputi gangguan
curah jantung, hipertensi pulmonal, aritmia, pernafasan Kusmaul dan hiperkalemia. Derajat
keparahan gangguan tersebut berkaitan dengan lamanya terjadi asidosis. Terapi yang
dilakukan harus berdasarkan etiologi. Jika asidosis diperkirakan akan mengancam jiwa ( pH
< 7,2, [ HCO3- ] < 10 mmol ) maka terapi ditujukan untuk mengembalikan pH menjadi
normal. Pemberian agresif natrium bikarbonat untuk mengoreksi pH sering dilakukan dengan
resiko timbul tetani dan kejang temporer, hipervolemia dan hipernatremia jangka panjang.
Kebutuhan bikarbonat dirumuskan dalam :
[ HCO3- ] yang dibutuhkan (mmol) = BB (kg) x defisit BE (mmol/L) x 0,3
Pemberian natrium bikarbonat harus diikuti pemeriksaan kadar [ HCO3- ] plasma dan
pH. Sediaan yang tersedia berupa larutan isotonik (1,4% ; 163 mmol/L ) dan larutan
hipertonik ( 8,4% ; 1000 mmol/L ). Saat memberikan melalui intravena sebaiknya perlahan
untuk meminimalisir efek samping tersebut.
Saat memutuskan menggunakan natrium bikarbonat, kita harus menyadari efeknya
pada sistem buffer. Hal ini mengubah keadaan asidosis respiratorik misalnya pada pasien
gangguan pernafasan atau gangguan kompensasi. Penting adanya untuk menentukan
penyebab asidosis disebabkan oleh hipoksia jaringan ( henti jantung, syok septik ) atau
bukan. Tampaknya pemberian natrium bikarbonat akan menambah asidosis jika hipoksia
jaringan belum terkoreksi. Contoh kasus, seorang pasien dengan asidosis laktat, NaHCO3 dan
PaCO2 tinggi sehingga timbul asidosis interselular terutama pada sel hepar dan jantung.
Secara teori, hal ini kan membuat kontraktilitas dan curah jantung menurun, hepar akan
menurunkan laktat dengan membuat metabolisme anaerob. Dalam hal ini, penanganan yang
terbaru tidak lagi mmemilih natrium bikarbonat. Jika asidosis yang terjadi tidak berhubungan
dengan hipoksia jaringan ( asidosis uremikum) maka natrium bikarbonat akan bermanfaat
unruk menaikkan pH arteri.
ALKALOSIS METABOLIK
Tanda kardinal pada alkalosis metabolik adalah peningkatan [ HCO3- ] plasma, pH
dan kenaikan PaCO2. dimana respon kompensasi dari hiperventilasi terbatas. Untuk keperluan
diagnosis dan terapi, perlu dilakukan pembagian pada chloride-responsive dan chloride-
resistant. Pembagian ini akan menentukan terapi dan diagnosa banding pada alkalosis
metabolik. Pada chloride-responsive, pemberian cairan berefek peningkatan volume dan
eksresi bikarbonat, jika kalium dibutuhkan sebaiknya dalam bentuk garam KCl. Pada pasien
dengan restriksi cairan, penggunaan asetazolamid membuat ginjal membuang [HCO3-] untuk
memperbaiki pH. apabila Apabila terpasang nasogastik tube yang mengeluarkan ion H maka
H2 reseptor antagonis akan membantu kestabilan.
Alkalosis yang berat dengan kompensasi hiperventilasi dapat mencetuskan kejang atau
depresi SP. Pada alkalosis metaboik yang mengancam jiwa perlu diberikan ion H dengan
segera dalam bentuk asam hidrochlorik melalui vena dalam, sebab dapat terjadi sklerosis jika
diberikan di perifer. Dapat diberikan 0,1 % HCl dalam glukosa 5% maksimal 0,2
mmol/kgBB/jam.
Tabel 39.11 Tipe dan penyebab alkalosis metabolik
Chloride – responsive ( urine chloride < 20 mmol/L )Kehilangan asam Muntah Per- Pipa Nasogastrik Fistula gastrocolicaKekurangan chlorida Diare Diuretik agresifAlkali agresif Pemberian NaHCO3
Antasid agresifChloride- resistant (urine chloride > 20 mmol/L )Hiperaldosteronisme primer atau sekunderSindrom CushingHipokalemia beratCarbenoxolon
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Tanda kardinal dari asidosis respiratorik berupa peningkatan PaCO2, pH rendah dan
gangguan peningkatan [ HCO3- ] plasma. Derajat hiperkapnia akan seiring dengan proses
asidosis. Sistem buffer teraktivasi pada hiperkapnia akut dan membuang H+ dari ECF untuk
meningkatkan [ HCO3- ] plasma.
Biasanya, gejala klinis berupa hipoksemia dan penyakit primernya yang kadang berlanjut ke
koma, peningkatan tekanan intrakranial dan gangguan sistem hemodinamik (takikardi,
casodilatasi, aritmia ventrikular ) akibat pelepasan katekolamin.
Penyebab asidosis respiratorik diringkas pada tabel 39.12. Penanganan yang tepat dengan
menentukan penyakit primer dan ventilator jika tersedia.
Tabel 39.12 Penyebab asidosis respiratorik
Sistem saraf pusat
Overdosis obat Trauma Tumor Infeksi / degenerasi Gangguan cerebrovaskuler Trauma cervical
Sistem saraf perfer Polineuropati Myastenia gravis Polimyelitis Botulisme Tetanus Keracunan organofosfor
Penyakit primer paruObstruksi jalan nafas Asma Laringospasme PPOKPenyakit Parenkim ARDS Pneumonia Edema paru berat PPOKKehilangan integritas mekanik Flail chest
ALKALOSIS RESPIRATORIK
Tanda kardinal dari alkalosis respiratorik berupa penurunan kadar PaCO2 (ventilasi
alveolar untuk pemenuhan metabolisme), peningkatan pH dan penurunan [ HCO3- ] plasma.
Biasanya, hipokapnia mengindikasikan adanya gangguan ventilasi (tanpa ventilator). Seperti
halnya pada asidosis respiratorik, manifestasi klinis yang terjadi tergantung etiologinya.
Hipokapnia akut menyebabkan vasokonstriksi serebral dan aliran darah ke otak menurun
dengan gejala nyeri kepala, berputar sampai kejang. Selain itu, dapat terjadi parestesia
circumoral, hiperfleksi dan tetani. Manifestasi terhadap kardiovaskuler berupa takikardi dan
aritmia ventrikuler akibat alkalosis.
Penyebab alkalosis respiratorik diringkas pada Tabel 39.13. Penatalaksanaan terapi
sangat penting berdasarkan etilogi dan diagnosa bandingnya.
Tabel 39.13 Penyebab alkalosis respiratorik
Supratentorial Hiperventilasi volunter/ histerikal Nyeri, cemas
Keadaan spesifikPenyakit SSP Meningitis/encefalitis Gangguan cerebrovaskuler Tumor TraumaPenyakit respiratorik Pneumonia Emboli pulmonal Edema paru akut atau ARDS Dataran tinggiSyok Kardiogenik Hipovolemik SeptikLain-lain Sirosis Septikemia gram-negatif Kehamilan IPPVObat / Hormon Salisilat Aminofilin Progesteron