95
EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA PENGADANGAN KECAMATAN PRINGGASELA KABUPATEN LOMBOK TIMUR-NTB SKRIPSI BAIQ TUTIK YULIANA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN ...repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/62976/1/D...EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA

  • Upload
    lamtram

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA PENGADANGAN

KECAMATAN PRINGGASELA KABUPATEN LOMBOK

TIMUR-NTB

SKRIPSI

BAIQ TUTIK YULIANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

RINGKASAN

Baiq Tutik Yuliana. D14063113. 2010. Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan

Peternakan Sapi Bali pada Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan

Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB. Skripsi. Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr.

Pembimbing Anggota : Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr.

Desa Pengadangan hampir seluruh penduduknya bekerja sebagai petani-

ternak dan rata-rata memiliki jumlah ternak antara 1 sampai 3 ekor. Desa ini

memiliki potensi dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT), pemanfaatan

limbah pertanian, keadaan topografi dan luas daerah guna mendukung

pengembangan peternakan sapi Bali. Kondisi tersebut sangat potensial namun tidak

didukung oleh keadaan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal tersebut menjadi

permasalahan yang menarik untuk dikaji. Manajemen lingkungan pemeliharaan

sangatlah penting dalam peningkatan produktivitas ternak.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek teknis pemeliharaan

(pengetahuan pemuliabiakan, makanan ternak, tata laksana, kesehatan ternak,

kandang dan peralatan) dari peternakan sapi Bali rakyat di Desa Pengadangan

Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB. Penelitian ini

menggunakan 80 orang peternak sebagai responden dan 196 ekor sapi Bali untuk

dilakukan pengukuran. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Pengadangan, karakteristik

peternak responden sebagai tenaga kerja, jumlah dan komposisi sapi Bali, aspek

pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan ternak, serta

kandang dan peralatan.

Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek pengetahuan pemuliabiakan

yang diamati yaitu perbandingan jantan dan betina (14,3%), sistem perkawinan

(75%), pemilihan pejantan yang digunakan (58,2%) dan pemilihan betina yang

digunakan (41,8%) memberikan hasil chi-square yang sangat nyata (P<0,01). Sub

aspek kelahiran per induk setiap tahun (99,4%) dan jarak beranak (94,3%) serta

jumlah perkawinan untuk menjadi bunting (96,7%) memperlihatkan perhitungan chi-

square mempunyai nilai yang tidak nyata (P>0,01). Perolehan nilai dari sub-sub

aspek dari aspek makanan ternak menunjukan sub aspek pemberian konsentrat (2%),

usaha pengawetan makanan ternak (2%), pemberian mineral (25,2%), pemberian air

minum (49,8%), serta penanaman hijauan makanan ternak (60,3%). Hasil chi-square

menunjukkan nilai yang sangat nyata (P<0,01). Sub aspek jumlah hijauan yang

diberikan (94%) dan jenis hijauan yang diberikan (79%), menunjukkan hasil chi-

square tidak nyata (P>0,01).

Seluruh sub aspek dari aspek tata laksana menunjukkan hasil chi-square yang

sangat nyata (P<0,01). Pemanfaatan kotoran (18,2%), pengetahuan tentang usaha

peternakan (27,5%), pencatatan (28%), pengetahuan reproduksi (36,5%), kebersihan

ternak (49,4%) dan pemanfaatan tenaga kerja (68,4%). Perolehan nilai dari sub-sub

aspek dari aspek kesehatan ternak yaitu sub aspek vaksinasi (6,1%), pengetahuan

tentang obat-obat ringan (11,6%) dan pengetahuan tentang penyakit (39,1%)

memberikan hasil chi-square yang sangat nyata (P<0,01). Sub aspek kematian ternak

(92%), usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit (83%) dan tindakan terhadap

kematian sebesar (74,7%), mendapatkan nilai chi-square yang tidak nyata (P>0,01).

Perolehan nilai dari sub-sub aspek dari aspek kandang dan peralatan menunjukan sub

aspek kebersihan kandang (38,7%), kontruksi kandang (41%) dan peralatan kandang

(63%) bahwa nilai chi-squarenya adalah sangat nyata (P<0,01). Sub aspek penilaian

kandang (95%) dan lokasi kandang (77,6%) memperoleh nilai chi-square yang tidak

nyata (P>0,01).

Keseluruhan aspek mempunyai rataan sebesar 90,82 sedangkan rataan nilai

pengharapannya adalah 185 sehingga nilai chi-squarenya menjadi sangat nyata

(P<0,01). Disimpulkan bahwa baru sebesar 51,66% faktor penentu komoditi sapi

potong yang diterapkan oleh peternak rakyat sapi Bali di Pengadangan berdasarkan

rekomendasi Dirjen Peternakan (1983).

Kata-kata kunci : Sapi Bali, Lingkungan Pemeliharaan, Aspek Teknis, Desa

Pengadangan.

ii

ABSTRACT

The Environmental assessment of Balinese Cattle Living Condition on

Traditional Farming at Pengadangan Rural Area, East Lombok- NTB.

Yuliana, B. T, B. P. Purwanto, and S. Jayadi

Mostly, people at Pengadangan rural area work as stock farmer and the

average of cattle is one to six. The major potential was forage, usage of agricultural

waste, topographic, and rangy area to support development on Bali Cattle. The aims

of this research were carried to evaluate the aspect technique of maintenance. This

research were using 80 farmer as respondents and 196 Bali cattle were measured.

Data used primer and secondary data. Data was collected including description of

area and characteristic of farmers, Bali cattle composition, breeding awareness,

feeding, management, animal health, house and equipments. The result of this

reaserch showed that the total of all aspects was 454,09 and the expected value was

885. The calculation of chi-square showed significant different (P<0,01). From this

research, can be conclude that 260% the determinant factors which have been

applicated in Pengadangan Rural Area is suitable with the directory of Animal

Science. The highest aspect technique was breeding awareness. Then, it followed by

house and equipments, animal health, feeding and the last was management.

Keywords : Bali Cattle, Environmental assessment, Pengadangan Rural Area

EVALUASI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN PETERNAKAN SAPI

BALI PADA PETERNAKAN RAKYAT DI DESA PENGADANGAN

KECAMATAN PRINGGASELA KABUPATEN LOMBOK

TIMUR-NTB

BAIQ TUTIK YULIANA

D14063113

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Judul Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali pada

Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela

Kabupaten Lombok Timur-NTB

Nama : Baiq Tutik Yuliana

NIM : D14063113

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr) (Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr.)

NIP: 19600503 198503 1 003 NIP: 19660226 199003 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)

NIP: 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 21 Oktober 2010 Tanggal Lulus :

:

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Baiq Tutik Yuliana. Penulis dilahirkan pada tanggal

19 Juli 1987 di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penulis merupakan anak ke

tiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Lalu Amir dan Ibu Baiq Kismawati.

Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 5 Wanasaba-Aikmel, Kabupaten Lombok

Timur dan diselesaikan di SD Negeri Impress Na’e-Bima, Kota Bima pada tahun

2000. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SMP

Negeri 1 Raba, Kota Bima dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan pada tahun

2006 di SMA Negeri 1 Bima, Kota Bima-NTB.

Status mahasiswa pada Jurusan Teknologi Produksi Ternak, Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor diperoleh melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun

2006. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif pada Badan Eksekutif Mahasiswa

Peternakan (BEM-D) pada tahun 2007 dan 2008, Famn Al-An’am pada tahun 2008,

Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI Wilayah II) pada tahun

2007-2009, ISMAPETI Pusat pada tahun 2008-2010, Forum Mahasiswa Indonesia

Tanggap Flu Burung (FMITFB) pada tahun 2007-2008, Forum Komunikasi

Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasional (FKPKHN) pada tahun 2007-2008.

Penulis juga pernah terlibat pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun

2008. Tahun 2010 penulis berkesempatan menjadi finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa

Nasional (PIMNAS XXIII) di Bali.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas besarnya limpahan

rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi,

penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Evaluasi Lingkungan Pemeliharaan Peternakan Sapi

Bali pada Peternakan Rakyat di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela

Kabupaten Lombok Timur-NTB” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan

kontribusi penulis dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat

memberi informasi atau gambaran mengenai aspek teknis pemeliharaan peternakan

sapi Bali di Desa Pengadangan dan menjadi bahan pertimbangan dalam perbaikan

manajemen pemeliharaan sapi Bali sehingga mampu meningkatkan produksi sapi

potong di peternakan rakyat serta dapat meningkatkan pemeliharaan yang baik untuk

para peternak di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok

Timur-NTB.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh

dari sempurna, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran,

sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga karya ini bermanfaat

dalam bidang pendidikan umumnya dan peternakan khususnya.

Bogor, Oktober 2010

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .................................................................................................... i

ABSTRACT ....................................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .... ........................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

Latar Belakang ....................................................................................... 1

Tujuan .................................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3

Peternakan Sapi Potong Rakyat ............................................................. 3

Sapi Bali ................................................................................................. 5

Faktor Penentu Komoditi Ternak Sapi Potong ...................................... 7

Pengetahuan Pemuliabiakan ....................................................... 7

Makanan Ternak ......................................................................... 9

Tata Laksana .............................................................................. 11

Kesehatan Ternak ....................................................................... 12

Kandang dan Peralatan ............................................................... 13

MATERI DAN METODE ................................................................................. 15

Lokasi dan Waktu ................................................................................. 15

Materi ..................................................................................................... 15

Ternak ......................................................................................... 15

Peralatan .................................................................................... 15

Prosedur .................................................................................................. 15

Persiapan Kuesioner .................................................................. 15

Survei dan Wawancara .............................................................. 15

Pengamatan ............................................................................... 16

Rancangan Percobaan dan Analisis Data .............................................. 17

Rancangan .................................................................................. 17

Analisis Data .............................................................................. 17

Analisis Deskriptif .......................................................... 17

Analisis Statistik ............................................................. 18

Peubah ....................................................................................... 18

Struktur Kepemilikan Ternak ........................................ 18

Pengetahuan Pemuliabiakan ........................................... 18

Makanan Ternak ............................................................. 19

Tata Laksana ................................................................... 19

Kesehatan Ternak ........................................................... 19

Kandang dan Peralatan ................................................... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 25

Keadaan Umum Lokasi .......................................................................... 25

Karakteristik Peternak Responden ........................................................ 27

Umur Responden ....................................................................... 27

Tingkat Pendidikan ................................................................... 28

Kepemilikan Ternak dan Komposisi Sapi Bali ..................................... 29

Faktor Penentu Komoditi Peternakan Sapi Bali (Sapi Potong) ............ 30

Pengetahuan Pemuliabiakan ....................................................... 32

Makanan Ternak ......................................................................... 38

Tata Laksana .............................................................................. 44

Kesehatan Ternak ....................................................................... 48

Kandang dan Peralatan ............................................................... 50

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 54

Kesimpulan ............................................................................................ 54

Saran ....................................................................................................... 54

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. 55

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 57

LAMPIRAN ...................................................................................................... 62

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Faktor Penentu Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Ternak Sapi

Potong .................................................................................................... 20

2. Faktor Aspek Makanan Ternak Penentu Ternak Sapi Potong ............... 21

3. Faktor Penentu Aspek Tata laksana Ternak Sapi Potong .... .................. 22

4. Faktor Aspek Kesehatan Ternak Penentu Ternak Sapi Potong ............. 23

5. Faktor Penentu Aspek Kandang dan Peralatan Ternak Sapi Potong ...... 24

6. Mata Pencaharian Penduduk Pengadangan ............................................ 26

7. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela Dirinci Per Desa dan

Jenisnya ................................................................................................... 26

8. Jumlah Populasi Ternak di Desa Pengadangan Dirinci Berdasarkan

Dusun dan Jenisnya ................................................................................ 27

9. Umur dan Pendidikan Peternak Responden di Desa Pengadangan ........ 29

10. Rataan Komposisi Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Pengadangan 30

11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Teknis

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan ............................... 31

12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Pengetahuan

Pemuliabiakan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80

Responden) .............................................................................................. 33

13. Penerapan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Sapi Bali di Desa

Pengadangan ........................................................................................... 37

14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Makanan

Ternak Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80

Responden) .............................................................................................. 39

15. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan ..... 43

16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Tata Laksana

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) ..... 44

17. Penerapan Aspek Tata Laksana Sapi Bali di Desa Pengadangan .......... 47

18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kesehatan

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden) .... 48

19. Penerapan Aspek Kesehatan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan .. 50

20. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kandang dan

Peralatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80

Responden) .............................................................................................. 51

21. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Bali di Desa

Pengadangan ........................................................................................... 53

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Interaksi antara Peternak dan Ternaknya ............................................ 28

2. Wawancara dengan Peternak .............................................................. 29

3. Perkawinan Alam Teratur pada Sapi Bali ........................................... 34

4. Kelahiran Sapi Bali ............................................................................. 35

5. Indukan Sapi Bali Bunting dan Pedet ................................................. 35

6. Indukan Sapi Bali Bunting .................................................................. 36

7. Pejantan Sapi Bali ............................................................................... 36

8. Calon Indukan Sapi Bali ..................................................................... 36

9. Penimbangan Hijauan yang Akan Diberikan pada Ternak ................. 40

10. a-e. Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian yang Dijadikan Makan

Ternak oleh Peternak di Pengadangan ................................................ 40

11. Batang Pisang Sebagai Pakan dan Sumber Air untuk Sapi Bali ......... 42

12. a dan b. Lahan dan Pematang Sawah yang Dimanfaatkan untuk

Menanam Rumput Gajah .................................................................... 42

13. Sapi Bali yang Kotor ........................................................................... 45

14. Indukan Sapi Bali yang Dipergunakan untuk Membajak Sawah ....... 45

15. Pemanfaatan Kotoran Menjadi Gas Bio dan Kompos ........................ 46

16. Contoh Kandang yang Baik ................................................................ 51

17. Kandang yang Ada di Peternakan Sapi Bali Rakyat Desa Pengadangan

.............................................................................................................. 51

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali Rakyat

di Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok

Timur-NTB .......................................................................................... 63

2. Hasil Penilaian Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan di Desa

Pengadangan ........................................................................................ 67

3. Hasil Penilaian Aspek Pakan Ternak di Desa Pengadangan ............... 70

4. Hasil Penilaian Tata Laksana di Desa Pengadangan ........................... 73

5. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Ternak di Desa Pengadangan ......... 76

6. Hasil Penilaian Aspek Kandang dan Peralatan di Desa Pengadangan 79

7. Peta Lokasi Penelitian .......................................................................... 82

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan sapi merupakan sumberdaya lokal masyarakat Nusa Tenggara

Barat (NTB) yang berkembang menjadi kebudayaan dan memberikan sumbangan

terhadap kesejahteraan masyarakat pedesaan serta meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Populasi sapi menempati urutan pertama, sekitar empat kali lipat

dibandingkan populasi kerbau, enam kali lipat dibandingkan populasi kuda, dan

sekitar dua kali lipat dari populasi kambing (Pemerintah Provinsi NTB, 2009).

Peternakan sapi memiliki peran signifikan dan strategis dalam membangun

perekonomian masyarakat pedesaan di NTB.

Populasi ternak sapi pada tahun 2008 mencapai 546.114 ekor, dengan

pertumbuhan rata-rata sebesar 6,41% setiap tahunnya. Berdasarkan wilayah

penyebarannya, sebanyak 48% ternak sapi dipelihara di Pulau Lombok dan 52% di

pelihara peternak di Pulau Sumbawa. Jenis sapi di wilayah NTB beraneka ragam

dimulai dari sapi ras Bali, Hissar, Simmental, Brangus, Limousin, Frisian Holstein

dan sapi-sapi hasil persilangan dari berbagai jenis tersebut. Jenis sapi yang paling

banyak dipelihara oleh peternak rakyat di NTB adalah jenis sapi Bali. Hal tersebut

karena sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia, sehingga paling mampu bertahan

pada daerah tropis dan kemampuannya dalam memanfaatkan pakan berkualitas

rendah.

Pola pengembangan peternakan sapi Bali yang diterapkan di Pulau Lombok

berupa sistem kelompok kandang kolektif. Penerapan pengembangan peternakan

dengan sistem tersebut berdasarkan pertimbangan kultur pemeliharaan sapi di Pulau

Lombok yang lebih intensif. Ternak sapi dipelihara dalam kandang siang dan malam,

luas lahan relatif sempit dibandingkan dengan Pulau Sumbawa dan jumlah pemilikan

sapi relatif kecil antara 2-3 ekor.

Hal yang sama terjadi di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) Kecamatan

Pringgasela tepatnya di Desa Pengadangan. Hampir seluruh penduduk bekerja

sebagai petani-ternak dan rata-rata memiliki jumlah ternak yang tidak banyak antara

1-3 ekor. Namun potensi daerah sangat besar dalam pengembangan peternakan

terutama dalam penyediaan Hijauan Makanan Ternak (HMT) dan pemanfaatan

limbah pertanian yang berlimpah serta keadaan topografi dan luas daerah pun masih

sangat mendukung dalam pengembangan peternakan sapi Bali.

Kondisi Sumber Daya Alam (SDA) tersebut berpotensi untuk dikembangkan

namun tidak didukung oleh keadaan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal tersebut

menjadi menarik untuk dikaji, sehingga penelitian ini mencoba untuk menganalisis

kinerja usaha peternakan sapi Bali rakyat melalui evaluasi lingkungan pemeliharaan

guna mengidentifikasi perbaikan budidaya dan faktor-faktor pendukung maupun

penghambat pengembangan usaha ternak sapi Bali rakyat.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi aspek lingkungan teknis

pemeliharaan (pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan

ternak, serta kandang dan peralatan) dari peternakan sapi rakyat di Desa

Pengadangan Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-NTB.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Potong Rakyat

Struktur industi peternakan untuk semua komoditas ternak domestik sebagian

besar (60-80%) tetap merupakan usaha rakyat. Rahmanto (2004) menyatakan bahwa

pengusahaan ternak sapi potong rakyat dilihat dari sistem pemeliharaannya terbagi

kedalam dua pola, yaitu yang berbasis lahan (landbase) dan yang tidak berbasis

lahan (non landbase). Pola pemeliharaan yang bersifat landbase memiliki ciri-ciri

sebagai berikut 1) pemeliharaan ternak dilakukan di padang-padang pengembalaan

yang luas dan tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga pakan ternak

hanya mengandalkan rumput yang tersedia dipadang pengembalaan tersebut 2) pola

ini umumnya terdapat di wilayah yang tidak subur, sulit air, bertemperatur tinggi,

dan jarang penduduk seperti Pulau Sumbawa (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT),

sebagian Kalimantan dan sebagian Sulawesi 3) teknik pemeliharaan dilakukan secara

tradisional, kurang mendapat sentuhan teknologi dan 4) pengusahaan tidak bersifat

komersial, tetapi cenderung bersifat sebagai simbol status sosial.

Pola pemeliharaan yang bersifat non landbase memiliki ciri-ciri sebagai

berikut 1) pemeliharaan ternak lebih banyak dikandangkan dengan pemberian pakan

dalam kandang 2) terkait dengan usahatani sawah atau ladang sebagai sumber

hijauan pakan ternak 3) pola ini umumnya dilakukan pada wilayah padat penduduk

seperti di Jawa, Sumatra, dan pulau sebagian di NTB (Pulau Lombok), Kalimantan,

dan Sulawesi dan 4) pengusahaan pada pola non landbase relatif lebih intensif

dibandingkan dengan pola landbase dengan tujuan umumnya untuk tabungan dan

sebagian lagi untuk tujuan komersial. Skala pemilikan ternak pada pola landbase

pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan pola non landbase. Studi yang

dilakukan Ilham et al. (2001) menunjukkan bahwa peternak di lombok-NTB dan di

Jawa Timur yang menerapkan pola non landbase umumnya mengusahakan ternak

dengan skala kepemilikan di bawah 5 ekor, bahkan lebih dari 50 persen peternak

hanya memiliki skala usaha di bawah 5 ekor.

Usaha peternakan sapi potong rakyat memiliki posisi dan sangat peka

terhadap perubahan (Yusdja et al., 2001). Menurut Azis (1993), karakteristik usaha

peternakan rakyat dicirikan oleh kondisi sebagai berikut 1) skala usaha relatif kecil

2) merupakan usaha rumah tangga 3) merupakan usaha sampingan 4) menggunakan

teknologi sederhana dan 5) bersifat padat karya dengan basis organisasi

kekeluargaan. Tentang karakteristik usaha peternakan tradisional (peternakan rakyat)

telah banyak diungkap oleh para ahli. Keragaman usaha rakyat ini akan terungkap

dalam tiga dimensi yaitu, dari sisi petani sebagai pengelola, ternak yang diusahakan,

dan dari segi motivasi serta cara pengusahaannya.

Menurut Birowo (1973) dan Mubyarto et al. (1975) usaha ternak tradisional

memiliki ciri-ciri sebagai berikut 1) diusahakan oleh sebagian besar petani dalam

skala kecil sebagai usaha keluarga, 2) rendahnya tingkat keterampilan peternak dan

kecilnya modal usaha, 3) belum memanfaatkan bibit unggul dan kecilnya jumlah

ternak yang produktif, 4) cara penggunaan ransum tidak efisien dan tidak disediakan

secara khusus, 5) kurang memperhatikan usaha pencegahan penyakit, 6) motivasi

pengusahaannya belum bersifat komersial dan sebagian masih berfungsi melayani

pekerjaan mengolah tanah, pengangkut hasil pertanian, penghasil pupuk, dan kurang

memperhatikan nilai korbanan dan keluaran.

Dengan karakteristik tersebut tujuan usaha ternak tradisional ditekankan pada

maksimalisasi keuntungan materi sehingga mengakibatkan respon terhadap stimulus

yang dibuat oleh harga sangat rendah (Suradisastra, 1977 dan Sabrani, 1979).

Meskipun permintaan terhadap daging dan ekspor ternak meningkat, namun produksi

tidak akan beranjak naik (Mubyarto, 1974). Atmadilaga (1974) mengungkapkan

bahwa peningkatan permintaan terhadap daging yang disebabkan oleh perbaikan

tingkat ekonomi dan sadar gizi penduduk, memang meningkatkan penawaran ternak

dipasaran, tetapi melalui pengurasan populasi yang ada. Pengurasan dimaksudkan

tingkat pemotongan ternak melebihi tingkat pertambahan populasi.

Wharton (1969) mengemukakan beberapa kriteria menerangkan konsepsi

petani subsisten (melakukan beberapa kegiatan atau pekerjaan yang terintegrasi)

sebagai berikut :

1). Kriteria ekonomi : a) Petani subsisten adalah petani yang mengkonsumsi

sebagian besar produksi yang dihasilkannya. Tingkat subsistensi petani

dapat ditentukan dari nisbah produksi yang dijual terhadap produksi total. b)

Pemanfaatan tenaga kerja keluarga dan masukan dari lingkungan sendiri

adalah ciri umum petani subsisten. Karenanya integrasi petani dengan dunia

4

luar, dapat diketahui dari nisbah tenaga kerja yang disewa atau nisbah

masukan yang dibeli, c) Tingkat pemanfaatan teknologi umumnya masih

rendah, yang ditunjukkan oleh pemanfaatan alat-alat dan cara berproduksi

yang tradisional, d) Petani subsisten dapat dikenal dari tingkat pendapatan

dan taraf hidupnya yang masih rendah dan miskin. Secara relatif, tingkat

hidupnya mengalami perbaikan dengan sangat lamban, dan e) Kemampuan

petani subsisten dalam mengambil kepustusan umumnya sangat terbatas.

Kendala yang dihadapi petani misalnya adalah penguasaan lahan yang

sempit, sistem penguasaan lahan, kurangnya alternatif pilihan yang dimiliki

petani dan keluarganya.

2). Kriteria sosio-kultural : Sistem komoditi yang menyangkut proses produksi,

konsumsi dan distribusi tidak lepas dari ketergantungan sosial budaya yang

dihadapai petani. Pemilikan aset yang masih terkaitan dengan simbol status

dan kebiasaan konsumsi yang fanatik mempunyai pengaruh besar dalam

pengelolaan usahataninya.

3). Kriteria pembangunan : Petani subsisten kurang peka dan tanggap terhadap

introduksi inovasi baru, dan proses adopsi berjalan sangat lamban. Petani

cenderung melestarikan cara-cara berproduksi yang telah membudaya dan

takut menanggung resiko sebagai konsekuensi dari penerapan ide-ide baru.

Sapi Bali

Asal Usul Sapi Bali

Sapi Bali adalah banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi sejak

berabad-abad yang lalu (Hardjosubroto, 1994). Ada dua pendapat mengenai asal usul

sapi Bali. Payne dan Hodges (1997) menyatakan bahwa sapi Bali sebenarnya sub-

famili dengan sapi-sapi lain yaitu famili Bovinae, tapi berlainan genus karena sapi

Bali termasuk genus Bibos sedangkan sapi-sapi lain termasuk genus Bos. Menurut

Hardjosubroto (1994), sapi Bali termasuk satu famili dengan sapi lain yaitu Bovinae,

genus Bos dan sub genus Bibovine. Sapi-sapi yang termasuk dalam subgenus

Bibovine tersebut adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus, jadi

dengan Bos taurus dan Bos indicus berbeda genusnya sehingga perbedaan ini diduga

5

sebagai penyebab perkawinan sapi Bali dengan Bos taurus dan Bos indicus

menghasilkan anak jantan yang umumnya steril.

Sapi Bali diduga berasal dari Pulau Bali walaupun sapi Bali banyak juga di

temukan di Sulawesi, Pulau Lombok, Timor dan dalam jumlah kecil ditemukan di

beberapa daerah lain di Indonesia. Sejumlah kecil sapi Bali juga ditemukan di

Malaysia dan Philipina, dan juga ditemukan di Semenanjung Cobourg di sebelah

Utara Australia (Kirby, 1979).

Karakteristik Sapi Bali

Warna bulu sapi Bali adalah merah bata, tetapi pada jantan dewasa warna

tersebut berubah menjadi warna kehitaman. Perubahan warna bulu menjadi hitam

terlihat mulai umur 51 minggu mengikuti pola warna tertentu dengan empat titik

awal perubahan yaitu leher bawah, hidung, tengkuk dan carpus. Selanjutnya secara

lamban perubahan warna tersebut menyebar ke belakang dan akhirnya mencapai

bawah perut dan kaki belakang (Haryana, 1989). Tanda-tanda khusus sapi Bali murni

menurut Hardjosubroto (1994), adalah warna putih pada belakang paha, pinggiran

bibir atas dan pada kaki bawah mulai dari tarsus dan carpus sampai pinggir atas

kuku. Bulu pada ujung ekor hitam, bulu pada bagian dalam telinga putih. Terdapat

garis hitam yang jelas di bagian atas punggung mulai dari belakang gumba sampai

ekor. Jika sapi Bali jantan dikastrasi, empat bulan kemudian warna hitam tersebut

berangsur-angsur berubah menjadi merah bata kembali mulai dari belakang ke depan

dan akan menjadi merah bata sempurna setelah lebih kurang satu tahun (Haryana,

1989).

Dibandingkan dengan sapi Madura dan sapi Ongole, sapi Bali merupakan

ternak yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memiliki kelebihan-

kelebihan antara lain mempunyai daging berkualitas baik dengan dengan kadar

lemak rendah (kurang lebih 4% ) (Payne dan Hodges, 1997), warna lemak pada

daging cenderung kuning dan lebih lembut jika dibandingkan dengan sapi lain

(Kirby, 1979). Persentase karkas yang tinggi yaitu 55,85%-60,80% (Soehadji, 1991)

dengan rasio karkas daging/tulang 6,5:1 (Payne dan Hodges, 1997). Sapi Bali juga

mempunyai fertilitas yang tinggi yaitu 83-86% (Pastika dan Darmadja, 1976;

Darmadja 1980). Sapi Bali dapat memanfaatkan pakan kualitas rendah (Martojo,

1990), masa estrus yang lebih panjang (Kirby, 1979), angka kebuntingan yang tinggi

6

(Sastradipradja, 1990) dengan rata-rata tingkat kebuntingan 90-100%. Angka

kelahiran sapi Bali juga tinggi yaitu 72,6%-92,6% (Soehadji, 1991) dan memiliki

daya adaptasi yang tinggi dengan lingkungan yang kritis. Sapi Bali merupakan ternak

tipe kerja dan potong yang cocok untuk digunakan sebagai tenaga kerja di petak-

petak sawah yang kecil. Sapi Bali lebih mudah dilatih dari pada sapi Ongole dan

kondisi badannya lebih cepat pulih setelah dipakai kerja jika dibandingkan dengan

bangsa sapi lain dan hanya sedikit mempengaruhi produksinya.

Sapi Bali mempunyai beberapa kelemahan antara lain sapi Bali murni sangat

rentan terhadap penyakit Jembrane dan penyakit ingus akut (MCF) yang diduga

ditularkan melalui domba sehingga menghambat perkembangan populasi sapi Bali di

daerah-daerah yang mempunyai populasi domba yang tinggi (Martojo, 1990). Angka

kematian anak tinggi, berkisar antara 20% sampai 50% (Wirdahayati dan Bamualim

1990). Rataan produksi susu induk sapi Bali rendah walaupun telah diberikan pakan

tambahan. Berlawanan dengan sapi-sapi lain yang menghentikan aktivitas

reproduksinya untuk pertumbuhan anaknya, sapi Bali mengalami estrus setelah

kurang lebih 3 bulan postpartum (Talib et al., 1998). Penurunan bobot badan induk

yang banyak (±53 kg) pada masa menyusui mengakibatkan anak pada kelahiran

berikutnya mempunyai bobot lahir yang kecil (kurang lebih 10 kg) sehingga tingkat

kematian tinggi (Talib et al., 1998). Pertumbuhan sapi lamban dan bobot badan

dewasanya rendah jika dibandingkan dengan bangsa sapi Bos indicus maupun Bos

taurus (Kirby, 1979).

Faktor Penentu Komoditi Ternak Sapi Potong

Pengetahuan Pemuliabiakan

Nilai pemuliaan sangat penting terutama untuk menilai keunggulan seekor

pejantan yang akan digunakan sebagai sumber semen. Pelaksanakan seleksi,

biasanya diusahakan untuk memilih ternak yang mempunyai nilai pemuliaan yang

paling tinggi dari semua ternak untuk dijadikan tetua. Hal ini diharapkan dapat

menghasilkan kemungkinan rata-rata performa tertinggi pada keturunan dari orang

tua yang diseleksi. Jika diketahui dengan pasti nilai pemuliaan dari tiap-tiap ternak,

maka usaha untuk memberikan peringkat ternak menurut nilai pemuliaan yang

sesungguhnya dapat dilakukan dengan efisien. Pendugaan yang akurat dari nilai

7

pemuliaan akan menghasilkan urutan peringkat yang akurat juga (Falconer, 1981;

Warwick et al., 1987). Memperoleh bibit sapi Bali yang baik mutunya dengan

menerapkan teknik pemuliaan dan pemurnian sapi Bali melalui kegiatan :

pembentukan populasi dasar, uji penampilan, uji keturunan, pemanfaatan pejantan

unggul melalui inseminasi buatan dan embrio transfer (Soehadji, 1990).

Untuk pemilihan calon pejantan uji performa dapat dilakukan pada setiap

periode yaitu : saat lahir, disapih, umur setahun, pubertas, dan pasca pubertas. Uji

performa dilakukan dengan memilih individu-individu yang menunjukkan prestasi di

atas nilai pertumbuhan tubuh dan perkembangan reproduksi rata-rata. Seleksi terus

menerus pada setiap periode terhadap calon pejantan dan keturunannya, maka akan

dihasilkan pejantan-pejantan unggul. Cara ini dapat dilakukan dengan biaya yang

lebih murah, waktu lebih cepat, dan lebih sederhana. Seleksi pejantan yang unggul

dan berhak mendapatkan sertifikat seperti halnya di negara yang telah maju

peternakannya, perlu dilanjutkan dengan uji keturunan (Martojo, 1990).

Estrus dan siklus estrus merupakan suatu kejadian fisiologis pada hewan

betina yang dimanifestasikan dengan memperlihatkan keinginan kawin. Internal

antara awal timbulnya satu periode estrus ke awal periode estrus berikutnya pada

hewan yang tidak bunting dan normal disebut siklus estrus (Toelihere, 1985).

Selanjutnya dinyatakan bahwa terdapat perbedaan lama periode estrus maupun siklus

estrus pada berbagai jenis ternak. Pada ternak sapi, panjangnya siklus estrus antara

18 sampai 24 hari (rata-rata 21 hari) dengan lama estrus antara 18-19 jam.

Sapi Bali birahi pertama kali pada umur 395 hari (13 bulan), dikawinkan

pertama kali pada umur 490,5 hari (±16 bulan ) (Sutedja et al., 1976). Lama birahi

rata-rata 34 jam dengan masa kebuntingan 286±15 hari, selang beranak 528±155 hari

dan dikawinkan kembali 242,45 hari (±8 bulan) setelah melahirkan (Darmadja,

1980). Sedangkan lama bunting 284,87±0,33 hari, selang kawin setelah beranak 125,

99±5,97 hari dengan selang beranak 400,88±6,24 hari (Ardika, 1995). Dari penelitian

Ardika (1995) didapatkan selang kawin setelah beranak secara nyata dipengaruhi

oleh kelompok pejantan dan lokasi, musim kelahiran yang berhubungan dengan

ketersediaan pakan. Induk-induk sapi yang melahirkan pada musim kemarau

mempunyai selang kawin yang lebih pendek dibandingkan dengan sapi-sapi yang

melahirkan pada musim hujan.

8

Makanan Ternak

Siregar (1996) mengungkapkan bahwa pakan ternak terdiri dari hijauan dan

konsentrat yang dapat diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup

dan produksinya. Hijauan diartikan sebagai bahan pakan ternak yang kandungan

serat kasar atau bahan yang sulit dicerna relatif tinggi. Secara umum penggolongan

hijauan pakan ternak adalah rumput-rumputan, leguminosa dan limbah pertanian.

Rumput terbagi menjadi dua yaitu rumput alam dan rumput kultur. Rumput alam

umumnya tumbuh sendiri tanpa perawatan, contohnya ialah rumput lapang, rumput

sawah, rumput gunung, dan rumput hutan. Rumput kultur yaitu jenis rumput yang

memang sengaja ditanam dan dipelihara dengan tambahan pupuk serta pemangkasan

pada waktu-waktu tertentu. Contoh rumput kultur antara lain King grass (rumput

raja), Pennisetum purpureum (rumput gajah), Brachiaria ruzizinensis (rumput ruzi),

Panicum maximum (rumput benggala), Euchlena mexicana (teosinte), Setaria

spacelata (rumput padi), Setaria splendida, Paspalum dilatatum (rumput Australia),

dan lain-lain.

Legunimosa dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan penampakannya yaitu

leguminosa berbentuk pohon, semak dan merambat. Leguminosa berbentuk pohon

relatif besar dan bercabang banyak contohnya ialah kaliandra, Grilicidia sepium

(gamal), Sesbania grandiflora (turi), Sesbania sesban (jayanti, sunda), dan Leucaena

leucocephala (petai cina). Leguminosa semak tidak begitu tinggi, contohnya antara

lain Stylosanthes sp (stylo), Cajanus cajan (kacang gude), Clitoria tenatea (bunga

telang), dan lain-lain. Leguminosa merambat adalah leguminosa yang tidak

mempunyai batang kuat, contohnya ialah Macroptilium atropurpureum (siratro)

Centrocema pubescens (centro), Calopogonium muconoides (puero) dan lain-lain

(Wina, 1992).

Leguminosa pada umumnya mempunyai kandungan protein yang cukup

tinggi sehingga dapat dipakai sebagai sumber protein terhadap ruminansia yang

diberi rumput. Gamal atau lirik sidia (Gliricidia sepium (jacq.) Kunth ex Walp.)

dikenal dengan sinonim G. Maculata (Kunth ex Walp.). Jenis ini termasuk kedalam

suku polong-polongan (leguminosae) yang berbunga kupu-kupu. Sebagai pakan yang

banyak digunakan, daun gamal mengandung 3-5% N, 13-30% serat kasar, 6-10%

abu, dan sedikit karoten dengan kecernaan 48-77% (Sutarno, 1993). Umur tanaman,

9

musim, dan genotipe sangat berpengaruh terhadap kualitas pakan. Kandungan N

tertinggi terdapat pada daun yang paling muda. Semakin bertambah umur, kadar N

menurun, sedangkan serat kasar meningkat. Bau yang tidak sedap menyebabkan

kurang disukai ternak. Gamal merupakan tanaman leguminosa yang peranannya

dapat menggantikan lamtoro dalam campuran pakan ternak. Gamal dilaporkan

mempunyai tingkat degradasi yang lebih tinggi dari lamtoro. Gamal mengandung

senyawa fenolat yaitu kumarin (senyawa sekunder).

Bahan yang tergolong limbah pertanian antara lain jerami padi, daun jagung,

daun kacang-kacangan, daun ubi jalar, daun sorgum dan pucuk tebu. Sedangkan

bahan pakan yang tergolong pakan konsentrat adalah bahan pakan yang kandungan

serat kasar atau bahan yang sulit dicerna relatif rendah. Bahan pakan konsentrat

diantaranya dedak padi, bungkil kelapa, polar, bungkil kelapa sawit, tepung jagung,

tepung gaplek, onggok, ampas tahu, dan ampas bir (Wina, 1992).

Menurut survei Lebdosoekoyo (1982), pemanfaatan limbah pertanian untuk

pakan ternak ruminansia baru sekitar 39% dari potensinya. Selebihnya dibuang,

dibakar, atau untuk keperluan nonpeternakan. Limbah pertanian belum dimanfaatkan

secara optimal disebabkan waktu panen yang tidak kontinu, hanya pada bulan-bulan

tertentu saja. Oleh karena itu, untuk persediaan sepanjang tahun maka harus

dilakukan pengawetan pada waktu musim panen.

Limbah pertanian di luar Jawa dan Madura hanya sebagian kecil saja yang

digunakan untuk hijauan pakan ternak ruminansia. Hal ini dikarenakan masih

besarnya potensi sumber hijauan di luar Jawa dan Madura. Pengawetan HMT yang

sudah lama dikenal oleh para peternak adalah jenis silase dan hay.

Silase (silage) adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan dengan cara

peragian atau fermentasi asam laktat. Hijauan masih dalam keadaan segar dapat

diberikan kepada ternak tanpa mengganggu proses pencernaannya dan tidak

menimbulkan efek negatif lainnya. Proses fermentasi asam laktat itu disebut dengan

proses ensilase atau ensilage. Pengawetan dengan cara silase merupakan alternatif

yang paling sesuai untuk menjaga ketersediaan pakan ternak yang berlebihan pada

musim hujan. Cara silase ini dapat pula mengolah sekaligus mengawetkan limbah

pertanian. Hijauan yang baik untuk pembuatan silase adalah daun jagung, daun

shorgum, leguminosa, dan rumput-rumputan berupa rumput alam dan rumput kultur.

10

Hay adalah hijauan pakan ternak yang diawetkan melalui pengeringan agar

dapat disimpan lama sehingga dapat digunakan pada musim kemarau. Jenis hijauan

yang baik untuk hay adalah hijauan pakan ternak yang bertekstur halus, lunak dan

tidak mempunyai batang yang keras seperti rumput alam, rumput kultur Setaria sp,

Brachiaria mutica, Brachiaria brizantha, leguminosa Centrosema pubescens,

Desmodium intortum dan lain-lain.

Pemberian mineral pada ternak juga dibutuhkan. Mineral berperan penting

dalam proses fisiologis ternak, baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan

kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan penting dalam penyusunan struktur

tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti tulang dan gigi maupun

jaringan lunak seperti hati, ginjal, dan otak. Unsur mineral makro seperi Ca, P, Mg,

Na, dan K berperan penting dalam aktivitas fisiologis dan metabolisme tubuh,

sedangkan unsur mineral mikro seperti besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan

(Mn), dan kobalt (Co) diperlukan dalam sistem enzim (McDowell, 1985). Semua

mineral esensial baik mikro maupun makro sangat penting untuk kehidupan ternak.

Kekurangan salah satu atau lebih mineral tersebut akan mengganggu sistem

fisiologis ternak dan menyebabkan penyakit yang disebut defisiensi mineral. Fe dan

Cu mempunyai sifat yang sama dalam sistem pembentukan darah, yaitu Fe sebagai

pembentuk hemoglobin dan Cu sebagai pembentuk seruloplasmin. Bila ternak

mengalami defisiensi Fe maka absorpsi Cu dan Pb, yang merupakan mineral non-

esensial, meningkat sehingga ternak akan mengalami gejala toksisitas Cu atau Pb

(Chung et. al, 2004).

Tata Laksana

Menurut Santoso (1995) pencatatan pada peternakan mutlak dilakukan

karena merupakan data berharga untuk menilai perkembangan suatu usaha

peternakan, untuk menentukan kebijaksanaan dan tatalaksana yang harus diambil dan

dikerjakan selanjutnya. Hal ini dilakukan pula untuk mengungkapkan serta

menelusuri latar belakang sejarah atau silsilah ternak yang dipelihara. Mempelajari

catatan, seleksi dapat dilakukan lebih efektif dan efisien, penjualan produk dapat

tercapai tidak jauh dari yang diharapkan, dan ramalan terhadap keadaan di masa

mendatang akan tergambar.

11

Catatan yang perlu dibuat pada usaha peternakan sapi potong adalah catatan

mengenai kesehatan ternak, perkawinan atau berahi, penyapihan, kebutuhan pakan,

penjualan dan silsilah. Pencatatan penting yang berkaitan dengan data produksi suatu

perusahaan peternakan sapi daging adalah :

1. Data produktivitas pedet

2. Data produktivitas pejantan

3. Data produktivitas induk.

Data produktivitas pedet biasanya tercantum mengenai tetuanya, data

kelahirannya, data penyapihanya, data produksi sampai umur 1-2 tahun dan data

penjualannya. Data produktivitas pejantan mencakup identitasnya, jumlah pedet

yang dihasilkan melalui induk yang dikawininya termasuk jenis kelamin pedet dan

catatan prestasi pedet yang dihasilkan. Data tersebut biasanya dicatat pertahun

sehingga akan tampak prestasi pejantan tersebut dalam peranannya untuk

memproduksikan anak.

Data produktivitas induk disusun lebih lengkap, biasanya mencakup data

individual induk, data produksi total dari pedet-pedet yang dihasilkannya sampai

disapih dan indeks produksinya. Catatan tersebut akan memperlihatkan prestasi

induk, sampai kapan dipertahakan di perusahaan, bagaimana prestasi pedet yang

dihasilkannya, serta kemungkinan dihasilkannya pedet untuk replacement (bibit

pengganti).

Kesehatan Ternak

Wiltbank (1978) menyatakan ada empat masalah pada reproduksi yang

dihadapi ternak sapi potong yaitu a) lama bunting yang panjang b) interval dari lahir

sampai estrus pertama yang panjang c) tingkat konsepsi yang rendah d) kematian

anak dari lahir sampai sapih yang tinggi dan bervariasi.

Kematian ternak dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain seperti

makanan kurang, iklim dan keadaan daerah serta penyakit yang berjangkit. Kejadian

keguguran dan lahir mati pada sapi Bali adalah sebesar 3,65% (Pastika dan

Darmadja, 1976). Kematian sebelum dan sesudah disapih pada sapi Bali berturut-

turut adalah 7,03% dan 3,59% (Darmadja dan Sutedja, 1976). Menurut Sumbung et

al. (1978) persentase kematian pada umur dewasa sebesar 2,7%.

12

Kandang dan Peralatan

Fungsi Kandang. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), fungsi kandang adalah 1)

Melindungi ternak dari perubahan cuaca atau iklim yang ekstrem (panas, hujan dan

angin) 2) Mencegah dan melindungi ternak dari penyakit 3) Menjaga keamanan

ternak dari pencurian 4) Memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi

seperti pemberian pakan, minum, pengelolaan kompos dan perkawinan 5)

Meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja.

Pemilihan lokasi. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi kandang antara

lain Rasyid dan Hartati (2007) a) Tersedianya sumber air, terutama untuk minum,

memandikan ternak dan membersihkan kandang b) Dekat dengan sumber pakan c)

Transportasi mudah, terutama untuk pengadaan pakan dan pemasaran d) Areal yang

ada dapat diperluas.

Letak bangunan. Menurut Rasyid dan Hartati (2007), letak bangunan yang baik

adalah a) Mempunyai permukaan yang lebih tinggi dengan kondisi sekelilingnya,

sehingga tidak terjadi genangan air dan pembuangan kotoran lebih mudah b) Tidak

berdekatan dengan bangunan umum atau perumahan, minimal 10 meter c) Tidak

menggangu kesehatan lingkungan d) Agak jauh dari jalan umum e) Air limbah

tersalur dengan baik.

Konstruksi. Konstruksi kandang harus kuat, mudah dibersihkan, mempunyai

sirkulasi udara yang baik, tidak lembab dan mempunyai tempat penampungan

kotoran beserta saluran drainasenya. Kontruksi kandang harus mampu menahan

beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak, serta menjaga keamanan ternak

dari pencurian. Penataan kandang dengan perlengkapannya dapat memberikan

kenyamanan pada ternak serta memudahkan kerja bagi petugas dalam memberi

pakan dan minum, pembuangan kotoran dan penanganan kesehatan ternak (Rasyid

dan Hartati, 2007).

Desain konstruksi kandang sapi potong harus didasarkan pada agroekosistem

wilayah setempat, tujuan pemeliharaan dan status fisiologis ternak. Model kandang

sapi potong di dataran tinggi, diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak dari

cuaca yang dingin, sedangkan untuk dataran rendah yaitu bentuk kandang yang lebih

13

terbuka. Tipe dan bentuk kandang dibedakan berdasarkan status fisiologis dan pola

pemeliharaan. Hal ini dibedakan menjadi kandang pembibitan, penggemukan,

pembesaran, kandang beranak/menyusui, kandang pejantan, kandang paksa dan lain-

lain (Rasyid dan Hartati, 2007).

14

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di daerah peternakan Sapi Bali rakyat di Desa

Pengadangan yang terdiri dari delapan Dusun yaitu Dusun Gubuk Timuk, Dusun

Bawak Paok, Dusun Gubuk Jero, Dusun Gubuk Semodek, Dusun Kwang Sawi,

Dusun Tibu Petung, Dusun Sukatain dan Dusun Timba Nuh yang berada di

Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur-Nusa Tenggara Barat pada bulan

Februari sampai Maret 2010.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan adalah Sapi Bali (murni dan tidak murni) sebanyak

196 ekor yang terdiri atas Sapi Bali pedet, dara, induk dan jantan.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, timbangan

gantung, peternak sebagai responden dan kuesioner yang digunakan untuk

mengetahui keterampilan peternak dan lingkungan pemeliharaan Sapi Bali.

Prosedur

Persiapan Kuesioner

Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data. Kuesioner disusun untuk

mengetahui karakteristik peternak dan keterampilan teknis peternak dalam mengelola

usaha beternak sapi potong. Aspek teknis tersebut meliputi 1) Pemuliaan dan

reproduksi 2) Pakan ternak 3) Tata laksana 4) Kesehatan ternak serta 5) Kandang

dan peralatan. Setiap aspek terdiri dari sub aspek seperti yang ditampilkan pada

Tabel 1 sampai 5.

Survei dan Wawancara

Sebelum penelitian dimulai terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan

berupa survei untuk menginventarisasi peternak rakyat yang ada di Desa

Pengadangan. Berdasarkan penelitian pendahuluan, diperoleh satu kelompok ternak

yang menjadi leader atau pioneer berkembangnya usaha peternakan di Desa

Pengadangan. Pemilihan Desa Pengadangan sebagai tempat responden karena

populasinya yang tinggi dibandingkan desa lain yang berada di wilayah Kecamatan

Pringgasela. Pemilihan sampel dipilih secara acak oleh pemangku desa (pengurus

kantor desa) Pengadangan.

Sampel diambil mewakili setiap peternak di dusun, kemudian wawancara

dilakukan kepada setiap responden. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

kuesioner atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu

ternak sapi potong sebagaimana yang ditampilkan pada Tabel 1 sampai 5.

Pengamatan

Pengamatan langsung pada objek penelitian dilakukan bersamaan dengan

wawancara. Pengamatan dilakukan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas

mengenai keterampilan teknis peternak. Pengukuran langsung di lapangan yaitu :

1. Lingkar dada (LD) dan panjang badan untuk mengetahui bobot badan ternak

berdasarkan (Guntoro, 2002) :

Rumus Bobot Badan (BB) Sapi Bali

Lingkar dada diukur dengan cara melingkarkan pengukur sekeliling rongga dada

di belakang sendi Os scapula, sedangkan panjang badan diukur mulai dari

benjolan bahu (tuberosity of humerus) sampai tuber ischii. Lingkar dada dan

panjang badan diukur menggunakan pita ukur (cm).

2. Umur sapi dilihat dari pertumbuhan gigi.

3. Makanan ternak (pakan) pakan hijauan diukur dengan mengunakan timbangan

pada saat peternak akan memberikannya pada ternak. Timbangan yang digunakan

adalah timbangan gantung.

Sapi Jantan : BSB = (P x L²) : 11045

Sapi Betina : BSB = (P x L²) : 11050

16

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Rancangan

Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei adalah metode

informasi (data) dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pengambilan

sampel dilakukan secara acak. Ukuran sampel atau jumlah peternak responden sapi

Bali yang diambil dalam penelitian sebanyak 80 peternak dari 8 dusun, masing-

masing diambil 10 sampel peternak setiap dusun sebagai responden.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

didapat dari semua responden melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

atau daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan kriteria faktor penentu sapi potong

(Direktorat Jendral Peternakan, 1983). Teknik observasi yaitu pengumpulan data

dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui

fenomena atau gejala yang ada pada objek-objek penelitian dan pengukuran langsung

di lapangan (pengukuran lingkar dada, pengukuran panjang badan, penimbangan

hijauan yang di berikan peternak dan melihat umur dari gigi sapi). Data sekunder

diperoleh dari kelompok ternak setempat, Kantor Desa, Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Propinsi NTB, Badan Klimatologi Kabupaten Lombok Timur.

Data yang dikumpulkan meliputi keadaan umum daerah Pengadangan,

karakteristik peternak responden sebagai tenaga kerja, jumlah dan komposisi sapi

Bali, aspek pengetahuan pemuliabiakan, pakan ternak, tata laksana, kesehatan ternak,

serta kandang dan peralatan.

Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskiptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik peternak

responden dengan bantuan tabulasi frekuensi. Karakteristik peternak yang diamati

meliputi umur, pendidikan, kepemilikan ternak, keterampilan dan teknis beternak.

17

2. Analisis Statistik

Hasil uji chi-square digunakan untuk membandingkan nilai hasil pengamatan

dengan nilai harapan faktor penentu ternak sapi potong (sapi Bali) menurut

Direktorat Jendral Peternakan (1983). Bentuk persamaan menurut Walpole (1995)

adalah sebagai berikut :

Keterangan :

oi = Nilai Pengamatan

ei = Nilai Harapan

χ² = Chi-kuadrat

Peubah

1. Struktur Kepemilikan Ternak

Populasi ternak dihitung berdasarkan satuan ternak sapi potong. Komposisi

ternak yang diamati adalah :

a). Anak Sapi (pedet) yaitu sapi jantan atau betina yang berumur kurang dari 1

tahun, dihitung sama dengan 0,25 satuan ternak.

b). Sapi dara yaitu, sapi betina yang berumur lebih dari 1 tahun dan belum pernah

beranak, dihitung sama dengan 0,50 satuan tenak.

c). Sapi dara, yaitu sapi jantan yang berumur lebih dari 1 tahun dan kurang dari 2

tahun yang belum dikawinkan, dihitung sama dengan 0,50 satuan tenak.

d). Sapi jantan dewasa yaitu sapi yang telah berumur ≥2 tahun, dihitung dengan

1,00 satuan ternak.

e). Sapi indukan yaitu sapi yang telah beranak dan berumur ≥2 tahun, dihitung

dengan 1,00 satuan ternak.

2. Pengetahuan Pemuliabiakan

Peubah yang diamati meliputi perbandingan pejantan dengan betina, sistem

perkawinan, kelahiran per induk setiap tahun, jarak beranak, jumlah perkawinan

18

untuk menjadi bunting, pemilihan pejantan yang digunakan, serta pemilihan betina

yang digunakan.

3. Makanan Ternak

Peubah yang diamati meliputi jumlah hijauan yang diberikan, jenis hijauan

yang diberikan, pemberian konsentrat, pemberian mineral, pemberian air minum,

penanaman hijauan makanan ternak, serta usaha pengawetan makanan ternak.

4. Tata Laksana

Peubah yang diamati meliputi pencatatan, kebersihan ternak, pemanfaatan

tenaga kerja, pemanfaatan kotoran sapi, pengetahuan reproduksi dan pengetahuan

tentang usaha peternakan.

5. Kesehatan Ternak

Peubah yang diamati meliputi vaksinasi, pengetahuan tentang penyakit, usaha

dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, kematian ternak, serta tindakan terhadap

kematian.

6. Kandang dan Peralatan

Peubah yang diamati meliputi penilaian kandang, lokasi kandang, kontruksi

kandang, kebersihan kandang dan peralatan kandang.

19

Tabel 1. Faktor Penentu Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Ternak Sapi Potong

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Perbandingan jantan dengan

betina

a) < 10 ekor 35

b) > 10 ekor 5

2. Sistem perkawinan a) Inseminasi Buatan (IB) 40

b) Kawin alam yang teratur 30

c) Kawin alam yang tidak

teratur

10

3. Kelahiran per induk setiap

tahun

a) 1,5 40

b) 1,5 30

c) > 1, 5 10

4. Jarak beranak a) 12-14 bulan 40

b) 15-17 bulan 35

c) > 17 bulan 10

5. Jumlah perkawinan untuk

menjadi bunting

a) I kali 30

b) 2-3 kali 20

c) > 3 kali 10

6. Pemilihan pejantan yang

digunakan

a) Berdasarkan keturunan

(silsilah)

35

b) Berdasarkan berat badan 20

c) Sembarang pejantan 10

7. Pemilihan Betina yang

digunakan

a) Berdasarkan keturunan

(silsilah)

35

b) Berdasarkan berat badan 20

c) Sembarang induk betina 10

Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)

20

Tabel 2. Faktor Penentu Aspek Makanan Ternak Sapi Potong

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Jumlah hijauan yang

diberikan

a) Lebih dari cukup (≥ 10% bobot

badan)

50

b) Cukup (10% bobot badan) 30

c) Kurang (≤ 10 bobot badan) 10

2. Jenis hijauan yang diberikan a) Rumput unggul + leguminosa 50

a) Rumput+limbah pertanian 40

b) Rumput unggul 30

c) Rumput lapangan 10

3. Pemberian konsentrat a) Selalu 50

b) Kadang-kadang 30

c) Tidak ada 1

4. Pemberian mineral a) Campuran mineral pabrik 50

b) Garam dapur+kapur+tepung

tulang

30

c) Garam dapur 20

d) Tidak memberikan 1

5. Pemberian air minum a) Selalu tersedia 20

b) Kadang-kadang 10

c) Tidak ada 1

6. Penanaman hijauan makanan

ternak

a) Cukup untuk memenuhi

kebutuhan sapi Bali

40

b) Sebagai tambahan 20

c) Tidak ada 1

7. Usaha pengawetan makanan

ternak

a) Selalu 40

b) Kadang-kadang 20

c) Tidak pernah 1

Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)

21

Tabel 3. Faktor Penentu Aspek Tata Laksana Ternak Sapi Potong

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Pencatatan a) Lengkap 30

b) Kurang lengkap 20

c) Tidak ada 1

2. Kebersihan ternak a) Baik 20

b) Cukup 10

c) kurang 5

3. Pemanfaatan tenaga kerja a) Dipekerjakan 25

b) Tidak dipekerjakan 15

c) Dipekerjakan dalam keadaan

bunting 5

4. Pemanfaatan kotoran a) Seluruhnya 20

b) Sebagian 10

c) Tidak ada 1

5. Pengetahuan reproduksi a) Baik 40

b) Sedang 30

c) kurang 10

6. Pengetahuan tentang usaha

peternakan a) Baik 40

b) Sedang 30

c) Kurang 10

Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)

22

Tabel 4. Faktor Penentu Aspek Kesehatan Ternak Sapi Potong

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Vaksinasi a) Selalu 20

b) Kadang-kadang 10

c) Tidak ada 1

2. Pengetahuan tentang penyakit a) Baik 15

b) Cukup 10

c) Kurang 5

3. Usaha dan tanggapan terhadap

kerbau yang sakit

a) Melaporkan pada

petugas 20

b) Berusaha mengatasi

secara tradisionil 15

c) dibiarkan 1

4. Kematian ternak a) Tidak ada 15

b) Seekor 10

c) Dua ekor atau lebih 5

5. Tindakan terhadap kematian a) Melaporkan pada

petugas 15

b) Dikubur 10

c) Di makan 1

6. Pengetahuan obat-obatan ringan a) Selalu 25

b) Kadang-kadang 15

c) Tidak pernah 1

Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)

23

Tabel 5. Faktor Penentu Aspek Kandang dan PeralatanTernak Sapi Potong

No. Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Penilaian kandang a) Ada 10

b) Alakadarnya 6

c) Tidak ada 1

2. Lokasi kandang a) Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m 10

b) Terpisah dekat dengan rumah dengan

jarak 1-4 m 6

c) Bersatu dengan rumah 1

3. Kontruksi kandang a) Baik 10

b) Sedang 6

c) kurang 2

4. Kebersihan kandang a) Baik 10

b) Sedang 6

c) kurang 1

5. Peralatan kandang a) Lengkap 10

b) Kurang 6

c) Tidak ada 1

Sumber: Direktoral Jendral Peternakan (1983)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Kecamantan Pringgasela merupakan salah satu kecamatan di Lombok Timur

yang mempunyai luas wilayah 134,25 km² dengan ibukota Kecamatan adalah Desa

Pringgasela. Adapun batas-batas Kecamatan Pringgasela adalah Kecamatan

Sembalun di sebelah Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

Suralaga, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Masbagik, dan di sebelah

Timur berbatasan dengan Kecamatan Aikmel. Jumlah penduduk Kecamatan

Pringgasela sebanyak 48.342 jiwa (Badan Pusat Statistik/BPS, 2008). Kecamatan

Pringgasela memiliki 4 (empat) buah desa yaitu Desa Rempung, Pringgasela, Jurit

dan Pengadangan. Jika dilihat dari segi luas wilayah, desa yang memiliki proporsi

wilayah terluas adalah Desa Pengadangan yang mencapai 72,05% dari total luas

wilayah kecamatan atau sekitar 96,73 km².

Desa Pengadangan sendiri terdiri dari delapan dusun diantaranya Dusun

Gubuk Timuk, Dusun Bawak Paok, Dusun Gubuk Jero, Dusun Semodek, Dusun

Sukatain, Dusun Tibu Petung, Dusun Kwang Sawi dan Dusun Timba Nuh. Desa

Pengadangan mempunyai topografi sebagai wilayah yang termasuk dataran tinggi,

ketinggian desa mencapai 400-700 dpl dan termasuk desa yang mempunyai

ketinggian yang paling tinggi diantara desa-desa yang ada di Kecamatan Pringgasela.

Suhu udara di Desa Pengadangan terjadi antara 20-28ºC. Desa Pengadangan

dipimpin oleh seorang Kepala Desa (Kades). Dusun di Pengadangan masing-masing

dipimpin oleh seorang Kepala Dusun (Kadus). Desa Pengadangan mempunyai satu

Kades dan delapan Kadus. Jumlah penduduknya sebanyak 13.631 jiwa.

Mata pencaharian penduduk Desa Pengadangan didominasi sebagai petani,

petani ternak dan buruh tani. Pendidikan di Desa Pengadangan penduduknya lebih

banyak lulus SD, diikuti lulusan SMP, selanjutnya lulusan SMA, diikuti buta huruf

dan tidak tamat SD, serta Sarjana. Sangat terlihat stratifikasi pendidikan

penduduknya masih sangat rendah. Sebagian besar penduduk Pengadangan

menggunakan bahasa daerah untuk percakapan sehari-hari sehingga dalam

wawancara responden, peneliti mengalami sedikit kesulitan dalam berkomunikasi.

Tabel 6. Memperlihatkan sumber pendapatan masyarakat Pengadangan.

Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Pengadangan

No Dusun Petani Peternak Buruh

Tani Pedagang

Tukang

Kayu Pengrajin Guru

1 Gubuk

Timuk

696 472 189 28 7 21 9

2 Bawak

Paok

898 420 192 26 8 13 10

3 Gubuk

Jero

599 282 105 14 15 11 8

4 Gubuk

Semodek

504 254 144 20 3 4 6

5 Kuang

Sawi

913 453 397 20 12 5 5

6 Tibu

Petung

764 355 173 14 6 2 4

7 Gubuk

Sukatain

895 351 279 27 5 1 2

8 Timba

Nuh

884 424 273 25 9 10 7

Jumlah 6153 3011 1752 174 65 67 51

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2009)

Perkembangan terus terjadi pada usaha peternakan sapi Bali rakyat di

Pengadangan. Data Kecamatan Pringgasela seperti terlihat pada Tabel 7 mencatat

total populasi ternak sapi di Kecamatan Pringgasela pada tahun 2008 mencapai 3.611

ekor. Desa Pengadangan mempunyai posisi ke dua setelah Desa Pringgasela.

Tabel 7. Jumlah Ternak di Kecamatan Pringgasela Dirinci Per Desa dan Jenisnya

No Desa Kuda

(ekor) Sapi (ekor) Kerbau (ekor)

Kambing

ekor)

1 Rempung 20 14 0 36

2 Pringgasela 15 1476 0 46

3 Jurit 14 698 0 32

4 Pengadangan 8 3611 0 104

Jumlah 57 5799 0 218

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2008)

26

Pada tahun 2009 seperti yang terlihat pada Tabel 8 bahwa terjadi peningkatan

populasi sapi di Pengadangan hingga mencapai 4.176 ekor. Jumlah ternak bertambah

dari tahun 2008.

Tabel 8. Jumlah Populasi Ternak di Desa Pengadangan Dirinci Berdasarkan Dusun

dan Jenisnya

No Dusun

Kuda

(ekor) Sapi (ekor)

Kerbau

(ekor)

Kambing

(ekor)

1 Gubuk Timuk 4 372 3 34

2 Bawak Paok 0 385 0 18

3 Gubuk Jero 0 383 0 5

4 Gubuk Semodek 0 452 0 7

5 Kuang Sawi 1 606 0 21

6 Tibu Petung 0 489 0 185

7 Gubuk Sukatain 0 847 0 53

8 Timba Nuh 0 642 0 11

Jumlah 5 4176 3 334

Sumber : Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/BPMD (2009)

Karakteristik Peternak Responden

Umur Responden

Berdasarkan Tabel 9 ditunjukkan bahwa peternak responden yang melakukan

usaha peternakan sapi Bali rakyat mempunyai umur terkecil adalah 19 tahun dan

umur tertua adalah lebih dari 67 tahun. Manalu (2008) menyatakan bahwa umur

petani-ternak adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja

dalam melaksanakan kegiatan usaha tani. Umur dapat dijadikan sebagai tolak ukur

dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja dimana dengan kondisi umur yang

masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan

maksimal. Nuraeni dan Purwanta (2006) menyatakan bahwa umur di bawah 20 tahun

belum bisa dikatakan usia produktif karena dikategorikan dalam usia sekolah,

sedangkan umur di atas 55 tahun tingkat produksinya telah melewati titik optimal

dan akan menurun seiiring dengan bertambahnya umur. Peternak responden di

Pengadangan yang mempunyai usia produktif sebanyak 73,75%. Rasyaf (1995)

dalam Nuraeni dan Purwanta (2006) menyatakan bahwa umur produktif berada

diantara umur 25-55 tahun. Sehingga dari segi usia peternak responden, usaha

27

peternakan rakyat sapi Bali di Pengadangan kemungkinan lebih bisa berkembang

lagi. Gambar 1 menunjukan interaksi antara peternak dan ternaknya.

Gambar 1. Interaksi Peternak dan Ternaknya

Tingkat Pendidikan

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebesar 60% dari jumlah peternak responden

tidak pernah mengenyam pendidikan baik setara SD atau sejenisnya. Selanjutnya

sebesar 28,75% responden lulusan SD, lulusan SMA sebesar 7,5%, lulusan SMP

sebesar 3,75% serta tidak ada peternak responden yang belajar di tingkat universitas

dan berprofesi sebagai peternak. Pendidikan adalah kegiatan yang sangat penting

untuk membantu dalam memajukan usaha yang ingin dijalani baik skala kecil,

menengah maupun industri. Menurut Manalu (2008), tingkat pendidikan formal yang

dimiliki petani-ternak akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang

luas untuk petani-ternak, penerapan apa yang diperolehnya untuk kemudian dapat

meningkatkan usahatani-ternaknya. Pendidikan yang masih relatif rendah di tingkat

peternak responden di Pengadangan menjadi indikasi perkembangan peternakan

yang lamban. Hasil penelitian Syaf (1993) mengatakan semakin tinggi pendidikan

peternak maka curahan jam kerja akan semakin besar, karena apabila peternak

mempunyai pendidikan yang cukup baik maka peternak tersebut akan lebih mudah

menerima dan mencoba metode baru dalam pemeliharaan ternak seperti pemberian

hijauan, melakukan pencatatan produksi dan inseminasi buatan. Agar perkembangan

peternakan sapi Bali rakyat di Pengadangan terus meningkat, perlu adanya campur

tangan pemerintah untuk menempatkan tenaga penyuluh tetap yang proaktif di

Pengadangan. Gambar 2 menunjukan wawancara dengan peternak mengenai

peternak sebagai tenaga kerja, termasuk pendidikan yang pernah ditempuh.

28

Gambar 2. Wawancara dengan Peternak

Tabel 9. Umur dan Pendidikan Peternak Pesponden di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1. Umur (tahun)

≤19 1 1,25

20-34 (muda) 16 20

35-50 (sedang) 43 53,75

51-66 (tua) 19 23,75

≥67 2 2,5

2. Pendidikan

Tidak Sekolah 48 60

SD 23 28,75

SMP 3 3,75

SMA 6 7,5

Universitas 0 0

Kepemilikan Ternak dan Komposisi Sapi Bali Responden

Tabel 10 memperlihatkan bahwa peternak responden di Pengadangan

memelihara sapi Bali mulai dari sapi indukan dan pejantan, sapi dara jantan dan

betina, serta sapi pedet jantan dan betina. Total pedet yang di pelihara sebesar 7,82%

dengan jumlah pejantan sebesar 4,87% dan betina sebesar 2,95%. Total sapi dara

dipelihara sebesar 12,87%, dengan rincian pejantan sebesar 5,91% dan betina sebesar

6,96%. Komposisi sapi Bali pedet dan dara betina yang dipelihara sebesar 9,91%

menandakan bahwa peternak di Pengadangan kurang memperhatikan replacement

stock atau biasa disebut ternak pengganti. Nadjib (1985) mengungkapkan bahwa

jumlah anak sapi betina sebagai pengganti indukan afkir sebaiknya berjumlah 20-

25% dari total sapi betina dewasa.

29

Total indukan dan pejantan yang dipelihara sebesar 79,31%, dengan jumlah

pejantan 6,96% dan indukan sebesar 72,35%. Jumlah persen indukan yang dipelihara

peternak responden cukup baik karena jumlah indukan sangat menentukan dalam

perkembangan pemuliabiakan di suatu usaha peternakan.

Tabel 10. Rataan Komposisi Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Pengadangan

Kelompok Ternak Jumlah

Ekor ST %

Pedet

Jantan 28 7 4,87

Betina 17 4.25 2,95

Dara

Jantan 17 8,5 5,91

Betina 20 10 6,96

Dewasa

Induk 104 104 72,35

Pejantan 10 10 6,96

Jumlah 196 143,75 100

Usaha ternak sapi di NTB sebagian besar peternakan rakyat, dengan skala

kepemilikan 2-5 ekor. Berbagai sistem pemeliharaan yang dilakukan petani-ternak

mulai dari sistem tradisional (digembalakan) hingga sistem yang lebih intensif yaitu

dikandangkan. Perlakuan dan perawatan ternak sangat bergantung pada biaya dan

tenaga, serta pengalaman yang dimiliki peternak (Panjaitan et al., 2003). Hal yang

sama terjadi di peternak rakyat Desa Pengadangan, jumlah keseluruhan sapi yang

dipelihara oleh peternak responden adalah sebanyak 196 ekor dan setara dengan

143,75 Satuan Ternak (ST). Potensi luas wilayah, kepadatan penduduk, dan potensi

daerah untuk menghasilkan pakan, dapat mendukung peternak meningkatkan jumlah

ternak yang dipelihara.

Faktor Penentu Komoditi Peternakan Sapi Potong (Sapi Bali)

Faktor penentu ternak sapi potong merupakan indikator untuk melihat

pengetahuan dan keterampilan teknis beternak sapi Bali dari peternak. Pengetahuan

terhadap aspek teknis beternak meliputi lima aspek sesuai standar penilaian

30

Direktorat Jendral Peternakan (1983) yaitu 1) Pengetahuan Pemuliabiakan, 2) Pakan

ternak, 3) Tata laksana, 4) Kesehatan ternak, serta 5) Kandang dan peralatan.

Teknis pemeliharaan sapi Bali di Pengadangan banyak dipengaruhi oleh kultur sosial

penduduknya. Wharton (1969) mengungkapkan sistem komoditi yang menyangkut

proses produksi dan konsumsi tidak lepas dari ketergantungan sosial budaya yang

dihadapi petani. Pemilikan aset yang masih terkait dengan simbol status dan

kebiasaan konsumsi yang fanatik mempunyai pengaruh besar dalam pengelolaan

usahataninya.

Tabel 11 menunjukan bahwa penerapan aspek teknis dari yang tertinggi

hingga terendah berturut-turut adalah aspek pengetahuan pemuliabiakan (68,7%),

diikuti aspek kandang dan peralatan (62,6%), aspek kesehatan hewan (51,6%), aspek

pakan ternak (38,7%) serta terakhir aspek tata laksana (36,7%). Capaian aspek

pengetahuan pemuliabiakan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek yang lain

mungkin disebabkan oleh pengalaman beternak para peternak yang rata-rata lebih

dari sembilan tahun sehingga secara pengalaman walaupun tidak menempuh

pendidikan yang tinggi peternak mampu mengetahui kapan ternak birahi, siap kawin,

calon jantan yang baik calon induk yang baik dan lain-lain.

Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis Peternakan

Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan

No Aspek Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Pengetahuan Pemuliabiakan 171,74** ± 10,58 250 68,7

2. Pakan Ternak 135,35** ± 29,86 300 45,1

3. Tata Laksana 64,14** ± 21,3 175 36,7

4. Kesehatan Ternak 51,57** ± 9,32 110 46,9

5. Kandang dan Peralatan 31,29** ± 8,87 50 62,6

Total 454,09 885 260

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0,01)

Keseluruhan aspek mempunyai total sebesar 454,09 sedangkan total nilai

pengharapannya adalah 885 sehingga baru sebesar 260% faktor penentu komoditi

sapi potong yang diterapkan oleh peternak responden sapi Bali di Pengadangan

berdasarkan rekomendasi Direktorat Jendral Peternakan (1983).

31

Pengetahuan Pemuliabiakan

Pengamatan aspek pengetahuan pemuliabiakan meliputi 1) Perbandingan

pejantan dengan betina, 2) Sistem perkawinan, 3) Kelahiran per induk setiap tahun,

4) Jarak beranak, 5) Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting, 6) Pemilihan

pejantan yang digunakan, serta 7) Pemilihan betina yang di gunakan. Perolehan nilai

dari sub aspek yang diamati yaitu pada sub aspek perbandingan jantan dan betina,

sistem perkawinan, pemilihan pejantan yang digunakan dan pemilihan betina yang

digunakan memberikan nilai yang sangat nyata (P<0,01).

Perbandingan sapi Bali jantan dengan betina pada peternak responden di

Pengadangan tidak ideal. Hasil pengamatan yang diperoleh untuk perbandingan

jantan dan betina adalah 14,3% sangat jauh dari nilai harapan. Menurut Ditjennak

(1990) perbandingan antara betina dan jantan dalam populasi yang ideal adalah 85%

betina dengan 15% jantan. Hasil nilai dari sub aspek sistem perkawinan yang

diterapkan mendapatkan nilai sebesar 75%. Hasil chi-square menunjukkan bahwa

nilai tersebut belum dapat dikatakan baik. Namun hasil tersebut, menunjukkan

bahwa peternak responden di Pengadangan cukup mempunyai kesadaran dalam

penerapan sistem perkawinan pada ternaknya. Pemilihan pejantan dan betina yang

digunakan oleh peternak responden di Pengadangan adalah berdasarkan berat badan.

Hasil pengukuran langsung baik jantan maupun betina. Hasil pengukuran berat rata-

rata betina adalah 322 kg dan berat rata-rata jantan adalah 395 kg. Nilai pengamatan

yang diperoleh untuk pejantan sebesar 58,2% sedangkan betina sebesar 41,8%.

Sub aspek kelahiran per induk setiap tahun dan jarak beranak serta jumlah

perkawinan untuk menjadi bunting mempunyai nilai pengamatan sebesar 99,4%,

94,3% dan 96,7%. Nilai pengamatan tidak jauh berbeda dengan nilai harapan

sehingga pada perhitungan chi-square menunjukan bahwa ketiga aspek diatas

mempunyai nilai yang sangat tidak nyata (P>0,01). Pada sub aspek kelahiran per

induk pertahun mempunyi nilai yang paling tinggi. Hal ini berbanding lurus dengan

jumlah sapi yang ada di Pengadangan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Menurut Hidayat (2010), kemampuan sapi Bali menghasilkan anak dalam setahun

berkisar 80-86%, dengan kematian anak yang relatif rendah, yaitu berkisar 1,87%.

Kemampuan reproduksi sapi Bali sangat baik, sapi betina dikawinkan pertama kali

pada umur 2-2,5 tahun.

32

Sub aspek jarak beranak juga mempunyai kisaran persen nilai pengamatan

tidak jauh dengan nilai harapan yaitu nilai jarak beranak rata-rata dari sapi Bali yang

dipelihara peternak responden di Pengadangan antara 12-14 bulan. Hasil penelitian

ini sesuai dengan pernyataan Hidayat (2010) bahwa jarak melahirkan anak sapi

potong berkisar 12-14 bulan, tergantung dengan cara pengelolaannya.

Sub aspek pengetahuan pemuliabiakan yang terakhir adalah aspek jumlah

perkawinan untuk menjadi bunting yaitu peternak di Pengadangan rata-rata

mengawinkan ternaknya sebanyak satu kali sudah menjadi bunting. Hal ini

dikarenakan peternak masih menggunakan kawin alam yang teratur. Hidayat (2010)

melaporkan bahwa indeks kebuntingan sapi Bali kira-kira 1,2 yang artinya sapi

betina menjadi bunting setelah dikawinkan 1,2 kali (paling tidak sekali). Peternak

responden di Pengadangan pernah mencobakan Inseminasi Buatan, namun sering

terjadi kegagalan bunting dan keguguran sehingga IB kurang diminati di kalangan

peternak.

Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Pengetahuan

Pemuliabiakan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80

Responden)

No Uraian Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Perbandingan jantan dengan

betina

5** ± 0 35 14,3

2. Sistem perkawinan 30** ± 2,75 40 75

3. Kelahiran per induk setiap

tahun

39,75 ± 1,57 40 99,4

4. Jarak beranak 33 ± 4,02 35 94,3

5. Jumlah perkawinan untuk

menjadi bunting

29 ± 3,01 30 96,7

6. Pemilihan pejantan yang

digunakan

20,37** ± 3,87 35 58,2

7. Pemilihan betina yang

digunakan

14,62** ± 5,01 35 41,8

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0,01)

33

Tabel 13 memperlihatkan sub aspek perbandingan jantan dengan betina tidak

diambil berdasarkan jumlah sapi yang dimiliki peternak responden melainkan hasil

blok dari keseluruhan jumlah sapi yang ada di Pengadangan. Hasil blok yang

dimaksud adalah data sekunder total jumlah sapi baik jantan maupun betina dari

Kantor Desa. Pengolahan data kembali dilakukan dengan cara menghitung kembali

jumlah ternak jantan dan jumlah ternak betina, kemudian dibandingkan jumlah dari

total jantan dengan total betina sehingga di peroleh data seperti yang tampak pada

Tabel 13. Perbandingan ternak sapi jantan dengan betinanya lebih dari 10 ekor.

Seperti yang sudah dijelaskan perbandingan yang ideal antara jumlah betina dengan

pejantan adalah 85% : 15%.

Sistem perkawinan pada ternak potong yang dipelihara secara intensif pada

umumnya menggunakan perkawinan alam yang teratur dan Inseminasi Buatan (IB).

Sebanyak 96,25% peternak responden menggunakan kawin alam teratur, sebanyak

2,5% mengawinkan ternaknya secara IB dan 1,25% mengawinkan secara kawin alam

yang tidak teratur. Perkawinan secara IB dapat membantu dalam perbaikan performa

ternak, tapi peternak di Pengadangan lebih suka menggunakan kawin alam teratur

yang mempunyai resiko yang relatif kecil. Wharton (1969) menyampaikan bahwa

kriteria petani-ternak rakyat adalah takut menanggung resiko sebagai konsekuensi

dari penerapan ide-ide baru. Sistem perkawinan IB di Pengadangan membutuhkan 2

hingga 5 kali suntik untuk sapi betina dapat bunting sehingga memaksa peternak

mengeluarkan dana untuk kawin kembali, sehingga peternak di Pengadangan lebih

suka memilih cara perkawinan alam yang teratur dibanding IB. Gambar 3

menunjukkan Perkawinan alam teratur oleh sapi Bali.

Gambar 3. Perkawinan Alam Teratur pada Sapi Bali Sumber : BPTP NTB

Peternak responden di Pengadangan mempunyai pesentase kelahiran ternak

per tahun yang kurang dari 1,5 tahun mencapai 97,5%, mencapai 1,5 tahun sebesar

34

2,5% dan tidak ada ternak yang melahirkan lebih dari 1,5 tahun. Kesadaran tinggi

dalam pengadaan anakan setiap tahunnya sangat tinggi. Gambar 4 menunjukkan

induk sapi Bali yang melahirkan anakannya kembali kurang dari 1,5 tahun.

Gambar 4. Kelahiran Sapi Bali

Jarak beranak antara 12-14 bulan oleh peternak responden di Pengadangan

mencapai 80%. Terlihat pada Gambar 5, indukan yang telah bunting kembali. Usia

pedet yang berada pada Gambar 5 adalah 1 tahun, sedangkan usia kandungan

indukan adalah 8 bulan. Jarak beranak 15-17 bulan mencapai 20%, tidak ada ternak

di Pengadangan yang mempunyai jarak beranak lebih dari 17 bulan. Hal ini

dimungkinkan karena peternak di Pengadangan sudah cukup tahu mengenai ciri-ciri

sapi yang birahi. Pencirian peternak di Pengadangan terhadap sapi Bali yang birahi

yaitu 1) Suka jalan kiri-kanan (tidak tenang), 2) Menaiki sapi yang lain, 3) Keluar

cairan (keluar cairan bening pada vulva bagian luar), 4) Kemaluannya bengkak

(vulva membengkak dan berwarna lebih kemerahan dari biasanya), 6) Tidak mau

makan (nafsu makannya turun).

Gambar 5. Indukan Sapi Bali Bunting dan Pedet

Sebanyak 90% peternak responden mengatakan bahwa hanya dalam satu kali

perkawinan alam, ternak mereka sudah menjadi bunting. Gambar 6 menunjukan sapi

Bali yang bunting hasil dari kawin alam yang teratur. Sebanyak 10% peternak

35

responden yang menyatakan ternak mereka dapat bunting setelah 2-3 kali melakukan

perkawinan. Peternak yang melakukan perkawinan sebanyak 2-3 kali biasanya

karena menggunakan perkawinan secara IB atau peternak melakukan perkawinan

terhadap ternaknya terlalu dini (terlalu dekat dari jarak beranak) sehingga

menyebabkan kegagalan bunting pada indukan.

Gambar 6. Indukan Sapi Bali Bunting

Pemilihan pejantan dan betina yang digunakan oleh peternak responden di

Pengadangan adalah sebanyak 91,25% pejantan dan 46,25% betina yang memilih

berdasarkan berat badan. Sebanyak 3,75% pejantan dan 53,75% betina yang dipilih

peternak responden berdasarkan sembarang pejantan dan betina. Peternak responden

menggunakan sembarang pejantan karena pada saat sapi betina birahi, tidak tersedia

pejantan yang baik di sekitar dusun peternak responden. Peternak juga menggunakan

sembarang indukan disebabkan pada saat pembelian bibit indukan. Betina yang baik

harganya terlampau mahal sehingga peternak membeli calon indukan yang sesuai

dengan modal yang dimiliki. Sebanyak 5% jantan dan 0% betina berdasarkan silsilah

(genetik). Gambar 7 dan 8 menunjukan pejantan dan indukan yang digunakan

berdasarkan bobot badan sapi.

Gambar 7. Pejantan Sapi Bali Gambar 8. Calon Indukan Sapi Bali

Pejantan yang berdasarkan silsilah biasanya diperoleh peternak dari bantuan

pemerintah setempat. Peternak di NTB dan termasuk peternak yang berada di

Pengadangan sangat susah menemukan atau mencirikan ternak berdarah murni sapi

36

Bali. Umumnya ternak sapi Bali yang berada di NTB adalah sapi Bali yang

mempunyai darah yang bercampur dengan jenis sapi lainnya atau dapat dikatakan

tidak murni lagi.

Tabel 13. Penerapan Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan Sapi Bali di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Perbandingan jantan dengan betina

a) < 10 ekor 0 0

b) > 10 ekor 80 100

2 Sistem perkawinan

a) Inseminasi Buatan (IB) 2 2,5

b) Kawin alam yang teratur 77 96,25

c) Kawin alam yang tidak teratur 1 1,25

3 Kelahiran per induk setiap tahun

a) < 1,5 78 97,5

b) 1,5 2 2,5

c) > 1,5 0 0

4 Jarak beranak

a) 12-14 bulan 64 80

b) 15-17 bulan 16 20

c) > 17 bulan 0

5 Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting

a) 1 kali 72 90

b) 2-3 kali 8 10

c) > 3 kali 0 0

6 Pemilihan pejantan yang digunakan

a) Berdasarkan keturunan (silsilah) 4 5

b) Berdasarkan berat badan 73 91,25

c) Sembarang pejantan 3 3,75

7 Pemilihan Betina yang digunakan

a) Berdasarkan keturunan (silsilah) 0 0

b) Berdasarkan berat badan 37 46,25

c) Sembarang induk betina 43 53,75

37

Makanan Ternak

Pengamatan pada aspek makanan ternak meliputi 1) Jumlah hijauan yang

diberikan, 2) Jenis hijauan yang diberikan, 3) Pemberian konsentrat, 4) Pemberian

mineral, 5) Pemberian air minum, 6) Penanaman hijauan makanan ternak, serta 7)

Usaha pengawetan makanan ternak.

Tabel 14 menunjukan sub aspek yang memiliki nilai pengamatan yang

mendekati nilai harapan adalah jumlah hijauan yang diberikan yang mencapai 94%

dan jenis hijauan yang diberikan yang mencapai nilai 79%. Hasil chi-square pada

kedua sub aspek tersebut sangat tidak nyata (P>0,01). Peternak di Pengadangan

memberikan ternaknya hijauan rata-rata lebih dari 10% bobot badan. Hal ini

dikarenakan peternak memberikan ternaknya 100% hijauan. Blakely dan Bade

(1985) menyatakan bahwa pemberian pakan yang berlebih menyebabkan pubertas

yang lebih awal dan tidak mengganggu fertilitas ternak, tetapi tidak ekonomis.

Sedangkan untuk jenis hijauan yang diberikan mendapatkan nilai sebesar 79%.

Hijauan dan limbah pertanian yang paling sering digunakan dan diberikan oleh

peternak responden di Pengadangan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum),

batang pisang, jerami padi, daun gamal dan rumput lapang.

Tabel 14 memperlihatkan urutan nilai pengamatan yang rendah adalah

pemberian konsentrat mencapai nilai 2%, usaha pengawetan makanan ternak

mencapai 2%, pemberian mineral mencapai 25,2%, pemberian air minum mencapai

49,8%, serta penanaman hijauan makanan ternak mencapai 60,3%. Kelima sub aspek

diatas dapat dikatakan mempunyai nilai pengamatan yang relatif kecil, sehingga hasil

chi-square menunjukkan nilai yang sangat nyata (P<0,01). Pada sub aspek pemberian

konsentrat, mendapatkan nilai pengamatan yang sangat jauh dari nilai harapan. Hal

tersebut disebabkan karena peternak tidak mengenal pakan penguat atau biasa yang

dikenal dengan istilah konsentrat.

Sub aspek pengawetan makanan ternak mempunyai persen pengamatan yang

sama dengan sub aspek pemberian konsentrat yaitu 2%. Penyebab rendahnya nilai

pengamatan yang didapat oleh sub aspek usaha pengawetan makanan ternak yaitu

introduksi teknologi di Pengadangan sangat berjalan lambat. Padahal teknologi

pakan sebenarnya telah banyak ditemukan baik oleh balai penelitian maupun oleh

perguruan tinggi, namun peternak responden belum memanfaatkannya. Banyak

38

faktor yang berperan sebagai penyebab ketidakberdayaan peternak ruminansia

melakukan penerapan teknologi dalam hal penyediaan pakan, faktor tersebut

berperan secara sendiri atau interaksi satu sama lain. Skala usaha pemilikan ternak

umumnya pada peternakan rakyat sangat rendah, permodalan sangat terbatas,

pemilikan akan peralatan dan fasilitas pendukung sangat minim, pengetahuan dan

keterampilan sering sekali kurang memadai (Hasnudi et al., 2004).

Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Makanan Ternak

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)

No. Uraian Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Jumlah hijauan yang diberikan 47 ± 9,59 50 94

2. Jenis hijauan yang diberikan 39,5 ± 5,25 50 79

3. Pemberian konsentrat 1** ± 0 50 2

4. Pemberian mineral 12,6** ± 15,4 50 25,2

5. Pemberian air minum 9,95** ± 5,26 20 49,8

6. Penanaman hijauan

makanan ternak

24,12** ± 12,65 40 60,3

7. Usaha pengawetan makanan

ternak

1,2** ± 2,1 40 2

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0.01)

Tabel 15 menunjukan bahwa peternak responden di Pengadangan

memberikan hijauan pada ternaknya sebanyak 91,25% yang memberikan lebih dari

10% bobot badan, 5% yang memberikan sebesar 10% bobot badan, dan sebanyak

3,75% responden yang memberikan kurang dari 10% dari bobot ternak. Pemberian

hijauan yang cukup tinggi yang dilakukan oleh peternak responden di Pengadangan

akibat dari tidak adanya pemberian pakan penguat atau konsentrat. Kebutuhan energi

untuk ternak potong berkisar 60-70% total digestible nutrient (TDN) (Abidin,

2002).

Sapi Bali yang ada di Pengadangan diberikan 100% hijauan dan limbah

pertanian, sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kebutuhan energi sudah

mencukupi kebutuhan ternak sapi yang ada di Pengadangan. Hijauan yang diberikan

sebesar 10% bobot badan dan kurang dari 10% bobot badan biasanya dilakukan oleh

39

peternak yang dititipkan sapi. Terlihat pada Gambar 9, peternak responden

melakukan penimbangan pada hijauan yang akan diberikan pada ternak sapi mereka.

Gambar 9. Penimbangan Hijauan yang Akan Diberikan pada Ternak

Hijauan yang diberikan kepada Sapi Bali di Pengadangan adalah rumput gajah,

jerami segar, batang pisang, daun gamal dan rumput lapang. Tampak pada Gambar

10 a sampai e, jenis hijauan dan limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan sapi

Bali. Komposisi pemberian berbeda-beda oleh masing-masing peternak responden.

Terlihat pada Tabel 15, sebanyak 92,5% responden yang memberikan jenis hijauan

berupa campuran rumput unggul dengan limbah pertanian, 3,75% responden yang

memberikan campuran rumput unggul dengan leguminosa, 2,5% responden yang

memberikan ternaknya rumput lapang dan sebesar 1,25% responden yang

memberikan ternaknya hanya rumput unggul. Jenis rumput unggul yang diberikan

adalah rumput gajah, sedangkan untuk jenis leguminosa yang diberikan dan dikenal

oleh peternak rakyat pengadangan adalah daun gamal.

10 a. Rumput Lapang 10 b. Rumput Gajah 10 c. Cacahan Batang Pisang

10 d. Daun Gamal 10 e. Jerami Padi

Gambar 10 a-e. Jenis Hijauan dan Limbah Pertanian yang Dijadikan Makan

Ternak oleh Peternak di Pengadangan

40

Peternak responden di Pengadangan tidak mengenal pakan konsentrat,

sehingga terlihat pada Tabel 15 yaitu 100% responden tidak ada yang memberikan

ternaknya konsentrat. Laporan hasil penelitian Pamungkas et al. (1994) menyatakan

bahwa pada umumnya sapi dipelihara oleh peternak bermodal kecil (skala usaha

pemeliharaan kecil) dan di dalam pemeliharaannya tanpa disertai dengan pemberian

pakan konsentrat. Hal ini tentunya selama periode pertumbuhan ternak dapat

mengalami kekurangan gizi. Sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat

dan juga terlambatnya umur pubertas (Vandeplassche, 1982).

Penambahan mineral bertujuan untuk meningkatkan kinerja mikroba rumen

sehingga menghasilkan enzim yang dapat mencerna pakan, baik yang mudah larut

maupun yang sulit larut. Georgievskii et al, (1981) melaporkan bahwa suplementasi

mineral sulfur dapat meningkatkan ketersediaan N dan pemanfaatan N oleh mikroba

untuk diubah menjadi protein seluler. Peternak responden di Pengadangan kurang

memperhatikan pentingnya mineral bagi ternak, sehingga dapat dilihat pada Tabel 15

sebanyak 55% peternak responden tidak memberikan ternaknya mineral, sebanyak

10% responden yang memberikan ternaknya mineral komersil, sebanyak 35%

responden yang memberikan ternaknya mineral dalam bentuk garam dapur.

Pemberian atau penyediaan air minum ternak di kandang oleh peternak

responden di Pengadangan tidak dilakukan. Sebesar 1,25% responden yang selalu

menyediakan air didalam kandang secara ad libitum. Sebesar 91,25% peternak

kadang-kadang memberikan ternaknya air minum dan sebesar 7,5% responden yang

tidak pernah memberikan ternaknya air minum. Kadang kala pemberian air minum

dilakukan ketika ternak akan dimandikan. Ternak digiring ke pematang sawah atau

sungai terdekat untuk dimandikan sekaligus pemberian minum. Peternak responden

di Pengadangan tidak menyediakan air minum pada kandang. Sumber air minum

didapatkan dari hijauan, selain itu peternak responden memberikan batang pisang

yang telah dipotong kecil-kecil. Batang pisang mempunyai kadar air yang cukup

tinggi untuk diberikan pada ternak sapi mereka. Gambar 11 menunjukan batang

pisang yang digunakan sebagai pengganti air minum ternak di Pengadangan. Cara

pemberian dilakukan dengan memotong batang pisang menjadi potongan-potongan

kecil sehingga memudahkan sapi untuk memakannya.

41

Gambar 11. Batang Pisang Sebagai Pakan dan Sumber Air untuk Sapi Bali

Penanaman hijauan makanan ternak mempunyai persentase pengamatan

cukup tinggi yaitu 60,3% namun belum dapat dikatakan sesuai dengan harapan.

Penanaman yang dilakukan sesuai untuk memenuhi kebutuhan ternaknya sebanyak

32,5%, yang menanam hanya sebagai tambahan pakan ternak saja sebesar 55%, dan

yang tidak menanam sama sekali sebesar 12.5%. Peternak responden di Pengadangan

pada umumnya masing-masing mempunyai tempat penanaman hijauan atau rumput

unggul (rumput gajah). Peternak responden yang tergabung dalam kelompok ternak

mempunyai lahan yang cukup luas untuk penanaman hijauan makanan ternak.

Biasanya lahan diperoleh dari bantuan pemerintah. Peternak responden yang tidak

tergabung dalam kelompok ternak, biasanya menanam hijauan di pinggiran atau

pematang sawah masing-masing. Gambar 12 a dan b menunjukkan lahan dan

pematang sawah yang dijadikan areal penanaman rumput gajah.

12 a. Lahan Tempat Menanam Rumput Gajah

12 b. Pematang Sawah Untuk Menanan Rumput Gajah

Gambar 12 a dan b. Lahan dan Pematang Sawah yang Dimanfaatkan untuk

Menanam Rumput Gajah

42

Tabel 15. Penerapan Aspek Makanan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Jumlah hijauan yang diberikan

a) Lebih dari cukup (≥ 10% bobot badan) 73 91,25

b) Cukup (10% bobot badan) 4 5

c) Kurang (≤ 10 bobot badan) 3 3,75

2 Jenis hijauan yang diberikan

a) Rumput unggul + leguminosa 3 3,75

b) Rumput+limbah pertanian 74 92,5

c) Rumput unggul 1 1,25

d) Rumput lapangan 2 2,5

3 Pemberian konsentrat

a) Selalu 0 0

b) Kadang-kadang 0 0

c) Tidak ada 80 100

4 Pemberian mineral

a) Campuran mineral pabrik 8 10

b) Garam dapur+kapur+tepung tulang 0 0

c) Garam dapur 28 35

d) Tidak memberikan 44 55

5 Pemberian air minum

a) Selalu tersedia 1 1,25

b) Kadang-kadang 73 91,25

c) Tidak ada 6 7,5

6 Penanaman hijauan makanan ternak

a) Cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi bali 26 32,5

b) Sebagai tambahan 44 55

c) Tidak ada 10 12,5

7 Usaha pengawetan makanan ternak

a) Selalu 0 0

b) Kadang-kadang 1 1,25

c) Tidak pernah 79 98,75

43

Akibat sentuhan teknologi yang kurang dan rendahnya pendidikan yang ada

pada peternak responden di Pengadangan serta ketiadaan penyuluh peternakan

menjadi indikasi tidak adanya inovasi yang terjadi pada pemanfaatan limbah

pertanian yang dihasilkan peternak. Wharton (1969) menyatakan bahwan kriteria

petani-ternak dalam proses pembangunannya yaitu kurang peka dan tanggap

terhadap introduksi inovasi baru, dan proses adopsi berjalan sangat lamban. Petani

cenderung melestarikan cara-cara berproduksi yang telah membudaya. Sebesar

98,75% responden tidak ada yang mencoba melakukan usaha pengawetan makanan

ternak dan sebesar 1,25% responden atau setara dengan satu orang responden yang

kadang-kadang melakukan pengawetan makanan ternak.

Tata Laksana

Pengamatan pada aspek tata laksana meliputi 1) Pencatatan, 2) Kebersihan

ternak, 4) Pemanfaatan tenaga kerja, 5) Pemanfaatan kotoran sapi, 6) Pengetahuan

reproduksi dan 7) Pengetahuan tentang usaha peternakan. Tabel 16 memperlihatkan

aspek tata laksana adalah aspek yang paling tidak mendapat perhatian dari peternak

responden di Pengadangan. Keseluruhan sub aspek tata laksana menunjukkan

persentase nilai pengamatan yang rendah. Semua sub aspek mendapatkan hasil chi-

square yang menunjukkan nilai sangat nyata (P<0,01). Urutan dari aspek yang

mempunyai persen harapan paling rendah sampai yang tertinggi adalah pemanfaatan

kotoran (18,2%), pengetahuan tentang usaha peternakan (27,5%), pencatatan (28%),

pengetahuan reproduksi (36,5%), kebersihan ternak (49,4%) dan pemanfaatan tenaga

kerja (68,4%).

Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Tata Laksana

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)

No. Uraian Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Pencatatan 8,4** ± 10,4 30 28

2. Kebersihan ternak 9,87** ± 5,73 20 49,4

3. Pemanfaatan tenaga

kerja

17,1** ± 4,11 25 68,4

4. Pemanfaatan kotoran 3,63** ± 5,15 20 18,2

5. Pengetahuan reproduksi 14,6** ± 9,13 40 36,5

6. Pengetahuan tentang

usaha Peternakan

11** ± 3,1 40 27,5

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0.01)

44

Pendidikan menjadi suatu hal yang penting untuk memajukan peternakan di

Pengadangan, umur peternak responden di Pengadangan termasuk umur kerja

produktif namun rendahnya pendidikan menjadi faktor penting yang dalam

menjalankan suatu usaha peternakan. Sebagian besar peternak responden di

Pengadangan tidak SD sehinggga tidak banyak peternak yang menerapkan

pencatatan atau dokumentasi perkembangan pada ternaknya. Peternak yang biasa

menerapkan pencatatan pada ternaknya adalah peternak yang sempat mengenyam

pendidikan di tingkat SMP dan SMA. Kesadaran dokumentasi atau pencatatan pada

ternaknya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan yang diperoleh. Terlihat pada

Tabel 17 sebanyak 63,75% peternak tidak melakukan pencatatan terhadap ternaknya.

Peternak responden di Pengadangan secara umum membersihkan ternaknya

pada saat peternak merasa ternaknya mulai kotor dengan membawa ternak ke tepi

sungai untuk dimandikan. Terlihat pada Tabel 17 masih banyak peternak responden

yang kurang menyadari kebersihan ternak yaitu sebanyak 45% peternak responden

masih kurang peduli mengenai kebersihan ternak. Tampak pada Gambar 13 sapi Bali

yang tidak terlalu diperhatikan dari segi kebersihannya.

Gambar 13. Sapi Bali yang Kotor

Ternak yang dipelihara di Pengadangan pada umumnya masih digunakan

untuk membantu membajak sawah, namun tidak sedikit pula peternak yang tidak

memberikan ternaknya bekerja. Ternak yang dipekerjakan pada umumnya indukan

yang sudah beranak lebih dari 2 kali.

Gambar 14. Indukan Sapi Bali yang Dipergunakan untuk Membajak Sawah

45

Ternak yang dipekerjakan dengan nilai nutrisi tubuhnya terpenuhi akan

menambah performa yang baik pada ternak tersebut. Gambar 14 menunjukan

indukan sapi Bali yang digunakan membantu membajak sawah petani-ternak di

Pengadangan.

Pemanfaatan kotoran oleh peternak responden di Pengadangan sangat rendah.

Kotoran ternak rata-rata dibuang disaluran selokan yang berujung pada pengairan

persawahan, ada pula yang dibuang langsung ke sungai. Terdapat beberapa peternak

responden yang bergabung dalam kelompok ternak yang memanfaatkan kotoran

ternak menjadi biogas (terlihat pada Gambar 15). Peternak responden yang tidak

tergabung dalam kelompok ternak mengalami kesulitan dalam pemanfaatan kotoran

menjadi biogas disebabkan karena kepemilikan yang masih skala kecil yaitu berkisar

2-3 ekor. Peternak yang tidak tergabung dalam kelompok ternak lebih memilih

kotoran ternaknya dijadikan kompos saja, seperti yang terlihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Bio Gas dan Kompos

Pengetahuan reproduksi peternak di Pengadangan cukup baik namun belum

memenuhi nilai harapan. Peternak mengetahui proses reproduksi dari ternaknya.

Pengetahuan dan pengalaman diperoleh dari cerita turun temurun dari orang tua yang

dulunya juga memelihara sapi. Peternak menyebutkan ciri-ciri birahi ternaknya

dengan istilah mereka masing-masing.

Pengetahuan tentang usaha peternakan memiliki nilai yang relatif kecil. Hal

ini disebabkan oleh beberapa faktor. Peternak hanya mampu menjelaskan mengenai

tujuan usahanya. Menurut Mosher (1987) tujuan usaha tani-ternak adalah

memperoleh keuntungan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik antara lain

dengan memperoleh keuntungan dari usaha tani-ternaknya. Saat wawancara

berlangsung kebanyakan peternak saat ditanyai untuk apa mereka beternak yaitu

untuk menyambung hidup, menabung untuk keperluan kelak, keperluan anak

sekolah. Kendala pengembangan yang dihadapi adalah tidak adanya pengetahuan

46

teknologi dalam pemanfaatan pengolahan pakan ternak dan modal yang sangat kecil,

sehingga usaha peternakan rakyat walaupun terus berkembang dan jumlah ternak

semakin bertambah tapi cenderung berjalan lambat.

Tabel 17. Penerapan Aspek Tata Laksana Sapi Bali di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Pencatatan

a) Lengkap 6 7,5

b) Kurang lengkap 23 28,75

c) Tidak ada 51 63,75

2 Kebersihan ternak

a) Baik 17 21,25

b) Cukup 27 33,75

c) kurang 36 45

3 Pemanfaatan tenaga kerja

a) Dipekerjakan 17 21,25

b) Tidak dipekerjakan 63 78,75

c) Dipekerjakan dalam keadaan bunting 0 0

4 Pemanfaatan kotoran

a) Seluruhnya 4 5

b) Sebagian 15 18,75

c) Tidak ada 61 76,25

5 Pengetahuan reproduksi

a) Baik 3 3,75

b) Sedang 14 17,5

c) kurang 63 78,75

6 Pengetahuan tentang usaha peternakan

a) Baik 0 0

b) Sedang 3 3,75

c) Kurang 78 97,5

47

Kesehatan Ternak

Pengamatan pada aspek kesehatan meliputi 1) Vaksinasi, 2) Pengetahuan

tentang penyakit, 3) Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, 4) Kematian

ternak, serta 5) Tindakan terhadap kematian. Tabel 18 menunjukan bahwa nilai chi-

square dari sub aspek vaksinasi, pengetahuan tentang penyakit dan pengetahuan

tentang obat-obat adalah sangat nyata (P<0,01). Berturut-turut mulai dari nilai yang

paling rendah adalah vaksinasi sebesar (6,1%), pengetahuan tentang obat-obat ringan

sebesar (11,6%), dan pengetahuan tentang penyakit sebesar (39,1%). Ketiga sub

aspek di atas masih kurang perhatian dari peternak responden di Pengadangan atau

penerapan aspek belum sesuai seperti yang direkomendasikan Direktorat Jendral

Peternakan (1983).

Aspek usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit, kematian ternak dan

tindakan terhadap kematian mempunyai nilai chi-square yang sangat tidak nyata

(P>0,01) dengan besar persen pengamatan berturut-turut dari yang tertinggi sampai

terendah adalah kematian ternak sebesar 92%, usaha dan tanggapan terhadap sapi

yang sakit sebesar 83% dan tindakan terhadap kematian sebesar 74,7%.

Tabel 18. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kesehatan

Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80 Responden)

No. Uraian Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Vaksinasi 1,22** ± 1,41 20 6,1

2. Pengetahuan tentang penyakit 5,87** ± 2,07 15 39,1

3. Usaha dan tanggapan terhadap

sapi yang sakit

16,6 ± 2,99 20 83

4. Kematian ternak 13,8 ± 2,57 15 92

5. Tindakan terhadap kematian 11,2 ± 2,14 15 74,7

6. Pengetahuan obat-obatan ringan 2,9** ± 4,9 25 11,6

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0,01)

Tabel 19 menunjukan bahwa peternak responden di Pengadangan sebanyak

97,5% tidak pernak melakukan vaksinasi pada ternaknya. Sebesar 2,5% peternak

responden yang kadang-kadang melakukan vaksinasi dan tidak ada peternak yang

secara kontinu memberikan vaksin pada ternaknya. Vaksinasi merupakan tindakan

memasukkan antigen yang telah dilemahkan ke dalam tubuh, untuk merangsang

48

kekebalan yang diharapkan dapat melindungi individu tersebut terhadap infeksi

penyakit di dalam (Tizard, 2000).

Sebanyak 85% peternak responden yang kurang pengetahuannya mengenai

penyakit ternaknya. Sebanyak 15% yang mempunyai pengetahuan cukup mengenai

penyakit ternaknya dan tidak ada peternak responden yang mengetahui secara jelas

penyakit-penyakit yang terjangkit pada ternaknya. Usaha dan tanggapan terhadap

sapi yang sakit oleh peternak responden di Pengadangan antara lain sebanyak 36%

peternak responden yang melaporkan pada petugas kesehatan hewan jika mendapati

ternaknya sakit. Sebanyak 63% yang berusaha mengobati ternaknya yang sakit

secara tradisional dan sebesar 1,25% peternak responden atau setara dengan 1 orang

yang membiarkan ternaknya yang sakit tanpa diberi pengobatan secara tradisionil

atau melaporkan pada petugas kesehatan hewan.

Kasus kematian ternak di Pengadangan tidak terlalu banyak, terlihat pada

Tabel 19 bahwa sebesar 78,75% peternak responden tidak pernah mengalami

kematian pada ternaknya. Sebesar 17,5% peternak responden pernah mengalami

kematian ternak sebanyak 1 ekor. Sebanyak 3,75% peternak responden yang

mengalami kematian ternak antara 2-3 ekor.

Tindakan terhadap kematian pada ternak oleh peternak responden di

Pengadangan yaitu sebesar 24% peternak responden melapor terlebih dahulu pada

petugas kesehatan hewan. Sebanyak 76% peternak responden yang langsung

mengubur ternaknya dan tidak ada peternak responden yang sengaja memakan ternak

yang mati akibat sakit. Menurut Pastika dan Darmadja (1976) kematian ternak

dipengaruhi oleh banyak faktor yang antara lain seperti makanan kurang, iklim dan

keadaan daerah serta penyakit yang berjangkit. Kasus kematian ternak di

Pengadangan pada umumnya bukan disebabkan oleh terjangkitnya penyakit pada

ternak, namun kematian yang terjadi saat indukan melahirkan. Kejadian keguguran

dan lahir mati pada sapi Bali adalah sebesar 3,65% (Pastika dan Darmadja, 1976).

Pengunaan obat-obat ringan oleh peternak responden di Pengandang sangat

jarang dilakukan. Sebanyak 86% peternak responden tidak pernah memberikan

ternaknya berupa obat-obat ringan, sebanyak 14% yang kadang-kadang memberikan

dan tidak ada peternak responden yang memberikan obat-obat ringan pada ternaknya

secara kontinu.

49

Tabel 19. Penerapan Aspek Kesehatan Ternak Sapi Bali di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Vaksinasi

a) Selalu 0 0

b) Kadang-kadang 2 2,5

c) Tidak ada 78 97,5

2 Pengetahuan tentang penyakit

a) Baik 0 0

b) Cukup 12 15

c) Kurang 68 85

3 Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit

a) Melaporkan pada petugas 29 36

b) Berusaha mengatasi secara tradisionil 50 63

c) Dibiarkan 1 1,25

4 Kematian ternak

a) Tidak ada 63 78,75

b) Seekor 14 17,5

c) Dua ekor atau lebih 3 3,75

5 Tindakan terhadap kematian

a) Melaporkan pada petugas 19 24

b) Dikubur 61 76

c) Dimakan 0 0

6 Penggunaan obat-obatan ringan

a) Selalu 0 0

b) Kadang-kadang 11 14

c) Tidak pernah 69 86

Kandang dan Peralatan

Pengamatan pada aspek kandang dan peralatan meliputi 1) Penilaian

kandang, 2) Lokasi kandang, 3) Kontruksi kandang, 4) Kebersihan kandang, dan 5)

Peralatan kandang. Tabel 20 menunjukan bahwa nilai chi-square dari sub aspek

kontruksi kandang, kebersihan kandang dan peralatan kandang adalah sangat nyata

50

(P<0,01). Sehingga dapat dikatakan untuk sub aspek kontruksi kandang, kebersihan

kandang dan peralatan kandang, perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari

peternak responden di Pengadangan dan dapat dikatakan penerapan aspek belum

sesuai seperti yang direkomendasikan Direktorat Jendral Peternakan (1983). Sub

aspek penilaian kandang dan lokasi kandang memperoleh nilai chi-square yang

sangat tidak nyata (P>0,01) dengan persentase pengamatan sebesar 95% untuk

penilaian kandang dan 77,6% untuk lokasi perkandangan.

Tabel 20. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamantan Aspek Kandang dan

Peralatan Peternakan Sapi Bali Rakyat di Desa Pengadangan (80

Responden)

No. Uraian

Nilai

Pengamatan Harapan Pengamatan (%)

1. Penilaian kandang 9,5 ± 1,5 10 95

2. Lokasi kandang 7,76 ± 2,38 10 77,6

3. Kontruksi kandang 4,1** ± 2,84 10 41

4. Kebersihan kandang 3,87** ± 3,6 10 38,7

5. Peralatan kandang 6,3** ± 1,6 10 63

Keterangan : ** : sangat nyata (P<0.01)

Gambar 16. Contoh Kandang yang Baik Sumber : BPTP NTB

Gambar 17. Kandang yang ada di Peternakan Sapi Bali Rakyat Desa Pengadangan

Peternak responden di Pengadangan kebanyakan sudah memiliki kandang

sendiri untuk ternaknya. Sebanyak 82,5% peternak responden yang mempunyai

kandang yang baik. Sebanyak 17,5% peternak responden yang memiliki kandang

51

alakadarnya dan tidak ada peternak responden di Pengadangan yang tidak

mempunyai kandang untuk ternaknya. Kandang yang dimiliki oleh peternak

responden yang tergabung dalam suatu kelompok ternak biasanya mempunyai

kontruksi yang lebih baik dibandingkan dengan kandang ternak yang tidak tergabung

dalam usaha kelompok ternak. Gambar 16 menunjukan contoh kandang yang baik.

Gambar 17 menunjukan kandang yang dibangun oleh peternak di Pengadangan baik

secara kelompok maupun individu.

Lokasi perkandangan di Desa Pengadangan umumnya tidak dekat dengan

rumah meski masih dilingkungan pekarangan namun penduduk setempat biasanya

mempunyai pekarangan yang cukup luas sehingga kebanyakan dimanfaatkan untuk

perkandangan ternaknya agar mudah untuk di jangkau. Sesuai dengan persyaratan

impact point yang digunakan sebagai acuan lokasi perkandangan yang baik. Tabel 21

memperlihatkan bahwa lokasi penempatan kandang peternak responden di

pengadangan antara lain sebanyak 48,75% peternak responden yang kandangnya

terpisah dari rumah dengan jarak ≥5 m. Sebanyak 74,5% peternak responden yang

kandangnya terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m. Sebanyak 3,75%

peternak responden yang mempunyai kandang bersatu dengan rumah.

Kontruksi kandang yang dimiliki oleh peternak responden di Pengadangan

adalah sebanyak 60% peternak responden yang memiliki kandang yang masih

kurang baik. Sebanyak 27,5% peternak responden yang memiliki kandang yang

cukup baik. Sebanyak 12,5% peternak responden yang memiliki kontruksi kandang

yang baik. Peternak responden di Pengadangan kurang memperhatikan kebersihan

kandang. Terlihat pada Tabel 21 kebersihan yang baik hanya mencapai 18,75%.

Peternak responden yang cukup memperhatikan sebanyak 23,75% dan yang tidak

memperhatikan kebersihan kandang sebanyak 57,5%.

Peralatan kandang merupakan alat pendukung dalam usaha peternakan.

Menurut Hidayat (2010) yang termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat

pakan dan minum yang paling utama. Perlengkapan lain yang perlu disediakan

adalah sapu, sikat, sekop, sabit dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan

tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan

penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi. Sebanyak 11,25% peternak

responden yang memiliki peralatan kandang yang lengkap. Sebanyak 85% peternak

52

responden yang memiliki peralatan kandang yang kurang lengkap dan sebanyak

3,75% peternak responden yang tidak memiliki peralatan kandang.

Tabel 21. Penerapan Aspek Kandang dan Peralatan Sapi Bali di Desa Pengadangan

No Uraian Jumlah Peternak

Orang %

1 Penilaian kandang

a) Ada 66 82,5

b) Alakadarnya 14 17,5

c) Tidak ada 0 0

2 Lokasi kandang

a) Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m 39 48,75

b) Terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m 38 47,5

c) Bersatu dengan rumah 3 3,75

3 Kontruksi kandang

a) Baik 10 12,5

b) Sedang 22 27,5

c) kurang 48 60

4 Kebersihan kandang

a) Baik 15 18,75

b) Sedang 19 23,75

c) kurang 46 57,5

5 Peralatan kandang

a) Lengkap 9 11,25

b) Kurang 68 85

c) Tidak ada 3 3,75

53

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Nilai penerapan aspek pemeliharaan sapi Bali di Pengadangan masih relatif

rendah dengan nilai rata-rata pengamatan sebesar 51.66%. Sehingga penerapan

aspek pemeliharaan sapi Bali (sapi potong) pada peternakan rakyat di Pengadangan

belum sesuai dengan nilai harapan pemeliharaan teknis yang berdasarkan Direktorat

Jendral Peternakan (1983).

Saran

1. Pengaktifan kembali tim penyuluh sehingga mempermudah peternak dalam

edukasi pemeliharaan aspek teknis sapi Bali.

2. Dalam Pemeliharaan sebaiknya peternak menyediakan air untuk ternaknya di

dalam kandang secara ad libitum.

3. Peternak diharapkan lebih memperhatikan kembali kebersihan sapinya, sebaiknya

sapi dimandikan 1x seminggu.

4. Perlu pendamping (penyuluh) agar peternak mampu memanfaatan kotoran ternak

menjadi sesuatu yang lebih bernilai (kompos, pupuk. bio gas dan briket).

5. Perlu pemdamping (penyuluh) agar peternak mampu memanfaatkan limbah

pertaniannya menjadi pakan ternak (pengawetan makanan ternak).

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis lafazkan ke kehadirat Allah Subhanallahu Wa Ta’ala

dengan karunia dan Rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga dan

hanya dengan pertolongan-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam

tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta para

keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Bagus P Purwanto, M.Agr.

selaku pembimbing utama dan Ir. Sudarsono Jayadi, M.Sc.Agr. selaku pembimbing

anggota yang telah membimbing, memberi saran, mengarahkan mulai dari

penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi ini. Kepada Ir. Afton

Atabany, M.Si. dan Ir. Abdul Djamil Hasjmy, M.S. sebagai penguji sidang. Terima

kasih kepada Ir. Dwi Djoko Setyono M.Si. selaku dosen pembimbing akademik, Dr.

Rudi Afnan S.Pt,M.Sc.Agr. dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si. sebagai penguji

komprehensif dan panitia sidang, Iyep Komala, S.Pt. sebagai penguji seminar, Ir.

Zulfikar Moesa, M.S. atas semua nasehat, motivasi dan bimbingannya.

Ucapan banyak terima kasih Penulis sampaikan kepada Mamiq Laki Lalu

Amir & Mamiq Bini Baiq Kismawati dan Abah Lalu Sulhan & Bunda Baiq Hayinah

atas motivasi, doa, kasih sayang dan semua bantuan baik materi, moral dan spiritual.

Terima kasih untuk kakak Penulis Baiq Tien Dianawati & suami Apid, Baiq Endang

Mardiana, Baiq Ratna Utami Pratiwi & suami Fred Darmawan, Baiq Yuliati atas

semua kebahagiaan, motivasi dan dukungannya selama penulis menjalani kuliah.

Terima kasih untuk adik-adik Penulis Lalu Intaran Wira Jagat, Baiq Nurul Mustika

Noviana, Baiq Deviya Wulandari, Lalu Kharisma Bramantia, Baiq Andriani

Halimah, Rina, dan keponakan Penulis Nabila Hasna Taqiya yang sudah memberi

semangat, perhatian dan pengertian. Kepada keluarga besar Desa Pengadangan,

Bapak Nurahadi & keluarga, Kades, seluruh Kadus, kelompok ternak, para

responden, dan seluruh peternak yang telah membantu selama Penulis menjalani

Penelitian. Kepada Keluarga besar Bapak Nana Mahdi & Wiwik Mulyawati, Ndut

dan Dea (Sindi) yang selalu siap sedia membantu Penulis, terima kasih atas seluruh

bantuan yang telah diberikan.

Ucapan terima kasih yang terdalam kepada Febriwendi Firdaus dan Windi Al

Zahra telah menjadi orang-orang yang setia. Terima kasih teman-teman ISMAPETI

Ka Salim, Novia, Kang Alip, Riski, Boby, Aab, Simaw, Mba Suri, Ka duta, Ka Jefri,

Icha, atas pengertian, bantuan dan perhatiannya. Teman-teman IPTP 43, Teman-

teman di asrama terutama asrama A2 lorong 2 Rieska, Eva-Evi, Ncum, Dina, Dini,

Cubby, Buret Erni, Uti, dan Nna. Teman-teman Gentra Kaheman, Tim Basket

TPB’06, kelas TPB B23-B24, dan teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu

persatu atas kesenangan dan kebahagiaan yang kita ciptakan bersama.

56

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Ardika, I. N.1995. Parameter fenotipik dan genetik sifat produksi dan reproduksi sapi

Bali pada Proyek Pembibitan dan Pengembangan Sapi Bali (P3 Bali) di Bali.

Thesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Atmadilaga, D. 1974. Beef production and trade in Indonesia. Seminar on Research

and Animal Production Development in Indonesia. Directorat General of

Animal Husbandry, Jakarta.

Azis, A. M. 1993. Starategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi Potong.

Prosiding Agroindustri Sapi Potong. CIDES, Jakarta.

Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD). 2009. Daftar isian potensi

Desa/Kelurahan Pengadangan. Lombok Timur, NTB.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2008. Pringgasela district in figure. Statistics of

Lombok Timur Regency with Regional Development Planning Board of

Lombok Timur Regency. NTB.

Birowo, A. T. 1973. Kebijaksanaan dan Strategi Pertanian Tanaman Pangan dalam

Pelita II (1974-1979). Ditjen Pertanian dan Badan Pengendalian Bimas,

Jakarta.

Blakely, J. & D. H. Bade. 1985. The Science of Animal Husbandry. 4th

Ed. Prentice

Hall. Inc. A Division of Simon and Soluster. Engelwood Cliffs. New Jersey.

USA.

Chung, J., D.J. Haile, & M. Wessling-Resnick. 2004. Ferroportin-l is not upregulated

in copper-deficient mice. J. Nutr. 134: 517-521.

Darmadja, S. G. N. D. & P. Sutedja. 1976. Masa kebuntingan dan interval beranak

pada sapi Bali. Proc. Seminar Reproduksi dan Performans Sapi Bali. Dinas

Peternakan Daerah Tingkat I Bali. Denpasar.

Darmadja, S. G. N. D. 1980. Setengah abad peternakan sapi tradisional dalam

ekosistem pertanian di Bali. Disertasi. Universitas Padjajaran Bandung.

Direktur Jenderal Peternakan. 1990. Upaya menciptakan kerangka landasan

pembangunan peternakan menyongsong era lepas landas Pelita V.

Disampaikan pada Seminar Nasional Peternakan. Mukernas I (SMAPET),

Yogyakarta.

Direktorat Jendral Peternakan. 1983. Pengembangan usaha peternakan melalui

peningkatan koperasi. Rapat Kerja Tahun1982/83, Jakarta.

Falconer, D. S. 1981. Introduction to Quantitative Genetic. 2nd

Ed. Longman Scientie

and Technical. London.

Georgievskii, V., B. N. Annenkov & V. T. Samokhin. 1981. Mineral Nutrition of

Animal. Butter Worth, London.

Guntoro, S. 2002. Membudidayakan : Sapi Bali. Kanisius, Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia

Pustaka. Jakarta.

Haryana, I. G. N. R. 1989. Beberapa aspek biologi reproduksi sapi bali jantan muda.

Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Hasnudi, I. Sembiring & S. Umar. 2004. Pokok-Pokok Pemikiran Bidang

Peternakan. Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan. USU Repository, Medan.

Hidayat. 2010. Beternak Sapi Bali. Penebar Swadaya, Jakarta.

Ilham, N., B. Wiryono, I.K. Kariyasa, M. N. A. Kirom & Sri Hastuti. 2001. Analisis

penawaran dan permintaan komoditas peternakan unggulan. Laporan Hasil

Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Kirby, G. W. M. 1979. Bali Cattle in Australia. World Animal Review. FAO. 31; 24-

29.

Lebdosoekoyo, S. 1982. Pemanfaatan limbah pertanian untuk menunjang kebutuhan

pakan ternak rumunansia. Prosiding pertemuan ilmiah ruminansia besar,

Puslitbang Peternakan, Bogor.

Manalu, H. 2008. Skripsi : Analisis usaha tani wortel (Studi Kasus : Desa Sukadame,

Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo). USU Repository, Medan.

Martodjo, H. 1990. Perkembangan sapi Bali sepuluh tahun terakhir (1980-1990).

Proc. Seminar Nasional Sapi Bali; Denpasar. 20-22 September Fakultas

Peternakan Universitas Udayana. Bali.

McDowell, L.R. 1985. Nutrition of Grazing Ruminants in Warm Climates. Academic

Press, Inc. Orlando, Florida. 756 pp.

Mosher, A.T. 1987. Menggerakan dan Membangun Pertanian. Yasaguna, Jakarta.

Mubyarto. 1974. Economic Aspects of Animal Husbandry in Indonesia. Economic

and Finance in Indonesia. Vol.23. LPEM-Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia, Jakarta.

Mubyarto, M. Munandar, Indriyo & Wismaji. 1975. Feasibility studi pilot proyek

PUTP di Propinsi Bali, NTB, NTT dan SULSEL. Kerjasama antara Ditjen

Peternakan dengan Lembaga Penelitian Ekonomi. Fakultas Ekonomi

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nadjib, H. 1985. Upaya meningkatkan produksi susu dengan perbaikan tatalaksana

peternakan sapi perah. Prosiding Pertemuan konsultan Peternakan Sapi Perah

58

Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Pemerintah DT II Sukabumi dan Lembaga

Pengabdian Pada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nuraeni & Purwanta. 2006. Potensi sumber daya dan pendapatan usaha peternakan

sapi perah di Kabupaten Sinjai. Jurnal Agrisistem 2 (1):8- 17.

Pamungkas. D., Mariyono & A. Musofie. 1994. Eksistensi sapi perah dara dalam

usaha peternakan sapi perah rakyat (studi kasus di Kecamatan Tutur

Kabupaten Pasuruan). Proc. Pertemuan lImiah Pengolahan dan Komunikasi

Hasil-hasil Penelitian Sapi Perah. Sub Balitnak Grati.

Panjaitan, T. S., W. R. Sasongko, A. Muzani, Mashur & W. Arief. 2003. Manajemen

Terpadu Pemeliharaan Sapi Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa

Tenggara Barat (BPTP NTB). NTB.

Pastika, I. M, & S. G. N. D. Darmadja.1976. Performans produksi sapi Bali. Proc.

Seminar Reproduksi dan Performans Sapi Bali. Dinas Peternakan Daerah

Tingkat I Bali. Denpasar.

Payne, W. J. & A., J Hodges, 1997. Tropical Cattle : Origin, Breeds and Breeding

Policies. Blackwell Science.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2009. Blue print NTB : Bumi Sejuta Sapi.

NTB

Rahmanto, B. 2004. Analisis usaha peternakan sapi potong rakyat. Laporan

Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Peranian,

DEPTAN.

Rasyid, A. & Hartati. 2007. Perkandangan Sapi Potong. Pusat penelitian dan

Pengembangan petern akan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian

Sabrani, M. 1979. Estimasi Elastisitas harga penawaran daging sapi di JABAR, DIY,

dan JATIM. Lembaran LPP Thn. IX No. 3-4, Bogor.

Santoso, U.1995. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sastradipradja, D. 1990. Potensi internal sapi Bali sebagai salah satu sumber plasma

nutfah untuk menunjang pembangunan peternakan sapi potong dan ternak

kerja secara nasional. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali Suradisastra, K.

1977. Peranan Sapi Potong dalam Usahatani di Kec. Kalijati dan Situraja.

Lembaran LPP Thn.7 No.4, Bogor.

Siregar, S. B.1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soehadji, 1990. Pembangunan dan peternakan di Indonesia ditinjau dari segi

perbaikan mutu ganetik. Proc. Seminar Nasional Sapi Bali; Denpasar. 20-22

September Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Bali.

59

Soehadji, 1991. Pembangunan dan Peternakan di Indonesia ditinjau dari segi

perbaikan mutu ganetik. Seminar Sehari Bersama Pemuliaan Ternak. Fakultas

Peternakan, IPB. Bogor.

Sumbung, F. P., J. T, Batosamma, B. R. Ronda, & S. Garantjang. 1978. Performans

Reproduksi Sapi Bali. Proc. Seminar Ruminansia Besar. Ditjennak & P-4 dan

Fapet IPB. Bogor. (85-88)

Suradisastra, K. 1977. Peranan sapi potong dalam usahatani di Kecamatan Kalijati

dan Situraja (Jawa Barat) dan Pancar serta Playen (Jawa Tengah). Lembaran

LPP Th. 7 No. 4, Bogor.

Sutarno, H. 1993. Pendayagunaan tanaman pakan pada lahan kritis. Seri

Pengembangan PROSEA 4. Yayasan PROSEA UNESCO/ROSTSEA. MAB

Indonesia. Jakarta.

Sutedja, P. M. Kota, I. B. Mantra, & D. Darmadja. 1976. Beberapa performans pada

sapi Bali, suatu progress report. Proc. Seminar Reproduksi dan Performans

Sapi Bali; Denpasar, 5-6 April. Dinas Peternakan Daerah TK. I Bali. Hlm 43-

56.

Thalib, C, S. Sivarajasingam, G. N. Hinch & A. Bamualim. 1998. Factor influencing

preweaning ang weaning weingt of Bali (Bos sondaicus) calves. Proc of the

6th

World Congress on Genetics Applied to Livestock Production.

Tizard, I. 2000. Veteriner Immunology an Introduction. W. B. Sanders Company,

Canada.

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa Bandung.

Vandeplassehe. 1982. Reproduction Efficiency in Cattle: A. Guideline for Project in

Developing countries. F.A.O. Rome.

Warwick, E. J., M. Astuti, & W. Hardjosubroto. 1987. Pemuliaan Ternak. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Wiltbank, J. N. 1978. Management of heifer replacements and the bood cow herd

through the calving and breeding period. In: Commercial Beef Cattle

Production. Ed. C. C. O’Mary and I. A. Dyer. 2nd Ed. Lea and Febiger

Philadelphia. (158-208).

Wina, E. 1992. Nilai gizi Kaliandra, Gamal, dan Lamtoro sebagai suplemen untuk

domba yang diberi pakan rumput gajah. Pros. Pengolahan dan Komunikasi

Hasil-hasil penelitian Teknologi Pakan dan Tanaman Pakan. Balai Penelitian

Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Cisarua, Bogor.

Wirdahayati, R. B. & A. Bamualim.1990. Penampilan produksi dan struktur populasi

sapi Bali di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Proc. Seminar Nasional Sapi

Bali; Denpasar. 20-22 September Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Bali.

60

Wharton, C. R. J. 1969. Subsistence Agriculture and Economic Development. Aldine

Publishing Company, Chicago.

Yusdja, Y., H. Malian, B. Winarso, R. Sayuti, & A. S. Bagyo. 2001. Analisis

kebijaksanaan pengembangan agribisnis komoditas unggulan peternakan.

Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian.

61

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Evaluasi Teknis Pemeliharaan Peternakan Sapi Bali Rakyat

Di Desa Pengadangan Kabupaten Pringgasela Kabupaten Lombok

Timur-NTB

A. IDENTITAS RESPONDEN :

Nama Peternak

Alamat

Kelompok Peternak

Tanggal Kunjungan

Umur

Pengalaman

Pendidikan

B. KEPEMILIKAN TERNAK

Kelompok Ternak Jumlah (Ekor) Keterangan

1. Pedet

Jantan

Betina

2. Dara

3. Induk

4. Jantan

C. PEMULIAAN DAN REPRODUKSI

1. Perbandingan jantan dengan betina

a) < 10 ekor

b) > 10 ekor

2. Sistem perkawinan

a) Inseminasi Buatan (IB)

b) Kawin alam yang teratur

c) Kawin alam yang tidak teratur

3. Kelahiran per induk setiap tahun

a) < 1,5 tahun sekali

b) 1,5 tahun sekali

c) > 1, 5 tahun sekali

4. Jarak beranak

a) 12-14 bulan

b) 15-17 bulan

c) > 17 bulan

63

5. Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting

a) I kali

b) 2-3 kali

c) > 3 kali

6. Pemilihan pejantan yang digunakan

a) Berdasarkan keturunan (silsilah)

b) Berdasarkan berat badan

c) Sembarang pejantan

7. Pemilihan induk yang digunakan

a) Berdasarkan keturunan (silsilah)

b) Berdasarkan berat badan

c) Sembarang induk betina

D. MAKANAN TERNAK

1. Jumlah hijauan yang diberikan

a) Lebih dari cukup (≥ 10% bobot badan)

b) Cukup (10% bobot badan)

c) Kurang (≤ 10 bobot badan)

2. Jenis hijauan yang diberikan

a) Rumput unggul + leguminosa

a) Rumput+limbah pertanian

b) Rumput unggul

c) Rumput lapangan

3. Pemberian konsentrat

a) Selalu

b) Kadang-kadang

c) Tidak ada

4. Pemberian mineral

a) Campuran mineral pabrik

b) Garam dapur+kapur+tepung tulang

c) Garam dapur

d) Tidak memberikan

5. Pemberian air minum

a) Selalu tersedia

b) Kadang-kadang

c) Tidak ada

6. Penanaman hijauan makanan ternak

a) Cukup untuk memenuhi kebutuhan sapi bali

b) Sebagai tambahan

c) Tidak ada

64

7. Usaha pengawetan makanan ternak

a) Selalu

b) Kadang-kadang

c) Tidak pernah

E. TATA LAKSANA

1. Pencatatan

a) Lengkap

b) Kurang lengkap

c) Tidak ada

2. Kebersihan ternak

a) Baik

b) Cukup

c) kurang

3. Pemanfaatan tenaga kerja

a) Dipekerjakan

b) Tidak dipekerjakan

c) Dipekerjakan dalam leadaan bunting

4. Pemanfaatan kotoran (kompos, gas bio, dll)

a) Seluruhnya

b) Sebagian

c) Tidak ada

5. Pengetahuan reproduksi

a) Baik

b) Sedang

c) kurang

6. Pengetahuan tentang usaha peternakan ( tujuan usaha peternakan sapi

bali)

a) Baik

b) Sedang

c) Kurang

F. KESEHATAN

1. Vaksinasi

a) Selalu

b) Kadang-kadang

c) Tidak ada

2. Pengetahuan tentang penyakit

a) Baik

b) Cukup

c) Kurang

65

3. Usaha dan tanggapan terhadap sapi yang sakit

a) Melaporkan pada petugas

b) Berusaha mengatasi secara tradisionil

c) dibiarkan

4. Kematian ternak

a) Tidak ada

b) Seekor

c) Dua ekor atau lebih

5. Tindakan terhadap kematian

a) Melaporkan pada petugas

b) Dikubur

c) Di makan

6. Penggunaan obat-obatan ringan

a) Selalu

b) Kadang-kadang

c) Tidak pernah

G. KANDANG DAN PERALATAN

1. Pemilikan kandang

a) Ada

b) Alakadarnya

c) Tidak ada

2. Lokasi kandang

a) Terpisah dari rumah dengan jarak ≥ 5 m

b) Terpisah dekat dengan rumah dengan jarak 1-4 m

c) Bersatu dengan rumah

3. Kontruksi kandang

a) Baik

b) Sedang

c) kurang

4. Kebersihan kandang

a) Baik

b) Sedang

c) kurang

5. Peralatan kandang

a) Lengkap

b) Kurang

c) Tidak ada

66

Lampiran 2. Hasil Penilaian Aspek Pengetahuan Pemuliabiakan

No Dusun Timba Nuh 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah

1 Bapak Dendi 5 30 40 35 30 20 20 180

2 Amaq Khamarudin 5 30 40 25 30 20 10 160

3 Inaq Ramli 5 30 40 25 30 10 10 150

4 Amaq Herman 5 30 40 35 30 20 10 170

5 Amaq Anggi 5 30 40 35 30 20 20 180

6 Inaq Irun 5 30 40 25 30 10 10 150

7 Amaq Kedah 5 30 40 35 30 20 20 180

8 Sahni 5 30 40 35 20 20 10 160

9 Amaq Majnin 5 30 40 35 30 20 20 180

10 Amaq Adi 5 30 40 25 30 20 20 170

Bawak Paok

11 Amaq Anoar 5 30 40 35 30 20 20 180

12 Amaq Maeni 5 30 40 35 30 20 20 180

13 Amaq Saniah 5 30 40 35 30 20 10 170

14 Amaq Surya 5 30 40 35 30 20 20 180

15 Amaq Khusnul 5 30 40 35 30 20 20 180

16 Amaq Maedi 5 30 40 25 30 20 10 160

17 Amaq Rina 5 30 40 25 30 20 20 170

18 Bapak Sahepuddin 5 30 40 35 30 20 10 170

19 Amaq Masyuhur 5 30 40 35 30 20 20 180

20 Amaq Dedi 5 30 40 35 30 20 20 180

Tibu Petung

21 Amaq Sari 5 30 40 35 30 20 20 180

22 Amaq Nurmin 5 30 40 25 30 20 20 170

23 Inaq Linawati 5 30 40 25 30 20 20 170

24 Inaq Sucimah 5 30 40 35 30 20 20 180

25 Amaq Rohman 5 30 40 35 30 20 20 180

26 Amaq Masni 5 30 40 35 20 20 10 160

27 Amaq Rijal 5 30 40 35 30 20 20 180

28 Inaq Rosa 5 30 40 35 30 20 20 180

29 Amaq Seha 5 30 40 25 30 20 20 170

30 Amaq Ida 5 30 40 25 30 20 20 170

Sukatain

31 Amaq Lia 5 30 40 35 20 20 20 170

32 Amaq Rahman 5 30 40 35 30 20 20 180

33 Asrul 5 30 40 35 30 20 20 180

34 Bapak Anoar 5 30 40 35 30 20 20 180

35 Amaq Arni 5 30 40 35 30 20 20 180

36 Inaq Nurfitri 5 30 40 35 30 20 20 180

37 Amaq Hardini 5 30 40 35 30 20 20 180

38 Amaq Nika 5 30 40 35 30 20 20 180

39 Amaq Ahyar 5 30 40 35 30 20 20 180

40 Amaq Serliana 5 30 40 35 30 20 20 180

67

Gubuk Jero

41 Amaq Sanimah 5 30 40 35 30 20 10 170

42 Amaq Sanep 5 30 40 35 30 20 20 180

43 Inaq Najib 5 30 40 25 30 20 10 160

44 Bapak Sahrip 5 30 40 35 30 20 10 170

45 Amaq Jaharudin 5 30 40 35 30 20 10 170

46 Amaq Sahlep 5 30 40 35 30 35 20 195

47 Amaq Anji 5 30 40 35 30 20 20 180

48 Amaq Asipudin 5 30 40 35 30 20 10 170

49 Bapak Nurahadi 5 30 40 35 30 35 20 195

50 Amaq Ririn 5 30 40 35 30 20 10 170

Gubuk Timuk

51 Amaq Uwirsan 5 30 40 35 20 20 10 160

52 Papuq Rini 5 30 40 35 30 20 10 170

53 Amaq Adi Kumin 5 30 40 35 30 20 10 170

54 Amaq Rianep 5 30 40 35 30 20 10 170

55 Inaq Atun 5 30 40 25 30 20 10 160

56 Salman 5 30 40 35 30 20 10 170

57 Amaq Juminah 5 30 40 35 30 20 10 170

58 Amaq Sidah 5 30 40 35 30 20 10 170

59 Amaq Adi 5 30 40 35 30 20 10 170

60 Amaq Aminudin 5 40 40 35 30 20 20 190

Gubuk Semodek

61 Amaq Juhaeni 5 30 40 35 30 20 10 170

62 Amaq Sahuni 5 30 40 35 20 20 10 160

63 Amaq Hukmi 5 30 40 35 30 10 20 170

64 Amaq Anoar 5 30 40 35 30 35 10 185

65 Amaq Samin 5 30 40 35 30 35 10 185

66 Amaq Wahyu 5 10 30 25 30 20 10 130

67 Amaq Nur 5 30 30 25 30 20 10 150

68 Amaq Jiahman 5 30 40 35 30 20 10 170

69 Amaq Isti 5 30 40 35 30 20 10 170

70 Amaq Anwar 5 30 40 25 30 20 10 160

68

Kuang Sawi

71 Amaq Adnan 5 30 40 35 30 20 10 170

72 Amaq Sri 5 30 40 35 30 20 10 170

73 Inaq Firman 5 30 40 35 30 20 10 170

74 Amaq Rita 5 30 40 35 20 20 10 160

75 Amaq Kurniati 5 40 40 35 30 20 10 180

76 Amaq Rofik 5 30 40 25 20 20 10 150

77 Amaq Saniyah 5 30 40 35 30 20 10 170

78 Sahrul 5 30 40 35 20 20 10 160

79 Amaq Surya 5 30 40 35 30 20 10 170

80 Bapak Sahlim 5 30 40 35 30 20 10 170

RATAAN 5 30 39,75 33 29 20,37 14,62 171,74

SD 0 2,75 1,57 4,02 3,01 3,87 5,01 10,58

Keterangan :

1. Perbandingan jantan dengan betina

2. Sistem perkawinan

3. Kelahiran per induk setiap tahun

4. Jarak beranak

5. Jumlah perkawinan untuk menjadi bunting

6. Pemilihan pejantan yang digunakan

7. Pemilihan Betina yang digunakan

69

Lampiran 3. Hasil Penilaian Aspek Pakan Ternak

No Dusun Timba Nuh 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah

1 Bapak Dendi 50 40 1 1 1 20 1 114

2 Amaq Khamarudin 50 40 1 1 10 1 1 104

3 Inaq Ramli 50 30 1 1 10 20 1 113

4 Amaq Herman 50 40 1 1 1 40 1 134

5 Amaq Anggi 10 10 1 1 1 1 1 25

6 Inaq Irun 50 40 1 50 10 40 1 192

7 Amaq Kedah 50 40 1 1 10 20 1 123

8 Sahni 50 40 1 1 1 1 1 95

9 Amaq Majnin 50 40 1 1 10 40 1 143

10 Amaq Adi 50 10 1 1 10 1 1 74

Bawak Paok

11 Amaq Anoar 50 40 1 20 10 20 1 142

12 Amaq Maeni 50 40 1 1 10 40 1 143

13 Amaq Saniah 50 40 1 1 10 20 1 123

14 Amaq Surya 30 40 1 1 10 40 1 123

15 Amaq Khusnul 50 40 1 50 10 20 1 172

16 Amaq Maedi 50 40 1 20 10 40 1 162

17 Amaq Rina 50 40 1 1 10 40 1 143

18 Bapak Sahepuddin 50 40 1 1 10 1 1 104

19 Amaq Masyuhur 50 40 1 20 10 40 1 162

20 Amaq Dedi 50 40 1 1 10 20 1 123

Tibu Petung

21 Amaq Sari 50 40 1 20 10 40 1 162

22 Amaq Nurmin 50 40 1 20 10 20 1 142

23 Inaq Linawati 50 40 1 50 10 40 1 192

24 Inaq Sucimah 50 40 1 1 10 20 1 123

25 Amaq Rohman 50 40 1 1 10 20 1 123

26 Amaq Masni 10 40 1 1 10 1 1 64

27 Amaq Rijal 50 40 1 1 10 1 1 104

28 Inaq Rosa 30 40 1 1 10 20 1 103

29 Amaq Seha 50 40 1 1 10 20 1 123

30 Amaq Ida 50 40 1 20 10 40 1 162

Sukatain

31 Amaq Lia 50 40 1 20 10 20 1 142

32 Amaq Rahman 50 40 1 20 10 40 1 162

33 Asrul 30 50 1 20 10 20 1 132

34 Bapak Anoar 50 40 1 20 10 20 1 142

35 Amaq Arni 50 40 1 20 10 40 1 162

36 Inaq Nurfitri 50 40 1 1 10 40 1 143

37 Amaq Hardini 50 40 1 1 10 40 1 143

38 Amaq Nika 50 40 1 1 10 40 1 143

39 Amaq Ahyar 50 40 1 20 10 1 1 123

40 Amaq Serliana 50 40 1 20 10 40 20 181

70

Gubuk Jero

41 Amaq Sanimah 50 50 1 1 10 20 1 133

42 Amaq Sanep 50 40 1 50 10 40 1 192

43 Inaq Najib 50 40 1 20 10 40 1 162

44 Bapak Sahrip 50 40 1 20 10 40 1 162

45 Amaq Jaharudin 50 40 1 20 10 40 1 162

46 Amaq Sahlep 50 40 1 1 10 40 1 143

47 Amaq Anji 50 40 1 1 10 20 1 123

48 Amaq Asipudin 50 50 1 1 10 40 1 153

49 Bapak Nurahadi 50 40 1 1 10 40 1 143

50 Amaq Ririn 50 40 1 20 10 20 1 142

Gubuk Timuk

51 Amaq Uwirsan 50 40 1 20 10 20 1 142

52 Papuq Rini 50 40 1 50 10 20 1 172

53 Amaq Adi Kumin 50 40 1 1 10 20 1 123

54 Amaq Rianep 50 40 1 20 10 20 1 142

55 Inaq Atun 50 40 1 1 20 1 1 114

56 Salman 50 40 1 20 10 20 1 142

57 Amaq Juminah 30 40 1 1 10 20 1 103

58 Amaq Sidah 10 40 1 1 10 20 1 83

59 Amaq Adi 50 40 1 1 10 20 1 123

60 Amaq Aminudin 50 40 1 20 10 20 1 142

Gubuk Semodek

61 Amaq Juhaeni 50 40 1 20 10 20 1 142

62 Amaq Sahuni 50 40 1 20 10 20 1 142

63 Amaq Hukmi 50 40 1 1 10 20 1 123

64 Amaq Anoar 50 40 1 50 10 40 1 192

65 Amaq Samin 10 40 1 1 10 20 1 83

66 Amaq Wahyu 50 40 1 1 10 20 1 123

67 Amaq Nur 50 40 1 1 10 20 1 123

68 Amaq Jiahman 50 40 1 1 10 20 1 123

69 Amaq Isti 50 40 1 50 10 40 1 192

70 Amaq Anwar 50 40 1 1 10 20 1 123

71

Kuang Sawi

71 Amaq Adnan 50 40 1 20 10 20 1 142

72 Amaq Sri 50 40 1 20 10 20 1 142

73 Inaq Firman 50 40 1 20 10 20 1 142

74 Amaq Rita 50 40 1 1 10 20 1 123

75 Amaq Kurniati 50 40 1 20 10 20 1 142

76 Amaq Rofik 50 40 1 20 10 20 1 142

77 Amaq Saniyah 50 40 1 1 1 20 1 114

78 Sahrul 50 40 1 1 10 1 1 104

79 Amaq Surya 50 40 1 50 1 20 1 163

80 Bapak Sahlim 50 40 1 1 10 20 1 123

RATAAN 47 39,5 1 12,55 9,95 24,12 1,23 135,35

SD 9,59 5,25 0 15,36 5,26 12,65 2,12 29,86

Keterangan :

1. Jumlah hijauan yang diberikan

2. Jenis hijauan yang diberikan

3. Pemberian konsentrat

4. Pemberian mineral

5. Pemberian air minum

6. Penanaman hijauan makanan ternak

7. Usaha pengawetan makanan ternak

72

Lampiran 4. Hasil Penilaian Aspek Tata Laksana No Dusun 1 2 3 4 5 6 Jumlah

1 Bapak Dendi 1 5 15 1 10 10 42

2 Amaq Khamarudin 1 5 15 1 10 10 42

3 Inaq Ramli 1 10 15 1 10 10 47

4 Amaq Herman 1 5 15 1 10 10 42

5 Amaq Anggi 1 5 15 1 10 10 42

6 Inaq Irun 1 10 15 1 10 10 47

7 Amaq Kedah 1 10 15 1 10 10 47

8 Sahni 1 5 15 1 10 10 42

9 Amaq Majnin 1 10 15 1 10 10 47

10 Amaq Adi 1 5 15 1 10 10 42

Bawak Paok

11 Amaq Anoar 20 20 15 10 10 10 85

12 Amaq Maeni 1 20 15 1 10 10 57

13 Amaq Saniah 20 20 25 10 10 10 95

14 Amaq Surya 20 20 15 10 10 10 85

15 Amaq Khusnul 30 10 15 1 10 10 76

16 Amaq Maedi 1 5 25 20 10 10 71

17 Amaq Rina 20 20 15 1 10 10 76

18 Bapak Sahepuddin 1 10 25 10 30 10 86

19 Amaq Masyuhur 20 10 15 10 30 10 95

20 Amaq Dedi 30 20 15 10 30 10 115

Tibu Petung

21 Amaq Sari 1 10 15 1 10 10 47

22 Amaq Nurmin 1 5 15 1 10 10 42

23 Inaq Linawati 1 10 15 1 10 10 47

24 Inaq Sucimah 1 5 15 1 10 10 42

25 Amaq Rohman 1 10 15 1 10 10 47

26 Amaq Masni 1 10 15 1 10 10 47

27 Amaq Rijal 1 10 15 1 10 10 47

28 Inaq Rosa 1 5 15 1 10 10 42

29 Amaq Seha 1 5 15 1 10 10 42

30 Amaq Ida 1 10 15 10 30 10 76

Sukatain

31 Amaq Lia 1 5 25 1 10 10 52

32 Amaq Rahman 20 5 25 1 10 10 71

33 Asrul 1 5 25 1 30 10 72

34 Bapak Anoar 30 20 15 1 10 10 86

35 Amaq Arni 1 10 25 1 10 10 57

36 Inaq Nurfitri 1 5 15 1 10 10 42

37 Amaq Hardini 1 5 15 1 10 10 42

38 Amaq Nika 20 10 15 1 10 10 66

39 Amaq Ahyar 20 5 15 1 10 10 61

40 Amaq Serliana 20 5 15 1 10 10 61

73

Gubuk Jero

41 Amaq Sanimah 20 5 15 20 10 10 80

42 Amaq Sanep 20 5 15 10 10 10 70

43 Inaq Najib 20 20 15 1 30 10 96

44 Bapak Sahrip 20 10 25 10 40 10 115

45 Amaq Jaharudin 20 10 25 10 10 10 85

46 Amaq Sahlep 20 20 15 1 30 10 96

47 Amaq Anji 20 5 15 1 10 10 61

48 Amaq Asipudin 20 10 25 10 10 10 85

49 Bapak Nurahadi 20 10 25 10 10 10 85

50 Amaq Ririn 30 20 15 20 40 10 135

Gubuk Timuk

51 Amaq Uwirsan 1 20 15 1 10 10 57

52 Papuq Rini 20 5 25 1 10 10 71

53 Amaq Adi Kumin 1 10 15 10 10 10 56

54 Amaq Rianep 20 5 15 10 10 10 70

55 Inaq Atun 20 10 15 1 10 10 66

56 Salman 1 5 15 1 10 10 42

57 Amaq Juminah 1 20 15 1 10 10 57

58 Amaq Sidah 1 20 15 1 10 10 57

59 Amaq Adi 1 20 25 1 10 10 67

60 Amaq Aminudin 30 20 15 10 10 10 95

Gubuk Semodek

61 Amaq Juhaeni 20 5 15 1 10 10 61

62 Amaq Sahuni 1 10 15 1 10 10 47

63 Amaq Hukmi 1 5 15 1 10 10 42

64 Amaq Anoar 30 10 15 20 30 10 115

65 Amaq Samin 1 20 25 1 30 10 87

66 Amaq Wahyu 1 5 15 1 30 10 62

67 Amaq Nur 1 5 15 1 30 10 62

68 Amaq Jiahman 1 10 15 1 30 10 67

69 Amaq Isti 1 10 15 1 10 30 67

70 Amaq Anwar 1 5 15 1 10 10 42

74

Kuang Sawi

71 Amaq Adnan 1 5 15 1 30 10 62

72 Amaq Sri 1 10 15 1 10 10 47

73 Inaq Firman 1 5 25 1 10 10 52

74 Amaq Rita 1 5 15 1 40 30 92

75 Amaq Kurniati 1 5 15 1 10 10 42

76 Amaq Rofik 1 10 25 1 10 10 57

77 Amaq Saniyah 1 5 15 1 10 10 42

78 Sahrul 1 20 25 1 10 10 67

79 Amaq Surya 1 5 15 1 10 10 42

80 Bapak Sahlim 1 5 15 1 30 10 62

RATAAN 8,4 9,87 17,12 3,63 14,62 10,5 64,14

SD 10,43 5,73 4,11 5,15 9,13 3,14 21,3

Keterangan :

1. Pencatatan

2. Kebersihan ternak

3. Pemanfaatan tenaga kerja

4. Pemanfaatan kotoran

5. Pengetahuan reproduksi

6. Pengetahuan tentang usaha peternakan

75

Lampiran 5. Hasil Penilaian Aspek Kesehatan Ternak No Dusun 1 2 3 4 5 6 Jumlah

1 Bapak Dendi 1 10 15 15 10 1 52

2 Amaq Khamarudin 1 5 15 15 10 1 47

3 Inaq Ramli 1 5 15 15 10 1 47

4 Amaq Herman 1 5 15 15 10 1 47

5 Amaq Anggi 1 5 1 15 10 1 33

6 Inaq Irun 1 5 15 10 10 1 42

7 Amaq Kedah 1 5 15 10 10 1 42

8 Sahni 1 5 15 15 10 1 47

9 Amaq Majnin 1 5 15 15 10 1 47

10 Amaq Adi 1 5 15 15 10 1 47

Bawak Paok

11 Amaq Anoar 1 5 15 15 10 1 47

12 Amaq Maeni 1 5 20 15 15 1 57

13 Amaq Saniah 1 5 20 15 15 1 57

14 Amaq Surya 1 5 20 15 15 1 57

15 Amaq Khusnul 1 5 20 15 15 15 71

16 Amaq Maedi 1 5 15 10 10 1 42

17 Amaq Rina 1 5 20 15 15 1 57

18 Bapak Sahepuddin 1 5 20 15 15 1 57

19 Amaq Masyuhur 1 10 20 15 15 1 62

20 Amaq Dedi 1 5 20 15 10 15 66

Tibu Petung

21 Amaq Sari 1 5 15 10 10 1 42

22 Amaq Nurmin 1 5 15 15 10 1 47

23 Inaq Linawati 1 5 15 10 10 1 42

24 Inaq Sucimah 1 5 15 5 10 1 37

25 Amaq Rohman 1 5 15 15 10 1 47

26 Amaq Masni 1 5 15 15 10 15 61

27 Amaq Rijal 1 5 15 15 10 1 47

28 Inaq Rosa 1 5 15 15 10 1 47

29 Amaq Seha 1 5 15 15 10 1 47

30 Amaq Ida 1 5 15 15 10 15 61

Sukatain

31 Amaq Lia 1 5 15 15 10 1 47

32 Amaq Rahman 1 5 15 15 10 1 47

33 Asrul 1 5 15 10 10 1 42

34 Bapak Anoar 1 5 15 10 10 1 42

35 Amaq Arni 1 5 15 5 10 1 37

36 Inaq Nurfitri 1 5 15 5 10 1 37

37 Amaq Hardini 1 5 20 15 10 1 52

38 Amaq Nika 1 5 20 10 10 1 47

39 Amaq Ahyar 1 5 15 15 10 1 47

40 Amaq Serliana 1 10 15 10 10 1 47

76

Gubuk Jero

41 Amaq Sanimah 1 5 20 15 15 15 71

42 Amaq Sanep 1 5 20 15 15 15 71

43 Inaq Najib 10 5 20 15 15 15 80

44 Bapak Sahrip 10 10 20 15 15 1 71

45 Amaq Jaharudin 1 10 20 15 15 1 62

46 Amaq Sahlep 1 5 20 15 15 1 57

47 Amaq Anji 1 5 20 15 15 1 57

48 Amaq Asipudin 1 5 20 10 15 1 52

49 Bapak Nurahadi 1 10 20 15 15 1 62

50 Amaq Ririn 1 15 20 10 10 15 71

Gubuk Timuk

51 Amaq Uwirsan 1 5 20 15 10 1 52

52 Papuq Rini 1 5 15 15 10 1 47

53 Amaq Adi Kumin 1 5 15 15 10 1 47

54 Amaq Rianep 1 5 20 15 10 1 52

55 Inaq Atun 1 5 15 15 10 1 47

56 Salman 1 5 15 15 10 1 47

57 Amaq Juminah 1 5 15 15 10 1 47

58 Amaq Sidah 1 5 15 10 10 1 42

59 Amaq Adi 1 5 15 15 10 1 47

60 Amaq Aminudin 1 5 15 15 10 1 47

Gubuk Semodek

61 Amaq Juhaeni 1 5 15 15 10 1 47

62 Amaq Sahuni 1 5 20 15 10 1 52

63 Amaq Hukmi 1 10 20 15 10 1 57

64 Amaq Anoar 1 10 20 10 10 15 66

65 Amaq Samin 1 5 15 15 10 1 47

66 Amaq Wahyu 1 5 15 15 10 1 47

67 Amaq Nur 1 5 15 15 10 1 47

68 Amaq Jiahman 1 10 15 15 10 1 52

69 Amaq Isti 1 10 20 15 10 1 57

70 Amaq Anwar 1 5 15 15 10 1 47

77

Kuang Sawi

71 Amaq Adnan 1 5 15 15 15 1 52

72 Amaq Sri 1 5 15 15 15 1 52

73 Inaq Firman 1 5 15 15 15 1 52

74 Amaq Rita 1 5 15 15 10 1 47

75 Amaq Kurniati 1 5 15 15 10 1 47

76 Amaq Rofik 1 10 20 15 10 15 71

77 Amaq Saniyah 1 5 15 15 10 1 47

78 Sahrul 1 5 15 15 10 1 47

79 Amaq Surya 1 5 20 15 10 1 52

80 Bapak Sahlim 1 10 20 10 10 15 66

RATAAN 1,22 5,87 16,63 13,75 11,18 2,92 51,57

SD 1,41 2,07 2,99 2,57 2,14 4,85 9,32

Keterangan :

1. Vaksinasi

2. Pengetahuan tentang penyakit

3. Usaha dan tanggapan terhadap kerbau yang sakit

4. Kematian ternak

5. Tindakan terhadap kematian

6. Pengetahuan obat-obatan ringan

78

Lampiran 6. Hasil Penilaian Kandang dan Peralatan No Dusun 1 2 3 4 5 Jumlah

1 Bapak Dendi 6 6 2 1 6 21

2 Amaq Khamarudin 6 10 2 1 6 25

3 Inaq Ramli 10 6 2 1 6 25

4 Amaq Herman 6 10 2 1 6 25

5 Amaq Anggi 10 6 2 1 6 25

6 Inaq Irun 10 10 2 1 6 29

7 Amaq Kedah 10 6 6 6 6 34

8 Sahni 10 6 2 1 6 25

9 Amaq Majnin 10 6 6 1 6 29

10 Amaq Adi 10 10 2 1 6 29

Bawak Paok

11 Amaq Anoar 10 10 10 10 10 50

12 Amaq Maeni 10 10 10 10 10 50

13 Amaq Saniah 10 10 10 10 10 50

14 Amaq Surya 10 10 10 10 10 50

15 Amaq Khusnul 10 10 10 10 10 50

16 Amaq Maedi 10 6 6 6 6 34

17 Amaq Rina 10 10 10 10 10 50

18 Bapak Sahepuddin 10 10 10 10 10 50

19 Amaq Masyuhur 10 10 10 10 10 50

20 Amaq Dedi 10 10 10 10 10 50

Tibu Petung

21 Amaq Sari 10 1 2 6 6 25

22 Amaq Nurmin 10 6 2 1 6 25

23 Inaq Linawati 10 6 6 6 6 34

24 Inaq Sucimah 10 6 2 6 6 30

25 Amaq Rohman 6 6 2 1 6 21

26 Amaq Masni 10 6 2 1 6 25

27 Amaq Rijal 10 6 2 1 6 25

28 Inaq Rosa 10 6 2 1 6 25

29 Amaq Seha 10 6 2 1 6 25

30 Amaq Ida 10 6 6 1 6 29

Sukatain

31 Amaq Lia 6 6 6 10 6 34

32 Amaq Rahman 10 6 2 10 6 34

33 Asrul 10 6 2 1 6 25

34 Bapak Anoar 10 6 2 10 6 34

35 Amaq Arni 6 6 2 1 6 21

36 Inaq Nurfitri 10 10 2 1 6 29

37 Amaq Hardini 10 10 2 1 6 29

38 Amaq Nika 10 10 2 1 6 29

39 Amaq Ahyar 6 6 2 1 6 21

40 Amaq Serliana 10 6 2 1 6 25

79

Gubuk Jero

41 Amaq Sanimah 10 10 6 1 6 33

42 Amaq Sanep 10 10 6 6 6 38

43 Inaq Najib 10 10 6 10 6 42

44 Bapak Sahrip 10 10 6 6 6 38

45 Amaq Jaharudin 10 10 6 10 6 42

46 Amaq Sahlep 10 10 6 10 6 42

47 Amaq Anji 10 10 6 6 6 38

48 Amaq Asipudin 10 10 2 6 6 34

49 Bapak Nurahadi 10 10 6 6 6 38

50 Amaq Ririn 10 1 6 6 6 29

Gubuk Timuk

51 Amaq Uwirsan 10 6 6 1 6 29

52 Papuq Rini 10 10 2 1 6 29

53 Amaq Adi Kumin 6 6 2 1 6 21

54 Amaq Rianep 10 6 2 1 6 25

55 Inaq Atun 6 6 2 1 6 21

56 Salman 6 6 2 1 6 21

57 Amaq Juminah 6 10 2 1 6 25

58 Amaq Sidah 6 6 2 1 6 21

59 Amaq Adi 10 6 6 6 6 34

60 Amaq Aminudin 10 6 10 6 6 38

Gubuk Semodek

61 Amaq Juhaeni 10 10 2 1 6 29

62 Amaq Sahuni 10 10 2 1 6 29

63 Amaq Hukmi 10 6 2 1 6 25

64 Amaq Anoar 10 6 6 6 6 34

65 Amaq Samin 10 10 2 6 6 34

66 Amaq Wahyu 10 10 2 1 6 29

67 Amaq Nur 10 10 2 6 6 34

68 Amaq Jiahman 10 6 2 1 6 25

69 Amaq Isti 10 6 6 1 6 29

70 Amaq Anwar 10 10 2 1 6 29

80

Kuang Sawi

71 Amaq Adnan 10 10 2 1 6 29

72 Amaq Sri 10 10 2 1 6 29

73 Inaq Firman 10 6 6 6 6 34

74 Amaq Rita 10 10 2 1 6 29

75 Amaq Kurniati 6 10 2 1 1 20

76 Amaq Rofik 10 6 2 1 6 25

77 Amaq Saniyah 10 10 6 6 6 38

78 Sahrul 10 6 2 1 1 20

79 Amaq Surya 6 1 2 1 1 11

80 Bapak Sahlim 10 10 6 6 6 38

RATAAN 9,3 7,76 4,1 3,87 6,26 31,29

SD 1,52 2,38 2,84 3,6 1,64 8,87

Keterangan :

1. Penilaian kandang

2. Lokasi kandang

3. Kontruksi kandang

4. Kebersihan kandang

5. Peralatan kandang

81

Lam

piran

7. P

eta Lokasi P

enelitian

Nama : Baiq Tutik Yuliana

NRP : D14063113

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

82