Dampak Globalisasi Terhadap an Pertanian

  • Upload
    ma-mun

  • View
    2.852

  • Download
    14

Embed Size (px)

Citation preview

Makalah

Tugas Mata Kuliah: Manajemen Perusahaan Pertanian Dosen : Muhammad Arsyad, S.P., M.Si., Ph.D.

STB : P1000210018

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN 2011

ABSTRAK

Rahmawaty. Tantangan Perusahaan Pertanian di Era Globalisasi. Makalah. 2011 Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan dampak dan tantangan globalisasi terhadap perusahaan pertanian di Indonesia, serta strategi dan hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengantisipasi dampak dan tantangan globalisasi tersebut. Globalisasi membawa konsekuensi berupa terjadinya peningkatan tantangan dan semakin meningkatnya persaingan. Dampak yang tidak diinginkan juga muncul jika produk-produk uang diperdagangkan pada posisi lemah dan tidak memiliki daya saing. Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya mengalami berbagai hal yang merugikan akibat globalisasi, seperti misalnya merosotnya pembangunan perdesaan, melambungkan total anggaran penyediaan pangan, tidak berkurangnya jumlah orang miskin, melemahnya ketahanan pangan, beralihnya negara dari negara pengekspor menjadi negara pengimpor, merosotnya harga hampir semua komoditas pertanian, khususnya pangan, dan tidak membaiknya kondisi persaingan negara tersebut di pasar internasional. Untuk mengahadapi arus globalisasi tersebut, maka perlindungan terhadap kepentingan domestik mesti diberikan kepada para pelaku usaha pertanian dalam berbagai bentuk, antara lain: subsidi produksi, kemudahan kredit, dukungan pengembangan teknologi, subsidi harga, pembelian pemerintah untuk stok, dan sebagainya. Utamnya bagi perusahaan pertanian, dapat menerapkan beberapa strategi dalam mengahadapi tantangan globalisasi, yaitu: (1) Aliansi Strategik Global dengan Lini yang Luas; (2) Strategi Korporasi; (3) Analisis Lingkungan Eksternal; (4) Analisis Lingkungan Internal; (5) Strategi Tingkat Bisnis; (6) Strategi Fokus; (7) Strategi Internasional; (8) Strategi Multidomestik; (9) Restructuring strategy; dan (10) Strategi Akuisi. Selain beberapa strategi yang perlu dikembangkan, perusahaan pertanian juga perlu megantisipasi beberap hal, yaitu: (1) Pentingnya penguasaan teknologi dan informasi; (2) Meningkatnya jumlah key players di sektor pertanian; (3) Meningkatnya perubahan preferensi konsumen pada produk-produk pertanian; (4) Perubahan harga yang cepat karena munculnya key players baru di perdagangan produk-produk pertanian; (5) Menyempitnya lahan pertanian; (6) Meningkatnya kesadaran kesehatan menyebabkan perubahan kualitas produk pertanian; (7) Perubahan iklim/cuaca yang kini mulai sulit diprediksi; dan (8) Pembiayaan usahatani yang sudah terlanjur mahal karena ekonomi biaya tinggi.

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT serta junjungan Nabi Muhammad SAW atas limpahan rahmat, kesehatan dan kesempatan yang diberikan sehingga makalah Tantangan Perusahaan Pertanian di Era Globalisasi Makalah ini membahas mengenai dampak dan tantangan globalisasi terhadap perusahaan pertanian,serta strategi yang harus di perhatikan dalam mengantisipasi era globalisasi tersebut, sehingga menjadi bahan yang menarik untuk dipaparkan karena melihat pentingnya pertanian globalisasi. Makalah Tantangan Perusahaan Pertanian di Era Globalisasi ini ditulis sebagai tugas individu yang dapat menjadi bahan untuk menambah informasi. Penulis menyadari bahwa adanya keterbatasan dalam khususnya perusahaan pertanian dalam menghadapi

menyusun berbagai hal tentang perencanaan perusahaan, sehingga penulis membuka diri untuk menerima saran dan kritik ini guna dapat

menyempurnakan

makalah.

Penulis

berharap

makalah

memberikan kontribusi yang bermanfaat dalam memperkaya dan melengkapi pengetahuan penulis.

Makassar, Oktober 2011

Penulis

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 A. Latar Belakang ................................................................................ 1 B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6 A. Globalisasi ....................................................................................... 6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pengertian Globalisasi ........................................................................ 6 Ciri-ciri Globalisasi ............................................................................. 10 Sejarah Globalisasi ............................................................................ 11 Teori Globalisasi ................................................................................ 12 Reaksi Terhadap Globalisasi ........................................................... 13 Globalisasi Ekonomi .......................................................................... 15 Globalisasi Kebudayaan ................................................................... 19 Globalisasi Pertanian ........................................................................ 21

B. Perusahaan Pertanian ................................................................... 25 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengertian Perusahaan Pertanian .................................................. 25 Ciri-ciri perusahaan pertanian .......................................................... 25 Manajemen Perusahaan Pertanian ................................................ 26 Aspek Produksi Pertanian ................................................................ 31 Aspek Pengolahan Hasil Pertanian ................................................ 37 Aspek Pemasaran Hasil Pertanian .................................................... 41

iii

7.

Pengembangan Agribisnis dalam Perspektif Pembangunan Pertanian yang Berkelanjutan .......................................................... 56

III. PEMBAHASAN .................................................................................. 66 A. Dampak Globalisasi ...................................................................... 66 B. Tantangan di Era Globalisasi ........................................................ 67 C. Strategi Perusahaan Pertanian Menghadapi Globalisasi .............. 87 D. Antisipasi terhadap Globalisasi ..................................................... 90 E. Pertanian Indonesia dalam Menghadapi Persaingan Global ......... 97 IV. PENUTUP ....................................................................................... 109 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ii

iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Menghangatnya kembali diskursus globalisasi cukup tepat untuk direspon, karena sejatinya struktur dan kultur bangsa ini masih patut dipertanyakan kelayakan dan kesiapannya dalam menghadapi globalisasi. Adalah suatu hal yang memprihatinkan karena negeri kita yang telah menyatakan keterlibatannya dalam globalisasi ini masih tetap tampak santai dan tidak responsif atas manuver negara pesaing pra-globalisasi. Kelemahan bangsa yang masih kentara disana sini, baik pada human capital, supporting institution, maupun natural resources sepertinya belum mendapatkan perhatian dari para pelaku kebijakan. Anehnya lagi, diskursus globalisasi di Indonesia pada

kenyataannya hanya marak pada tataran wacananya, sementara pasca legalisasi, entitas ekonomi ini sepi seperti tidak mengerti atas substansi dan implikasi globalisasi. Mungkinkah bangsa ini terlalu percaya diri dengan kekayaan alamnya. Para ekonom berpendapat bahwa

sesungguhnya globalisasi memberikan peluang yang sama kepada semua negara (kaya-miskin, utara-selatan, timur-barat, dsb) untuk menjadi kuat dan kaya. Tetapi harus ingat kata para sosiolog, bahwa globalisasi yang berpijak di atas kapitalisme juga berpeluang bagi meningkatnya kesenjangan dalam relasi dualisme tersebut. Indonesia adalah negara kaya raya, untuk itu wajar jika eksistensinya akan selalu menjadi pusat perhatian dan perburuan negara maju yang miskin sumberdaya alam. Indonesia diprediksi mampu menjadi negara terkaya ke-5 di dunia, jika mampu menggali secara optimal dan mengatur pengeluarannya. Optimisme tersebut jauh sebelumnya pun diketahui semua negara maju, untuk itu mereka yang merasa terancam akan senantiasa menciptakan kondisi dan situasi yang tidak mendukung

1

ke arah itu. Instabilitas politik dan eksploitasi sumberdaya dalam mendorong kelangkaan akan semakin menggejala di era globalisasi. Indonesia adalah ladang investasi yang potensial. Oleh karena itu neokolonialisme akan senantiasa mencengkram. Jika strateginya tidak bisa seperti Spanyol yang membabat habis Suku Indian, atau Inggris atas Suku Aborigin, maka mereka akan mengandalkan kaum borjuis puritan untuk menguasai Indonesia. Agar kita tidak menjadi budak, buruh, atau kulidi negeri sendiri, maka sumberdaya lokal harus didorong untuk mengglobal. Untuk itu, kita harus memahami secara pasti arus pemikiran globalisasi yang sesungguhnya, termasuk implikasi jangka pendek dan jangka panjangnya. Globalisasi merupakan skenario idiologi dan mode kapitalisme liberal yang embrionya telah lama dicetuskan oleh Adam Smith. Efisiensi (profit maxization) adalah ruhnya, revolusi industri motornya, teknologi dan lembaga keuangan internasional (GATT, WTO, IMF) adalah medianya, dan imperialisme/kolonialisme awal perwujudannya. Pelaku utamanya adalah kaum borjuis (the big bourgeoisie), yakni Trans National Corporation (Althusser). Tujuannya adalah melanggengkan dominasi dengan menghindari modus fisik melalui hegemoni, yakni dominasi (kolonialisme) perspektif dan ideologi yang berbasis produksi ilmu, pengetahuan, dan teknologi. Pada perkembangannya, hegemoni

berkembang dari Merkantisilme ke berbagai aspek neo-kolonialisme (ekonomi, sosial, politik, dan budaya). Secara teoritis globalisasi merupakan episode dari teori evolusi yang meyakini bahwa masyarakat akan berkembang dari primitive ke modern, modernisasi seluruh bangsa, rekayasa sosial (social

engineering), pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi global, pembiasan batas-batas sosial, ekonomi, idiologi, politik, dan budaya suatu negara atau bangsa, penghapusan peta dunia, development aid, percepatan kapitalisme pasca krisis kapitalis di tahun 1930-an, dan basic need strategy.

2

Globalisasi mencakup lima unsur penting, yaitu: 1) globalisasi dalam perdagangan, yaitu dengan adanya AFTA, APEC, dan WTO; 2) globalisasi investasi, dimana modal akan mengalir ke tempat yang memberi banyak keuntungan; 3) globalisasi industri, dimana suatu barang tidak hanya diproduksi pada suatu tempat akan tetapi dibanyak tempat; 4) globalisasi teknologi, terutama dan teknologi di bidang dan 5) informasi, globalisasi

telekomunikasi,

transportasi,

sebagainya;

konsumsi, dimana terjadi peralihan dari pemenuhan kebutuhan (needs) kepada pemenuhan permintaan (wants). Dengan demikian terjadi reduksi kedaulatan ekonomi suatu negara oleh konvensi internasional. Imperialisme dan kolonialisme sebagai embrio Globalisasi lahir dan dibesarkan oleh kaum borjuis dengan berbagai modus, sedangkan Globalisasi dibesarkan oleh perusahaan-perusahaan raksasa (Trans Nasional Corporations) yang secara riil merupakan reinkarnasi kaum borjuis yang paling diuntungkan oleh metode ekonomi tersebut. Adapun modusnya adalah ekspansi produksi, ekspansi pasar, dan ekspansi investasi, yang didesakkan lewat skema perdagangan bebas dan pertumbuhan ekonomi. Pendiriannya adalah kebijakan free market yang mendorong swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan inisiatif kewiraswastaan, dan menyingkirkan birokrasi (parasit). Karena konstruksinya menjalar dalam iklim kapitalisme, maka wajar jika dalam dua dasawarsa (1970-1990) perusahaan TNCs meningkat secara menakjubkan dari 7000 menjadi 37000, dan menguasai 67%

perdagangan dunia antar TNCs, 34,1% total perdagangan global, dan menguasai 75% total investasi global. Secara kelembagaan, patron-nya adalah WTO dan IMF (Word Bank), serta institusiinstitusi ekonomi di tingkat regional dan nasional, dan secara politik dipayungi oleh negaranegara maju (eks penjajah). Gobalisasi pada hakekatnya bertumpu di atas paham ekonomi neo-liberal. Para penganut ini percaya bahwa pertumbuhan ekonomi akan

3

dicapai dengan kompetisi bebas. Kompetisi yang agresif merupakan implikasi dari trash bahwa free market adalah cara yang efisien dan tepat untuk mengalokasikan sumberdaya alam yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga yang berlaku merupakan indikator apakah sumberdaya yang ada masih berlimpah atau sudah langka. Harga yang tinggi berarti sinyal positif bagi investasi. Implikasinya, mereka berusaha keras untuk menciptakan berbagai kelangkaan sumberdaya di negara dunia ketiga. Prosesnya dilakukan melalui invisible hand dan keluar dari cengkraman kebijakan pemerintah. Oleh karena itu mereka memandang proteksi, subsidi, dumping, paham keadilan sosial, kesejahteraan bagi rakyat, kearifan lokal dan sebagainya sebagai ancaman bagi ekonomi neo-liberal. Untuk itu mereka akan berusaha secara langsung maupun tidak langsung menghapus berbagai kebijakan suatu negara yang dapat merintanginya. Secara historis empiris, globalisasi lahir dari konsensus para pembela ekonomi private terutama wakil-wakil dari perusahaan raksasa yang menguasai dan mengontrol pasar dan ekonomi internasional serta memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi (media massa) dalam membentuk opini publik. Pokok-pokok globalisasi meliputi: Pertama, bebaskan perusahaan swasta dari campur tangan pemerintah

(perburuhan, upah, investasi, harga), biarkan mereka mempunyai otoritas; Kedua, hentikan subsidi, longgarkan dan hilangkan kebijakan proteksi, lakukan privatisasi atas BUMN; Ketiga, hapuskan kearifan lokal, pemilikan komunal, kesejahteraan bersama, serahkan pengelolaan pada ahlinya (privatisasi) jangan oleh masyarakat adat (lokal) karena tidak efisien. Internasionalisasi produksi dan penguasaan ruang dalam

distribusi sebagai gejala globalisasi diprakarsai lewat perubahan kebijakan pembangunan nasional kearah integrasi dengan kebijakan internasional. Pertanian (pangan) dan pertambangan (bahan bakar) merupakan dua sektor yang menjadi fokus utama dari integrasi internasional, dan karena keduanya merupakan determinan lahirnya globalisasi. Adapun idiologi dan

4

politik, tidak lebih hanya sekedar pembungkus dari keinginan yang sesungguhnya bertumpu pada natural resources. Inti dari globalisasi sesungguhnya tidak berbeda dengan imperialisme atau kolonialisme, yaitu penguasaan bahan baku. Menurut Adam Smith, Singer, Arndt, dan Becker, jalan menuju globalisasi adalah human capital. Sektor pertanian juga tidak terlepas dari berbagai kerangka perjanjian dan kesepakatan bilateral dan multilateral. Misalnya,

kesepakatan yang diikuti oleh hampir semua negara di dunia yaitu GATT/WTO, kesepakatan multilateral di antara negara-negara ASEAN yaitu AFTA, NAFTA untuk negara-negara di Amerika, EEC/MEE untuk negara-negara Eropa, dan APEC untuk negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Hal ini menuntut perubahan kebijakan ekonomi dan perdagangan negara-negara yang selama ini lebih protektif menjadi lebih terbuka. Berbagai deregulasi perdagangan dan investasi terus dilakukan untuk mempercepat terciptanya globalisasi ini. Namun perusahaan yang sering menjadi pertanyaan, telah siapkah

pertanian

Indonesia

bersaing di era

globalisasi ini?

Bagaimana tantangan dan startegi dalam menghadapi era globalisasi?

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memaparkan dampak dan tantangan globalisasi terhadap perusahaan pertanian di Indonesia, serta strategi dan hal-hal yang harus diperhatikan untuk mengantisipasi dampak dan tantangan globalisasi tersebut.

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Globalisasi

1. Pengertian Globalisasi Globalisasi atau penyejagatan adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara. Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan

Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.

6

Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidangbidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985. Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi: Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya

hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi

semakin tergantung satu sama lain. Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin

tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia. Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari

universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal. Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya.

7

Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara. Seorang ahli sosiologi, Selo Soemardjan mendefinisikan

globalisasi adalah terbentuknya sistem organisasi dan komunikasi antar masyarakat di seluruh dunia untuk mengikuti sistem dan kaidah-kaidah yang sama. Globalisasi merupakan kecenderungan masyarakat untuk

menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para cendekiawan Barat mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses kehidupan yang serba luas, tidak terbatas, dan merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial, dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia di dunia. Globalisasi pada hakikatnya adalah proses yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan yang dampaknya berkelanjutan

melampaui batas-batas kebangsaan dan kenegaraan. Mengingat bahwa dunia ditandai oleh kemajemukan (pluralitas) budaya maka globalisasi sebagai proses juga ditandai sebagai suatu peristiwa yang terjadi di seluruh dunia secara lintas budaya yang sekaligus mewujudkan proses saling memengaruhi antarbudaya. Pertemuan antarbudaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga sebagai proses dominasi budaya yang satu terhadap lainnya. Misalnya pengaruh budaya Barat lebih kuat terhadap budaya di negara Timur. Hal ini seperti yang dikatakan seorang ahli bernama R. Robertson bahwa globalisasi adalah proses mengecilnya dunia dan meningkatnya kesadaran akan dunia sebagai satu kesatuan, saling ketergantungan dan kesadaran global akan dunia yang menyatu. Ahli lain bernama Martin Albrow mengatakan globalisasi menyangkut seluruh proses di mana penduduk dunia terhubung kedalam komunitas dunia yang tunggal, komunitas global.

8

Pendapat lain tentang globalisasi. a. A. G. McGrew Globalisasi mengacu pada keserbaragaman hubungan dan saling keterkaitan antar masyarakat yang membentuk sistem dunia modern. Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. b. Malcom Waters Globalisasi adalah sebuah proses sosial di mana halanganhalangan bersifat geografis pada tatanan sosial dan budaya semakin menyusut dan setiap orang kian sadar bahwa mereka semakin dekat satu sama lain. c. Emmanuel Richter Jaringan kerja globalisasi yang secara bersamaan manyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi dalam planet ini ke dalam ketergantungan dan persatuan dunia. d. Thomas L. Friedman Globlisasi memiliki dimensi ideology dan teknlogi. Dimensi teknologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi teknologi adalah teknologi informasi yang telah menyatukan dunia. e. Princenton N. Lyman Globalisasi adalah pertumbuhan yang sangat cepat atas saling ketergantungan dan hubungan antara Negara-negara didunia dalam hal perdagangan dan keuangan. f. Leonor Briones Demokrasi bukan hanya dalam bidang perniagaan dan ekonomi namun juga mencakup globalisasi institusi-institusi demokratis,

pembangunan sosial, hak asasi manusia, dan pergerakan wanita

9

g. Bank Dunia Globalisasi berarti kebebasan dan kemampuan individu dan perusahaan untuk memprakarsai transaksi ekonomi dengan orang-orang dari negara lain. 2. Ciri-ciri Globalisasi Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin

berkembangnya fenomena globalisasi di dunia. Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme

memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda. Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO). Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta

10

kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

3. Sejarah Globalisasi Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antar bangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antar negeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan

perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia. Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besarbesaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antar bangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar

perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-

11

perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini. Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan

transportasi. Alhasil, sekat-sekat antar negara pun mulai kabur.

4. Teori Globalisasi Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu: 1) Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negaranegara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut. Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan

bertanggung jawab. Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa

12

dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi). 2) Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena

internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital. 3) Para transformasionalis berada di antara para globalis dan

tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat

dikendalikan.

5. Reaksi Terhadap Globalisasi a. Pro-globalisasi Pendukung globalisasi) globalisasi (sering juga disebut dapat dengan pro-

menganggap

bahwa

globalisasi

meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka berpijak pada teori keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan

13

keunggulan komparatif yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia memiliki

keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktorfaktor produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari

Indonesia, begitu juga sebaliknya. Salah satu penghambat utama terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya produksi barang impor sehingga sulit menembus pasar negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan

meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu seterusnya. Beberapa kelompok pro-globalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian

menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat konsumsinya; termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan menurut mereka

mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.

14

b. Anti-globalisasi Antiglobalisasi adalah suatu istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang mengatur

perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Anti-globalisasi dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh, kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya. Namun, orang-orang yang dicap "anti-globalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.

6. Globalisasi Ekonomi Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan tanpa rintangan batas teritorial negara. Globalisasi perekonomian

mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan terhadap arus modal, barang dan jasa. Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.

15

Menurut Tanri Abeng, perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam bentuk-bentuk berikut: Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global. Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operatetransfer) bersama mitrausaha dari manca negara. Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu

memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas. Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global. Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan 16

nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.

Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian

nasional telah menjadi bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar dunia.

Kebaikan globalisasi ekonomi Produksi global dapat ditingkatkan Pandangan ini sesuai dengan teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo. Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan pembelanjaan dan tabungan. Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara Perdagangan yang lebih bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan harga yang lebih rendah. Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri Perdagangan luar negeri yang lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri. Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik Modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena masalah kekurangan modal dan 17

tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang. Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi Pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik.

Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.

Keburukan globalisasi ekonomi Menghambat pertumbuhan sektor industri Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi

menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industriindustri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat. Memperburuk neraca pembayaran Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak

18

berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. Sektor keuangan semakin tidak stabil Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca

pembayaran bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.

7. Globalisasi Kebudayaan Globalisasi memengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek

19

kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspekaspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke berbagai tempat di dunia ini. Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antar bangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antar bangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan. Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan: Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional. Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan

kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya. Berkembangnya turisme dan pariwisata. Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain. Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain. Bertambah banyaknya event-event berskala global Persaingan bebas dalam bidang ekonomi Meningkakan interaksi budaya antar negara melalui perkembangan media massa.

20

8. Globalisasi Pertanian Globalisasi pertanian secara kausalistik muncul sebagai respon atas tesis Malthus (1766-1834). Ini merupakan perwujudan dari idiologi kapitalistik yang berkarakter efisiensi (profit maxization), competition for gain, freedom, un-security, dan un-sustainability (sementara) yang eksis dalam naungan prudence atau the invisible hand (Adam Smith). Unsecurity inilah yang mendorong revolusi industri, pencarian dan

penaklukkan, imperialisme atau kolonialisme di dunia, dan penemuan lewat rekayasa genetik. Pada dasarnya, un-security-lah yang melandasi semangat evolusi, dan social darwinisme. Pada perkembangannya, tesis Malthus bersimbiosis dengan keyakinan dan mitos efficiency sebagai satu-satunya prinsip dasar yang harus dipergunakan dalam pengelolaan lingkungan alam, ekonomi, dan berbangsa. Mitos tersebut kemudian berlanjut pada mitos lain, bahwa hanya Trans National Corporations (TNC) yang memiliki jaringan pemasaran internasional yang sudah mapan-lah yang paling efisien, dan oleh karenanya TNC lah yang dipercaya dan diyakini sebagai pihak yang paling berhak sebagai penyedia pangan dunia. Meningkatnya ketakutan akan kelangkaan pangan dan bahan baku mendorong Rockefeller dan Ford Foundations terjun ke sektor pertanian. Melalui US Agency for International Development (USAID), pada tahun 1960-an memunculkan konsep pembangunan pertanian yang kelak menjadi hantu bagi para petani, yaitu Green Revolution). Setelah itu muncul International Rice Research Institute (IRRI), Center for Maize and Wheat Improvement (CYMMIT), hingga Putaran Uruguay, GATT, WTO, IMF, APEC, dan sebagainya. Secara substansial, klaim kekuasaan atas bio diversity dan berbagai inovasi dituangkan dalam lembaga Hak Paten dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Klaim kekuasaan pasar dilembagakan dalam bentuk Kartel, Standar Internasional, bahkan Undang-Undang Bio-terorisme.

21

Semakin kuatnyanya TNC, maka semakin memonopoli inovasi dan pasar. Berbagai macam sarana produksi, mulai dari benih, alat mesin pertanian, pestisida, modal, dan kriteria pasar dimonopoli oleh TNC melalui undang-undang Hak Paten. Ini merupakan skenario pemusnahan kearifan dan sumberdaya lokal. Negara-negara dunia ketiga harus tunduk pada mekanisme TNC, jika ingin menembus pasar internasional. Sangat sadis, karena segalanya menjadi ketergantungan atas input luar, inilah yang disebut dengan Total Konsumen. Sekalipun ada penyerahan proses produksi, namun tidak lantas mendudukkan petani di negara dunia ketiga menjadi produsen, karena sifatnya hanya melakukan perintah, yang posisi tawarnya serba lemah dalam segala hal. Globalisasi secara teoretis penuh dengan tuntutan atas negaranegara yang ingin (dipaksa harus) terlibat, seperti mengendurkan bea masuk, mengendurkan proteksi, mengurangi subsidi, memangkas regulasi eksporimpor, perburuhan, investasi, dan harga, serta melakukan

privatisasi atas perusahaan milik negara. Kondisi tersebut tidak akan banyak membawa produk-produk lokal ke pasar internasional. Sekalipun perusahaan-perusahaan TNC dibebani tanggungjawab sosial, namun fenomenanya tidak akan jauh berbeda dengan pola kemitraan atau contrac farming yang pada hakekatnya bermodus eksploitasi. Syaratsyarat yang ditetapkan sesungguhnya merupakan perangkap yang sulit ditembus oleh negara dunia ketiga. Kecenderungannya akan

mempercepat proses penurunan daya saing produk

lokal. Pada

perkembangnnya, segala sesuatu yang berbau lokal akan melemah dan hilang. Hasil penelitian FAO atas negara-negara yang

mengimplementasikan kesepakatan putaran uruguay di 16 negara menunjukkan telah terjadinya trend konsentrasi pertanian yang jelas berakibat pada marginalisasi petani kecil, meningkatnya pengangguran dan angka kemiskinan.

22

Impor berbagai produk dan bahan baku pertanian kian hari kian meningkat. Meskipun jumlah produk pertanian yang diekspor dan dipasarkan di pasar domestik jauh lebih tinggi daripada impor, namun selisih nilainya hanya 2 persen. Nilai 2 persen sesungguhnya tidak berarti, karena jika dianalisis, nilai transaksi berjalan produk pertanian Indonesia itu sesungguhnya devisit. Betapa tidak, produk pertanian yang diekspor oleh Indonesia sesungguhnya adalah produk yang padat dengan input luar (impor). Keunggulan produk tersebut jelas sangat bersifat kompetitif semu (shadow competitivenes). TNCs sebagai pihak yang paling tahu akan efisiensi memandang bahwa proses produksi usahatani (on-farm) sangat rentan terhadap risiko dan ketidakpastian, untuk itu ia menerapkan strategi kemitraan atau contarc farming. Memang petani Indonesia masih merasakan keuntungan. Namun keuntungan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya dan kerugian yang harus ditanggung, seperti gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, serta risiko dan

ketidakpastian lainnya. Pemikiran efisiensi yang diadopsi secara mentah-mentah telah menyebabkan bangsa yang kaya akan sumberdaya ini jatuh pada budaya instan dan malas. Produk-produk yang senyatanya dapat diproduksi di dalam negeri didatangkan dari luar hanya karena alasan murah. Para pelaku importir yang sesungguhnya merupakan perpanjangan tangan dari TNC dapat dengan mudah mendatangkan produk-produk dari luar karena longgarnya regulasi ekspor-impor. Dampak budayanya adalah

melemahnya penghargaan atas produk-produk lokal, sebagai akibat dari berkembangnya budaya konsumerisme yang kebarat-baratan. Dampak lainnya adalah tidak berperannya kelembagaan-

kelembagaan pendukung pertanian lokal. Hal ini terjadi karena TNCs selaku pihak yang kuasa, telah memasok segala kebutuhan petani (buruh) secara langsung. Ini pun merupakan rangkaian dari upaya untuk mengurangi campur tangan pemerintah. Pada kondisi seperti ini,

23

kreativitas

dan

keinovatifan

kelembagaan

pendukung

pertanian

pemerintah malah menjadi mandul. Globalisasi telah berdampak luas pada pertanian di negaranegara dunia ketiga. Ketimpangan, kemiskinan, dan ketergantungan pada berbagai input luar adalah bukti konkritnya. Pencabutan subsidi, privatisasi sumberdaya dan institusi pemerintah, longgarnya kran impor sebagai prasyarat untuk ekspor, lenyapnya berbagai sumberdaya dan budaya lokal, membiasnya pemberdayaan, dan mandegnya inovasi merupakan dampak langsung dari globalisasi. Lemahnya kondisi internal dan kuatnya cengkraman internasional merupakan sinergi penghancuran kearifan lokal di negara dunia ketiga. Jika mencari perimbangan dampak positif Globalisasi bagi negaranegara dunia ketiga, jelas sangat kecil dibandingkan dengan dampak negatifnya. Sama seperti halnya dengan mekanisme kolonilasime, dampak positifnya paling banter politik etis (pembangunan fisik). Kalaupun dilakukan melalui peningkatan sumberdaya manusia tidak lebih sekedar untuk melanggengkan dominasi power dan mengeksploitasi budaya. Tetapi yang pasti memberi peluang yang besar untuk memunculkan tandingan atau komparasinya, yaitu lokalisasi (localism). Menurut Hines dalam Setiawan (2010), globalisasi dapat diralat ke arah teologi baru globalisasi dengan lebih memberi tempat kepada pahan localism yang melindungi dan membangun kembali ekonomi lokal. Gagasan Hines yang mengetengahkan Protect the Local Globally atau pendekatan berbasis lokalita memang lebih memberdayakan. Namun itu saja tidak cukup, karena untuk meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar domestik maupun internasional seperti sekarang ini, perlu disertai dengan inovasi pada sistem pembangunan pertanian secara keseluruhan.

24

B. Perusahaan Pertanian

1. Pengertian Perusahaan Pertanian Menurut Kepmentan No.940.Kpts.OT.210.10.97, 7. Perusahaan pertanian adalah perusahaan yang dapat izin dari aparatur sektor pertanian, dan perusahaan Bidang Pertanian adalah perusahaan yang berkaitan dengan pertanian dan mendapat izin dari aparatur diluar aparatur pertanian. Perusahaan pertanian dapat juga didefinisikan perusahaan yang memproduksi hasil tertentu dengan sistem pertanian seragam di bawah sistem manajemen yang terpusat (centralized) dengan menggunakan berbagai meetode ilmiah dan teknik pengolahan yang efisien, untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Pengertian lain dari perusahaan pertanian adalah karakter pertanian yang menggunakan sistem secara lebih luas dan terbuka untuk meningkatkan hasil produk pertanian.

2. Ciri-ciri perusahaan pertanian Ciri-ciri perusahaan pertanian adalah: Pemakaian seluas-luasnya alat-alat teknik yang terbaru serta hasilhasil ilmu pengetahuan pertanian yang termaju. Penggunaan cara penanaman yang sebaik-baiknya dengan

mengutamakan penanaman bahan-bahan makanan, sayur-mayur, dan tanaman perkebunan yang seluas-luasnya. pemakaian pupuk buatan dan pupuk organik. Pembukaan tanah-tanah yang masih kosong, pengeringan rawa-rawa dan sebagainya. Mekanisasi dan otomatisasi produksi yang baik. Mekanisme berarti pengganti tenaga kerja manusia dengan tenaga mesin. Terdapat elektrifikasi Perekonomian Rakyat yaitu perombakan semua cabang perekonomian sampai kepada produksi besar dengan 25

menggunakan mesin dan menjalankan mekanisasi dalam proses produksi Penggunaan seluas-luasnya ilmu kimia dalam produksi.

3. Manajemen Perusahaan Pertanian Manajemen adalah ilmu dan seni perncanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan atas sumber daya, terutama SDM untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Ada tiga hal pokok dalam manajemen, yaitu: 1) Ada tujuan yang hendak dicapai 2) Tujuan dicapai dengan menggunakan kegiatan orang lain 3) Kegiatan-kegiatan orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi.

Fungsi-fungsi manajemen a. Perencanaan Dapat didefinisikan sebagai hasil pemikiran yang mengarah ke masa depan, menyangkut serangkaian tindakan berdasarkan pemahaman yang mendalam terhadap semua factor yang terlibat dan yang diarahkan kepada sasaran khusus. Dengan kata lain, perencanaan adalah penentuan serangkaian tindakan berdasarkan pemilihan dari berbagai alternative data yang ada, dirumuskan dalam bentuk keputusan yang dikerjakan untuk masa yang akan datang dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan. b. Pengorganisasian Organisasi merupakan kelompok orang yang mempunyai kegiatan dan bekerja bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Organisasi bukanlah suatu tujuan, tetapi sebagai suatu alat untuk mecapai tujuan.

26

c.

Pengarahan Pengarahan dapat diartikan sebagai aspek hubungan manusiawi dalam kepemimpinan yang mengikat bawahan untuk bersedia mengerti dan menyumbangkan pikiran dan tenaganya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan ang telah ditetapkan.

d. Pengkoordinasian Koordinasi merupakan daya upaya untuk mensinkronkan dan menyatukan tindakan-tindakan sekelompok manusia. Koordinasi merupakan otak dalam batang tubuh dari keahlian manajemen. e. Pengawasan Pengawasan merupakan fungsi terakhir yang harus dilakukan dalam manajemen, sebab dengan pengawasan dapat diketahui hasil yang telah tercapai. Peranan manajemen dalam perusahaan pertanian demikian luasnya; mulai dari menyiapkan (order) input sebelum produksi dimulai, mencari tenaga kerja dan memberhentikannya, hingga melakukan penjualan yang mungkin melintasi negara. Fungsi manajemen dalam perusahaan pertanian: 1) Manajemen Pemasaran, 2) Manajemen Keuangan, 3) Manajemen Operasi dan 4) Manajemen Sumberdaya Manusia. Unsur-unsur manajemen perusahaan pertanian yaitu : a. Pengurusan Pengurusan adalah menjalankan perusahaan menurut cara-cara yang sudah berlaku secara turun-temurun dengan usaha untuk memperoleh tambahan pendapatan untuk melakukan hal-hal yang sudah biasa berlaku tersebut. Tujuan pengurusan adalah untuk menjamin bahwa perusahaan dapat mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Cirri dari perusahaan yang baik adalah pertumbuhan kondisi perusahaan 27

setiap tahun baru harus melebihi tahun yang sebelumnya betapapun kecilnya. Pengurusan unit-unit usahatani yang terdapat di Indonesia pada umumnya, dilihat dari segi ilmu manajemen belum dapat dikatakan melaksanakan manajemen modern, karena banyak hal yang

menyimpang dari kaidah-kaidah yang biasa dikenal alam ilmu manajemen. Dengan demikian maka pengelolaan usahatani di Indonesia dapat dikatakan sebagai pengurusan sja sifatnya. Teknologi yang diterapkan sebagian besar merupakan teknologi yang biasa dilakukan oleh para nenek moyangnya. Oleh karena itu, produktuvitas usahatani dari tahun ketahun berikutnya dapat dikatakan relatif sama dengan kecenderungan terus menurun karena tidak ada usaha perbaikan teknologi. b. Pelaksanaan Tujuan pokok dari setiap perusahaan tidak lain adalah untuk mencapai sesuatu tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana. Tujuan tersebut dicapai apabila perusahan tersebut dapat berjalan secara terusmenerus, dalam pengertian bahwa seakali berjalan tetep harus berjalan. Dalam kegiatan usahatani, komando yang efektif terhadap kapan pelaksanaan kegiatan dalam usahatani tersebut dimulai adalah keadaan iklim terutama curah hujan dan waktu jatuhnya hujan merupakan tanda bahwa kegiatan usahatani segera dimulai, karena jatuhnya hujan akan mempengaruhi pada timbulnya hama dan penyakit tanaman/ternak yang diusahakan. Sekiranya menurut para petani bahwa curah hujan itu tidak normal jumlah dan waktunya dibandingkan dengan curah hujan dan waktu jatuh hujan sebelumnya, maka biasanya petani menagguhkan kegiatan usahataninya sampai pada keadaan yang menguntungkan. Cara ini dilakukan petani dalam rangka mengurangi risiko kegagalan. Apabila terjadi kegagalan pada awal pelaksanaan usahataniny, akan sulit bagi petani tersebut untuk mencari dana yang diperlukan untuk

28

mengulangi lagi kegiatan-kegiatan yang seharusnya sudah harus selesai dikerjakan. Oleh karena itu, memulai kegiatan produksi dalam bidang usaha pertanian umumnya dan usahatai khususnya

memerlukan ketelitian yang tinggi didalam menilai perubahan iklim yang berlaku dimana usahatani tersebut ada. c. Kewaspadaan Yang dimaksud dengan kewaspadaan adalah melindungi diri terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya risiko atau kerugian. Tindakantindakan si pengusaha/petani harus diperhitungkan menurut ukuran, ruang dan waktu sedemikian rupa sehingga diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Di dalam usahatani risiko atau kerugian setiap saat dapat mengancam karena faktor-faktor yang mempengaruhinyasebagian besar belum mampu dikuasai manusia. Oleh karena itu, kewaspadaan dalam mengambil setiap keputusan harus didasarkan pada berbagai informasi yang lengkap, baik informasi dari dalam usahatani sendiri, maupun informasi sesuatu masalah akan mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kegagalan yang besar. d. Risiko usaha Tiap usaha selalu akan menghadapi risiko, besar kecilnya risiko yang dialami seorang pengusaha atau petani tergantung pada keberanian untuk mengambil suatu keputusan. Dalam usahatani risiko itu sulit untuk diduga karena faktor-faktor yang mempengaruhu kegiatan usahatani sebagian besar belum dapat dikuasai secara sempurna oleh manusia, misalnya faktor iklim dan perubahannya. Oleh karena itu, risiko dalam usahatani setiap saat akan mengancam petani, baik perorangan maupun kelompok Dalam kegiatan usaha pertanian umumnya dan usahatani pada khususnya ada dua macam risiko yang mugkin dihadapi petani, yaitu (1) risiko yang sulit diduga dan (2) risiko yang mudah diduga.

29

Risiko yang sulit diduga misalnya adanya serangan hama penyakit tanaman atau ternak, dan risiko yang yang mudah diduga misalnya jatuhnya harga hasil usahatani pada waktu panen. Oleh karena itu unsur kewaspadaan dan unsur risiko merupakan dua hal yang sangat erat hubungannya, dalm pengertian bahwa kewaspadaan dalam memilih atau mengambil keputusan akan diikuti suatu risiko. Besar kecilnya risiko yang diderita seorang pengusaha akan dipengaruhi oleh keberanian mengambil keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi. Untuk mengurangi risiko tersebut caranya adalah memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang suatu masalah tersebut. Dalam hal ini catatan tentang sesuatu kejadian yang dialami dalam periode tertentu amat diperlukan, agar apabila menghadapi masalah yang sama pada periode berikutnya tidak menderita risiko yang terlalu tinggi. Kebanyakan petani di Indonesia tidak melakukan pencatatan atas segala kejadian yang dialami tahun yang silam., sehingga setiap keputusanhanya didasarkan pada pengalaman saja, yang sifatnya hanya diingat di kepala. Oleh karena itu, kegiatan usahatani yang bersifat kerutinan, seperti tahun-tahun yang telah dilewati, jarang mengadakan perubahan-perubahan yang drastis terhadap kegiatan usahataninya. e. Sarana penunjang Yang dimaksud dengan sarana penunjang adalah segala peralatan yang dapat menunjang kelancaran kegiatan pelaksanaan usaha dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sarana ini dapat berupa sarana fisik maupun nonfisik. Saran fisik adalah peralatan kerja yang sesuai dengan kegiatan keja yang dilakukan, sedangkan sarana nonfisik misalnya ketenangan bekerja dan lingkungan kerja. Kegiatan manajer tidak akan efektif dan efisien apabila sarana yang tersedia tidak memadai, baik dalam jumlah maupun ukuran dan jugs

30

ketepatan sarana tersebut dengan kegiatan yang ada dalam usahatani.

4. Aspek Produksi Pertanian Dalam menunjang keberhasilan perusahaan pertanian/agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan. Tersedianya produksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain macam komoditi (XI), luas lahan (X2), tenaga kerja (X3); modal (X4), manajemen (X5), iklim (X6) dan faktor sosial-ekonomi produsen (X7). Secara matematis, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f (Xi, X2, X3, X4, X5, X6, X7) Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dilihat bahwa besarkecilnya produksi sangat tergantung dari peranan Xi sampai dengan X7 dan faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam persamaan (1). Namun patut diperhitungkan bahwa besar-kecilnya Y juga sangat dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada kondisi setempat (local spesific). Pada uraian berikut ini akan dijelaskan secara singkat peranan variabel X tersebut.

b. Faktor Produksi Yang dimaksud dengan faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Di berbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah input, production factor dan korbanan produksi. Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi lahan, modal untuk membeli bibit, pupuk, obatobatan, tenaga kerja dan aspek manajemen adalah faktor produksi yang terpenting di antara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi (input) 31

dan produksi (output) biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship. Namun demikian seringkali pula ditemui adanya berbagai kendala dalam proses peningkatan produksi pertanian. Menurut Gomez (dalam Soekartawi, 2004), maka beberapa kendala yang sering mempengaruhi produksi pertanian diklasifikasi menjadi: 1) Kendala yang mempengaruhi yield gap I yang terdiri dari variabel di luar kemampuan manusia, sehingga is sulit melakukan transfer teknologi yang disebabkan karena perbedaan agroklimat dan teknologi yang sulit diadopsi. 2) Kendala yang mempengaruhi yield gap II yang terdiri dari variabel teknisbiologis (bibit, pupuk, obat-obatan, lahan dan lain-lain) dan variabel sosialekonomi (harga, risiko, ketidakpastian, kredit, adat dan lain-lainnya).

c.

Optimalisasi Penggunaan Faktor Produksi Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada prinsipnya

adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut digunakan secara seefisien mungkin. Dalam terminologi ilmu ekonomi, maka pengertian efisien ini dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: a. efisiensi teknis; b. efisiensi alokatif (efisiensi harga); dan c. efisiensi ekonomi. Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga. Model pengukuran efisiensi juga berbeda tergantung dari model yang dipakai. Umumnya ada dua model yang umum dipakai, yaitu:

32

a. model fungsi produksi; dan b. model linear programming. Bila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai patokan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Bila fungsi produksi tersebut digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas, maka: Y = AXb atau log Y = log A + b log X atau Y* = A* + bX* (2)

di mana tanda star (*) menunjukkan logaritma variabel yang bersangkutan. maka kondisi produk marginal adalah: b Dalam fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, maka nilai produk marginal (NPM) faktor produksi X, dapat dituliskan sebagai berikut: b. .y

di mana: b Y = elastisitas produksi = produksi

Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi X.

33

Kondisi efisien harga menghendaki NPMX sama dengan harga faktor produksi X, atau dapat dituliskan sebagai berikut: b. . Atau b. . . di mana: PX = harga faktor produksi x dan simbol yang lain sama seperti keterangan sebelumnya. Dalam praktek nilai Y, Py danX

y

y

adalah diambil nilai rata-ratanya

(disimbolkan oleh garis datar di atas huruf yang bersangkutan), sehingga persamaan (3) dapat dituliskan sebagai berikut: b. y

Yang sering terjadi di lapangan adalah kondisi persamaan (4) yang tidak atau sulit dicapai karena berbagai hal, antara lain: a. pengetahuan petani dalam menggunakan faktor produksi adalah terbatas; b. kesulitan petani dalam memperoleh faktor produksi dalam jumlah yang tepat waktu; c. adanya faktor luar yang menyebabkan petani tidak berusahatani secara efisien.

Karena hal-hal tersebut maka kemungkinan kondisi persamaan (4) dapat ditemui seperti berikut: b. . y . > 1; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X

a.

34

dianggap tidak efisien. b. < 1; yang dapat diartikan bahwa penggunaan faktor produksi X

dianggap belum efisien. Bila model yang dipakai pads linear programming (LP); maka dapat dituliskan model matematis LP sebagai berikut: (Contoh untuk tiga macam kegiatan): Maksimumkan: Total penerimaan

C1X1 + C2X2 + C3X3 dengan syarat:a11X11 a12X12 a1nX1n + + + A21X21 A22X22 A2nX2n + + + A31X31 A32X32 A3nX3n b1 b2 bn

danX1...Xn >0 Dalam persamaan LP ini, maka C1...3 = cost coefficients, X1...3 = kegiatan a1... 3 = input-output coefficients b1... n = resources yang tersedia. Dari rumus matematis LP tersebut, maka dapat dikelompokkan menjadi 3 komponen, yaitu: a. Ada fungsi tujuan yang dapat dinyatakan dengan fungsi linear C1X1 + C2X2 + C3X3 di mana C1...3 adalah cost coefficients. Bila programnya memaksimumkan, maka yang dimaksimumkan dapat berupa: total penerimaan kotor; total penerimaan bersih; atau

35

total keuntungan.

Di samping fungsi tujuan tersebut memaksimumkan dapat pula disusun program meminimumkan; yaitu meminimumkan biaya. Untuk contoh tiga kegiatan, maka secara matematis, cara LP tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Minimumkan Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 dengan syarat:a11X11 a12X12 a1nX1n + + + A21X21 A22X22 A2nX2n + + + A31X31 A32X32 A3nX3n b1 b2 bn

Perbedaan program memaksimumkan terletak pada tanda (memaksimumkan) atau tanda (meminimumkan). b. Ada faktor pembatas yang juga dinyatakan dengan fungsi linear: a11X11 + a21X21 + a31X31 > b1 dan seterusnya. Dalam fungsi tersebut aij adalah disebut dengan koefisien teknis input-output; sedangkan bi adalah koefisien tersedianya sumberdaya dan X1 adalah macam variabel. c. Ada faktor non-negativity, yaitu nilai koefisien aij pada Xij tidak boleh negatif sebab bila nilainya negatif, maka solusi LP tidak akan tercapai. Bila solusi LP ini sudah memungkinkan maka akan didapatkan basil akhir penggunaan input yang optimal untuk memperoleh output yang diharapkan.

36

5. Aspek Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam. kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai sebab; padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah. a. Pentingnya Pengolahan Hasil Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan di antaranya sebagai berikut: (1) meningkatkan nilai tambah; (2) meningkatkan kualitas hasil; (3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja; (4) meningkatkan keterampilan produsen; dan (5) meningkatkan pendapatan produsen. 1) Nilai Tambah Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengolahan hasil yang baik yang dilakukan produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Bagi petani, kegiatan pengolahan hasil telah dilakukan khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan basil (lantai jemur; penggilingan; tempat penyimpanan; keterampilan dalam mengolah basil; mesin pengolah dan lain-lain). Sering ditemukan bahwa hanya petani yang mempunyai fasilitas pengolahan basil dan mereka yang mempunyai sense of business (kemampuan memanfaatkan business bidang pertanian) yang melaksanakan kegiatan pengolahan basil pertanian. Bagi pengusaha yang berskala besar kegiatan pengolahan basil dijadikan kegiatan utama dalam mata rantai businessnya. Hal ini disebabkan karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah

37

barang pertanian menjadi meningkat karena barang tersebut mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri. Sekarang ini dalam kondisi perekonomian di mana sektor industri harus dikembangkan secara berimbang dengan pengembangan sektor lain dan juga sektor industri yang didukung oleh sektor pertanian, maka pertumbuhan sektor industri yang menggunakan bahan baku pertanian nnjadi berkembang dengan pesat. Di sisi lain, khususnya petani yang dengan segala keterbatasan yang dimiliki seringkali kurang 'memperhatikan aspek pengolahan basil ini. Seringkali ditemui basil pertanian yang langsung dijual (dan tidak melalui pengolahan basil yang dilakukan sendiri) karena mereka ingin

mendapatkan uang kontan untuk keperluan yang mendesak. Karena kebutuhan yang mendesak ini, maka kegiatan panen yang mereka lakukan juga menjadi kurang sempurna dan akibatnya, nilai tambah basil pertanian tersebut menjadi rendah.

2) Kualitas Hasil Salah satu tujuan dari pengolahan basil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas basil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Per-bedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri. Kualitas barang yang rendah akan menyebabkan harga yang rendah juga dan bahkan perbedaan harga karena perbedaan kualitas ini juga relatif besar. Contoh tentang hal ini dapat dilihat misalnya pada komoditi serat karung. Harga kualitas A komoditi ini adalah Rp 375,-/kg serat; sedangkan kualitas B dan C, masing-masing Rp 350,-/kg dan Rp 260,-/kg pada tahun 1987. Karena keterbatasan petani menghasilkan serat yang baik, maka hasil serat kualitas A adalah sekitar 45% kualitas B sebesar 49% dan kualitas C 6% (Soekartawi, 1996). Dengan proporsi

38

sepeni itu maka pendapatan petani serat karung per ha (dengan produktivitas 1.964 kg/ha) adalah sebagai berikut: Kualitas A = 45% x 1.964 kg x Rp 375,- = Rp 331.425,Kualitas B = 49% x 1.964 kg x Rp 350,- = Rp 336.826,Kualitas C = 6% x 1.964 kg x Rp 260,- = Rp 30.638,-

Total = Rp 698.889,Bila saja petani melakukan pengolahan basil yang lebih baik sehingga proporsi hasil yang diperoleh dari kualitas A yang lebih baik, misalnya 70% saja maka total penerimaan juga akan lebih besar. Dari data di atas dapat dihitung kembali sebagai berikut: Kualitas A = 70% x 1.964 x Rp 375,- = Rp 515.550,Kualitas B = 24% x 1.964 x Rp 350,- = Rp 164.976,Kualitas C = 6% x 1.964 x Rp 260,- = Rp 30.638,-

Total = Rp 711.164,Dengan demikian, maka dengan naiknya kualitas A sebesar 25% dengan asumsi kualitas C tetap, maka kenaikan penerimaan sebesar (Rp 711.164,- dikurangi Rp 698.889,-) = Rp 12.275,- per ha. Apalagi kalau C tidak ada dan menjadi kualitas B, maka total penerimaan adalah: Kualitas A = 70% x 1.964 x Rp 375,- = Rp 515.550,Kualitas B = 30% x 1.964 x Rp 350,- = Rp 206.220,Total = Rp 721.770,atau naik sebesar Rp 22.881,- /ha. Contoh lain juga dikemukakan oleh Widodo dalam Soekartawi (2004) yang menyatakan bahwa nilai titik impas untuk serat karung kualitas A adalah senilai Rp 339,-/kg; kualitas B sebesar Rp 285,-/kg dan kualitas C sebesar Rp 215,-/kg pada tahun 1989. Dengan harga titik impas (break even point) ini dapat dilihat bahwa harga kualitas A adalah hampir 2 kali lipat bila dibandingkan dengan harga kualitas C. Begitu pula harga serat karung kualitas B hampir 1,5 kali lipat bila dibandingkan dengan serat kualitas C. Dengan perbedaan harga tiap kualitas yang 39

mencolok ini, maka upaya meningkatkan hasil pada kualitas yang lebih tinggi akan meningkatkan pendapatan petani.

3) Penyerapan Tenaga Kerja Bila petani langsung menjual hasil pertaniannya dengan tanpa diolah terlebih dahulu, maka tindakan ini akan menghilangkan

kesempatan orang lain yang ingin bekerja pada kegiatan pengolahan yang semestinya dilakukan. Sebaliknya bila pengolahan hasil itu dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif lebih besar pada kegiatan pengolahan ini. Contohnya pada kegiatan usahatani serat karung. Tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus, L) yang menghasilkan serat karung yang biasanya diusahakan di lahan yang sering kebanjiran (lahan bonorowo), ternyata menuntut banyak penggunaan tenaga kerja. Menurut Soekartawi dkk. (1996) dalam penelitiannya di berbagai daerah di Gresik Jawa Timur dan Jawa Tengah ternyata kegiatan panen dan pasca panen untuk tanaman kenaf ini sejumlah 222 Had Kerja Setara Pria (HKSP) atau sebesar 70,5% dari total penggunaan tenaga kerja. Bagi petani tertentu, yang karena sesuatu hal (misalnya tidak mempunyai biaya memanen atau mengolah hasil) sering menjual tanaman kenaf dalam bentuk batang hijau (sebelum diproses). Sementara itu kebutuhan tenaga kerja saat panen dan pasca panen untuk usahatani kenaf di lahan gambut adalah 100 HKSP atau sebesar 51% dari total penggunaan tenaga kerja (Sastrosupadi dalam Soekartawi, 2004).

4) Meningkatkan Keterampilan Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi

peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

40

Kini yang sedang dikembangkan, khususnya dalam peningkatan keterampilan petani, adalah dengan cara memberikan bimbingan baik langsung maupun tidak langsung. Bimbingan secara langsung dapat melalui peningkatan keterampilan melalui Balai Latihan atau bimbingan langsung di tempat tinggal petani. Sedangkan bimbingan tidak langsung dapat melalui penyediaan leaflet (edaran) penyuluhan, melalui siaran pedesaan melalui media cetak (koran) atau media elektronik. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa semakin terampil seorang petani semakin tinggi hasil yang diperoleh dan pada akhirnya juga semakin tinggi total penerimaan (Soekartawi, 2004).

5) Meningkatkan Pendapatan Konsekuensi logis dari hasil olahan yang lebih baik akan menyebabkan memungkinkan, total penerimaan sebaiknya yang lebih tinggi. Bila keadaan hasil

maka

petani

mengolah

sendiri

pertaniannya untuk mendapatkan kualitas hasil yang lebih baik yang harganya lebih tinggi dan akhirnya juga akan mendatangkan total penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar.

6. Aspek Pemasaran Hasil Pertanian Aspek pemasaran memang disadari bahwa aspek ini adalah penting. Bila mekanisme pemasaran berjalan baik, maka semua pihak yang terlibat akan diuntungkan. Oleh karena itu, peranan lembaga pemasaran yang biasanya terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, broker, eksportir, importir atau lainnya menjadi amat penating. Lembaga pemasaran ini, khususnya bagi negara berkembang, yang dicirikan oleh lemahnya pemasaran basil pertanian atau lemahnya kompetisi pasar yang sempurna, akan menentukan mekanisme pasar. Karena barang pertanian umumnya dicirikan oleh sifat: (1) diproduksi musiman; (2) selalu segar (freshable);

41

(3) mudah rusak; (4) jumlahnya banyak tetapi nilainya relatif sedikit (bulky); dan (5) lokal dan spesifik (tidak dapat diproduksi di semua tempat), maka ciri ini akan mempengaruhi mekanisme pemasaran. Oleh karena itu sering sekali terjadi harga produksi pertanian yang dipasarkan menjadi naikturun (berfluktuasi) secara tajam; dan kalau saja harga produksi pertanian berfluktuasi, maka yang sering dirugikan adalah di pihak petani atau produsen. Karena kejadian yang semacam ini maka petani atau produsen memerlukan kekuatan entah sendiri atau berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ini.

a. Mengapa Pemasaran? Menurut Kotler dalam Soekartawi (2004) ada lima faktor yang menyebabkan mengapa pemasaran itu penting, yaitu; (1) jumlah produk yang dijual menurun; (2) pertumbuhan penampilan perusahaan juga menurun; (3) terjadinya perubahan yang diinginkan konsumen; (4) kompetisi yang semakin tajam; dan (5) terlalu besarnya pengeluaran untuk penjualan. Apa yang dikatakan Kotler (dalam Soekartawi, 2004)) tersebut lebih banyak pada tekanan pada produk perusahaan. Indikasi seperti jumlah produk yang dipasarkan merupakan indikasi perlunya memperbaiki mekanisme atau strategi pemasaran. Apalagi kalau penampilan (performance) perusahaan (dalam hal keuntungan yang diterima) semakin menurun, maka manajer pemasaran harus cepat mengambil keputusan untuk memperbaiki strategi pemasaran. Perubahan strategi pemasaran dapat saja berubah bila keinginan konsumen atau consumer behaviour juga berubah. Perubahan ini dapat terjadi karena pendapatan konsumer yang meningkat sehingga selera mereka juga berubah dan pada akhirnya mempengaruhi macam dan kualitas barang yang terjadi. Begitu pula halnya pada sistem perekonomian yang semakin maju di mana persaingan semakin meningkat, maka strategi pemasaran perlu

42

terus dikembangkan agar mampu memenangkan persaingan tersebut. Peningkatan strategi pemasaran bukan berarti harus diikuti dengan besarnya pengeluaran untuk memenangkan persaingan tersebut dan bila terjadi hal yang demikian, maka strategi pemasarannya yang perlu diubah. Manajemen pemasaran yang moderen memang mendahulukan kepentingan konsumen, dalam artian bahwa perubahan konsumen ini menentukan jumlah barang yang diminta. Selanjutnya agar harga tidak melonjak tinggi karena perubahan tersebut, maka produksi harus ditingkatkan. Ini berarti produsen diminta untuk meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini dapat dilihat di Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa untuk memenuhi permintaan dari OQ, ke-OQ2, maka produsen juga hams meningkatkan produksi yang dihasilkan pada jumlah yang sama bila dikehendaki harga di pasaran tetap. Bila tidak terjadi demikian, misalnya jumlah barang yang diminta lebih banyak dari yang disediakan, maka harga akan naik. Begitu pula sebaliknya bila terjadi kelebihan produksi yang disediakan (over supply), maka harga akan cenderung menurun bagi barang-barang atau produk yang mempunyai elastisitas permintaan yang lebih besar dari nol.

Gambar 1. Perubahan permintaan dan penyediaan barang pada kondisi barga tetap

43

Untuk komoditi pertanian, pemasaran terjadi bukan saja ditentukan oleh lima aspek seperti yang dikemukakan oleh Kotler dalam Soekartawi (2004) tersebut, tetapi oleh aspek yang lain, yaitu: (1) kebutuhan yang mendesak; (2) tingkat komersialisasi produsen (petani); (3) keadaan harga yang menguntungkan; dan (4) karena peraturan. Seringkali ditemukan bahwa karena petani sangat memerlukan uang kontan selekas-mungkin (untuk membayar utang, biaya sekolah anaknya dan lain-lainnya), maka petani memasarkan produksi pertaniannya walaupun pada kondisi yang kurang menguntungkan. Namun sebaliknya, khususnya petani komersial, mereka memasarkan produksinya bila memang kondisi menguntungkan baginya. Apalagi kalau saat itu keadaan harga menguntungkan, maka petani yang mempunyai rasionalitas yang tinggi senantiasa memanfaatkannya. Namun ada pula dijumpai adanya petani yang menjual basil pertanian karena adanya peraturan yang mengharuskan walaupun kondisi harga tidak begitu menguntungkan.

b. Peluang Pasar Peluang pasar barangkali dapat diartikan sebagai peluang (probability) dari seseorang (produsen, petani atau pihak lain) untuk menjual basil pertanian dengan mendapatkan keuntungan. Karena pelaku lembaga pemasaran tidak semua mampu memanfaatkan peluang ini, maka hanya mereka yang memanfaatkan pasar saja yang memperoleh kesempatan yang baik tersebut. Dalam banyak kenyataan, maka di antara para pelaku pemasaran tersebut, maka posisi produsen atau petani adalah yang paling lemah. Berbagai faktor yang menyebabkannya, namun karena kondisi yang seperti itu, maka petani sering dirugikan. Misalnya, hanya sebagian kecil saja harga yang diterima petani dari harga yang semestinya diperoleh dari konsumen. Contohnya adalah komoditi jagung. Dui harga yang diberikan oleh konsumen (100%), maka hanya 47,5% yang diterima petani dan sisanya dinikmati atau diambil

44

oleh para pelaku lembaga pemasaran. Dalam pemasaran komoditi pertanian, seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang (bahkan dapat dikatakan terlalu panjang); sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam rantai pemasaran tersebut. Akibatnya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran (marketing margin) yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut. Penjelasan Iebih lanjut tentang hal ini dapat dilihat di Gambar 2. Beberapa sebab mengapa terjadi rantai pemasaran basil pertanian yang panjang dan produsen (petani) sering dirugikan adalah, antara lain sebagai berikut: (1) pasar yang tidak bekerja secara sempurna; (2) lemahnya informasi pasar; (3) lemahnya produsen (petani) memanfaatkan peluang pasar; (4) lemahnya posisi produsen (petani) untuk melakukan penawaran untuk mendapatkan harga yang baik; dan (5) produsen (petani) melakukan usahatani tidak didasarkan pada permintaan pasar, melainkan karena usahatani yang diusahakan secara turuntemurun. Kompetisi pasar yang sempurna (perfect market competition) yang tidak bekerja semestinya, memang sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang; sehingga posisi petani sering dirugikan. Apalagi kalau produsen (petani) tersebut tidak mempunyai kekuatan untuk menawar harga jual basil pertaniannya, maka akan terjadi suatu transaksi jual-beli yang menguntungkan pembelinya. Lemahnya informasi pasar; lemahnya

memanfaatkan peluang pasar, juga sebagai penyebab mengapa produsen (petani) sering berada pada posisi yang dirugikan. Apalagi kalau petani tersebut mengusahakan usahataninya tanpa harus memperhatikan permintaan pasar. Karena itulah, maka aspek produksi, pengolahan dan pemasaran serta kegiatan lain yang terlibat dalam konsep agribisnis adalah penting sekali dimengerti oleh produsen. Maksudnya, tentu saja agar produsen tidak terlalu banyak dirugikan.

45

Gambar 2. Pemasaran jagung di Indonesia 1974 (McGinity dalam Soekartawti, 2004)

46

c.

Pasar Domestik dan Luar Negeri Di Gambar 2 telah dijelaskan bahwa komoditi jagung di Indonesia

adalah 96,5% dipasarkan di dalam negeri (domestic market) dan hanya 3,5% saja yang diekspor (international market). Bahkan setelah tahun 1974 tersebut ada kecenderungan kuantitas ini menurun dan bahkan berganti dengan semakin banyak dilakukan impor. Dengan demikian, harga jagung di dalam negeri menjadi sangat tergantung dari harga di pasaran dunia. Padahal komoditi jagung itu mempunyai keunggulan komparatif yang mestinya kebutuhan pasar dalam negeri akan lebih menguntungkan kalau jagung tersebut diproduksi di dalam negeri daripada jagung diimpor (Soekartawi, 2004). Selanjutnya Soekartawi juga menjelaskan bahwa kalau saja kebutuhan jagung tersebut dapat dipenuhi dengan peningkatan produksi di dalam negeri, maka devisa yang dapat dihemat adalah sekitar Rp 594,- sampai Rp 1.205,- untuk setiap dollar melakukan impor pada tahun 1990. Angka ini diperoleh dari analisis biaya sumberdaya domestik dalam negeri (BSDN) seperti tertera di Tabel 1.

Tabel 1. Arus kas BSDN komoditi jagung di Jawa Timur dan di daerah penelitianUraian 1. Biaya domestik (Rp/ha) 2. Biaya asing (Rp/ha) 3. Total penerimaan (Rp/ha) 4. Rasio output-input 5. BSDNd) Jawa Timura) 90.885 Tubanb) 329.785,7 Probolinggoc) 237.729,8

830

1.204

1.840

252.057

439.399

397.622,8

3,75 0,362

1,33 0,753

1,67 0,601

Sumber: Soekartawi (2004) a) Data tahun 1987, varitas jagung tidak dijelaskan (data BPS, 1990). b) Data penelitian tahun 1990, varitas Hibrida c) Data penelitian tahun 1990, varitas unggul daerah d) Makin kecil angka BSDN, masih besar keunggulan komparatif komoditi tersebut.

47

Dalam literatur, baik dilihat dari sisi teori ekonomi mikro maupun ekonomi makro, maka kaitan perdagangan di dalam negeri dan luar negeri memang sangat erat dan sangat mempengaruhi kebijaksanaan yang diambil oleh Pemerintah selaku pembuat keputusan (macro policy). Secara teoritis, seperti yang dijelaskan oleh Soelistyo dalam Soekartawi (2004), maka konsepsi dasar dari teori perdagangan intemasional antarnegara adalah tidak banyak berbeda perdagangan di dalam negeri, karena perda gangan internasional merupakan kelanjutan dari perdagangan antar-daerah. Barang yang diperdagangkan

antarnegara tidaklah didasarkan. atas keuntungan alamiah saja akan tetapi juga atas dasar proporsi dan, intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang tersebut. Oleh karena itu teori H-O (Hecksker dan Ohlin), seperti yang banyak dianut adalah dikenal dengan teori proporsi faktor faktor produksi, dengan asumsi bahwa masing-masing negara memilild faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal) dalam perbandingan yang berbeda-beda untuk menghasilkan suatu barang tertentu diperlukan kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Pada dasamya, teori H-O ini dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Suatu negara akan atau sebaiknya menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif banyak (dalam arti relatif murah), maka barang-barang yang dihasilkan akan juga relatif murah karena biaya produksinya murah. Oleh karena itu Indonesia misalnya, yang memiliki relatif banyak tenaga kerja sedangkan modal relatif sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang yang relatif padat karya, sedangkan Amerika Serikat sebaliknya

mengekspor barang-barang yang relatif padat modal dan mengimpor barang-barang yang relatif padat karya. (2) Dengan mengutamakan produksi dan ekspor, maka bila pola permintaan yang sama bagi kedua negara diketahui, maka negara yang memiliki faktor produksi tenaga kerja relatif banyak cenderung untuk

48

meningkatkan produksi barangnya yang bersifat padat karya dan mengurangi yang padat modal, sehingga negara tersebut akan mengekspor barang yang padat karya dan mengimpor barang yang padat modal. Dengan demikian perdagangan internasional akan mendorong naiknya harga produksi yang relatif lebih tinggi dan menyebabkan turunnya harga faktor produksi yang relatif sedikit. Akibatnya untuk negara yang memiliki faktor produksi modal relatif besar, maka upah akan turun sedang harga modal dan tingkat bunga akan naik. Dengan kata lain, kalau sebelum adanya perdagangan internasional upah Amerika Serikat jauh lebih tinggi daripada di Indonesia, maka sesudah perdagangan antardua negara

dilaksanakan, menurut teori H-0, maka upah akan cenderung untuk menjadi sama (upah di Amerika Serikat akan turun dan upah di Indonesia akan menjadi naik). Oleh karena itu, maka perdagangan internasional melalui kebijaksanaan ekspor-impor, maka kebijaksanaan tersebut tidak akan dapat dikaitkan begitu saja. Sebagai contoh misalnya kebijaksanaan ekspor. Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh beberapa kondisi, antara lain: (1) Adanya kelebihan produksi dalam negeri, sehingga kelebihan tersebut dapat dijual ke luar negeri melalui kebijaksanaan ekspor. (2) Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun produk tersebut karena adanya kekurangan produk dalam negeri. (3) Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri daripada penjualan di dalam negeri. Karena harga di pasar dunia yang lebih menguntungkan. (4) Adanya kebijaksanaan ekspor yang bersifat politik; dan (5) Adanya barter antarproduk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tak dapat diproduksi di dalam negeri.

49

Gambar 3. Grafik kurva perdagangan internasional antardua negara Keterangan: Pf PdA PdB OY1A : Harga keseimbangan di pasaran internasional : Harga keseimbangan di negara A sebelum adanya

perdagangan internasional : Harga keseimbangan di negara B sebelum adanya

perdagangan internasional:

Konsumsi di negara A sebelum adanya perdagangan internasional

OY1B : Konsumsi di negara B sebelum adanya perdagangan internasional.

Gambar 4. Grafik kurva penawaran ekspor negara A

50

Keterangan: Pf : Harga keseimbangan setelah adanya perdagangan

internasional DA OY2 OY3:

Penawaran setelah adanya perdagangan internasional domestik setelah adanya perdagangan

: Konsumsi internasional : Jumlah

penawaran

total

domestik

(jumlah

konsumsi

domestik dan jumlah ekspor) Y2Y3 : Jumlah ekspor. Alasan mendesak mengapa suatu negara perlu menggalakkan ekspor adalah untuk meningkatkan kekayaan negara yang berarti pula meningkatkan peningkatan pendapatan per kapita masyarakat. Selanjutnya, seperti yang dijelaskan oleh Soelistyo dalam Soekartawi (2004), dengan asumsi pola permintaan kedua negara diketahui maka secara grafis kurva ekspor suatu komoditas yang dilakukan oleh dua negara dapat dilihat di Gambar 4.3. Di Gambar 4.3 ditunjukkan bahwa sebelum adanya perdagangan internasional di negara A harga keseimbangan komoditas Y pada titik C dan pada titik F pada negara B. Sedangkan konsumsi di negara A sebesar OY1 dan OY4 pada negara B. Pf adalah harga keseimbangan di pasaran internasional yaitu, di antara harga komoditas di negara A dan negara B. Apabila harga Y naik menjadi Pf di negara A setelah adanya perdagangan internasional, maka konsumsi domestik menjadi OY2 sedang total penawaran komoditas Y sebesar OY3 atau di titik E. Den