37
Graves Disease Sisilia Dina Mariana (102009147) Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731 [email protected] Pendahuluan Penyakit Graves merupakan kumpulan gejala karena pertumbuhan berlebih sel-sel kelenjar gondok (tiroid). Penyakit Graves merupakan penyakit kelebihan hormon tiroid yang paling sering terjadi. Penyakit Graves ditemukan oleh seorang dokter bernama Robert J. Graves pada tahun 1830. 1 Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagian besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak, dan penting untuk pertumbuhan dan pematangan normal. Ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kekerdilan. Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone = TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh reaksi umpan balik inhibitor langsung dari kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus. Dengan cara ini, 1

Blok 21 Graves Disease

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl

Citation preview

Page 1: Blok 21 Graves Disease

Graves Disease

Sisilia Dina Mariana (102009147)

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

[email protected]

Pendahuluan

Penyakit Graves merupakan kumpulan gejala karena pertumbuhan berlebih sel-sel

kelenjar gondok (tiroid). Penyakit Graves merupakan penyakit kelebihan hormon tiroid yang

paling sering terjadi. Penyakit Graves ditemukan oleh seorang dokter bernama Robert J. Graves

pada tahun 1830.1

Kelenjar tiroid mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar optimal

sehingga mereka berfungsi normal. Hormon tiroid merangsang konsumsi oksigen pada sebagian

besar sel di tubuh, membantu mengatur metabolisme karbohidrat dan lemak, dan penting untuk

pertumbuhan dan pematangan normal. Ketiadaannya menyebabkan perlambatan perkembangan

mental dan fisik, serta pada anak-anak timbul retardasi mental dan kekerdilan.

Fungsi tiroid diatur oleh hormon perangsang tiroid (Thyroid Stimulating Hormone =

TSH) dari hipofisis anterior. Sebaliknya, sekresi hormon tropik ini sebagian diatur oleh reaksi

umpan balik inhibitor langsung dari kadar hormon tiroid yang tinggi pada hipofisis serta

hipotalamus dan sebagian lagi melalui mekanisme neural yang bekerja melalui hipotalamus.

Dengan cara ini, perubahan-perubahan pada lingkungan internal dan eksternal menyebabkan

penyesuaian kecepatan sekresi tiroid.1,2

1

Page 2: Blok 21 Graves Disease

Latar Belakang

Kelenjar tiroid yang membesar disebut goiter atau struma. Goiter dapat menyertai hipotiroid

maupun hipertiroid. Bila secara klinik tidak ada tanda-tanda khas, disebut goiter non toksik.

Penyakit grave merupakan bentuk hipertitorid yang paling umum, juga disebut “eksoftalmik goiter”

“diffus toxic goiter” atau penyakit basedow, dan hipertiroidi primer.2,3

Pembahasan

Anamnesis

Data-data yang mendukung diagnosa kerja berupa penyakit grave yaitu :2-6

Seorang wanita

Bedasarkan data insiden yang ada, penyakit grave lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan laki-laki.

Berusia 35 tahun

Berdasarkan data insiden yang ada, penyakit grave biasa terjadi pada usia sekita tiga

puluh sampai empat puluh tahun.

Riwayat berat badan yang turun

Penurunan berat badan terjadi akibat peningkatan metabolisme basal sebagai efek

meningkatnya hormon tiroid.

Riwayat sering berdebar-debar

Hal ini terjadi akibat meningkatnya kadar hormon tiroid sehingga memberikan efek

berlebih pada sistem kardiovaskuler yaitu dengan cara meningkatkan ketanggapan

jantung yaitu reseptor beta1 terhadap katekolamin dalam darah, sehingga terjadi

peningkatan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung, hal ini lah yang mendasari

gejala palpitasi.

Riwayat buang air besar normal,namun kadang-kadang encer

Riwayat buang air besar dimana kadang-kadang encer terjadi akibat meningkatnya

hormon tiroid sehingga memberikan efek pada sistem gastrointestinal berupa peningkatan

motilitas usus sehingga kadang-kadang terjadi diare.

2

Page 3: Blok 21 Graves Disease

Pemeriksaan Fisik3

Lengkapi Tanda vital dari suhu, tekanan darah, nadi, dan respiration rate4,5

Inspeksi :

o keluhan pasien ini menderita eksopthalmus

Karena biasanya pada pasien dengan Grave’s Disease biasanya disertai dengan

penyakit eksopthalmus.

o Ada pembesaran di daerah leher

Untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar tiroid pada penyakit Grave’s

Disease

o Ada tremor

Dengan membuktikan apakah terdapat hypertiroid atau tidak, dengan menaruh

kertas di atas tangan pasien, apakah terdapat tremor atau tidak

Palpasi :

o pasien berkeringat

karena peningkatan metabolisme tubuh, tubuh mengompensasi dengan

pengeluaran keringat tubuh

o sifat oedemnya Pitting / non Pitting

Karena pada penyakit Grave’s disease, oedemnya bersifat non pitting.

Auskultasi :

Auskultasi pada abdomen untuk mengetahui adanya bising usus atau tidak.

Data-data hasil periksaan fisik yang mendukung diagnosa kerja beruma penyakit grave yaitu

Nadi 110kali/menit teratur

Tekanan darah 140/90

Suhu 37,5 ?C

Kulit hangat

Jantung : terdengar bising sistolik di apex

Ada tremor

3

Page 4: Blok 21 Graves Disease

Meskipun tidak ada keterangan non pitting, namun berdasarkan gejala klinis yang lain

menunjukan adanya hipertiroidisme sehingga edema pada tungkai pretibial kemungkinan besar

adalah non pitting sebagai gejala pada penyakit grave.

a) Oftalmopati

Jofroy sign mengerutkan dahi

Von stelwag sign mengedipkan mata

Von Grave sign caranya dengan menutupkan mata, pada keadaan normal palpebra

akan menutup hampir semua bola mata

Rosenbach sign dengan menutup mata, positif jika terdapat tremor pada palpebra

Moebius sign tes konvergensi

Pamberton sign tangan lurus ke atas, positif jika terdapat flusing pada wajah

Tremor kasar tangan lurus ke depan, positif jika tangan bergetar

Pemeriksaan Penunjang4,5

Tes Fungsi Hormon

Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi tiroid untuk

mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur

dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang

secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.

Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar tinggi pada

pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal pada pasien peningkatan

autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga

memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur

kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.

4

Page 5: Blok 21 Graves Disease

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun

tiroiditis Hashimoto ,namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves.

Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada

eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.

Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme

umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar

hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-

tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin

stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan

meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan

menurun.1

Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid,

menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar

5

Page 6: Blok 21 Graves Disease

hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di

kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak

terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif

terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi

kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa

kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).

Foto Rontgen Leher

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat trakea (jalan

nafas).

USG

Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan tampak di layar TV. USG

dapat memperlihatkan ukuran gondok dan kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak

terdeteksi waktu pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG

antara lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.

Scan Tiroid

Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama technetium-99m dan

yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah. Setengah jam kemudian berbaring di bawah

suatu kamera canggih tertentu selama beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop

adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.

Biopsi aspirasi jarum halus

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak

nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini

dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi

6

Page 7: Blok 21 Graves Disease

kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah

intrepertasi oleh ahli sitologi.

Diagnosis5,6

Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah

suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja

mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari

hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus,

oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.

Penyakit Graves merupakan bentuk tiroktoksikosis (hipertiroid) yang paling sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari. Dapat terjadi pada semua umur, sering ditemukan pada wanita dari

pada pria. Tanda dan gejala penyakit Graves yang paling mudah dikenali ialah adanya struma

(hipertrofi dan hiperplasia difus), tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan

sering disertai oftalmopati, serta disertai dermopati, meskipun jarang.

Patogenesis penyakit Graves sampai sejauh ini belum diketahui secara pasti. Namun demikian,

diduga faktor genetik dan lingkungan ikut berperan dalam mekanisme yang belum diketahui

secara pasti meningkatnya risiko menderita penyakit Graves. Berdasarkan ciri-ciri penyakitnya,

penyakit Graves dikelompokkan ke dalam penyakit autoimun, antara lain dengan ditemukannya

antibodi terhadap reseptor TSH (Thyrotropin Stimulating Hormone - Receptor Antibody /TSHR-

Ab) dengan kadar bervariasi.2

Diagnosis Banding5,6,7

A. Struma Nodusa Toksik (Plummer’s disease)

Penyebab :

Defisiensi yodium yang menyebabkan penurunan level T4

Aktivasi reseptor TSH

Mutasi somatik reseptor TSH

7

Page 8: Blok 21 Graves Disease

Gejala klinisnya, penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap

terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah,

dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi noduler pada pasien-pasien tersebut yang

berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Grave’s.

Antibodi antitiroid tidak ditemukan, dan pada laboratorium terjadi penurunan TSH serum dan

hormon tiroid yang meningkat.

B. Ca Tiroid

Kanker tiroid adalah suatu keganasan pada kelenjar tiroid yang memiliki 4 tipe : papiler,

folikuler, meduler, dan anaplastik.

Kanker jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil

(nodul) di dalam kelenjar.

Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak dan biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan.

Sebagian besar penderita datang dengan keluhan adanya benjolan pada leher bagian

tengah yang dapat disebabkan bukan karena proses keganasan saja. Benjolan yang disebabkan

keganasan perlu diketahui faktor resiko apa yang menyertainya, misalnya; apakah ada riwayat

radiasi, riwayat keluarga, geografi dan lingkungan pemukiman. Pertumbuhan yang cepat dengan

akibat yang terjadi terhadap organ atau jaringan sekitarnya

dapat sebagai pertanda. Pada tipe anaplastik, biasanya pertumbuhannya sangat cepat dan

diikuti dengan adanya rasa sakit terutama pada penderita usia lanjut.

Secara klinis sulit membedakan nodul tiroid yang jinak dengan nodul tiroid yang ganas. Nodul

tiroid ganas dapat saja muncul dalam beberapa bulan terahir tapi ada juga yang telah

berpuluh tahun lamanya. Nodul tiroid dicurigai ganas bila, konsistensi keras, permukaan tidak

rata, batas tak tegas, sulit digerakkan dari jaringan sekitarnya, adanya perubahan warna kulit /

ulkus, didapati pembesaran kelenjar getah bening, adanya benjolan pada tulang pipih atau

ditemukan adanya Metastasis di paru.

Fungsi kelenjar tiroid dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan kadar TSH, T4

dan T3. Pada kanker tiroid pada umumnya tidak terjadi gangguan fungsi tiroid sehingga pada

8

Page 9: Blok 21 Graves Disease

pemeriksaan kadar TSH, T4 dan T3 dalam batas normal, hanya saja pada keadaan hipo /

hiperfungsi kelenjar tiroid tidak selamanya menghilangkan kecurigaan akan terjadinya kanker

tiroid.1,2

Manifestasi klinis

Table 1: Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan Penyakit Graves7,8

Sistem Gejala dan tanda

Umum tak tahan hawa panas

hiperkinesis, capek, BB turun,

tumbuh cepat, toleransi obat,

hiperdefekasi, lapar

G.I.T makan banyak, haus, muntah,

disfagia, splenomegali, rasa lemah

Muskular infertil, ginekomastia

Genitourinaria kulit hair dan onikolisis

Psikis , saraf, jantung labil, iritabel,tremor, psikosis, nervositas,

paralisis periodik dispneu, hipertensi, aritmia,

palpitasi, gagal jantung, limfositosis, anemia ,

splenomegali, leher membesar

Darah, limfatik, skelet osteoporosis, epifisis cepat menutupo dan nyeri

tulang

Spesifik untuk penyakit Graves ditambah dengan:

9

Page 10: Blok 21 Graves Disease

Optalmopati (50%) edema pretibial, kemosis, proptosis, diplopia, visus menurun, ulkus kornea

Dermopati (0,5-4%)

Akropati (1%)

Gejala dan tanda apakah seseorang menderita hipertiroid atau tidak juga dapat dilihat atau

ditentukan dengan indeks wayne atau indeks newcastle yaitu sebagai berikut:

Tabel 2: Indeks Wayne8

Indeks Wayne

NoGejala Yang Baru Timbul Dan

Atau Bertambah BeratNilai

1 Sesak saat kerja +1

2 Berdebar +2

3 Kelelahan +2

4 Suka udara panas -5

5 Suka udara dingin +5

6 Keringat berlebihan +3

7 Gugup +2

8 Nafsu makan naik +3

9 Nafsu makan turun -3

10 Berat badan naik -3

11 Berat badan turun +3

No Tanda Ada Tidak Ada

1 Tyroid teraba +3 -3

2 Bising tyroid +2 -2

3 Exoptalmus +2 -

4 Kelopak mata tertinggal gerak bola mata +1 -

5 Hiperkinetik +4 -2

6 Tremor jari +1 -

10

Page 11: Blok 21 Graves Disease

7 Tangan panas +2 -2

8 Tangan basah +1 -1

9 Fibrilasi atrial +4 -

10

Nadi teratur

< 80x per menit

80 – 90x per menit

> 90x per menit

-

-

+3

-3

-

-

Hipertyroid jika indeks ≥ 20

Etiologi

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan thyroid

stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan mengaktifkan thyrotropin receptor

(TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit Graves

berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik, seperti

hipertiroid, vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy.

Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai

hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga

penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini

ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua

umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis, infeksi, faktor trauma

psikis, iod Basedow, penurunan berat badan secara drastis, chorionic gonadotropin, periode post

partum, kromosom X, dan radiasi eksternal.

1. Faktor genetik

Penyakit Hashimoto dan penyakit graves sering terjadi secara mengelompok

dalam keluarga nampak bersifat genetik. Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan

pengelompokkan penyakit graves dalam satu keluarga atau keluarga besarnya dalam

beberapa generasi. Abnormalitas ini meliputi antibodi anti-Tg, respon TRH yang

abnormal. Meskipun demikian TSAb jarang ditemukan. Predisposisi untuk penderita

penyakit gaves diturunkan lewat gen yang mengkode antigen HLA.

11

Page 12: Blok 21 Graves Disease

Setidaknya ada dua gen yang dipostulasikan berperan dalam penyakit graves.

Pertama gen dari HLA, yang kedua gen yang berhubungan dengan alotipe IgG rantai

berat (IgG heavy chain) yang disebut Gm. Pada orang kulit putih (Eropa) hubungan erat

terlihat antara penyakit graves dan HLA-B8 dan HLA-D3 sedangakan pada orang Jepang

HLA-Bw35 dan DW13, untuk Cina HLA-BW 4 dan di Filipina seperti dilaporkan oleh

Pascasio erat dengan HLA-B13 dengan risk-ration 5,1.

Adanya gen Gm menunjukkan bahwa orang tersebut mampu memproduksi

immunoglobulin tertentu. Sehingga gen HLA berparan dalam mengatur fungsi limfosit T-

supresor dan T-helper dalam memroduksi TSAb, dan Gm menunjukkan kemampuan

limfosit B untuk membuat TSAb.

2. Faktor imunologis

Penyakit graves merupakan contoh penyakit autoimun yang organ spesifik, yang

ditandai oleh adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating

antibody atau TSAb).

Teori imunologis penyakit graves :

a. persistensi sel T dan sel B yang autoreaktif

b. diwariskannya HLA khusus dang en lain yang berespon immunologic khusus

c. rendahnya sel T dengan fungsi suppressor

d. adanya cross reacting epitope

e. adanya ekspresi HLA yang tidak tepat

f. adanya klon sel T atau B yang mengalami mutasi

g. stimulus poliklonal dapat mengaktifkan sel T

h. adanya reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.

Ehrlich menyatakan bahwa dalam keadaan normal sistem imun tidak bereaksi atau

memproduksi antibodi yang tertuju pada komponen tubuh sendiri yang disebut mempunyai

toleransi imunologik terhadap komponen diri. Apabila toleransi ini gagal dan sistem imun mulai

bereaksi terhadap komponen diri maka mulailah proses yang disebut autoimmunity. Akibatnya

ialah bahwa antibodi atau sel bereaksi terhadap komponen tubuh, dan terjadilah penyakit.

Toleransi sempurna terjadi selama periode prenatal. Toleransi diri ini dapat berubah atau gagal

sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya gangguan faktor imunologik, virologik, hormonal

dan faktor lain, sedangkan faktor-faktor tersebut dapat berefek secara tunggal maupun sinkron

12

Page 13: Blok 21 Graves Disease

dengan faktor lainnya. Adanya autoantibodi dapat menyebabkan kerusakan autoimune jaringan,

dan sebaliknya seringkali autoantibodi ini akibat dari kerusakan jaringan.

Pada penyakit graves anti-self-antibody dan cell mediated response, yang biasanya

ditekan, justru dilipatgandakan. Reaksinya mencakup meningkatnya TSAb, Anti TgAb, Anti

TPO-Ab, reaksi antibodi terhadap jaringan orbita, TBII dan respons CMI (Cell Mediated

Immunoglobulin).

Hipertiroidisme pada penyakit graves disebabkan karena TSAb. Setelah terikat dengan

reseptor TSH, antibodi ini berlaku sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat siklase dan

cAMP. Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid. Kecuali berbeda karena

efeknya yang lama, efek seluler yang ditimbulkannya identik dengan efek TSH yang berasal dari

hipofisis. TSAb ini dapat menembus plasenta dan transfer pasif ini mampu menyebabkan

hipertiroidisme fetal maupun neonatal, tetapi hanya berlangsung selama TSAb masih berada

dalam sirkulasi bayi. Biasanya pengaruhnya akan hilang dalam jangka waktu 3-6 bulan.

Pada penyakit graves terjadi kegagalan sistem imun umum. Terbentuknya TSAb dapat

disebabkan oleh:

a. Paparan infeksi atau zat lain yang menyebabkan terbentuknya antibodi yang dapat

bereaksi silang dengan jaringan tiroid. Salah satu bahan yang banyak diteliti adalah

organisme Yersinia enterocolica. Beberapa subtipe organisme ini mempunyai

binding sites untuk TSH, dan beberapa pasien dengan penyakit graves juga

menunjukkan antibodi terhadap anti-Yersinia.

b. Produksi TSAb diawali dengan injury yang merubah susunan normal komponen

tiroid, mungkin sebagian dari reseptor TSH berubah jadi antigenik, sehingga

bertindak sebagai stimulus bagi pembentukan TSAb.

c. Produksi TSAb disebabkan karena aktivasi sel limfosit B yang selama dirahim tidak

deleted. Kemampuan sel T untuk membentuk TSAb harus dirangsang dan

mengalami diferensiasi menjadi antibody-secreting cells yang secara terus-menerus

distimulasi. Aktivasi, pengembangan dan kelanjutannya mungkin terjadi karena

rangsangan interleukin atau sitokin lain yang diproduksi oleh sel T helper inducer.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyakit graves adalah kondisi autoimmun

dimana terbentuk antibody terhadap reseptor TSH. Penyakit graves adalah gangguan

multifaktorial, susceptibilitas genetik berinteraksi dengan faktor endogen dan faktor

13

Page 14: Blok 21 Graves Disease

lingkungan untuk menjadi penyakit. Termasuk dalam hal ini HLA-DQ dan HLA-DR juga

gen non HLA seperti TNF-β, CTLA 4 (Cytotoxic T Limphocyte Antigen 4), dan gen

reseptor TSH. Penyakit graves bersifat poligenik dan suseptibilitas gennya dipengaruhi

oleh faktor lingkungan seperti stress, merokok, dan beberapa faktor infeksi.

2. Trauma Psikis

Pada stress kadar glukokortikoid naik tetapi justru menyebabkan konversi dari T3

ke T4 terganggu, produksi TRH terhambat, dan akibatnya produksi hormon tiroid justru

turun. Secara teoritis stress mengubah fungsi limfosit T supresor atau T helper,

meningkatkan respon imun dan memungkinkan terjadinya penyakit graves. Baik stress

akut maupun kronik menimbulkan supresi sistem imun lewat non antigen specific

mechanism, diduga karena efek kortisol dan CRH ditingkat sel immun.

3. Radiasi Tiroid eksternal

Dilaporkan kasus eksoftalmus dan tirotoksikosis sesudah mengalami radioterapi

daerah leher karena proses keganasan. Secara teoritis radiasi ini yang merusak kelenjar

tiroid dan menyebabkan hipotiroidisme, dapat melepaskan antigen serta menyulut

penyakit tiroid autoimmun. Iradiasi memberi efek bermacam-macam pada subset sel T,

yang mendorong disregulasi imun.

4. Chorionic Gonadothropin Hormon

Hipertiroidisme dapat disulut oleh stimulator yang dihasilkan oleh jaringan

trofoblastik. Tirotropin trofoblast ini bukan suatu IgG, tetapi secara imunologik cross-

react dengan TSH manusia. Diduga bahan ini ialah hCG (yang mempunyai sub unuit alfa

yang sama dengan TSH) atau derivat hCG yang desialated. Efek yang menyerupai efek

TSH pun dikeluarkan oleh karsinoma testis embrional (seminoma testis). Secara klinis

gejala tirotoksikosis ini terlihat pada hyperemesis gravidarum, dimana T4 dan juga T3

dapat meningkat disertai menurunnya TSH, kalau hebat maka klinis terlihat tanda

hipertiroidisme juga. Apabila muntahnya berhenti maka kadar hormon tiroid diatas

kembali normal.4,5,6

14

Page 15: Blok 21 Graves Disease

Epidemiologi

Graves penyakit adalah bentuk paling umum dari hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus

disebabkan oleh tirotoksikosis penyakit Graves. Kejadian tahunan penyakit Graves

ditemukan 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20 tahun, dengan terjadinya puncak pada

orang berusia 20-40 tahun.

Insiden penyakit Graves dan beracun perubahan multinodular goiter dengan asupan yodium.

Dibandingkan dengan daerah dunia dengan asupan yodium yang kurang, Amerika Serikat

memiliki lebih banyak kasus penyakit Graves dan lebih sedikit kasus gondok multinodular

beracun.

Penyakit tiroid autoimun terjadi dengan frekuensi yang sama di Kaukasia, Hispanik, dan Asia

dan dengan frekuensi kurang dalam populasi kulit hitam. Semua penyakit tiroid terjadi lebih

sering pada wanita dibandingkan pada pria. Penyakit Graves autoimun memiliki rasio laki-

perempuan 1:5-10. Rasio laki-perempuan untuk multinodular goiter beracun dan beracun

adalah adenoma 1:2-4. Ophthalmopathy Graves lebih sering terjadi pada wanita

dibandingkan pada pria. Penyakit tiroid autoimun memiliki insiden puncak pada orang

berusia 20-40 tahun. Multinodular gondok beracun terjadi pada pasien yang biasanya

memiliki sejarah panjang gondok beracun dan yang karena itu biasanya hadir ketika mereka

lebih tua dari usia 50 tahun. Pasien dengan adenoma beracun hadir pada usia yang lebih

muda daripada pasien dengan goiter multinodular beracun. 6,7

Patofisiologi

Patogenesis Struma 1,4,5,6

Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid

oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh hipofisis

anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang

berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah

yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar.

Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran

15

Page 16: Blok 21 Graves Disease

folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa

hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic agent), proses

peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran yang didasari oleh

suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya

thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma

non toksik (struma endemik).

Berdasakan fisiologisnya struma dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Eutiroidisme

Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi

kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH

dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan

gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan

kompresi trakea.

b. Hipotiroidisme

Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari

hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma

yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami

atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat

destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah

penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan

lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu

dan penurunan kemampuan bicara.

c. Hipertiroidisme

Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon

jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan

ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang

kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran

16

Page 17: Blok 21 Graves Disease

kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu

makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain

itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot

(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Secara klinis pemeriksaan klinis struma toksik dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :

a. Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik.

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana

struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan

medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu

atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis)

merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang

berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok

eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara

hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap

selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi

darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.

Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi

sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasil pengobatan penyakit ini

cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentukyna. Apabila gejala

gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi

krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin,

pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.

b. Struma Non Toksik

Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non

toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium

yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid

yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium

dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan

17

Page 18: Blok 21 Graves Disease

kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa

tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik.

Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular

pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau

ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu

penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri

kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul Struma non toksik disebut juga dengan gondok

endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam

keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang

diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis

ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat

di atas 30 %.

Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit graves, penyakit graves adalah suatu

penyaki autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk thyroid-stimulating

immunoglobulin (TSI), yaitu suatu antibodi yang sasaranya adalah reseptor TSH di sel tiroid.

TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid dengan cara yang serupa dengan yang

dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengruhi oleh inhibisi umpan balik

negatif oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid terus berlangsung

meskipun kadar hormon tiroid sudah berlebih.

Peran Thyroid stimuliting Immunoglobulin pada Penyakit Grave

18

Page 20: Blok 21 Graves Disease

Berdasarkan gambar diatas, menjelaskan bahwa TSI yang terbentuk akibat proses

perjalanan penyakit autoimun, akan merangsang sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid,dengan

cara yang sama dilakukan oleh TSH. Sasaran TSI adalah reseptor TSH pada kelenjar tiroid.

Akibat perangsangan kelenjar tiroid oleh TSI dan TSH akan meningkatkan sekresi hormon tiroid

yaitu T3 dan T4 sehingga kadar hormon tiroid darah akan meningkat yang disebut hipertiroidisme.

Peningkatan hormon tiroid akan menyebabkan umpan balik negatif pada hiposis anterior oleh

hormon tiroiid sehingga hipoofisis anterior akan menuruunkan produksi TSH sehingga

diharapkan produksi hormon tiroidpun berkurang, akan tetapi pada keadaan penyakit grave ini,

TSI tidak dipengaruhi oleh umpan balik negatif yang dilakukan oleh hormon tiroid sehingga

perangsangan kelenjar tiroid terus terjadi dan peningkatan kadar hormon tiroid terus

berlangsung. Berdasarkan hal ini yang akan ditemukan pada hasil pemeriksaan penunjang yang

kelompok kami ajukan adalah kadar TSH akan menurun, T4 bebas akan meningkat, serta

ditemukannya immunoglobulin TSI.

Akibat peningkatan hormon tiroid, memberikan banyak efek yang akan terlihat pada

gejala klinis. Efek-efek yang akan terlihat sangat berkaitan dengan fungsi hormon tiroid secara

fisiologis, yaitu hormon tiroid merupakan hormon yang penting untuk regulasi tingkat konsumsi

oksigen dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat, sehingga pada keadaan

hipertiroidisme akan terjadi peningkatan laju metabolisme baik metabolise karbohidrat,lemak,

dan protein akibatnya akan menimbulkan gejala berupa penurunan berat badan dimana sesuai

dengan kasus berupa penurunan berat badan sekitar 7kg dalam 2-3 bulan terakhir. Selain itu

peningkatan metabolisme juga akan disertai dengan pembentukan panas (kalorigenik) sehingga

ditemukan pada pemeriksaan fisik berupa kulit hangat serta suhu tubuh yang meningkat

meskipun peningkatan hanya sedikit dari normal dan biasanya juga akan disertai dengan pasien

akan lebih mudah berkeringat.

Efek lain yang ditimbulkan akibat hipertiroidisme adalah efek pada sistem

kardiovaskuler, akan terjadi peningkatan sensitivitas katekolamin pada jantung ( reseptor beta 1)

sehingga terjadi perangsangan simpatis yang mengakibatkan peningkatan kecepatan denyut dan

kekuatan kontraksi jantung sehingga akan didapatkan keluhan berupa berdebar-debar (palpitasi),

selain itu akan terjadi meningkatan volum curah jantung dimana curah jantung adalah frekuensi

20

Page 21: Blok 21 Graves Disease

denyut jantung dikali tahanan perifer, sehingga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada

pasien (145/85 mmHg).

Akibat lain yang disebakan peningkatan kecepatan denyut jantung dan kekuatan

kontraksi jantung adalah gangguan aliran darah dalam jantung turbulen, yang menimbulkan

getaran sehingga didapatkan pada pemeriksaan fisik bising sistolik grade II pada semua area,

keterangan ini memperkuat kemungkinan bising sistolik yang terjadi akibat gangguan aliran

darah dalam jantung turbulen yaitu grade II menunjukan bahwa pada auskultasi terdengar bising

jantung yg halus, dimana menyingkirkan bising sistolik akibat kelainan organik seperti gangguan

pada katup, selain itu terdengar pada semua area pun menunjukan bahwa bising disebabkan

karena gangguan aliran darah bukan karena kelainan organik karena apabila karena kelainan

organik akan didapatkan puctum maksimum pada auskultasi.

Peningkatan hormon tiroid juga mempengaruhi sistem gastrointestinal, pengaruhnya

adalah meningkatkan motilitas usus sehingga kadag-kadang akan ditemukan diare pada pasien,

dimana pada pasien ini juga didapatkan riwayat kadar-kadang buang air besar encer.

Thyrotropin receptor antibodies juga akan menstimulasi fibroblas untuk memproduksi

glycosaminoglycan (GAG) secara abnormal dalam jumlah yg besar. Hal ini yang akan

menyebabkan gejala berupa edema pretibial. Karena terjadi akibat penimbunan GAG maka sifat

edema adalah non pitting.3,4

Komplikasi

a) Komplikasi akibat pembedahan, termasuk :

Suara parau akibat kerusakan saraf yang mengarah ke pita suara

Jumlah kalsium yang rendah akibat kerusakan pada kelenjar paratiroid (terletak

dekat kelenjar tiroid)

Jaringan parut pada leher

b) Masalah pada mata (Graves ophthalmopathy atau exophthalmus)

c) Berhubungan dengan jantung :

Denyut jantung cepat

21

Page 22: Blok 21 Graves Disease

Gagal jantung kongestif (pada orangtua)

Atrial fibrilasi

d) Krisis tiroid akibat memburuknya kelenjar tiroid yang terlalu aktif.

e) Meningkatnya resiko osteoporosis, pada hipertiroid jangka waktu yang lama.

f) Komplikasi yang dikaitkan pada penggantian hormon tiroid, jika terlalu sedikit hormon

yang diberikan, maka gejala-gejala hipotiroid akan terjadi. Sebaliknya jika terlalu banyak

hormon yang diberikan, gejala hipertiroid akan kembali.4,5

Tata Laksana2,7

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang

berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium

radioaktif, tiroidektomi subtotal)

1. Obat antiroid

Digunakan dengan indikasi:

a. Terapi untuk memperpanjang remisis atau mendapatkan remisi yang menetap, pada

pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis

b. Obat untuk mengontrol tiroksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah

pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif

c. Persiapan tiroidektomi

d. Pasien dengan krisis tiroid

e. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia

Obat antitiroid yang sering digunakan

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltiourasil 300-600 50-200

Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresan dan menurunkan konsentrasi tiroid

stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pasa sel tiroid. Obat ini umumnya diberikan

sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping berupa

22

Page 23: Blok 21 Graves Disease

hipersensitivitas dan agrunalositosis. Apabila timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi

bila timbul agrunalositosis maka obat dihentikan

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi pengobatan yodium radioaktif diberikan pada:

a. Pasien umur 35 tahun atu lebih

b. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah operasi

c. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

d. Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat antitiroid

e. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

Digunakan I-131 dengan dosis 5-12 mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan tiroksikosis

dalam 3 bulan, namun 1/3 pasien menjadi hipotiroid pada tahun pertama. Efek samping

pengobatan dengan yodium radioaktif adalah hipotiroidisme, eksaserbasi hipertiroidisme, dan

tiroiditis.

3. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi operasi adalah:

a. Pasien umur dengan struma besar serta tidak berespon dengan obat antitiroid

b. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid yang dosis besar

c. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima obat yodium radioaktif

d. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik

e. Pada penyakit graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Sebelum oiperasi biasanya pasien diberi onat antitiroid sampai eutiroid kemudian diberi cairan

kalium yodida 100-200 mg/hari atau cairan lugol 10-15 tetes/hari selama 10 hari sebelum

dioperasi untuk mengurangi vaskularisasi pada kelnjar tiroid.

4. Pengobatan tambahan

a. Sekat β adrenergik

Obat ini diberikan untuk mengurangi gejala dan tanda hipertiroidisme. Dosis diberikan

40-200mg/hari yang dibagi atas 4 dosis. Pada orang lanjut usia diberi 10mg/6jam

b. Yodium

23

Page 24: Blok 21 Graves Disease

Yodium terutama digunakan untuk persiapan operasi, sesudah pengobatan dengan

yodium radioaktif, dan pada krisis tiroid. Biasanya diberikan dalam dosis 100-300mg/hari

c. Ipodat

Ipodat kerjanya lebih cepat dibanding propiltiourasil dan sangat baik digunakan pada

keadaan akut seperti krisis tiroid. Kerja ipodat adalah menurunkan konversi T4 menjadi

T3 diperifer, mengurangi sintesis hormon tiroid, serta mengurangi pengeluaran hormon

dari tiroid

d. Litium

Litium mempunyai daya kerja seperti yodium, namun tidak jelas keuntungannya

dibandingkan dengan yodium. Litium dapat digunakan pada pasien dengan krisis tiroid

yang alergi terhadap yodium.

Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan penyakit Graves umumnya sangat positif dengan

pengobatan yang tepat, meskipun banyak pasien harus memakai terapi pengganti hormon tiroid

seumur hidup (karena pengangkatan kelenjar tiroid).3,6

Pencegahan

Hindari stres, ini merupakan salah satu penyebab penyakit graves, terapi relaksasi seperti

yoga adalah beberapa teknik pengurangan stres.

Berhenti merokok, menghindari racun dapat membantu anda mengurangi penyakit graves.

Jangan meminum obat steroid, karena steroid dapat memicu timbulnya penyakit Graves.

Hindari cedera/trauma pada kelenjar tiroid.7,8

Penutup

Grave dissease adalah sindrom hiperplasia tiroid difus, dan paling sering pada wanita; sindrom

ini mempunyai etiologi autoimun dan terkait dengan tiroiditis autoimun. Gejala khas termasuk

hipertiroiditis, biasanya disertai struma dan gejala oftalmik. Kebanyakan pasien memiliki

imunoglobulin perangasang tiroid yang beredar dalam tubuh yang menyebabkan sekresi

24

Page 25: Blok 21 Graves Disease

berlebihan hormon tiroid dengan cara mengikuti reseptor TSH pada sel tiroid. Disebut juga

basedow’s, flajani’s, parry’s disease, dan difuse toxic goiter.1-7

Daftar Pustaka

1. Sudoyo W Aru., dkk., 2006, Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, Jakarta. hal 1961-1964

2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Ika W, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.

Jakarta: Media Aesculapius, 2008, hal 594-598

3. Corwin. E J, Patofisiologi, Edisi 1, EGC, Jakarta, 2001 : hal 263 – 265

4. Mardjono M. Farmakologi dan terapi.Edisi kelima. Gunawan SG,et all,editor.Jakarta:

Fakultas kedokteran universitas Indonesia; 2008.

5. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan

Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002,

PIKKI, Jakarta, 2002 : hal 9-18

6. H.M.S. Markum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta: Penerbit

interna publishing; 2009.h. 2003-4.

7. Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

2005. h.275.

8. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland., alih bahasa huriawati hartanto.

Edisi 29, EGC, Jakarta, 2002 : h. 636.

25