30
Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan March 29, 2010 Hana Kristina Purba Maria Husnun Nisa 1. Pendahuluan Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal. Munculnya istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan tinggi bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).

Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

March 29, 2010

Hana Kristina Purba

Maria Husnun Nisa

1. Pendahuluan

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.

Munculnya istilah globalisasi/liberalisasi pendidikan tinggi bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa pendidikan adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).

Menurut pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara pada pasal 28 B ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya, demi kesejahteraan umat manusia” dan pasal 31 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”

Konstitusi itu menunjukkan kalau rakyat mempunyai kedudukan yang sama untuk dan di dalam memperoleh pendidikan yang tepat yang bisa membebaskannya dari kebodohan atau bisa

Page 2: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

mengantarkannya menjadi manusia-manusia berguna. Kata “setiap” dalam konstitusi tersebut artinya setiap orang, tanpa membedakan gender, strata sosial, etnis, golongan, agama dan status apapun berhak untuk memperoleh perlindungan di bidang pendidikan. Hak pendidikan menjadi hak setiap warga negara, karena jika hak ini berhasil diimplementasikan dengan baik, maka bangsa ini pun akan memperoleh kemajuannya. Karena pendidikan merupakan pondasi kehidupan bernegara. Pendidikan memiliki peran kunci dan strategis dalam memajukan sebuah bangsa. Dari pendidikan sebuah bangsa bisa dibuat maju atau mundur ke belakang.

Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan formal di Indonesia bermula dari TK selama dua tahun dilanjutkan Sekolah Dasar hingga kelas enam. Lulusan sekolah dasar melanjut ke sekolah menengah pertama selama tiga tahun dan sekolah menengah atas tiga tahun berikutnya. Lulusan SMU dapat memilih untuk memperoleh gelar diploma atau sarjana atau bentuk pendidikan tinggi lain.

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :

• Masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat Indonesia

• Kedua, menyangkut masalah globalisasi

• Perkembangan dan kemajuan teknologi.

Pendidikan merupakan aspek penting dalam era globalisasi. Tiga persoalan ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia pendidikan. Sebab peningkatan SDM, yang menjadi tugas dan tanggung jawab utama pendidikan, sangat dipengaruhi faktor globalisasi dan teknologi. Pengaruh globalisasi, kemajuan teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai sosial harus diperhitungkan dalam penyelenggaran pendidikan, apalagi tanggung jawab dunia pendidikan untuk mencapai tujuan pokok melahirkan manusia yang berkualitas

Pendidikan mulai diperhitungkan lebih serius sebagai tonggak utama dalam pertumbuhan dan pembangunan dalam konsepsi knowledge economy, terutama karena terjadinya pergeseran besar dari orientasi kerja otot (muscles work) ke kerja mental (mental works). Dalam konsepsi ini, peranan dan penguasaan informasi sedemikian vitalnya, sehingga kebutuhan dalam proses pengumpulan, penyaringan, dan analisa informasi menjadi sedemikian penting.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Teknologi berkembang sangat pesat, pemerintah juga jadi kerepotan dan akhirnya mengubah kurikulum pendidikan di Indonesia disesuaikan

Page 3: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

dengan tuntutan era globalisasi. Padahal kurikulum di Indonesia itu sudah berulang kali dimodifikasi, bahkan diubah-ubah. Bahkan sering ada anggapan bahwa setiap kali ganti menteri tentu ganti kurikulum. Yang lebih membingungkan lagi, setiap terjadi perubahan pendekatan atau teori selalu disertai dengan berbagai jargon dan istilah-istilah baru. Dulu CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), kemudian link and match, kemudian KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan terakhir adalah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Berikutnya entah berbasis apa lagi. Ujungnya selalu saja ganti buku, ganti cara membuat persiapan mengajar, ganti cara ulangan, ganti cara tampil di kelas dan sebagainya. Bahkan, sering terjadi, kurikulum telah dimodifikasi lagi ketika kurikulum lama belum sampai di sekolah.

Menurut Alex Maryunis Kurikulum itu terdiri dari: alat dasar; dokumen tertulis; pelaksanaan dan hasil belajar. Yang sering digonta ganti dan dimodifikasi atau diubah-ubah itu adalah pada dokumen tertulisnya. Gonta ganti kurikulum memperlihatkan bagaimana pendidikan dibereskan dengan metode tambal sulam.

2. Dampak Globalisasi dalam dunia Pendidikan

Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing, computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi. Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk mencari peserta didik.

Globalisasi seperti gelombang yang akan menerjang, tidak ada kompromi, kalau kita tidak siap maka kita akan diterjang, kalau kita tidak mampu maka kita akan menjadi orang tak berguna dan kita hanya akan jadi penonton saja. Akibatnya banyak Desakan dari orang tua yang menuntut sekolah menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan desakan dari siswa untuk bisa ikut ujian sertifikasi internasional. Sehingga sekolah yang masih konvensional banyak ditinggalkan siswa dan pada akhirnya banyak pula yang gulung tikar alias tutup karena tidak mendapatkan siswa.

Implikasinya, muncullah :

Page 4: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

• Home schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global

• Virtual School dan Virtual University

Munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan

• Model Cross Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing ; contohnya United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.

• Model Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain; contoh : yaitu hadirnya banyak para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan ternama yang ada di luar negeri.

• Model Movement of Natural Persons. Dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen. Contohnya dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia (tidak gratis tentunya).

• Model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.

Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam.

Page 5: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

Selain itu ketidaksiapan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan ketidaksiapan guru yang berkompeten dalam menyelenggarakan pendidikan tersebut merupakan perpaduan yang klop untuk menghasilkan lulusan yang tidak siap pula berkompetisi di era globalisasi ini alias lulusan yang kurang berkualitas. Seperti yang dilansir KOMPAS.com tanggal 28 Oktober 2009 menyebutkan bahwa tiga hasil studi internasional menyatakan, kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan ternyata berada di bawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500. Jika dibandingkan dengan siswa internasional, siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah dan sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada yang dapat menjawab soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi. hasil tiga studi tersebut mengemuka dalam seminar Mutu Pendidikan dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik 2009 di Gedung Depdiknas, Jakarta, Rabu (28/10). Masih dalam Kompas.com tanggal 28 Oktober 2009 menyebutkan salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah dari 45 negara di dunia. Demikian hasil studi tersebut dipaparkan dalam laporan penelitian “Studi Penilaian Kemampuan Guru Melalui Video dengan Memanfaatkan Data PIRLS” oleh Prof Dr Suhardjono dari Pusat Penelitian Pendidikan Depdiknas di Jakarta, Rabu (28/10). Dalam laporan tersebut, Suhardjono menuturkan, muara dari lemahnya pembelajaran membaca patut diduga karena kemampuan guru dan kondisi sekolah.

Dalam lansiran lain di Kompas.com tanggal 19 Juni 2009 Ir Hafilia R. Ismanto MM., Direktur Bidang Akademik LBPP LIA, menyebutkan bahwa sampai saat ini masih banyak guru belum berhasil untuk dijadikan role model sebagai pengguna Bahasa Inggris yang baik, penyebab hal tersebut karena selama ini pihak sekolah dan guru belum melakukan pendekatan integrasi antara content atau mata pelajaran dan Bahasa Inggris. Tidak semua guru mata pelajaran bisa diberdayakan untuk memberikan materi berbahasa Inggris, kecuali para guru itu memang benar-benar siap.

Pendidikan di Indonesia sekarang membuat rakyat biasa sangat menderita. Pendidikan menjadi sesuatu yang tak terjangkau rakyat kecil. Tidak ada penggolongan orang miskin dan orang kaya. Lembaga pendidikan telah dijadikan ladang bisnis dan dikomersialkan.

Kebijakan yang mahal ini memang sangat merisaukan karena akan mengubur impian mobilitas kelas sosial bawah untuk memperbaiki status kelasnya. Melalui sistem ini, maka yang bisa diserap dalam lingkungan pendidikan adalah mereka yang memiliki modal yang cukup. Sekolah kian menjadi lembaga elite dan bahkan menjadi kekuatan yang menghadang arus mobilitas vertikal kelas sosial bawah. Dalam

Page 6: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

beberapa aktivitasnya bahkan sekolah ikut terlibat melegitimasi tatanan yang timpang. Jika diusut penyebab ini semua, tentu jawabannya adalah kebijakan ekonomi neoliberal. Neoliberalisme berangkat dari keyakinan akan kedigdayaan pasar serta pelumpuhan kekuasaan negara. Sekolah tidak perlu menjadi tanggungan negara, cukup diberikan pada mekanisme pasar. Biarlah pasar yang akan menyeleksi mana sekolah yang patut dipertahankan dan mana yang harus gulung tikar. Di situ pendidikan berangsur-angsur menjadi tempat eksklusif yang memberi pelayanan hanya pada mereka yang kuat membayar.

Implikasinya, jutaan rakyat Indonesia belum memperoleh pendidikan yang layak. Bahkan tidak sedikit pula yang masih berkategori masyarakat buta huruf. Mereka belum bisa menikmati dunia pendidikan seperti anggota masyarakat yang mampu “membeli” dan menikmati pendidikan. Masyarakat demikian mencerminkan suatu kesenjangan yang serius karena di satu sisi ada sebagian yang bisa membeli politik komoditi pendidikan secara mahal. Sementara tidak sedikit anggota masyarakat yang tidak cukup punya kemampuan ekonomi untuk bisa membebaskan diri dari buta huruf akibat dunia pendidikan yang tidak berpihak secara manusiawi kepada dirinya. Biaya pendidikan yang melangit ini terjadi di dunia pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi.

Tidak hanya itu implikasi dari makin mahalnya biaya pendidikan. Kualitas mahasiswa yang masuk perguruan tinggi pun nantinya patut dipertanyakan karena bukan tidak mungkin uang yang akan berbicara. Siapa yang lebih banyak dia yang akan menang. Bisa jadi mereka yang memiliki kemampuan intelektual pas-pasan bisa mengenyam pendidikan di jurusan dan universitas favorit karena dia bisa membayar biaya yang cukup tinggi. Sementara itu, mereka yang memiliki kemampuan lebih tidak bisa menyandang gelar mahasiswa lantaran tidak memiliki kemampuan finansial.

Realitas menunjukkan, krisis yang menimpa dunia pendidikan di Indonesia, khususnya kualitas pendidikan yang rendah, merupakan persoalan yang sangat kompleks. Prasarana, sarana, dan fasilitas kurang memadai, anggaran pendidikan nasional yang sangat minim, dan banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan keahlian atau memang belum layak disebut guru merupakan faktor yang ikut menyulitkan pengembangan kualitas pendidikan.

Selain itu telah muncul banyak pernyataan dan keluhan tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang tentu saja terkait dengan mutu lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Padahal, anggaran negara yang dialokasikan untuk pendidikan itu selalu bertambah dari tahun ke tahun. Sungguh ironis memang, anggaran selalu naik tetapi kualitas lulusan tetap rendah dan justru dirasakan semakin mahal. Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal kurikulum dan buku, entah sudah berapa kali diubah. Entah sudah berapa macam metode mengajar yang ditatarkan kepada guru. Akankah keadaan

Page 7: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

ini dibiarkan terus berlanjut? Jika tak menghasilkan lulusan yang berkualitas dan dapat diandalkan, dapatkah pendidikan itu disebut sebuah investasi untuk masa depan?

Namun seringkali masyarakat hanya dibuai oleh janji-janji anggaran atau kebijakan bertemakan “alokasi”. Faktanya mimpi masyarakat ini sulit terkabul dengan alas an-alasan yang politis. Pejabat belum sungguh-sungguh menempatkan dunia pendidikan ini sebagai penyangga kemajuan bangsa. Kenyataannya memang demikian. Subsidi pemerintah pemerintah perlahan menyurut hingga tak lagi dapat mencukupi kebutuhan universitas. Namun di balik itu semua ada hal yang terlewatkan oleh para pimpinan universitas sebagai makin mahalnya biaya pendidikan. Yakni, kaum miskin hanya bisa gigit jari karena tidak dapat meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi.

Selain itu banyak penyelewengan-penyelewengan anggaran pendidikan yang dilakukan oleh dilakukan aparat dinas pendidikan di daerah dan sekolah. Peluang penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi dana rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah serta dana operasional sekolah. Temuan tersebut dipaparkan oleh Febri Hendri, Peneliti Senior Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menyoal Evaluasi Kinerja Departemen Pendidikan Nasional Periode 2004 – 2009 di Jakarta, Rabu (9/9). Menurut Febri, selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. (Kompas.com tanggal 9 September 2009).

Padahal tujuan utama dari pengucuran dana pendidikan tersebut seperti dana BOS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menaikkan kualitas tenaga pendidik supaya siswa Indonesia memiliki daya saing di tingkat internasional. Namun apa yang terjadi selain penyelewengan seperti yang disebutkan di atas, terjadi penggunaan dana BOS yang belum tepat seperti yang dimuat Kompas.com tanggal 28 Oktober 2009 yang merupakan hasil penelitian bidang pendidikan berkerja sama dengan Pusat Penelitian Depdiknas yang dibahas dalam seminar bertajuk Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipaparkan oleh Bahar Sinring, Dekan Fakultas Muslim Indonesia Makassar menyebutkan bahwa Dari penggunaan dana BOS di tiap provinsi terlihat bahwa pemanfaatan untuk gaji guru atau tenaga administrasi honorer mengambil porsi yang cukup besar sekitar 20-40 persen. Akibatnya, dana BOS yang dapat dinikmati siswa, termasuk untuk membantu siswa miskin, berkurang. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan diketahui bahwa enam dari sepuluh sekolah menyimpangkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Rata-rata penyimpangan itu senilai Rp 13,7 juta.

Menurut Ade (dalam Kompas.com 9 September 2009 kebocoran anggaran ataupun dalam bentuk paling parah seperti korupsi pendidikan, ini menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi pendidikan, meningkatkan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat,

Page 8: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

dan turunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, korupsi pendidikan telah membahayakan nyawa peserta didik dalam bentuk ambruknya gedung sekolah.

3. Kaitan Globalisasi Pendidikan dengan dunia Perpustakaan

Keberadaan Perpustakaan tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan, Karena perpustakaan merupakan lembaga yang mampu menunjang proses pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pada gilirannya dalam rangka membangun kehidupan masa depan yang maju dan sejahtera.

Oleh karena itulah sesuai dengan perkembangan zaman terutama di era globalisasi ini perpustakaan harus terus berbenah diri dan meningkatkan kualitas layanan. Bahkan di perguruan tinggi perpustakaan sudah menjadi tolok ukur kualitas lulusan yang dihasilkan seperti yang dipaparkan oleh Hermawan dan Zen (2006) “Pentingnya perpustakaan perguruan tinggi telah menjadi salah satu indikator mutu pendidikan di perguruan tinggi. Makin baik perpustakaannya maka makin baik pula mutu luaran perguruan tinggi tersebut”.

Dampak positif globalisasi pendidikan terhadap perpustakaan dapat dilihat dari meningkatnya kualitas layanan yang ada di perpustakaan, misalnya dengan diadakannya layanan-layanan yang sifatnya mengglobal seperti internet, fasilitas wi-fi. Selain itu koleksi-koleksi perpustakaan juga mulai bervariasi dan disesuaikan dengan internasionalisasi lembaga pendidikan yang menaunginya, seperti jumlah dan kualitas koleksi buku berbahasa Inggris semakin diperbanyak dan dilanggannya jurnal-jurnal yang standar internasional. Penyelenggaraan yang standar internasional ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak murah, karena sudah diketahui oleh umum bahwa harga buku –buku berbahasa Inggris harganya lebih mahal dibanding buku berbahasa Indonesia, dan untuk melanggan satu jurnal internasional juga harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Karena biaya yang tinggi tersebutlah, yang mampu menyelenggarakan perpustakaan dengan layanan dan kualitas yang baik tentunya perpustkaaan yang berada di lembaga pendidikan yang punya modal dan pimpinan yang perhatian terhadap perkembangan dan pentingnya perpustakaan. Karena banyak lembaga pendidikan yang punya modal besar perpustakaannya kurang maju Karena pimpinannya yang tidak terlalu perhatian terhadap perpustakaan. Hal yang lebih parah lagi tentunya dialami oleh perpustakaan yang berada di lembaga-lembaga pendidikan yang modalnya kecil. Jangankan untuk meningkatkan layanan dan koleksi yang bersifat internasional, untuk merawat koleksi yang ada pun kadang masih terseok-seok. Sehingga dengan adanya globalisasi ini perpustakaan tersebut semakin tertinggal.

Page 9: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

Namun untuk perpustakaan yang sudah bisa mengadakan dan menyesuaikan layanan dan koleksinya dengan standar internasional pun bukan berarti tanpa masalah. Banyak terjadi perpustakaan sudah banyak mengeluarkan biaya untuk menambah jumlah koleksi dan melanggan jurnal internasional dengan harga mahal, namun tingkat pemakaian dari penggunanya masih sangat rendah dibanding penggunaan koleksi atau jurnal-jurnal yang berbahasa Indonesia. Ini artinya pengguna perpustakaan masih banyak yang belum siap dengan standar internasional.

Untuk menjawab perkembangan di dunia pendidikan ini maka mulai dari sekarang perpustakaan dan pustakawan harus mau dan mampu mengikuti perkembangan tersebut. Pustakawan diharapkan mampu mengubah dan mengembangkan dirinya seiring dengan tuntutan perubahan. Pengembangan yang dimaksud adalah:

*. memahami peranannya atas dasar pola kemitraan bukan melayani

*. memberikan makna/kontribusi bagi lembaganya (dalam hal ini sekolah atau perguruan tinggi) tidak sekedar fokus pada disiplin ilmu perpustakaan

*. integrasi

*. mampu mentransfer kemampuannya melalui pelatihan dan pembinaan, sehingga penggunanya dapat memanfaatkan layanan-layanan yang ada di perpustakaan secara optimal.

*. Inovasi

4. Solusi

Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam dunia pendidikan. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini.

Ide Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Moh. Nuh yang mengingatkan, bahwa dalam dunia pendidikan tak boleh ada sikap diskriminatif yang disebabkan adanya perbedaan kaya dengan miskin

Page 10: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

akibat faktor wilayah kota dan desa sehingga seseorang kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan. (Kompas.com tanggal 3 November 2009) Perlu diimplentasikan dan dilaksanakan dengan segera, agar hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dapat segera terwujud, dan dapat mendorong lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan kurikulum maupun metodologi yang tidak banyak mengeluarkan biaya.

Selain itu membuat standar baru tentang kualitas pendidikan yang tidak saja menyentuh kemampuan dan kreativitas siswa melainkan juga ongkos sekolah. Kriteria yang mempersyaratkan kemampuan menampung siswa tidak mampu sekaligus kemampuan untuk mensejahterakan guru. Sekolah tidak lagi diukur dari kemampuannya mencetak siswa yang pintar melainkan bagaimana mengajarkan siswa untuk saling bertanggung jawab dan mempunyai solidaritas tinggi. Standar internasional tentang kemampuan intelektual tidak akan bisa diraih dengan kondisi struktural yang masih mengalami persoalan ketimpangan dan kesenjangan sosial.

Selain itu solusi-solusi lain yang dapat dilaksanakan adalah

• Meningkatkan mutu SDM terutama Guru dalam penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya

• Peningkatan Mutu Guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

• Peningkatan Mutu Manajemen sekolah dan Manajemen pelayanan pendidikan

• Peningkatan Mutu sarana dan Prasarana

• Penanaman nilai-nilai keteladanan

• Pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan

• Penelitian dan pengembangan pendidikan

5. Kesimpulan

• Globalisasi pendidikan di Indonesia ditandai dengan ambivalensi yang apabila kita mengikuti arus globalisasi tersebut dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia setingkat dengan kualitas pendidikan Internasional, tetapi pada kenyataannya Indonesia belum siap untuk mengikuti arus tersebut sehingga kualitas pendidikan di Indonesia masih tertinggal.

• Adanya kompetisi/persaingan didalam dunia pendidikan karena kemajuan teknologi dan informasi. Bahkan sering terjadi kompetisi yang liar yang disebabkan oleh

1. Adanya aturan tidak beres pada birokrasi pendidikan

Page 11: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

2. Intervensi kepentingan modal raksasa

3. Sekolah kurang mendapat perhatian yang layak dari pemerintah

• Bagi instansi pendidikan yang mampu bersaing akan memperoleh hasil yang baik dan diakui oleh dunia luar. Bagi instansi yang belum siap bersaing akan mengalami tekanan dan banyak yang berjalan ditempat saja

• Globalisasi pendidikan juga membawa dampak adanya kesenjangan sosial didalam dunia pendidikan, karena hanya orang-orang yang mempunyai modal lebih besar saja yang dapat menikmati kualitas pendidikan dengan standar internasional.

• Merosotnya kualitas pendidikan tak bisa dipisahkan dari kebijakan negara pada sector pendidikan.Menyamakan lembaga pendidikan dengan lembaga keuangan jelas merupakan keputusan yang keliru. Liberalisasi pendidikan pada hakekatnya telah memasung akses siswa yang tidak mampu untuk menikmati sekolah. Padahal sejak bangsa ini ditimpa krisis jumlah masyarakat yang berada di garis kemiskinan makin membumbung.

• Perlu adanya perombakan pada kebijakan yang menyangkut masalah pendidikan dengan menelurkan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kaum miskin. Komersialisasi pendidikan mutlak harus dihentikan karena hanya memunculkan sekelompok orang yang menggunakan pendidikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan.

Page 12: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

Impact of Globalization in the World Education

March 29, 2010

Hannah Kristina Purba

Maria Husnun Nisa

1. Preliminary

Globalization is a process of global society and knows no boundaries wilayah.Globalisasi is essentially a process of the ideas raised, and then offered to be followed by other nations finally reached a point of mutual agreement and a joint guidelines for the nations around world. (According to Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalization is marked by ambivalence - which appears as a "blessing" on the one hand but at the same time be a "curse" on the other side. Appears as "excitement" on the one hand but at the same time be a "pain" on the other. Globalization of education in Indonesia is also marked by the ambivalence that is located on the confusion, because he wanted to catch up to match the quality of international education, the fact Indonesia is not yet ready to achieve that quality. Whereas if you do not come with globalization, Indonesia will be more missed.

The emergence of the term globalization / liberalization of higher education which stems from the WTO considers higher education as a service that can be traded or sold. Three countries that most benefited from the liberalization of education services is the United States (U.S.), United Kingdom, and Australia (Enders and Fulton, eds., 2002, pp 104-105).

According to the 1945 opening of the 4th paragraph, the national education aimed at the intellectual life of the nation. While at section B, paragraph 28 (1) mandates that "Every person has the right to develop the fulfillment of basic needs, are entitled to education and to benefit from science and technology, arts and culture, for better quality of life, for the welfare of mankind" and article 31 paragraph (1) mandates that "Every citizen has the right to education"

Constitution that indicates if the people have the same position for and in obtaining the proper education that can be freed from ignorance or can deliver it into useful human beings. The word "every" in the constitution means everyone, without distinction of gender, social strata, ethnic, class, religion and status of any right to obtain protection in the field of education. Right to education become the

Page 13: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

right of every citizen, because if the right has been successfully implemented properly, then this nation will get its progress. Because education is the foundation of national life. Education has a key strategic role in advancing a nation. From the education of a nation can be made forward or backward.

Under Law No. 20 years in 2003 stated that formal education in Indonesia started from kindergarten for two years followed by primary school until sixth grade. Primary school graduates go on to junior high school for three years and three secondary schools over the next year. High school graduates can choose to obtain a diploma or degree or other forms of higher education.

Development of education in Indonesia can be seen from three things:

• Problems with people and communities improve the quality of Indonesian

• Second, concerning issues of globalization

• The development and technological progress.

Education is an important aspect in this era of globalization. These three issues are very influential in the development of education. Because increased HR, which became the main duties and responsibilities of education, highly influenced by globalization and technology. Impact of globalization, technological advances and information and changes in social values must be taken into account in education Up, let alone the responsibility of education to achieve our ultimate goal of quality human birth

Education begin to be considered more seriously as a major milestone in the growth and development in the conception of a knowledge economy, especially since a large shift of work orientation muscles (muscles work) to mental work (mental works). In this conception, the role and control of such vital information, so that the needs in the process of collecting, filtering, and analysis of information so important.

Progress of science and technology coupled with fast growing globalization of the world brings its own impact for education. Technology is growing very rapidly, so the government is also struggling and eventually reverse the Indonesian education curriculum tailored to the demands of globalization. Though the curriculum in Indonesia had been repeatedly modified, and even be altered. It is often assumed that each time a minister instead of changing the curriculum. Even more puzzling, any changes in approach or theory is always accompanied by a variety of jargon and new terminology. First CBSA (Students Active Learning mode), then link and match, then CBC (Competency-Based Curriculum) and the last is a SBC (Level Curriculum Education Unit). Either based on what else the next. Ends always replace a book, instead of teaching how to make preparation, test method change, change the way

Page 14: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

appear in the class and so forth. In fact, it often happens, the curriculum has been modified again when the old curriculum had not arrived at school.

According to Alex Maryunis curriculum consists of: basic tools; written documents; implementation and learning outcomes. Digonta frequently change and be modified or altered it is the written document. Curriculum change repeatedly shows how education remedied by a patchwork method.

2. Impact of Globalization of Education

Many schools in Indonesia in recent years began to make globalization in the education system of internal school. This looks at the school - the school, known as billingual school, with the implementation of foreign languages like English and Mandarin as a compulsory school subjects. Besides the various levels of education starting from elementary schools to universities both public and private international open classroom program. Globalization of education undertaken to answer the needs of the labor market will increasingly stringent quality. With the globalization of education of Indonesian workers are expected to compete in world markets. Especially with the implementation of free trade would, for example within the scope of ASEAN countries, could not help education in Indonesia should produce graduates who are ready to work in order not to become "slaves" in their own country. This model of education also makes students gain technical skills that complete and detailed, ranging from foreign languages, computers, internet until order interactions with strangers and others. Another positive side of education that is of competitive liberalization. These schools compete with each other to improve the quality of education for learners.

Globalization wave that will hit, no compromise, if we're not ready then we will hit, if we can not then we will become worthless and we'll only watch. As a result a lot of insistence from parents who demanded an international school education and the insistence of the students to be able to join the international certification exam. So that conventional schools are still a lot left students and eventually many of them out of business because they do not get the lid aka students.

The implication, emerges:

• Home schooled, which serves students meet the expectations of students and parents because of global demand

• Virtual School and Virtual University

The emergence of educational alternatives in choosing

Page 15: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

• Cross Border Supply Model, which is distance learning (distance learning), virtual education (virtual education) held by a Foreign Higher Education; for example United Kingdom Open University and Michigan Virtual University.

• Aboard consumption model, the institution of a country to sell educational services by presenting consumers from other countries; example: the presence of many Indonesian youths to study buying educational services to prestigious educational institutions in foreign countries.

• Model Movement of Natural Persons. In this case the institution in a country to sell educational services to consumers in other countries by sending its personnel to the consumer countries. For example by bringing guest lecturers from abroad to work with universities in Indonesia (not free of course).

• Commercial Presence Model, namely the sale of educational services by the institutions in a country for consumers residing in other states by requiring the physical presence of the seller agency services from the country.

Competition to create a strong state, especially in the economic field, so it can enter the ranks of world economic giant it is certainly require a combination of brainpower qualified along with high creativity skills. One key factor is the globalization of education combined with the cultural richness of the Indonesian nation. In addition should improve the quality of education should be aligned with the current condition of Indonesian society. We can not deny that there are still many Indonesian people who are under the poverty line. In this case, to be able to enjoy a good quality education with this course requires a lot of cost. Of course this is one reason the globalization of education has not been felt by all circles of society. As an example to be able to enjoy international class courses at leading universities in the country needed more than 50 million of funds. As a result it can only be enjoyed on an established class. In other words the more advanced forward, and marginalized groups will be increasingly marginalized and drowned in the currents of globalization are increasingly hard to be dragging them in the abyss of poverty. Upper-class society to send their children in school - the school community as a luxury in the economically weak must struggle even to send their children in ordinary schools. This imbalance can trigger jealousy which could result in social conflict. Improving the quality of education that have been achieved will be wasted if the social turmoil caused by imbalances in society because of poverty and injustice is not muted.

Besides school unpreparedness in international education and the unpreparedness of teachers competent in carrying out such education is a combination of fit to produce graduates who are not ready also to compete in this globalization era, aka the graduates who are less qualified. As quoted KOMPAS.com October 28, 2009 stated that three international study states, the ability of Indonesian students for all areas measured turned out to be significantly below the average international score of 500. Compared with other international students, Indonesian students are only able to answer

Page 16: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

questions in categories of low and very little, almost no one can answer questions that require higher-order thinking. results of three studies are raised in the seminar and Secondary Education Quality Puspendik 2009 Research Results in Building Education Ministry, Jakarta, Wednesday (28/10). Still in Kompas.com dated October 28, 2009 mentions one study that revealed the weakness of student ability, in this case the fourth grade students of SD / MI, is a research, Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), which is an international study in the field of reading in young children around the world who are sponsored by The International Association for the Evaluation Achievement. The study shows that the average Indonesian children was ranked fourth from the bottom of the 45 countries in the world. Thus the results of these studies are contained in research reports "Capability Assessment Studies Teachers Through Video by Exploiting Data PIRLS" by Prof Dr Suhardjono of the Ministry of Education Research Center in Jakarta, Wednesday (28/10). In the report, Suhardjono said, the estuary of the weak learning to read should be suspected because of the ability of teachers and school conditions.

In other lansiran Kompas.com dated June 19, 2009, Ir Hafilia R. Ismanto MM., LBPP LIA Director of Academic Affairs, said that until now there is still a lot of teachers have not managed to become role models as users of English that well, cause it is because during this time that schools and teachers do not yet approach the integration between content or subject and English. Not all subject teachers can be empowered to provide materials in English, unless the teachers were really ready.

Education in Indonesia are now making ordinary people suffer greatly. Education was something that did not reach the small people. There is no classification of the poor and the rich. Educational institutions has become a business and commercial fields.

This costly policy was very troubling because it would bury the dreams of lower social class mobility to improve their class status. Through this system, it can be absorbed in the educational environment are those who have sufficient capital. Schools increasingly become an elite institution and even be a force to block the flow of the vertical mobility of the lower social classes. In some activities, even school to get involved legitimizing the unequal arrangement. If investigated the cause of all this, of course the answer is the neo-liberal economic policies. Neoliberalism will depart from the faith and the market kedigdayaan Disable state power. Schools do not have to be borne by the states, just given the market mechanism. Let the market that will select which schools should be retained and which ones should be shuttered. There education gradually became a place that gives exclusive services only to those who pay strong.

The implication, millions of people of Indonesia have not received a proper education. In fact, not a few who are still illiterate society Uncategorized. They have not been able to enjoy the world of education as

Page 17: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

members of society who can "buy" and denied an education. Society thus reflecting a serious gap because on the one side there are some who can buy an expensive education a political commodity. While not a few members of the public who do not quite have the economic ability to be able to free themselves from illiteracy due to the education world who did not take sides in a humane to him. Sky-high cost of education is happening in the world of primary education, secondary to higher education.

Not only that the implications of the increasingly expensive cost of education. The quality of incoming college students who were later to be questionable because it is not impossible that money will talk. Who's more he is going to win. Could be they who have the intellectual ability could barely get his education at the university departments and favorite because he can pay the high cost. Meanwhile, those who can not have more capability because of the degree students do not have the financial capability.

Reality shows, the crisis that hit the world of education in Indonesia, particularly the low quality of education, is a very complex issue. Infrastructure, facilities, and inadequate facilities, the national education budget is very minimal, and the many teachers who teach not in accordance with the expertise or do not deserve to be called teachers, are factors involved complicate the development of quality education.

Also has appeared a lot of statements and complaints about the low quality of Indonesian human resources, which of course related to the quality of graduates produced by the education system. In fact, the state budget allocated to education is always increasing from year to year. It is ironic indeed, the budget is always going up but the quality of graduates remains low and it is getting more expensive. Why do things like this happen, even though the curriculum and books, how many times changed. Knows how many kinds of teaching methods to teachers ditatarkan. Will this situation allowed to continue? If you do not produce graduates who are qualified and reliable, can the education it is called an investment for the future?

But often people just lulled by the promises of the budget or policy theme of "allocation". The fact is this community dream come true with hard reasons-political reasons. Officials have not really put this education as a support of national progress. In fact it is. Government subsidies the government slowly recede until no longer able to meet the needs of the university. But beneath it all there are things overlooked by the leadership of the university as the more expensive cost of education. Namely, the poor can only bite the fingers because they can not continue to pursue higher education.

Page 18: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

In addition, many fraud-fraud education budget be made by local education authorities and schools in the area. Possible misuse of funds was mainly in the allocation of educational funds for the rehabilitation and provision of school infrastructure and school operating funds. The findings were presented by Febri Hendri, Senior Researcher, Indonesian Corruption Watch (ICW) is now Questioning Performance Evaluation Period Ministry of National Education from 2004 to 2009 in Jakarta, Wednesday (9 / 9). According Febri, during the period 2004-2009, revealed at least 142 cases of corruption in the education sector. State losses of Rp 243.3 billion. (Kompas.com dated September 9, 2009).

Though the main purpose of the disbursement of education funds such as the BOS funds are to improve the quality of education, raise the quality of Indonesian educators so that students have a competitive edge in the international level. But what happened other than fraud, as mentioned above, there is the use of BOS funds are not exactly as they loaded Kompas.com dated October 28, 2009 which is the result of educational research in liaison with Ministry of Education Research Center which is discussed in a seminar entitled Basic Education Quality and Medium Sinring presented by Bahar, Dean of the Faculty of Muslim Indonesia Makassar mention that from the use of BOS funds in each province can be seen that the utilization for the salaries of teachers or administrative staff honorary take quite a huge portion of about 20-40 percent. Consequently, the BOS funds that can be enjoyed by students, including to help poor students, is reduced. Based on the BPK audit found that six out of ten schools divert funds the School Operational Assistance (BOS). Average deviation was worth USD 13.7 million.

According to Ade (Kompas.com 9 September 2009 in the leakage of the budget or in the most severe forms of corruption such as education, this will reduce its budget and fund education, mental damage the educational bureaucracy, increase the cost burden to society, and declining quality of education services. In fact, in some cases, corruption has caused harm to the education of students in the form of crumbling school buildings.

3. Linkages with the world of Globalization of Education Library

Library existence can not be separated from the world of education, because the library was an institution that can support the educational process in developing quality human resources. In turn, in order to build a future life of an advanced and prosperous.

Hence, in accordance with the times, especially in this era of globalization library must continue to improve itself and improve the quality of service. Even in college libraries have become the benchmark quality of graduates produced as described by Hermawan and Zen (2006) "The importance of higher education library has become one of the indicators of quality in higher education. The better the library, then the better the quality of university outcomes. "

Page 19: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

The positive impact of globalization on library education can be seen from the increasing quality of existing services in libraries, for example by performing services that are truly global such as the internet, wi-fi facilities. In addition the library collection also began varied and adapted to the internationalization of educational institutions that shelter, such as number and quality of English-language book collections increasingly copied and dilanggannya journals of international standard. The implementation of these international standards would require the cost is not cheap, because it is generally known that the price of English books are more expensive than Indonesian books, and to subscribe an international journal, the price can reach tens of millions of rupiah.

Due to the high cost tersebutlah, capable of organizing a library with good service and quality, of course perpustkaaan residing in institutions who have the capital and leadership attention on the development and importance of libraries. Because many educational institutions have a huge library of capital is less developed because the boss is not too much attention to the library. It is even worse of course experienced by libraries in educational institutions whose capital is small. Let alone to enhance services and collections of an international character, to look after existing collections were sometimes still hobbled. Hopefully with a library of globalization are increasingly left behind.

But for libraries that have been able to make and customize services and collections with international standards was not without problems. Many libraries have happened a lot to pay for increasing the number of collections of international journals and subscribe to the expensive prices, but the level of usage of the users is still very low compared to the use or collection of journals that speak Indonesian. This means that library users are still many who are not ready with international standards.

To answer these developments in the educational world from now on libraries and librarians must be willing and able to follow these developments. Librarians are expected to change and develop itself in line with the demands of change. Development are:

*. understand its role on the basis of partnership rather than serving

*. give meaning / contributions to the institution (in this case the school or college) not simply focus on the discipline of library science

*. integration

*. able transfer capability through training and coaching, so that users can take advantage of existing services in an optimal library.

*. Innovation

Page 20: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

4. Solutions

Government as its support the mandate of the people, can move quickly to find and fix gaps - gaps that can ignite the gap in education. One of them is a way to make education in Indonesia is cheap or even free but not cheap without a quality education. This indeed has already begun in several regions in Indonesia that provides superior-quality school that is free of charge. But this new form of regional policy in certain areas. It would be nice if the central government implement this policy on a national scale. To be able to achieve this goal the government needs to make improvements, especially in the areas of the bureaucracy. Corruption must be eradicated, because corruption is one that destroyed this nation.

The idea of Minister of National Education (Education Minister) Moh. Noah was warned, that in education there should not be discriminatory attitudes are caused by poor-rich differences due to factors urban and rural areas so that a person loses the right to obtain education. (Kompas.com November 3, 2009) should be implemented and carried out immediately, so that the right of every citizen to obtain a decent education can be realized, and can encourage educational institutions to consider the curriculum and methodology that is not much cost.

Also create a new standard of quality education that not only touches the capability and creativity of students but also the cost of school. The criteria that require the ability to accommodate students unable to teachers as well as the ability to prosper. Schools no longer measured by its ability to print a brilliant student but also how we teach students to hold each other accountable and have high solidarity. International standards of intellectual ability can not be achieved with the structural conditions that are still experiencing problems of social inequality and inequality.

Also other solutions that can be implemented are

• Improving the quality of human resources, especially teachers in the mastery of English and other Foreign Languages

• Improving Teacher Quality in the mastery of Information and Communication Technology

• School Management for Quality Improvement and Management education services

• Quality Improvement and Infrastructure facilities

• Planting exemplary values

• The development of reading culture and library development

Page 21: Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan

• Research and development of education

5. Conclusion

• Globalization of education in Indonesia is marked by ambivalence, if we follow such globalization can improve the quality of education in Indonesia on par with the quality of international education, but in fact Indonesia is not ready to go with the flow so that quality of education in Indonesia is still lagging.

• Competition / competition in the world of education because of advances in technology and information. Even the competition that often occurs due to wild

1. The rule is wrong with the educational bureaucracy

2. Intervention giant capital interests

3. Schools lack proper attention from the government

• For educational institutions that can compete will get good results and is recognized by the outside world. For institutions that are not yet ready to compete will experience a lot of pressure and just running in place

• Globalization of education also had an impact of social disparities in education, because only people who have greater capital are able to enjoy quality education with international standards.

• Declining quality of education can not be separated from the state policy on educational institutions pendidikan.Menyamakan sector with financial institutions is clearly the wrong decision. The liberalization of education in fact have access memasung students who are not able to enjoy school. Yet since the crisis stricken nation in the number of people who increasingly rising poverty line.

• There needs to revamp the policy concerning education problems with policies that have spawned a pro-poor. Commercialization of education absolutely must be stopped because it only led to a group of people who use education as a means to gain profit.