DEFINISI Diabetes Melitus Bimbingan

  • Upload
    9asmar

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.EPIDEMIOLOGI

Di seluruh dunia prevalensi DM telah meningkat secara signifikan selama dua dekade terakhir, dari sekitar 30 juta kasus pada tahun 1985 menjadi 177 juta pada 2000. Berdasarkan perkembangan saat ini, 360 juta orang akan menderita diabetes pada tahun 2030 (Gambar 338-2). Meskipun prevalensi dari kedua tipe 1 dan tipe 2 DM meningkat di seluruh dunia, prevalensi DM tipe 2 meningkat jauh lebih cepat karena meningkatnya obesitas dan mengurangi tingkat aktivitas sebagai negara menjadi lebih maju. Hal ini berlaku di sebagian besar negara, 6 dari 10 negara dengan tingkat tertinggi di Asia. Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) diperkirakan 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi menderita diabetes pada tahun 2005 (30% dari individu dengan diabetes yang tidak terdiagnosis). Sekitar 1,5 juta individu (> 20 tahun) yang baru didiagnosa diabetes pada tahun 2005. Pada tahun 2005, prevalensi di DM Sates Serikat diperkirakan 0,22% pada mereka 20 tahun. Pada individu> 60 tahun prevalensi DM 20,9%. Prevalensi ini sama pada pria dan wanita hampir seluruh rentang usia (10,5% dan 8,8% pada individu> 20 tahun) tapi sedikit lebih pada pria> 60 tahun. Perkiraan di seluruh dunia pada tahun 2030 jumlah terbesar orang dengan diabetes pada usia 45-64 tahun.

ETIOLOGI

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:1. Diabetes Melitus tipe 1DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau Insulin dependent atau Ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah juvenile onset sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang menyerupai protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

2. Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup yang diabetogenik (asupan kalori yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik. Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

3. Diabetes Melitus tipe lain

Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (200mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada bagan berikut :

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa

darah puasa terganggu (GDPT).1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Kriteria diagnosis

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya

DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada bagan1.

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dL)

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun.

Screening Diabetes Mellitus4

Tabel 3. Screening Diabetes mellitus2

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi

glukosa

Tabel 5. Evaluasi penegakan diagnosis DM secara keseluruhan2

Kriteria Diagnosis

Tabel 6. perbandingan kriteria diagnostik WHO 1999 dan ADA 20037

Kriteria Diagnosis yang digunakan 1,2,5,6:1. Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) atau2. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau3. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau4. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut PERKENI 2011 :

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen, dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar-x dada

1. Urinalisis

Glukosuria

Menggunakan diastix atau clinistix yang sensitive terhadap glukosa di urin hingga 100mg/Dl (5,5 mmol)Ketonuria

Menggunakan test netropusside (ketosix). Meskipun tes ini tidak dapat mendeteksi adanya -hydroxybutiric acid, tetapi estimasi nilai semikuantitaif ketonuria dapat digunakan di praktek klinik. 3

2. Pemeriksaan darah

3. Lipoprotein

Rujukan

Sistem rujukan perlu dilakukan pada seluruh pusat pelayanan kesehatan yang memungkinkan dilakukan rujukan. Rujukan meliputi5:

Rujukan ke bagian mata Rujukan untuk terapi gizi medis sesuai indikasi Rujukan untuk edukasi kepada edukator diabetes Rujukan kepada perawat khusus kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau spesialis lain sebagai bagian dari pelayanan dasar. Konsultasi lain sesuai kebutuhan.TERAPITujuan penatalaksanaan jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.Pilar penatalaksanaan DM5 :

I. Edukasi. II. Terapi Nutrisi Medis.

Karbohidrat Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatasan karbohidrat total