16
Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 103 Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima Vol.3 No.1 Januari Juni 2019 p-ISSN : 2337-8158 e-ISSN : 2580-295X journal homepage: http://ejournal.stikessalsabilaserang.ac.id Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic Post Partum Pada Ibu Bersalin Di Rsud Tangerang Dwinda Sari *Dosen Tetap STIKes Salsabila Serang e-mail: [email protected] Abstrak Perdarahan pasca persalinan masih merupakan penyebab utama kematian ibu di Indonesia (40-60%) dan menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat prioritas khusus. Haemoragic post partum adalah hilangnya darah lebih dari > 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Tujuan penelitian secara umum yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Haemoragic Post Partum pada ibu bersalin di RSUD Tangerang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Variabel dependent adalah Haemoragic post partum, variabel independent meliputi umur, paritas, pendidikkan, jarak persalinan, atonia uteri dan sisa plasenta. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Pengolahan data menggunakan SPSS seri 18. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat. Populasinya adalah seluruh ibu bersalin di RSUD Tangerang. Jumlah sampel 98 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu sebanyak 77 orang (77,6%) mengalami haemoragic post partum dan 22 orang (22,4%) tidak mengalami haemoragic post partum. Berdasarkan umur terbesar adalah pada usia 20 35 tahun yaitu 52 orang (68,4%), yang mempunyai paritas grande atau multi pada ibu bersalin yang mengalami haemoragic post partum sebanyak 53 orang (69,7%), pendidikkan dengan < SMA atau SMK sebanyak 41 orang (53,9%) mengalami haemoragic post partum, yang mempunyai jarak persalinan < 2 tahun atau tidak ada sebanyak 60 orang (78,9%) , sebanyak 56 orang (73,7%) tidak mengalami atonia uteri dan sebanyak 59 orang (77,6%) mengalami adanya sisa plasenta. Hasil analisa bivariat (alfa=0,05) diperoleh hasil, umur {p-value = 0,170 OR=2,07 (95% Cl= 0,6 - 6,8) paritas {p-value = 0,003 OR= 0,2 (95% Cl=0,07 0,5) pendidikkan { p-value = 0,113 OR =2,5 (95% CI= 0,9- 6,8) jarak kelahiran {p-value = 0,04 OR=3,1(95% Cl= 1,1- 8,5) atonia uteri {p- value = 0,02 OR=7,5 (95% Cl= 0,9 59,4) sisa plasenta {p-value = 0,000 OR= 34,7 (95% Cl=7,3163,5). Dapat disimpulkan variabel yang berhubungan dengan haemoragic post partum adalah paritas, jarak kelahiran, atonia uteri, dan sisa plasenta. variabel yang tidak berhubungan adalah pendidikkan dan umur. Pembinaan oleh petugas kesehatan pada ibu dengan usia reproduksi sehat, diperlukan audit maternal dan dilakukannya anamnese yang lengkap merupakan saran yang perlu dipertimbangkan untuk menekan kejadian perdarahan pasca persalinan di RSUD Tangerang. Kata kunci : Haemoragaic, Post Partum

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 103

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima

Vol.3 No.1 – Januari – Juni 2019

p-ISSN : 2337-8158

e-ISSN : 2580-295X

journal homepage: http://ejournal.stikessalsabilaserang.ac.id

Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Post Partum Pada Ibu Bersalin Di Rsud Tangerang

Dwinda Sari

*Dosen Tetap STIKes Salsabila Serang

e-mail: [email protected]

Abstrak Perdarahan pasca persalinan masih merupakan penyebab utama kematian

ibu di Indonesia (40-60%) dan menjadi masalah kesehatan yang perlu mendapat

prioritas khusus. Haemoragic post partum adalah hilangnya darah lebih dari > 500

ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Tujuan penelitian secara umum

yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

Haemoragic Post Partum pada ibu bersalin di RSUD Tangerang. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan cross

sectional. Variabel dependent adalah Haemoragic post partum, variabel

independent meliputi umur, paritas, pendidikkan, jarak persalinan, atonia uteri dan

sisa plasenta. Penelitian ini menggunakan data sekunder. Pengolahan data

menggunakan SPSS seri 18. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan

analisa bivariat. Populasinya adalah seluruh ibu bersalin di RSUD Tangerang.

Jumlah sampel 98 orang. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi

frekuensi, yaitu sebanyak 77 orang (77,6%) mengalami haemoragic post partum

dan 22 orang (22,4%) tidak mengalami haemoragic post partum. Berdasarkan umur

terbesar adalah pada usia 20 – 35 tahun yaitu 52 orang (68,4%), yang mempunyai

paritas grande atau multi pada ibu bersalin yang mengalami haemoragic post

partum sebanyak 53 orang (69,7%), pendidikkan dengan < SMA atau SMK

sebanyak 41 orang (53,9%) mengalami haemoragic post partum, yang mempunyai

jarak persalinan < 2 tahun atau tidak ada sebanyak 60 orang (78,9%) , sebanyak 56

orang (73,7%) tidak mengalami atonia uteri dan sebanyak 59 orang (77,6%)

mengalami adanya sisa plasenta. Hasil analisa bivariat (alfa=0,05) diperoleh hasil,

umur {p-value = 0,170 OR=2,07 (95% Cl= 0,6 - 6,8) paritas {p-value = 0,003 OR=

0,2 (95% Cl=0,07 – 0,5) pendidikkan { p-value = 0,113 OR =2,5 (95% CI= 0,9-

6,8) jarak kelahiran {p-value = 0,04 OR=3,1(95% Cl= 1,1- 8,5) atonia uteri {p-

value = 0,02 OR=7,5 (95% Cl= 0,9 – 59,4) sisa plasenta {p-value = 0,000 OR=

34,7 (95% Cl=7,3–163,5). Dapat disimpulkan variabel yang berhubungan dengan

haemoragic post partum adalah paritas, jarak kelahiran, atonia uteri, dan sisa

plasenta. variabel yang tidak berhubungan adalah pendidikkan dan umur.

Pembinaan oleh petugas kesehatan pada ibu dengan usia reproduksi sehat,

diperlukan audit maternal dan dilakukannya anamnese yang lengkap merupakan

saran yang perlu dipertimbangkan untuk menekan kejadian perdarahan pasca

persalinan di RSUD Tangerang.

Kata kunci : Haemoragaic, Post Partum

Page 2: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 104

Pendahuluan

Sehat merupakan Suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara

utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yg

berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Kesehatan

merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memunkinkan setiap

orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Kesehatan ibu dan anak merupakan masalah yang mendapatkan prioritas

utama dalam bidang kesehatan. Kesehatan ibu dan anak merupakan upaya dibidang

kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu

menyusui, bayi, anak balita, sereta anak prasekolah.

Perdarahan di Indonesia menunjukkan urutan teratas sebagai penyebab

kematian ibu. Perdarahan postpartum adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml atau

lebih dari traktus genitalia setelah melahirkan. Perdarahan pasca salin merupakan

perdarahan yang palin banyak menyebabakan kematian ibu. Lebih dari 10 kematian

ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu

banyak mengeluarkan darah.

Berdasarkan laporan WHO di seluruh dunia, terdapat kematian ibu sebesar

500.000 jiwa /Tahun.WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3

bayi, maka kematian ibu dapat di turunkan menjadi 300.000 jiwa/Tahun.

Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya, paling

sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal.

Angka kejadian perdarahan post partum di negara maju seperti negara

hongkong sebesar 30% dari angka kematian ibu 7/100.000 KH, sedangkan di negara

Afrika selatan sebesar 15 % dari AKI 230 / 100.000 KH.

Angka kematian ibu di negara berkembang sangat bervariasi seperti angka

kematian ibu di Singapura AKI mencapai 5 /100.000 KH, sedangkan di Malaysia

69/100.000 KH, Thailand 100/100.000 KH, Filipina 142/ 100.000 KH. Begitu juga

dengan angka kejadian perdarahan post partum di negara berkembang seperti

negara India sebesar 16 % dari AKI 570 / 100.000 kelahiran hidup, di negara

Fhilipina sebesar 53 % dari AKI 280 / 100.000 kelahiran hidup.

Indonesia merupakan negara yang memiliki angka kematian ibu tertinggi di

ASEAN yaitu pada tahun 2007 meliputi 248 /100.000 KH. Tinggginya angka

kematian ibu tidak dapat dipisahkan dari profil wanita Indonesia. Sedangkan angka

kejadian perdarahan post partum di Indonesia sebesar 43 % dari AKI 334/ 100.000

KH.

Angka Kematian Ibu (AKI) dan bayi di Jawa Timur di tahun 2009 menurun.

Selama tahun 2009 sebanyak 260 ribu ibu meninggal setiap 10.000 kelahiran per

tahun. Angka ini menurun dibanding tahun 2007, yakni 320 ribu ibu meniggal setiap

10.000 kelahiran per tahun. Tahun 2015, ditarget AKI turun sampai 112 ribu.

Sedangkan di Jawa Tengah saat ini walaupun angkanya jauh lebih rendah dari angka

nasional kita tetap masih harus berupaya agar mencapai target global yang

diharapkan pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup. Saat ini Jawa

Tengah sudah mencapai AKI 114/100.000 kelahiran hidup.

Berdasarkan laporan Rekam Medik RSUD Tangerang dalam kurun waktu

Januari hingga Desember 2010 terdapat 298 /4915 ibu bersalin kasus perdarahan

postpartum. Sedangkan pada tahun 2009 terdapat angka kejadian 239 / 5676 ibu

bersalin. Dilihat dari angka kejadian terjadi sedikit kenaikan sebesar 1,8% dan

Page 3: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 105

terdapat sedikit perbedaan jumlah ibu bersalin dari tahun 2010 lebih sedikit dari

pada tahun 2009.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 60% kematian ibu akibat

kehamilan terjadi setelah persalinan dan 40 % kematian nifas terjadi dalam 24 jam

pertama. Hasil analisii bivariate deskriptif yaitu proporsi umur ibu terbesar pada

umur kurun repoduksi sehat(20-35 tahun) sebesar 62,12% pada kasus, proporsi

paritas terbesar adalah paritas lebih dari 3 75,76% pada kasus, proporsi jarak lahir

kurang dari 2 tahun sebesar 40,91%, dan proporsi Ante Natel Care terbesar adalah

ANC yang memenuhi standar K4 sebesar 84,85% pada kasus.

Penyebab perdarahan yang mempunyai peringkat tertinggi yaitu Atonia uteri

atau tidak adanya kontraksi pada uterus sbanyak (50 – 60%), retensio plasenta (16-

17%), sisa plasenta (23-24%), dan laserasi jalan lahir (4 – 5% ). Selain itu riwayat

persalinan yang kurang baik, misalnya: riwayat perdarahan pada persalinan yang

lalu, grande multi para (anak lebih dari empat), jarak kelahiran yang dekat (kurang

dari 2 tahun). Penyebab perdarahan postpartum karena atonia uteri tidak terlalu

banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat.

Penyebab perdarahan pada ibu dengan presentase tertinggi pada kejadian kematian

ibu diantaranya perdarahan yaitu 30.5%. infeksi 22.5% dan gestosis 17,5%. Ketiga

penyebab ini di sebut dengan trias klasik yang meliputi 95% penyebab kematian ibu.

Dampak yang di akibatkan oleh persalinan kala III dengan perdarahan dalam

waktu singkat seorang ibu dapat menjadi syok dan jika tidak segera di tangani

berarti ancaman terhadap kematian semakin besar. Jika perdarahan ini bisa diatasi

dengan baik maka berapa banyak nyawa ibu yang bisa terselamatkan dari kematian

dan dapat membantu dalam pencapaian menurunkan angka kematian ibu

diindonesia.

Di samping menyebabkan kematian, perdarahan post partum memperbesar

kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan

banyak kelak bisa menyebabkan sindroma sheehan sebagai akibat nekrosis pada

hipofisis anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala – gejalanya

ialah astenia, hipotensi, anemia, turunya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,

penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis

dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan

fungsi laktasi.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan melakukan penelitian dengan

judul faktor- faktor yang berhubungan dengan hemorrhagic post partum pada ibu

bersalin yang merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian ibu di Rumah Sakit

Umum Daerah Tangerang.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor–faktor yang

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor–faktor yang

berhubungan dengan perdarahan pada ibu bersalin di RSUD Tangerang.

Metode Penelitian

Desain penelitian ini merupakan penelitian metode deskriptif dengan

menggunakan desain Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini ibu bersalin di

RSUD Tangerang yaitu sebanyak 98 orang. Dalam penelitian kebidanan, kriteria

sampel meliputi kriteria inklusif dan kriteria eklusif, dimana kriteria tersebut

menentukan dapat dan tidaknya sampel yang tersebut digunakan. Kriteria inklusif

dalam penelitaian ini adalah seluruh siswa yang hadir pada saat pengambilan data.

Page 4: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 106

Sedangkan kriteria ekslusif dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang

melakukan persalianan di RSUD Tangerang, tetapi bukan termasuk popoulasi. Besar

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 87 orang. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini yaitu dengan teknik random sampling.

Hasil Penelitian

Analisa Univariat

Haemoragic post partum

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Haemoragic post partum pada ibu bersalin Di RSUD

Tangerang

Berdasarkan table di atas, dari 98 ibu yang yang bersalin adalah sebanyak 76

orang yang mengalami Haemoragic post partum (77,6%) dan yang tidak mengalami

haemoragic post partum sebanyak 22 orang (22,4%).

Diagram 1. Distribusi Frekuensi Haemoragic post partum pada ibu bersalin Di

RSUD Tangerang

Umur Ibu

Umur ibu dikelompokkan menjadi 2. Pengelompoknya umur < 20 tahun dan

> 35 tahun dan 20-35 tahun. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dan diagram 2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi ibu bersalin Berdasarkan Umur di RSUD Tangerang

No Umur Ibu Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 < 20 Tahun dan > 35 Tahun 28 28,6%

2 20 Tahun – 35 Tahun 70 71,4%

Jumlah 98 100

Dari 98 ibu bersalin tabel diatas maka dapat dilihat ibu bersalin berdasarkan

umur, ditemukan 24 ibu bersalin yang berumur < 20 Tahun dan > 35 Tahun (28,6%)

dan ibu bersalin yang berumur 20 Tahun–35 Tahun sebanyak orang (71,4%)

Diagram 2. Distribusi Frekuensi ibu bersalin berdasarkan umur di RSUD Tangerang

No Haemoragic post partum Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 Ya 76 77,6%

2 Tidak 22 22,4%

Jumlah 98 100 %

Page 5: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 107

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Umur

28.6

71.6

20 Thn - 35 Thn

< 20 Thn dan > 35 Thn

Paritas Ibu

Paritas ibu dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu primipara, dan grande /

Multi para yang dapat dilihat dari table d.3 dan diagram 3

Tabel 3. Distribusi Frekuensi ibu bersalin Berdasarkan Paritas di RSUD Tangerang

No Paritas Ibu Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 Grande / Multi para 60 61,2%

2 Primipara 38 38,8%

Jumlah 98 100

Dari table di atas dapat diketahui bahwa ibu bersalin berdasarkan paritas

yaitu, ibu primipara sebanyak 23 orang (38,8%) dan ibu yang multipara atau Grande

para sebanyak 53 orang (61,2%). Diagram 3. Distribusi Frekuensi ibu bersalin berdasarkan Paritas di RSUD Tangerang

20

40

60

80

100

30.3

69.7

Pendidikan

Pengelompokkan pendidikkan dikelompokkan menjadi 2 yaitu ibu bersalin

dengan pendidikkan ≤ SMA atau SMK dan ibu bersalin dengan pendidikkan ≥ SMA

- PT, yang dapat dilihat dari table d.4 dan diagram 4

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pada Ibu Bersalin Berdasarkan Pendidikkan Di RSUD

Tangerang

No Pendidikkan Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 Rendah ( SD, SMP, dan < SMA) 48 49%

2 Tinggi ( > SMA – PT) 50 51%

Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ibu bersalin berdasarkan

pendidikandiperoleh hasil yaitu, pendidikkan < dari SMA atu SMK sebanyak 48

Page 6: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 108

orang (49%) sedangkan dengan pendidikkan > SMA - PT lainnya sebanyak 50 orang

( 51%).

Diagram 4. Distribusi Frekuensi pada ibu bersalin Berdasarkan Pendidikkan di

RSUD Tangerang

54%46%

0

Pendidikkan

Jarak Kelahiran

Jarak kelahiran, dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelahiran yang <

dari 2 tahun atau tidak ada, dan kelahiran yang > dari 2 tahun , hasilnya dapat dilihat

dai table 5 dan diagram 5 Tabel 5. Distribusi Frekuensi ibu bersalin berdasarkan Jarak persalinan di RSUD Tangerang

No Jarak persalinan Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 < 2 Tahun atau Tidak ada 72 73,5%

2 > 2 Tahun 26 26,5%

Jumlah 98 100%

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ibu bersalin berdasarkan

jarak persalinan yaitu, dengan jarak kelahiran < dari 2 Tahun atau tidak ada

sebanyak 72 orang (73,5%), sedangkan jarak yang > dari 2 Tahun sebanyak 26

orang (26,5%). Diagram 5 Distribusi Frek ibu bersalin berdasarkan Jarak persalinan di RSU Tangerang

0

20

40

60

80

100

73.5

26.5

Atonia uteri

Atonia uteri yang dikelompokan menjadi 2 kelompok yaitu Ya untuk ibu

bersalin yang mengalami atonia Uteri dan Tidak untuk ibu bersalin yang tidak

mengalami Atonia Uteri , hasilnya dapat dilihat pada table 6 dan diagram 6

Tabel 6. Distribusi Frekuensi ibu bersalin Berdasarkan Atonia Uteri di RSUD

Tangerang

No Atonia

Uteri

Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 Ya 21 21,4%

2 Tidak 77 78,6%

Page 7: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 109

No Atonia

Uteri

Frekuensi

Angka Persentase (%)

Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ibu bersalin berdasarkan

atonia uteri yaitu, yang mengalami Atonia Uteri sebanyak 21 orang (21,4%) dan

tidak mengalami Atonia Uteri sebanyak 77 orang (78,6%).

Diagram 6. Distribusi Frekuensi ibu bersalin berdasarkan Atonia Uteri Di RSUD

Tangerang

21.40%

78.60%

00

Atonia Uteri

Sisa Plasenta

Berdasarkan data sisa plasenta di bagi menjadi 2 kelompok Ya untuk ibu

bersalin yang mengalami adanya sisa plasenta, Sedangkan Tidak untuk yang tidak

mengalami adanya sisa plasenta. Hasilnya dapat dilihat di tabel 7 dan diagram 7

sebagai berikut:

Tabel 7. Distribusi Frekuensi ibu bersalin Berdasarkan Sisa plasenta di RSUD

Tangerang

No Sisa plasenta Frekuensi

Angka Persentase (%)

1 Ya 61 62,2%

2 Tidak 37 37,8%

Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa ibu bersalin berdasarkan

adanya sisa plasenta sebanyak 61 orang (62,2%) dan tidak ada sisa plasenta

sebanyak 37 orang (37,4%). Diagram 7. Distribusi Frekuensi ibu bersalin berdasarkan sisa plasenta di RSUD Tangerang

62.20%

0

37.80%

0

Sisa Plasenta

Ya

Tidak

Page 8: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 110

Analisa Bivariat

Tabel 8. Hubungan Umur Dengan kejadian Haemoragic post partum Pada Ibu

bersalin di RSUD Tangerang

No Umur Haemoragic post partum

Total P- Value OR Ya Tidak

1 < 20 Tahun– > 35

Tahun 24 (31,6%) 4 (18,2%) 28 (28,6%)

0,170

2,077

( 0,634 –

6,803) 2 20 Tahun - 35 Tahun 52 (68,4%) 18 (81,8%) 70 (71,4%)

Jumlah 76 (100%) 22 (100%) 98 (100%)

Berdasarkan tabel 8 diatas diketahui bahwa dari 28 orang ibu bersalin yang

mengalami Haemoragic post partum pada usia < 20 dan > 35 Thn ada sebanyak 24

orang (31,6%) . Pada usia 20 – 35 Tahun ada sebanyak 52 orang (68,4%) yang

mengalami haemoragic post partum. Sedangkan pada ibu yang tidak mengalami

haemoragic post partum pada umur < 20 tahun - > 35 tahun sebanyak 4 org (18,2%)

dan pada umur 20 -35 tahun sebanyak 18 orang (81,8%).

Maka dapat dilihat kejadian haemoragic post partum terbanyak pada usia 20

– 35 Tahun. Hasil uji statistik dengan chi- square diperoleh nilai fisher’s exact test,

P- value > 0,05 (p-value 0,17) menunjukkan bahwa Ho gagal ditolak artinya tidak

ada hubungan bermakna antara umur dengan Haemoragic post partum pada ibu

bersalin. Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 2,510 (95% CI =

0,921 – 6,852) hal ini berarti responden yang berumur 20 tahun – 35 tahun

mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum 2 X dibandingkan

dengan ibu yang berumur < 20 tahun - > 35 tahun.

Tabel 9. Hubungan Paritas Dengan kejadian haemoragic post partum Pada ibu

bersalin di RSUD Tangerang

No Paritas

Haemoragic post partum Jumlah P-Value OR

Ya Tidak

1 Grande/Multi 53 (69,7 %) 7 (31,8%) 60 (61,2%)

0,003 0,203

( 0,073 –

0,563)

2 Primi 23(30,3%) 15(68,2%) 38(61,2%)

Jumlah 76( 100%) 22( 100%) 98(100%)

Analisa Data :

Dari tabel 9 diatas diketahui bahwa dari 28 ibu bersalin dengan paritas

primipara ada sebanyak 23 orang ( 30,3%) mengalami haemoragic post partum dan

sebanyak 15 orang (68,2%) tidak mengalami haemoragic post partum, Sedangkan

ibu bersalin dengan paritas Grande / multipara ada sebanyak 53 orang (69,7%)

mengalami Haemoragic post partum dan sebanyak 7 orang (31,8%) tidak mengalami

Haemoragic post partum. Kejadian terbanyak pada paritas Grande / multipara.

Hasil uji statistik dengan chi-square diperoleh nilai continuity cerrection P-

value < 0,05 ( p-value 0,003) menunjukkan bahwa Ha diterima artinya ada

hubungan bermakna antara paritas dengan Haemoragic post partum pada ibu

bersalin. Dari hasil analisa risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 0,203

(95% CI = 0,073 – 0.563) hal ini berarti responden yang berparitas grande / multi

para mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum 1 X

dibandingkan dengan ibu yang berparitas primipara.

Page 9: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 111

Tabel 10. Hubungan Pendidikkan Dengan kejadian haemoragic post partum

Pada ibu bersalin di RSUD Tangerang

No Pendidikkan Haemoragic post partum

Jumlah P-Value OR Ya Tidak

1 Rendah (SD, SMP, ≤ SMA –

SMK) 41 (53,9 %) 7 (31,8 %) 48 ( 49,0%)

0,113

2,510

(0,920

– 6,852) 2 Tinggi ( ≥ SMA – PT) 35 (46,1%) 15 (68,2%) 50 (51,0%)

Jumlah 76 (100%) 22 (100%) 98 100%

Hubungan antara pendidikkan dengan kejadian haemoragic post partum yaitu

dari 48 ibu bersalin dengan pendidikkan < SMA atau SMK mengalami haemoragic

post partum sebanyak 41 orang (53,9%) dan sebanyak 7 orang (31,8%) tidak

mengalami haemoragic post partum. Ibu bersalin dengan pendidikkan > SMA – PT

sebanyak 35 orang (46,1%) mengalami haemoragic post partum, sedangkan

sebanyak 15 orang (68,2%) tidak mengalami haemoragic post partum. Dari hasil uji

statistik dengan chi-square diperoleh nilai Continuity correction P-value > 0,05 ( p-

value 0,113) , menunjukkan tidak ada hubungan antara pendidikkan dengan kejadian

haemoragic post partum. Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR

2,510 (95% CI = 0,921 – 6,852) hal ini berarti responden yang berpendidikkan <

SMA atau > SMK mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum

2,5 X dibandingkan dengan ibu yang berpendidikkan > SMA - PT.

Tabel 11. Hubungan Jarak kelahiran dengan Haemoragic post partum Pada ibu

bersalin di RSUD Tangerang

No Jarak kelahiran HPP

Jumlah P-Value OR Ya Tidak

1 < 2 Tahun 60(78,9 %) 12(54,5%) 72(73,5 %)

0,045

3,125

( 1,145 –

8,530) 2 Tidak ada dan ≥ 2 Tahun 16(21,1%) 10(45,5%) 26(26,5)

Jumlah 76(100%) 22(100%) 98(100%)

Dari tabel 11 diatas dapat dilihat bahwa dari 76 orang ibu bersalin yang

mengalami haemoragic post partum terjadi pada jarak kelahiran < dari 2 tahun atau

tidak ada sebanyak 60 orang (78,9%) , Sedangkan sebanyak 16 orang (21,1%)

terjadi pada jarak kelahiran ≥ dari 2 Tahun. Dari 22 ibu bersalin yang tidak

mengalami haemoragic post partum dengan jarak kelahiran < 2 tahun atau tidak ada

sebanyak 12 orang (54,5%) dan ≥ 2 tahun sebanyak 10 orang (45,5%). Maka dapat

dilihat HPP banyak terjadi pada ibu bersalin yang mempunyai jarak kelahiran < dari

2 Tahun. Dari hasil uji statistik dengan chi-square maka didapatkan nilai continuity

correction P-value < 0,05 ( p-value 0,04), menunjukkan ada hubungan bermakna

antara Jarak kelahiran dengan kejadian haemoragic post partum. Dari hasil risk

estimate hubungan 2 variabel didapat OR 3,125 (95% CI = 1,145 – 8,530) hal ini

berarti responden yang jarak persalinan < 2 tahun mempunyai peluang untuk

mengalami haemoragic post partum 3 X dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

jarak persalinan ≥ dari 2 tahun.

Tabel 12. Hubungan Atonia Uteri Dengan kejadian haemoragic post partum Pada

ibu bersalin di RSUD Tangerang

No Atonia Uteri Haemoragic post partum

Jumlah P-Value OR Ya Tidak

1 Ya 20(26,3%) 1(4,5%) 21(21,4%)

0,021

7,500

( 0,946 –

59,438 )

2 Tidak 56(73,7%) 21(95,5%) 77(78,6%)

Jumlah 76(100%) 22(100%) 98100%

Page 10: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 112

Hubungan antara Atonia Uteri dengan kejadian haemoragic post partum

yaitu dari 76 ibu bersalin yang mengalami haemoragic post partum karena atonia

uteri sebanyak 20 orang (26,3%) dan sebanyak 56 orang (73,7%) mengalami

haemoragic post partum tidak karena atonia uteri. Dan dari 22 orang ibu bersalin

yang tidak mengalami haemoragic post partum , 1 orang (4,5 %) yang mengalami

Atonia uteri. Dan dari 21 orang (95,5%) tidak mengalami atonia uteri. Dari hasil uji

statistik dengan menggunakan chi-square diperoleh nilai fisher’s exact test P-value <

0,05 (p-value 0,02) ,menunjukkan ada hubungan bermakna antara atonia uteri

dengan haemoragic post partum pada ibu bersalin. Dari hasil risk estimate hubungan

2 variabel didapat OR 7,500 (95% CI = 0,946 – 59,438) hal ini berarti responden

yang tidak mengalami atonia uteri mempunyai peluang untuk mengalami

haemoragic post partum 7,5 X dibandingkan dengan ibu yang mengalami Atonia

uteri.

Tabel 12. Hubungan Sisa plasenta dengan Haemoragic Post Partum pada ibu

bersalin di RSUD Tangerang

No Sisa plasenta HPP

Jumlah P-Value OR Ya Tidak

1 Ya 59( 77,6%) 2(9,1%) 61(62,2 %)

0,000

34,706

( 7,363 –

163,589)

2 Tidak 17(22,4%) 20(90,9%) 37(37,8 %)

Jumlah 76(100%) 22(100%) 98(100%)

Dari tabel 12 diatas dapat dilihat bahwa dari 76 orang (77,6%) ibu bersalin

yang mengalami haemoragic post partum sebanyak 59 orang (77,6%) karena ada

sisa plasenta, dan sebanyak 17 orang (22,4%) mengalami Haemoragic Post Partum

tidak karena ada sisa plasenta. Sedangkan dari 22 orang ibu bersalin yang tidak

mengalami Haemoragic Poat Partum ada 2 orang ( 9,1%) yang mengalami adanya

sisa plasenta dan sebanyak 20 orang (90,9%) tidak mengalami adanya sisa plasenta.

Dari hasil uji statistik dengan chi-square maka didapatkan nilai fisher’s exact test P-

value < 0,05 (p-value 0,000),menunjukkan ada hubungan bermakna antara Sisa

plasenta dengan kejadian Haemoragic post partum pada ibu bersalin. Dari hasil risk

estimate hubungan 2 variabel didapat OR 34,706 (95% CI = 7,363 – 163,589) hal ini

berarti responden yang mengalami sisa plasenta mempunyai peluang untuk

mengalami haemoragic post partum 34 X dibandingkan dengan ibu yang mengalami

adanya sisa plasenta .

Tabel 13. Hasil Uji Statistik Bivariat faktor – faktor yang berhubungan dengan

kejadian haemoragic post partum di RSUD Tangerang

Variabel yang

diteliti

Nilai P-

Value

Alpha Keterengan

Umur Ibu 0,170 0,05 Tidak ada hubungan

Paritas 0,003 0,05 Ada hubungan

Pendidikkan 0,113 0,05 Tidak ada hubungan

Jarak persalinan 0,045 0,05 Ada hubungan

Atonia uteri 0,021 0,05 Ada hubungan

Sisa plasenta 0,000 0,05 Ada hubungan

Pembahasan

Haemoragic Post Partum

Dari hasil penelitian yang di lakukan pada ibu bersalin dengan kejadian

haemoragic post partum sebagian besar terjadi pada ibu bersalin sebanyak 77 orang

Page 11: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 113

(77,6%), dan ibu yang tidak mengalami haemoragic post partum se4banyak 22 orang

(22,4%). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa frekuensi perdarahan

post partum berdasarkan laporan – laporan baik di negara maju maupun di negara

berkembang angka kejadian berkisar antara 5 % sampai 15 %. Di beberapa negara

berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran

hidup, dan data WHO menunjukkan bahwa 25 % dari kematian maternal disebabkan

oleh perdarahan post partum dan diperkirakan 100.000 kematian maternal tiap

tahunnya.

Hubungan Umur dengan kejadian haemoragic post partum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Frekuensi umur ibu bersalin yang

mengalami haemoragic post partum pada usia berisiko ( < 20 Tahun - > 35 Tahun )

sebesar 28,6% dan pada usia tidak berisiko ( 20 – 35 Tahun ) sebesar 71,4 %. Hal ini

tidak sesuai dengan teori (Manuaba, 1998) yang menyatakan bahwa umur ibu yang

mempunyai faktor resiko pada persalinan berdasarkan anamnesa umur yaitu < 20

tahun - > 35 tahun. Sedangkan hasil penelitian menunujukkan lebih banyak ibu

dengan umur 20 -35 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan kejadian Haemoragic post partum pada ibu

bersalin di bandingkan antara usia berisiko dan usia tidak berisiko diperoleh hasil

mayoritas terjadi pada usia tidak beresiko yaitu 20 – 35 tahun sebesar 68,4% dan ibu

yang tidak mengalami haemoragic post partum pada usia 20 – 35 tahun sebesar

18,2%. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia < 20 tahun

fungsi anatomis dan fisiologis belum siap dalam menghadapi persalinan dan begitu

pula pada usia ibu di atas 35 tahun atau lebih kesehatannya sudah menurun, otot

rahim menurun kekuatannya akibatnya kontraksi rahim menjadi lemah yang

menimbulkan resiko perdarahan.

Namun, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pendekatan

risiko, sebaiknya tidak digunakan lagi. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa lebih

dari 90% kematian ibu disebabkan komplikasi obstetri seperti perdarahan, banyak di

antara ibu yang berumur 20 – 35 tahun ternyata mengalami komplikasi, dan

sebaliknya ibu yang berumur < 20 tahun dan > 35 tahun ternyata persalinanya

berlangsung normal.

Namun dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa mayoritas

haemoragic post partum terjadi pada umur 20 - 35 tahun, menurut pendapat

mengatakan, munkin dapat terjadi karena hamil pada umur 20 – 35 tahun sering

terjadi anemia terutama pada trimester III sehingga pada saat proses persalinan ibu

cepat lemah untuk meneran, sehingga menyebabkan persalinan lama yang dapat

menimbulkan perdarahan pasca salin.

Setelah dilakukan uji chi – square di dapatkan nilai fisher’s exact test P-value

> 0,05 (p-value 0,170) sehingga Ho gagal ditolak artinya tidak ada hubungan antara

umur ibu dengan kejadian haemoragic post partum. Hal ini tidak sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa masih banyaknya wanita yang menikah, hamil, bersalin

dalam usia muda (< 20 tahun - > 35 tahun) 14 % dan > 35 tahun sebesar 14,5 % dan

idealnya wanita hamil bersalin pada usia antara 20 – 35 Tahun sehingga tidak ada

kemunkinan untuk mengalami perdarahan post partum.

Hubungan Paritas dengan kejadian Haemoragic Post Partum

Hasil penelitian menunjukkan proporsi paritas ibu yang mengalami

haemoragic post partum pada primipara sebesar 38,8% dan pada Grande/multipara

sebesar 61,2%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor

Page 12: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 114

yang menyebabkan perdarahan adalah Grande/multi para. Resiko terjadinya

haemoragic post partum akan meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih.

Bila di bandingkan antara primi para ,multipara, dan grande multipara di

dapatkan hasil mayoritas haemoragic post partum terjadi pada grande / multipara

sebesar 69,7% sedangkan yang tidak terjadi haemoragic post partum pada paritas

grande atau multipara sebesar 31,8%. Hal ini sesuai dengan yang menyatakan bahwa

paritas tinggi merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum. Hal

ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Grande multipara merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya haemoragic post partum dari beberapa faktor

resiko lainnya.

Setelah di lakukan uji statistik dengan chi- square di dapatkan nilai

continuity correction P-value < 0,05( p-value 0,003) sehingga Ha di terima artinya

ada hubungan antara paritas dengan kejadian haemoragic post partum. Hal ini

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Pada grande/multi para dengan

implantasi plasenta dalam bentuk adhesiva akreta, inkreta, dan perkreta merupakan

salah satu faktor yang berhubungan dengan retensio plasenta, sehingga

menyebabkan terjadinya haemoragic post partum. Resiko terjadinya amat sangat

meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih.

Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 0,203 (95% CI =

0,073 – 0.563) hal ini berarti responden yang berparitas grande atau multi para

mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum 1 X dibandingkan

dengan ibu yang berparitas primipara. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan

bahwa perdarahan post partum sering dijumpai pada paritas multipara atau

grandemultipara.

Hubungan Pendidikkan dengan kejadian Haemoragic Post Partum

Hasil penelitian frekuensi pendidikkan pada ibu bersalin yang mengalami

haemoragic post partum dengan pendidikkan rendah (SD, SMP, < SMA atau SMK)

sebesar 49% dan dengan pendidikan tinggi (> SMA – PT) sebesar 51%. Hal ini

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa masih kurangnya pendidikkan pada ibu

bersalin.

Bila dibandingkan presentase antara pendidikkan rendah( SD,SMP, < SMA

atau SMK) dan pendidikkan tinggi ( > SMA – PT) ibu bersalin yang mengalami

haemoragic post partum mayoritas terjadi pada ibu dengan pendidikkan rendah( SD,

SMP, < SMA atau SMK) sebesar 53,9 % dan ibu bersalin yang tidak mengalami

haemoragic post partum dengan pendidikkan tinggi ( > SMA – PT) sebesar 7,1%.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kurangya pendidikkan sehingga

kemiskinan terjadi dan akhirnya masih banyak yang tetap berorientasi pada

pengobatan dan pelayanan tradisional. Persalinan yang di tolong oleh dukun, dan

tempat pelayanan yang sulit di jangkau.

Setelah dilakukan uji chi- square didapatka nilai continuity correction P-

value > 0,05 (p-value 0,113) sehingga Ho gagal di tolak artinya Tidak ada hubungan

antara pendidikkan dengan kejadian haemoragic post partum. Hal ini tidak sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa kurangnya pendidikan membuat masyarakat

masih berorientasi pada pertolongan di dukun, yang mempunyai resiko terjadinya

perdarahan. Namun, hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan perdarahan pada

ibu tidak diwarnai dengan hal-hal non teknis yang masuk kategori penyebab dasar,

seperti rendahnya status wanita, ketidakberdayaan dab taraf pendidikan yang rendah.

Page 13: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 115

Hubungan Jarak Persalinan dengan kejadian Haemoragic Post Partum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi jarak persalinan lebih besar

pada ibu dengan jarak < 2 tahun atau tidak ada yaitu sebesar 73,5% sedangkan ibu

bersalin dengan jarak > 2 tahun sebesar 26,5%. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa di negara berkembang salah satu faktor penyebab perdarahan

post partum adalah Jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun.

Pada kejadian Haemoragic Post partum pada ibu bersalin bila dibandingkan

antar jarak persalinan < 2 tahun dan > 2 tahun di peroleh hasil mayoritas terjadi pada

ibu bersalin dengan jarak persalinan < 2 tahun sebesar 78,9% .dan ibu yang tidak

mengalami haemoragic post partum mayoritas pada ibu bersalin dengan jarak < 2

tahun sebesar 54,5%.

Setelah dilakukan uji chi- square di dapatkan nilai continuity correction P-

value < 0,05 (p-value 0,045) sehingga Ho ditolak artinya ada hubungan antara jarak

persalinan dengan haemoragic post partum. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa Jarak paling aman bagi wanita untuk melahirkan kembali paling

sedikit 2 tahun, hal ini agar wanita dapat pulih setelah masa kehamilan dan laktasi.

Jarak kehamilan yang lebih pendek akan mempunyai resiko untuk terjadinya

komplikasi persalinan. Sedang dari hasil penelitian frekuensi Haemoragic post

partum lebih banyak ibu bersalin dengan jarak kurang dari 2 tahun. Hal ini sesuai

dengan Teori yang menyatakan bahwa jarak persalinan yang dekat (< dari 2 tahun)

merupakan faktor predisposisi terjadinya haemoragic post partum.

Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 3,125 (95% CI =

1,145 – 8,530) hal ini berarti responden yang jarak persalinan < 2 tahun mempunyai

peluang untuk mengalami haemoragic post partum 3 X dibandingkan dengan ibu

yang mempunyai jarak persalinan > dari 2 tahun. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa jarak persalinan pendek ( < dari 2 tahun) dapat menyebabkan

uterus lemah sehingga kontraksinya menjadi kurang baik dan resiko terjadinya

haemoragic post partum meningkat dibandingkan dengan jarak persalinan > dari 2

tahun.

Hubungan Atonia uteri dengan kejadian Haemoragic Post Partum

Hasil penelitian frekuensi terjadi atonia uteri pada kejadian haemoragic post

partum pada 98 ibu bersalin sebesar 21,4% dan tidak terjadi atonia uteri sebesar

78,6%. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyebab utama

perdarahan post partum primer adalah atonia uteri sebesar 50–60%. Sedangkan hasil

penelitian lebih banyak ibu bersalin tidak mengalami atonia uteri.

Bila di bandingkan pada kejadian haemoragic post partum antara terjadi

atonia uteri pada ibu bersalin dan tidak terjadi atonia uteri pada ibu bersalin di

peroleh mayoritas terbesar tidak terjadi atonia uteri sebesar 95,5% dan yang terjadi

atonia uteri pada ibu bersalin yang tidak mengalami haemoragic post partum hanya

sebesar 4,5%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa frekuensi

perdarahan post partum berdasarkan laporan – laporan baik di negara maju maupun

di negara berkembang angka kejadian berkisar 5% sampai 15%. Dari angka tersebut,

di peroleh gambaran etiologi karena atonia uteri sebesar 50 – 60. Hal ini juuga

sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa 5 % dari semua kelahiran yang terjadi

perdarahan, dengan 70% diantaranya disebabkan oleh atonia uteri.

Namun dari hasil penelitian di peroleh mayoritas haemoragic post partum

terjadi pada ibu yang tidak mengalami Atonia uteri, hal ini karena masih banyak

faktor- faktor lain yang membuat ibu mengalami perdarahan post partum selain

Page 14: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 116

atonia uteri yaitu seperti faktor adanya sisa plasenta dan laserasi pada jalan lahir.

Perdarahan post partum dengan penyebab atonia uteri tidak terlalu banyak di jumpai

karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin meningkat. Biasanya atonia

uteri sering terjadi pada ibu yang melahirkan anak terlalu banyak. Kegagalan

kontraksi otot rahim meyebabkan pembuliuh darah pada bekas implantasi plasenta

terbuka sehingga menimbulkan perdarahan.

Setelah dilakukan uji chi- square di dapatkan nilai fisher’s exact test P-value

< 0,05 (p-value 0,021) sehingga Ho gagal di tolak artinya ada hubungan antara

atonia uteri dengan kejadian haemoragic post partum. Hal ini sesuai dengan teori

yang menyatakan bahwa atonia uteri adalah kegagalan serabut – serabut atot

miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek. Hal ini merupakan penyebab

terjadinya perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi segera

setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan

perdarahan hebat dan mengarah pada syok hipovolemik.

Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 7,500 (95% CI =

0,946 – 59,438) hal ini berarti responden yang tidak mengalami atonia uteri

mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum 7,5 X dibandingkan

dengan ibu yang mengalami Atonia uteri. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa perdarahan post partum dengan penyebab atonia uteri tidak

terlalu banyak dijumpai karena penerimaan gerakan keluarga berencana makin

meningkat. Sehingga ibu yang tidak mengalami atonia uteri lebih berpeluang karena

munkin saja da faktor lain yang menyebabkan terjadinya haemoragic post partum.

Hubungan Sisa plasenta dengan kejadian Haemoragic Post partum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuansi terjadi sisa plasenta pada

haemoragic post partum pada ibu bersalin yang mengalami adanya sisa plasenta

sebesar 62,2% dan sebesar 37,8% tidak terjadi adanya sisa plasenta. Hal ini sesuai

dengan teori yang menyatakan bahwa penyebab utama perdarahan post partum

primer adalah adanya sisa plasenta sebesar 23 – 24 %.

Bila di bandingkan angka kejadian haemoragic post partum karena ada sisa

plasenta dan tidak ada sisa plasenta pada ibu bersalin di peroleh mayoritas terbesar

ada sisa plasenta yaitu sebesar 77,6% dan ibu yang tidak mengalami haemoragic

post partum mayoritas tidak karena sisa plasenta sebesar 90,9 %. Setelah di lakukan

uji Chi- square di dapatkan nilai fisher’s exact test p-value < 0,05 (p-value 0,000)

sehingga Ho gagal di tolak yang artinya ada hubungan bermakna antara sisa plasenta

dengan kejadian haemoragic post partum. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa perdarahan post partum dini dapat terjadi sebagai akibat

tertinggalnya sisa plasenta atau selaput janin. Hal ini juga sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa frekuensi perdarahan post partum berdasarkan laporan – laporan

baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar 5 %

sampai 15 %. Dari angka tersebut, di peroleh gambaran etiologi karena sisa plasenta

sebesar 23 – 24 %.

Dari hasil risk estimate hubungan 2 variabel didapat OR 34,706 (95% CI =

7,363 – 163,589) hal ini berarti responden yang mengalami sisa plasenta

mempunyai peluang untuk mengalami haemoragic post partum 34 X dibandingkan

dengan ibu yang mengalami adanya sisa plasenta. hal ini sesuai dengan teori yang

menyatakan bahwa dengan implantasi plasenta dalam bentuk adhesiva akreta,

inkreta , dan perkreta merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan

Page 15: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 117

retensio plasenta, sehingga menyebabkan terjadinya haemoragic post partum. Resiko

terjadinya amat sangat meningkat setelah persalinan ketiga atau lebih.

Kesimpulan

Frekuensi kejadian Haemoragic post partum pada ibu bersalin di RSUD

Tangerang sebanyak 77 orang (77,6%) dan jumlah ibu bersalin yang tidak

mengalami Haemoragic post partum sebanyak 22 orang (22,4%).

Angka kejadian haemoragic post partum pada ibu bersalin yang terbesar

adalah pada usia 20-35 tahun sebanyak 52 orang (68,4%) dan dari hasil analisa yang

didapat Ha ditolak, maka tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian

haemoragic post partum. OR 2,077 (95% CI =0,634 – 6,803) sehingga diketahui ibu

bersalin dengan umur 20–35 tahun mempunyai peluang mengalami haemoragic

post partum 2 X dibandingkan ibu bersalin dengan umur < 20 - > 35 tahun.

Berdasarkan angka kejadian Paritas pada ibu yang mengalami haemoragic

post partum yang terbesar yaitu grande / multipara sebanyak 53 orang (69,7%) dari

hasil analisa data yang dilakukan maka dapat disimpulkan Ha diterima sehingga ada

hubungan bermakna antara paritas dengan kejadian haemoragic post partum. OR

0,203 (95% CI = 0,073 – 0,563) sehingga dapat dilihat responden yang berparitas

grande atau multi para mempunyai peluang mengalami Haemoragic post partum 1 X

di bandingkan dengan ibu berparitas primipara.

Hasil analisa yang dilakukan maka didapatkan Ha diterima, maka tidak ada

hubungan bermakna antara pendidikkan dengan kejadian haemoragic post partum.

OR 2,510 ( (95% CI = 0,920 – 6,8952) sehingga dapat dilihat ibu bersalin dengan

pendidikkan < SMA atau SMK mempunyai peluang mengalami haemoragic post

partum 2,5 X dibandingkan ibu bersalin dengan berpendidikkan > SMA – PT.

Hasil analisa yang dilakukan didapatkan hasil Ha diterima sehingga ada

hubungan bermakna antara jarak persalinan dengan kejadian haemoragic post

partum. OR 3,125 ( 95% CI = 1,145 – 8,530) sehingga dapat dilihat ibu bersalin

dengan jarak persalinan < 2 tahun mempunyai peluang mengalami haemoragic post

partum 3 X dibandingkan dengan jarak persalinan > 2 tahun.

Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan. Institusi pendidikan sudah cukup intensif dalam

membimbing pembuatan laporan hasil penelitian ini, mahasiswa sudah lebih

paham dan mengerti dengan apa yang diteliti. Selain itu kesabaran dosen

pembimbing dalam pembuatan laporan hasil penelitian ini sangat dirasakan

mahasiswa sehingga mahasiswa semangat dalam pembuatan laporan hasil

penelitian. Untuk diharapkan agar dipertahankan.

2. Bagi Tenaga Kesehatan. Melihat angka kejadian haemoragic post partum yang

cukup tinggi, ini harus menjadi perhatian khusus untuk para tenaga kesehatan

agar dapat memberikan penyuluhan kepada wanita usia reproduksi, khususnya

mengenai faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya haemoragic post

partum pada saat bersalin, memberikan panatalaksanaan sebaik dan secepat

mungkin untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada saat persalinan.

3. Bagi Mahasiswi. Agar meningkatkan pengetahuan mengenai haemoragic post

partum pada ibu bersalin, sehingga bagi para mahasiswi akan lebih siap secara

mental, praktik dan psikologis untuk menghadapi jika terjadi haemoragic post

partum pada ibu bersalin.

Daftar Pustaka

Page 16: Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Haemoragic

Jurnal Ilmiah Kesehatan Delima, Vol 3 No. 1, Januari 2019 118

1. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta :

Buku Kedokteran EGC

2. Cunningham F. Gary, dkk.2006.Obstetri Williams.Edisi 21.Jakarta : EGC

3. Budiarto, eko. 2002. Biostatistika untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Jakarta : EGC

4. Departemen Kesehatan RI. 2002. Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta :

Departemen Kesehatan dan JICA.

5. Depkes RI, 2002. AKI & AKB, http://www.depkes.go.id Available at tanggal 03

Juni 2010 pukul 16.00 WIB.

6. Harry, Oxorn. 2010. Ilmu Kebidanan patologi dan Fisiologi Persalinan.

Yogyakarta: C.V Andi Offset.

7. Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &

Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

8. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Fisiologo dan Patologi. Edisi 2.

Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

9. Nugroho, Taufan. 2010. Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.

Yogyakarta : Mulia medika.

10. Padjadjaran, Universitas bandung.2000. Obstetri Patologi. Bandung : Elstar

offset

11. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina

pustaka Sarwono Prawirohardjo.

12. Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV. Jakarta: CV. Trans Info

Media.

13. Salmah, dkk.2006.Asuhan Kebidanan Antenatal.Cetakan I. Jakarta : EGC

14. Saifudin, Abdul Bari. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohadjo.

15. Sastrawinata, sulaiman, dkk .2003. Ilmu Kesehatan Reproduksi; Obstetri

Patologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

16. Sumarah, 2008. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta : Fitramaya.

17. Syafrudin. 2007. Kebidanan Komunitas. Jakarta : Tiara Putra.

18. Obgynacea .2010. Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta : Tosca enterprise

19. Varney Helen, dkk.2008.Buku Ajar Asuhan Kebidanan.Edisi 4.Jakarta : EGC