W Dampak Bank Dunia

Embed Size (px)

Citation preview

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI PERAN BANK DUNIA TERHADAP DUNIA INTERNASIONAL DAN INDONESIA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Economic Hit Men (EHM) adalah profesional berpenghasilan sangat tinggi yang menipu negara-negara di seluruh dunia triliunan dolar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, USAID, dan organisasi bantuan luar negeri lainnya menjadi dana korporasi-korporasi raksasa dan pendapatan beberapa keluarga kaya yang mengendalikan sumber-sumber daya alam di planet bumi ini. Sarana mereka meliputi laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan yang curang, penyuapan, pemerasan, seks dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan yang sama tuanya dengan kekuasaan, sebuah permainan yang telah menentukan dimensi yang baru dan mengerikan selama era globalisasi. Aku tahu itu, aku adalah seorang Economic Hit Men. (Perkins, 2005) Kutipan di atas merupakan pengakuan dari John Perkins, seorang ahli ekonomi yang mengaku telah melakukan pekerjaan kotor kepada negara-negara berkembang di seluruh dunia dengan label kebaikan dan iming-iming uang bantuan dari lembaga-lembaga keuangan internasional, dan salah satu yang terbesar adalah Bank Dunia. Pengakuan ini merupakan satu dari sekian banyak kontroversi yang meliputi Bank Dunia, baik anggota di dalamnya, tujuan didirikannya, aliran dana yang dikucurkannya, hingga program-program bantuan keuangannya bagi negaranegara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Berdasarkan catatan sejarah, Bank Dunia sendiri sebenarnya didirikan bersama-sama Dana Moneter Internasional (IMF) di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat pada tahun 1944. Tujuannya saat itu adalah menghindari terulangnya Great Depression akibat terjadinya perang dunia kedua. Dengan kata lain, awal pendiriannya ditujukan untuk ikut membangun stabilitas ekonomi global, terutama akibat peperangan ataupun bencana alam. Namun dalam perjalanannya, tujuan ini telah bergeser dan kini aktivitas Bank Dunia justru seringkali menimbulkan kontroversi. Bagi Indonesia sendiri, pembangunan dalam negeri serta perekonomian dan perpolitikan nasional tidak dapat dipisahkan dari Bank Dunia. Sebagai contoh, kita tentu masih ingat beberapa waktu lalu polemik politik nasional seputar kasus Century diredam dengan terpilihnya Sri Mulyani sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia dengan gaji sebesar US$347.000 per tahun ditambah tunjangan pensiun sebesar US$52.752 dan tunjangan lain-lain sebesar US$76.698 (Susanto, 2010). Selain itu, jumlah pinjaman Bank Dunia kepada Indonesia juga cukup besar, apalagi jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Hingga tahun 1998 saja, nilai pinjaman Bank Dunia untuk Indonesia sudah menyentuh nilai 25,4 milliar dollar AS (Hutagalung, 2009). Dengan nilai pinjaman sebesar itu, bahkan lebih besar, tentu saja Bank Dunia dan kebijakan-kebijakannya menjadi bagian yang saling terikat erat dengan pembangunan Indonesia.

Hukum universal menyatakan bahwa setiap ada aksi, akan ada reaksi, setiap ada dukungan (pro), akan ada perlawanan (kontra). Hal itu pula yang terjadi terkait bantuan dana yang mengalir dari Bank Dunia untuk Indonesia. Oleh karena itu, tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pandangan mengenai dampak positif dan negatif dari bantuan dana dari Bank Dunia, khususnya bagi Negara Indonesia. Selain karena topik ini menarik untuk dibahas, juga merupakan sesuatu yang penting bagi pembangunan dan kemajuan Indonesia ke depan, dengan atau tanpa campur tangan Bank Dunia. 1.2. Tujuan

Selain dalam rangka menyelesaikan tugas mata kuliah Bisnis Internasional program pascasarjana Magister Manajemen Bisnis IPB, tulisan ini juga bertujuan memberikan pandangan mengenai dampak positif dan negatif bantuan dana Bank Dunia, khususnya kepada Indonesia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BANK DUNIA

IBRD (International Bank for Reconstruction and Development) atau yang lebih dikenal Bank Dunia semula didirikan dalam rangka membantu negara-negara yang rusak akibat perang untuk melakukan transisi lewat rekonstruksi. Namun, dalam perkembangan situasi dunia yang relatif tidak diwarnai perang lagi, fungsi bank pun bergeser. Tidak lagi memprioritaskan proyek rekonstruksi, tetapi lebih sebagai channel untuk menyalurkan dana dari negara-negara kaya untuk pembangunan ekonomi negara-negara berkembang atau negara lebih misikin yang membutuhkan (Halwani, 2005). Pentingnya keberadaan negara ini diakui sangat dirasakan negara berkembang yang pernah menerima bantuan atau pinjaman. Bukan saja karena dana yang disalurkan lebih besar dari lembaga keuangan internasional lainnya, tetapi dibandingkan dengan pinjaman lembaga keuangan komersial, pinjaman Bank Dunia bunganya relatif lebih rendah, yakni disesuaikan dengan bunga yang harus dibayar lembaga itu atas dana yang diperoleh dari pasar modal dunia. Selain itu, juga berjangka pengembalian lebih lama, yakni 20 tahun atau kurang dengan masa tenggang hingga lima tahun (Halwani, 2005). Karena itu, pinjaman lembaga antarnegara yang didirikan sebagai hasil konferensi Bretton Woods (di New Hampshire, AS) tahun 1944 dan terikat dengan PBB ini sudah tentu relatif lebih aman bagi nasabah yang juga para anggota-anggota Bank Dunia (sekaligus harus juga menjadi anggota IMF), termasuk jika dibandingkan dengan pinjaman IMF. Selama tidak ada unsur perekonomian di dalamnya yang dianggap merugikan kepentingan dalam negeri, bantuan Bank Dunia tidak dianggap kontroversial sifatnya (Halwani, 2005). Bank Dunia dan IMF didirikan pada saat dan tempat yang sama, yaitu pada tahun 1944 di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat, sehingga keduanya sering juga disebut the Bretton Woods Institution (BWIs). Situasi perekonomian dunia yang tidak menentu selama berkecamuknya perang dunia kedua dan pascaperangnya menyebabkan adanya kecemasan akan

berulangnya kembali Great Depression (1930). Dengan latar belakang inilah kedua lembaga tersebut dibentuk dengan tujuan utama untuk ikut membantu stabilitas ekonomi global (Hutagalung, 2009). Bank Dunia dibentuk pada awalnya untuk membiayai pembangunan kembali Eropa pascaperang dunia kedua. Fungsi tersebut kemudian berkembang menjadi lebih luas. Tidak lagi terbatas pada upaya akibat rekonstruksi perang, tetapi juga meliputi pembiayaan rehabilitasi akibat bencana alam, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta rehabilitasi ekonomi setelah masa konflik antarnegara. Bank Dunia menyediakan dana-dana yang bersifat lunak (concessional), yang syaratnya lebih lunak dari pinjaman komersial. Saat ini Bank Dunia lebih memfokuskan programnya pada upaya pengentasan kemiskinan global, terutama dalam rangka mencapai target Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 (Hutagalung, 2009). Selama rentang waktu tiga puluh tahun (1967-1998) dukungan Bank Dunia dalam pembangunan di Indonesia mencapai lebih dari 24 milliar dollar AS. Dari jumlah itu, sektor infrastruktur mengambil porsi pinjaman terbesar, yaitu 40 persen. Selanjutnya adalah sektor pertanian sebesar 19 persen, diikuti sektor pendidikan, kesehatan, gizi, dan kependudukan sebesar 13 persen, serta sektor pembangunan perkotaan, air bersih, dan sanitasi yang mencapai 10 persen (Hutagalung, 2009). Hutagalung (2009) menyatakan bahwa pada dekade 80-an, Bank Dunia mengawali program bantuannya bagi restrukturisasi sektor keuangan, sejalan dengan upaya pemerintah menderegulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Sedangkan pada kurun waktu 1990-1998, Bank Dunia memberi perhatian yang lebih besar pada masalah lingkungan hidup. Dalam beberapa kasus, Bank Dunia menjadikan masalah lingkungan hidup sebagai prasyarat pinjaman di sektor tertentu. Misalnya, pada pinjaman untuk sektor pertanian, Bank Dunia mengaitkan pinjaman dengan masalah penghutanan kembali (reforestration) yang memang dipandang mendesak untuk segera dilakukan. Keberatan dari pihak Indonesia kemudian berujung pada pengurangan pinjaman di sektor pertanian (hal ini juga menjelaskan mengapa porsi pinjaman sektor pertanian semakin menurun). Perincian alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor (tahun 1969-1998) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Alokasi pinjaman Bank Dunia per sektor antara tahun 1969-1998 (Hutagalung, 2009) US$ juta %19691969-1998 1998 40,2 %19691979 36,9 %19801990 34,3 %19901998 46,9

Sektor

Infrastruktur (listrik, 10,196 migas, telkom, transport) Pertanian 4,880

19,2 13,0

34,8 7,3

24,7 11,6

9,5 16,0

Pendidikan, kesehatan, 3,301 kependudukan, gizi Perkotaan, sanitasi, dan 2,624

10,4

6,1

6,6

15,1

air bersih Keuangan Penyesuaian Lain-lain Total 1,818 1,200 1,351 25,370 7,2 4,7 5,3 100,0 6,6 0 8,3 100,0 10,4 8,7 3,7 100,0 4,2 2,2 6,1 100,0

Dalam sepuluh tahun terakhir (dekade 1990-an) telah terjadi perubahan mendasar dalam pinjaman Bank Dunia, yaitu terutama semakin meningkatnya investasi/alokasi pinjaman pada pembangunan pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, dan pembangunan sosial. Hal ini selaras dengan misi Bank Dunia untuk memerangi kemiskinan seperti yang tertuang dalam MDGs 2015. Selain itu, ada juga perubahan dalam hal pola pemberian pinjaman, terutama pada saat Indonesia dalam krisis keuangan, yaitu pinjaman yang diberikan tidak hanya untuk pinjaman proyek (project loan), tetapi juga semakin meningkatnya pinjaman program (program loan) yang porsinya cukup besar dan langsung masuk dalam APBN sebagai budgetary support (Hutagalung, 2009). Untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan dana pinjaman, Bank Dunia terus melakukan perbaikan dalam mendesain proyek-proyeknya, memperkuat pengawasan dan good governance, mendukung reformasi di bidang pengadaan barang dan jasa (procurement), serta manajemen keuangan negara. Dari total utang Indonesia sejumlah 25,4 milliar dollar AS, 23,6 milliar dollar AS di antaranya telah dicairkan dan 12,4 milliar dollar AS telah dibayarkan kembali kepada Bank Dunia. Proyek pinjaman Bank Dunia yang sedang berjalan meliputi 39 proyek. Secara umum, jumlah utang Indonesia ke Bank Dunia telah menurun tajam dan tren ini diharapkan terus berlangsung sehingga ketergantungan pada pinjaman luar negeri dapat berkurang (Hutagalung, 2009). Kemudian, komitmen Bank Dunia untuk tahun fiskal 2000-2003 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komitmen Bank Dunia tahun fiskal 2000-2003 (Hutagalung, 2009) Tahun Fiskal 2000

Nama Proyek

BRD

IDA 5,0

Total 18,0

Decentralised Agriculture and Forestry 13,0 Extension Project Provincial Health Project Second watersupply for low income community project Total tahun fiskal 13,0

38,0 77,4

38,0 77,4

120,4

133,4

2001

Kecamatan Development Project Library Development Project Second Provincial Health Project Second KDP 63,2 208,9

48,2 4,1 40,0 111,3 5,8

48,2 4,1 103,2 320,2 17,5

Western Java Environment Management 11,7 Project Total tahun fiskal 2002 Eastern Project Indonesia Region 283,8 Transport 200,0

209,4

493,2 200,0

Global Development Learning Network 2,7 Project Second Urban Poverty Project Total tahun fiskal 2003 29,5 232,2 70,5 70,5 25,0

2,7

100,0 302,7 70,0

Water Resources and Irrigation Sector 45,0 Management Project Healh workforce and service project 31,1

70,5

101,6 141,0

Java-Bali power sector restructuring and 141,0 strengthening project Third KDP Total tahun fiskal 204,3 421,4 45,5 141,0

249,8 562,4

Hutagalung (2009) menyatakan bahwa dalam tahun fiskal 2002-2003, program Bank Dunia di Indonesia terfokus pada penurunan tingkat kemiskinan dengan pendekatan desentralisasi. Tiga area utamanya adalah: (1) melanjutkan pemulihan ekonomi, (2) menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab dan transparan, (3) menyediakan pelayanan umum yang lebih baik, terutama dari kelompok miskin. Pinjaman tersebut terutama difokuskan pada penyediaan pelayanan sosial dan infrastruktur untuk kaum miskin dengan keterlibatan pemerintah dan masyarakat lokal, melalui program Kecamatan Development Program (KDP). Tabel 3. Fokus bantuan Bank Dunia tahun 2004-2007 (Hutagalung, 2009) Fokus Perbaikan Iklim Investasi Capaian

Menjaga stabilitas makro (debt/GDP < 60%, inflasi