GANGGUAN HIPOKONDRIK

Embed Size (px)

Citation preview

GANGGUAN HIPOKONDRIKI. PENDAHULUAN Istilah hipokondrik didapatkan dari istilah medis yang lama hipokondrium yang berarti dibawah rusuk, dan mencerminkan seringnya keluhan abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis disebabkan dari interpretasi pasien yang tidak realistisk dan tidak akurat terhadap gejala atau sensasi fisik, yang mennyebabkan preokupasi dan ketakutan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, kendatipun tidak ditemukan penyebab medis yang diketahui. Preokupasi pasien menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi pasien dan mengganggu kemampuan mereka untuk berfungsi di dalam peranan personal, sosial, dan pekerjaan.1 II. DEFENISI Hipokondriasis adalah kepercayaan pada ketakutan menderita, atau keyakinan bahwa seseorang memiliki penyakit medis yang serius, meski tidak ada dasar medis untuk keluhan yang dapat ditemukan.2 III. EPIDEMIOLOGI Satu penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan sebesar 4 sampi 6 persen pada populasi klinik medis umum. Laki-laki dan wanita samasama terkena hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap usia, onset paling sering antara usia 20 sampai 30 tahun. Beberapa lebih sering diantara orang kulit hitam dibandingkan kulit putih, tetapi posisi sosial, tingkat pendidikan dan status perkawinan tidak mempengaruhi diagnosis.1,3 IV. ETIOLOGI Dalam kriteria diagnostik hipokondriasis, DSM-IV menyatakan bahwa gejala mencerminkan misinterpretasi gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup menyatakan bahwa orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi somatiknya, mereka memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah dari1

umumnya terhadap ganggguan fisik. Sebagai contoh, apa yang dirasakan oleh orang normal sebagai tekanan abdominal, orang hipokondriakal menganggapnya sebagai nyeri abdomen. Orang hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikannya dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema kognitif yang keliru. Walaupun beberapa studi kasus yang diduga terkait dengan suatu hipokondriasis, sampai sekarang belum diketahui secara pasti penyebab dari hipokondriasis itu sendiri.1 Teori yang kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk mendapatkan peranan sakit oleh seseorang yang mendapatkan masalah yang tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit menawarkan suatu jalan keluar, karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari kewajiban yang menimbulkan kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan dimaafkan dari kewajiban yang biasanya diharapkan.1 Teori ketiga tentang penyebab hipokondriasis adalah bahwa ganguan ini adalah bentuk varian dari ganguan mental lain. Ganguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Diperikirakan 80 persen pasien dengan hipokondriasis diperkirakan memiliki gangguan depresif atau gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-sama. Pasien yang memnuhi kriteria diagnostik untuk hipokondriasis mungkin merupakan pensomatisasi (somatizing) dari gangguan lain tersebut.1 Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bidang psikodinamika, yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain dipindahkan (melalui represi dan pengalihan) kepada keluhan fisik. Kemarahan pasien hipokondriakal berasal dari kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa lalu tetapi pasien mengekspresikan kemarahannnya saat ini dengan meminta pertolongan dan perhatian dari orang lain dan selanjutnya menolak karena tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai rasa bersalah, rasa keburukan yang melekat, suatu ekspresi yang rendah dan tanda perhatian terhadap diri sendiri (self-concern) yang berlebihan. Penderitaan nyeri2

dan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan membatalkan (undoing) dan dapat dialami sebagai hukuman yang dapat diterimanya atas kesalahan di masa lalu (baik nyata maupun khalayan) dan perasaan sesorang jahat dan memalukan.1 Penurunan neurokimia dapat dikaitkan dengan hipokondriasis dan beberapa gangguan somatoform lainnnya (misalnya gangguan somatisasi, gangguan konversi, dan gangguan dismordik tubuh. Studi terkini yang terkait dengan biological markers, dalam DSM IV- TR kriteria diagnostik hipokondriasis terdapat penurunan level plasma neutropin 3 (NT-3) dan level platelet serotonin (5-HT). NT- 3 adalah salah satu petanda dari fungsi saraf dan platelet 5-HT adalah salah satu petanda alternatif dari aktivitas serotonergic.3 V. DIAGNOSIS Kategori diagnostik DSM-IV untuk hipokondriasis pasien diharuskan untuk terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit yang berat dan keyakinan palsu tersebut didasarkan pada misinterpretasi tanda atau sensasi fisik. Kriteria mengharuskan bahwa keyakinan tersebut berlangsung sekurangnya enam bulan, kendatipun tidak adanya temuan patologis pada pemeriksaan medis dan neurologis. Kriteria diagnostik juga mengharuskan bahwa tersebut tidak dalam intensitas waham (lebih tepat didiagnosis gangguan delusional) dan tidak terbatas pada ketegangan tentang penampilan ( lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan dismorfik tubuh. Tetapi, gejala hipokondriasis diharuskan memiliki intensitas yang menyebabkan penderitaan emosional atau menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi didalam bidang penting hidupnya. Klinisi dapat menentukan adanya tilikan yang buruk jika pasien tidak secara konsisten mengetahui bahwa permasalahan penyakit adalah luas.1 Gambaran Klinis Pasien hipokondriakal percaya bahwa mereka mendeteksi penyakit yang parah yang belum dapat dideteksi, dan mereka tidak dapat diyakinkan akan kebalikannya. Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan suatu keyakinan bahwa mereka memiliki suatu penyakit tertentu atau dengan berjalannya waktu,3

mereka mengubah keyakinannya dengan penyakit tertentu. Keyakinan tersebut adalah menetap walaupun hasil laboratorium adalah negatif, perjalan yang yang ringan dari penyakit yang ringan dengan berjalannya waktu dan penentraman yang tepat dari dokter. Tetapi keyakinan tersebut tidak sangat terpaku sehingga merupakan suatu waham. Hipokondriasis sering kali disertai gejala depresi dan kecemasan, dan sering kali ditemukan bersama-sama dengan suatu gangguan depresif atau kecemasan.1 Doctor shopping keadaan dimana pasien telah mendatangi beberapa dokter untuk mengkonsultasikan penyakitnya sering didapatkan pada pasien dengan gangguan hipokondrik. Keadaan ini biasanya diikuti kebiasaan pasien membawa seluruh hasil laboratorium yang telah dia dapatkan terkait dengan keluhannya.4 Walaupun DSM IV menyebutkan bahwa gejala harus ada selama sekurang-kurangnya enam bulan, keadaan hipokondriakal sementara (transient) dapat terjadi setelah stress berat, paling sering kematian atau penyakit berat pada seseorang yang penting bagi pasien atau penyakit serius (kemungkinan membahayakan hidup) yang telah disembuhkan tetapi pasien hipokondriakal secara sementara dengan akibatnya. Keadaan hipokondriakal tersebut yang berlangsung kurang dari enam bulan harus ditentukan sebagai gangguan somatoform yang tidak ditentukan. Hipokondriakal sementara sebagai respon dari stress eksternal biasanya menyembuh jika stress dihilangkan tetapi dapat menjadi kronis jika diperkuat oleh diperkuat oleh orang-orang di dalam sistem sosial pasien dan oleh profesional kesehatan.1 Jika berdasarkan pada PPDGJ III maka untuk diagnosis pasti kedua hal ini harus ada:5-

Keyakinan yang menetap adalah sekurang-kurang satu penyakit fisik yang serius, yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan fisik yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham);

4

-

Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan adanya penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannnya.

VI. DIAGNOSIS BANDING Hipokondriasis harus dibedakan dari kondisi medis nonpsikiatrik, khususnya gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus erimatosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas.1 Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada suatu hipokondriasis tentang ketakutan pada suatu penyakit dan penekanan pada gangguan somatisasi dengan banyak gejala. Perbedaan yang tidak jelas bahwa pasien dengan hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala dibandingkan pasien dengan gejala gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki onset sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki usia onset yang kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih sering adalah wanita dibandingkan dengan pasien dengan hipokondriasis, dimana memiliki distribusi yang seimbang antara laki-laki dan wanita.1 Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform lainnya. Gangguan konversi adalah akut dan biasanya sementara dan biasanya melibatkan suatu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu. Adalah atau tidak adanya la belle indiference adalah ciri yang tidak dapat dipercaya yang menyebabkan kedua kondisi tersebut. Gangguan nyeri adalah kronis, seperti juga hipokondriasis, tetapi gejalanya adalah terbatas pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap dapat tampil normal tetapi percaya bahwa orang lain memerhatikan bahwa mereka tidak normal, sedangkan pasien hipokondriakal mencari perhatian untuk anggapan penyakitnya.1,4 Gejala hipokondriakal dapat juga terjadi pada gangguan depresi dan gangguan kecemasan. Jika pasien memenuhi kriteria diagnostik lengkap untuk hipokondriasis maupun gangguan mental berat lainnya, seperti gangguan depresif5

berat atau gangguan kecemasan umum, pasien harus mendapat kedua diagnosis tersebut, kecuali gejala hipokondriakal hanya terjadi pada episode gangguan mental lainnnya. Pasien dengan gangguan panik mungkin pada awalnya mengeluh bahwa mereka menderita suatu penyakit (sebagai contoh gangguan jantung) tetapi pertanyaan yang cermat tentang riwayat medis biasanya tidak menemukan gejala klasik serangan panik. Keyakinan hipokondriakal delusional terjadi pada skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya tetapi dapat dibedakan dengan hipokondriasis dengan gejala psikotik lain. Disamping itu, waham somatik pasien skizofrenia cenderung kacau, aneh, dan di luar lingkungan kulturalnya.1,4,6 Hipokondriasis dibedakan dari gangguan buatan dengan gejala fisik dan berpura-pura dimana pasien hipokondriakal sesungguhnya mengalami dan tidak menstimulasi gejala yang mereka laporkan.1 VII. PENATALAKSANAAN Pasien hipokondriakal biasanya tahan terhadap pengobatan psikiatrik. Beberapa pasien hipokondriakal menerima pengobatan psikiatrik jika dilakukan di lingkungan medis dan dipusatkan untuk menurunkan stress dan penjelasan tentang mengatasi penyakit kronis. Di antara pasien-pasien tersebut, psikoterapi kelompok adalah cara yang terpilih, sebagian cara ini memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial yang tampaknya menurunkan kecemasan pasien. Psikoterapi individual berorientasi-tilikan mungkin berguna, tetapi biasanya tidak berhasil.1,6 Jadwal pemeriksaan fisik yang sering dan teratur adalah berguna untuk menenangkan pasien bahwa mereka tidak ditelantarkan oleh dokternya dan keluhan merteka ditanggapi dengan serius. Tetapi prosedur diagnostik dan terapeutik harus dilakukan hanya jika bukti objektif mengharuskannya. Jika mungkin klinisi harus menahan diri supaya tidak mengobati temuan pemeriksaan fisik yang tidak jelas atau kebetulan.1,6 Farmakoterapi menghilangkan gejala hipokondriakal hanya jika pasien memiliki suatu kondisi yang responsif terhadap obat, seperti gangguan kecemasan atau gangguan depresif berat. Jika hipokondriasis adalah sekunder akibat adanya6

gangguan mental primer lainnya, gangguan tersebut harus diobati untuk gangguan itu sendiri. Jika hipokondriasis adalah reaksi situasional yang sementara, klinisi harus membantu pasien untuk mengatasi stress tanpa mendorong perilaku sakit mereka dan pemakaian peranan sakit sebagai suatu pemecahan masalah. 1 Obat-obat golongan benzodiazepines sering diberikan pada pasien dengan hipokondriasis akan tetapi kegunaannya masih perlu pembahasan yang lebih lanjut. Untuk langkah pertama biasanya digunakan fluoxetine, dalam dosis 60 sampai 80 mg yang mungkin mengurangi keluhan hipokondriasis pasien.2,4 VIII. PROGNOSIS Perjalanan hipokondriasis biasanya episodik; episode berlangsung dari beberapa bulan sampai beberapa tahuan dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama panjangnya. Mungkin terhadap hubungan yang jelas antara eksaserbasi gejala hipokondriakal dan stresor psikososial. Walaupun hasil penelitian besar yang dilakukan belum dilaporkan diperkirakan sepertiga sampai setengah dari semua pasien dengan hipokondriasis akhirnya membaik secara bermakna. Prognosis yang baiak adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset gejala yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian dan tidak adanya kondisi non-psikiatrik yang menyertai. Sebagian besar anak hipokondriakal menjadi sembuh pada masa remaja akhir atau masa dewasa awal.1 IX. KESIMPULAN Hipokondriasis merupakan salah satu dari enam gangguan somatoform yang dikategorikan dalam DSM-IV. Hipokondriasis dibedakan dari kelainan delusi somatic lainnya oleh karena gangguan ini dihubungkan dengan pengalaman gejala fisik yang dirasakan oleh penderitanya, dimana gangguan somatoform lainnya tidak menunjukkan gejala fisik di dalam dirinya. Gejala yang timbul bisa saja merupakan pernyataan gejala fisik yang dilebih-lebihkan, yang justru akan memperberat gejala fisik yang disebabkan oleh keyakinan bahwa pasien tersebut sedang sakit dan keadaannya lebih buruk dari keadaan yang sebenarnya.

7

Pasien dengan gangguan hipokondriasis secara khas datang dengan ketakutan dan perhatian terhadap penyakitnya, dibandingkan dengan gejala yang dirasakannya. Pasien dengan hipokondriasis percaya bahwa mereka sedang menderita suatu penyakit yang serius yang belum pernah dideteksi, dan tidak dapat menerima penjelasan akan gangguan yang dideritanya. Mereka terus menyimpan terjadi keyakinan bahwa dengan mereka memiliki penyakit yang serius. anxietas. Hipokondriasis biasanya disertai dengan gejala depresi dan anxietas dan biasanya bersamaan gangguan depresi dan Walaupun pada DSM-IV membatasi bahwa gejala yang timbul telah berlangsung paling kurang 6 bulan, keadaan hipokondrial yang sementara dapat muncul setelah stress yang berat, paling sering adalah akibat kematian atau penyakit yang sangat serius dari seseorang yang sangat penting bagi pasien, ataupun penyakit serius yang yang pernah diderita oleh pasien namun telah sembuh, yang dapat meninggalkan keadaan hipokondrial sementara pada kehidupan pasien. Keadaan diatas dimana perlangsungannya kurang dari enam bulan, maka di diagnosis sebagai gangguan somatoform yang tak tergolongkan. Farmako terapi digunakan sebagai pelengkap dari psikoterapi dan terapi edukasi yang dilakukan. Tujuan dari pemberian farmako terapi adalah untuk mengurangi gejala dan gangguan yang menyertai (contohnya depresi), untuk mencegah komplikasi, dan untuk mengurangi gejala hipokondrik. Hipokondriasis hampir selalu disertai dengan gangguan depresi, anxietas, obsesif-kompulsif. Apabila salahsatu dari gangguan diatas ada, penatalaksanaan yang sesuai haruslah dilakukan. Biasanya terapi farmakologi diberikan dengan memulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan sampai pada dosis terapi. Hal ini untuk mencegah efeksampaing dimana pasien dengan gangguan hipokondrik sangat sensitif terhadap efek samping obat. Pasien dengan riwayat psikologi premorbid yang baik yang biasanya hanya mengalami hipokondriasis sementara pada penyakit yang akut atau stress mempunyai prognosis yang baik dan dapat mengalami kesembuhan yang sempurna8

DAFTAR PUSTAKA1. Kaplan H.I, Sadock B.J,and Greeb J.A. Sinopsis Psikiatri. In : Gangguan

Somatoform. Jilid Dua. Ciputat: Binarupa Aksara. 94-7.2. Anonim. Hypochondriasis defenition.

http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=18718 (14 Oktober 2011)3. Xiong G.L. Hypochondriasis.

http://emedicine.medscape.com/article/290955-overview (14 Oktober 2011)4. DSM-IV-TR #300.7. Hypochondriasis. 5. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Gangguan Somatoform.

Jakarta : PT. Nuh Jaya. 84.6. Perkins V.H, Wise T.N, Williams D.E. Hypokondriakal Concerns :

Management through understanding. Primary care companion J Clin Psychiatry 2000 2:4. 177-21

9