24
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (2019:1) diabetes adalah penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik. Pendidikan dan dukungan manajemen diri pasien yang berkelanjutan sangat penting untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko komplikasi jangka panjang. Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa, postprandial, aterosklerotik, dan penyakit vaskular mikroangiopati serta neuropati. Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolik diabetes (Price & Wilson, 2006:1260). Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan pada pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh dan atau ketidakmampuan dalam memecah insulin. Penyakit diabetes juga menjadi faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain (Maghfuri, 2016:2). Diabetes melitus adalah suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200mg/dL). Bila diabetes melitus tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein serta resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular meningkat (Gunawan, dkk, 2016:495).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (2019:1) diabetes adalah

penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis berkelanjutan

dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik.

Pendidikan dan dukungan manajemen diri pasien yang berkelanjutan sangat

penting untuk mencegah komplikasi akut dan mengurangi risiko komplikasi

jangka panjang.

Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan

klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi

karbohidrat. Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes

melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa, postprandial, aterosklerotik, dan

penyakit vaskular mikroangiopati serta neuropati. Pasien dengan kelainan

toleransi glukosa ringan dapat tetap beresiko mengalami komplikasi

metabolik diabetes (Price & Wilson, 2006:1260).

Diabetes melitus adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan pada

pankreas yang tidak dapat menghasilkan insulin sesuai dengan kebutuhan

tubuh dan atau ketidakmampuan dalam memecah insulin. Penyakit diabetes

juga menjadi faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain (Maghfuri,

2016:2).

Diabetes melitus adalah suatu sindrom klinik yang ditandai oleh poliuri,

polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau

hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200mg/dL).

Bila diabetes melitus tidak segera diatasi akan terjadi gangguan metabolisme

lemak dan protein serta resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau

makrovaskular meningkat (Gunawan, dkk, 2016:495).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

7

2. Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (2019:13), diabetes dapat

diklasifikasikan ke dalam kategori umum sebagai berikut:

a. Diabetes Melitus tipe-1

Sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependen insulin. Kedua tipe ini

dapat muncul pada sembarang usia. Ditandai oleh destruksi sel-β secara

selektif dan defisiensi insulin absolut atau berat. Diabetes tipe-1 terbagi

menjadi dua subtipe yaitu autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan

kekurangan sel – sel beta dan idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan

tidak diketahui (Price & Wilson, 2006:1262).

b. Diabetes Melitus tipe-2

Dikenal sebagai diabetes tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe

nondependen insulin. Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini dan

insiden diabetes tipe-2 tiap tahunnya sebesar 650.000 kasus baru (Price &

Wilson, 2006:1262).

c. Diabetes Gestasional (GDM)

Dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari

semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik,

obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat diabetes gestasional

terdahulu. Terjadi peningkatan sekresi hormon yang mempunyai efek

metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan

diabetogenik (Price & Wilson, 2006:1262).

d. Tipe Khusus Lain

Jenis diabetes spesifik karena penyebab lain, misalnya sindrom diabetes

monogenik (seperti diabetes neonatal dan diabetes onset kedewasaan

[MODY] muda), penyakit pada pankreas eksokrin (seperti cysticfibrosis dan

pankreatitis), dan diabetes yang diinduksi obat atau bahan kimia (seperti

penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan HIV/AIDS, atau setelah

transplantasi organ) (ADA, 2019:13).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

8

3. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe-1 dan Diabetes Melitus Tipe- 2

Tabel 2.1 Perbedaan Diabetes Melitus tipe-1 dan Diabetes Melitus tipe-2

Ciri – Ciri Diabetes Melitus Tipe-1 Diabetes Melitus Tipe-2

1. Klinis • Onset < 20 tahun

• Berat badan normal

• Kadar insulin darah

menurun secara nyata

• Antibodi anti-sel pulau

• Ketoasidosis sering

terjadi

• Onset > 30 taun

• Obesitas

• Peningkatan kadar insulin darah

(awal), kadar insulin yang normal

hingga penurunan sedang (lanjut)

• Tidak ada Antibodi anti-sel pulau

• Ketoasidosis jarang terjadi, koma

hiperosmoler nonketotik.

2. Genetika • 30% - 70% bersamaan

dengan anak kembar

• Memiliki kolerasi dengan

kelas MHC gen HLA II

• 50% - 90% bersamaan dengan anak

kembar

• Tidak memiliki kolerasi HLA

• Berkolerasi dengan calon gen

diabetogenik (PPARs, calpain 10)

3. Patogenesis • Destruksi autoimun sel-β

yang dimediasi oleh sel-sel

T dan mediator humoral

(TNF,ILI,NO)

• Defisiensi absolut insulin

• Resistensi insulin dalam otot skeletal,

jaringan adiposa dan hati

• Disfungsi sel-β dan defisiensi relatif

insulin

4. Sel Islet • Insulitis dini

• Atrofi dan fibrosis yang

nyata

• Deplesi sel-β

• Tidak ada insulitis

• Atrofi fokal dan pengendapan amiloid

• Deplesi sel-β yang ringan

Sumber : Robbins & Cotran. 2008:8

4. Epidemiologi Diabetes Melitus

Tingkat prevalensi diabetes melitus adalah tinggi. Diduga terdapat sekitar

16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis

600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di

Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang

dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes

paling sedikit 21

2 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan

dengan mereka yang tidak menderita diabetes.

Terdapat 75% penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit

vaskular, serangan jantung, gagal ginjal, dan stroke sebagai komplikasi yang

utama. Dampak ekonomi pada diabetes juga terlihat berakibat pada biaya

pengobatan dan hilangnya pendapatan (Price & Wilson, 2006:1260).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

9

5. Faktor Risiko

Menurut Depkes RI (2008:9), faktor risiko adalah suatu aktivitas atau

kegiatan, zat atau bahan, kondisi dan faktor pencetus yang mempunyai

pengaruh terhadap terjadinya penyakit diabetes melitus pada seseorang.

Pencegahan faktor risiko dilakukan untuk orang yang sehat dengan tujuan

agar orang tersebut tetap terjaga dalam kondisi normal.

Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi diabetes melitus, sebagai

berikut :

a. Faktor risiko melekat yang sulit dan mungkin tidak dapat dirubah yaitu umur,

jenis kelamin, keturunan, status sosial seperti suku, dan adat istiadat atau

budaya.

b. Faktor risiko perilaku yang dapat dirubah yaitu merokok, konsumsi alkohol,

kurang aktivitas fisik, kurang konsumsi serat, konsumsi lemak, dan kalori

tinggi.

c. Faktor risiko lingkungan yaitu kondisi ekonomi daerah, lingkungan sosial,

status sosio-ekonomi, dan lingkungan fisik.

d. Faktor risiko fisik seperti obesitas, hipertensi, dan sindrom polikistik

ovarium.

e. Faktor risiko biologis seperti hiperglikemia, toleransi glukosa terganggu,

diabetes gestasional, dan dislipidemia (Depkes RI, 2008:10).

6. Etiologi Diabetes Melitus

a. Etiologi Diabetes Melitus tipe-1

Diabetes Melitus tipe-1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara

genetik dengan gejala – gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap

perusakan imunologik sel – sel yang memproduksi insulin. Individu yang

peka secara genetik tampaknya memberikan respons terhadap kejadian –

kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi

auto-antibodi terhadap sel beta yang akan mengakibatkan berkurangnya

sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes

melitus terjadi jika lebih dari 90% sel beta menjadi rusak. Pada diabetes

melitus dalam bentuk yang lebih berat, sel beta telah rusak semuanya,

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

10

sehingga terjadi insulopenia dan semua kelainan metabolik yang berkaitan

dengan defisiensi insulin (Price & Wilson, 2006:1261).

b. Etiologi Diabetes Melitus Tipe-2

Diabetes melitus tipe-2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta

terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan dalam

pengikatan insulin dengan reseptor disebabkan karena berkurangnya jumlah

tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau

akibat ketidaknormalan reseptor insulin instriksik, akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan transport

glukosa. Ketidakabnormalan post-reseptor dapat mengganggu kerja insulin

yang pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dalam menurunkan jumlah

insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan

euglikemia (Price & Wilson, 2006:1261).

Tabel 2.2 Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin

absolut :

▪ Autoimun

▪ Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai

defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi

insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain ▪ Defek genetik fungsi sel beta

▪ Defek genetik kerja insulin

▪ Penyakit eksokrin pankreas

▪ Endokrinopati

▪ Karena obat atau zat kimia

▪ Infeksi, dll

Sumber : Perkeni, 2015:10

7. Diagnosis Diabetes Melitus

Gejala utama yang dapat diderita pasien dengan diabetes yang tidak

terdiagnosis meliputi: polidipsia, poliuria, nokturia, kelelahan ekstrim,

penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan, mengurangi tingkat

penyembuhan luka, penglihatan kabur, dan gatal genital / sering timbulnya

sariawan (Perkeni, 2015:11).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

11

Bersama dengan gejala-gejala ini, diagnosis diabetes dengan hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan

kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan

diagnosis diabetes melitus (Depkes RI, 2005:21). Pemantauan hasil

pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa

darah kapiler dengan glukometer (Perkeni, 2015:11).

Tabel 2.3 Kriteria Penegakan Diagnosis

Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam setelah makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

Pra-diabetes

IFG atau IGT

100 – 125 mg/dL

––

––

140–199 mg/dL

Diabetes ≥126 mg/dL ≥ 200 mg/dL

Sumber: Depkes RI, 2005:21

8. Penyakit Penyerta/Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik dapat menimbulkan

komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua kategori

yaitu :

a. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik akut meliputi ketoasidosis diabetik, hiperglikemia,

hiperosmolar, koma nonketotik, dan hipoglikemia (Price & Wilson,

2006:1264).

b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang

Komplikasi kronik yang dapat muncul adalah retinopati diabetik,

glomerulosklerosis diabetik, nefropati diabetik, neuropati perifer dan penyakit

maskular yang mengacu pada aterosklerosis dengan berkembangnya penyakit

arteri koronaria, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, dan meningkatkan

resiko infeksi (Price & Wilson, 2006:1264).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

12

9. Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Tujuan penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan kualitas

hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan menurut Perkeni

(2015:14) meliputi:

a. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes melitus,

memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.

b. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit

mikroangiopati dan makroangiopati.

c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes

melitus.

Menurut American Diabetes Association (2019:46) terdapat empat pilar

utama dalam penatalaksanaan diabetes melitus, yaitu:

a. Edukasi / Pendidikan

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan

dan keterampilan bagi pasien diabetes melitus yang bertujuan menjunjung

perubahan perilaku untuk meningkatkan pengetahuan pasien akan

penyakitnya (Depkes RI, 2005:68). Sesuai dengan standar nasional untuk

edukasi dan dukungan manajemen diri diabetes, penderita diabetes harus

berpartisipasi dalam edukasi manajemen diri diabetes untuk memfasilitasi

pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang diperlukan dalam

perawatan diri diabetes. Dukungan manajemen mandiri diabetes

direkomendasikan agar membantu penerapan dan mempertahankan

keterampilan dan perilaku yang diperlukan untuk manajemen diri yang

berkelanjutan (ADA, 2019:47).

Metode edukasi pasien dapat diterapkan dengan metode konseling,

ceramah, dialog dan diskusi, informasi cetak (leaflet) sampai dengan metode

audiovisual, demonstrasi tehnik, simulasi video, dan belajar dengan bantuan

komputer (Rantucci, 2009:136). Tujuan keseluruhan edukasi dan dukungan

manajemen diri diabetes adalah untuk mendukung informasi pengambilan

keputusan, perilaku perawatan diri, pemecahan masalah, dan kolaborasi aktif

dengan tim perawatan kesehatan untuk meningkatkan hasil klinis, status

kesehatan, dan kualitas hidup dengan cara yang hemat biaya (ADA, 2019:47).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

13

b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

Terapi nutrisi medis adalah menentukan apa yang harus dimakan dan

mengikuti rencana makan. Tidak ada pola makan satu ukuran untuk semua

penderita diabetes, dan perencanaan makan harus disesuaikan dengan

kebutuhan individu (ADA, 2019:47). Diet yang dianjurkan adalah makanan

dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein, dan lemak,

sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

1) Karbohidrat : 10-67%

2) Protein : 10-15%

3) Lemak : 20-25% (Depkes RI, 2005:24).

Terapi nutrisi medis memiliki peran integral dalam manajemen diabetes

secara keseluruhan, dan setiap orang dengan diabetes harus secara aktif

terlibat dalam pendidikan, manajemen diri, dan perencanaan perawatan

dengan tim perawatan kesehatannya, termasuk pengembangan kolaboratif

dari makanan individual (ADA, 2019:47).

c. Aktivitas fisik/ jasmani

Aktivitas fisik adalah istilah umum yang mencakup semua gerakan untuk

meningkatkan penggunaan energi dan merupakan bagian penting dari rencana

manajemen diabetes. Olahraga adalah bentuk aktivitas fisik yang lebih

spesifik, terstruktur, dan dirancang untuk meningkatkan kebugaran fisik

(ADA, 2019: 51).

Olahraga telah terbukti meningkatkan kontrol glukosa darah, mengurangi

faktor risiko kardiovaskular, berkontribusi terhadap penurunan berat badan,

dan meningkatkan kualitas hidup. Jika tidak dikontraindikasikan, pasien

dengan diabetes tipe-2 didorong untuk melakukan setidaknya dua sesi latihan

resistensi mingguan (olahraga dengan beban bebas atau mesin berat), dengan

setiap sesi terdiri dari setidaknya satu set (kelompok gerakan latihan berulang

yang berurutan) (ADA, 2019:52).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

14

d. Terapi Farmakologis

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olahraga)

belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu

dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam

bentuk terapi obat hipoglikemik oral (OHO), terapi insulin, atau kombinasi

keduanya. Tujuan utama terapi pengobatan adalah untuk mengendalikan

kadar glukosa dalam darah dan mencegah terjadinya komplikasi (Depkes RI,

2005:26).

10. Terapi Diabetes Melitus

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan

dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari

obat oral dan bentuk suntikan, sebagai berikut :

a. Obat Antihiperglikemia Oral (OHO)

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi

menjadi lima golongan :

1) Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

a) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas. Sulfonilurea merupakan pilihan untuk

pasien dengan berat badan normal dan kurang, tetapi masih boleh

diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari

resiko hipoglikemia yang berkepanjangan, sebaiknya hindari pemberian

sulfonilurea dengan jangka waktu yang panjang (Shahab, 2017:143).

b) Meglitinid (Rapid-acting prandial insulin releasers)

Meglitinid merupakan generasi baru obat yang menyerupai kerja

sulfonilurea, terutama bekerja pada fase pertama sekresi insulin pada sel

beta pankreas. Golongan obat ini terdiri dari dua macam obat, yaitu

Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenil alanin).

Meglitinid dapat diberikan sebagai terapi tunggal ataupun sebagai terapi

kombinasi. Apabila diberikan sebagai terapi tunggal, Meglitid sangat

jarang menyebabkan hipoglikemia (Shahab, 2017:144).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

15

2) Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin (Insulin Sensitizer)

a) Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati,

dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin kontraindikasi pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, serta pasien dengan

kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular) (Shahab,

2017:144).

b) Tiazolidindion (PPAR-γ agonist)

Tiazolidindion (contohnya: rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan

pada peroxisome proliferator activated receptor (PPAR-γ), suatu reseptor

inti sel yang bekerja pada otot dan hati. Golongan obat ini mempunyai

efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah glukose

transporter, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer dan

menurunkan produksi glukosa hati. Obat ini dikontraindikasikan pada

keadaan gagal jantung kelas III-IV karena dapat memperberat edema /

retensi cairan (Shahab, 2017:145).

3) Penghambat Alfa Glukosidase (Alpha Glucosidase inhibitor)

Obat ini mempunyai efek utama menurunkan puncak glikemik

sesudah makan. Terutama bermanfaat untuk pasien dengan glukosa darah

puasa yang masih normal, tetapi mengalami peningkatan kadar glukosa

darah postprandial (Shahab, 2017:145). Efek samping yang mungkin

terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering

menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping pada awalnya obat

ini diberikan dengan dosis kecil, contoh obat golongan ini adalah

Acarbose (Perkeni, 2015:29).

4) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-

IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi

yang tinggi bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi

insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

16

(glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan

Linagliptin (Perkeni, 2015:30).

5) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co- transporter-2 inhibitors)

Obat jenis ini bekerja dengan cara menghambat SGLT-2 di dalam

nefron proximal, sehingga mengurangi reabsorpsi glukosa dan

meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin sampai 80 gram perhari.

Kerja obat ini tidak tergantung insulin, sehingga dapat digunakan pada

semua stadium dari DM tipe-2 (Shahab, 2017:146). Obat yang termasuk

golongan ini antara lain: Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, dan

Ipragliflozin (Perkeni, 2015:30).

b. Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin dan agonis GLP-1.

1) Insulin

Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa

darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah selanjutnya

adalah pemberian insulin. Efek kerja insulin adalah membantu transpor

glukosa dari darah ke dalam sel. Sediaan insulin untuk terapi dapat

digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu:

a) Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin

reguler

b) Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)

c) Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat

d) Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin) (Depkes RI, 2005:32).

2) Agonis GLP-1 (Incretin Mimetic)

Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi

peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek menurunkan berat

badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan.

Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi

menurunkan berat badan pada pasien diabetes melitus dengan obesitas.

Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

17

pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain

rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah:

Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide (Perkeni, 2015:39).

c. Terapi Kombinasi

Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai

dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai

dengan respons kadar glukosa darah. Namun dengan OHO dosis hampir

maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, maka

dilakukan terapi kombinasi obat antihiperglikemia oral, baik secara

terpisah ataupun fixed dose combination, harus menggunakan dua macam

obat dengan mekanisme kerja yang berbeda (Shahab, 2017:148).

B. Kepatuhan

1. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan didefinisikan sebagai keterlibatan aktif, sukarela, dan

kolaboratif pasien dalam perilaku yang dapat diterima bersama untuk

menghasilkan hasil terapi. Konsep kepatuhan adalah pilihan dan kebersamaan

dalam penetapan tujuan, perencanaan perawatan, dan implementasi rejimen

(Delamater, 2006:72). Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan apakah seorang pasien menggunakan atau tidak obatnya

sesuai petunjuk atau tidak (Wiffen, et.al. 2010:2).

2. Faktor – Faktor Kepatuhan

Menurut Depkes RI (2008:9) beberapa penyebab dari ketidakpatuhan

pasien dalam penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor pasien sendiri

maupun faktor-faktor yang lain. Diantaranya sebagai berikut:

a. Faktor Penyakit

1) Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa sudah lebih

baik kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan

2) Lamanya terapi berlangsung, semakin lama waktu yang diberikan untuk

terapi, tingkat kepatuhan semakin rendah.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

18

b. Faktor Terapi

1) Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun jadwal

penggunaan obat

2) Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya: kesulitan menelan obat karena

ukuran tablet yang besar

3) Efek samping yang ditimbulkan, misalnya: mual, konstipasi, dll

4) Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan obat.

c. Faktor Pasien

1) Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan hasil yang

didapat jika tidak diobati

2) Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif

3) Motivasi ingin sembuh

4) Kepribadian/perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur dan disiplin

akan lebih patuh menjalani terapi

5) Dukungan lingkungan sekitar/keluarga

6) Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan lain

sebagainya.

d. Faktor Komunikasi

1) Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan

2) Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang pengobatannya

3) Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya hidupnya

4) Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan

5) Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.

3. Penilaian Kepatuhan

Pasien tidak selalu mengambil obat - obatan mereka persis seperti yang

ditentukan, dan tenaga kesehatan sering tidak menyadari bagaimana pasien

menggunakan obat-obatan mereka. Tujuan menilai kepatuhan bukan untuk

memantau pasien tetapi untuk mengetahui apakah pasien membutuhkan lebih

banyak informasi dan dukungan (NICE, 2019:13).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

19

a. Respon Pengobatan

Metode penilaian ketaatan paling relevan secara klinis. Apabila pasien

telah mendapatkan obatnya, secara logika kesehatannya akan meningkat

(diasumsikan pilihan terapinya tepat). Penanda keberhasilan terapi yang tidak

invasif dan sederhana diperlukan melakukan pengukuran tekanan darah,

tingkat kolesterol atau tingkat glukosa darah (Wiffen, et.al, 2010:4).

b. Rekam Obat (lembar isian)

Metode ini dapat digunakan untuk memeriksa apakah pasien memperoleh

jumlah tablet yang tepat setiap waktu agar pasien tidak kehabisan persedian

jika mereka minum obat-obatnya dengan tepat (Wiffen, et.al, 2010:4).

c. Laporan Pribadi Pasien

Pasien hendaknya ditanya (tidak dengan cara dihakimi) apakah mereka

melewatkan atau menunda beberapa dosis, jika begitu berapa jumlahnya.

Hasil dari metode ini berhubungan erat dengan hasil yang terukur dan relatif

murah serta mudah dilakukan, namun pasien cenderung melebih-lebihkan

tingkat kepatuhan dan memberikan jawaban yang menurut mereka ingin

didengar oleh pihak yang meminta (Wiffen, et.al, 2010:4).

d. Pemantauan Obat Terapeutik

Metode ini menunjukan manfaat terbatas untuk menilai kepatuhan.

kepatuhan dapat diasumsikan jika kadar serum berada dalam rentang

terapeutik, tetapi tidak dalam jangka waktu yang lama. Tingkat subterapi ini

dapat menjadi indikator ketidakpatuhan atau ketidakpatuhan sementara, tetapi

juga dapat mencerminkan malabsorpsi obat atau interaksi obat (Wiffen, et.al,

2010:4).

4. Cara Meningkatkan Kepatuhan

a. Alarm

Alarm tidur dan panggilan telepon telah digunakan untuk mengingatkan

pasien untuk minum obat. Banyak pasien merasa perlu untuk mengatur alarm

pada ponsel mereka karena ini kurang jelas daripada alarm khusus (Wiffen,

et.al, 2010:6).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

20

b. Pengingat Isi Ulang / Tindak Lanjut

Pengingat Pasien yang menghadiri klinik tindak lanjut dan mengulangi

resep lebih cenderung untuk mematuhi rejimen pengobatan mereka.

Dukungan kepatuhan sebaiknya tidak hanya berkonsentrasi pada minum obat,

tetapi juga memastikan bahwa pasien mematuhi terapi lain, janji rawat jalan

dll (Wiffen, et.al, 2010:6).

c. Penyederhanaan Rejimen

Pasien yang harus minum obat lebih dari tiga kali sehari cenderung

kurang patuh terhadap rejimen mereka. Idealnya rejimen harus

disederhanakan menjadi tiga kali sehari atau kurang, dengan waktu yang

sesuai dengan gaya hidup pasien (Wiffen, et.al, 2010:6).

d. Informasi Lisan dan Tulisan (leaflet)

Penjelasan sederhana tentang jadwal dosis dan kemungkinan efek

samping harus diberikan pada setiap resep. pasien mungkin tidak memahami

istilah yang tampak jelas bagi profesional kesehatan (Wiffen, et.al, 2010:6).

Tepat untuk menulis informasi pasien yang dibuat khusus untuk obat atau

terapi tertentu karena banyak penyakit kronis seperti penyakit diabetes yang

membutuhkan penjelasan singkat mengenai efek samping dll. Komunikasi

dua arah antara pasien dan profesional kesehatan mungkin perlu untuk

mendiskusikan perawatan dengan pasien. Pasien harus diberi waktu untuk

mengungkapkan ketakutan dan keyakinan mereka dan untuk mengajukan

pertanyaan tentang terapi (Wiffen, et.al, 2010:7).

C. Media Promosi Kesehatan

1. Definisi Media Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau

usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, Kelompok, atau

individu agar dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih

baik. Pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan

perilaku sasaran (Notoadmodjo, 2010:284). WHO menekankan bahwa

promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan

individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

21

kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri

(self empowerment ) (Maulana, 2009:19).

Media Promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan adalah semua

sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin

disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika

(TV, Radio, komputer, dan sebagainya) dan media luar ruang, sehingga

sasaran dapat meningkatkan pengetahuan yang akhirnya diharapkan dapat

berubah kearah positif terhadap kesehatan. Tujuan media promosi kesehatan

antara lain sebagai berikut :

a. Media dapat mempermudah penyampaian informasi

b. Media dapat menghindari kesalahan persepsi

c. Media dapat mempermudah pengertian dan memperjelas informasi

d. Mengurangi komunikasi yang verbalistik

e. Memperlancar komunikasi, dan lain – lain (Notoadmodjo, 2010:290).

2. Penggolongan Media Promosi Kesehatan

Penggolongan media promosi kesehatan menurut Notoadmodjo

(2010:290) dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain :

a. Berdasarkan Bentuk Umum Penggunaanya

Dibedakan menjadi dua yaitu :

1) Bahan bacaan meliputi : modul, buku rujukan / bacaan, folder, leaflet,

majalah, buletin, dan sebagainya.

2) Bahan peragaan meliputi : poster tunggal, poster seri, flipchart, transparan,

slide, film, dan seterusnya (Notoadmodjo, 2010:290)

b. Berdasarkan Cara Produksi

Dikelompokan menjadi tiga yaitu :

1) Media Cetak

Yaitu suatu medis statis dan mengutamakan pesan – pesan visual. Pada

umumnya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata

warna. Antara lain sebagai berikut : poster, leaflet, brosur, majalah, surat

kabar, lembar balik, sticker, dan pamflet (Notoadmodjo, 2010:291).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

22

2) Media Elektronik

Yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dalam

menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Antar lain sebagai

berikut : TV, radio, film, video film, cassete, CD, dan VCD (Notoadmodjo,

2010:292).

3) Media Luar Ruang

Yaitu media yang menyampaikan pesannya diluar ruang secara umum

melalui media cetak dan elektronik secara statis, misalnya : papan reklame,

spanduk, pameran, banner, dan TV layar lebar (Notoadmodjo, 2010:292).

D. Leaflet

1. Definisi Leaflet

Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu

masalah khusus untuk sasaran dengan tujuan tertentu (Syafrudin &

Fratidhina, 2009:166). Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau

pesan – pesan kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat

dalam bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi (Notoadmodjo,

2007:69). Leaflet Informasi pasien membantu pasien tetap mengingat

informasi yang telah didiskusikan dan menyediakan sumber informasi untuk

acuan berikutnya (Wiffen, et.al, 2010:10).

Tujuan penggunaan leaflet untuk mengingatkan kembali tentang hal – hal

yang pernah diajarkan atau diceramahkan, dan leaflet biasanya diberikan

kepada sasaran setelah selesai pelajaran atau ceramah, dapat juga diberikan

sewaktu kampanye untuk memperkuat ide yang disampaikan (Syafrudin &

Fratidhina, 2009:166).

Menurut penelitian para ahli, indra yang paling banyak menyalurkan

pengetahuan kedalam otak adalah mata. Kurang lebih 75% sampai 87% dari

pegetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui mata, sedangkan 13%

sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain. Hal ini dapat

disimpulkan bahwa alat – alat visual lebih mempermudah cara penyampaian

dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan (Notoadmodjo, 2007:63).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

23

2. Kekurangan dan Keuntungan Leaflet

a. Kekurangan Leaflet

1) Bila cetakannya tidak menarik, orang segan menyimpannya

2) Kebanyakan orang segan membacanya, apalagi bila hurufnya terlalu kecil dan

susunannya tidak menarik

3) Leaflet tidak bisa digunakan oleh individu yang kurang lancar membaca

(Syafrudin & Fratidhina, 2009:166)

b. Keuntungan Leaflet

1) Dapat disimpan lama dan bisa dilihat kembali

2) Dapat dipakai sebagai bahan bacaan rujukan

3) Isi dipercaya karena dicetak dan dikeluarkan oleh instansi resmi

4) Jangkauannya jauh dan dapat membantu jangkauan media lain

5) Jika perlu dapat dicetak ulang

6) Dapat dipakai untuk bahan diskusi pada kesempatan yang berbeda (Syafrudin

& Fratidhina, 2009:166).

E. Kuesioner MMAS-8

Kepatuhan obat dinilai dengan menggunakan kuisioner MMAS-8

(Morisky Medication 8-item Adherence Scale). MMAS-8 adalah kuesioner

yang memiliki skala terdiri dari delapan pertanyaan, tujuh item pertama

memiliki jawaban dikotomis (ya / tidak) yang menunjukkan perilaku patuh

atau tidak patuh, untuk item ke-8, pasien dapat memilih jawaban pada skala

likert 5 poin, dengan menyatakan seberapa sering terjadi seorang pasien tidak

minum obat. Skor MMAS-8 dapat berkisar dari 0 hingga 8 poin untuk

mengkategorikan pasien memiliki tingkat kepatuhan tinggi, sedang atau

rendah. Kuesioner MMAS-8 paling sering digunakan untuk mengukur

kepatuhan berobat pada pasien penderita penyakit kronik yang membutuhkan

terapi jangka panjang seperti hipertensi, asma, diabetes, osteoporosis,

epilepsi, dan pasien yang menggunakan warfarin (Morisky, dkk, 2011:256).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

24

F. WhatsApp

Sumber: https://www.stickpng.com

Gambar 2.1 WhatsApps.

Whatsapp messenger adalah aplikasi pesan untuk ponsel cerdas

(smartphone) dengan basic mirip blackberry messenger. Whatsapp messenger

merupakan aplikasi pesan lintas platform yang memungkinkan kita bertukar

pesan tanpa biaya sms, karena menggunakan paket data internet yang sama

untuk email, browsing web, dan lain-lain. Aplikasi ini menggunakan koneksi

internet 3g, 4g, atau wifi untuk komunikasi data. WhatsApp dapat melakukan

obrolan online, berbagi file, memiliki fitur untuk mengirim gambar, video,

suara, lokasi GPS, status pesan yang memudahkan untuk mengetahui pesan

sudah terbaca/terkirim, fitur broadcats untuk kirim pesan kebanyak pengguna,

dan grup chat untuk mengirim pesan ke anggota sesama komunitas

(https://id.wikipedia.org/wiki/WhatsApp).

G. Google Form

Sumber : https://www.pngitem.com

Gambar 2.2 Google form.

Google formulir (atau juga google forms) adalah aplikasi administrasi

survei yang termasuk dalam suite kantor google drive bersama dengan google

dokumen, google sheets, dan google slides. Formulir menampilkan semua

fitur gabungan dan berbagi yang ditemukan di dokumen, spreadsheet, dan

slide. Google forms adalah alat yang memungkinkan mengumpulkan

informasi dari pengguna melalui survei ataupun kuis yang dipersonalisasi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

25

Informasi tersebut kemudian dikumpulkan dan secara otomatis terhubung ke

spreadsheet (https://id.wikipedia.org/wiki/Google).

Terdapat fitur-fitur baru, tetapi tidak terbatas pada pencarian menu, acak

pertanyaan untuk pesanan acak, membatasi tanggapan untuk satu kali per

orang, URL lebih pendek, tema yang dapat dikostum, secara otomatis

menghasilkan saran jawaban saat membuat formulir, dan opsi "Unggah file"

untuk pengguna menjawab pertanyaan yang mengharuskan mereka untuk

berbagi konten atau file dari komputer mereka atau google drive

(https://id.wikipedia.org/wiki/Google).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

26

H. Kerangka Teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Sumber : (ADA, 2019), (Rantucci, 2009), (Depkes RI, 2008)

Terapi Nutrisi

Medis (TNM) Aktivitas

Jasmani/Fisik

Penyakit Diabetes Melitus Tipe - 2

Mengontrol Kadar Glukosa

Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tipe - 2

Edukasi/Pendidikan

Faktor Sosio-demografi

• Jenis kelamin

• Usia

• Pendidikan

• Penghasilan

• Pekerjaan

Faktor Klinis

• Jumlah item obat

• Efek samping obat

• Penyakit penyerta

• Lama menderita DM

• Penggunaan obat alternatif

lain

Kepatuhan Pengunaan Obat

Penyuluhan

Penggunaan Media

Edukasi

Terapi

Farmakologi

Media

Elektronik

Media

Cetak

Leaflet

Konseling Diskusi/

wawancara

Faktor Lain

• Pengetahuan yang kurang terhadap

obat

• Gaya hidup yang tidak sehat

• Faktor komunikasi

• Motivasi ingin sembuh

Media Luar

Ruang

Poster

Brosur

Majalah

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

27

I. Kerangka Konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Gambaran kepatuhan penggunaan obat

pada pasien diabetes melitus tipe-2

sebelum dan setelah pemberian leaflet

di Bandar Lampung tahun 2020.

1. Gambaran karakteristik sosio-demografi

(jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan,

penghasilan, dan pekerjaan) pasien DM tipe-

2

2. Gambaran karakteristik klinis (jumlah item

obat, efek samping obat, penyakit penyerta,

lama menderita DM dan penggunaan obat

alternatif lain) pasien DM tipe-2

3. Gambaran kepatuhan penggunaan obat

sebelum dan setelah pemberian leaflet

berdasarkan karakteristik sosio-demografi.

4. Gambaran kepatuhan penggunaan obat

sebelum dan setelah pemberian leaflet

berdasarkan karakteristik klinis.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

28

J. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Karakteristik sosio – demografi

a. Jenis kelamin Identitas gender

pasien

Mengisi kolom

Jenis kelamin

pada kuisioner

google form

Kuisioner

google

form

0 = laki – laki

1 = perempuan

Nominal

b.Usia

Lama hidup pasien

dihitung sejak lahir

sampai saat

dilakukan

pengambilan data

oleh peneliti

Mengisi kolom

usia pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = Anak

( < 17 tahun)

1 = dewasa

(17- 45 tahun)

2 = lansia

(46 - 65 tahun)

3 = manula

( > 65 tahun)

(Depkes, 2009)

Ordinal

c.Tingkat

pendidikan

Tingkat pendidikan

formal yang dicapai

pasien sesuai

dengan

pengakuannya

Mengisi kolom

tingkat

pendidikan pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = tidak tamat SD

1 = tamat SD

2 = tamat SMP

3 = tamat SMA

4 = tamat Sarjana

5 = lainnya

Ordinal

d.Penghasilan

Penghasilan pasien

yang diterima tiap

bulan

Mengisi kolom

penghasilan pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = < Rp.

2.200.000

1 = ≥ Rp.

2.200.000

(UMPL, 2019)

Ordinal

e. Pekerjaan Status pekerjaan

pasien saat ini.

Mengisi kolom

pekerjaan pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = tidak bekerja

1 = bekerja

Nominal

2. Karakteristik klinis

a. Jumlah item

obat

Jumlah obat anti

diabetes yang harus

diminum pasien

berdasarkan jenis

zat aktifnya

Mengisi kolom

Jumlah item obat

pada kuisioner

google form

Kuisioner

google

form

0 = < 5 Obat

1 = ≥ 5 Obat

(Bushardt, et.al,

2008:385)

Ordinal

b. Efek samping

obat

Efek tidak

diinginkan yang

terjadi setelah

menggunakan obat

anti diabetes

Mengisi kolom

efek samping obat

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = Ada

1 = Tidak Ada Nominal

c.Penyakit

penyerta

Penyakit selain

penyakit diabetes

melitus tipe-2 yang

juga diderita pasien

Mengisi kolom

Penyakit penyerta

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0 = Ada

1 = Tidak Ada Nominal

d.Lama

menderita

DM

Lama waktu pasien

didiagnosis

penyakit diabetes

Mengisi kolom

lama menderita

DM pada

Kuisioner

google

form

0 = 1-5 tahun

1 = 6-10 tahun

2 = 10-20 Tahun

Ordinal

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi

29

melitus dan

menjalani

pengobatan

kuisioner google

form

(Restada, 2016:5)

e. Penggunaan

obat alternatif

lain

Tanaman obat atau

obat tradisional

yang

digunakan untuk

pengobatan.

Mengisi kolom

penggunaan obat

alternatif lain pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

0= Tidak

menggunakan

1= Menggunakan

Nominal

3.

Kepatuhan

menggunakan

obat

Istilah yang

menggambarkan

apakah pasien

menggunakan

obatnya sesuai atau

tidak.

Mengisi kolom

kepatuhan

Menggunakan

obat pada

kuisioner google

form

Kuisioner

google

form

Sebelum

pemberian media

leaflet

0 = kepatuhan

tinggi

1 = kepatuhan

sedang

2 = kepatuhan

rendah

(Morisky dkk,

2011:256)

Setelah

pemberian media

leaflet

0 = kepatuhan

tinggi

1 = kepatuhan

sedang

2 = kepatuhan

rendah

(Morisky dkk,

2011:256)

Ordinal