37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Cerebral palsy (CP) lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks daripada suatu penyakit yang spesifik 8 . Cerebral Palsy merupakan gangguan kontrol gerak dan postur yang disebabkan karena lesi non progresif pada otak yang belum matur, yang terjadi pada saat dalam kandungan (pre natal), pada saat persalinan (natal) dan 3 tahun pertama kehidupan (post natal). Menurut Bax, Cerebral Palsy merupakan suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu kerusakan / gangguan pada sel – sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh / belum selesai pertumbuhannya 1,2,3 . Walaupun lesi serebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda – tanda perkembangan neuron perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai dengan bertambahnya umur anak. Kontroversi masih terjadi dalam menentukan sampai umur berapa otak dikatakan sedang tumbuh. Menurut literatur terbaru, disebutkan bahwa 12

CP TIPUS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka cerebral palsy

Citation preview

Page 1: CP TIPUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Cerebral palsy (CP) lebih tepat dikatakan sebagai suatu gejala yang kompleks

daripada suatu penyakit yang spesifik8. Cerebral Palsy merupakan gangguan kontrol

gerak dan postur yang disebabkan karena lesi non progresif pada otak yang belum

matur, yang terjadi pada saat dalam kandungan (pre natal), pada saat persalinan

(natal) dan 3 tahun pertama kehidupan (post natal). Menurut Bax, Cerebral Palsy

merupakan suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif, oleh karena suatu

kerusakan / gangguan pada sel – sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang

tumbuh / belum selesai pertumbuhannya1,2,3.

Walaupun lesi serebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda

– tanda perkembangan neuron perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai

dengan bertambahnya umur anak. Kontroversi masih terjadi dalam menentukan

sampai umur berapa otak dikatakan sedang tumbuh. Menurut literatur terbaru,

disebutkan bahwa maturitas otak adalah sampai usia 3 tahun, namun ada beberapa

penulis yang mengatakan sampai umur 5 tahun, bahkan sampai umur 8 tahun.

Demikian pula dengan pemakaian istilah “cerebral” dianggap kurang tepat, karena

kerusakan tidak hanya pada korteks serebralis, tetapi dapat juga mengenai ganglia

basal, pons, pusat – pusat pada subkortikal midbrain atau cerebellum. Istilah “palsy”

juga kurang tepat, karena yang utama adalah gangguan kontrol motorik6.

EPIDEMIOLOGI

Cerebral palsy adalah salah satu disabilitas yang paling sering terjadi pada anak-

anak. Insiden yang dilaporkan bervariasi, tetapi berkisar antara 2 sampai 3 per 1000

12

Page 2: CP TIPUS

kelahiran hidup. Insiden CP di Amerika Serikat pada tahun 1940-an dan 1950-an

diperkirakan 1,6 sampai 5,8 per 1000 kelahiran hidup. Dalam skala lebih luas, baru-

baru ini Collaborative Perinatal Project mendapatkan angka prevalensi 5,2 per 1000

kelahiran hidup sampai usia 1 tahun, tetapi juga dilaporkan adanya resolusi sampai

setengah dari anak-anak ini sampai usia 7 tahun. Penelitian paling baru di Amerika

Serikat sesuai dengan angka prevalensi rata-rata CP di negara-negara industri, yaitu 2

per 1000 kelahiran hidup.6

Ada harapan bahwa kemajuan di dalam penanganan neonatus dapat

menurunkan insiden CP. Prevalensi CP pada bayi yang cukup bulan tetap relatif

konstan. Perbaikan dalam keberhasilan hidup neonatus telah menurunkan resiko CP

pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. Pada dekade terakhir, ada

kecenderungan peningkatan keberhasilan hidup pada bayi prematur, yang lebih

imatur dan lebih kecil, dengan berbagai komplikasi medisnya. Walaupun secara

umum keluaran neonatal membaik, tetapi kemampuan bayi dengan berat badan lahir

rendah (<2500 gram) dan bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (<1500 gram)

untuk bertahan hidup dengan resiko CP yang lebih besar telah membuat prevalensi

CP pada anak-anak relatif konstan. Selain berat badan lahir kurang dari 2500 gram,

beberapa faktor lain merupakan faktor resiko untuk terjadinya CP. Usia kehamilan

kurang dari 32 minggu merupakan suatu faktor prediksi yang paling kuat untuk

terjadinya CP. Analisis multivariabel menunjukkan bahwa ibu dengan retardasi

mental, gangguan kejang atau hipertiroidisme, riwayat 2 atau lebih kematian bayi

sebelumnya, saudara kandung dengan defisit motorik, perdarahan pada trimester

ketiga atau peningkatan ekskresi protein urine dan bradikardi janin, korionitis, berat

plasenta rendah, malformasi janin dan serangan kejang neonatal, semuanya

meningkatkan resiko CP6.

Faktor- faktor lain yang dihubungkan dengan CP telah diidentifikasikan

dalam penelitian epidemiologis yang berkaitan dengan stadium kehamilan. Sebelum

kehamilan, siklus menstruasi yang panjang, keguguran berulang saat hamil, gangguan

13

Page 3: CP TIPUS

pertumbuhan janin, kehamilan kembar, malformasi kongenital, kelainan presentasi

janin, atau kelas sosial ekonomi rendah dihubungkan dengan peningkatan resiko CP.

Selama proses persalinan, hanya pelepasan plasenta prematur yang mempunyai

hubungan dengan resiko CP. Pada masa post natal awal, secara epidemiologis hanya

ensefalopati pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan CP 9.

ETIOLOGI

Meskipun pada 50 % kasus Cerebral Palsy tidak diketahui penyebabnya,

beberapa faktor, yang terjadi pada titik waktu yang berbeda, diperkirakan dapat

menjadi faktor risiko terjadinya CP di masa mendatang. Pada periode prenatal;

kelainan perkembangan dalam kandungan, factor genetic, kelainan kromosom, usia

ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun , usia ayah < 20 tahun dan > 40

tahun, infeksi intrauterine (TORCH, Sifilis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes),

radiasi sewaktu masih dalam kandungan, asfiksia intrauterine (abrubsio plasenta,

plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilicus, perdarahan plasenta, ibu

hipertensi), keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok, dan

alkohol, induksi konsepsi, riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,

riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan kelainan

motorik, retardasi mental)10. Intoksikasi pada kehamilan seperti iodine dapat

menyebabkan terjadinya CP diplegia dan mercury organic menyebabkan terjadinya

CP quadriplegia1,2,3,5

Pada periode perinatal; anoksia/hipoksia, komplikasi dari kelahiran prematur

(< 32 minggu), seperti berat badan lahir rendah < 2500 gram, intraventricular

hemorrhage grade III dan IV, kejang, skor APGAR < 3 pada 20 menit. Pada kelahiran

cukup bulan, plasenta previa, abruptio plasenta, aspirasi mekonium dapat

menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum. Hiperbilirubinemia dapat

menyebabkan kern ikterus dengan adanya deposisi bilirubin pada nukleus nervus

cranial dan ganglia basal menyebabkan CP athetoid (dyskinetic)1.

14

Page 4: CP TIPUS

Pada periode postnatal; anoksia otak (tenggelam, tercekik, post status

epileptikus), trauma kepala (hematom subdural), sepsis bakteri/virus atau meningitis

dalam 6 bulan pertama dapat menyebabkan gangguan motorik yang menetap.

Keracunan logam berat dan organofosfat dapat menyebabkan CP quadriplegia1,2.

Adapaun faktor resiko yang berhubuungan dengan CP adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Faktor resiko yang berhubungan dengan CP 9

Umum

Umur kehamilan < 32 minggu

Berat badan lahir < 2500 gram

Riwayat ibu

Retardasi mental

Gangguan kejang

Hipertiroid

Riwayat ≥ 2 kematian janin sebelumnya

Saudara kandung dengan defisit motorik

Selama kehamilan

Kehamilan kembar

Pertumbuhan janin terganggu

Perdarahan trimester ketiga

Peningkatan ekskresi protein urine

Korionitis

Pelepasan plasenta prematur

Berat plasenta rendah

Faktor janin

15

Page 5: CP TIPUS

Kelainan presentasi janin

Malformasi janin

Bradikardi janin

Serangan kejang neonatal

KLASIFIKASI

Cerebral Palsy diklasifikasikan berdasarkan tipe gangguan pergerakan (type of

movement disorder) dan distribusi anatomis (anatomic distribution). Pola gerakan

termasuk spastik, diskinetik, hipotonik, ataksik dan campuran. Pola gerakan yang

paling umum dijumpai adalah tipe spastik. Spastisitas didefinisikan sebagai

hipertonus dengan disertai satu atau kedua tanda berikut : (a) resistensi terhadap

gerakan eksternal; meningkat dengan peningkatan kecepatan atau peregangan dan

bervariasi dengan arah gerakan; (b) resistensi terhadap gerakan eksternal; meningkat

pesat di atas ambang batas kecepatan1,4. Gangguan spastik mengenai kurang lebih 3/4

dari seluruh penderita CP9.

Sering didapatkan tanda-tanda sindrom upper motor neuron pada CP (refleks

regang otot yang meningkat dan refleks Babinski yang abnormal). Dapat terjadi

refleks regang otot yang berlebihan pada sendi yang berdekatan, misalnya refleks

adduktor silang (kontraksi otot adduktor bilateral terhadap peregangan adduktor

unilateral)9.

Gangguan diskinetik pada gerakan involunter lebih jarang terjadi. Gerakan

atetosis klasik yang melibatkan kelompok otot besar sering terjadi. Atetosis, gerakan

yang involunter dan lambat, dengan postur badan menggeliat (writhing posture)

paling mudah dideteksi pada pergerakan kepala dan wajah. Gangguan diskinetik

menyebabkan gangguan ketidakstabilan postur dan kadang ditunjukkan dengan

gangguan tonus yang berfluktuasi. Pasien sering mula-mula hipotoni, dan kemudian

16

Page 6: CP TIPUS

berkembang menjadi gerakan involunter selama beberapa tahun pertama kehidupan.

Atetosis sering disebabkan oleh kerusakan basal ganglia karena hiperbilirubinemia

atau anoksia berat. Gerakan involunter pada otot kecil seperti chorea juga dapat

terlihat. Walau jarang, gerakan balistik, berputar dan tanpa tujuan juga dapat terjadi.

Gangguan ataksia yang menyerupai disfungsi serebelum, yaitu terhuyung-huyung,

gaya jalan dengan basis yang melebar (wide based gait) dan dismetria sangat jarang

terjadi pada CP9.

Persentase kecil pasien mengalami CP tipe hipotonik. Anak-anak ini harus

dibedakan dari penyebab hipotonia neonatal yang lebih sering teridentifikasi, seperti

penyakit-penyakit otot, gangguan metabolik dan sindrom genetik. Banyak dari anak-

anak ini yang kemudian menjadi spastik atau mengalami gangguan tipe

ekstrapiramidal pada bulan-bulan pertama kehidupan. Semua abnormalitas tonus otot

ini dapat terjadi bersama-sama. Kombinasi yang paling sering adalah spastisitas

dengan atetosis. Pasien demikian kadang dikelompokkan sebagai CP tipe campuran9.

Berdasarkan distribusi anatomis keterlibatan motoriknya dikelompokkan

menjadi : hemiplegia, diplegia dan quadriplegia dan triplegia dengan masing –

masing mempunyai angka kejadian yang sama. Pada CP dengan hemiparesis hanya

mengenai satu sisi dari tubuh. Pada CP diplegia mengenai keempat anggota gerak;

dengan keterlibatan anggota gerak bawah lebih dominan dibandingkan anggota gerak

atas. Pada CP quadriplegia mengenai keempat anggota gerak dan batang tubuh4.

Tabel 2. Klasifikasi tipe-tipe cerebral palsy 9

Berdasarkan abnormalitas tonus Berdasarkan anggota tubuh yang terlibat

Spastik

Diskinetik

Athetoid

Diplegia

Kuadriplegia

Triplegia

17

Page 7: CP TIPUS

Choreiform

Balistik

Ataksia

Hipotonik

Campuran

Hemiplegia

Terdapat juga klasifikasi CP berdasarkan kemampuan motorik kasar dan

motorik halus penderita. Berdasarkan kemampuan motorik kasar penderita dapat

digunakan GMFCS (Gross Motor Function Classification System) yang

mengelompokkan penderita menjadi 5 kelompok, yaitu :1

1. Level I : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan tanpa adanya hambatan

2. Level II : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan atau naik tangga dengan

berpegangan pada pegangan; tetapi mengalami keterbatasan berjalan pada

permukaan yang tidak rata dan menanjak.

3. Level III : Anak berjalan di dalam dan di luar ruangan pada permukaan yang

rata dengan alat bantu jalan.

4. Level IV : Anak dapat berjalan pada jarak pendek dengan menggunakan alat

bantu jalan, tetapi lebih mengandalkan pada kursi roda di rumah dan

komunitas.

5. Level V : Anak tidak dapat melakukan mobilitas secara mandiri.

MANIFESTASI KLINIK

Kesulitan paling menonjol pada cerebral palsy adalah gangguan kontrol

neuromuskuler. Masalah pada bayi yang mengarah pada CP, antara lain bayi mudah

rewel (iritabel), malas, menghisap dengan lemah dan suka menjulurkan lidah, kontrol

kepala yang buruk, tangis melengking, hipersensitivitas oral, tonic bite, dan gerakan

18

Page 8: CP TIPUS

asimetris atau postur yang tidak lazim. Keterlambatan motorik dapat juga ditunjukkan

dengan aktivitas motorik abnormal yang persisten, seperti bergerak dengan berguling-

guling, merangkak dengan perut dengan ekstremitas bawah dalam posisi ekstensi dan

menggunakan ekstremitas atas untuk maju ke depan (combat crawling), W-sitting,

lompat kelinci (bunny hop)9.

Gambar 1. Combat crawl

Gambar 2. Bunny-hop (lompat kelinci)

19

Page 9: CP TIPUS

Abnormalitas tonus otot sering disertai kelemahan otot, yang dapat

menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan pada sendi. Hal ini meningkatkan

sejumlah pola gerakan. Beberapa pola yang sering didapatkan pada anak CP, seperti

pola menggunting, guarding dari ekstremitas atas, postur ekstensor atau proksimal

fixing.

Gambar 3. Pola menggunting

Gambar 4. Pasien dengan postur ekstensor.

20

Page 10: CP TIPUS

Pola menggunting adalah gerakan adduksi, hiperekstensi lutut dan fleksi

plantar yang simultan dari ekstremitas bawah. Pola fleksi sinergis pada ekstremitas

atas yaitu fleksi jari-jari, pergelangan tangan dan siku, disertai abduksi bahu. Dengan

bertambah kuatnya pola ekstremitas atas ini, tangan anak naik dari pinggang ke posisi

penjaga (guard position) yang rendah, menengah atau tinggi. Beberapa pola gerak

dapat dikenali sebagai komponen refleks primitif yang persisten, seperti asymmetric

tonic neck reflex (ATNR), symmetric tonic neck reflex (STNR), atau tonic labyrinthine

reflex (TLR). Pola-pola gerakan ini dapat dilihat pada anggota tubuh, saat anak

melakukan gerak volunter, dipicu oleh positioning pasif, sebagai respon terhadap

rangsang sensoris, atau merupakan overflow dari anggota tubuh yang tidak terlibat.

Gambar 5. Posisi high guard pada ekstremitas atas

21

Page 11: CP TIPUS

Gambar 6. Asymmetric Tonic Neck Reflex

Gambar 7. Symmetric Tonic Neck Reflex (Bila leher diekstensikan, ekstremitas atas

ekstensi dan ekstremitas bawah fleksi)

22

Page 12: CP TIPUS

Gambar 8. Tonic Labyrinthine Reflex

Pola-pola gerakan ini adalah contoh kesulitan utama pada CP -

ketidakmampuan untuk memisahkan pergerakan sendiri-sendiri. Anak dengan CP

sering memicu aktivitas motorik pada sendi dan anggota tubuh di luar kerja yang

dikehendaki. Reaksi asosiasi atau aktivasi otot-otot yang lain dari apa yang ingin

digerakkan anak tersebut adalah satu dari kendala utama untuk gerakan volunter9.

Abnormalitas tonus otot sering disertai kelemahan pada otot. Penggunaan

metode pengukuran kekuatan otot tradisional merupakan suatu masalah pada CP

karena adanya abnormalitas tonus yang menyamarkan kemampuan pasien

mengeluarkan kekuatannya9.

Kesulitan mengontrol struktur pada garis tengah seperti batang badan dan

kepala, secara dramatis mempengaruhi kemampuan anak menjaga keseimbangan

yang baik. Aktivitas motorik yang tidak terkontrol mempengaruhi kemampuan pasien

menjaga keseimbangan dan mengkoordinasi gerakan. Perkembangan equilibrium

23

Page 13: CP TIPUS

yang sesuai dan adekuat dan righting reaction terlambat atau kadang-kadang hilang.

Pola koordinasi yang abnormal atau tidak sesuai mengarah pada keterbatasan dalam

memperoleh, merencanakan, melaksanakan dan membetulkan gerakan-gerakan

tangkas. Bahkan anak dengan keterlibatan minimal dapat menunjukkan apraxia bila

mencoba aktivitas motorik tingkat tinggi9.

Kombinasi dari kontrol motorik abnormal dan pengalaman juga berpengaruh

pada gangguan kinestetik. Anak dengan CP sering sensitif terhadap rangsangan yang

normalnya tidak berbahaya. Pengalaman sensoris abnormal dari gangguan kontrol

motorik dapat berpengaruh terhadap gangguan persepsi sensorik, yang lebih lanjut

berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk melakukan aktivitas motorik tingkat

tinggi.39 Penurunan kemampuan diskriminasi dua titik ditemukan pada ekstremitas

atas pada anak-anak dengan semua tipe CP. Anak dengan CP hemiparese juga

ditemukan hampir semuanya mengalami penurunan stereognosis, dengan penurunan

proprioseptif pada kurang lebih separuh penderita yang diperiksa9.

Efek sekunder utama dari gangguan tonus otot, kontrol dan keseimbangan

adalah perubahan pada persendian yang mengarah pada kontraktur dan deformitas.

Kontraktur atau pemendekan pasif yang dapat membatasi gerak sendi dan jaringan

lunak, sering mengenai otot adduktor, hamstring dan fleksor plantar dari ekstremitas

bawah dan otot fleksor dari ekstremitas atas. Ini terlihat dengan adanya spastisitas,

pola menggunting, atau pola fleksi pada ekstremitas atas, salah satu atau bersama-

sama, yang sering didapatkan pada mayoritas anak dengan CP9.

Deformitas tulang dapat terjadi karena gaya otot abnormal pada CP bekerja

pada rangka yang sedang tumbuh. Perhatian utama adalah pada integritas panggul

dan tulang belakang karena peran utamanya dalam menumpu berat badan.

Peningkatan fleksi panggul, adduksi dan internal rotasi femur bekerja mempengaruhi

kaput femur ke arah posterolateral atas dari asetabulum. Ini menghasilkan coxa

24

Page 14: CP TIPUS

valgus, malformasi kepala femur dan asetabulum yang dangkal, yang menyebabkan

panggul mudah mengalami subluksasi9.

Deformitas spinal tidak terlalu sering terjadi, tapi mempunyai konsekuensi

yang lebih berat. Tarikan otot yang asimetris dan imobilitas dapat menyebabkan

deformitas bermakna pada tulang belakang, antara lain kifosis, skoliosis atau kelainan

rotasi. Deformitas spinal dapat secara bermakna mempengaruhi kenyamanan, tonus,

alignment duduk dan berdiri, serta keseimbangan. Bila parah, fungsi respirasi dapat

terganggu oleh pembatasan mekanik dada dan penurunan efisiensi kekuatan otot

respirasi yang ada. Ini dapat memberi dampak yang bermakna pada ketahanan tubuh,

kesehatan dan umur panjang. Spondilolistesis dan spondilolisis tidak meningkat pada

CP9.

Kelainan tulang pada kaki dapat terjadi dalam berbagai pola. Yang paling

sering adalah deformitas hindfoot dengan tumit valgus atau varus. Hiperpronasi

sering terjadi bersama calcaneovalgus atau cavus. Kadang-kadang dapat dijumpai

kaki tipe rocker-bottom9.

DIAGNOSIS

Identifikasi dini anak dengan Cerebral Palsy penting dilakukan karena

berhubungan dengan penatalaksanaan secara dini. Tidak ada tes spesifik untuk

diagnosis CP karena kelainan ini tidak merujuk pada etiologi dan patologi yang jelas.

Oleh karena itu diperlukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada

umumnya sulit untuk menetapkan diagnosis pada anak usia kurang dari 6 bulan, oleh

karena pada usia ini gerakan anak terbatas, sehingga keterlambatan ringan pada

perkembangan motorik sulit terdeteksi. Selain itu juga abnormalitas tonus dan refleks

sering kali tidak jelas pada anak usia awal. Ketika korteks matur pada tahun pertama,

diagnosis menjadi lebih jelas1.

25

Page 15: CP TIPUS

Anamnesis secara menyeluruh, meliputi faktor risiko yang potensial pada

masa prenatal, natal dan postnatal. Riwayat perkembangan milestone juga ditanyakan

secara lengkap. Perlu ditanyakan kepada orangtua apakah ada keterlambatan dalam

mencapai motor milestone. Adanya penyimpangan pada perkembangan milestone

berhubungan dengan CP1,2,3.

Pemeriksaan fisik secara lengkap perlu dilakukan. Pada bayi, pemeriksaan

neurologis difokuskan pada pemeriksaan tonus dan perkembangan refleks. Indikasi

awal dalam mendiagnosis CP adalah keterlambatan hilangnya refleks primitif.

Selama enam bulan pertama kehidupan, maturasi dari korteks secara bertahap

menutupi refleks primitif tersebut dan aktivitas motorik secara volunter mulai

meningkat. Tetap adanya refleks primitif pada usia lebih dari 6 bulan, adanya

asimetris gerakan menunjukkan kecurigaan terhadap gangguan motorik. Ketika

refleks primitif terdepresi, reaksi postural atau protektif seperti parachute dan

equilibrium muncul. Pada anak dengan CP, reaksi postural menjadi kurang efektif,

muncul terlambat dari normal atau bahkan tidak muncul1.

Tulang belakang

Deformitas tulang belakang berupa skoliosis sering dijumpai pada anak

dengan CP quadriplegia spastik. Insidensi skoliosis pada anak dengan CP

quadriplegia spastik adalah sekitar 68 %. Terdapat risiko progresi kurva skoliosis

pada anak dengan CP quadriplegia spatik, terutama bila didapatkan pada onset lebih

awal dan keseimbangan duduk yang jelek1.

Anggota gerak atas

Pada CP, adanya spastisitas dan imbalans otot sering menyebabkan terjadinya

deformitas sendi. Sendi bahu biasanya pada posisi adduksi dan internal rotasi. Sendi

siku biasanya mengalami kontraktur fleksi, karena spastisitas otot biceps,

brachioradialis dan brachialis. Sendi pergelangan tangan dalam posisi fleksi dan ulnar

26

Page 16: CP TIPUS

deviasi. Jari – jari dalam posisi fleksi, karena adanya spastisitas pada otot intrinsik

tangan. Oleh karena itu intervensi rehabilitasi secara dini perlu diberikan pada anak

dengan CP karena bila sudah terjadi deformitas pada anggota gerak atas, maka

kemampuan motorik halus dan aktivitas kegiatan sehari – hari akan terganggu1,2.

Gangguan pola jalan (gait)

Pada sendi panggul; spastisitas pada otot adduktor hip menyebabkan

scissoring. Spastisitas pada otot illiopsoas menyebabkan anterior pelvic tilt dan

crouched gait. Pada sendi lutut; spatisitas pada otot hamstring menyebabkan kesulitan

mengekstensikan lutut pada saat stance phase, sehingga menyebabkan crouched gait.

Spastisitas pada otot rectus femoris membatasi fleksi lutut pada saat swing phase,

sehingga menyebabkan stiff-kneed gait. Pada sendi pergelangan kaki; spastisitas pada

otot plantarfleksor pergelangan kaki menyebabkan toe walking. Pada CP quadriplegia

spastik juga didapatkan deformitas equinovalgus1,2.

Menurut Molnar, terdapat 3 kriteria mayor untuk mendiagnosis CP, yaitu :1

1. Defisit kontrol neuromotor yang menyebabkan gangguan kontrol gerak dan

postur.

2. Lesi otak yang statik, tidak progresif.

3. Cedera otak tersebut diperoleh sejak dalam kandungan sampai dengan tahun

pertama kehidupan.

Menurut Levine, kelainan motorik pada CP dikelompokkan menjadi 6

kategori, yaitu :6

1. Pola gerak dan postur

2. Pola gerak oral

3. Strabismus

4. Tonus otot

5. Evolusi dari reaksi postural dan tahap perkembangan

27

Page 17: CP TIPUS

6. Refleks tendon, refleks primitif

Berdasarkan kriteria Levine, diagnosis CP ditegakkan bila minimal terdapat 4

kelainan dari 6 kategori motorik di atas dan disertai dengan proses penyakit yang

tidak progresif.

Selain gangguan terhadap kontrol gerak dan postur tersebut, terdapat beberapa

kelainan lain yang menyertai CP, diantaranya adalah:1,5

1. Gangguan penglihatan

Gangguan penglihatan terjadi pada 50% dari anak-anak dengan CP.

Ketidakseimbangan otot menyebabkan esotropia, exotropia, atau hyperopia dan yang

paling sering terjadi pada CP diplegia dan quadriplegia spastik. Amblyopia sekunder

dapat terjadi akibat kelainan ini. Koreksi bedah dari ketidakseimbangan otot sebagian

besar adalah untuk tujuan kosmetik.

2. Gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran konduktif mungkin disebabkan karena disfungsi

tabung Eustachian sebagai akibat dari distorsi palatal atau sensorineural akibat

pengobatan aminoglikosida selama neonatorum tersebut.

3. Kejang

Kejang terjadi pada 35% sampai 40% pada anak-anak dengan CP dan yang

paling umum pada CP postnatal, dan sekitar 60% sampai 70% pada hemiplegia dan

quadriplegia. Sedangkan pada dyskinetik dan diplegia kejang terjadi hanya 25%

sampai 33%. Pencitraan dapat digunakan untuk menyingkirkan lesi struktural.

28

Page 18: CP TIPUS

4. Retardasi mental

Retardasi mental derajat sedang sampai berat didapatkan pada sepertiga kasus,

derajat ringan didapatkan pada sepertiga kasus, dan sepertiga kasus sisanya

menunjukkan tingkat kecerdasan normal. Retardasi mental biasanya ringan pada

mereka dengan diplegia dan hemiplegia dan biasanya berhubungan dengan gangguan

belajar.

5. Malnutrisi

Malnutrisi juga sering didapatkan pada anak dengan CP, yang disebabkan

karena gangguan fungsi motorik oral.

6. Gangguan pernafasan

Peningkatan risiko infeksi pernafasan terjadi karena gangguan mekanisme

pembersihan jalan napas dan mekanisme batuk, akibat gangguan terhadap kontrol

otot – otot abdominal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Modalitas yang paling umum digunakan pada bayi prematur adalah US

kranial untuk mengevaluasi PVL. Pedoman mengenai US kranial telah diterbitkan

oleh American Academy of Neurology (AAN), dan skrining dianjurkan pada bayi

prematur kurang dari 30 minggu kehamilan pada usia 7 sampai 14 hari dan kembali

dilakukan pada 36 sampai 40 minggu.1,2

AAN telah merekomendasikan bahwa pemeriksaan pencitraan rutin,

sebaiknya dengan MRI dibandingkan Computed Tomography, dilakukan pada anak

dengan kecurigaan CP jika penyebabnya belum bisa ditentukan. MRI telah terbukti

memiliki hasil yang tinggi lebih besar dari 80% dalam mengidentifikasi kelainan pada

anak dengan CP dan dapat membantu dalam menentukan apakah cedera itu prenatal,

perinatal, atau postnatal.1

29

Page 19: CP TIPUS

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan anak dengan CP membutuhkan pendekatan multidisipliner.

Setelah diagnosis CP ditegakkan, evaluasi secara menyeluruh perlu dilakukan oleh

tim rehabilitasi untuk menentukan goal jangka pendek dan goal jangka panjang yang

akan dicapai. Goal disini mencakup pemeliharaan lingkup gerak sendi (LGS), kontrol

tonus, juga goal fungsional terkait kemandirian dalam aktivitas kegiatan sehari – hari

(AKS), mobilisasi, komunikasi dan interaksi sosial. Goal tersebut harus secara rutin

dinilai ulang untuk memastikan goal tersebut tetap sesuai, seturut dengan

perkembangan usia anak, dan anak sebisa mungkin turut dilibatkan dalam

menentukan goal yang diinginkan bila memungkinkan.1,2,3

Ketika goal telah ditentukan, keluarga dan tim rehabilitasi harus menentukan

pendekatan terapi yang paling sesuai dengan goal tersebut. Meskipun banyak pilihan

terapi yang dapat dipilih, hanya terdapat sedikit bukti ilmiah dalam menentukan yang

terbaik. Secara umum, terapi yang dipilih selalu dimulai dari pendekatan yang paling

tidak invasif dan juga dengan pertimbangan biaya yang minimal.1,4,5

Fisioterapi

Banyak pendekatan terapi yang dapat dilakukan oleh fisioterapis dan juga terapis

okupasi, seperti neurodevelopmental therapy (NDT) / Bobath approach dan Rood.

Tujuan utama dari NDT adalah untuk menormalisasi tonus, menghambat (inhibisi)

pola gerak abnormal, memfasilitasi dan menstimulasi pola gerak normal. Pola gerak

abnormal biasanya diinhibisi melalui key point of control di proksimal seperti gelang

bahu dan pelvis. Berdasarkan metode Rood, stimulasi motorik dapat melalui stimulasi

sensorik, seperti quick stretch, icing, fast brushing, slow stroking, tendon tapping,

vibration, dan joint compression untuk memfasilitasi kontraksi otot proksimal.

Namun demikian tidak ada bukti ilmiah yang jelas yang menjelaskan pendekatan

terapi mana yang terbaik. Sering kali terapis menggabungkan pendekatan terapi

tersebut dan disesuaikan dengan goal yang ingin dicapai.1,5

30

Page 20: CP TIPUS

Latihan Peregangan (Stretching)

Anak dengan CP mempunyai risiko signifikan untuk terjadinya kontraktur

karena imbalans otot dan posisi yang statis. Oleh karena itu perlu dilakukan latihan

peregangan secara rutin setiap hari. Latihan peregangan merupakan latihan untuk

meningkatkan mobilitas jaringan lunak yang pada akhirnya dapat memperbaiki

lingkup gerak sendi. Latihan ini menggunakan manuver tertentu yang diaplikasikan

pada sendi dan jaringan lunak sekitar sehingga dapat memanjangkan struktur jaringan

lunak yang mengalami pemendekan dan menyebabkan keterbatasan lingkup gerak

sendi. Prinsip dari latihan peregangan adalah pemberian gaya peregangan dengan

intensitas rendah, perlahan – lahan dan berkesinambungan. Arah dari gaya

peregangan yang diberikan selalu berlawanan dengan lingkup gerak sendi yang

mengalami keterbatasan. Pasien dipertahankan dalam posisi teregang selama 30 – 60

detik, sehingga dapat memberikan efek peregangan jaringan lunak yang maksimal.

Kemudian lepaskan gaya peregangan tadi secara perlahan – lahan. Ulangi gerakan

tersebut sebanyak sepuluh kali.1,2,3,5

Selain itu dapat pula dilakukan teknik positioning, pemberian ortotik dan

aplikasi casting untuk memberikan prolonged stretch. Serial casting merupakan

teknik dimana serangkaian cast secara berturut – turut diaplikasikan pada sendi

tertentu dengan harapan didapatkan peningkatan lingkup gerak sendi secara progresif

pada setiap aplikasinya. Serial casting biasa nya diaplikasikan pada sendi

pergelangan kaki bersamaan dengan injeksi botulinum toxin serotype A (BoNT-A)

dengan tujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi dorsifleksi pergelangan kaki.

Latihan Penguatan Otot (Strengthening)

Defisit kontraksi otot secara volunter pada anak dengan CP disebabkan karena

berkurangnya rekruitmen motor unit, peningkatan aktivasi otot antagonis, perubahan

morfologi otot termasuk atrofi seranut otot dan peningkatan jaringan ikat dan lemak.

Kelemahan otot ini akan berkontribusi terhadap defisit fungsional penderita CP. Oleh

31

Page 21: CP TIPUS

karena itu pada anak dengan CP dapat diberikan latihan penguatan otot. Sejumlah

penelitian terkini menunjukkan bahwa latihan penguatan otot dapat meningkatkan

kekuatan otot penderita CP, tanpa menyebabkan peningkatan spastisitas.1,3

Partial Body Weight Support Treadmill Training (PBWSTT)

PBWSTT menggunakan sistem kontrol postural (harness) untuk mengurangi

sejumlah berat badan dan menopang pasien pada saat melakukan latihan ambulasi

dengan menggunakan treadmill. Teori terkini mengenai motor learning menunjukkan

bahwa pengulangan tugas spesifik (task-specific repetitive practice) dapat

meningkatkan aktivitas, termasuk berjalan (ambulasi) pada pasien dengan gangguan

neurologik termasuk CP. PBWSTT pada pasien CP yang non-ambulatory

menunjukkan perbaikan yang signifikan pada sesi berdiri dan berjalan pada GMFM

dan perbaikan fungsional, seperti kemampuan berpindah (transfer) dari posisi duduk

ke berdiri tanpa menggunakan bantuan tangan, berjalan dan naik tangga pada

beberapa pasien.1

Electrical Stimulation

Penggunaan electrical stimulation (ES) pada anak dengan CP ditujukan untuk

meningkatkan kekuatan otot dan fungsi motorik. ES merupakan salah satu alternatif

teknik penguatan otot (Strengthening) pada anak CP dengan kontrol motorik yang

kurang.1

Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)

Aplikasi arus listrik menyebabkan depolarisasi membran sel saraf sehingga

menghasilkan potensial aksi. Arus listrik dengan parameter yang tepat dapat

menyebabkan perubahan membrane potensial saraf dan menghasilkan potensial aksi.

Potensial aksi yang dihasilkan oleh ES memberikan respon yang sama dengan

potensial aksi yang dihasilkan oleh stimulus secara fisiologis. Gelombang yang

digunakan adalah pulsed biphasic. Untuk penempatan elektroda adalah sebagai

32

Page 22: CP TIPUS

berikut : satu elektroda diletakkan pada motor point otot dan elektroda lainnya

diletakkan parallel sesuai dengan arah serabut otot tersebut dengan jarak antar

elektroda minimal 2 inchi. Motor point merupakan daerah dimana stimulus elektrik

terkecil akan menghasilkan kontraksi otot terbesar dan biasanya terletak pada daerah

tengah muscle belly; dimana saraf motorik memasuki otot.7

Ortosis

Kebanyakan anak CP quadriplegia ortosis untuk mengurangi tonus abnormal,

mempertahankan atau meningkatkan lingkup gerak sendi, proteksi atau stabilisasi

persendian dan meningkatkan aktifitas fungsional.1,2,3

Ortosis Anggota Gerak Atas

Static wrist hand orthosis (WHO) merupakan ortosis anggota gerak atas yang

paling umum yang digunakan untuk memposisikan tangan sehingga dapat melakukan

aktifitas fungsional dan juga untuk mempertahankan lingkup gerak sendi tangan.

Tujuan utama penggunaannya adalah untuk mencegah terjadinya deformitas yang

menetap.1,2

Ortosis Anggota Gerak Bawah

Ortosis anggota gerak bawah yang dapat diberikan pada anak dengan CP

diantaranya adalah : Ankle-Foot-Orthoses (AFO) merupakan ortosis anggota gerak

bawah yang memberikan kontrol secara langsung terhadap sendi pergelangan kaki

dan kaki; juga memberikan kontrol tidak langsung terhadap sendi lutut. ortosis

dengan AFO dengan rigid ankle, leaf spring atau hinged dengan plantarflexion stop

yang dapat mencegah terjadinya deformitas equinus. Perbaikan terhadap deformitas

equinus terbukti meningkatkan efisiensi gait. Knee-Ankle-Foot-Orthoses (KAFO)

memberikan kontrol langsung terhadap sendi lutut, sendi pergelangan kaki dan kaki.

KAFO dapat diresepkan bila terdapat deformitas varus atau valgus pada sendi lutut,

deformitas equinus pada sendi pergelangan kaki dan deformitas varus atau valgus

33

Page 23: CP TIPUS

pada kaki. Demikian pula, Hip-Knee-Ankle-Foot-Orthoses (HKAFO) merupakan

KAFO dengan penambahan kontrol terhadap sendi pinggul. Penggunaan KAFO dan

HKAFO tidak meningkatkan kemampuan ambulasi yang signifikan, namun demikian

penggunaannya dapat mencegah terjadinya deformitas dan juga memfasilitasi posisi

berdiri.1,2,3

Ortosis Spinal

Ortosis spinal umumnya diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia

dengan deformitas tulang belakang skoliosis. Tujuan penggunaan ortosis spinal

adalah untuk memperlambat perburukan deformitas skoliosis dan juga menunda

tindakan operasi hingga waktu yang ideal. Selain itu penggunaan ortosis spinal juga

meningkatkan stabilitas anak pada saat duduk.1,2

Alat bantu jalan (walking aid)

Alat bantu jalan dapat diresepkan pada anak dengan CP quadriplegia spastik

yang sudah mempunyai head control dan trunk control yang adekwat. Pada anak

yang demikian dapat diresepkan wheeled walker dengan berbagai modifikasi seperti

sling seat yang memberikan penyangga sehingga memudahkan anak. Reverse walker

dapat memfasilitasi posisi tegak dan untuk keseimbangan. Sedangkan pada anak CP

quadriplegia spastik yang tidak mempunyai head control dan trunk control yang

adekwat dapat dipertimbangkan menggunakan wheel chair dengan modifikasi untuk

ambulasi.1,2

Okupasi Terapi

Latihan pada terapi okupasi lebih ditujukan pada kemampuan motorik halus

anak. Setelah kontrol motor didapatkan, anak dapat mulai diberikan latihan aktifitas

kegiatan sehari – hari yang disesuaikan dengan usia anak dan juga goal yang sudah

ditentukan. Latihan aktifitas kegiatan sehari – hari diawali dengan latihan fungsi

34

Page 24: CP TIPUS

tangan seperti : reach, grasp, placement, release. Latihan kemudian ditingkatkan

untuk melakukan simulasi AKS sederhana sesuai dengan goal yang sudah

ditentukan.1

Terapi Wicara

Kebanyakan anak CP mempunyai gangguan oromotor, disfagia dan gangguan

artikulasi. Terapi wicara perlu dilakukan untuk menstimulasi gerak motor oral dan

juga manajemen terhadap disfagia.1,2,3,5

DAFTAR PUSTAKA

1. McMahon M, Pruitt D. Cerebral Palsy. In : Alexander M, editor. Pediatric

Rehabilitation. 4th ed. New York: Demos Medical Publishing; 2009.p.165-197

2. Oleszek J, Davidson L. Cerebral Palsy. In : Braddom R, editor. Physical

Medicine and Rehabilitation. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company;

2011.p.1253-73

35

Page 25: CP TIPUS

3. Diamond M, Armento M. Special Population. In : DeLisa, editor. Physical

Medicine and Rehabilitation.5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins; 2010. p.1483-87

4. Turk M. Cerebral Palsy. In : Garisson SJ, editor. Handbook of Physical

Medicine and Rehabilitation The Basics. 4th ed. Philadelphia: Williams &

Wilkins; 2003. p. 203-215

5. Cucurullo S. Pediatric Rehabilitation. Physical Medicine and Rehabilitation

Board Review. 4th . New York. Demos. 2004 ; 693-711

6. Soetjiningsih. Palsi Serebralis. In: Soetjiningsih, editor. Tumbuh Kembang

Anak. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 1995.p.223-235.

7. Cameron, M. The Physical Agent. Physical Agents in Rehabilitation. 3rd .

Philadelphia. Saunders. 2009 ; 231-251z

8. Kuban KCK, Alan Leviton. 1994. Cerebral Palsy. N Engl J Med

9. Braddom RL, ed Physycal Medicine & Rehabilitation.2nd edition. Philadelphia

: WB Saunders Company; 2000_ p.1191 – 1212.

36