62
Program Penanggulangan Tuberkulosis Devi Karlina 10-2011-069 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 e-mail: [email protected] Pendahuluan Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia. Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita Tuberkulosis, bahkan Indonesia masuk dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita Tuberkulosis. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan salah satu gejala dari Tuberkulosis ini. Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Jumlah penderita yang banyak membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih belum bisa dicegah dengan maksimal. Factor pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan merupakan salah satu penyebab tingginya penularan itu. Selain 1

blok 26 dv

Embed Size (px)

DESCRIPTION

metodologi penelitian

Citation preview

Page 1: blok 26 dv

Program Penanggulangan Tuberkulosis

Devi Karlina

10-2011-069

Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510

e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah di Indonesia.

Masih banyak penduduk Indonesia yang menderita Tuberkulosis, bahkan Indonesia masuk

dalam peringkat ke-4 dalam jumlah penderita Tuberkulosis.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang pada umumnya menyerang paru-paru. Batuk yang lama sembuh merupakan

salah satu gejala dari Tuberkulosis ini.

Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang dapat menular. Jumlah penderita yang banyak

membuktikan bahwa penularan penyakit ini masih belum bisa dicegah dengan maksimal.

Factor pengetahuan dan perilaku masyarakat tentang kesehatan merupakan salah satu

penyebab tingginya penularan itu. Selain itu, keadaan sosioekonomi masyarakat yang rendah

ikut mengambil peran serta dalam tingkat penularan ini.

Makalah ini mempelajari tentang pendekatan epidemiologi terhadap tuberculosis (agent, host,

lingkungan), program-program puskesmas untuk menangani tuberculosis, penanganan

tuberculosis, pencegahan, serta follow up pada pasien tuberculosis. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan pengetahuan mengenai cara menangani tuberculosis secara komprehensif.

1

Page 2: blok 26 dv

Definisi Penyakit TB Paru

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman

mycobacterium tuberculosis, yang sering dihinggapi adalah paru-paru.1

Penyakit tuberculosis sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Pada tahun 1882,

ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberculosis, yang merupakan penyebab

penyakit ini. Kuman ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan ‘Mycobacterium

tuberculosis’.2

Epidemiologi Tuberkulosis

Menurut hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1986, penyakit tuberculosis di

Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit

terbanyak di masyarakat. SKRTtahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit

tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan

kedua. Prevalensi pada akhir pelita IV sebesar 2,5o/oo. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah,

penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit,

sedangkan menurut SUKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke-3 penyebab kematian

(9,4%).2

Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah tidak

hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan Indonesia tahun 2002

menggambarkan persentase penderita TBC terbesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%), diikuti

35-44 tahun (20,46%), 15-24 tahun(18,08%), 45-54 tahun (17,48%), 55-64 tahun (12,32%),

lebih dari 65 tahun (6,68%) dan yang terendah adalah 0-14 tahun (1,31%). Gambaran di

seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas menngkat sesuai dengan

bertambahnya umur, dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki-laki

lebih banyak daripada wanita. Laporan dari seluruh provinsi di Idnonesia pada tahun 2002

menunjukkan bahwa dari 76.320 penderita TBC BTA(+) terdapat 43.294 laki-laki (56,79%)

dan 32.936 perempuan (43,21%).2

Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang

ditargetkan.2

2

Page 3: blok 26 dv

Segitiga epidemiologi

Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda dengan

penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya

hidup (life style), penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang

semua lapisan masyarakat.2

Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai factor yang saling mempengaruhi.

Factor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu

(host). Ketiga factor penting ini disebut segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle).

Hubungan ketiga factor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai tumbangan, yaitu

agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan

sebagai penumpunya.2

Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka

seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan

seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan “bobot” agen

penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila

agen penyakit menjadi lebih banyak atau lebih ganas, sedangkan factor pejamu tetap, maka

bobot agen penyebab menjadi lebih

berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh

seseorang baik atau meningkat maka ia

dalam keadaan sehat. Apabila factor

lingkungan berubah menjadi cenderung

menguntungkan agen penyakit, maka

orang akan sakit. Pada prakteknya

seseorang menjadi sakit akibat

pengaruh berbagai factor berikut

(gambar 1):2

Agent

Agen penyebab penyakit terdiri dari

bahan kimia, mekanik, stress

(psikologik), atau biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti

infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat

3

Gambar 1. Segitiga Epidemiologi

Page 4: blok 26 dv

penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk

ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agen, atau daya tahan terhadap pemanasan

atau pendinginan.2

Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi. Virulensi adalah kemampuan atau keganasan

suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan kerusakan pada sasaran. Biasanya ynag

diukur adalah derajat kerusakan yang ditimbulkan.2

Pengaruh Agent terhadap Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya 0,3 sampai 0,6

mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH optimal pada

6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman

membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman tuberculosis terdiri dari lemak dan protein. Lemak

merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri asam stearat, asam

mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya

adalah tuberkuloprotein (tuberculin).3

Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan

asam dan alcohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat

kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman dan aerob.2

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan

60oC selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. bakteri ini tahan

selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan),

namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa

untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali

pertukaran udara per jam.2

Host (Pejamu)

Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, atau daya tahan,

pertahanan tubuh, hiegene pribadi, gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan. Karakteristik

pejamu dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Umur. Umur biasanya berhubungan dengan daya tahan tubuh seseorang terhadap

penyakit. Seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Namun dengan

4

Page 5: blok 26 dv

bertambahnya usia kekebalan itu semakin berkurang. Asuhan gizi akan menggantikan

fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit. Keikutsertaan bayi dalam program

imunisasi dasar sangat berguna pada pencegahan penyakit yang dapat dicegaj dengan

imunisasi.

b. Jenis Kelamin. Sebagian besar penyakit menular menyerang semua jenis kelamin.

Perbedaan prevalensi antara laki-laki dan wanita biasanya disebabkan oleh gaya

hidup.

c. Pekerjaan. Pekerjaan dapat berhubungan dengan penyakit menular yang dialami

seseorang. Petani akan mudah terserang penyakit cacing yang penularannya melalui

tanah atau daerah persawahan.

d. Keturunan. Factor keturunan atau genetic berhubungan dengan konstitusi tubuh

manusia, daya tahan tubuh, kepekaan terhadap zat asing, termasuk agen penyebab

penyakit.

e. Ras. Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih

banyak diperdebatkan.

f. Gaya Hidup. Seorang yang sering keluar malam akan lebih mudah terkena malaria

karena lebih sering terkena gigitan nyamuk. Kebiasaan yang kurang higenis juga

mempermudah terjadinya infeksi.

Pengaruh Host (Pejamu) Terhadap Tuberkulosis

Berbagai keadaan berpengaruh pada cara tubuh kita melawan basil tuberkel, termasuk:

a. Usia dan Jenis Kelamin. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki-laki dan

perempuan sampai pada umur pubertas. Bayi dan anak kecil pada kedua jenis kelamin

memiliki daya tahan yang lemah. Sampai berusia dua tahun, infeksi terutama dapat

berakibat paling fatal, tuberculosis milier dan meningitis tuberculosis, yang menyebar

menurut peredaran darah. Sesudah usia satu tahun sampai sebelum masa pubertas,

seorang anak yang terinfeksi dapat berkembang menjadi TB milier atau meningitis,

atau salah satu bentuk tuberculosis kronis yang lebih meluas, terutama mengenai

kelenjar getah bening, tulang atau penyakit persendian. Di eropa dan Amerika Utara,

sewaktu tuberculosis sering ditemukan, insidens tertinggi tuberculosis paru biasanya

mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia

tetapi angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur.

Wanita sering mendapat tuberculosis paru sesudah bersalin. Prevalensi tuberculosis

5

Page 6: blok 26 dv

paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis

kelamin. Pada wanita prevalensi secara menyeluruh lebih rendah dan peningkatan

seiring dengan usia adalah kurang tajam dibandingkan dengan pria. Pada wanita

prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada

pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.4

b. Gizi. Terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya

tahan terhadap penyakit ini. Factor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik

pada orang dewasa maupun pada anak.4

c. Faktor-faktor Toksis. Merokok tembakau dan minum banyak alcohol merupakan

factor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Sama halnya dengan obat

kortikosteroid dan imunosupresif lain yang digunakan pada pengobatan penyakit-

penyakit tertentu.4

d. Kemiskinan. Keadaan ini mengarah pada perumahan yang terlampau padat atau

kondisi kerja yang buruk. Keadaan ini mungkin menurunkan daya tahan tubuh, sama

dengan memudahkan terjadinya infeksi. Orang-orang yang hidup dengan kondisi ini

juga sering bergizi buruk, kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan

TB berkembang menjadi penyakit.4

Lingkungan

Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan Fisik terdiri dari

a. Keadaan geografis (dataran tinggi/rendah, persawahan, dll)

b. Kelembaban udara

c. Temperatur

d. Lingkungan tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan

penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan

perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang

bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara (ventilasi) berkaitan degan penularan

penyakit. Rumah dengan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman

penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di

udara.2

Lingkungan nonfisik meliputi social (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun-

temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan local), dan politik (suksesi kepemimpinan

yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).2

6

Page 7: blok 26 dv

Pengaruh Lingkungan terhadap Tuberkulosis

Makin buruk keadaan sosio-ekonomi masyarakat, sehingga makin jelek nilaigizi dan hygiene

lingkungannya, yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka, sehingga

memudahkan menjadi sakit, seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek,

selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah

reda.5

Selain itu pemukiman yang padat dan rumah yang tidak memenuhi criteria rumah sehat juga

dapat meningkatkan penularan penyakit tuberculosis.

Penularan

Dahak manusia adalah sumber yang paling penting. Batuk, berbicara dan meludah

memproduksi percikan sangat kecil berisi TB yang melayang-layang di udara. Kuman ini

dapat terhirup napas dan menyebabkan penyakit.4

Pasien-pasien dengan dahak positif pada hapusan langsung jauh lebih menular, karena

mereka memproduksi lebih banyak TB dibandingkan dengan mereka yang hanya positif pada

pembiakan. Makin dekat seseorang berada dengan pasien, makin banyak jumlah TB yang

akan dihirupnya.4

Anak-anak dengan tuberculosis paru primer tidak menular, karena mereka tidak

membatukkan kuman TB.4

Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan sumber infeksi dan

tidak berhubungan dengan factor genetic dan factor pejamu lainnya. Risiko tertinggi

berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa

kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri

masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian

tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.2

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga

kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan

bahwa kontak terdekat (missal keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan

kontak biasa (tidak serumah).

7

Page 8: blok 26 dv

Seorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan

penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA (-) dianggap tidak menularkan.2

Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas

Sampai saat ini program penanggulangan TB paru belum dapat menjangkau seluruh

Puskesmas yang ada. Hal itu dikarenakan belum adanya keseragaman pengobatan dan sistem

pencatatan pelaporan di semua unit kesehatan baik pemerintah maupun swasta sehingga

diperlukan adanya kerja sama semua pihak yang terkait dalam pemberantasan TBC. Sub

direktorat TBC, Direktorat PPML, Ditjen PPMPLP dalam kegiatan penanggulangan TBC

mempunyai dua tujuan yaitu:

a. Tujuan jangka panjang

Memutuskan rantai penularan sehingga penyakit TB paru tidak lagi merupakan

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia

b. Tujuan jangka pendek

1) Tercapainya kesembuhan minimal 85% penderita baru BTA + yang ditemukan.

2) Tercapainya cakupan penemuan semua penderita secara bertahap.

3) Tercegahnya resistensi obat TBC di masyarakat.

4) Mengurangi penderitaan manusia akibat penyakit TBC

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut kegiatan yang dilaksanakan dalam penanggulangan

TBC meliputi:

a. Kegiatan pokok

1) Komponen diagnosis

- Deteksi penderita di poliklinik

- Penegakan diagnosis secara laboratorium

2) Komponen pengobatan

- Pengobatan yang cukup dan tepat.

- Pengawasan menelan obat setiap hari.

b. Kegiatan pendukung

1) Pelatihan staf dan penyegaran.

2) Supervisi pengelola TBC.

8

Page 9: blok 26 dv

3) Pencatatan dan pelaporan untuk penemuan penderita dan penilaian hasil

pengobatan.

4) Memeriksa keluarga yang kontak dengan penderita TBC.

5) Melacak penderita lalai berobat 2 hari atau seminggu.

6) Penyuluhan kepada penderita TBC dan masyarakat.

7) Pengadaan kebutuhan program dan pendukungnya.

8) Menjamin keperluan dalam operasional.6

Diagnosis

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah

dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculose dalam sputum atau jaringan paru

secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif

karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa

membatukan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.7

Di Indonesia agak sulit menetapkan diagnosis diatas karena fasilitas laboratorium yang

sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA

dalam biakan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup memastikan diagnosis

tuberculosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah.

Sungguh pun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus tuberculosis paru yang dapat

didiagnosis secara bakteriologis.7

Penderita TB Paru menular apabila dalam 3 kali pemeriksaan dahak, peling sedikit

memberikan 1 kali hasil pemeriksaan BTA +.1

Gejala. Gejala utama pada tersangka TBC adalah:

Batuk berdahak lebih dari tiga minggu

Batuk berdarah

Sesak napas

Nyeri dada2

Gejala lainnya adalah berkeringat malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan

berat badan.2

9

Page 10: blok 26 dv

Laboratorium. Untuk menegakkan diagnosis penyakit tuberculosis dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan lain yang dilakukan yaitu dengan

pemeriksaan kultur bakteri, namun biayanya mahal dan hasilnya lama.2

Metode pemeriksaan dahak (buka liur) sewaktu pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan

mikroskopis membutuhkan ± 5 ml dahak dan biasanya menggunakan pewarnaan panas

dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) atau pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan

Thiam Hok. Bila dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA positif maka pasien tersebut

dinyatakan positif mengidap tuberculosis paru.2

Perbedaan Diagnosis Tuberkulosis Dewasa dengan Anak-anak

Terdapat perbedaan diagnosis tuberculosis pada orang dewasa dan anak-anak. Gejala

tuberculosis pada anak tidak khas dan dapat menyerupai penyakit lain dan cara pemeriksaan

dahak dapat menghasilkan “false negative”, selain itu anak jarang mengeluarkan dahak.

Kemungkinan adanya tuberculosis pada anak jika ditemukan:

a. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 4 minggu (adanya grafik kenaikan

berat badan akan sangat berguna)

b. Kehilangan gairah

c. Mengi atau batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.

d. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas

e. Tanda adanya cairan pekak, pada salah satu sisi dada.

f. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang

dengan beberapa kelenjar getah bening kecil di dekatnya dan terkadang melekat tak

teratur.4

Untuk mendiagnosis tuberculosis pada anak dapat dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai

berikut:

a. Tes tuberculin. Menyuntikan PPD secara intrakutan di bagian volar lengan bawah.

Baca hasilnya sesudah 3-4hari. Jika ada reaksi dapat terlihat eritema dan indurasi.

Reaksi positif jika indurasi di kulit berukuran diameter 10 mm atau lebih. Hasil positif

adalah lazim sesudah vaksinasi BCG, setidaknya selama beberapa tahun. Akan tetapi,

biasanya reaksi lebih lemah, sering berdiameter kurang dari 10 mm.4

10

Page 11: blok 26 dv

b. Foto torak. Komponen paru sering kali tampak sebagai bayangan samar-samar pada

foto rontgen, serta hilus dan kelenjar getah bening paratrakeal membesar. Juga dapat

ditemukan lesi berbentuk seperti uang logam (coin lesion) yang menandakan

komponen paru primer.4

Pengobatan Medikamentosa

Obat TB utama (first line, lini pertama) saat ini adalah rimfapisin (R), isoniazid (H),

pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). rimfapisin dan isoniazid merupakan

obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB

lain (second line, lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone,

ethionamide, prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin,

ciprofloxacin, kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.8

Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya

sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada

fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4

bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi

obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka

panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

relaps.8

Sejak tahun 1997 yang lalu WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada

berbagai keadaan penyakit tuberculosis, sebagaimana yang tercantum sebagai berikut:

a. Kategori I adalah kasus baru dengan sputum yang positif dan klinis penderita dengan

keadaan yang berat seperti meningitis, tuberculosis milier, perikarditis, peritonitis,

pleuritis massif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologic, penderita

dengan dahak negative tapi kelainan paru luas, tuberculosis usus, saluran kemih, dsb.

b. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif.

c. Kategori III adalah kasus dengan sputum yang negative dengan kelainan paru yang

tidak luas, dan kasus tuberculosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut dalam

kategori I

d. Kategori IV adalah kasus tuberculosis kronik.3

11

Page 12: blok 26 dv

Tabel 1. Obat Antituberkuosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya8

Nama Obat Dosis Harian

(mg/KgBB/hari)

Dosis Maksimal

(mg per hari)

Efek samping

Isoniazid

Rifampisin**

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin

5-15*

10-20

15-30

15-20

15-40

300

600

2000

1250

1000

Hepatitis, neuritis perifer,

hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,

tromositopenia, peningkatan enzim hai,

cairan tubuh berwarna orange kemerahan,

Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Neuritis optic, ketajaman mata

berkurang, buta warna merah-hijau,

penyempitan lapang pandang,

hipersensitivitas, gastrointestinal

Ototoksik, nefrotoksik

*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10

mg/kgBB/hari.

**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat

mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui system

gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).

Panduan untuk kategori I : Dimulai denga fase intensif 2 HRZS (E). obat diberikan selama 2

bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negative maka dimulai fase lanjutan. Bila sputum

masih positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi, baru diteruskan dengan fase

lanjutan tanpa melihat sputum sudah negative atau belum. Pada populasi dimana resistensi

primer terhadap INH rendah maka fase intensif dengan 3 macam obat saja yaitu HRZ sudah

cukup. Fase lanjutannya adalah 4 HR atau 4 H3 R3.3

Panduan untuk kategori 2: ditentukan fase intensif dalam bentuk 2 HRZES/1 HRZE. Bila

setelah fase intensif suptum menjadi negative maka diteruskan dengan fase lanjutan. Fase

lanjutan adalah 5 H3 R3 E3 bila dapat dilakukan supervisi dan 5 HRE bila tidak dapat

dilakukan supervisi.3

Panduan untuk kategori 3: Fase intensif 2 HRZ atau 2 H3 R3 Z3 dan dilanjutkan dengan fase

lanjutan 4HR atau 4 H3 R3.3

12

Page 13: blok 26 dv

Panduan untuk kategori 4: panduan pengbatan dengan prioritas rendah karena kemungkinan

keberhasilan rendah. Untuk Negara yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur

hidup. Untuk Negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan hasil tes resistensinya.3

Penatalaksanaan Non-Medikamentosa

DOTS

Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Keteraturan

dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam

panduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta

mencegah relaps dan terjadinya resistensi.8

Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan

langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observe treatment

shortcourse adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan

program penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1995.8

Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu:

a. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

b. Diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh

Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

e. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi

program penanggulangan TB.8

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab

mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO. Setiap pasien baru yang ditemukan

harus selalu didampingi seorang PMO. Syarat untuk menjadi PMO adalah sebagai berikut:

dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, serta harus

disegani dan dihormati oleh pasien; tempat tinggalnya dekat pasien; bersedia membantu

pasien dengan sukarela; bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan.8

Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien

yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan

13

Page 14: blok 26 dv

sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas PMO adalah mengawasi pasien agar

menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien

agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien dewasa),

serta memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-

gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.

Sayangnya ternyata hasil dari strategi DOTS masih kurang dari yang diharapkan. Tahun

1995-1998, cakupan pasien TB dengan strategi DOTS baru mencapai 10%.8

Case Finding

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang

menyebabkan anak tersebut tertular TB. Sumber penularan adalah orang dewasa yang

menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi

dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila

telah ditemukan sumbernya, perlu juga dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencarianak

lain di sekitarnya yang mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin.

Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak di sekitarnya atau yang

kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan

tersebut dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yaitu tuberculin.8

Aktif. Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang tanda-tanda

penyakit dan cara pengobatannya. Kader kesehatan/posyandu, kader dasa wisma dan kader

lainnya diharapkan dapat membantu menemukan penderita.1

Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas; terutama dengan adanya Bidan desa

diharapkan penemuan penderita secara aktif dapat ditingkatkan.1

Pasif. Penderita yang secara sukarela berkujung ke Puskesmas, RS dan BP4 (Balai

Pemberantasan Penyakit Paru-paru). Kriteria tersangka penderita: terlah berumur lebih dari

15 tahun dengan salah satu gejala sebagai berikut: Batuk lebih dari 4 minggu, batuk berdarah,

nyeri dada, sesak nafas.1

14

Page 15: blok 26 dv

Pencegahan

Primer (sebelum sakit)

Tujuan: Untuk mempertinggi nilai kesehatan (health promotion), dan untuk memberikan

perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection).5

Pencegahan primer untuk kasus TB dapat diberikan dengan cara:

Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahayanya, cara

penularannya, serta usaha-usaha pencegahannya.5

Beberapa contoh pendidikan kesehatan yang dapat diberi, yaitu:

- Sinar matahari langsung membunuh TB dalam waktu 5 menit. Maka,

memanfaatkan sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan di

daerah tropis (tetapi kuman-kuman dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di

tempat gelap: mungkin banyak penularan terjadi di rumah atau gubuk yang gelap).

- Sodium hipoklorit (1%) melarutkan dahak dan membunuh TB dengan cepat,

tetapi harus digunakan di wadah gelas, karena bahan tersebut dapat merusak

logam. Bahan ini juga memutihkan/memudarkan warna bila terkena bahan

berwarna. Tambahkan hipoklorit dua kali volume dahak. (TB dapat bertahan

selama beberapa jam dalam fenol 5%).

- Panas: TB dimusnahkan dalam waktu 20 menit pada suhu 60oC dan dalam 5 menit

pada suhu 70oC.

- Tisu harus dibakar selekas mungkin sesudah digunakan.

- Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan-bahan seperti

selimut, wol, katun, dsb.

Kesehatan Lingkungan. Tujuannya ialah mengurangi risiko dari dahak pasien infeksius

yang belum terdiagnosis. Terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dicapai di Negara-

negara miskin, tetapi yang berikut ini mungkin dapat menolong:4

- Sedapat mungkin hindari kerumunan orang banyak yang terlalu padat (sekaligus dapat

juga mengurangi penyakit pernapasan lain yang dapat menular, seperti pneumonia pada

bayi).

- Tingkatkan ventilasi di rumah.

15

Page 16: blok 26 dv

- Ajaklah agar setiap orang berpendapat bahwa meludah adalah suatu kebiasaan yang

menjijikan yang tidak dapat diterima. Ajarkanlah bahwa meludah menyebarkan

penyakit.4

Rumah Sehat. Di Indonesia, terdapat suatu criteria untuk rumah sehat sederhana (RSS),

yaitu:

1. Luas tanah antara 60-90 meter persegi.

2. Luas bangunan antara 21-36 meter persegi.

3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur.

4. Berdinding batu bata dan diplester.

5. Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek.

6. Memiliki sumur atau air PAM

7. Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt.

8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor.

Selain kriteria-kriteria di atas, terdapat factor-faktor kebutuhan yang perlu diperhatikan dan

dipenuhi, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari bahaya kecelakaan

atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.9

Kebutuhan Fisiologis

1. Suhu ruangan. Suhu ruangan dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya

tetap berkisar 18-20oC.

2. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam

hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruang diupayakan

mendapat sinar matahari terutama di pagi hari.

3. Ventilasi udara. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap

segar 9cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki

jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas

lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas

jika jendela dan pintu dibuka.

4. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah

penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama di dalam satu rumah atau sekitar 5

m2 per orang.9

16

Page 17: blok 26 dv

Kebutuhan Psikologis

1. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan

sehingga rumah tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

2. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal di

ruamh tersebut.

3. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki

ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

4. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.9

Bahaya Kecelakaan atau kebakaran. Ditinjau dari factor bahaya kecelakaan ataupun

kebakaran, rumah yang sehat dan aman dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya tersebut.9

Lngkungan

1. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun

2. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.

3. Dapat mencegah terjadinya perkembangbiakkan vector penyakit, seperti nyamuk,

lalat, tikus dan sebagainya.

4. Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (mis., kawasan industry) dengan jarak

minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt)

dan bebas banjir.9

Vaksin BCG. BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan

virulensinya. (basil ini berasal dari suatu strain bovin yang dibiakkan selama beberapa tahun

dalam laboratorium). BCG merangsang kekebalan, meningkatkan daya tahan tubuh tanpa

menyebabkan kerusakan. Sesudah vaksinasi BCG. TB kebanyakan dapat memasuki tubuh,

tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan

atau membunuh kuman-kuman tersebut.4

Percobaan-percobaan terkontrol di beberapa Negara Barat, dengan sebagian besar anak

bergizi cukup, menunjukan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan terhadap

tuberculosis selama 15 tahun sebelum infeksi pertama kali (yakni kepada anak-anak dengan

tuberculin negative).4

Dosis normal adalah 0,005 ml untuk neonates dan bayi di bawah 1 tahun dan 0,1 ml untuk

anak yang lebih besar dan orang dewasa.4

17

Page 18: blok 26 dv

Satgas imunisasi IDAI merekomendasikan pemberian BCG pada bayi ≤ 2 bulan. Pemberian

BCG setelah usia 1 bulan lebih baik. Bayi yang diduga mempunyai kontak erat dengan pasien

TB aktif, atau yang akan diimunisasi pada usia ≥ 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberculin

terlebih dahulu. BCG sebaiknya diberikan di region lengan kanan-atas pada daerah insersio

M. deltoideus kanan. Vaksin BCG tidak perlu diulang sebagai booster, demikian juga bila

tidak terbentuk parut. Tidak ada bukti bahwa vaksinasi ulangan BCG memberikan proteksi

tambahan.8

Kemoprofilaksis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan

kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya

infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi menjadi

sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari

dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB

menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum belum terinfeksi (uji tuberculin

negative). Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum

sakit, ditandai dengan uji tuberculin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak

semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam

kelompok risiko tinggi untuk menjadi sakit TB, yaitu anak-anak dengan imunokompromais.8

Gizi. Tuberkulosis dan kurang gizi sering ditemukan secara bersamaan. Infeksi tuberculosis

menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh; kekurangan makan

meningkatkan risiko infeksi dan kemudian penyebaran penyakit tuberculosis.4

Anak yang sakit sangat berat dan kurang gizi mungkin menolak untuk makan. Berikan

makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. Tuba nasogastrik mungkin perlu diasang sampai

nafsu makan pulih. Pada awalnya susu (susu sapi, kambung, susu kering atau yang diuapkan)

dapat digunakan, dengan menambahkan gula (50g atau 10 sendok teh per liter). Pada kasus

berat, diberikan setengah porsi pemberian makanan setiap 2 jam untuk mengurangi risiko

diare. Lanjutkan selama kira-kira 3 hari, lalu dapat disambung dengan pemberian susu

(makanan cair) berenergi tinggi.4

Anak yang sakit dan kurang gizi mudah dapat mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu

rendah). Hipotermia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan lalu dapat menurunkan

kekebalan tubuh. Pastikan bahwa anak tersebut dirawat di tempat yang hangat.4

18

Page 19: blok 26 dv

Pada anak-anak dengan keadaan seperti di atas, beri preparat multivitamin setiap harinya.

Juga berikan satu dosis 200.000 unit vitamin A dalam minyak secaraoral pada suatu

kesempatan untuk mencegah komplikasi pada mata. UNICEF membagikan K-Mix 2 untuk

penanganan kurang energy protein (KEP) – 100 g K-mix 2 dan 50 g (58 ml) minyak sayur

ditambahkan pada 1 liter air secara perlahan-lahan sambil mengaduknya dengan baik.4

Saat nafsu makan anak tersebut pulih, mulailah memperkenalkan makanan setempat yang

biasa untuk menggantikan susu energy tinggi.4

Sekunder

Tujuan: mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan

pengobatan yang tepat dan segera. (Early Diagnosis and Prompt Treatment).5

Tersier

Tujuan: pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan

bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation), rehabilisasi

(Rehabilitation).5

Follow Up

Pemeriksaan ulang dahak dilakukan setelah pengobatan awal bulan ke 4 dan selesai

pengobatan awal bulan ke-6. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.1

Bila hasil pemeriksaan ulang dahak mendapat BTA (-) maka penderita dinyatakan sembuh,

tetapi bula pada akhir pengobatan masih BTA (+) maka pengobatan dilanjutkan selama 3

bulan lagi (secara intermiten) daam waktu maksimal 9 bulan.1

I. Penelitian

Usulan penelitian

Bila peneliti telah menetapkann untuk melakukan penelitian, maka sebelum

melaksanakannya ia harus membuat rancangan penelitian. Rancangan penelitian

tertulis yang bersifat formal dinamakan sebagai usulan penelitian (research proposal,

study protocol). Usulan penelitian mungkin dapat diperlukan oleh (calon) peneliti

untuk memenuhi persyaratan pendidikan, untuk memperoleh persetujuan penelitian

19

Page 20: blok 26 dv

dari institut tempat penelitian akan dilakukan, atau untuk permintaan dana. Namun

secara esensial usulan penelitian dumaksudkan sebagai penuntun sebagai sebagai

peneliti dalam seluruh rangkaian proses penelitian. Usulan penelitian yang baik akan

mempermudah peneliti dalam melaksanakan seluruh proses penelitian.

Sistematika usulan penelitian sangat bervariasi dari lembaga yang satu

kelembaga yang lain, meski substansinya sama. Calon peneliti, khususnya yang akan

mengajukan permintaan dana penelitian kepada penyandang dana, harus menuliskan

usulan dengan format seperti yang dikehendaki oleh lembaga tersebut. Suatu usulan

penelitian dengan materi serta sistematika yang baik menurut suatu lembaga, belum

tentu di anggap baik oleh lembaga yang lain. Oleh karena itulah tidak jarang suatu

usulan untuk mengajukan permintaan dana penelitian tidak disetujui oleh penyandang

dana hanya karena format usulan yang di ajukan tidak sesuai dengan format yang

dikehendaki oleh lembaga tersebut.

Meskipun setiap usulan penelitian penting, namun nilai usulan penelitian

terutama terletak dalam bab pendahuluan khususnya pada latar belakang masalah,

karena ia merupakan dasar utama suatu usulan. Pada bagian ini peneliti harus dapat

memperlihatkan pemahaman serta pengetahuannya mengenai substansi penelitian yang

dirancang, merumuskan alasan mengapa penelitian harus digunakan, dan garis besar

bagaimana penelitian akan dilaksanakan. Bagian-bagian selanjutnya pada dasarnya

merupakan konsekuensi logis dari uraian yang telah dikemukakan dalam latar

belakang masalah tersebut.

Sistematika usulan penelitian

Judul

I. Pendahuluan

o Latar belakang

o Rumusan masalah

o Hipotesis

o Tujuan

o Manfaat

II. Tinjauan pustaka

20

Page 21: blok 26 dv

Kerangka konsep

III. Metodologi

o Desain

o Tempat dan waktu

o Populasi dan sampel

o Kriteria inklusi dan ekslusi

o Besar sampel

o Cara kerja

o Idntifikasi variabel

o Rencana manajemen dan analisi data

o Definisi operasional

o Masalah etika

IV. Daftar pustaka

V. Lampiran10

Pelaksanaan penelitian

1) Pengumpulan data

Salah satu kegiatan penelitian adalah pengumpulan data. Kegiatan

pengumpulan data dilakukan dengan teknik tertentu dan menggunakan alat

tertentu yang sering disebut instrumen penelitian. Data yang diperoleh dari

proses tersebut kemudian dihimpun, ditata, dianalisis untuk menjadi informasi

yang dapat menjelaskan suatu fenomena atau keterkaitan antara fenomena.

Klasifikasi Data

Data dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat, sumber, dan juga skala

pengukurannya.

a. Berdasarkan sifatnya :

1) data kuantitatif : data yang berupa angka-angka

2) data kualitatif : data yang berupa kata-kata atau pernyataan

pernyataan

b. Berdasarkan sumbernya :

21

Page 22: blok 26 dv

1) data primer, adalah data yang diperoleh langsung pihak yang

diperlukan datanya.

2) data sekunder, merupakan data yang tidak diperoleh langsung

dari pihak yang diperlukan datanya.

c. Berdasarkan skala pengukurannya

Data yang merupakan hasil pengukuran variabel memiliki jenis

skala pengukuran sebagaimana yang terdapat pada variabel.

Dengan demikian berdasarkan tinjauan ini, data dapat dibedakan

menjadi :

1) data nominal

2) data ordinal

3) data interval

4) data rasio

Secara garis besar teknik pengumpulan data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik tes

dan nontes.

1. Teknik Tes

a. Pengertian teknik tes

Teknik tes adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan serentetan

soal atau tugas serta alat lainnya kepada subjek yang diperlukan datanya.

Pengumpulan data dengan menggunakan teknik tes dapat disebut sebagai pengukuran

(measurement). Teknik semacam ini banyak digunakan dalam penelitian kuantitatif.

b. Jenis-jenis instrumen untuk teknik tes

Ditinjau berdasarkan sasaran atau objek yang diukur, instrument untukteknik tes dapat

dibedakan menjadi sebagai berikut .

1) Tes hasil belajar (achievement test)

2) Tes kepribadian (personality test)

3) Tes bakat (aptitude test)

4) Tes inteligensi (intelligence test)

5) Tes sikap (attitude test)

6) Tes minat (interest test)

2. Teknik Nontes

22

Page 23: blok 26 dv

Pengumpulan data penelitian dapat pula dilakukan dengan teknik non tes,yaitu dengan tidak

memberikan soal-soal atau tugas-tugas kepada subjek yang diperlukan datanya. Dalam teknik

non tes, data dari subjek penelitian dikumpulkan dengan :

a. wawancara;

b. kuesioner;

c. observasi;

d. pencatatan dokumen.

Instrumen untuk teknik tersebut pada penelitian kuantitatif adalah :pedoman wawancara,

kuesioner atau angket, pedoman observasi, tabeltabel,kolom-kolom, ataupun alat rekam

elektronik yang dapat dipakai untuk menyimpan data. Sedangkan pada penelitian kualitatif di

samping instrument tersebut di atas peneliti juga merupakan instrumen.11

Validitas dan Reliabilitas

Dalam penelitian ini, validitas dan reliabilitas alat ukur banyak mengalami perubahan pada

kalimatnya sehingga perlu di uji validitas dan reliabilitas kembali agar instrumen ini valid

dan reliabel.

1. Uji validitas

Validitas instrumen dilakukan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan kecermatan alat ukur

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Setelah instrumen diuji coba kepada responden

kemudian dihitung korelasinya untuk mengetahui pertanyaan dalam kuisioner tersebut valid

atau tidak menggunakan rumus korelasi Product Momment.

Rumusnya sebagai berikut:

Keterangan:

r = korelasi product momment

n = jumlah responden

x = skor variabel x

23

Page 24: blok 26 dv

y = skor variabel y

xy = skor variabel x dikalikan skor variabel y

Σ = jumlah

Keputusan uji:

Jika r ≥ r tabel, berarti item pertanyaan adalah valid

Jika r ≤ r tabel, berarti item pertanyaan adalah tidak valid

2. Realibilitas

Reliabilitas suatu instrumen menggambarkan stabilitas dan konsistensi suatu instrumen dalam

suatu konteks yang diberikan.Setelah melakukan validitas, maka perlu mengukur reliabilitas

data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Pada penelitian ini untuk mengetahui

reliabilitas dari instrumen, dengan menggunakan rumus alpha-Cronbach.

Reliabilitas pertanyaan dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan analisis alpha-

Cronbach yang dapat digunakan baik untuk instrumen yang jawabannya berskala maupun

yang bersifat dikotomis (hanya mengenal dua jawaban yaitu benar dan salah).

Desain penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang di susun sedemikian rupa sehingga

peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitiannya. Desain penelitian

mempunyai 2 kegunaan.

1. Merupakan sarana bagi peneliti guna memperoleh jawaban atas pertanyaan peniliti

2. Merupakan alat untuk mengontrol atau mengendalikan perbagai variabel yang

mempengaruhi pada suatu penelitian.

24

Page 25: blok 26 dv

Pembagian yang sangat sering digunakan orang adalah pembagian desain menjadi penelitian

deskriptik, analitik. Pembagian ini seringkali menimbulkan kerancuan oleh karena sering

disalah tafsirkan , yaitu disebut sebagai penelitian deskriptif tetapi dalam pelaksanaanya

dilakukan analisis data.. arti sebenarnya dalam pembagian kedua jenis penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Penelitian deskriptif

Penelitian yang bertujuan melakukan deskriptif mengenai fenomena yang ditemukan baik

berupa faktor resiko, efek atau hasil. Peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan

mengapa fenomena tersebut terjadi. Oleh karena itu tidak ada hipotesis.

Penelitian analitik

Peneliti mencoba mencari hubungan antar variabel. Dilakukan analisis sehingga perlu

hipotesis.

Data yang dikumpulkan pada penelitian deskriptif sering dipakai untuk atau dilanjutkan

dengan penelitian analitik.

Desain penelitian analitik observasional pada umumnya dibagi 3:

1. penelitian cross sectional

2. penelitian kasus kontrol

3. penelitian kohort

Pembagian tersebut berdasarkan pada ada atau tidaknya intervensi ataupun manipulasi yang

dilakukan oleh peneliti terhadap objek penelitian. Pada studi eksperimental peneliti

melakukan manipulasi terhadap satu atau lebih variabel subjek penelitian kemudian

mempelajari efek perlakuan tersebut. Sedangkan pada studi observasional ia melakukan

pengamatan atau pengukuran terhadap pelbagai variabel subjek penelitian menurut keadaan

alamiah tanpa manivulasi atau intervensi.

Untuk memperoleh sampel penelitian yang representatif telah dikembangkan banyak teknik

sampling. Desain sampel terdiri dari dua yaitu:

a. Desain Probabilitas (sampel probabilitas), artinya bahwa setiap sampel dipilih berdasarkan

prosedur seleksi dan memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Jenis desain sampel

probabilitas: ‐ Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling) ‐ Sampel Sistematis (Systematic Sampling)

25

Page 26: blok 26 dv

‐ Sampel Stratifikasi (Stratified Sampling) ‐ Sampel Kluster (Cluster Sampling) ‐ Sampel Daerah Multitahap (Multistage Area Sampling)

b. Desain Sampel Nonprobabilitas (Nonprobability Sampling), artinya setiap sampel dipilih

oleh peneliti secara arbitrer dan probabilitas masing‐masing

- Consecutif

- Convenience. Peneliti menggunakan sampel yang paling sederhana atau ekonomis.

- Judgement. Peneliti berpengalaman dalam memilih sampel untuk memenuhi

tujuannya, seperti menyakinkan bahwa semua populasi mempunyai karakteristik

tertentu.

Uji hipotesis

Data yang diamati dari suatu survei, selain diperlukan untuk menduga suatu parameter, juga

diperlukan untuk menguji berlakunya suatu anggapan tertentu mengenai parameter itu.

Pengujian dimulai dengan menerima suatu anggapan tertentu sebagai hal yang

benar.Anggapan yang digunakan sebagai landasan kerja selanjutnya dan dinamakan Hipotesis

Nol (H0). Jika anggapan ini berdasarkan data-data pengamatan dapat diterima kebenarannya,

maka dianggap sebagai suatu kenyataan. Kalau data yang diperoleh tidak menyokong

pendapat ini, maka diterimalah suatu anggapan lain yang merupakan tandingan dari H0

sebagai kenyataan. Anggapan tandingan ini dinamakan Hipotesis Satu (H1). Hipotesis satu

seringkali disebut juga dengan Hipotesis Tandingan atau Hipotesis Alternatif.

Penentuan hipotesis mana yang akan diterima, ditentukan dalam bentuk sokongan yang

diwujudkan oleh data yang terkumpul. Dalam pemilihan salah satu hipotesis sebagai

anggapan yang berlaku, hanyalah dapat dilakukan dengan pernyataan berapa besarnya

peluang bahwa hipotesis itu benar.

Jenis Kesalahan (Type of Error)

26

Page 27: blok 26 dv

Ada dua macam jenis kesalahan yang mungkin timbul dari pengujian hipotesis secara

statistik.

1. Kesalahan Jenis Pertama, ialah kesalahan yang mungkin timbul karena HO yang ditolak

sesungguhnya benar. Peluang timbulnya salah jenis pertama ini dilambangkan dengan α atau

P(tolak H0|H0benar) = α

2. Kesalahan Jenis Kedua, ialah kesalahan yang mungkin dibuat, karena kita telah menerima

berlakunya suatu H0 yang sesungguhnya tidak benar. Peluang untuk membuat salah jenis

kedua ini dilambangkan dengan β atau P(terima H0|H0 salah) = β

Antara keadaan kebenaran berbagai hipotesis yang disusun dan tindakan-tindakan yang

mungkin diambil berdasarkan perbandingan

data yang terkumpul terhadap kriteria pengujian, serta akibat dan peluang terjadinya, dapat

disimpulkan adanya hubungan sebagai berikut:

Tabel 1. Jenis Kesalahan berdasarkan Hipotesis dan Keputusan

Keputusan Hipotesis H0benar Hipotesis H0salah

Terima H0 Tindakan yang

benar (1 -α)

Kesalahan jenis

kedua (β)

Tolak H0 Kesalahan jenis

pertama (α)

Tindakan yang

benar (1 -β)

Usaha untuk mengecilkan peluang timbulnya salah satu jenis kesalahan ini, selalu diiringi

dengan pembesaran nilai peluang kesalahan jenis yang lain. Kedua jenis kesalahan ini bisa

diperkecil kalau ukuran sampel (n) diperbesar.

27

Page 28: blok 26 dv

Dalam praktek penetapan peluang timbulnya kesalahan jenis pertama,

biasanya ditentukan disekitar nilai α=0,05 atau α=0,01. Apabila α=0,05 maka dikatakan

bahwa taraf nyata pengujiannya5% dan seterusnya.

Nilai β biasanya sangat sulit ditentukan karena penyebaran hipotesis tandingan tidak

diketahui. Jika kesalahan jenis kedua tidak diketahui, maka penerimaan H0 sebagai suatu

kebenaran, mengandung kesalahan yang tidak diketahui berapa besar peluangnya.Oleh

karena itu, orang enggan mengatakan menerima kebenaran H0, dan lebih menyukai

mengatakan data tidak mendukung untuk menolak H0. 3

Uji statistik

Statistik Parametrik

Statistik Parametrik yaitu ilmu statistik yang mempertimbangkan jenis sebaran atau

distribusi data, yaitu apakah data menyebar secara normal atau tidak. Dengan kata lain, data

yang akan dianalisis menggunakan statistik parametrik harus memenuhi asumsi normalitas.

Pada umumnya, jika data tidak menyebar normal, maka data seharusnya dikerjakan dengan

metode statistik non-parametrik, atau setidak-tidaknya dilakukan transformasi terlebih dahulu

agar data mengikuti sebaran normal, sehingga bisa dikerjakan dengan statistik parametrik. 

Contoh metode statistik parametrik :

a. Uji-z (1 atau 2 sampel)

b. Uji-t (1 atau 2 sampel)

c. Korelasi pearson,

d. Anova

Ciri-ciri statistik parametrik :

- Data dengan skala interval dan rasio

- Data menyebar/berdistribusi normal

28

Page 29: blok 26 dv

Keunggulan dan kelemahan statistik parametrik

Keunggulan :

1.Syarat syarat parameter dari suatu populasi yang menjadi sampel biasanya tidak diuji dan

dianggap memenuhi syarat, pengukuran terhadap data dilakukan dengan kuat.

2. Observasi bebas satu sama lain dan ditarik dari populasi yang berdistribusi normal serta

memiliki varian yang homogen.

Kelemahan :

1. Populasi harus memiliki varian yang sama.

2. Variabel-variabel yang diteliti harus dapat diukur setidaknya dalam skala interval.

3. Dalam analisis varian ditambahkan persyaratan rata-rata dari populasi harus normal dan

bervarian sama, dan harus merupakan kombinasi linear dari efek-efek yang ditimbulkan.

Uji ini digunakan untuk mengetahui perbedaan mean (rerata) populasi atau penelitian

terdahulu dengan mean data sampel penelitian.

Langkah-langkah pengujian.

1. HIPOTESIS

Ho = 20 ( tidak ada perbedaan)

Ha ≠ 20 ( ada perbedaan)

2. STATISTIK UJI

Uji t satu sampel

KETERANGAN :

x = rata-rata sampel

29

Page 30: blok 26 dv

μ = rata-rata populasi/penelitian terdahulu

S = Standar Deviasi

n = jumlah (banyaknya) sampel

3. KEPUTUSAN STATISTIK

Nilai P pada tabel (< 0,025) yang berarti kurang dari nilai α = 0,05, maka Ho dapat kita

ditolak

UJI T DEPENDEN BERPASANGAN

Uji ini untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang dependen.

Misalnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan berat badan

sebelum mengikuti proram diet dan berat badan setelah mengikuti program diet.

Sama seperti uji T independen, uji T dependen memiliki asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Datanya berdistribusi normal.

2. Kedua kelompok data dependen (berpasangan)

3. variabel yangdihubungkan berbentuk numerik dan kategorik (dengan hanya 2

kelompok).

Rumus yang digunakan, sebagai berikut :

KETERANGAN :

δ = rata-rata deviasi (selisih sampel sebelum dan sampel sesudah)

SDδ = Standar deviasi dari δ (selisih sampel sebelum dan sampel sesudah)

n = banyaknya sampel

DF = n-1

30

Page 31: blok 26 dv

Uji Paired sample t-test

Digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan (paired).

Sampel berpasangan adalah sebuah kelompok sampel dengan subyek yang sama namun

mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang berbeda .

UJI T INDEPENDEN

Uji ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata duapopulasi/kelompok data yang independen.

UJI Z

Uji Z adalah salah satu uji statistika yang pengujian hipotesisnya didekati dengan distribusi

normal. Menurut teori limit terpusat, data dengan ukuran sampel yang besar akan

berdistribusi normal.Oleh karena itu, uji Z dapat digunakan utuk menguji data yang

sampelnya berukuran besar.Jumlah sampel 30 atau lebih dianggap sampel berukuran

besar.Selain itu, uji Z ini

dipakai untuk menganalisis data yang varians populasinya diketahui.Namun, bila varians

populasi tidak diketahui, maka varians dari sampel dapat digunakan sebagai penggantinya.

Kriteria Penggunaan uji Z

1. Data berdistribusi normal

2. Variance (σ2) diketahui

3. Ukuran sampel (n) besar, ≥ 30

4. Digunakan hanya untuk membandingkan 2 buah observasi.

Hipotesis

H0 := μ (sama dengan yang dinyatakan)

HA :≠ μ (tidak sama dengan yang dinyatakan)

Kriteria Pengambilan Kesimpulan

Jika |Zhit|< |Ztabel|, maka terima H0

31

Page 32: blok 26 dv

Jika |Zhit|≥ |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA

2. Uji Z satu pihak

Hipotesis

H0 :=(rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet sama dengan padi

yang dipupuk dengan urea butiran)

HA :>(rata-rata hasil gabah padi yang dipupuk dengan pupuk urea tablet lebih tinggi dari padi

yang dipupuk dengan urea butiran)

Kriteria Pengambilan Kesimpulan

Jika |Zhit|< |Ztabel|, maka terima H0

Jika |Zhit|≥ |Ztabel|, maka tolak H0 alias terima HA

Anova

Uji Anova pada prinsipnya adalah melakukan analisis variabilitas data menjadi dua sumber

variasi yaitu variasi didalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila

variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian mendekati angka satu),

maka berarti tidak ada perbedaan efek dari intervensi yang dilakukan, dengan kata lain nilai

mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan. Sebaliknya bila variasi antar kelompok lebih

besar dari variasi didalam kelompok, artinya intervensi tersebut memberikan efek yang

berbeda, dengan kata lain nilai mean yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.

Rumus uji Anova adalah sebagai berikut :

DF = Numerator (pembilang) = k-1,Denomirator (penyebut) = n-k

Dimana varian between :

32

Page 33: blok 26 dv

Dimana rata-rata gabungannya :

Sementara varian within :

KETERANGAN :

Sb = varian between

Sw = varian within

Sn2 = varian kelompok

X = rata-rata gabungan

Xn = rata-rata kelompok

Nn = banyaknya sampel pada kelompok

k = banyaknya kelompok -

Statistika Non Parametrik

Statistik Non-Parametrik, yaitu statistik bebas sebaran (tidak mensyaratkan bentuk

sebaran parameter populasi, baik normal atau tidak). Selain itu, statistik non-parametrik

biasanya menggunakan skala pengukuran sosial, yakni nominal dan ordinal yang umumnya

tidak berdistribusi normal.

33

Page 34: blok 26 dv

Contoh metode statistik non-parametrik :

a. Uji tanda (sign test)

b. Rank sum test (wilcoxon)

c. Rank correlation test (spearman)

d. Fisher probability exact test.

e. Chi-square test, dll

Ciri-ciri statistik non-parametrik :

- Data tidak berdistribusi normal

- Umumnya data berskala nominal dan ordinal

- Umumnya dilakukan pada penelitian sosial

- Umumnya jumlah sampel kecil.

Keunggulan dan kelemahan statistik non-parametrik : 

Keunggulan :

1. Tidak membutuhkan asumsi normalitas.

2. Secara umum metode statistik non-parametrik lebih mudah dikerjakan dan lebih mudah

dimengerti jika dibandingkan dengan statistik parametrik  karena ststistika non-parametrik

tidak membutuhkan perhitungan matematik yang rumit seperti halnya statistik parametrik.

3. Statistik non-parametrik dapat digantikan data numerik (nominal) dengan jenjang (ordinal).

4. Kadang-kadang pada statistik non-parametrik tidak dibutuhkan urutan atau jenjang secara

formal karena sering dijumpai hasil pengamatan yang dinyatakan dalam data kualitatif.

5. Pengujian hipotesis pada statistik non-parametrik dilakukan secara langsung pada

pengamatan yang nyata.

6. Walaupun pada statistik non-parametrik tidak terikat pada distribusi normal populasi,

tetapi dapat digunakan pada populasi berdistribusi normal.

34

Page 35: blok 26 dv

Kelemahan :

1. Statistik non-parametrik terkadang mengabaikan beberapa informasi tertentu.

2. Hasil pengujian hipotesis dengan statistik non-parametrik tidak setajam statistik

parametrik.

3. Hasil statistik non-parametrik tidak dapat diekstrapolasikan ke populasi studi seperti pada

statistik parametrik. Hal ini dikarenakan statistik non-parametrik mendekati eksperimen

dengan sampel kecil dan umumnya membandingkan dua kelompok tertentu. 4

SPSS for WINDOWS

SPSS (Statistical Package for Social Science) adalah salah satu dari sekian banyak

program aplikasi komputer untuk menganalisis data statistik. Selain SPSS,program

aplikasi yang banyak digunakan untuk menganalisis data statistik adalah minitab,SAS,

Systat, megastat, dll.SPSS dengan operasi windows banyak membantu mempermudah

pengoperasian antarprogram pengolah data maupun membantu mempermudah dalam

program pengolah kata(misalnya melakukan pengeditan hasil printout computer ke

program Ms. Word secaralangsung). SPSS for windows ini memiliki fleksibilitas yang

baik karena selain dapat membantu memecahkan persoalan di bidang ilmu sosial juga

dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan di luar bidang ilmu sosial.4

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 - 0,199

0,20 - 0,399

0,40 - 0,599

0,60 - 0,799

0,80 - 1,000

Sangat rendah

Rendah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

laporan penelitian

Laporan penelitian adalah informasi yang disampaikan secara tertulis atau lisan dengan

tujuan untuk mengkomunikasikan kesimpulan hasil atau temuan penelitian dan

rekomendasi yang diperlukan. Format laporan penelitian (kepada manajemen, public, atau

35

Page 36: blok 26 dv

pihak tertentu) tergantung pada tujuan penyusunan laporan. Laporan penelitian disusun

berdasarkan suatu tujuan yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN

Berdasarkan tujuannya, penelitian dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Penelitian dasar (basic research)

Tujuan penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu yang umumnya dilakukan

di lingkungan akademik (perguruan tinggi).

2. Penelitian terapan (applied research)

Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk pemecahan masalah

praktis yang dihadapi oleh institusi atau organisasi tertentu yang umumnya dilakukan

dilingkungan pemerintah atau bisnis.

Inisiatif dan biaya penelitian berasal dari organisasi yang mempunyai masalah

yang memerlukan penelitian untuk memecahkannya. Format penyusunan laporan

penelitian dapat berasal dari organisasi sponsor atau lembaga penelitian yang

mengerjakan proyek penelitian.

Pegangan Pokok Menjelang Persiapan Penulisan Laporan Penelitian Komprehensif

1. Laporan harus menjelaskan keseluruhan proses dan pengalaman penelitian

2. Sedapat mungkin, laporan memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan pembaca sasaran

3. Yakinkan bahwa laporan mengkomunisasikan apa saja yang terjadi selama proses penelitian

4. Pengalaman dan temuan penelitian sebaiknya terpelihara utuh dan terjaga meskipun awalnya menunjukkan hasil kurang relevan

5. Laporan sebaiknya menjelaskan baik keberhasilan, keterbatasan, maupun kegagalan

6. Merupakan tindakan efisien jika sebelumnya dibuat garis besar naskah laporan dan dilanjutkan dengan naskah laporan lebih rinci

7. Laporan sebaiknya disusun dalam bab, bagian, dan sub bagian dengan judul – judul yang sesuai dan relevan

SASARAN PEMBACA LAPORAN (TARGET AUDIENCE)

36

Page 37: blok 26 dv

1) Masyarakat Akademik

2) Sponsor Penelitian

3) Masyarakat Umum12

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF DAN ANALITIK

Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan determinan penyakit pada populasi. Studi

epidemiologi dibedakan menjadi dua kategori: (1) epidemiologi deskriptif; dan (2)

epidemiologi analitik.

Epidemiologi deskriptif. Epidemiologi deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada

populasi, berdasarkan karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,

kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya, serta waktu. Epidemiologi

deskriptif juga dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan alamiah penyakit. Tujuan

epidemiologi deskriptif: (1) Memberikan informasi tentang distribusi penyakit, besarnya

beban penyakit (disease burden), dan kecenderungan (trend) penyakit pada populasi, yang

37

Studi epidemiologi

Studi deskriptif Studi analitik

Case report Case series

Cross sectional

Observasional Eksperimental

Time series Studi ekologis

Cross Kasus kontrol Kohor

Eksperimen kuasi RCT

Page 38: blok 26 dv

berguna dalam perencanaan dan alokasi sumber daya untuk intervensi kesehatan; (2)

Memberikan pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit; (3) Meru-muskan hipotesis

tentang paparan sebagai faktor risiko/ kausa penyakit.

Case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang

berguna untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan

prognosis kasus. Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik. Tetapi desain

studi ini lemah untuk memberi-kan bukti kausal, sebab pada case series tidak dilakukan

perbandingan kasus dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk merumuskan

hipotesis yang akan diuji dengan desain studi analitik.

Case report (laporan kasus) merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan

manifestasi klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case report mendeskripsikan cara

klinisi mendiagnosis dan memberi terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain

tidak terdapat kasus pembanding, hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis

yang lebar dari sebuah kasus, sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan

bukti empiris tentang gambaran klinis penyakit.

Studi potong-lintang (cross-sectional study, studi prevalensi, survei) berguna untuk

mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data

yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-lintang

dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang

dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena

tidak dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.

Epidemiologi analitik. Epidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir

(mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit. Tujuan

epidemiologi analitik: (1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan

penyakit, (2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus; (3) Menentukan

efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi.

Dua asumsi melatari epidemiologi analitik. Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada

populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh

faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif. Kedua, faktor risiko atau kausa

tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penyakit pada level

individu dan populasi.

Peran peneliti dalam memberikan intervensi

38

Page 39: blok 26 dv

Berdasarkan peran peneliti dalam memberikan intervensi, studi epidemiologi dibedakan

menjadi dua kategori: (1) studi observasional; dan (2) studi ekspe-rimental. .

Studi observasional. Dengan studi observasional peneliti tidak sengaja memberikan

intervensi, melainkan hanya mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung,

dan menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel pada kondisi yang

alami. Studi observasional mencakup studi kohor, studi kasus kontrol, dan studi potong-

lintang.

Agar diperoleh kesimpulan yang benar secara internal (validitas internal) tentang hubungan/

pengaruh variabel, maka peneliti harus mengontrol bias dan kerancuan (confounding).

Peneliti harus menghindari bias dalam memilih subjek penelitian (bias seleksi) dan bias

dalam mengukur variabel (bias informasi, bias pengukuran).

Kerancuan dapat dicegah pada tahap desain penelitian, yaitu (1) restriksi; (2) pencocokan,

atau dikontrol pada tahap analisis data, yaitu (1) analisis berstrata, dan (2) analisis

multivariat.

Eksperimen. Dengan studi eksperimental, peneliti meneliti efek intervensi dengan cara

memberikan berbagai level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek dari

berbagai level intervensi itu. Kelompok subjek yang mendapatkan intervensi disebut

kelompok eksperimental (kelompok intervensi). Kelompok subjek yang tidak mendapatkan

intervensi atau mendapatkan inter-vensi lain disebut kelompok kontrol. Kelompok kontrol

mendapatkan intervensi kosong (plasebo, sham treatment), intervensi lama (standar), atau

intervensi dengan level/ dosis yang berbeda.

Dalam eksperimen, peneliti mengontrol kondisi penelitian untuk meningkatkan validitas

internal, yaitu agar kesimpulan yang ditarik tentang efek intervensi memang merupakan efek

yang sesungguhnya dari intervensi tersebut. Terdapat lima cara mengontrol kondisi

penelitian: (1) Memberikan gradasi intervensi yang berbeda; (2) Melakukan randomisasi; (3)

Melakukan restriksi; (4) Melakukan “pembutaan” (blinding); dan (5) Melakukan “intention-

to-treat analysis”.

Pertama, peneliti memberikan berbagai level intervensi kepada subjek penelitian agar dapat

mempelajari efek dari pemberian berbagai level intervensi itu. Pendekatan ini merupakan

implementasi metodologis inferensi kausal dalam kriteria kausasi Hill yang disebut “dose-

response relationship” (hubungan dosis-respons). Jika perubahan level intervensi/ paparan

faktor diikuti oleh perubahan efek intervensi secara proporsional menurut level intervensi,

maka temuan itu menguatkan kesimpulan hubungan kausal.

39

Page 40: blok 26 dv

Kedua, peneliti menerapkan prosedur randomisasi dalam mengaloka-sikan (menempatkan)

subjek penelitian ke dalam kelompok eksperimental dan kelompok kontrol. Dengan prosedur

random maka hanya faktor peluang (chance) yang menentukan subjek penelitian akan terpilih

ke dalam kelompok eksperimental atau kelompok kontrol, bukan kemauan subjektif peneliti.

Rando-misasi menyebarkan faktor-faktor perancu yang diketahui maupun tidak diketahui

oleh peneliti secara ekuivalen ke dalam kelompok-kelompok studi. Dengan demikian

randomisasi mengeliminasi atau mengurangi pengaruh faktor perancu. Kondisi itu merupakan

karakteristik randomized controlled trial (RCT). Karena distribusi faktor perancu telah dibuat

sebanding antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol pada posisi awal (baseline)

sebelum dilakukan intervensi, maka peneliti tidak perlu mengukur variabel hasil sebelum

intervensi, melainkan cukup mengukur variabel hasil setelah intervensi.

Jika subjek penelitian dialokasikan ke dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol

tidak dengan prosedur randomisasi, maka desain studi ekspe-rimental ini disebut eksperimen

kuasi (eksperimen non-randomisasi). Pada eksperimen kuasi, distribusi fakktor perancu pada

awal studi (sebelum intervensi) tidak sebanding. Karena itu agar mendapatkan hasil analisis

efek intervensi yang benar, peneliti harus mengukur variabel hasil sebelum dan sesudah

intervensi, lalu memperhitungkan posisi awal variabel hasil tersebut pada analisis data ketika

membandingkan efek intervensi antara kelompok intervensi dan kontrol setelah intervensi.

Ketiga, sebagai alternatif randomisasi, pengaruh faktor perancu dapat dikendalikan dengan

restriksi. Dengan restriksi peneliti menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih

subjek penelitian, sehingga semua subjek penelitian pada kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol memiliki level atau kategori faktor perancu yang sama. Karena level atau

kategori faktor perancu sama antara kelompok eksperimental dan kelompok kontrol, maka

sampai pada tingkat tertentu restriksi dapat mengontrol pengaruh faktor perancu. Meskipun

demikian, satu hal perlu dicamkan. Peneliti harus paham bahwa metode restriksi untuk

mengendalikan faktor perancu sesungguhnya bersifat dilematis dan kontraproduktif.

Mengapa? Karena restriksi memangkas sampel potensial. Kandidat subjek penelitian tidak

jadi diteliti karena termasuk dalam kriteria eksklusi. Alasan lainnya yang lebih serius,

restriksi membuat sampel yang diteliti menjadi spesifik, sehingga mempersempit kemampuan

generalisasi (generalizability) kesimpulan penelitian. Dengan kata lain, restriksi mencederai

validitas eksternal (external validity). Makin banyak restriksi, makin terbatas kemampuan

generalisasi temuan penelitian. Di sisi lain, restriksi yang tidak cukup sempit akan

meninggalkan kerancuan sisa (residual confounding) (Kleinbaum et al., 1982; Hennekens dan

Buring, 1987; Rothman, 2002).

40

Page 41: blok 26 dv

Keempat, peneliti studi eksperimental perlu menerapkan “pembutaan” (blinding). Dengan

pembutaan, subjek penelitian, pengamat, dan penganalisis data dibuat tidak mengetahui status

intervensi subjek yang diteliti, atau status intervensi yang diberikan kepada subjek penelitian

(apakah intervensi yang sesungguhnya atau plasebo/ obat standar). Pembutaan bertujuan

untuk mencegah bias informasi (bias pengukuran, “information/measurement bias”). Jika

subjek penelitian mengetahui bahwa dia mendapatkan intervensi yang sesungguhnya atau

hanya plasebo, maka sadar atau tidak, respons subjek penelitian dapat dipengaruhi oleh

pengetahuan tersebut. Demikian pula jika pengamat mengetahui hipotesis penelitian dan

status intervensi subjek penelitian, maka ada kemungkinan proses pengukuran variabel,

wawancara, pencatatan, dan pemasukan data, akan terpengaruh oleh hipotesis penelitian,

disebut “interviewer bias” (bias pewawancara) (Hennekens dan Buring, 1987). Demikian

juga jika penganalisis data mengetahui hipotesis penelitian, maka ada kemungkinan proses

pemasukan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan hasil analisis akan dipengaruhi oleh

hipotesis penelitian.

Kelima, untuk mempertahankan efek randomisasi dalam mengontrol kerancuan, data dari

RCT hendaknya dianalisis dengan “intention-to-treat analysis” (ITT). Dengan ITT, semua

subjek hasil randomisasi, baik yang mematuhi protokol penelitian maupun tidak (misalnya,

ketidakpatuhan minum obat), baik yang menyelesaikan intervensi maupun drop out,

dilakukan analisis. Jadi hasil ITT mencerminkan hasil randomisasi dan menunjukkan

efektivitas (effectiveness) intervensi ketika diterapkan pada populasi yang sesungguhnya.

Pada realitas sehari-hari, karena suatu alasan tidak semua pasien minum obat dengan teratur

dan tidak semua menyelesaikan waktu pengobatan sesuai dengan yang diinginkan. Jika

analisis data pada keadaan seperti itu tetap menunjukkan efektivitas terapi, maka bisa

disimpulkan bahwa terapi tersebut benar-benar efektif ketika digunakan pada populasi pasien

yang sesungguhnya.

Dalam epidemiologi dikenal eksperimen alamiah (“natural experiment”). Dengan eksperimen

alamiah peneliti hanya mengamati efek intervensi yang telah diberikan oleh pihak lain, bukan

oleh peneliti sendiri. Penyelidikan wabah kolera yang dilakukan John Snow di London

merupakan contoh “natural experiment”. Karena peran peneliti bersifat observasional, maka

“natural experiment” hakikat-nya identik dengan studi kohor prospektif.12

Kesimpulan

Penyebab kenapa kejadian Multi drug resisten semakin meningkat disebabkan karena

ketidakpatuhan pasien TB paru dalam berobat. Faktor yang mempengaruhi adalah usia

41

Page 42: blok 26 dv

pasien, tingkat pendidikan, social ekonomi, pekerjan, jarak rumah dengan puskesma, efek

samping obat, lamanya minum obat, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu untuk

mengetahui lebih pastinya faktor penyebabnya dilakukan penelitian.

Daftar pustaka

1. Pedoman pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset; 2000: 120-3.

2. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan &

pemberantasannya. Jakarta: Erlangga; 2008: 3-19.

3. Aditama TY. Tuberkulosis: diagnosis, terapi dan masalahnya. Edisi ke-5. Jakarta: IDI;

2005: 13-88.

4. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinik. Edisi ke-2. Jakarta: Widya Medika;

2002.

5. Entjang I. Ilmu kesehatan masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti; 1997: 26-51.

6. Notoatmodjo. Kesehatan Masyarakat Ilmu & Seni. Jakarta: Rineka Cipta; 2011: 326-7

7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiadi S. Buku ajar penyakit

dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2010: 2237.

8. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberculosis

anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI; 2007: 47-107.

9. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007: 163-5.

10. Sastroamoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta

: Sagung seto; 2011 :31-33.

11. Sastroamoro S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta;KTD1995

12. Murti B. Desain studi. Institute of Health Economic and Policy Studies (IHEPS),

13. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.

Di unduh pada tanggal 5 juli 2015.

42