26
Etika dan Rahasia Profesi Kedokteran terhadap Pasien Penyakit Menular Seksual Anesty Claresta (Nim: 102011223) Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510. [email protected] Pendahuluan Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin tinggi pendidikan rata-rata masyarakat. Hal ini membuat mereka lebih tahu tentang haknya sebagai pasien. Semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan kesehatan membuat masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna dan menuntut lewat jalur hukum. Dalam perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata bertalian erat dengan bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan aspek etika dalam kedokteran yang menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi yang harus dijunjung tinggi oleh tenaga kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah suatu kumpulan asas atau nilai moral yang menjadi pegangan bagi para dokter untuk mengatur tingkah lakunya dalam menjalankan tugas. Yang terkait dengan etika tersebut salah satunya ialah menjaga rahasia kedokteran, yang 1

Etika dan Rahasia Kedokteran tentang Penyakit Menular Seksual

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Etika dan Rahasia Kedokteran merupakan hal yang penting saat menangani pasien dengan penyakit menular seksual.

Citation preview

Etika dan Rahasia Profesi Kedokteran terhadap Pasien Penyakit Menular Seksual

Anesty Claresta (Nim: 102011223)

Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510. [email protected]

Pendahuluan

Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter

atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin

tinggi pendidikan rata-rata masyarakat. Hal ini membuat mereka lebih tahu tentang haknya

sebagai pasien. Semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai

hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan

kesehatan membuat masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna

dan menuntut lewat jalur hukum.

Dalam perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata

bertalian erat dengan bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan aspek etika

dalam kedokteran yang menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi yang harus

dijunjung tinggi oleh tenaga kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah suatu kumpulan asas

atau nilai moral yang menjadi pegangan bagi para dokter untuk mengatur tingkah lakunya

dalam menjalankan tugas. Yang terkait dengan etika tersebut salah satunya ialah menjaga

rahasia kedokteran, yang merupakan kewajiban dokter dan hak dari pasien haruslah benar-

benar dijaga kerahasiaannya.

Skenario

Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah

pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan

keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan

mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia

masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat

kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita

GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantaranya

keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,

1

tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga

sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.

Aspek Etik

Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban

terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya,

Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran

Internasional.1

Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-

prinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat

keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu

keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam

perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi

pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)

dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.1

Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan

memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,

seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan

hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence

(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan

yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme

(pengabdian profesi).1

Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral

kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan

memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,

dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical

ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari

pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum

tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para

seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.1

IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan

etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga

2

MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain

itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di

dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan

di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit

(Makersi).1

Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar “hanya” akan

membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi

dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih

berat seperti kewajiban menjalani pendidikan/ pelatihan tertentu (bila akibat kurang

kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK

setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)

kedokteran.1

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan

Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin

profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,

profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi

yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan

kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),

lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang

menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.1

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar

profesi yang tertinggi.

3

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh

sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik

hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan

pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang

dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri

kebenarannya.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang

kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang

(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan

berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam

karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani

pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga

kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

4

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh

(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha

menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya

serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada

dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah

lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,

bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,

kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

5

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan

persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kedokteran/kesehatan.1

Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran,

sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-

rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip-prinsip

moral profesi.

Sifat hubungan antara dokter dengan pasien berkembang dari sifat paternalistik hingga

ke sifat kontraktual dan fiduciary. Pada masa sebelum tahun 1950-an paternalistik dianggap

sebagai sifat hubungan yang paling tepat, dimana dokter menentukan apa yang akan

dilakukan terhadap pasien berdasarkan prinsip beneficence (semua yang terbaik untuk

kepentingan pasien, dipandang dari kedokteran). Prinsip ini telah mengabaikan hak pasien

untuk turut menentukan keputusan. Sampai kemudian pada tahun 1970-an dikembangkanlah

sifat hubungan kontraktual antara dokter dengan pasien yang menitikberatkan kepada hak

otonomi pasien dalam menentukan apa-apa yang boleh dilakukan terhadapnya. Kemudian

sifat hubungan dokter-pasien tersebut dikoreksi oleh para ahli etika kedokteran menjadi

hubungan ficuiary (atas dasar niat baik dan kepercayaan), yaitu hubungan yang

menitikberatkan nila-nilai keutamaan (virtue ethics). Sifat hubungan kontraktual dianggap

meminimalkan mutu hubungan karena hanya melihatnya dari sisi hukum dan peraturan saja,

dan disebut sebagai bottom line ethicts.1

6

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama yaitu :

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien (the rights to self determination).

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan

ke kebaikan pasien.

3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau

“ do no harm”.

4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

mendistribusikan sumber daya (distributive justice).2

Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights dan

individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk

memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan John S. Mills berkata bahwa kontrol sosial atas

seseorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak orang

lain.

Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical

Association (WMA) adalah “the rights to accept or to refuse treatment after receiving

adequate information”. Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga

menyebutkannya demikian “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,... dst”.

Selanjutnya UU No 23/1992 tentang kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk

memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini

kemudian diuraikan di dalam Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis.

Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan

terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain

atau perbuatan melanggar hukum.

Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan

medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia

menerima dan memahami informasi yang diperlukan.2

Informed Consent

Sebagai pelaksanaan Pasal 45 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, perlu mengatur kembali persetujuan Tindakan Medik dengan Peraturan Menteri

Kesehatan.3

7

Dasar hukum dari Peraturan ini adalah :

UU No. 23 Tahun 1992; UU No. 29 Tahun 2004; PP No. 10 Tahun 1996; PP No. 32

Tahun 1996; PERMENKES No. 920 Tahun 1986; PERMENKES No. 159b Tahun 1988;

KEPMENKES No. 191 Tahun 2001; PERMENKES No. 1575 Tahun 2005;

PERMENKES No. 1295 Tahun 2007.

Dalam Peraturan Menteri ini ditetapkan :

1. Dalam ketentuan umum yang dimaksud dengan : Persetujuan tindakan kedokteran;

Keluarga terdekat; Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi; Tindakan invasif;

Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi; Dokter dan dokter gigi; Pasien

yang kompeten.

2. Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat

persetujuan.

3. Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.

4. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing/ withholding life

support) pada pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.

5. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga

terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan

dilakukan.

6. Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung

jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.

7. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

melakukan pembinaan dan pengawasan dengan melibatkan organisasi profesi terkait

sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45

serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent

adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya

setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan

dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan

Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2

menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien/ keluarganya, kehadiran seorang

perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak

membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang

8

dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai

tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

dilaksanakan adalah:

1. Diagnosa yang telah ditegakkan.

2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran

tersebut.

5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara

pengobatan yang lain.

6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan

tindakan kedokteran:

1. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.

2. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan

persetujuan tindakan kedokteran adalah:

1. Dalam keadaan gawat darurat (emergensi), dimana dokter harus segera bertindak

untuk menyelamatkan jiwa.

2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi

dirinya.

3. Dalam keadaan adanya pengaruh daya paksa dari seseorang (KUHP pasal 48)

Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent:

1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya

tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan

tanpa sepengetahuan pasiennya.

2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat

negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan

medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Setelah dokter menentukan diagnosis dokter wajib memberikan informed consent

tentang penjelasan mengenai penyakit apa yang sedang dideritanya. Sebaiknya penjelasan

9

tentang penyakit ini dengan menggunakan bahasa yang awam dan dapat dipahami oleh

masyarakat biasa. Selanjutnya perlu dijelaskan juga terapi medis apa saja yang menjadi

pilihan pengobatan pasien berserta keuntungan dan kerugian dari terapi tersebut. Pasien diberi

kewenangan sepenuhnya untuk memilih terapi yang akan dijalaninya.

Untuk langkah pengobatan, diperlukan juga persetujuan dari pasien apakah bersedia

untuk melakukan pengobatan tertentu. Dokter juga perlu menjelaskan kepada pasien

prognosis dari penyakit, dimana pada kasus ini apabila dilakukan pengobatan yang teratur dan

mengubah perilaku dalam hal ini adalah berhubungan sexual dengan bukan istrinya sebagai

sumber penularannya, serta mau mengajak istrinya ikut serta pada jadwal pengobatan

berikutnya. Karena apabila si pasien telah berhubungan dengan istrinya, maka akan sulit

untuk sembuh secara total karena akan kembali tertular oleh istrinya yang tidak diobati

bersama.2,3

Rahasia Kedokteran

Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai

norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien.2

Rahasia kedokteran dibagi :

1. Rahasia pekerjaan dokter, adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan

berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan setelah menyelesaikan pendidikannya

2. Rahasia jabatan dokter, adalah rahasia dokter sebagai pejabat struktural.4

Dalam Sumpah Dokter Indonesia, salah satunya berbunyi : “Saya akan merahasiakan

segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya”, sedangkan Kode Etik Kedokteran

Indonesia merumuskannya sebagai “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang

diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.”

Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia

kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang

diketahuinya selama melakukan pekerjaan di bidang kedokteran sebagai rahasia.2

10

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1966

TENTANG WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN

Pasal 1.

Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-

orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam

lapangan kedokteran.

Pasal 2.

Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal

3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan

Pemerintah ini menentukan lain.

Pasal 3.

Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:

a. tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara tahun 1963 No.79)

b. mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan

dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Pasal 4

Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau

tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,

Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undang-

undang tentang Tenaga Kesehatan.

Pasal 5.

Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam

pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan

wewenang dan kebijaksanaannya.

11

Pasal 6.

Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung

Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.

Pasal 7.

Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia

Kedokteran".

Pasal 8.

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat

mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Namun PP tersebut diatas memberikan pengecualian sebagaimana terdapat dalam

pasal 2, yaitu apabila terdapat peraturan perundang-undangan yang sederajat (PP) atau yang

lebih tinggi (UU) yang mengaturnya lain. Baik UU Kesehatan maupun UU Praktik

Kedokteran juga mewajibkan tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia kedokteran.

Selanjutnya UU Praktik Kedokteran memberikan peluang pengungkapan informasi kesehatan

secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat 2 UU No.29 tahun 2004 tentang praktek

kedokteran: 3

a. untuk kepentingan kesehatan pasien

b. untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum

c. permintaan pasien sendiri

d. berdasarkan ketentuan undang-undang

Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana

oleh karena melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang memperkuat

peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan dan situasi tertentu dapat membuka “rahasia

kedokteran” tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan “bebasnya” para dokter dan tenaga

administrasi kesehatan dalam membuat Visum et Repertum (kewajiban dalam KUHAP) dan

dalam menyampaikan pelaporan tentang statistik kesehatan, penyakit wabah dan karantina

(diatur dalam UU terkait).3,4

12

Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adalah adanya izin

atau persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan (pasal 51 KUHP), daya

paksa (pasal 48 KUHP), dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP). Selain itu etika

kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk

kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan penelitian. Permenkes No.749a juga

memberi peluang bagi penggunaan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian. Dalam

kaitannya dengan keadaan yang memaksa dikenal dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa

yang memadai (overmacht) dan keadaan yang memaksa (noodtoestand).2

Aspek Hukum

Pada kasus skenario, seorang laki-laki yang sudah menikah tetapi mengaku bahwa

sudah pernah berhubungan dengan wanita lain ingin melakukan pemeriksaan dengan keluhan

kencing nanah, setelah diperiksa hasilnya positif menderita GO dan ia tidak ingin istrinya

tahu, tetapi karena telah berhubungan intim dengan istrinya, dia curiga bahwa istrinya juga

telah terkena.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 seorang dokter wajib

menyimpan rahasia kedokteran tersebut terhadap orang lain bahkan isterinya, kecuali: karena

daya paksa, diatur dalam pasal 48 KUHP :“Barang siapa melakukan suatu perbuatan karena

pengaruh daya paksa,tidak dapat dipidana”, karena menjalankan perintah UU: diatur dalam

pasal 50 KUHP: “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-

undang, tidak dipidana”, dan karena menjalankan perintah jabatan, diatur dalam pasal 51

KUHP “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang

diberikan oleh penguasa yang wenang, tidak dipidana”. Tetapi apabila dokter membuka

rahasia kedokteran tersebut, dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan

berdasarkan pasal 322 KUHP. 4

Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 21, setiap tenaga

kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga

kesehatan. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (tenaga kesehatan yang berhubungan langsung

dengan pasien misalnya, dokter, dokter gigi, perawat) dalam melaksanakan tugas profesinya

berkewajiban untuk menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan data

kesehatan pribadi pasien, memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan

yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan, membuat

dan memelihara rekam medis. Dalam pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri dapat

13

mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan berupa teguran atau pencabutan

ijin untuk melakukan upaya kesehatan.

Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan kepada tenaga

kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan

(perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya,

perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa

baik karena alam maupun perbuatan manusia).2

Dasar Hukum

Pasal 322 KUHP

1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan

ribu rupiah

2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat

dituntut atas pengaduan orang itu

Pasal 170 KUHP

1. Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan

menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi

keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka

2. Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. pasal

48 KUHP Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak

dipidana.

PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Pasal 21

1. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi

standar profesi tenaga kesehatan.

2. Standar profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan

oleh Menteri.

14

Pasal 22

1. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu

dalam ayat ini adalah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien

misalnya, dokter, dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya

berkewajiban untuk :

a. menghormati hak pasien;

b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;

c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan

dilakukan;

d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

e. membuat dan memelihara rekam medis. ,

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh

Menteri.

Pasal 24

1. Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya

sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya

rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya, perlindungan terhadap keadaan

membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa baik karena alam

maupun perbuatan manusia)

2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh

Menteri

Pasal 33

1. Dalarn rangka pengawasan, Menteri dapat mengambil tindakan disiplin terhadap

tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi tenaga

kesehatan yang bersangkutan.

2. Tindakan disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a. teguran;

b. pencabutan ijin untuk melakukan upaya kesehatan.

15

3. Pengambilan tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dan ayat (2) .

Prosedur Tindakan

Setiap tindakan medis mempunyai indikasi, resiko, keuntungan dan kerugiannya

tersendiri. Dalam tindakan pengobatan pasien penderita gonorrhea (GO), penting untuk

diketahui riwayat hubungan seksual, sudah menikah belum, apakah melakukan persetubuhan

dengan lebih dari satu orang. Penting bagi dokter untuk mengingat bahwa ‘ping-pong

phenomene’ dapat terjadi pada kasus gonorrhea, maka penting untuk mengobati kedua orang

yang sudah berhubugan seksual, khususnya jika sudah menikah.5

Kewajiban Dokter – Penjelasan Tindakan Medis ( Edukasi )

Pada kasus tersebut, pasien laki-laki harus dijelaskan mengenai keuntungan dan

kerugian jika ia menjalani pengobatan tanpa mengobati juga sang istri yang kemungkinan

sudah terkena gonorrhea.5 Jika dokter tidak meberikan penjelasan terlebih dahulu, dokter

tersebut tidak memenuhi kewajiban dokter yang tercantum dalam Pasal 4 dan Pasal 5

Permenkes No 585/MenKes/Per/IX/1989, yang menuntut dokter untk menjelaskan atau

memberikan informasi yang adekuat kepada pasien sebelum melakukan tindakan medis.4

Apabila Dokter Melanggar Rahasia Kedokteran

Di lain pihak, jika dokter tidak menjelaskan kepada pasien bahwa penting untuk

memberitahu kepada istri pasien untuk menjalani pengobatan, tetapi dokter tersebut yang

menyampaikan informasi secara langsung kepada istri pasien tanpa persetujuan dari pasien,

dokter telah melanggar hak pasien atas rahasia rekam medis pasien.

Pasal 322 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

16

KUH Perdata 1365

“Setiap perbuatan melanggar hukum yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain,

mewajibkan orang yang karena kesalahannnya menyebabkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut”

Kesimpulan

Seorang pasien laki-laki yang datang ke praktek dokter keluarganya mengeluh dua

hari terakhir bahwa alat kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri, yang didapatkan

nya akibat perselingkuhan dengan wanita lain, pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu,

karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya, disini dokter tahu bahwa mengobati

penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit, tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga

dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah tertular. Istrinya juga harus diobati.

Disini yang harus dijaga oleh seorang dokter adalah untuk tetap menjaga rahasia

kedokteran ialah pertama-tama dokter harus menjelaskan kepada pasien bahwa pengobatan

penyakit tersebut sebenarnya tidak sulit, tetapi karena ia telah berhubungan juga dengan

istrinya, maka kemungkinan istrinya juga sudah tertular dan harus diobati. Dokter juga

menjelaskan adanya kemungkinan-kemungkinan dimana AIDS bisa saja tertular melalui

hubungan seksual yang tidak sehat, karena dokter memegang prinsip rahasia kedokteran

pasien, maka dokter tidak boleh membocorkan apapun yang dialami pasien kepada siapapun

termasuk kepada sang istri. Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha

jujur dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan nya, tetapi semua keputusan tetap di

tangan pasien tersebut,karena dokter tidak bisa memaksa sesuai hak autonomy seorang pasien

dan sesuai rahasia jabatan kedokteran.

Daftar Pustaka

1. Sampurna Budi, et all. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik FKUI. 2007. Hal: 49-51

2. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian

Kedokteran Forensik FKUI. 1994. Hal 1-25

3. Hanafiah HJ. Pernyataan IDI tentang informed consent. Dalam: Etika Kedokteran dan

Hukum Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999; hal. 279-

81.

17

4. Etika Kedokteran Indonesia. Februari 2012. Diunduh dari:

http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/. 16 Januari 2015.

5. Centers for Disease Control and Prevention. Sexual Transmitted Disease – Gonorrhea.

Edisi 2010. Diunduh dari http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea.htm, 8

Januari 2014.

18