Fraktur Depress

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fraktur

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang PenelitianKecelakaan merupakan penyebab terbanyak dari kasus kematian yang terjadi pada usia 1 44 tahun. Di United States, sekitar satu dari setengah kematian pada kasus tersebut disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas di mana cedera kepala merupakan kasus yang paling fatal di antara cedera pada organ yang lain.Di Indonesia saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan, frekuensi terjadinya cedera kepala bukannya menurun malahan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah kendaraan bermotor khususnya sepeda motor, juga oleh tidak disiplinnya perilaku pengendara kendaraan bermotor di jalanan. Cedera kepala merupakan penyebab hampir setengah dari seluruh kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan dan menjadi tantangan umum bagi dunia medis di Unit Gawat Darurat. Pasien-pasien dengan cedera kepala umumnya juga mengalami fraktur tulang tengkorak yang dapat berupa fraktur kompresi dan non-kompresi, dimana pada didapatkan sebanyak 3 % dari pasien cedera kepala ringan dan 65 % pada cedera kepala sedang hingga berat.Sejak awal tahun 1970, CT scan (computed tomography) digunakan sebagai pilihan pada pemeriksaan radiologis untuk penilaian pasien cedera kepala. Foto polos kepala juga sebagai modalitas penting bila tidak ada CT scan. Foto polos kepala berguna pada tempat triase cedera minor. Foto polos kepala dikerjakan untuk pasien-pasien cedera kepala ringan dengan suspek fraktur kepala.Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Fraktur kompresi adalah salah satu bentuk fraktur tulang tengkorak yang membutuhkan penanganan, dikarenakanan ada kemungkinan risiko infeksi dan penekanan ke otak. Pada populasi cedera kepala ringan hingga berat, frekuensi terjadinya fraktur kompresi tengkorak banyak ditemui dengan persentase 75% pada regio frontoparietal, 10% pada regio temporal, 5% pada regio occipital dan lainnya (10%). Kebanyakan fraktur kompresi tengkorak yang ditemukan adalah fraktur terbuka.Cedera kepala juga dapat mengakibatkan perdarahan di dalam otak sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran dan kelainan-kelainan neurologis. Perdarahan-perdarahan tersebut dapat terjadi dimana saja dan dapat berupa perdarahan epidural, subdural, atau interserebral. Resiko terjadinya perdarahan intrakranial pada fraktur tulang tengkorak untuk pasien cedera kepala yang sadar adalah 1 : 50 dan pada pasien dengan penurunan kesadaran adalah 1 : 4. Keberadaan perdarahan intrakranial pada kasus-kasus fraktur kompresi tengkorak akan mempengaruhi outcome dari pasien cedera kepala baik yang dioperasi maupun yang tidak. Operasi debridement pada fraktur kompresi tengkorak merupakan salah satu tindakan diagnostic untuk mengetahui ada tidaknya perdarahan intrakranial.Atas dasar uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti karakteristik pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial pada pasien cedera kepala di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

1.2 Rumusan MasalahBagaimanakah karakteristik pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial pada pasien cedera kepala di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dalam periode Maret 2014 Maret 2015?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian1.3.1 Maksud PenelitianMengetahui karakteristik pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial pada pasien cedera kepala di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung1.3.2 Tujuan Penelitian1. Mengetahui gambaran umum pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial2. Mengetahui outcome pasien dengan perdarahan intrakranial pada fraktur kompresi tulang tengkorak

1.4 Kegunaan Penelitian1.4.1 Manfaat bagi Penelitia. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah didapatkan saat kuliahb. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi langsung dengan masyarakat .c. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan penelitian.d. Mengembangkan minat, nalar dan kemampuan dalam bidang penelitian. e. Memperoleh gambaran perbandingan keluaran pada pasien dengan kecelakaan sepeda motor.1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggia. Mewujudkan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, pengabdian kepada masyarakat, dan penelitian.b. Mewujudkan perguruan tinggi sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang kesehatan.1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat1. Sebagai masukan untuk bahan informasi mengenai keadaan pasien dengan cedera kepala akibat kecelakaan sepeda motor1. Dapat untuk data bagi perubahan kebijakan mengenai manajemen terpadu pada pasien dengan cedera kepala akibat kecelakaan motor dan kampanye untuk keselamatan berkendara di jalan raya di Jawa Barat maupun di seluruh Indonesia lewat Kementrian Kesehatan RI. 1. Menambah wawasan dan masukan bagi keluarga serta pasien cedera kepala mengenai situasi dan penanganan selanjutnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cedera KepalaTraumatic Brain Injury atau Trauma Capitis adalah cedera mekanik yang secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.Cedera Kepala merupakan penyebab hampir setengah dari seluruh kematian akibat trauma, karena kepala adalah bagian tersering dan rentan terlibat dalam seuatu kecelakaan. Di Amerika Serikat, kasus ini merupakan penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia muda (15-44 tahun) dan penyebab kematian ketiga secara keseluruhan.Distribusi kasus cedera kepala lebih banyak terjadi pada usia produktif, yaitu 15-44 tahun, dengan rata-rata usia sekitar 30 tahun dan lebih dominan oleh kaum laki-laki. Adapun penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (49%) dan jatuh (terutama pada anak-anak).

2.2Klasifikasi Cedera KepalaHingga saat ini ada berbagai macam klasifikasi cedera kepala yang telah dikemukakan oleh kalangan Bedah Saraf seluruh dunia. Namun pada dasarnya cedera kepala diklasifikasikan menurut keadaan patologis yang terjadi dan gambaran klinisnya.Cedera Kepala Primer, dapat berupa:1. Fraktur linier, depresi, basis kranii, kebocoran likuor.2. Cedera fokal yang berupa kontusi kup atau konterkup, hematom epidural, subdural, atau intraserebral.3. Cedera difus yang berupa konkusi ringan atau klasik atau berupa cedera aksonal difusa yang ringan, moderat, hingga berat.4. Trauma tembak.

Cedera Kepala Sekunder, dapat berupa:1. Gangguan sistemik: akibat hipoksia-hipotensi, gangguan metabolisme energi, dan kegagalan otoregulasi.2. Hematom traumatika: epidural, subdural (akut dan kronis), atau intraserebral.

Edema Serbral Perifokal Generalisata

Pergeseran Otak (Brain shift) herniasi batang otak

2.3Perdarahan Intrakranial2.3.1Perdarahan Epidural Perdarahan epidural adalah adanya darah di ruang epidural, yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan duramater. Perdarahan epidural menyumbang sekitar 1% dari keseluruhan kasus trauma. Insiden lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 4:1 dengan rata-rata usia dibawah 2 tahun dan di atas 60 tahun karena pada usia tersebut duramater lebih menempel di tabula interna.Delapan puluh lima persen (85%) epidural hematoma disebabkan oleh putusnya arteri meningea media di antara tabula interna dan duramater. Perdarahan lain dapat disebabkan oleh pecahnya vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lainnya adalah fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica. Pada pasien dengan perdarahan epidural didapatkan penurunan kesadaran, adanya interval lusid kemudian deficit neurologis berupa hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang, dan hemi-hiperrefleks.Gambar 2.1 Perdarahan Epidural

2.3.2Perdarahan Subdural2.3.2.1Perdarahan Subdural Akut Perdarahan subdural adalah akumulasi cairan di ruang subdural yang terjadi secara akut (6 jam 3 hari). Subdural hematoma akut akibat trauma disebabkan laserasi parenkim otak atau akibat robeknya pembuluh darah superfisial atau bridging vein yang mengalami akselerasi dan deselerasi saat terjadi pergerakan kepalaJika perdarahan subdural disebabkan karena laserasi parenkim otak, maka hampir tidak pernah ditemukan lusid interval dan deficit neurologis fokal akan ditemukan belakangan dan kurang terlihat dibandingkan EDH. Namun jika dikarenakan robeknya bridging vein, maka kerusakan otak akan lebih berat dan interval lusid akan disertai dengan perburukan keadaan yang cepat.Gambar 2.2 Perdarahan Subdural Akut

2.3.2.2 Perdarahan Subdural KronikPerdarahan subdural kronik adalah terkumpulnya darah di ruang subdural saat lebih dari 3 minggu setelah trauma. Perdarahan subdural kronik biasanya terjadi pada pasien dewasa dengan umur rata-rata 63 tahun. Faktor risiko yang dapat menyebabkan SDH kronik antara lain konsumsi alcohol, kejang, penggunaan shunt, koagulopati dan pasien tua yang mengalami trauma ringan.Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronik antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA, serta kejang.

Gambar 2.3 Perdarahan Subdural Kronik

2.3.3Perdarahan IntraserebralPerdarahan intraserebral adalah area perdarahan yang homogeny dan konfluen yang terdapat di dalam parenkim otak. Penyebab perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi dengan akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal.Perdarahan intraserebral menyumbang sekitar 20% kasus dari keseluruhan perdarahan intrakranial dan umumnya terjadi terjadi pada region frontal dan temporal meskipun dapat juga terjadi di korpus kalosum, area periventrikuler dan ganglia basal.Gambar 2.4 Perdarahan Intraserebral

2.4Fraktur Kompresi TengkorakFraktur kompresi adalah fraktur yang disebabkan beban gaya yang besar terhadap luas permukaan yang kecil, sehingga terfokus dan melebihi elastisitas tulang tengkorak. Fraktur kompresi dapat terjadi dengan tingkat kedalaman yang berbeda, dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : Fraktur kompresi kurang dari 1 tabula, yaitu fraktur dengan kedalaman depresi segmen fraktur kurang dari ketebalan tulang di sekitarnya. Fraktur kompresi lebih dari 1 tabula, yaitu fraktur dengan kedalaman depresi segmen fraktur sama dengan atau lebih dari ketebalan tulang di sekitarnya.Fraktur kompresi kurang dari 1 tabula biasanya tidak perlu dioperasi, kecuali bila disertai lesi perdarahan intrakranial, sedangkan hampir seluruh fraktur kompresi lebih dari 1 tabula perlu dioperasi kraniektomi ataupun operasi elevasi segmen fraktur.Manifestasi klinis fraktur kompresi yang umum terjadi adalah nyeri kepala dan luka robek pada kulit kepala. Manifestasi klinis lain yang jarang terjadi diantaranya; penurunan kesadaran (25%), deficit neurologis fokal (25%), dan kejang (7,1 9,5%). Defisit neurologis fokal terutama disebabkan karena kerusakan korteks otak akibat penekanan ataupun penusukan fragmen tulang. Akibat kerusakan otak tersebut, makan tujuan operasi kraniektomi dan elevasi tulang pada kasus ini lebih cenderung untuk mencegah terjadinya deficit neurologis permanen, bukan memperbaiki yang telah terjadi.Gambar 2.5 Fraktur Kompresi Tengkorak

2.5Pemeriksaan Radiologis Fraktur Kompresi TengkorakPenegakkan diagnosis fraktur kompresi dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan Rontgen polos kepala. Gambaran umum fraktur kompresi adalah gambaran double contour dan fraktur sirkular serta multiple. Kelemahan Rontgen polos kepala adalah kurang jelasnya gambaran mengenai kedalaman fraktur dan cedera yang terjadi di balik fraktur tersebut.

Gambar 2.6 X-Ray Kepala Fraktur Kompresi Tengkorak

Baku emas pemeriksaan radiologis untuk fraktur kompresi adalah pemeriksaan CT Scan. Pemeriksaan ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan Rontgen polos kepala di antaranya dalam hal informasi mengenai posisi, luas, jumlah, dan kedalaman fraktur kompresi. Selain itu, CT Scan juga memberikan informasi tentang kondisi parenkim otak yang berada di bawah fraktur kompresi.Gambar 2.7 CT Scan Fraktur Kompresi Tengkorak

BAB IIISUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Subjek Penelitian3.1.1PopulasiPopulasi yang diambil yaitu pasien cedera kepala dari April 2014 April 2015 yang ditemukan adanya fraktur kompresi tengkorak dan dirawat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

3.1.2Kriteria InklusiSemua pasien cedera kepala dengan riwayat fraktur kompresi tengkorak dengan adanya riwayat penemuan perdarahan intrakranial yang datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

3.1.3Kriteria Eksklusi Pasien cedera kepala dengan fraktur kompresi tengkorak yang tidak dilakukan pemeriksaan X-ray kepala atau CT Scan dan tidak dioperasi. Pasien cedera kepala dengan fraktur kompresi tengkorak yang tidak ditemukan adanya perdarahan intrakranial baik dengan operasi atau CT-Scan

3.2. Metode Penelitian3.2.1. Rancangan PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilaksanakan dengan metode potong lintang (cross sectional) pada kasus cedera kepala dengan fraktur kompresi tulang tengkorak yang ditemukan adanya perdarahan intrakranial di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dari bulan April 2014 sampai dengan bulan April 2015. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari data rekam medis di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung3.2.2. Identifikasi Variabel Jenis Kelamin : Laki-laki atau Perempuan Usia Tingkat Keparahan Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15) Cedera Kepala Sedang (GCS 9-13) Cedera Kepala Berat (GCS 3-8) Tanda Klinis Penurunan Kesadaran Defisit Neurologis Kejang Mekanisme Trauma : Multiple atau Single Fraktur Kompresi Tengkorak Jenis Fraktur Kompresi (open atau closed) Dasar Diagnosis (X-Ray Kepala atau CT-Scan Kepala) Lokasi (1 lokasi atau 2 lokasi Jenis Pendarahan Intracranial Epidural Hematoma Subdural Hematoma Intracerebral Haemorrhage 2 jenis lesi pendarahan intracranial Tingkat Kesadaran Saat Pulang Kesadaran Meningkat Kesadaran Tidak Meningkat3.3Cara Kerja Dan Teknik Pengambilan Data Usulan penelitian dibuat dan disetujui oleh komite etik. Diperoleh pendanaan untuk melakukan penelitian. Data penelitian diambil dari rekam medik pasien cedera kepala dengan riwayat fraktur kompresi pada saat terjadinya kecelakaan yang datang ke RSHS pada April 2014 April 2015. Data yang dikumpulkan dari rekam medik adalah riwayat fraktur kompresi pada saat terjadinya kecelakaan dan ada tidaknya perdarahan intrakranial yang menyertai pasien ketika pertama kali masuk RSHS. Pasien dengan data tidak lengkap pada rekam medik tidak kami masukkan kedalam subjek penelitian. Hasil data tersebut diolah, dianalisis, dan dibuat laporan penelitiannya.

3.4Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medis pasien di Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung.Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2014 hingga April 2015.

3.5Rencana Pengolahan dan Rancangan Analisis DataData yang telah diperoleh dari rekam medis di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung akan dikumpulkan dan diseleksi sesuai dengan variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Selanjutnya, data ini akan dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi data dengan menggambarkan distribusi dari setiap variabel penelitian.

3.6Implikasi /Aspek Etik PenelitianPasien yang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini diberi jaminan kerahasiaan terhadap data data yang diberikan.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil dan PembahasanPenelitian dilakukan dengan mengumpulkan data rekam medis pasien dengan fraktur kompresi tengkorak di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung periode April 2014 April 2015. Jumlah kasus baru dengan dugaan fraktur kompresi tengkorak yang diperoleh adalah 121 kasus, dengan jumlah kasus dugaan perdarahan intrakranial sebanyak 71 kasus. Semua kasus memiliki data rekam medic yang lengkap. Dengan demikian, jumlah subjek yang dapat dianalisis adalah 71 kasus (100 %).

Tabel 4.1 Tabel distribusi jumlah kasus berdasarkan ada tidaknya perdarahan intrakranial pada fraktur kompresi tengkorak di Rumah Sakit Hasan Sadikin periode April 2014 April 2015

Fraktur kompresi tengkorakKasusPersen

Dengan Perdarahan Intrakranial7158,7 %

Tanpa Perdarahan Intrakranial5041,3 %

Total121100 %

4.1.1Distribusi Karakteristik Pasien Fraktur Kompresi Tengkorak Dengan Perdarahan Intrakranial Yang Masuk Ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi kasus fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung berdasarkan jenis kelamin, usia, GCS masuk, tanda klinis, dan mekanisme kejadian. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa distribusi kasus fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial lebih banyak pada pasien laki-laki, dengan perbandingan antara laki-laki dan perempuan sebesar 10 : 1 (Tabel 4.2). Hasil ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan angka kejadian fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Pada penelitian ini diperoleh rata-rata usia seluruh pasien fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial sebesar 23,71 (Tabel 4.2) dengan umur yang paling sering pada usia 14 tahun. Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian di negara lain, salah satunya adalah penelitian di Amerika.Menurut teori, tanda klinis fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial adalah penurunan kesadaran, defisit neurologis dan kejang. Pada penelitian ini, diperoleh sebagian besar distribusi fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial berdasarkan tanda klinis saat datang pada pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah penurunan kesadaran yaitu 84,5%, dan defisit neurologis sebanyak 1,4%. Keluhan kejang tidak didapatkan pada semua pasien (table 4.2) Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar pasien fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial datang dengan tingkat kesadaran terbanyak moderate head injury sebanyak 35 dari 71 kasus (49,3%). Kasus fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial dengan tingkat kesadaran mild head injury adalah 20 kasus (28,2%). Sedangkan, jumlah kasus fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial dengan tingkat keasadaran severe head injury diperoleh sebanyak 16 kasus (22,5%).Berdasarkan hasil penelitian ini (Tabel 4.2) juga diperoleh bahwa sebagian besar pasien fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial datang dengan mekanisme kejadian multiple trauma sebanyak 64 kasus dari 71 kejadian (90,1%) dan paling banyak dari kecelakaan motor. Sedangkan kasus single trauma hanya 7 kasus dari 71 kejadian (9,9%). Hal ini sesuai dengan teori yang tertulis bahwa angka kejadian cedera kepala meningkat seiring dengan kejadian kecelakaan yang terjadi di lalu lintas jalan.Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Pasien Fraktur Kompresi Tengkorak Dengan Perdarahan Intrakranial Yang Masuk Ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

KarakteristikFraktur Kompresi dengan Perdarahan Intrakranial

FrekuensiPersentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 65691,58,5

Usia, tahun, mean (SD)23,71 (14)

GCS Mild (15 14) Moderate (13 9) Severe ( 8) 20351628,249,322,5

Tanda Klinis Penurunan kesadaran Defisit neurologis Kejang601084,51,40

Mekanisme trauma Multiple Single64790,19,9

4.1.2 Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Dasar Penegakkan Diagnosis, Lokasi dan Jenis Fraktur Kompresi

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa 71 pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial umumnya lebih banyak terdiagnosis dengan CT Scan (74,6%) dibandingkan X-Ray Kepala (25,4%). Hal dikarenakan pada pasien dengan fraktur kompresi tengkorak murni hampir tidak pernah ditemukan adanya tanda klinis penurunan kesadaran. Oleh karena itu penggunaan CT-Scan kepala sebagai alat bantu diagnosis lebih sering digunakan pada penderita fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial untuk mencari penyebab lain yang membuat kesadaran penderita menurun. Pada kasus-kasus fraktur kompresi dengan perdarahan intrakranial yang terdiagnosis dengan X-Ray Kepala umumnya perdarahan intrakranial ditemukan saat intraoperative di kamar operasi. Selain itu, Jenis fraktur kompresi yang paling sering terjadi adalah jenis fraktur terbuka sebanyak 59 dari 71 kasus (83,1%), sedangkan jenis yang tertutup hanya 12 dari 71 kasus (16,9%)Tabel 4.3 juga memperlihatkan distribusi kasus fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial umumnya terjadi pada satu lokasi pada tulang tengkorak, yaitu 49 dari 71 kasus (69%) dengan lokalisasi terbanyak di daerah frontal 37 kasus (75,5%), parietal 11 kasus (22,4%), occipital 1 kasus (2,1%) dan tidak ada kasus pada daerah temporal. Sedangkan kasus fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial yang terjadi pada dua lokasi tulang tengkorak hanya ditemukan 22 dari 71 kasus (31%).Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa teori dan penelitian lain yang menyatakan bahwa fraktur kompresi yang disertai dengan tanda-tanda klinis penurunan kesadaran, defisit neurologis dan kejang umumnya disertai dengan perdarahan intrakranial. Oleh karena itu dibutuhkan penunjang CT-Scan Kepala untuk mengetahui kelainan intrakranial lain yang menyertai kasus fraktur kompresi tengkorak dan menentukan terapi dan tatalaksana yang tepat untuk pasien.Tabel 4.3 Tabel Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Dasar Penegakkan Diagnosis, Lokasi dan Jenis Fraktur Kompresi KarakteristikFraktur Kompresi dengan Perdarahan Intrakranial

FrekuensiPersentase (%)

Jenis Fraktur Kompresi Terbuka Tertutup591283,116,9

Lokalisasi Fraktur1 lokasi (dari semua kasus) Frontal Parietal Temporal Occipital 2 lokasi (dari semua kasus)49371101226975,522,402,131

Dasar Diagnosis X-Ray Kepala CT-Scan Kepala185325,474,6

4.1.3 Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Jenis Perdarahan Intrakranial

Pada table 4.4, kita diperlihatkan bahwa pada kasus fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial, jumlah kasus dengan satu jenis perdarahan intrakranial lebih banyak ditemukan daripada dua jenis perdarahan intrakranial. Jumlah kasus dengan satu jenis perdarahan intrakranial ditemukan sebanyak 50 dari 71 kasus (70,4%), dimana angka ditemukannya perdarahan epidural paling banyak yaitu 40 dari 71 kasus (56,3 %), disusul oleh perdarahan Intracerebral (53,5%) dan perdarahan subdural (18,3%). Sedangan jumlah kasus dengan dua jenis perdarahan intrakranial hanya ditemukan 21 dari 71 kasus (29,6%).

Penemuan perdarahan epidural pada fraktur kompresi tengkorak umum kita temui di saat operasi pada pasien-pasien yang didiagnosis fraktur kompresi hanya berdasarkan X-Ray kepala. Banyak teori dan penelitian yang mendukung bahwa penemuan perdarahan epidural pada fraktur kompresi tengkorak merupakan hal yang biasa terjadi.

Tabel 4.4 Tabel Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Jenis Perdarahan IntrakranialKarakteristikFraktur Kompresi dengan Perdarahan Intrakranial

FrekuensiPersentase (%)

Perdarahan Intrakranial1 jenis perdarahan intrakranial Epidural (dari semua kasus) Subdural (dari semua kasus) Intracerebral (dari semua kasus)2 jenis perdarahan intrakranial504013382170,456,318,353,529,6

4.1.4 Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Dilakukan Atau Tidaknya Operasi Dan Penilaian Kesadaran Saat Pulang

Dengan segala keterbatasan ruangan dan masalah-masalah lain, operasi debridement kepala pada pasien fraktur kompresi kepala bisa terlaksana ataupun bisa juga tidak. Sebagaimana ditunjukkan oleh table 4.5, jumlah pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial yang dioperasi sebanyak 57 dari 71 kasus (80,3%) dan yang tidak dioperasi sebanyak 14 dari 71 kasus (19,7%). Pada pasien-pasien dengan dua jenis perdarahan intrakranial biasanya memiliki modal nilai kesadaran yang lebih rendah dibandingkan pada pasien dengan satu jenis perdarahan intrakranial. Hal ini akan berpengaruh dengan tingkat kesadaran pasien saat pulang, apakah meningkat atau tidak meningkat.Pasien-pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial umumnya pulang dalam keadaan tingkat kesadaran yang meningkat dibandingkan saat pasien datang sebanyak 57 dari 71 kasus (78,9%). Kebanyakan pasien yang dioperasi memiliki tingkat kesadaran yang lebih baik saat selesai rawat inap, sedangkan pasien yang pulang dengan tingkat kesadaran yang tidak meningkat (21,1%) umumnya memiliki modal tingkat kesadaran yang rendah saat datang dan atau tidak dioperasi. Sesuai dengan teori yang telah sering kita baca, keberadaan perdarahan intrakranial (terutama dalam volume yang besar) dapat mempengaruhi prognosis pasien, baik dioperasi ataupun tidak.

Tabel 4.5 Tabel Distribusi Pasien Fraktur Kompresi Dengan Perdarahan Intrakranial Berdasarkan Dilakukan Atau Tidaknya Operasi Dan Penilaian Kesadaran Saat PulangKarakteristikFraktur Kompresi dengan Perdarahan Intrakranial

FrekuensiPersentase (%)

Operasi Ya Tidak571480,319,7

GCS Pulang Meningkat Tidak meningkat561578,921,1

4.2Keterbatasan PenelitianBerdasarkan desain penelitiannya, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, sehingga kualitas hasil penelitiannya sangat tergantung pada kualitas data tersebut. Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kekurangan, yaitu data rekam medis yang tidak lengkap dan keterbatasan waktu penelitian.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KesimpulanDari hasil penelitian terhadap pasien dengan fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial yang diperoleh dari catatan rekam medik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung selama periode April 2014 April 2015 dapat disimpulkan sebagai berikut:1. Terdapat 121 kasus baru fraktur kompresi tengkorak, 71 kasus (58,7%) diantaranya disertai dengan perdarahan intrakranial.2. Karakteristik pasien dengan fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung adalah sebagai berikut:a. Angka kejadian fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan, dengan rata-rata usia 23,7 tahun dan paling banyak pada usia 14 tahun.b. Moderate head injury adalah tingkat kesadaran pasien fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial paling banyak ditemukan dari 71 kasus.c. Tanda klinis subjektif fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial yang dikeluhkan pertama kali oleh lebih dari 50% pasien adalah penurunan kesadarand. Mekanisme trauma dan jenis fraktur kompresi yang paling banyak terjadi pada kasus fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial adalah multiple injury dengan jenis fraktur terbuka.e. Dasar diagnosis fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial paling banyak ditegakkan dengan pemeriksaan CT-Scan kepala.f. Lokasi tersering tempat terjadinya fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial adalah regio frontal pada tengkorak.g. Kasus fraktur kompresi tengkorak dengan satu jenis perdarahan intrakranial lebih banyak ditemukan daripada dengan deua jenis perdarahan intrakranial. Dimana perdarahan epidural merupakan yang paling sering terjadi, disusul oleh perdarahan intracerebral dan perdarahan subdural.h. Sebagian besar pasien datang ke Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung pulang dari rumah sakit dengan tingkat kesadaran meningkat, dimana tindakan operatif menjadi salah satu factor terjadinya hal tersebut.

5.2 Saran1. Perdarahan intrakranial merupakan keadaan patologis yang merupakan keadaan darurat dalam pasien-pasien bedah saraf. Keterlambatan penanganan dapat mengakibatkan kematian bagi pasien. Apabila didasari oleh teori yang menyatakan bahwa pasien dengan fraktur kompresi disertai penurunan kesadaran umumnya didapatkan perdarahan intrakranial. Maka, alangkah lebih baiknya bila CT-Scan dijadikan Gold standard untuk kasus-kasus fraktur kompresi tengkorak dengan kecurigaan adanya perdarahan intrakranial. 2. Fraktur kompresi tengkorak dan perdarahan intrakranial paling sering disebabkan oleh kasus kecelakaan lalu lintas dan sering kali disertai oleh trauma di bagian tubuh lain. Diharapkan bagi para dokter dan petugas paramedik lainnya, apabila menemukan kasus fraktur kompresi tengkorak dengan kecurigaan adanya perdarahan intrakranial harap segera dirujuk ke dokter ahli untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan teliti, sehingga diagnosis dan penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.3. Dilaksanakan penyuluhan, penerangan, dan informasi kepada masyarakat mengenai bahaya dan tindak lanjut pada kasus cedera otak, fraktur kompresi serta perdarahan intrakranial untuk menambah wawasan masyarakat agar dapat turut membantu proses diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.4. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk meneliti lebih lanjut dengan metode analitik mengenai hubungan fraktur kompresi tengkorak dengan perdarahan intrakranial.

13