Upload
vuongngoc
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB n
KAJIAN PUSTAKA
A. Administrasi Pendidikan
1. Konsep Administrasi Pendidikan
Administrasi pendidikan terdiri dari dua kata yang masing-masing
punya pengertian tersendiri yaitu administrasi dan pendidikan. Administrasi
secara etimologis berasa! dari bahasa latin ad dan ministrare. Ad artinya
intensif, sedang ministrare berarti melayani, membantu, atau mengarahkan.
Jadi secara etimologis administrasi adalah melayani secara intensif.
Administrare terbentuk kata benda administro dan kata administravus yang
kemudian masuk ke dalam bahasa Inggris yakni administration (Nawawi,
1982: 5), dalam bahasa Indonesia administrasi. Administrasi memiliki arti
yang sempit dan luas, dalam arti sempit administratie (bahasa Belanda)
terbatas pada kegiatan ketatausahaan yaitu suatu kegiatan daiam
penyusunan dan pencatatan keterangan yang diperoleh secara sistematis.
Administrasi dalam arti yang luas tidak hanya sekedar kegiatan tata usaha
tetapi juga membentuk/mencipta dan mengembangkan organisasi, dan
mencipta serta mengembangkan sistem manajemen (Pradjudi Admosudirdjo,
1982: 36). Administrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan proses dari
aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan secara efisien dengan dan melalui orang
lain (Robbins, 1998: 63). Herbert A. Simon (1989) mendefinisikan kegiatan-
kegiatan kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Dari
beberapa pengertian tersebut di atas, secara sederhana ciri pokok untuk
36
37
dapat disebut sebagai administrasi adalah 1) kerjasama dila|i
sekelompok orang, 2) kerjasama dilakukan berdasarkan pemba
secara terstruktur, 3) kerjasama dimaksudkan untuk mencapai
untuk mencapai tujuan memanfaatkan sumber daya. Dengan demikian
administrasi dapat diartikan sebagai kegiatan kerjasama yang dilakukan
sekelompok orang berdasarkan pembagian kerja sebagaimana ditentukan
dalam struktur dengan mendayagunakan sumber daya untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien.
Adminstrasi dapat dipandang sebagai seni, ilmu, bidang studi atau
disiplin akademik, dan profesi. Administrasi dipandang sebagai seni karena
para administrator dapat mencapai tujuan secara efektif bila memiliki
ketrampilan administratif atau ketrampilan manajerial, yaitu penggunaan
kemahiran, kecerdikan, pengalaman, firasat dan penerapan pengetahuan
secara sistematis dalam suatu kegiatan kerjasama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dipandang sebagai ilmu, administrasi sebagai suatu bidang
pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan
bagaimana orang bekerja sama. Dipandang sebagai bidang studi atau disiplin
akademik karena administrasi merupakan suatu disiplin akademik untuk
mengembangkan kemampuan serta keahlian administrasi, baik dalam teori
maupun seni. Dipandang sebagai profesi administrasi sebagai suatu jenis
lapangan pekerjaan yang memerlukan keahlian administratif yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan, serta memiliki kode etik pekerjaan.
38
Istilah pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli tergantung dari
sudut pandang yang dipergunakan. Driyarkara menyatakan pendidikan
adalah upaya memanusiakan manusia muda (Ditjen Dikti, 1984: 19). Crow
and Crow menyebut pendidikan adalah proses berisi bertagai macam
kegiatan yang cocok bagi individu-individu untuk kehidupan sosialnya dan
membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari
generasi ke generasi. John Dewey dalam Democracy and Education,
menyebutkan bahwa pendidikan merupakan proses pengajaran dan
bimbingan, bukan paksaan yang terjadi di dalam interaksi dengan
masyarakat. Dari berbagai pengertian tersebut di atas, secara umum
pendidikan dapat diartikan sebagai: 1) suatu proses pertumbuhan yang
menyesuaikan dengan lingkungan; 2) suatu pengarahan dan bimbingan yang
diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya; 3) suatu usaha sadar yang
dikehendaki oleh masyarakat; 4) suatu pembentukan kepribadian dan
kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.
Ciri umum atau unsur umum dalam pendidikan antara lain adalah: 1)
pendidikan mengandung unsur tujuan, yaitu individu yang kemampuan
dirinya berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya
sebagai seorang individu, warga negara atau warga masyarakat, 2) untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha-usaha yang
disengaja dan berencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan teknik
penilaian yang sesuai, 3) kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan
39
keluarga, sekolah dan masyarakat, pendidikan formal dan pendidikan non
formal (Ditjen Dikti, 1984: 20).
Dari konsep administrasi dan pendidikan tersebut maka terbentuklah
administrasi pendidikan. Berikut ini disampaikan pendapat beberapa ahli
tentang administrasi pendidikan
(1) Hadari Nawawi (1982: 11) mengartikan bahwa administrasi pendidikan
adalah "serangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian
usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan
secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan dalam
lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal".
(2) Engkoswara (1987: 56) mengartikan bahwa administrasi pendidikan
adalah "ilmu yang mempelajari penataan sumberdaya yaitu manusia,
kurikulum, atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan
pendidikan secara optimal dan penciptaan suasana yang baik bagi
manusia yang turut serta dalam mencapai tujuan pendidikan yang
disepakati".
(3) Ngalim Purwanto (1989: 50) mengartikan bahwa administrasi
pendidikan "segenap proses pengerahan dan pengintegrasian segala
sesuatu, baik personal, spiritual dan material, yang bersangkutan
dengan pencapaian tujuan pendidikan".
(4) Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997: 4) mengartikan
bahwa administrasi pendidikan adalah
suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
pelaporan, pengkordinasian, pengawasan, dan pembiayaan dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia baik personel, material, maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
(5) Knezevich (1999:9) mengartikan administrasi pendidikan sebagai
berikut:
Educational administration is a specialized set of organizational functions whose primary purpose are to insure the efficient and effective delivery of relevant educational service as well as implementation of legislative policies through planning, decision making and leadershif behavior that keeps the organizations focused on predeterminded objectives, provides for optimum allocation and most prudent care of resources to insure their most productive uses, stimulates and coordinated professional and other personnel to produce acoherent social system and desirable organizational climate and facilitates determination of essential changes to satisfy future and emerging needs of student and society.
(6) Chester Haris dalam Idochi anwar (2000: 107) mendefinisikan bahwa
administrasi pendidikan " is the process of integrating the efforts of
personel and utilizing appropriate material in such away as to promote
effectively the development of human qualities".
Dari konsep administrasi, pendidikan, dan administrasi pendidikan
tersebut di atas administrasi pendidikan adalah 1) merupakan proses
keseluruhan dan kegiatan-kegiatan bersama yang harus dilakukan oleh
semua pihak yang ada sangkut pautnya dengan tugas-tugas pendidikan, 2)
mencakup kegiatan-kegiatan luas, yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan, khususnya dalam bidang
pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, 3) bukan hanya
sekedar kegiatan tata usaha seperti yang dilakukan di kantor-kantor tata
usaha sekolah atau kantor-kantor inspeksi pendidikan lainnya.
41
2. Dasar dan Tujuan Administrasi Pendidikan
Administrasi akan berhasil baik jika didasarkan pada dasar-dasar yang
tepat. Dasar adalah suatu kebenaran yang fundamental yang dapat
digunakan sebagai landasan dan pedoman bertindak dalam kehidupan
bermasyarakat. Beberapa dasar yang perlu diperhatikan dalam administrasi
pendidikan antara lain adalah: 1) prinsip efisiensi, maksudnya efisien dalam
penggunaan semua sumber dana, tenaga dan fasilitas yang ada, 2) prinsip
pengelolaan, artinya melakukan pekerjaan manajemen terhadap bawahan,
yaitu merencanakan, pengorganisasian, mengarahkan, dan mengontrol, 3)
prinsip pengutamaan tugas pengelolaan, artinya mengutamakan tugas-tugas
pengelolaan, dari pada tugas operatif, 4) prinsip kepemimpinan yang efektif,
maksudnya menggunakan gaya kepemimpinan yang efektif yaitu
memperhatikan dimensi-dimensi hubungan antar manusia, dimensi
pelaksanaan tugas, dan dimensi situasi dan kondisi yang ada, 5) prinsip
kerjasama maksudnya mengembangkan keijasama di antara orang-orang
yang terlibat, baik secara horizontal maupun secara vertical. Selain itu
pelaksanaan administrasi pendidikan di sekolah juga harus menggunakan
azas idiif yaitu Pancasila dan azas operasional administrasi pendidikan
adalah 1) fleksibilitas, 2) efisiensi dan efektivitas, 3) orientasi pada tujuan, 4)
kontinuitas, dan 5) pendidikan seumur hidup.
Tujuan administrasi pendidikan adalah agar tujuan pendidikan tercapai.
Seperti yang dikemukakan oleh Sergiovanni (1975) ada empat tujuan
administrasi yaitu: a) efektivitas produksi, b) efisiensi, c) kemampuan
42
menyesuaikan diri, dan d) kepuasan kerja. Keempat tujuan ini dapat
digunakan untuk menentukan keberhasilan suatu penyelenggaraan sekolah.
Tujuan administrasi pendidikan di sekolah adalah untuk menunjang
tercapainya tujuan pendidikan sekolah tersebut.
Secara agak rinci, tugas dan kewajiban administrasi pendidikan
sehubungan dengan tujuan pendidikan adalah sebagai berikut: 1) berusaha
agar tujuan pendidikan tampil secara formal dengan jalan merumuskan,
menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan tujuan pendidikan yang akan
dicapai sesuai dengan lembaga atau organisasi pendidikan yang
bersangkutan secara formal; 2) menyebarluaskan dan berusaha
menanamkan tujuan pendidikan itu kepada anggota lembaga, sehingga
tujuan pendidikan tersebut menjadi kebutuhan dan pendorong kerja para
anggota lembaga; 3) memilih, menyeleksi, menjabarkan dan menetapkan
proses berupa tindakan, kegiatan dan pola kerja yang diperhitungkan dapat
memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan telah ditetapkan; 4) mengawasi
pelaksanaan proses pendidikan dan lainnya dengan memantau, memeriksa
dan mengendalikan setiap kegiatan dan tindakan pada setiap tahap proses
sistem; 5) menilai hasil yang telah dicapai dan proses yang sedang atau telah
berlaku, mengupayakan agar informasi tentang hasil dan proses itu menjadi
umpan balik yang dapat memperbaiki proses dan hasil selanjutnya.
3. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
Bidang-bidang yang tercakup dalam administrasi pendidikan sangat
banyak dan luas. Secara umum ruang lingkup administrasi pendidikan sangat
43
penting dan periu diketahui oleh para Kepala Sekolah dan guru-guru pada
umumnya adalah sebagai berikut:
a. Program pengajaran, yang meliputi antara lain
1) Berpedoman dan mengetrapkan apa yang tercantum dalam kurikulum
sekolah yang bersangkutan, dalam usaha mencapai dasar-dasar dan
tujuan pendidikan dan pengajaran.
2) Melaksanakan organisasi kurikulum beserta metode-metodenya,
disesuaikan dengan pembaharuan pendidikan dan lingkungan
masyarakat.
3) Agar dapat mencapai sasaran secara optimal diperlukan adanya
jadwal kerja meliputi kegiatan-kegiatan harian, mingguan, bulanan,
caturwulan/' semesteran, dan tahunan untuk Kepala Sekolah, guru,
dan siswa.
b. Tata usaha sekolah, yang meliputi:
1) Organisasi dan struktur pegawai tata usaha
2) Pengurusan surat
3) Pengelolaan arsip
4) Jenis surat dan susunannya
c. Kesiswaan, yang meliputi:
1) Organisasi murid . . .
2) Masalah kesehatan murid
3) Masalah kesejahteraan murid
4) Kegiatan ekstrakurikuler
5) Evaluasi kemajuan murid
6) Bimbingan dan penyuluhan bagi murid
d. Kepegawaian, yang meliputi:
1) Pengangkatan dan penempatan tenaga guru
2) Organisasi personel guru
3) Masalah kepegawaian
4) Penilaian kinerja guru
5) Refresing dan up-grading guru-guru
e. Sarana dan Prasarana, yang meliputi:
1) Perencanaan perlengkapan
2) Pengadaan perlengkapan
3) Penyimpanan dan penyaluran perlengkapan
4) Pengaturan tata letak dan pendayagunaan perlengkapan
5) Pemeliharaan perlengkapan
6) Penginventarisan
f. Keuangan, yang meliputi:
1) Rencana anggaran dan belanja sekolah
2) Sumber pembiayaan
3) Bukti pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan
4) Pemeriksaan kas
5) Uang yang harus dipertanggungjawabkan
g. Hubungan dengan Masyarakat, yang meliputi:
1) Profil organisasi
45
2) Potensi masyarakat
3) Bentuk dan dokumen kerja sama
4) Hubungan dengan Komite Sekolah, Dewan Pendidikan (Stakeholders)
4. Manajemen Sekolah
Untuk melihat kedudukan kinerja dalam suatu organisasi, adalah
sangat penting untuk diketahui terlebih dahulu apa sebenarnya organisasi.
Raymond E. Miles (1995: 9) mendefinisikan organisasi sebagai berikut: "an
organization is nothing than a col lection of people grouped together around a
technology which is operated to transform inputs from its environment into
marketable goods or services". Dari konsep ini terlihat bahwa organisasi yaitu
adanya sekelompok orang, dengan teknologi input dijadikan barang dan jasa
(tujuan). Sedangkan Herbert G. Hicks (1987: 14) mendefinisikan "an
organization is structured process in which persons interact for objectives".
Konsep ini mengandung pengertian bahwa orang-orang dalam mencapai
tujuan harus berinteraksi atau bekerjasama. Hadari Nawawi (2000: 10)
secara statis, organisasi adalah wadah berhimpun sejumlah manusia karena
memiliki kepentingan yang sama. Secara dinamis, organisasi adalah proses
kerjasama sejumlah manusia (dua orang atau lebih) untuk mencapai tujuan.
Dari berbagai pendapat tentang organisasi, pengertian organisasi
dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu 1) organisasi sebagai
wadah kumpulan orang; 2) organisasi sebagai proses pembagian kerja; dan
3) organisasi sebagai sistem kerjasama, sistem hubungan atau sistem sosial.
46
Organisasi sebagai wadah berarti: 1) organisasi merupakan
penggambaran jaringan hubungan kerja dan pekerjaan yang sifatnya formal
atas dasar kedudukan atau jabatan yang diperuntukkan untuk setiap anggota
organisasi; 2) organisasi merupakan susunan hirarki yang secara jelas
menggambarkan garis wewenang dan tanggungjawab; 3) organisasi
merupakan alat yang berstruktur permanen yang fleksibel, sehingga apa
yang terjadi dan akan terjadi dalam organisasi relative tetap sifatnya dan
karenanya dapat diprediksi. Organisasi sebagai proses pembagian kerja, dan
sistem kerjasama, sistem sosial, tidak lain adalah organisasi sebagai proses
yang lebih bermakna sebagai aktivitas pengorganisasian.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa organisasi adalah kumpulan orang yang melakukan interaksi
berdasarkan hubungan kerja, pembagian kerja dan otoritas yang tersusun
secara hirarki dalam suatu struktur untuk mencapai tujuan.
Organisasi didirikan manusia karena kesamaan kepentingan, baik
dalam rangka mewujudkan hakekat kemanusiaannya maupun secara
berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya. Etsioni (1987: 6)
mendefinisikan tujuan organisasi sebagai suatu pernyataan tentang keadaan
yang diinginkan di mana organisasi bermaksud untuk merealisasikan dan
sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang di mana
organisasi sebagai kelompok mencoba untuk memenuhinya. Tujuan
organisasi merupakan pernyataan tentang keadaan atau situasi yang tidak
terdapat sekarang tetapi dimaksudkan untuk dicapai di waktu yang akan
47
datang melalui kegiatan-kegiatan organisasi. Jadi, dua unsur penting tujuan
adalah 1) hasil-hasil akhir yang diinginkan di waktu yang akan datang; dan 2)
usaha-usaha atau kegiatan-kegiatan sekarang di arahkan. Tujuan-tujuan ini
dapat berupa tujuan umum atau tujuan khusus., tujuan akhir atau tujuan
sementara. Pencapaian tujuan organisasi itu sekaligus merupakan kinerja
organisasi.
Sekolah sebagai organisasi pendidikan untuk melihat keberhasilannya
unsur penting adalah hasil akhir yang diinginkan di waktu yang akan datang
yaitu prestasi belajar siswa, dan usaha-usaha atau kegiatan sekarang yang
diarahkan untuk mencapai pencapaian itu yaitu proses belajar mengajar,
dimana ke dua hal tersebut merupakan ukuran kinerja sekolah.
Sekolah merupakan kumpulan orang yang terdiri dari siswa, guru,
Kepala Sekolah, tenaga tata usaha, tenaga laboran, tenaga perpustakaan,
dan tenaga pendukung lainnya. Tenaga tersebut saling berinteraksi bekerja
sama dalam proses transformasi yang membutuhkan sumber daya yang lain
yaitu dana, sarana prasarana, kurikulum, dan sebagainya dalam rangka
mencapai tujuan yaitu lulusan yang bermutu.
Dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan seperti tersebut di atas
sekolah sebagai suatu organisasi memerlukan pengelolaan atau manajemen
di tingkat sekolah, hal ini diperlukan karena masukan berbagai sumber daya,
agar pengelolaannya efektif diperlukan kepemimpinan Kepala Sekolah.
Kepala Sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
48
tersedia. Kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan
sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara
terencana dan bertahap. Oleh karena itu, Kepala Sekolah dituntut
mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar
mampu mengambil inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah
melalui proses belajar mengajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan
mutu lulusan.
Kepemimpinan Kepala Sekolah yang berhasil perlu didukung sumber
daya termasuk dana atau pembiayaan pendidikan. Untuk mencukupi
kebutuhan akan pembiayaan pendidikan diperlukan partisipasi masyarakat
dalam hal ini peran Komite Sekolah, Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa
makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki, makin besar rasa
memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab, dan makin besar rasa
tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.
Sekolah merupakan wadah sehingga Kepala Sekolah terkait dengan
pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan,
perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga
sampai pada imbal jasa merupakan tugas penting Kepala Sekolah terlebih
berkaitan dengan pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan terus
menerus mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
begitu pesat sehingga tenaga kependidikan khususnya guru dapat tampil
49
prima dan bermutu dalam proses belajar mengajar yang
dapat meluluskan siswa yang bermutu.
Dengan demikian budaya mutu tertanam pada unsi
dalam manajemen sekolah sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh
profesionalisme (Depdiknas, 2001: 12). Budaya mutu memiliki elemen-
elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas digunakan untuk perbaikan; (b)
kewenangan sebagai tanggungjawab; (c) hasil diikuti rewards atau
punishments', (d) kolaborasi, sinergi, bukan kompetisi sebagai basis
kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f)
atmosfir keadilan; (g) imbal jasa sepadan nilai pekerjaan.
Atas dasar pemikiran di atas maka munculnya kebersamaan dalam
manajemen sekolah karena mutu proses belajar mengajar dan mutu lulusan
merupakan hasil kerjasama seluruh komponen yang ada dalam manajemen
sekolah bukan hasil kerja individual sehingga memiliki kesanggupan kerja
yang tidak selalu menggantungkan pada atasan atau orang lain sehingga
menjadikan sekolah itu mandiri yang mampu menjalankan tugasnya.
Kebersamaan dan kemandirian memerlukan keterbukaan baik dalam
pengambilan keputusan, penggunaan uang, dan sebagainya sehingga dapat
dijadikan alat pengawasan manajemen sekolah. Dari pengawasan ini dapat
digunakan untuk melakukan perubahan khususnya perubahan menuju
peningkatan mutu proses belajar mengajar maupun mutu lulusan.
50
B. Kinerja Sekolah
Menurut Bernardin dan Russel (1993: 378) "Performance is defined
as record of out-comes produces on a specified job function or activity
during a specified time period". Kinerja adalah prestasi yang dapat
dicapai oleh seseorang atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat
ukur tertentu. Parameter yang paling umum digunakan, menurut Druker
(1977: 23) adalah efektivitas, efisiensi dan produktivitas. Cascio (1992:
267) "....is the systematic description of the job relevant strengths and
weaknesses of an individual or group", la menekankan bahwa yang
dinilai *job relevant strengths and weaknesses".
Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan
diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat
pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban
suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu
kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya infomasi mengenai
kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang
diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan
utama dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan,
menentukan tingkat keberhasilan (persentase pencapaian misi)
organisasi untuk memutuskan suatu tindakan.
Kinerja dipergunakan manajemen untuk melaksanakan penilaian
secara periodik mengenai efektivitas operasional suatu organisasi,
bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan
51
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja dapat juga diartikan
sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode
tertentu. Prestasi yang dimaksud adalah efektivitas operasional
organisasi baik dari segi manajerial maupun ekonomomis operasional.
Prestasi organisasi merupakan tampilan wajah organisasi dalam
menjalankan kegiatannya. Dengan kinerja, organisasi dapat mengetahui
sampai peringkat keberapa prestasi keberhasilan atau bahkan mungkin
kegagalannya dalam menjalankan amanah yang diterimanya.
Kinerja merupakan gambaran mengenai sejauh mana
keberhasilan/ kegagalan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
organisasi. Pengukuran kinerja ini dapat dilakukan oleh instansi sendiri
atau bekerja sama dengan pejabat dan pelaksana pemeriksaan.
Pengukuran kinerja ini sangat penting bagi organisasi yang
berorientasikan hasil untuk mengukur kinerjanya sendiri dan melihat
tingkat kinerja yang telah dicapai atau hasil yang diperoleh. Pengukuran
kinerja ini, dapat dilakukan dengan baik jika ada satuan pengukuran
kinerja yang sahih. Cara-cara pengukuran yang tepat akan sangat
tergantung pada sistem informasi yang ada untuk pengumpulan data
yang tepat dan akurat.
Informasi kineija merupakan suatu alat bagi manajemen untuk menilai
dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka waktu
tertentu. Informasi kinerja yang dapat dihasilkan meliputi kinerja ekonomis
dan kinerja manajemen. Pada banyak sektor pemerintah, ukuran laba
52
sebagai pengukuran kinerja hampir tidak ada. Disamping itu, kinerja
keuangan dan dampak jasa yang diberikan sulit untuk dinilai, namun
demikian sangatlah penting untuk meyakinkan bahwa sumber daya telah
dialokasikan secara efektif kepada masyarakat disamping hasil kegiatan
ataupun dampaknya telah berhasil guna dan berdaya guna. Bagi instansi
pemerintah, yang terpenting adalah penyajian infomasi institusi secara
menyeluruh (komprehensif) yang tidak parsial. Informasi kinerja integral ini
diharapkan bermanfaat bagi pengguna dalam mengambil setiap keputusan
yang diperlukan.
Kinerja merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta inovasi dalam
pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam
organisasi. Dari sudut pandangan organisasi yang berorientasi pada
peningkatan laba (profit-oriented organization) kinerja dibagi dalam dua
bentuk. Pertama adalah kinerja ekonomis, yaitu kinerja yang ditekankan pada
seberapa jauh organisasi sebagai lembaga ekonomis mampu menghasilkan
laba yang telah ditetapkan agar dapat dicapai visi dan misi organisasi. Kedua
adalah kinerja manajemen. Kinerja ini memperlihatkan kemampuan
manajemen, dalam menyelenggarakan proses perencanaan, pengendalian
dan pengorganisasian terhadap kegiatan keseharian organisasi dalam suatu
kerangka besar pencapaian visi organisasi.
Kinerja manajemen pada dasarnya menilai kemampuan setiap individu
dan kelompok individu secara kolektif organisasi untuk melaksanakan peran
yang dimainkan dalam kegiatan keseharian organisasi. Dengan kinerja ini
53
motivasi organisasi akan dirangsang kearah pencapaian visi dan misi
organisasi. Dengan kinerja manajemen diharapkan organisasi dapat (1)
mengelola operasionalisasi organisasi secara efektif dan efisien; (2)
membantu pengambilan, keputusan yang bersangkutan dengan
operasionalisasi kegiatan organisasi; (3) mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan dan pengembangan organisasi; (4) menyediakan umpan balik;
dan (5) menyediakan dasar bagi implementasi merit system.
Kinerja ekonomis memperlihatkan kemampuan organisasi dalam
menghasilkan keberdayaan ekonomis untuk kesejahteraan seluruh anggota
organisasi dan memberikan dampak secara luas pada kemaslahatan
masyarakat luas. Dalam organisasi badan usaha, kinerja ekonomis
ditampakkan dengan kemampuan perusahaan, untuk menghasilkan kas dan
setara kas yang terwakili dalam bentuk pencapaian laba dari aktivitas
organisasi. Profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensi sumber
daya ekonomis yang mungkin, dikendalikan di masa yang akan datang.
Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas organisasi dalam
menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan,
misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan perencanaan
strategis (strategic planning) suatu organisasi. Secara umum dapat juga,
dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai oleh
organisasi dalam periode tertentu. Prestasi tersebut merupakan efektivitas
54
operasional organisasi baik dilihat dari sudut pandang keuangan (fmancial
vievî) dan terutama pada sisi manajemen (management view).
Terlepas dari besar, jenis, sektor, atau spesialisasinya, setiap
organisasi biasanya cenderung tertarik pada pengukuran kinerja dalam aspek
berikut ini:
1. Aspek Keuangan
Aspek keuangan meliputi anggaran rutin dan pembangunan suatu instansi
pemerintah. Karena aspek keuangan dapat dianalogikan sebagai aliran
darah dalam tubuh manusia, maka aspek keuangan merupakan aspek
penting yang perlu diperhatikan dalam pengukuran kinerja.
2. Kepuasan Pelanggan
Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat
penting dalam penentuan strategi perusahaan, Hal yang sama juga terjadi
dalam instansi pemerintah. Dengan semakin banyaknya tuntutan
masyarakat akan pelayanan yang berkualitas, maka instansi pemerintah
dituntut untuk secara terus-menerus memberikan pelayanan yang
berkualitas prima. Untuk itu, pengukuran kinerja perlu didesain sehingga
pimpinan dapat memperoleh informasi yang relevan atas tingkat kepuasan
pelanggan.
3. Operasi Bisnis Internal
Informasi operasi bisnis internal diperlukan untuk memastikan bahwa
seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama untuk mencapai tujuan
dan sasaran organisasi seperti yang tercantum dalam perencanaan
55
^VtP strategik. Seiain itu, informasi operasi bisnis internal diperlu^a^
melakukan perbaikan terus-menerus atas efisiensi dan efektivitas sjfjSESShS^ jt
perusahaan.
4. Kepuasan Pegawai
Dalam setiap organisasi, pegawai merupakan aset yang harus dikelola
dengan baik. Apalagi dalam perusahaan yang banyak melakukan inovasi,
peran strategis pegawai sungguh sangat nyata. Hal serupa juga terjadi
pada instansi pemerintah. Apabila pegawai tidak terkelola dengan baik,
maka kehancuran dari instansi pemerintah sulit dicegah.
5. Kepuasan Komunitas dan Shareholders/Stakeholders
Instansi pemerintah tidak beroperasi in vacum, artinya kegiatan instansi
pemerintah berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh kepentingan
terhadap keberadaannya. Untuk itu informasi dari pengukuran kinerja perlu
didesain untuk mengakomodasi kepuasan dari para stakeholders.
6. Waktu
Ukuran waktu juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan dalam
mendesain pengukuran kinerja. Betapa sering kita membutuhkan informasi
untuk pengambilan keputusan, namun informasi tersebut lambat diterima.
Sebaliknya informasi yang ada sering sudah tidak relevan atau kadaluarsa.
Perhatian dan penetapan pengukuran pada aspek di atas merupakan
bagian yang signifikan atas sistem pengukuran kinerja yang berhasil.
Disamping kesamaan dalam aspek informasi yang diharapkan dari kineqa,
ada perbedaan penekanan pengukuran kinerja dalam organisasi sektor
56
swasta dan organisasi publik, yaitu pada sektor swasta pengukuran utama
atas keberhasilan kinerja adalah profit (keuntungan), sedangkan pada
organisasi publik, kinerja diukur dengan cara membandingkan misi dan tujuan
dengan pencapaiannya.
Keberhasilan instansi pemerintah (organisasi publik) sering diukur dari
sudut pandang masing-masing stakeholders, misalnya lembaga legislatif,
instansi pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum. Idealnya,
pengukuran kinerja yang dipakai oleh instansi pemerintah disusun setelah
memperoleh masukan dari lembaga konstituen, sehingga diperoleh suatu
konsensus atas apa yang diharapkan oleh stakeholders atas organisasi
tersebut. Oleh karena itu, perlu disepakati variabel pengukuran kinerja yang
akan dipakai dalam sistem pengukuran kinerja.
Agar pengukuran kinerja dapat dilaksanakan dengan baik, perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya
segera. Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah segera mungkin
memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap
pengukuran kinerja akan langsung sempurna. Nantinya akan dilakukan
perbaikan atas pengukuran kinerja yang telah disusun.
2. Perlakukan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang
berkelanjutan (on-going process). Pengukuran kinerja merupakan
suatu proses yang bersifat interaktif, Proses ini merupakan suatu
57
cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki
kinerja.
3. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi. Organisasi
harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besarnya
organisasi, budaya, visi, tujuan, sasaran, dan struktur organisasi.
Telah dipahami bahwa organisasi sangat interdependensi dengan
lingkungannya. Antara organisasi dengan lingkungannya baik internal
maupun eksternal merupakan suatu sistem yang mencakup organisasi
dengan pelanggannya, jasa dan produknya, sistem balas jasa, teknologi,
struktur organisasi, dan lain-lain. Untuk meningkatkan kineija organisasi
hal-hal yang demikian perlu dipahami dengan seksama. Agar pemahaman
terhadap lingkungan ekosistem organisasi tersebut dapat lebih komprehensif,
perlu diketahui tingkatan kinerja yang akan dicapai oleh organisasi. Ketiga
tingkatan kinerja tersebut meliputi (a) tingkatan organisasi (organization
level), (b) tingkatan proses (process level): dan (c) tingkatan pekerjaaan (job
level) Kalau dicoba dengan suatu personifikasi, tingkatan organisasi
merupakan kerangka tubuh manusia yang menopang orang tersebut untuk
dapat terus berdiri menjalankan tugas-tugasnya, tingkatan proses merupakan
otot-otot yang membuat kerangka tersebut dapat bergerak sesuai dengan
arah yang diinginkan, dan tingkatan pekerjaan merupakan sel-sel tubuh untuk
dapat membuat tubuh manusia tetap dapat menjalankan fungsinya dengan
baik dalam suatu senyawa kimiawi di organisasi.
58
1. Tingkatan organisasi
Kinerja pada tingkatan organisasi merupakan hubungan organisasi dengan
pasar dan pelanggannya. Hal-hal yang mempengaruhi kinerja pada
tingkatan organisasi meliputi antara lain strategi, tujuan organisasi, struktur
organisasi, dan penggunaan sumber daya yang tersedia.
2. Tingkatan proses
Tingkatan proses merupakan arus kerja yang dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan baik. Proses yang tercakup dalam tingkatan ini meliputi
antara lain; product design process, merchandising process, production
process, sales process, distribution process, dan billing process.
Keberhasilan suatu organisasi sangat terkait dengan prosesnya. Proses
yang mengarah pada kinerja yang diinginkan adalah apabila proses
tersebut sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan organisasi telah bekerja
secara efisien, efektif sesuai dengan keinginan pelanggan dan
organization's requirements. Pengetahuan akan kinerja yang dipengaruhi
oleh proses dalam organisasi akan membantu organisasi untuk memahami
aturan (compliance) sehingga dapat memahami apa yang diinginkan oleh
stakeholders.
3. Tingkatan pekerjaan/tingkatan performer
Output organisasi diproduksi melalui suatu proses, Proses
diselenggarakan oleh individual yang menjalankan berbagai tugas.
Sebagai sel dalam tubuh manusia, variabel yang menjalankan tugas-tugas
tersebut menjadi sangat penting untuk penentuan kesehatan organisasi
59
secara keseluruhan. Variabel yang terlibat dalam tingkatan ini meliputi
hiring and promotion, responsibilities and standards, feedback, reward,
training. Pihak atau individu yang menjalankan proses untuk menghasilkan
output yang sesuai dengan keinginan pelanggan (stakeholders) menjadi
sangat penting. Pandangan sumber daya manusia sebagai biaya variabel
bertentangan dengan fungsi penting sumber daya manusia pada proses
dalam organisasi. Untuk itulah individu atau sumber daya manusia
ditempatkan sebagai pihak yang melaksanakan proses dan yang
menyelesaikan persoalan-persoalan dalam organisasi.
Berdasarkan pembahasan di atas maka sekolah sebagai suatu
organisasi untuk mengukur keberhasilan dilihat dari kinerja proses (mutu
proses) dan kinerja output (mutu lulusan). Sedang komponen yang digunakan
sebagai indikator untuk menilai keberhasilan sekolah (Kanwil Depdikbud
Provinsi Jawa Tengah, 1997: 7) terdiri atas:
1. Ketercapaian tujuan sekolah
2. Organisasi dan manajemen sekolah
3. Tenaga Kependidikan
4. Kegiatan Belajar Mengajar
5. Lingkungan sekolah
6. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan
7. Kesiswaan
8. Hubungan kerja sekolah dengan masyarakat
60
Sekolah sebagai satuan pendidikan (pelaksana pendidikan) yang
merupakan suatu sistem yang terdiri dari komponen-komponen masukan
utama yaitu siswa (main inputy, resources input yang terdiri dari sumber daya
manusia, kurikulum, sarana/prasarana, dana, dan manajemen; environmental
input yang terdiri dari ekonomi, politik, sosial, budaya, dan teknologi;
masukan-masukan tersebut diproses dalam tranformasi dan interaksi yaitu
kegiatan belajar mengajar yang menghasilkan lulusan (ou tpu iUntuk dapat
menghasilkan mutu lulusan maka prosesnya atau kegiatan belajarnya juga
harus bermutu.
1. Mutu Proses
Kegiatan belajar mengajar yang bermutu terdiri dari empat aspek yaitu
kelengkapan dan pemahaman kurikulum SMA, persiapan KBM, pelaksanaan
KBM, penilaian KBM (Depdikbud Kanwil Propinsi Jawa Tengah, 1998).
Kelengkapan dan pemahaman kurikulum diindikasikan bahwa di sekolah
terdapat kelengkapan dokumen kurikulum, tingkat pemahaman kurikulum
oleh unsur pimpinan dan guru, perangkat KBM dengan Lembar Kerja Siswa
(LKS), memiliki kumpulan surat perubahan dan petunjuk kelengkapan
kurikulum. Persiapan KBM dimaksudkan adanya keterlaksanaan penyusunan
satuan pelajaran, dan adanya keterkaitan program di sekolah dengan
lingkungan. Keterlaksaan penyusunan pelajaran melalui langkah-langkah
analisis materi pelajaran (AMP), program catur wulan/semester, menyusun
satuan pelajaran, menyusun rencana pelajaran, agenda guru. Pelaksanaan
61
KBM di sekolah dimaksudkan terciptanya kualitas proses pengajaran, tingkat
keterlaksanaan prinsip belajar tuntas, ketersediaan buku pegangan dan
referensi serta lembar pengayaan dan perbaikan proses pembelajaran,
adanya dokumen pelaksanaan KBM (jurnal kelas, agenda guru, dan
sebagainya). Kualitas pengajaran diindikasikan dengan tidak membiarkan
siswa belajar dengan cara yang salah, tidak meninggalkan siswa pada saat
belajar, penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai,
menggunakan bahan ajar (modul, buku diktat, lembar kerja siswa),
menggunakan metode pendekatan student's centered yang sesuai dengan
materi, tersedianya alat peraga yang siap pakai, tersedia bahan dan alat yang
sesuai dengan kebutuhan, menggunakan media pembelajaran, memotivasi
minat belajar siswa di luar sekolah, tidak menjadikan siswa sebagai
pendengar yang baik waktu berlangsungnya KBM, dan terselenggaranya
kegiatan ekstra kurikuler. Penilaian KBM ditandai dengan tingkat
keterlaksananya ulangan harian, dan tingkat keterlaksanaan ulangan umum,
ebta/ebtanas, atau ujian akhir nasional, dan ujian akhir sekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam KBM yang
berkualitas terdiri dari kegiatan perencanaan pengajaran, pelaksanaan
pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi
a. Perencanaan pengajaran
Seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus mampu
merencanakan pengorganisasian bahan pengajaran yang akan diajarkannya,
merencanakan pengelolaan kelas, merencanakan penggunaan media dan
62
sumber pengajaran, yang secara keseluruhan ataupun kategorial merupakan
pedoman dalam kegiatan PBM. Kemampuan perencanaan pengajaran
penting artinya karena perencanaan pengajaran merupakan titik berangkat
dalam rangkaian kegiatan kepengajaran guru. Tanpa perencanaan yang baik
pelaksanaan pekerjaan cenderung tidak terarah dan tidak tertib yang akan
berakibat jelek terhadap hasil. Perencanaan pengajaran di sekolah lebih
populer dalam bentuk satuan pelajaran (satpel).
b. Pelaksanaan Pengajaran
Pelaksanaan pengajaran merupakan tindak lanjut tugas guru dimana
secara riil guru memainkan peran-peran tugasnya. Apa yang hendak
dikomunikasikan, diajarkan atau bahan pengajaran yang harus diserap dan
dikembangkan siswa akan ditentukan oleh bagaimana guru
mengomunikasikannya.
Pelaksanaan pengajaran, ditinjau dari tugas guru, dapat dikatakan
merupakan inti tugasnya. Apa yang telah direncanakan kalau tidak
diaplikasikan dalam tindak kepengajaran akan sia-sia dan tidak akan
mencapai tujuan yang telah direncanakan. Tanpa pelaksanaan, rencana akan
menjadi angan-angan belaka.
Pelaksanaan pengajaran mencakup penggunaan metode, media dan
bahan, berkomunikasi, mendemonstrasikan khasanah metode mengajar,
mendorong dan menggalakan ketertiban siswa, mendemonstrasikan
penguasaan mata pelajaran, dan mengorganisir waktu, ruang dan bahan
pengajaran.
63
c. Hubungan Antar Pribadi
Perencanaan pengajaran yang kemudian diwujudkan dalam
pelaksanaan pengajaran memerlukan dukungan suasana belajar mengajar
yang baik. Untuk itu guru harus mendptakan suasana yang mendukung
sehingga materi pelajaran yang akan disampaikan dapat diserap siswa.
Hubungan antar pribadi dalam PBM penting artinya mengingat komunikasi
yang lancar dan suasana yang baik akan memudahkan siswa menangkap
apa yang dimaksudkan, dan hal itu hanya dimungkinkan apabila hubungan
interaksi dalam kelas tercipta sedemikian rupa.
Dalam PBM hubungan antar pribadi dapat dilihat dari kemampuan guru
mengembangkan sikap positif siswa, bersikap terbuka, menampilkan
kegairahan dalam mengajar, mengelola interaksi prilaku kelas hingga
memungkinkan dicapainya pola PBM yang mengacu pada pencapaian
tujuan pengajaran.
d. Evaluasi
Kemampuan evaluasi merupakan kegiatan penutup yang harus dipunyai
guru dalam melihat hasil kerjanya. Artinya, hasil evaluasi merupakan salah
satu indikator keberhasilan tugas guru pada diri siswa.
Kemampuan evaluasi mengacu kepada bagaimana guru melakukan
kegiatan evaluasi setelah merencanakannya dan bagaimana guru
menggunakan hasil evaluasi dan menafsirkannya untuk keperluan
pengajaran, untuk pedoman bagi kegiatan PBM berikutnya agar lebih baik.
64
Dalam konteks ini evaluasi berarti menilai dan mengendalikan tahapan PBM
secara menyeluruh.
2. Mutu Lulusan
Proses belajar mengajar yang bermutu akan menghasilkan lulusan yang
berkualitas ditandai dengan peningkatan prestasi belajar. Belajar itu sendiri
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungan yang dimanifestasikan dalam tingkah laku dan perbuatan.
S. Nasution (1982: 39) menyatakan bahwa "belajar sebagai perubahan
kelakuan berkat pengalaman dan latihan". Lebih lanjut Harrol Spears (Ersis
Warmansyah Abbas, 1994: 47) mengatakan belajar itu diperoleh dengan
... observe, to read, to imitate, to try semothing themselves, to listen, to follow
direction. Henry Clay Lindgren (Ersis Warmansyah Abbas, 1994: 47)
mengatakan belajar sebagai ...the term learning as used by psychologist,
refers to kind of experience or interaction with the environment. Dengan kata
lain, belajar dapat berlangsung melalui pengalaman langsung atau latihan
secara formal ataupun melalui pengalaman-pengalaman lainnya.
Kegiatan belajar yang dilakukan siswa akan membawa perubahan pada
pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasilnya oleh Martin L. Maehr (1994: 4)
dikatakan mencakup apa yang disebut prestasi yang didefinisikan berikut ini:
a. a measurable change in behavior, b. attributed to some person as the causal agent, c. that is or can be evaluate in term of a standart exelllence, and d. that typically involves some uncertainly as to the outcome or quality of
the accomplishment.
65
Abin Syamsudin (1983: 18 - 19) mengatakan bahwa "prestasi belajar
yang dicapai seseorang merupakan produk dari serangkaian interaksi
komponen-komponen yang terlibat dalam proses belajar mengajar". Tiga
masukan yang terlibat yaitu (1) masukan mentah menunjukkan pada
karakteristik yang terdapat pada individu yag mungkin memudahkan atau
justru menghambat individu dalam proses belajar mengajar; (2) masukan
instrumental menunjukkan pada kualifikasi serta kelengkapan sarana yang
diperlukan, seperti tenaga mengajar, metode, bahan atau sumber dan
program; (3) masukan lingkungan menunjukkan pada situasi, keadaan fisik
dan suasana sekolah, hubungan dengan pengajar dan teman.
Dengan demikian hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang
manifestasinya dalam bentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Hasil
belajar pada dasarnya sebagai hasil interaksi berbagai faktor yang
mempengaruhi proses belajar secara keseluruhan yang menyebabkan siswa
yang satu dengan lainnya bebeda dalam hal prestasi, dapat diukur dan juga
tidak, sesuatu yang berhubungan dengan standar kesempurnaan.
Kegiatan belajar membawa perubahan pada diri siswa yang oleh Blom
diklasifikasikan atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah
tersebut hakekatnya saling berhubungan satu sama lain dan tidak terpisah.
Ranah kognitif (Nasution, 1982: 35 - 36) dibagi enam bagian yaitu
a. Pengetahuan, meliputi informasi dan fakta yang dapat dikuasai
melalui hafalan untuk diingat. Yang digunakan adalah daya ingatan.
66
b. Pemahaman, merupakan kesanggupan untuk menyatakan sesuatu
definisi, rumusan, kata yang sulit dengan perkataan sendiri, dapat
pula merupakan kemampuan untuk menafsirkan suatu teori, atau
melihat konsekuensi atau implikasi, meramalkan kemungkinan atau
akibat.
c. Aplikasi, kesanggupan menerapkan atau menggunakan sesuatu
pengertian, konsep, prinsip teori yang memerlukan penguasaan
pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.
d. Analisis, kemampuan untuk menguraikan sesuatu dalam unsur-
unsurnya. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman
tentang hal yang akan dianalisis. Analisis yang lebih tinggi adalah
analisis hubugan, misalnya antara sejumlah gejala dan analisis
prinsip-prinsip yang mendasari masyarakat, alam atau sel.
e. Sintesis, kesanggupan untuk melihat hubungan antara sesuatu
unsur.
f. Penilaian, merupakan tingkatan paling tinggi berdasarkan bukti-
bukti atau kriteria tertentu.
Ranah afektif dibagai dalam lima tingkatan yaitu
a. Receiving, menerima, menaruh pertiatian terhadap nilai-nilai
tertentu.
b. Responding, memperlihatkan reaksi terhadap norma tertentu,
menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk merespon, dan
merasa kepuasan dalam merespon.
67
c. Vaiuing, menerima suatu norma, menghargai suatu norma, dan
mengikat diri pada suatu norma.
d. Organization, membentuk suatu konsep tentang suatu nilai dan
menyusun suatu sistem nilai-nilai.
e. Characterization by a value or value compiex, mewujudkan nilai-
nilai dalam pribadi sehingga merupakan watak seseorang, norma
itu menjadi bagian dari dirinya.
Ranah psikomotor (Harrow, 1971} diklasifikasikan atas enam tingkatan
yaitu kemampuan melahirkan gerakan-gerakan dasar, kemampuan
melakukan pengamatan, kemampuan gerakan jasmani, kemampuan
melakukan gerakan-gerakan ketrampilan, dan kemampuan mengadakan
komunikasi yang bersambung.
Untuk dapat mewujudkan ketiga ranah tersebut dilakukan penilaian,
atau evaluasi. Penilaian ini merupakan komponen penting dari
penyelenggaraan suatu sistem, termasuk sistem pendidikan, la berfungsi
memberikan umpan balik agar penyelengaraan sistem tersebut menjadi lebih
baik, dinamis dan berkelanjutan. Di dunia pendidikan, penilaian itu secara
garis besar terbagi dua, yaitu penilaian internal dan ekternal. Penilaian
internal untuk mengetahui seberapa efektif kegiatan pembelajaran difakukan
oleh guru. Tujuannya untuk mendapatkan umpan batik sekaligus memantau
kemajuan belajar anak. Hasilnya diharapkan dapat memperbaiki strategi
pembelajaran berikutnya, penyelenggaranya guru atau sekolah. Sedangkan
penilaian eksternal dilakukan oleh pihak lain di luar institusi penyefenggara.
68
Penilaian eksternal yang berfungsi sebagai penekan ini perlu dilakukan
karena biasanya justru menjadi alat efektif untuk mendorong sekolah tersebut
bergerak kearah perbaikan. Kalau hanya dilakukan oleh institusi
penyelenggara melalui evaluasi internal, hasilnya tidak selalu membuat
sekolah tersebut melalukan perbaikan. Bagi pemerintah penilaian eksternal
ini memiliki makna sangat penting karena menjadi alat penentu quality control
dan quality assurance.
Di tingkat pendidikan dasar dan menengah, Indonesia sudah pernah
menyelenggarakan empat sistem penilaian yaitu ujian negara, ujian sekolah,
evaluasi belajar tahap akhir nasional (Ebtanas), dan Ujian Akhir Nasional.
Ujian Negara, penyelenggaraan penilaian sepenuhnya dikontrol oleh
negara mulai dari materi yang diujikan sampai penetapan kelulusan. Sekolah
tidak punya peran sama sekali. Seluruh mata pelajaran diujikan secara
nasional. Periode ini dianggap mempunyai kelebihan dalam mengendalikan
standar mutu lulusan, karena penyelenggaraannya dikontrol sepenuhnya oleh
negara. Penilaian ini polanya bersifat elitis dan semua ditentukan oleh negara
yang mempunyai keinginan atau standar tinggi maka siswa yang lulus
mutunya sangat bagus. Model ini dianggap tidak demokratis dan tidak
mencerminkan rasa keadilan karena hanya memungkinkan anak-anak
tertentu yang bisa lulus yang pada umumnya berasal dari sekolah bagus.
Sementara sebagian besar siswa yang berasal dari sekolah lain yang
kondisinya memprihatinkan mengakibatkan tingkat ketidaklulusan sangat
tinggi.
69
Ujian sekolah, penilaian ini merupakan kebalikan dari penilaian
sebelumnya. Penyelenggara penilaian ini adalah sekolah yaitu dalam
pembuatan soal, melakukan penilaian, maupun menentukan kelulusan, dan
pengendalian mutu lulusan sepenuhnya di bawah kewenangan sekolah.
Dengan pola ini siswa tulus dengan mudah, nilai ijazah tinggi, dan mutu
lulusan merosot.
Ebtanas merupakan kombinasi antara ujian negara dan ujian sekolah,
ada enam atau tujuh pelajaran yang diujikan secara nasional, sedangkan
sisanya diujikan sendiri oleh sekolah, nilainya disebut Nilai Ebtanas Murni
(NEM) dan tidak menentukan kelulusan siswa dan hanya boleh digunakan
untuk seleksi jenjang pendikan di atasnya atau untuk kepentingan institusi
tertentu. Tingkat kelulusannya tinggi sekali karena yang menentukan lulus
adalah sekolah, nilai yang tercantum dalam Ebtanas adalah gabungan antara
nilai NEM dan nilai caturwulan I dan II. Model ini ternyata memberi peluang
sekolah untuk mengatrol nilai caturwulan agar siswanya lulus walaupun NEM
rendah.
Ujian Akhir Nasional (UAN) hampir sama dengan Ebtanas yang
merupakan kombinasi dari ujian Negara dan ujian sekolah. Ada sebagian
mata pelajaran yang diujikan secara nasional, sementara sebagian besar
yang lain diujikan sendiri oleh sekolah. Perbedaan mendasar dengan
Ebtanas, nilai UAN menentukan kelulusan siswa dan mumi tidak
dikombinasikan dengan nilai caturwulan. Yang menentukan kelulusan adalah
setiap mata pelajaran yang diujikan nilainya minimal 3,01; pada tahun
70
berikutnya standar nilai menjadi 4,01. Padan tahun ini diganti dengan Ujian
Nasional (UN) dengan standar 4,26 dengan penentuan kelulusan dari
sekolah.
Nilai prestasi belajar dengan berbagai model penilaian tersebut
dijadikan dasar untuk melihat kinerja sekolah yang diwujudkan dengan nilai
evaluasi belajar (Ebta/Ebtanas atau nilai ujian akhir nasional), tidak adanya
siswa yang mengulang, dan tidak adanya siswa yang putus sekolah (Nanang
Fatah, 2000: 54). Untuk itu dalam melihat keberhasilan sekolah disamping
mempergunakan mutu proses belajar mengajar juga dapat dilihat dari mutu
lulusan. Nilai prestasi belajar antara sekolah yang satu dengan sekolah lain
memiliki arti yang berbeda, nilai tujuh untuk sekolah yang satu memiliki arti
yang berbeda dengan sekolah lain, tujuh bagi suatu sekolah memiliki arti
yang bagus karena calon siswa pada waktu masuk memiliki nilai empat,
tetapi bagi sekolah yang lain artinya sangat jelek karena calon siswa pada
waktu masuk sudah memiliki nilai tujuh berarti tidak ada perubahan dengan
adanya proses belajar mengajar. Untuk itu guru perlu dimintai tanggapan
tentang kepuasan terhadap prestasi belajar yang dicapai oleh siswa-siswa.
Kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai manajer sekolah memiliki peran
yang besar dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengedalikan segala
masukan seperti siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya,
sarana/prasarana, dana/biaya, hubungan antara sekolah dan masyarakat.
Biaya pendikan sebagai masukan instrumental memiliki peran yang besar
dalam menentukan mutu proses maupun mutu lulusan. Untuk mencapai
71
semua itu perlu peranserta masyarakat maka keterlibatan Komite Sekolah
yang memiliki fungsi sebagai badan pertimbangan, pendukung, pengawas,
dan mediator sangat diperlukan dalam fungsi-fungsi manajemen di sekolah.
C. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan menurut G.R. Terry (dalam Hersey, 1988: 14)
*Leadership irt the ofinfluencing people to strive willingly forgroup objective".
Tannenbaum (dalam Hersey, 1988: 15) mendefinisikan kepemimpinan
" interpersonal influence in the situation and directed, through the
communication process, toward the attainment of speciafized goal o r golas".
Menurut Lichard I. Lester (A. Dale Timpe, 1991: 145) "kepemimpinan sebagai
seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan
kepercayaan, hormat dan kerja sama yang bersemangat dalam mencapai
tujuan bersama". Sedang menurut Robbins (1998: 175) "kepemimpinan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah
tercapainya tujuan". Dari berbagai pendapat tersebut maka kepemimpinan
adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi orang
lain atau kelompok agar dapat melakukan kegiatan dalam rangka mencapai
tujuan bersama. Implikasi dari konsep tersebut adalah: 1) kepemimpinan
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yang berasal dari
dirinya sendiri (seni, kiat) atau dari hasil belajar dan pengalaman; 2)
kepemimpinan menyangkut orang lain atau kelompok yaitu staf. maupun
anggota kelompok, disebut pemimpin karena memiliki bawahan atau
72
pengikut; 3) kepemimpinan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
atasan maupun bawahan sehingga memunculkan pembagian kekuasaan dan
wewenang antara atasan dan bawahan; 4) kepemimpinan dilakukan untuk
mencapai tujuan bersama.
Terdapat beberapa teori kepemimpinan, tetapi dalam kajian ini teori
kepemimpinan yang dibahas adalah: 1) teori karakter, 2) teori perilaku; 3)
teori kemungkinan. Dan teori/pendekatan terbaru dalam kepemimpinan yaitu:
4) teori atribusi; 5) teori transaksional versus transformasional; 6) teori
visioner.
Teori karakter kepemimpinan adalah teori yang mencari karakter
kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang memperbedakan pemimpin
dari bukan pemimpin (Robbins, 1998: 115). Menurut S.A. Kirkpatrick dan E.A.
Locke (1991: 24) ada enam karakter yang cenderung membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin adalah ambisi dan energi, hasrat untuk
memimpin, kejujuran dan integritas, percaya diri, kecerdasan, dan
pengetahuan yang relevan dengan pekerjaan. Orang-orang yang mempunyai
sifat setf-control yang tinggi artinya sangat luwes dalam menyesuaikan
perilaku mereka dalam situasi yang beralinan jauh lebih besar
kemungkinannnya untuk muncul sebagai pemimpin dalam kelompok-
kelompok daripada yang self-controf renda h (Dobbin etal, 1990: 7 dan Kenny
1991: 62). Untuk itu pemimpin harus sehat jasmani dan rohani, cerdas,
ambisi, hasrat, jujur, percaya diri, pengetahuan yang relevan dengan
pekerjaannya, pengendalian diri. Dengan demikian karakter dapat
73
meningkatkan kemungkinan sukses sebagai pemimpin, tetapi tidak satupun
karakter itu menjamin sukses (G. Yukl dan Van Fleet, 1992: 32).
Teori perilaku kepemimpinan adalah teori yang mengemukakan bahwa
perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Pemimpin
dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat pemimpin. Teori
perilaku yang paling menyeluruh dan ditiru dihasilkan dari riset yang dimulai
pada Universitas Negeri Ohio pada akhir dasa warsa 1940-an yang
menyimpulkan dua perilaku pemimpian yaitu: 1) struktur prakarsa (inisiating
structure), dan 2) pertimbangan (consideration). Perilaku struktur prakarsa
mengacu pada sejauh mana seorang pemimpin berkemungkinan
mendefinisikan dan menstruktur peran mereka dan peran bawahan dalam
upaya mencapai tujuan. Pertimbangan adalah sejauh mana seorang
pemimpin berkemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang ditandai saling
percaya menghargai gagasan bawahan, dan memperhatikan perasaan
mereka. (Robbins, 1998: 124) cara seseorang bertindak akan menentukan
keefektivan kepemimpinan orang yang bersangkutan. Pusat Riset dan Survey
Universitas Minchigan membagi dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu: 1)
berotientasi pada karyawan didiskripsikan pemimpin yang menekankan pada
hubungan antar pribadi; dan 2) beorientasi pada produksi, cenderung
menekankan aspek teknis atau tugas dari pekerjaan. Perhatian utama
mereka adalah pada penyelesaian tugas kelompok mereka, dan anggota-
anggota kelompok adalah suatu alat untuk tujuan akhir itu. Kesimpulannya
bahwa pemimpin yang berorientasi karyawan dikaitkan dengan produktivitas
74
kelompok yang lebih tinggi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Pemimpin
yang berorientasi produksi cenderung dikaitkan dengan produktivitas
kelompok yang rendah dan kepuasan kerja yang lebih rendah (Robbkis,
1998: 130).
Teori kemungkinan mencoba memilahkan faktor penting situasional
yang mempengaruhi keefektifan kepemimpinan. Variabel pelunak
(moderating variable) yang populer, yang digunakan dalam mengembangkan
teori kemungkinan yang mencakup tingkat struktur dalam tugas yang akan
dikerjakan, kualitas hubungan pemimpin-anggota, kekuasaan jabatan
pemimpin, kejelasan peran bawahan, norma kelompok, ketersediaan
informasi, penerimaan bawahan akan keputusan pemimpin, dan kematangan
bawahan (Podsakoff et.al, 1995: 14). Ada lima pendekatan yang
dipertimbangkan untuk memilah variabel kunci situasional yaitu model
Fiedler, teori situasional Hersey dan Blanchard, teori pertukaran pemimpin-
anggota, model jalur-tujuan serta partisipasi pemimpin (Robbins, 1998: 135).
Model kemungkinan Fiedler menyatakan bahwa kelompok efektif bergantung
pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari si pemmpin dengan
bawahannnya serta sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan
pengaruh kepada si pemimpin. Teori kepemimpinan situasional Hersey dan
Blanchard adalah suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada
kesiapan pengikut, keefektifan kepemimpinan mencerminkan kenyataan
bahwa pengikut yang menerima baik atau menolak pemimpin. Tidak peduli
apa yang dilakukan si pemimpin itu, keefektifan bergantung pada tindakan
75
dari pengikutnya. Inilah suatu dimensi yang penting yang telah irfK £ v
atau kurang ditekankan dalam kebanyakan teori
kesiapan merujuk sejauh mana orang mempunyai kemampuan dan
kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Teori pertukaran
pemimpin anggota dimaksudkan bahwa para pemimpin menciptakan
kelompok-dalam dan kelompok-luar, dan bawahan dengan status kelompok-
dalam akan mempunyai penilaian kinerja yang lebih tinggi, tingkat keluarnya
karyawan yang lebih rendah, dan kepuasan yang tebih besar bersama atasan
mereka. Teori jalur tujuan yang menyatakan bahwa perilaku seorang
pemimpin dapat diterima baik oleh bawahan sejauh mereka pandang sebagai
suatu sumber dari kepuasan segera atau kepuasan masa depan. Model
partisipasi pemimpin suatu teori kepemimpinan yang memberikan
seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan
keputusan partisipatif dalam situasi-situasi yang berlainan.
Teori atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan
semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang bagi individu, yang menarik
dari teori ini adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya
dianggap konsisten dan tidak goyah dalam keputusan mereka, memiliki
komitmen yang besar, tabah, dan konsisten terhadap keputusan-keputusan
yang diambilnya dan tujuan yang ditentukannya.
Teori kepemimpinan karismatik merupakan pengembangan atribusi.
Teori ini mengemukakan bahwa para pengikut membuat atribusi dari
kemampuan kepemimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka
76
mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin karismatik menurut Conger
dan Kanungo dari Universitas McGiH (Robbins, 1998: 151) memiliki tujuan
ideal yang ingin mereka capai, memiliki komitmen pribadi yang kuat pada
tujuan mereka, dipahami sebagai tidak konvensional, teguh dalam pendirian
dan percaya diri, serta sebagai agen perubahan, radikal, bukanya manajer
dari status quo.
Teori kepemimpinan transaksional versus transformasional. Pemimpin
transaksional adalah pemimpin yang memandu atau memotivasi pengikut
mereka dalam arah tujuan yang ditegakkan dengan memperjelas peran dan
tuntutan tugas. Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang
memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan,
dan yang memiliki karisma. Kepemimpinan transaksional dan
transromasionat tidak boleh dipandang sebagai pendekatan yang berlawanan
dengan penyelesaian pekerjaan. Kepemimpinan transformasional dibangun
di atas puncak kepemimpinan transaksional. Transformasional menghasilkan
tingkat upaya dan kinerja bawahan yang melampui apa yang akan terjadi
dengan pendekatan transaksional saja. Kepemimpinan transformasional lebih
daripada karisma. Pemimpin yang semata-mata karismatik dapat
menginginkan para pengikut untuk mengadopsi pandangan dunia si
karismatik dan tidak beranjak lebih jauh, pemimpin transformasional akan
berupaya untuk menanamkan dalam diri pengikut kemampuan untuk
mempertanyakan tidak hanya pandangan yang sudah mapan melainkan juga
pandangan yang ditetapkan oleh sang pemimpin.
77
Teori kepemimpinan visioner merupakan kemampuan untuk
menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang atraktif, terpecaya,
realistik, tentang masa depan suatu organisasi atau unit organisasi yang
terus bertumbuh dan membaik sampati saat ini. Visi jika diseleksi dan
diimplementasikan secara tepat, begitu bertenaga sehingga bisa
mengakibatkan teoadinya loncatan awal ke masa depan dengan
membangkitkan ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk bisa diwujudkan.
Sebuah visi memiliki gambaran yang jelas dan mendorong, yang
menawarkan suatu cara yang inovatif untuk memperbaiki, yang mengakui
dan berdasar tradisi serta terkait dengan tindakan-tindakan yang dapat
diambil orang untuk merealisasikan perubahan. Visi menyalurkan emosi dan
energi orang. Bila diartikulasikan secara tepat, sebuah visi menciptakan
kegairahan dan membawa energi dan komitmen ke tempat kerja. Pemimpin
visioner yang pertama harus memiliki kemampuan menjelaskan visi dilihat
dari segi tindakan-tindakan yang dituntut dan sasaran melalui komunikasi
lisan dan tertulis yang jelas. Kedua mampu untuk mengungkapkan visi tidak
hanya secara verbal melainkan melalui perilaku pemimpin. Ketiga mampu
memperluas visi kepada kepemimpinan yang berbeda, ini merupakan
kemampuan untuk mengurutkan aktivitas-aktivitas sehingga visi dapat
diterapkan pada berbagai situasi.
Kepala Sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan memiliki peran
yang sangat besar atas keberhasilan sekolah, sebab sekolah yang efektif
ditentukan oleh kepemimpinan Kepala Sekolah yang efektif. Kepala Sekolah
78
yang efektif menurut School improvement in Maryland Web Site (terjemahan
Soeiistia, 2003: 6) yaitu: 1) mengembangkan kolaborasi dalam pemecahan
masalah dan mengadakan komunikasi terbuka; 2) mengumpulkan,
menganalisis dan menggunakan data untuk mengidentifikasi kebutuhan
sekolah ; 3) menggunakan data untuk mengidentifikasi dan merencanakan
perubahan yang diperlukan dalam program instruksional; 4) melakukan dan
memonitor rencana perbaikan sekolah; 5) berfikir sistem dalam menetapkan
fokus untuk mencapai tujuan prestasi belajar murid.
Kepala Sekolah sebagai pengelola memiliki fungsi dan tugas sebagai
edukator, manajer, administrator, dan supervisor (Departemen P dan K,
1996, 1997). Kepala Sekolah yang berhasil dilihat dari kemampuannya
sehubungan dengan perannya (Dekdikbud Kanwil Provinsi Jawa Tengah)
sebagai: pendidik (educator), manajer (manager), administrator
(administrator), penyelia (supervisor), pemimpin (leader), dan pembina iklim
kerja yang sejuk (climate maker). Mulyasa (2003: 14) mengatakan bahwa
kepemimpinan Kepala Sekolah efektif berfungsi sebagai educator, manajer,
administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Menurut James M.
Lipham (1974, 1988) fungsi Kepala Sekolah dibagi dalam kategori sebagai
pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan personel/staf, pengelola
pelayanan siswa, pengelola keuangan & fasilitas, dan pengelola hubungan
sekolah dan masyarakat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Kepala sekolah
sebagai manajer akan merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
79
aktivitas sekolah yang meliputi program pengajaran, kegiatan staf, pelayanan
terhadap siswa, keuangan & sumber daya, dan menjalin kerja sama dengan
masyarakat.
1. Kepala Sekolah Sebagai Pengelola Program Pengajaran
Program pengajaran terdiri dari empat tahap yaitu menentukan tujuan
program, perencanaan perbaikan program, melaksanakan perubahan
program, dan evaluasi outcome program. Dalam tahap pertama menentukan
program yaitu program yang akan diajarkan harus mempertimbangkan
tuntutan masyarakat, permintaan murid, dan berhubungan dengan tujuan
siswa. Dalam menentukan tujuan program pengajaran harus sesuai dengan
tuntutan masyarakat, hal ini sesuai dengan saran dari Inlow (1988: 65) bahwa
"cultural and community demands ultimately govem all curricular choices and
decisions". Perkembangan di masyarakat menuntut program pengajaran
menyesuaikan dengan kepentingan masyarakat tidak hanya dimensi
intelektual, tetapi juga dimensi sosial, personal, dan produktif. Kebutuhan
siswa juga harus dijadikan dasar dalam pengajaran seperti diungkap oleh £
Tyler (1990: 26) "the needs of learner constitute a basic consideration in
curricular planning". Bagaimanapun besarnya tuntutan masyarakat dalam
program pengajaran kebutuhan siswa harus lebih diutamakan karena
berkaitan dengan ijasah dan kebutuhan intelektual untuk melanjutkan studi,
keterkaitan inilah yang dinamakan kurikulum yang relevan. Keterkaitan tujuan
dengan siswa juga menjadi pertimbangan dalam menentukan tujuan
pengajaran karena menyangkut waktu, materi pengajaran, tempat,
80
perlengkapan, hubungan guru dengan murid, perhatian siswa, bakat,
kelompok, dan sebagainya. Seperti diungkap oleh Klausmeier (1983: 74)
1) The amount of time that the student will use in completing the unit of study.
2) The instructional materials the student will use. 3) The instructional spaces, equipment, and materials that the student
will use. 4) The amount of attention and direction the teacher will provide. 5) The teacher-directed individual, pair, small-group, and larger-group
activities in which the student will participate. 6) The student-initiated individual, pair, small-group, and large-group
activities in which the student will engage.
Tahap yang kedua yaitu perencanaan perbaikan program yang terdiri
dari kegiatan penetapan struktur, penyediaan informasi, dan pengkhususan
input. Penyusunan struktur program menjadi tanggungjawab Kepala Sekolah
kemudian membagi tugas pada Wakil Kepala Sekolah, kelompok guru bidang
studi, dan guru bidang studi. Demikian juga Kepala Sekolah
bertanggungjawab ke luar dalam rangka peningkatan mutu dengan struktur
dinas pendidikan, kelompok kerja Kepala Sekolah, pengawas, MGMP, dan
sebagainya. Perbaikan program pengajaran harus didukung informasi yang
lengkap tentang murid berkaitan dengan kebutuhan, minat, kekuatan, dan
kelemahan. Informasi tersebut dapat dilakukan dengan mental ability test,
achievment test, anecdotal records, appreciation tests, aptitude test. Input
tidak hanya siswa tetapi juga berkaitan dengan alokasi waktu, personel,
tempat, perlengkapan, material, dan sumber yang lain dan ini harus tersedia
dan teranggarkan dalam APBS, ketersediaan ini berkaitan dengan
pencapaian tujuan.
81
Tahap ketiga pelaksanaan perubahan program yang terdiri dari
motivasi staf, penyediaan program pengajaran, dan bekerja dengan
masyarakat. Untuk itu Kepala Sekolah harus menempatkan staf untuk
menetapkan tujuan pengajaran, menginventarisir bahan-bahan,
perlengkapan, dan fasilitas untuk mendukung tujuan pengajaran, dan
menjelaskan perubahan pengajaran kepada orangtua siswa dan masyarakat.
Tahap keempat evaluasi program outcome yang terdiri dari
perencanaan evaluasi, dan penggunaan instrumen evaluasi menguji dan
merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi proses dan hasil.
Untuk itu Kepala Sekolah harus mengumpulkan, mengorganisir, dan
menginterpretasikan data sekarang dibandingkan dengan kinerja siswa
sebelumnya, mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau
inisiatif perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru.
Berdasarkan penjelasan di atas maka Kepala Sekolah sebagai
pengelola program pengajaran pada tahap pertama memperkirakan program
yang relevan, untuk itu Kepala Sekolah harus memiliki kompetensi sebagai
berikut:
1. mempelajari dan menginterpretasikan kurikulum sesuai dengan
kecenderungan perubahan permintaan masyarakat.
2. menggambarkan kebutuhan umum siswa berdasarkan program
pengajaran.
3. secara langsung menaksir kebutuhan siswa yang unik untuk sekolah dan
masyarakat.
82
4. mengintegrasikan tujuan dan sasaran sekolah dengan kebutuhan siswa.
5. memperkirakan tentang kecukupan kebutuhan siswa dalam program rutin
untuk pertemuan formal.
Pada tahap kedua perencanaan perbaikan program, Kepala Sekolah
harus memiliki kompetensi sebagai berikut
6. menguji dan menginterpretasikan program alternatif, prosedur, dan
struktur perbaikan pengajaran.
7. menggunakan penelitian dan informasi dalam menentukan pilihan yang
dapat dijalankan terhadap perubahan.
8. bekerja sama dengan yang lain dalam pengembangan alternatif
pengajaran.
Pada tahap ketiga pelaksanaan perbaikan program, Kepala Sekolah
9. menempatkan staf untuk menetapkan tujuan pengajaran.
10. menginventarisir bahan-bahan, perlengkapan, dan fasilitas untuk
mendukung tujuan pengajaran.
11. menjelaskan perubahan pengajaran kepada orangtua siswa dan
masyarakat.
Pada tahap keempat evaluasi perubahan program, Kepala Sekolah
12. menguji dan merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi
proses dan hasil.
13 mengumpulkan, mengorganisir, dan menginterpretasikan data sekarang
dibandingkan dengan kinerja siswa sebelumnya.
83
14. mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau inisiatif
perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru.
2. Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Personel/Staf
Peranan kepala sekolah adalah menentukan dan mengklasifikasikan
perubahan yang terjadi pada stafnya hingga beberapa tahun. Bargaining
kolektif telah mengubah kekuatan hubungan tradisional di dalam sekolah.
Meningkatnya kebutuhan pengakuan dan meningkatkan program-program
penyediaan guru membangkitkan otonomi yang besar dan kepercayaan
terhadap diri sendiri diantara guru, karena perubahan ini mengarah kepada
profesionalisasi guru, keefektifan kepala sekolah mesti dimengerti dan
menggunakan secara tepat prosedur untuk mempertinggi efektivitas,
efisiensi, dan kepuasan tiap-tiap anggota staf.
Fungsi-fungsi pokok pengelolaan personel adalah:
a. Identifikasi staf baru: menentukan tingkatan dengan menilai suatu
kelompok dan kecocokan tujuan sekolah dengan nilai personel,
keinginan, dan kemampuan & prospek masing-masing anggota.
b. Penugasan staf: memastikan secara maksimum kecocokan antara
kebutuhan peranan dan kebutuhan individu.
c. Orientasi staf: memimpin aktivitas-aktivitas dimana menjelaskan
peraturan-peraturan lembaga dan hubungan sesama staf.
d. Evaluasi staf: menetapkan tingkat penampilan dimana kecocokan dengan
harapan dengan aturan-aturan.
84
e. Pengembangan staf: mengarahkan aktivitas untuk pengembangan
keamampuan tiap-tiap individu bagi kinerja yang efektif.
Fungsi sentral dari staf di beberapa sekolah ditentukan berdasarkan
kualifikasi yang dimiliki seseorang seperti syarat-syarat nilai, sikap,
kemampuan yang dapat memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan
sekolah dan sekaligus untuk mencapai tujuan individu itu sendiri. Tidak
satupun sekolah dapat dengan sukses untuk menerapkan atau
memformulasikan suatu program tanpa mempunyai metoda yang sistematis
untuk mengidentifikasikan staf. Meskipun kelebihan para pelamar di lapangan
keguruan, tetap penting bahwa para pelamar harus mempunyai budi pekerti
yang sopan. Pelamar yang cerdas akan selalu dibutuhkan, hanya akan dapat
melalui ketelitian perekrutan dan keuntungan dari seleksi yang akan dapat
menemukan tenaga kependidikan yang berkualitas.
Mengidentifikasi calon staf berisikan dua fase, Fase penarikan,
mengidentifikasi potensi yang dimiliki pelamar, fase penseleksian, penyisihan
pelamar antara lain melalui penilaian atas minat, keinginan dan kemampuan
untuk mematuhi peraturan-peraturan. Tanggung jawab kepala sekolah dalam
proses rekruitmen dan fungsi seleksi ini sangat bervariasi, tergantung pada
ukuran serta sistem sekolah.
Aktivitas kepemimpinan kepala sekolah ini dalam memfungsikan
stafnya digambarkan pada bagan berikut ini:
85
Stage î. Identification staff Recruitment staff Selection of staff
Stage II. Assignment of staff to Initial positions Subsequent position Differentiated roles
I
Stage III. Orientation of staff to th£ Curriculum Staff Students Community
Stage IV. Evaluation of staff When to evaluate
I »J Why evaluate What to evaluate
__ How to evaluate
i
Stage V. Improvement of staff Classroom observation Individual conferences School visitation Professional association^ Professional library Student-teaching progra In-service program
i M M E D i A T
F E E D B A C K
(Sumber. Lipham, 1985) Bagan 2.1
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Memfungsikan Staf
Penetapan calon pelamar merupakan tanggung jawab
Bupati/Walikota. Harusnya Kepala Sekolah di era otonomi daerah dimana
pada sistem sekolah yang besar, perekrutan tenaga merupakan tanggung
86
jawab sfckoiah itu sendiri, di sistem sekolah yang kecil sering merupakan
tanggung jawab dari Pengawas atau mendelegasikan tanggung jawab ini
kepada Kepala Sekolah.
Perekrutan tidak dilakukan sebelum mendapat persetujuan dari Kepala
Sekolah seberapa banyak staf yang dibutuhkan untuk masa mendatang, dan
mengkomunikasikannya, menerima, atau menolak, dimana Kepala Sekolah
mengajukan permohonan kepada kantor pusat, dimana menggunakan
beberapa teknik untuk mengakumulasikan kecocokan kualifikasi pelamar.
Sistem birokarasi sekolah kemudian akan menjelaskan tentang gaji dan
kesempatan untuk pengembangan diri, untuk menarik para pelamar. Kepala
sekolah dapat mengunjungi perguruan tinggi dan universitas dan
mengidentifikasikan kemampuan pelamar, Disamping perguruan tinggi dan
universitas, Kepala Sekolah juga dapat menghubungi organisasi profesi,
agen-agen tenaga kerja, dan yang lain yang menguntungkan bagi Kepala
Sekolah.
Fungsi rekruitmen dan seleksi akan menghambat jika keputusan
seleksi tidak membuat peningkatan. Tugas seleksi staf merupakan hak
istimewa Dewan pendidikan, wakil dari Dewan Pendidikan
merekomendasikan kepada Pengawas. Tak seorangpun dalam posisi
penseieksian staf ini selain dari Kepala Sekolah untuk menyetujui sesuai
dengan aturan dan permintaan, dan menseteksi para pekerja disesuaikan
dengan yang diharapkan. Sebagaimana kepemimpinan sekolah, Kepala
Sekolah bertanggungjawab untuk bekerja secara terbuka dan secara
87
i kontinyu bersama anggota staf untuk membantu mereal isas i^ ! ^^ ..,
potensinya. Sekaligus memberikan perhatian kepada
menginginkan keluaran staf yang berkualitas sebagai investasi.
Keputusan untuk mempertemukan di dalam hubungan kontrak
bersama guru berarti sekolah memberikan persetujuan untuk memberikan
setiap kemungkinan untuk memberikan pertolongan kepada guru. Seleksi
yang hati-hati akan membantu di dalam mempertemukan
pertanggungjawaban. Bertolak befakang, beberapa administrator percaya
bahwa seleksi tidak penting karena penolakan akan relatif lebih mudah
sewaktu guru menduduki suatu jabatan. Karena pemecatan sebagai sistem
selalu yang lebih murah tetapi ini akan berpengaruh buruk terhadap moral
staf. Dimana dalam beberapa instansi, cara pemecatan lebih baik dari proses
penseleksi dan praktek supervisi.
Penseleksian staf yang berkualitas bukan proses yang mudah. Karena
mengajar merupakan profesi yang komplek, dan pendidik merupakan
kelompok yang secara terus menerus mencari metode yang paling baik
dimana menaksir potensial yang dimiliki seseorang yang mempunyai dampak
pada pertumbuhan siswa dan prestasi. Karena seorang Kepala Sekolah,
setiap harinya berkomunikasi keseluruhan dengan lingkungan belajar, untuk
menetapkan tingkat kualitas dimana harapan dengan aturan yang diberikan
seperti yang dKemuai pada individu. Untuk itu partisipasi Kepala Sekolah
dalam proses seleksi staf, sebenarnya tidak dapat disangkal lagi.
88
Setelah proses rekrutmen untuk menseleksi pelamar, setiap calon
pelamar dapat diundang untuk menemui Kepala Sekolah bagi yang
memenuhi syarat. Proses seleksi lebih dahulu melalui interviuw, Kepala
Sekolah mengambil kesempatan untuk mengungkap kembali kepercayaan
dan komitmen pelamar mulai dari rekrutmen, interview, calon pelamar akan
dapat memperoleh informasi tentang sistem sekolah dan lingkungan kerja.
Berikutnya Kepala Sekolah dapat menyalurkan secara umum dan
mengkonsentrasikan penilaian tentang kandidat sebagai tenaga pengajar
yang potensial, menguasai filsafat pendidikan, tujuan dan minat terhadap
pekeijaan. Langkah ini penting untuk menetapkan pada pelamar tentang
kelayakan tugas sesuai dengan yang diharapkan. Karena
pertanggungjawaban dalam memilih akan dapat membuat pilihan jika
membuat perjanjian sesuai dengan tawaran. Kebebasan dalam memberikan
informasi antara kepala sekolah dan pengisian selama seleksi interview akan
dapat membuat keputusan yang intelegen (Moris, 1991: 89).
Kepala Sekolah menemui tiap-tiap pelamar, membuat keputusan
berkenaan dengan pelamar harus akan mempertemukan harapan sesuai
dengan posisi jabatan. Secara umum kelemahan Kepala Sekolah untuk
penseleksian guru-guru dimana filsafat pendidikan secara terbuka
mengidentifikasikan bersama-sama anggota staf. Keikutsertaan staf pengajar
sekolah dalam menentukan tujuan dan menyelesaikannya, ini suatu
kebanggaan bagi mereka yang dapat melancarkan fungsi organisasi.
89
Menggunakan teknik menetapkan staf bersama guru memberikan
keuntungan untuk membantu terjadinya status quo.
Siswa juga dapat memberikan sumbangan pada asosiasi guru
terhadap penilaian, personality, dan teknik-teknik instruksional, Sebagai
contoh, beberapa siswa mempunyai hubungan tradisional dengan guru
dimana secara format teknik mengajar, dan respon yang baik dapat
membantu guru dalam menggunakan struktur metodologi (Rose, 1997: 23).
Tugas pokok dalam penugasan staf untuk menjamin kesamaan
tingkatan antara harapan dengan posisi pelamar dan karakteristik personal
dari individu. Juga kemungkinan membuat kesempatan tugas mengajar akan
menjadi maksimal jika proses perekrutan dan seleksi sangat menarik dan
menyenangkan, di dalam instansi berdasarkan pengalaman sering terjadi
kesalahan penugasan anggota staf untuk itu harus dapat mendeteksi dan
meralat kembali. Jika beberapa posisi yang baru sudah terisi secara minimal,
kemudian penugasan guru yang baru sudah terisi secara minimal, kemudian
penugasan guru yang baru di diarahkan melalui proses seleksi. Sering terjadi
masalah penugasan tidak berkaitan dengan yang diharapkan karena itu
Kepala Sekolah harus mempunyai beberapa guru untuk ditugaskan di dalam
tugas yang mempunyai hubungan dengan lapangan yang harus diisi. Di
dalam proses penugasan, juga mempunyai aturan pokok untuk menetapkan
personel berdasarkan kebutuhan personel, minat, dan kemampuan individu
harus diekploitasi secara penuh dan saling pengertian satu sama iain.,
90
Kepala Sekolah dalam melaksanakan penugasan guru baru. Standar
sertifikat yang dikeluarkan oleh pemerintah memberikan pengaruh terhadap
kontrol, tetapi sering terjadi untuk mengikuti hubungan fleksibilitas terdapat
dua tingkatan yakni dasar dan menengah. Dimana guru sekolah dasar
biasanya tidak mempunyai sertifikat bagi guru tingkat sekolah menengah dan
tingkatan lain harus mempunyai sertifikat yang diberikan oleh Dewan
Pendidikan.
Selama setahun sekolah berjalan guru baru harus dapat menampilkan
kelayakan penugasan dan menampilkan kemampuan di dalam kelas, dan di
dalam bagian yang lain dengan memberi kesempatan mengajar di sekolah
yang lain. Guru-guru harus menjadi sadar suatu waktu mengatakan kepada
Kepala Sekolah tentang kesulitannya. Keengganan untuk mengungkapkan
berakibat frustasi pada guru, keterbukaan penyampaian kesulitan akan dapat
menetapkan keefektifan penampilan. Penugasan kembali untuk mengoreksi
penilaian kesalahan akan dapat dilaksanakan setelah berkonsultasi secara
bersama dengan anggota staf.
Tenaga di sekolah memiliki perbedaan secara hirarkhi dan latar
belakang, untuk itu setiap kegiatan mengajar unit atau tim, guru harus
terbuka dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengajaran. Kepala
Sekolah harus mengetahui kepribadian (personality) anggota tim dan mampu
mengidentifikasi tenaga yang mendukung dan menghambat kegiatan tim
sehingga kegiatan ini dapat dijadikan seleksi akhir dalam penerimaan tenaga.
i
91
Kepala Sekolah juga harus memberikan pengalaman orientasi yang cukup
dalam membantu guru berkontribusi dalam anggota tim.
Tujuan pokok orientasi adalah menolong tenaga untuk mengerti dan
menyesuaikan aturan-aturan yang berlaku dan mengembangankan perasaan
memiliki sekolah dan mengenal sekolah dan kelompok lebih dalam. Untuk itu
tugas Kepala Sekolah, dimulai sesudah calon menerima surat keputusan
pengangkatan meningkatkanan pengetahuan pekerja baru dengan harapan
membawanya untuk mengikuti aturan-aturan administratif ketenagaan, guru-
guru, siswa, orangtua, dan masyarakat.
Kepala sekolah bertanggungjawab orientasi terhadap kurikulum secara
terperinci kepada guru baru. Buku teks dan materi kurikulum akan menunjang
perencanaan dan penyiapan pengajaran. Guru-guru baru akan menerima
informasi tentang segala sumber material di sekolah, fasilitas, audiovisual,
peralatan lain yang mendukung guru dan tenaga yang lain. Suatu ide yang
bagus untuk gunj baru untuk konsultasi dengan guru lain pada tingkatan yang
sama atau dinas pendidikan untuk mendiskusikan secara pribadi kekuatan
dan kelemahan di dalam kurikulum. Orientasi kurikulum ini juga memberi
keuntungan pada pengembangan hubungan antara guru baru dan tenaga
yang lain.
Guru baru diberi kesempatan diperkenalkan dengan anggota yang
lain, guru baru jangan sampai merasa ketakutan, Kepala Sekolah akan
mencegah perasaan ini dengan memperlihatkan semangat menerima,
92
dimana guru baru telah mengetahui bahwa tiap-tiap anggota staf memiliki
latar belakang yang berbeda yang akan berkontribusi sesuai kemampuannya.
Program orientasi merupakan ketentuan bagi beberapa guru untuk
saling mengenal dengan murid, berkaitan dengan orientasi akademik atau
status sosial ekonomi. Dengan menggunakan statistik, keadaan murid dapat
disimpulkan. Biasanya calon bertemu dengan perwakilan kelompok dari
murid sebelum melaksanakan kegiatan pengajaran. Selanjutnya kesempatan
untuk bertemu dan berinteraksi dengan murid seharusnya ditingkatkan.
Dengan cara ini guru baru akan meningkatkan pengetahuannya tentang
murid sebelum mulai mengajar. Selama setahun di sekolah, orientasi murid
dilanjutkan melalui keaktifan di kelas dan kegiatan kokurikuler. Ditambah lagi,
guru baru seharusnya didorong untuk dapat bekerja sama dengan murid
dalam organisasi masyarakat untuk menghadapi kebutuhan bakat dan minat,
dan kemampuan siswa.
Guru sangat berharap dapat bertempat tinggal di sekitar sekolah
dimana ia bekerja. Keuntungan dapat berkumpul dengan penduduk dapat
meningkatkan wawasan guru-guru terhadap nilai-nilai yang dianut
masyarakat, hubungan sekolah dengan masyarakat, konsentrasi kepada
siswa dan masalahnya. Untuk itu Kepala Sekolah memiliki kewajiban
memperkenalkan guru-guru dan tenaga yang lain kepada masyarakat.
Keuntungan yang diperoleh adalah sekolah dapat mempertanggungjawabkan
kegiatan yang dilakukan dan masyarakat sebagai sumber perbaikan
93
pengajaran, disamping itu juga masyarakat dapat memberikan masukan
kepada sekolah.
Pengevaluasian meliputi penilaian sejauh mana prestasi masing-
masing anggota menyelesaikan masalah. Proses evaluasi terdiri dari kapan
mengevaluasi (waktu evaluasi), mengapa mengevaluasi (tujuan evaluasi),
apa yang dievaluasi (informasi yang didapat), dan bagaimana mengevaluasi
(alat yang digunakan).
Pengevaluasian tenaga dimulai dengan surat pengangkatan awal dan
berakhir dengan bekerja, walaupun Kepala Sekolah secara terus menerus
memberi pengaruh tentang kompetensi ketenagaan, mereka sering
mengabaikan proses penilaian ini. Kepala Sekolah cenderung menyamakan
pengevaluasian tenaga dengan penyelesaian bentuk pengevaluasian yang
memuat ringkasan hasil penilaian setiap tahun. Kepala Sekolah dan guru
seharusnya bertemu berlebih dahulu di awal tahun ajaran untuk mengulas
tujuan-tujuan dan harapan-harapan. Urusan pengevaluasian selama satu
tahun menentukan sejauh mana tujuan telah dicapai, harapan telah
terlaksana dan kebutuhan individu telah terpenuhi. Pengevaluasian sumatif
mendekati akhir tahun ajaran sekolah akan sedikitnya menghasilkan
perselisihan jika pengevaluasian formatif telah terjadi. Kepala sekolah dan
guru membutuhkan tujuan baru dan harapan baru untuk dilakukan oleh guru
dalam mencapai peningkatan kepribadian dan keprofesionalan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Button (1994: 38) mengembangkan
model yang digunakan dalam penggambaran pengevaluasian tenaga menjadi
94
3 tahap yaitu: tahap pertama: Perencanaan pengevaluasian: analisa dari
situasi yang spesifik, membuat tujuan pengevaluasian, menetapkan tujuan
khusus dan alat untuk mengukur proses yang digunakan dan hasil akhirnya.
Tahap kedua: Mengumpulkan informasi dengan melakukan prosedur
perencanaan lewat observasi, pengawasan dan pengukuran hasil dan
prosedur. Tahap ketiga: Penggunaan informasi dengan berkomunikasi
berdasarkan atas analisa dan interpretasi dan informasi yang diperoleh dan
juga mengambil keputusan berdasarkan langkah berikutnya yang akan
diambil. Tahap-tahap tersebut saling berangkai dan berputar. Jadi informasi
yang telah dianalisis untuk setiap mastng-masig tahap bertindak sebagai
dasar untuk tahap selanjutnya. Selain itu pada akhir tahap bertindak sebagai
awal untuk mengulang perputaran.
Bolton (1994: 45) mengatakan alasan utama mengevaluasi guru
antara lain
a. untuk mengubah tujuan
b. untuk merubah prosedur
c. Untuk menemukan cara baru penggunaan prosedur
d. untuk meningkatkan prestasi individu
e. mencari informasi untuk modifikasi penugasan
f. melindungi individu-individu atau sistem sekolah
g. memberi hadiah kepada orang yang berprestasi
h. memberikan dasar perencanaan karir, kemajuan dan perkembangan
individu
95
i. mengesahkan proses penyelesain
j. untuk mempermudah pengevaluasian
Masalah dapat diatasi dengan membuka diskusi untuk semua tujuan
dibandingkan membiarkan masalah tersebut sebagai agenda pertimbangan
yang hanya muncul selama tahap memutuskan pada proses pengevaluasian,
tujuan guru individual seharusnya dicocokkan dengan unit/departemen
pengajaran dan juga harus dicocokkan dengan tujuan sekolah dan tujuan
daerah, jika sistem berlaku secara rasional. Oleh karena itu kesepakatan
hanjs mengacu pada tujuan yang ada dan maksud dari pengevaluasian.
Dalam pencapaian kesepakatan tersebut, jarak komunikasi antara Kepala
Sekolah dan staf seharusnya di imbangi dengan diskusi bebas, terbuka, dan
beralasan dalam pengevaluasian.
Kesepakatan apa yang dievaluasi merupakan keuntungannya bagi
guru dan sekolah dan akan menjadi masalah yang mudah. Apa yang
dievaluasi merupakan masalah tahunan dalam penilaian keefektifan
mengajar. Yang termasuk instrumen pengevaluasian terdiri dari metodologi
mengajar, pengelolaan kelas, isi pengetahuan, hubungan antar pribadi,
kepribadian, kualitas pribadi, dan sejauh mana pengembangan
profesionalnya. Lingkungan penilaian yang spesifik seharusnya diidentifikasi
secara menyeluruh oleh administrator dan guru-guru yang akan menjalankan
dasar evaluasi. Selama tidak ada data yang benar, kesepakatan harus
dicapai berdasarkan item-item yang dievaluasi.
96
Penilaian akurat kinerja guru membutuhkan waktu banyak. Beberapa
guru menarik perhatian dalam usahanya hampir tidak ketahuan Kepala
Sekolah. Prosedur sistematik evaluasi akan menghasilkan aplikasi akurat dan
terbuka untuk setiap anggota staf.
Penggunaan instrumen dan proses relatif lebih jelas. Rating Scale dan
check list dapat membantu, tetapi item itu harus disetujui terlebih dahulu.
Skala akan fleksibel untuk mengevaluasi staf khusus. Metode alternatif
digunakan adalah narrative statement. Tanpa memperhatikan instrumen,
proses akan didasarkan observasi langsung. Proses ini berakibat
penyelesaian check list, atau evaluasi laporan cerita kinerja individu.
Prosedur sistematik dan harapan tingkahlaku dibuat ekplisit.
Pengaruh halo effect dalam evaluasi terjadi di luar karakter individual,
untuk rtu Kepala Sekolah harus berhati-hati melihat setiap tingkah laku jangan
sampai terpengaruh hubungan informal.
Perbaikan staf pengajaran terdiri teknik dan prosedur design
mempertinggi kinerja dan efektifitas guru. Mengunjungi kelas, observasi, dan
pertemuan individu merupakan inti program perbaikan staf. Komponen lain
termasuk kunjungan sekolah, keanggotaan asosiasi profesional, anggota
perpustakaan, supervisi pengajaran, dan program pra-jabatan. Inti rencana
perbaikan pengajaran yang baik dan program sistematik kunjungan kelas dan
supervisi adalah membantu setiap guru. Kepala Sekolah harus mengetahui
yang terjadi di kelas. Guru membuat observasi informal dan menerima umpan
balik mengenai kualitas pengajaran dari murid, orangtua, dan staf I ain. Tetapi
97
ini tidak dapat mengganti tugas formal, observasi langsung, pertemuan, dan
konsultasi dengan setiap guru. Kegiatan ini terdiri dari persiapan
kemampuan, kunjungan observasi, dan pertemuan setelah kunjungan.
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan personel/staf pada
tahap pertama memperkenalkan tenaga baru, kompetensi Kepala Sekolah:
1. menjabarkan secara khusus aturan perekrutan untuk setiap lowongan
jabatan.
2. mewancari dan menyeleksi kandidat yang berkualifikasi paling baik untuk
setiap posisi dan merekomendasi persetujuan.
Pada tahap kedua orientasi staf, kompetensi Kepala Sekolah:
3. mengkoodinasikan pengenalan staf baru terhadap sistem persekolahan,
tenaga yang lama, siswa dan organisasinya, serta masyarakat.
Pada tahap menilai staf, kompetensi Kepala Sekolah:
4. menilai kecocokan ijasah dengan harapan dan kebutuhan siswa di
sekolah.
5 menetapkan anggota staf yang baru untuk mengoptimalkan pencapaian
kedua tujuan yaitu tujuan organisasi dan tujuan individu anggota staf.
6. menetapkan kembali pengalaman anggota staf baru untuk posisi dan
peran yang diijinkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu .
7. mengkoordinasikan individu, program, tujuan sekolah, dan program serta
tujuan sistem persekolahan.
Pada tahap keempat perbaikan staf, kompetensi Kepala Sekolah:
98
8. mendesain kembali kegiatan pengembangan pengetahuan profesional
dan ketrampilan yang berhubungan dengan pendidikan dan proses
administrasi.
9. memimpin program perbaikan sistematik dan mengobservasi kelas dan
menyampaikan kepada staf yang lain.
10. mengorganisir seperti kegiatan perbaikan staf sebagai kunjungan
sekolah, kegiatan profesional, perpustakaan profesional, program
pengajaran siswa, dan kegiatan in-service.
11. membimbing setiap anggota staf untuk berkembang menuju perbaikan.
12. menilai kegiatan pendidikan in-service individu dan kelompok serta
merekomendasikan langkah perbaikan.
Pada tahap kelimpa evaluasi staf, Kepala Sekolah
13. melibatkan staf jangkauan dan persetujuan evaluasi dan prosedur yang
digunakan.
14. mengumpulkan, . mengorganisir, dan menganalisis data yang
berhubungan dengan proses dan produk pengajaran.
15. dalam mengambil keputusan didasarkan pada data evaluasi.
3. Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Siswa
Sekolah yang efektif apabila Kepala Sekolah dan staf mengetahui
betul tujuan utama sekolah yaitu memberikan program pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan pendidikan, tenaga, perkembangan sosial, dan
ketertarikan siswa. Sekolah yang digambarkan sebagai lembaga otoriter
dimana siswa pasif dalam berpartisipasi dengan program yang telah
99
diberikannya, sekarang dalam pengambilan keputusan pendidikan yang
merupakan masa depan siswa harus melibatkan siswa, hak setiap siswa
harus dilindungi dan kebutuhan pendidikannya harus dipenuhi. Oleh karena
itu partisipasi secara aktif oleh siswa di dalam pengambilan keputusan
pendidikan harus ditingkatkan jika ingin menghasilkan sekolah yang efektif.
Selama ini sekolah telah digambarkan bahwa siswa sebagai partisipan
yang paling rendah di dalam organisasi, peserta yang pasif dalam program
pendidikan yang telah direncanakan, disusun dan diterapkan pada siswa
dengan kurang memperhatikan nilai-nilai, perhatian, saran, dan pendapat
siswa.
Nilai-nilai sekolah direfleksikan di dalam kebijakan, tujuan dan sasaran
sekolah, sesuai dengan lingkungan siswa di dalam sekolah. Kepala Sekolah
dan guru serta staff seharusnya menilai sejauh mana lingkungan siswa
mewakili setiap budaya siswa dan kebiasaan sosial tertentu seperti
meningkatkan kesadaran pemimpin untuk lebih mendalami dan menerima
orientasi nilai siswa. Kepala Sekolah dan guru yang tidak dapat diterima oleh
siswa seharusnya instropeksi diri apakah mereka dalam profesi yang benar,
selama ini apakah sekolah telah memotivasi siswa untuk berekspresi, apakah
semua siswa dapat belajar, apakah telah memotivasi siswa untuk menguasai
kemampuan akademiknya, memberikan penghargaan yang layak dan
sejauhmana siswa menerima tanggung jawab yang tinggi merupakan
karakteristik sekolah yang efektif.
100
Kepala sekolah dan staf harus paham betul nilai-nilai siswa ketika
mengevaluasi kelayakan sasaran sekolah, program-program dan aturan-
aturan, terlebih mereka harus mengikuti perubahan berdasar pada
pemahaman itu. Hubungan formal dan tidak formal antara siswa, staf, dan
Kepala Sekolah membantu meningkatkan keharmonisan dan kecocokan.
Gejala menunjukkan bahwa semua kelompok dalam sekolah, siswa kurang
dilibatkan dalam pengambilan keputusan pendidikan yang utama. Partisipasi
siswa dalam pengambilan keputusan telah dibatasi tidak hanya terisi
keputusan yang dibuat tetapi juga sejauh mana keterlibatannya. Siswa-siswa
biasanya berkeinginan untuk lebih banyak terlibat dalam pengambilan
keputusan dengan meningkatkan pengajaran, kegiatan kokurikuler dan
pelayan pribadi siswa. Siswa berharap mendapatkan informasi secara
sistematik dan berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan.
Keterlibatan siswa dalam proses pengambilan keputusan pendidikan harus
mempertimbangkan aspek berikut: aspek pertama mempertimbangkan setiap
individu, sekelompok siswa atau sekelompok siswa dengan kakak kelasnya
dalam pengambilan keputusan. Kedua adalah ruang lingkup keputusan yaitu
proporsi dari jumlah kegiatan pendidikan yang dipengaruhi dalam
pengambilan keputusan. Aspek ketiga akibat yang dihasilkan dari
pengambilan keputusan yaitu meliputi jumlah orang dan program-program
dalam sekolah. Kepala Sekolah harus memberikan kepemimpinan secara
struktural dalam mengorganisir sekolah sehingga siswa dapat terlibat di
dalam pengambilan keputusan, untuk siswa SMU wakil yang ditunjuk secara
101
formal di dalam pertemuan dengan dewan kurikulum, panitia per&seba i i ^ r i i
dewan pengurus memberikan siswa kesempatan untuk lebih m f e i f i j a ^ ^ ^ n
mengikuti kegiatan pendidikan. Sayangnya struktur yang telantfrb^fi isk
sering kurang memaksimalkan partisipasi dari siswa. Oleh karena itu Kepala
Sekolah seharusnya memotivasi keterlibatan siswa yang positif dalam ruang
lingkup yang tidak formal yang kurang mendapatkan tempat secara struktural.
Keterlibatan siswa dalam program kokurikuler dengan memberikan
siswa kesempatan untuk menentukan kebutuhannya sendiri, dalam
peningkatan minat yang baru dan untuk meningkatkan bakatnya merupakan
tujuan utama kegiatan kokurikuler. Kegiatan kokurikuler meliputi pengalaman
mereka yang tidak termasuk dalam kurikulum tetapi diakui dan biayai oleh
sekolah dalam pengajaran dan usaha meningkatkan partisipasi siswa. Tujuan
utama program ini adalah untuk menguatkan dan meningkatkan pengalaman
belajar di kelas. Kepala sekolah harus menjadikan kokurikuler sebagai alat
yang penting untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan mengidentifikasi
tujuan sekolah. Hal itu dapat menjadi sumber yang baik bagi siswa yang
berharap bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan siswa yang mempunyai
kesulitan dalam berhubungan dengan program pengajaran secara formal di
sekolah.
Kepala Sekolah harus merespon perencanaan program kokurikuler
siswa. Dengan memperhatikan kebutuhan siswa yang dapat dipenuhi hanya
dengan membuat pengetahuan lebih baik lewat program formal. Pemberian
kesempatan kepada siswa akan lebih cepat menentukan kebutuhan dan
102
ketertarikan mereka. Sebagai program pengajaran harus memperbolehkan
setiap individu yang berbeda-beda dan program kokurikuler diberikan
berdasarkan pada alasan setiap siswa yang berbeda dan berhak
mendapatkan pelayanan sesuai dengan keadaan psychologi, sosial dan
pengalaman fisik. Setelah penilaian kebutuhan sistematik, siswa diberikan
kegiatan pilihan yang berhubungan dengan sasaran sekolah dan kebutuhan
sekolah.
Latihan yang baik dan sering adalah untuk mendapatkan guru yang
baik sebagai tutor/pelatih sebelum suatu kegiatan disetujui oleh sekolah.
Pelatih diharapkan untuk menjabarkan kebijakan sekolah, menawarkan
pedoman dan arahan, dan meyakinkan bahwa kegiatan berlangsung
berdasar pada filosofi, kebijakan dan tujuan dari sekolah. Tugas staf untuk
kegiatan kokurikuler seharusnya dibuat dengan tidak hanya berdasar pada
kecocokan antara kebutuhan guru dan kegiatannya tetapi juga pada
kecocokan antara guru dan murid, Murid akan bagus berpartisipasi dalam
pembuatan tugas jika didukung dengan pelatih. Kepala Sekolah seharusnya
memberikan perhatian dan kepedulian yang sama untuk pengaturan kegiatan
kokurikuler seperti mereka melakukan tugas pengajaran. Guru, administrator,
dan siswa dalam meningkatkan partisipasi kegiatan kokurikuler telah
diutarakan secara formal pada saat persetujuan bersama, oleh karena itu
guru seharusnya dimotivasi untuk memberikan pelayanan dan bakat
profesionalnya dalam berbagai kegiatan untuk mencapai pemahaman yang
103
lebih dari siswanya, sebagaimana untuk meningkatkan hubungan dengan
masyarakat lokal.
Permintaan masyarakat untuk penghematan keuangan, menyebabkan
sekolah mengurangi pengalokasian kebutuhan untuk mendukung porgram
kokurikuler. Namun demikian hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan
partisipasi pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota (Dinas
Pendidikan) dalam kegiatan kokurikuler. Untuk mensyahkan pembentukan
program kokrikuler yang memadai dan untuk membantu pencapaian sasaran
program, sekolah seharusnya menyediakan dana yang memadai untuk
mendukung program kokurikuler sebagai bagian dari anggaran
pengoperasian sekolah. Kepala Sekolah harus membantu bahwa program
kokurikuler merupakan bagian integral dari sekolah dan oleh karena itu
membutuhkan bantuan dukungan dana yang memadai dari negara dan dinas.
Organisasi Siswa intra Sekolah (OSIS) merupakan alat yang
mempunyai kekuatan penuh untuk mengikutsertakan siswa yang
layak/mampu dalan pengambilan keputusan. Untuk memaksimalkan potensi
siswa, Kepala Sekolah harus memotivasi partisipasi siswa secara aktif dalam
mengidentifikasi dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan
sekolah. Bentuk partisipasi ini meliputi kerja operasional yang efektif bagi
OSIS yang komponen-komponennya meliputi perwakilan, dukungan, waktu
dan pelatihan kepemimpinan. Keterlibatan siswa dalam OSIS ini harus
diberikan nilai akademik dan sosial karena telah meluangkan waktu, tenaga
dalam pengambilan keputusan sekolah.
104
Pelayanan pribadi siswa diberikan secara langsung pada siswa, antara
lain program bimbingan yang berkelanjutan merupakan pusat keefektifan
sekolah. Siswa merupakan subyek utama diberikannya pelayanan bimbingan
dasar. Walaupun guru-guru, petugas administrasi, orangtua, dan staf yang
lain semua membutuhkan pelayanan bimbingan. Tujuan utama dari program
bimbingan adalah untuk meningkatkan rasa kepuasan siswa, keikutsertaan
dalam kegiatan, pengidentifikasian prestasi baik sekarang atau kehidupan
mendatang.
Pelayanan inventaris merupakan pelayanan pribadi siswa yang
meliputi kegiatan yang berhubungan dengan pencarian dan pengumpulan
data yang relevan tentang masing-masing kebutuhan, nilai, kemauan,
ketertarikan prestasi siswa dan tujuannya. Yang termasuk dalam inventaris
siswa/catatan pribadi adalah data yang berhubungan dengan demografik,
prestasi dan hasil tes kemampuan/hasil kemajuan setiap tahun. Anecdotal
record, laporan hubungan antar guru dan orangtua, ringkasan pengalaman
kokurikuler, dan beberapa informasi penting lainnya untuk
mengembangkan/meningkatkan pemahaman dari masing-masing siswa.
Pelayanan informasi meliputi informasi pribadi, sosial, karir dan
akademik diberikan lewat hubungan individu dan kelompok, dan dengan
membuat kantor bimbingan yang layak dan pusat media berbagi informasi
yang berhubungan dengan pendidikan dan pekerjaan. Informasi seharusnya
diberikan secara objektif selama informasi itu berpengaruh sangat besar pada
pendidikan siswa dan pilihan karir.
105
Interview dalam konseling merupakan inti dari program bimbingan.
Dalam hal ini informasi yang berhubungan dengan individu siswa disatukan
dengan data dalam pelayan informasi dan digabungkan dengan proses
pemahaman diri, pertumbuhan dan perkembangan. Kenyataannya pelayanan
konseling begitu intrinsik pada program bimbingan yang menyeluruh yang
bagian-bagian bimbingan dan konseling sering digunakan secara bersama-
sama, karena hubungan antara penasehat dan siswa sangat penting,
masing-masing penasehat yang profesional harus menambah pengalaman
klinik dan pelatihan tentang teknik konseling.
Di SD dan SLTP, pelayanan penempatan kurang dipakai umumnya
difokuskan pada penempatan pemilihan sekolah dan jadwal siswa. Di SMU
pelayan penempatan sangat luas meliputi pengaturan jadwal siswa dan
pengalaman belajar dan kerja di kampus dan penempatan kerja. Pelayanan
penempatan biasanya khusus bagi siswa yang droupout. Kurangnya
perhatian atas usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi droupout,
beberapa siswa memilih untuk mengakhiri pendidikan formalnya daripada
melanjutkan sampai lulus. Siswa-siswa ini membutuhkan bantuan awal dalam
mencari pekerjaan yang cocok. Terlebih, sekolah mempunyai wewenang
untuk menentukan hubungan yang berkelanjutan dengan mantan siswa dan
untuk menawarkan bantuan profesional dan kesempatan untuk bersekolah
lagi.
Kesuksesan pokok dari beberapa sekolah adalah pelayanan
penelitian, dimana berpusat pada koleksi, presentasi dan penggunaan data
106
menurut siswa pada saat ini dan lulusannya. Data yang akurat dari siswa
merupakan hal yang penting dalam menilai kapasitas sekolah untuk
memenuhi fungsi bagiannya. Data yang sistematis dan berkelanjutan
merupakan hal yang penting dalam pengembangan perencanaan pendidikan.
Tugas yang berhubungan dengan fungsi penelitian adalah mengevaluasi
secara terus menerus ruang lingkup dan kualitas program bimbingan itu
sendiri. Kepala Sekolah seharusnya melihat bahwa siswa, guru dan orangtua
disurvei untuk mengetahui harapan mereka dan mengevaluasi keefektifan
program bimbingan. Hal ini dapat memberi masukan yang berguna menurut
pelayanan bimbingan yang cocok atau seharusnya hal itu ditingkatkan.
Program guru sebagai penasehat (wali kelas) biasanya berfungsi
dengan baik di SD dimana guru bertanggung jawab mengajar dan
menasehati siswa di kelas yang mereka ajar. Penerapan program wali kelas
guru dan anggota staf lainya (termasuk administrator, konselor dan yang
lainnya) diseleksi dan dipertemukan dengan sekelompok penasehat.
Program teacher-advisor memiliki 4 fungsi penting yaitu:
a. Memberikan nasihat pendidikan
b. Meningkatkan komunikasi sekolah yang lebih luas
c. Meningkatkan hubungan sekolah dengan siswa sendiri
d. Meningkatkan masing-masing pribadi siswa dan sosial
Perubahan berpengaruh besar terhadap hubungan antara Kepala
Sekolah dengan siswa adalah kewajiban hadir di sekolah, disiplin, kebebasan
berekspresi, kebebasan menyita dan mencari apa yang menjadi hak siswa.
107
Kewajiban Kepala Sekolah untuk mengecek kehadiran siswa, Kepala
Sekolah dan staf harus menyadari bahwa banyaknya masalah kehadiran
didorong oleh ketidakmampuan sekolah dan banyaknya program yang sesuai
dengan kebutuhan, ketertarikan dan kemampuan masing-masing siswa.
Kepala Sekolah harus mengevaluasi kedisiplinan dari semua komunitas yang
ada di sekolah tersebut, tetapi tidak boleh terlalu overacting kalau tidak ingin
hilang kewibawaannya. Siswa diberikan kesempatan berekpresi seluas-
luasnya dengan memperhatikan aturan-aturan yang ada dalam lingkungan
pendidikan, namun demikian sekali waktu Kepala Sekolah berhak melakukan
operasi loker, tas, rak buku siswa dan memanggil siswa secara pribadi.
Kegiatan ini harus diberitahu terlebih dahulu tertulis maupun lesan
Berdasarkan keterangan di atas Kepala Sekolah sebagai pengelola
dalam pelayanan siswa, maka harus memiliki kompetensi sebagai berikut:
1. menganalisis, menaksir, dan menjelaskan pengenalan nilai siswa di
sekolah
2. mereview dan menjabarkan tujuan dan sasaran sekolah sebagai suatu
lembaga.
3. menganalisis dan mempelajari pengenalan nilai staf sekolah dan
dirinya.
4. melibatkan siswa dalam membuat keputusan yang berhubungan dan
program sekolah.
5. mengkoordinasikan perencanaan, penyusunan staf, keuangan, dan
evaluasi program kokurikuler di sekolah.
108
6. mendukung pengembangan kebijakan operasional dan menyediakan
sumber untuk organisasi kesiswaan yang efektif di sekolah.
7. mendorong pengembangan kegiatan terhadap penyediaan informasi
siswa
8. memprioritaskan penyuluhan terhadap individual murid, kelompok,
guru, dan orangtua siswa.
9. berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan dan pencepatan prosedur
sekolah dan penempatan siswa.
10. berinisiatif melakukan penelitian dan penggunaan informasi penelitian
untuk pebaikan bimbingan dan program perbaikan.
11. menyusun kegiatan yang mendukung interaksi antara siswa, guru,
konselor, dan staf yang lain.
12. mempelajari dan memahami aturan-aturan dan keputusan-keputusan
yang disyahkan dalam pelaksanaan administrasi sekolah.
13. menggunakan data tegai dan disyahkan sebagai dasar dalam
melakukan perubahan tujuan, sasaran, prosedur sekolah, nilai, peran,
tingkah laku anggota organisasi.
4. Kepala Sekolah sebagai Pengelola Keuangan dan Fasilitas yang Lain
Kepala Sekolah bertanggung jawab untuk memaparkan sasaran dan
tujuan pendidikan daiam anggaran belanja, menyiapkan anggaran sekolah,
memonitor penggunaan sumber-sumber yang ada, dan mengevaluasi hasil
pendidikan berdasarkan program.
109
Kepala sekolah harus mempertimbangkan sumber dari lingkungan
eksternal, masukan ke sekolah, perpaduan antara sumber dan input, hasil
sekolah, dan umpan balik ke sistem dan lingkungannya. Sekolah
mendapatkan sumbernya dari masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat
(negara). Untuk lebih meningkatkan kualitas pendidikan, hasil pendidikan
suatu sekolah sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat sekolah
tersebut, anggota yang masuk di dalamnya dan harapan masyarakat sekitar.
Sumber yang penting lainnya untuk sekolah dari lingkungan eksternal adalah
sumber-sumber pajak. Sumber tersebut dipengaruhi oleh kebijakan
pemerintah. Sumber lainnya adalah pengetahuan tentang proses pendidikan
dan bagaimana sumber itu dapat berfungsi secara efektif. Dalam hal ini
Kepala Sekolah dan staf mencari ide, program dan kegiatan sekolah yang
lebih baik untuk meningkatkan sekolahnya dan diharapkan dapat
menyalurkan pengetahuan tersebut untuk mengatur sekolah secara efektif,
memberikan pelayanan kegiatan belajar mengajar dengan baik dan
menggunakan sumber-sumber sekolah secara efektif.
Ada tiga sumber input sekolah yaitu sumber material, sumber
manusia, dan bantuan. Sumber material terdiri dari semua alat dan fisik yang
ada untuk digunakan oleh sekolah misal: gedung, buku, alat-alat, dan
sebagainya. Sumber manusia terdiri dari 2 kategori yaitu siswa dan tenaga,
yang paling penting dalam hal ini adalah siswa. Bantuan dan prioritas
ditetapkan oleh masyarakat sekolah mengenai pendidikan dan oleh negara
mengenai undang-undang dan administrasinya.
110
Kepala Sekolah dan staf harus membawa sumber-sumber manusia,
material, tujuan, prioritas, pengendalian dan memadukannya dalam
pencapaian tujuan sekolah. Dalam proses ini dijabarkan dalam program
pendidikan. Kepala Sekolah dan staf harus menaruh perhatian terhadap isi
program dan proses pengajaran. Tujuan pengajaran harus spesifik untuk
setiap pengajaran, pelajaran, dan murid. Keputusan harus dibuat tentang
alokasi waktu, materi pengajaran yang dibutuhkan, pengelompokkan/
pembagian kelas, tempat, perlengkapan, dan bahan-bahan lainnya. Kepala
Sekolah juga harus mengidentifikasi pelayanan pendukung yang diperlukan
sehingga program efektif.
Hasil proses pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 fase yaitu jangka
pendek, panjang, dan joint atau incidental. Hasil dalam jangka pendek yaitu
menilai perkembangan intelektual melalui tes prestasi, pendemontrasian,
ketrampilan, dan juga hasil dari observasi. Hasil dalam jangka panjang yaitu
menilai antara lain pelayanannya untuk siswa dan sosialnya sebagai individu
dan anggota masyarakat sekolah, sebagai pekerja, sebagai pemimpin, dan
inovator, sebagai kontributor budaya dan sebagai warga negara. Hasil join
dari sistem pendidikan diatur dalam laporan yang tidak termasuk dalam
proses pendidikan atau di luar pengajaran. Umpan balik merupakan hasil
setelah evaluasi yang membandingkan prestasi yang diraih dan sasarannya.
Mengelola sumber-sumber perlu dipersiapkan penganggaran terkait
dengan hal tersebut ada tiga pendekatan anggaran yang digunakan di
sekolah
111
a. Pendekatan komparatif (Comparative approach) yaitu perbandingan
antara jumlah pendapatan dan pengeluaran satu tahun dan tahun
berikutnya, dimana keputusan anggaran berdasarkan pada
penambahan kenaikan
b. Pendekatan sistem pengevaluasian program perencanaan (The
planning-programming-budgeting-evaluating systems approach)
menentukan tujuan-tujuan program yang menentukan sasaran yang
dicapai, alternatif lain dalam mencapai tujuan, biaya masing-masing
alternatif, biaya penyelenggaraan dan pengevaluasian masing-masing
program.
c. Pendekatan fungsional (the functional apprach) meliputi elemen dari
pendekatan komparatif dan pendekatan sistem pengevaluasian
program perencanaan.
Prosedur penyusunan anggaran menurut Lipham (1985: 239) ada 4
fase yaitu:
a. Planning The Budget • Identifying needs, issues, and goals • Adopting Objectives • Analyzing Program Options • Selecting Cost-Effective Alternative
b. Preparing The Budget • Preparing Budget Form • Inventorying Existing Resources • Assigning Costs to Programs • Presenting The Budget
c. Managing The Budget • Preparing Financial Report • Purchasing Supplies and Equipment • Accounting for Schools Fund • Controlling Expenditure
d. Evaluating the Budget • Asssessing Educational Performance • Auditing Achievment of Objectives • Making Cost and Budget Comparisons • Recomending Future Adjustments and Changes
112
Tahap: perencanaan anggaran terdiri dari kegiatan mengidentifikasi
kebutuhan; i^ui-isue, dan tujuan; mengadopsi sasaran; menganalisis alternatif
program; dan memilih biaya dan alternatif yang efektif. Tahap penyiapan
anggaran terdiri dari kegiatan: menyiapkan format anggaran; mengiventarisir
sumber-sumber yang ada; memberikan atau menetapkan biaya pada masing-
masing program; dan menyajikan anggaran. Tahap mengelola anggaran
terdiri dari: menyiapkan laporan keuangan; pembelian kebutuhan dan
perlengkapan; dan mencatat serta membukukan keuangan sekolah; dan
mengontrol pengeluaran. Tahap evaluasi anggaran meliputi", mengukur
kinerja pendidikan; mengaudit pencapaian tujuan; membandingkan biaya dan
anggaran. Keempat tersebut saling berkaitan dan merupakan siklus dan
penganggaran yang sistematis memiliki hubungan dengan sumber-sumber,
program, dan hasil.
Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas yang lain
terkait dengan sumber keuangan, Kepala Sekolah harus memiliki
kompetensi:
1. menentukan kebutuhan, tujuan, dan sasaran sekolah dan menjabarkan ke
dalam pengajaran dan mendukung hasil yang dapat diukur syarat-syarat
kinerjanya.
2. memimpin staf dalam pengembangan format dan struktur program secara
konsisten dengan tujuan yang dapat diukur.
3. mengidentifikasi, menganalisis, dan menentukan ongkos alternatif untuk
pencapaian setiap tujuan.
113
4. merekomenasikan seleksi dan penyesuaian alternatif pengajaran
5. memimpin atau memilihara kecukupan inventaris perlengka
penyediaan bahan untuk pencapaian tujuan.
6. menyiapkan anggaran yang menetapkan prioritas kebutuhan untuk setiap
program di sekolah.
7. mengevaluasi dan menyetujui permintaan untuk perlengkapan,
persediaan, dan bahan untuk dibeli sekolah.
8. memperkirakan kebutuhan sumber beberapa tahun yang akan datang
bagi sekolah.
Terkait dengan penempatan sumber sekolah, kompetensi Kepala
Sekolah adalah:
9. mengerahkan input seperti guru, siswa, dan warga dalam perencanaan
wilayah untuk fasilitas pendidikan.
10. memimpin staf dalam menentukan jumlah dan kualitas kebutuhan dalam
pengajaran.
11. menggambarkan dan menentukan tempat dan fasilitas pelayanan
12. mengembangkan instrumen secara lengkap tentang kekhususan
pendidikan sebagai masukan arsitek untuk perencanaan fasilitas model
baru.
13. menilai kemajuan perencanaan dan bentuk perubahan yang dibutuhkan
dalam penyediaan kegiatan pengajaran yang fleksibel.
114
14, menginterview, menentukan, dan mengawasi pemeliharaan dan tenaga
pemeliharaan untuk penyediaan lingkungan fisik yang akan
meningkatkan pengajaran.
5. Kepala Sekolah Sebagai Pengelola dalam Menjalin Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Orangtua dan warga melihat Kepala Sekolah sebagai pengelola untuk
memperbaiki efektivitas sekolah dalam rangka mencapai pendidikan yang
berkualitas.
Taxonomi masyarakat digambarkan sebagai berikut:
a. Local community: mengumpulkan identitas didasarkan atas lingkungan
khusus atau regional, lingkungan lokal atau sekolah.
b. Administrative community: mengumpulkan identitas didasarkan atas
identitas penentu kebijakan khusus, contoh kota, kabupaten.
c. Social community: pengumpulan identitas didasarkan atas hubungan
interpersonal khusus tanpa tergantung lokal atau wilayah administrasi,
contoh: seluruh teman siswa.
d. Instrumental community: pengumpulan identitas yang didasarkan atas
perjanjian langsung atau tidak langsung dengan orgnisasi lainnya
dalam kinerja fungsi khusus yang saling berkaitan. Contoh:
masyarakat pendidikan, organisasi pendidikan (PGRI), organisasi
penyandang dana.
115
e. Etnic, caste, atau kias masyarakat: pengumpulan identitas didasarkan
atas suku, rasial, kelompok budaya; contoh: Irlandia, negro, atau kias
atas.
f. Ideological community: pengumpulan identitas didasarkan atas sejarah
khusus, konsep, atau sosiopolitik masyarakat lokal lintas bidang,
administrasi, sosial, instrumental, atau komunikasi etnik; contoh:
kristen, beasiswa, atau sosialis.
Penelitian (Bowles & Fruth, 1996: 92) menunjukkan bahwa program efektif
hubungan sekolah-masyarakat adalah:
a. Siswa merupakan bagian masyarakat sangat penting di sekolah yang
merupakan sumber utama informasi tentang orangtuanya.
b. Program efektif hubungan sekolah-masyarakat dengan cara
memperbaiki pekerjaan yang tertutup menjadi terbuka dengan
orangtua. Melalui kunjungan ke rumah orangtua, sukarelawan
orangtua, partisipasi orangtua dalam pengambilan keputusan.
c. Staf sekolah dapat menggunakan sumber pendidikan di masyarakat.
Ini bisa memperbaiki program pengajaran dan meningkatkan
pengetahuan staf dari sumber masyarakat.
d. Anggota staf sekolah harus memperluas konsep masyarakat sekolah.
Sekolah tidak bisa mengisolasi dari tipe-tipe anggota masyarakat.
e. Program hubungan sekolah-masyarakat lebih efektif dengan
menggunakan media, sehingga komunikasi akan jelas, langsung, dan
sering.
116
f. Banyak jenis bagian masyarakat memiliki sedikit kontak langsung
dengan sekolah. Kepala Sekolah harus menjamin komunikasi yang
memadai, peningkatan keterlibatan komunikasi dalam aktivitas
sekolah, menyediakan partisipasi dalam pengambilan keputusan, dan
mengembangkan jalan pemecahan masalah aktual atau konflik
potensial antara bagian masyarakat dengan sekolah.
g. Kelebihan setiap pengajaran atau perubahan organisasi dibuat visibel
dan nyata untuk beberapa individual dan kelompok dalam masyarkat
lokal. Kemudian orangtua dan warga harus lebih mudah
melaksanakan perubahan dan menjawab pertanyaan masyarakat
harus konkret, specrfik, dan dapat dimengerti.
h. Sejak sekolah memiliki siswa, warga akan menaruh perhatian pada
tujuan, prioritas, kebijakan, dan program sekolah. Sekarang warga
lebih terbuka, tahu, berpengalaman dibanding yang lalu, saran akan
diberikan untuk kontinuitas dan keseriusan belajar. Krisis manajemen
tidak akan terjadi karena perhatian masyarakat yang besar.
Partisipasi dan proses hubungan rumah-sekotah-masyarakat nampak dalam
bagan 2.2 dengan penjelasan berikut ini:
a. Analysis: proses yang mengenal dan menghubungkan isue dan
anggota masyarakat
b. Communication: proses interaksi diantara anggota masyarakat dan
antara sekolah dan anggota masyarakat.
117
c. Involvement: proses dimana anggota masyarakat berkontribusi waktu,
enerji, keahlian, dan sumber lain untuk sekolah dan akses
pengambilan keputusan.
d. Resolution: proses yang didesain untuk memecahkan dan mengurangi
masalah atau konflik potensial di rumah, sekolah, dan masyarakat.
• DISTRICT COMMUNITY ^
SCHOOL COMMUNITY
HOME
ANALYSIS COMMUNICATION INVOVEMENT RESOLUTION
STUDENT
INSTRUCTIONAL PROGRAMMING
TEACHER(S)
^ TEACHER (SV
PRINCIPAL +
ANALYSIS COMMUNICATION
INVOLVEMENT RESOLUTION
SUPERINTENDENT^. (Sumber: Lipham, 1985)
Bagan 2.2 Model Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Analisis masyarakat memerlukan tiga fungsi: 1) Kepala Sekolah harus
mengenal isue dan isue dasar. 2) Kepala Sekolah harus mengenal partisipasi
individual dan masyarakat. 3) Kepala Sekolah harus menghubungkan isue
dan isue dasar yang dikenal dengan partisipasi individual dan partisipasi
bagian masyarakat yang direncanakan untuk komunikasi, keterlibatan, dan
pemecahan isue yang dapat dilaksanakan.
118
Tiga cara dimana isue dapat diidentifikasi. 1) Konsentrasi penuh atau
keterlibatan penuh Kepala Sekolah pada pekerjaan (sense on the job),
pisahkan diri dengan isue yang tidak ada berguna. 2) Mengidentifikasi isue
dengan menggunakan/ mengadakan survey sistematis. 3} interview in-depth
dengan anggota masyarakat.
Komunikasi dengan masyarakat yang paling berkualitas antara guru
dengan siswa adalah 1) dalam program kurikuler dan kokurikuler di sekolah.
Komunikasi formal dan informal dapat berlangsung antara siswa dan staf
tergantung aktivitas sekolah dan merupakan komunikasi efektif dengan
masyarakat lokal. 2) Press release, radio, program televisi, dan koran sekolah
serta surat merupakan komunikasi formal yang efektif antara sekolah dan
masyarakat. 3) Bilateral, face to face communication dibutuhkan bersama
dengan perjanjian waktu, tempat, dengan saling percaya. Misalnya
wawancara dengan orangtua.
Komunikasi merupakan bentuk keterlibatan. Keterlibatan berarti
partisipasi aktif orang dalam program dan aktivitas sekolah. Keterlibatan yang
direncanakan berarti keterlibatan struktur dengan memberi kesempatan pada
masyarakat untuk menyampaikan usulan tentang materi pelajaran dengan
kemungkinan alasan yang tayak dan mengawasi isue tersebut dan
berpartisipasi. Keterlibatan juga tidak direncanakan dan interaksi
sepontanitas, berhadapan dengan kelompok kontrol, kunjungan tanpa
pemberitahuan, atau brainstormin dan pemecahan masalah yang muncul di
luar proses kelompok struktur.
119
Lima tipe keterlibatan yang digunakan sekolah efektif yaitu home visits,
paneni conference, community based leaming activities, citizen volunteers,
citizen represtaton on advisory committees.
Fungsi terakhir program hubungan sekolah masyarakat adalah
pemecahan masalah aktual atau konflik potensial, alokasi sumber, pemilihan
nilai, dan distribusi kekuatan. Empat model pemecahan konflik 1) Rational
decision making, 2) Persuasion, 3) Bargaining, 4) Power p/ay. Kepala
Sekolah harus kompeten terhadap empat model tersebut, kapan dan
bagaimana Kepala Sekolah mampu menggunakan model tersebut.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kepala Sekolah
sebagai pengelola dalam menjalin hubungan sekolah dan masyarakat terkait
dengan analisis masyarakat, maka kompetensi Kepala Sekolah adalah:
1. berkoordinasi dengan dewan penasehat atau kelompok perwakilan
masyarakat dalam menganalisis tujuan, sasaran, program, dan prosedur
sekolah.
2. beserta staf memperkirakan persepsi warga tentang kebutuhan dan
harapan warga terhadap sekolah.
Terkait dengan komunikasi dengan masyarakat, kompetensi Kepala Sekolah;
3. berpartisipasi secara luas dalam kegiatan kelompok masyarakat dan
ambil bagian secara selektif dengan organisasi kemasyarakatan.
4. melibatkan guru, murid, dan tenaga lainnya berkaitan dengan perannya di
masyarakat
120
5. berkonsultasi dengan pimpinan dan anggota organisasi guru orangtua
siswa (Parent Teacher Organization) untuk efektivitas sekolah.
6. menganalisis kebutuhan informasi, menyiapkan, mengajukan komunikasi
pada pertemuan dengan masyarakat.
7. mengklarifikasi kriteria kuantitatif dan kualitatif yang digunakan oleh
warga untuk menilai proses dan produk sekolah.
Terkait dengan Kegunaan Sumber Masyarakat, kompetensi Kepala Sekolah;
8. menggali program inovatif dan rencana-rencana kegiatan kerjasama
keseluruhan sumber masyarakat.
9. mendorong praktek pendidikan yang melibatkan masyarakat sebagai
laboratorium belajar.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Kepala
Sekolah memiliki andil yang besar dalam mengelola program pengajaran,
memberi pelayanan pada tenaga kependidikan lainnya, memberi layanan
pada siswa, sebagai pengelola fasilitas dan keuangan, dan menjalin
hubungan dengan masyarakat. Untuk mengungkap hal tersebut maka guru
yang paling logis dan tepat menilai kepemimpinan Kepala Sekolah sebab
guru yang paling banyak terlibat secara langsung dengan kepemimpinan
Kepala Sekolah bila dibandingkan dengan tenaga kependidikan lainnya.
D. Pembiayaan Pendidikan
Perkembangan jaman dan peradaban menyebabkan bertambah dan
bergesernya kebutuhan manusia, semula manusia menganggap kebutuhan
121
sekunder sekarang menjadi kebutuhan primer, demikian juga dengan
pendidikan, banyak negara dan manusia menempatkan pendidikan sebagai
kebutuhan primer, sehingga harus mengeluarkan biaya yang tinggi karena
pendidikan merupakan investasi (human capital). Sebagaimana pemerintah
Amerika Serikat menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
pembangunan sehingga pengeluaran untuk pendidikan paling besar
dibandingkan dengan sektor lain, seperti tampak dalam tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1 Percentage Distribution for Selected Items
of State goverment Expenditure 1950 -1980
Goverment Function Year
Goverment Function 1950 1960 1970 1980 Highways 22% 27% 17% 11% Education 28 33 40 39 Health and Hospital 8 7 7 8 Public Welfare 19 14 17 19 Interest on General 1 2 2 3 Debt 22 17 7 20 All Other
Sumber Council of State Goverments dalam Thomas H. Jones (1985: 186)
Dengan mengalokasikan dana yang besar untuk pendidikan berharap
tingkat pengembalian (rate of retum) juga besar, dalam pendidikan dapat
dilihat dari kinerja manajemen pendidikan. Demikian juga bagi individu yang
hanya berpendidikan rendah akan memperoleh pengahasilan yang rendah
demikian juga sebaliknya yang berpendidikan tinggi akan memperoleh
penghasilan yang tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh Thomas H. Jones
(1985: 6) yang nampak dalam tabel berikut:
122
Tabel 2.2 Lifeteme Income of Men,
by Years of School Completed
Years of School Average Completed Lifetime
lncome($) Less than 8 279,997 9 to 11 389,208 12 (H.S. Diploma) 478,873 13 to 15 543,435 16 College Degree) 710,569 17 or more 823,759
Sumber U.S. Departemen of Commerce, Bureau o f The Cencus
Pembiayaan pendidikan berkaitan dengan bagaimana sumber-sumber
biaya pendidikan dapat diperoleh dan bagaimana menggunakan biaya
pendidikan yang telah diperolehnya serta mempertanggungjawabkannya
dalam satuan pendidikan tertentu. Dalam hal ini Moch Idochi Anwar (1990:
50) mengemukakan bahwa "Pembiayaan pendidikan merupakan kegiatan
dalam penyelenggaraan pendidikan yang menyangkut bagaimana upaya
mencari sumber dana dan bagaimana menggunakan dana yang ada itu untuk
proses penyelenggaraan pendidikan". Demikian juga Mohammad Fakry
Gaffar (1991: 56) mengungkapkan bahwa "pembiayaan pendidikan
(educational finance) mencakup beberapa aspek, aspek pertama adalah
revenue (sumber, dana pendidikan). Aspek kedua adalah alokasi atau
distribusi yang mengungkapakan masalah bagaimana menggunakan dan
mendistribusikan dana diperoleh dari berbagai sumber untuk kepentingan
penyelenggaraan pendidikan.
Penerimaan keuangan sekolah menurut H.M. Levin (1987: 426)
"School revenue refer to the financial receipts of schools for supporting their
123
operations. Such revenues can be derived from taxation, tuition\bffar@g$, «gffif £
student fees as weli as from contributions and income from the /
goods and services". Penerimaan sekolah berhubungan dengan pemasukan
keuangan sekolah untuk mendukung kegiatan sekolah. Seperti penerimaan
yang berasal dari pajak, uang sekolah, dan biaya dari siswa sebagai
konstribusi dan pendapatan dari provisi barang dan jasa. Sedang menurut
Manuel Zymelmen (1975: 8) "metode memperoleh dana pendidikan dari:
pajak, pembayaran bea, flantropi, dari perusahaan swasta, bea dan cukai".
Metoda lain yang kemampuan menghasilkannya terbatas menurut Zymelmen
adalah "jasa-jasa, pinjaman-pinjaman, bunga dan tabungan penjualan
saham, undian, sumbangan dana khusus, seruan-seruan atau langganan,
denda, bea izin, subventions, pembebasan bea, pemberian pemerintah asing,
ganti rugi dan pemakaian keuntungan monopoli pemerintah".
Berdasarkan Buku T5 Penyusunan Rencana, Program dan
Penganggaran (Depdikbud, 1988: 93-94) Sumber dana pendidikan antara
lain: 1) Anggaran rutin (DIK); 2) Anggaran pembangunan (DIP); 3) Dana
Penunjang Pendidikan (DPP); 4) Badan Pembantu Penyelenggara
Pendidikan (BP3); 5) Organisasi Masyarakat/ Yayasan; 6)
Perseorangan/Donatur (flantropi); 7) Lain-lain.
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
sumber penerimaan keuangan sekolah atau pembiayaan sekolah adalah
pemerintah, masyarakat, dan orangtua/keluarga. Namun selama ini di
Indonesia yang nampak adalah dari pemerintah dan orangtua/keluarga.
124
Untuk itu perlu strategi penggalian penerimaan keuangan sekolah, strategi ini
dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya, jenis sumber dana, dan seni/kiat
Strategi yang dimaksud adalah melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan
antara lain:
1. Penjualan produk dan jasa dari sekolah, praktek laboratorium atau
bengkel kerja yang dapat menghasilkan barang dan jasa yang dapat
dijual kepada masyarakat sehingga dapat menghasilkan uang.
2. Kerjasama dengan fihak usahawan/industri, kerjasama penyediaan
tenaga yang berkualitas sesuat dengan standar profesional dari industri
sehingga dapat mengahasilkan pendapatan bagi sekolah, kerjasama
dengan penandatanganan memory of understanding (MOU).
3. Agen dari industri, sekolah dapat bertindak sebagi agen atau penyalur
(toko, koperasi) sehingga dapat membantu memasarkan barang atau jasa
yang dihasilkan oleh industri. Bagian keuntungan itu merupakan
pendapatan bagi sekolah.
4. Membentuk kegiatan ekstra kurikuler yang berkualitas, kegiatan ekstra
kurikuler banyak sekali jenisnya diantaranya Karya Ilmiah Remaja (KIR),
pramuka, olah raga, dan keseniaan. Kegiatan ini apabila ditangani secara
sungguh-sungguh dapat ditampilkan dalam acara-acara resmi, kejuaran
sehingga pada gilirannya akan memperoleh sponsorship yang merupakan
pendapatan bagi sekolah.
5. Penyelenggaraan kursus pendidikan luar sekolah, peralatan laboratorium
sekolah yang lengkap dan kemampuan sumberdaya manusia yang
125
memadai dapat dimanfaatkan untuk penyelenggaraan kursus mengetik,
komputer, akuntansi, perpajakan, dan kursus yang lain. Peserta tidak
hanya siswa sendiri tetapi juga masyarakat yang ditarik iuran sehingga
merupakan pendapatan sekolah.
6. Penyelenggaran seminar, diskusi, pertandingan/lomba olah raga dan
kesenian (event organizer), sekolah dapat bertindak sebagai
penyelenggara kegiatan, peserta ditarik uang pendaftaran dan menarik
sponsorship sehingga meru pakan salah satu pendapatan bagi sekolah.
Dana yang diperoleh sekolah dari berbagai sumber akan digunakan
secara efektif dan efisien. Pengeluaran sekolah merupakan pengorbanan
atau ongkos yang harus dikeluarkan oleh sekolah untuk guru, tenaga
administrasi, bahan-bahan pengajaran, perlengkapan, dan fasilitas yang lain
termasuk nilai ekonomi setiap input yang digunakan, sebagaimana
disampaikan oleh H.M Levin (1987: 426)
Schools expenditures refer to the financial disbursements of schools for the purchase of the various resources or inputs of the schooling process such as administrators, teachers, materials, equipment, and facilities. Costs represent the value of all resources used in the schooling process whether reflected in schools budgets and expenditures or not. The cost of schools resources include the values of any inputs that are used, even if they are donated or not reflected accurately in expenditure accounts.
Sedang menurut Manuel Zymelmen (1975: 13) metoda alokasi dana
untuk tunjangan mahasiswa, beasiswa, kontrak prestasi pendidikan,
pemberian (hasil-hasil, per-unit tertentu, warga khusus, perlengkapan,
berimbang dan pendorong, kehadiran per-capita, klasifikasi, angkutan, gaji
dan langsung kepada guru). Buku T5 (Depdikbud, 1988: 94) komponen
126
pengeluaran baku berdasarkan pola struktur anggaran adalah: a) program
rutin, meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja pemeliharaan,
belanja perjalanan, subsidi/bantuan; b) program pembangunan, meliputi
pengadaan tanah, pengadaan bahan, peralatan dan mesin, konstruksi, dan
lain-iain. Peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 pasal 28 ayat 2
menyebutkan pmbiayaan sekolah digunakan untuk (1) gaji guru, tenaga
kependidikan lainnya, dan tenaga administrasi; (2) biaya pengadaan dan
pemeliharaan sarana dan prasarana; (3) biaya perluasan dan
pengembangan.
Pengeluaran sekolah merupakan ongkos <cost), terkait dengan hal
tersebut biaya pendidikan digolongkan atas biaya langsung dan tidak
langsung, biaya masyarakat dan pribadi, monetary and nonmonetary cost.
1. Biaya Langsung dan Tidak Langsung
Biaya langsung adalah biaya yang langsung berhubungan dengan
kegiatan operasional sekolah, biaya ini terdiri dari biaya pembangunan
(capital cost) dan biaya rutin (recurrent cost). Biaya pembangunan adalah
biaya yang digunakan untuk pembelian barang-barang modal seperti tanah,
gedung, perlengkapan, penyusutan, perbaikan bangunan dan perlengkapan.
Biaya rutin adalah biaya yang digunakan untuk kegiatan operasional
pendidikan pada waktu tertentu. Biaya rutin digunakan untuk menunjang
pelaksanaan program pengajaran seperti pembayaran gaji guru, tenaga
pendukung, tenaga administrasi, dan bahan-bahan habis pakai.
127
Biaya tidak langsung adalah biaya yang menunjang siswa untuk dapat
hadir di sekolah. Biaya tersebut meliputi biaya hidup, transportasi, seragam,
dan biaya lainnya. Biaya ini sulit dihitung karena tidak ada catatan resmi.
Berdasarkan alasan praktis biaya ini tidak turut dihitung dalam perencana
pendidikan.
2. Biaya Masyarakat dan Pribadi
Biaya masyarakat adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat
secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung dalam bentuk uang
kuliah, uang sekolah, buku, dan biaya lainnya. Biaya tidak langsung seperti
pajak dan restribusi yang disetor oleh masyarakat kepada negara. Biaya
pribadi adalah biaya yang dikeluarkan keluarga untuk membiayai sekolah
anaknya termasuk didalamnya forgone opportunrty yaitu kesempatan hilang
yang dipergunakan untuk sekolah sehingga siswa tidak memperoleh
penghasilan.
3. Biaya Uang dan Non-Uang .
Biaya Uang adalah biaya yang dikeluarkan masyarakat atau
perseorangan baik langsung maupun tidak langsung yang berwujud uang.
Biaya non-uang adalah biaya yang tidak diwujudkan dengan pengeluaran
uang seperti pengorbanan seseorang yang tidak bekerja atau bersenang-
senang tetapi kesempatan tersebut dipergunakan untuk membaca buku atau
belajar.
Biaya pendidikan (Unesco,1974) juga dapat digolongkan berdasarkan
kegunaan (purpose) yaitu:
128
1) expenditure on capital items - purchase and development of land - construction - furniture and non-expendable
equipment
2) expenditure on salaries - teaching staff - adminstration and supervision staff - other employees
3) expenditure on other - administration and supervision recurrent items - maintenance of building and
facilities - instructional materials and
expendable equipment - textbooks - schools transport - auxilary expense (school meals,
health care, etc)
4) debt service - repayment and interest on loans
Expenditure on salaries and on other recurrent items form together total recurrent expenditure.
Berdasarkan pendapat di atas bahwa pembiayaan pendidikan terbagi
atas capital cost dan recurrent cost. Capital cost adalah pengeluaran tidak
habis sekali pakai sedang recurrent cost adalah pengeluaran berulang-ulang
atau habis sekali pakai.
Menurut APBS SMU 12 Semarang tahun 2001/2002 biaya pendidikan
terdiri dari pengeluaran operasional dan pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran operasional terdiri dari belanja pegawai, barang, pemeliharaan,
perjalanan, dan subsidi bantuan. Pengeluaran pembangunan terdiri dari
pembangunan (pavingisasi, ruang ganti), rehabilitasi gedung,
pengadaan/pengembangan sarana/prasarana.
129
Belanja pegawai terdiri dari gaji, tunjangan beras, lain-lain belanja
pegawai yang terdiri dari honorarium dan kesejahteraan. Honorarium terdiri
dari honorarium GTT, PTT, kelebihan jam mengajar, kegiatan ekstrakurikuler,
tugas lainnya, dan kegiatan sekolah. Kesejahteraan terdiri kesejahteraan
Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, GT/GTT, PT/PTT, Kepala TU/Kepala
urusan, peningkatan kemampuan guru/pegawai, dan pembinaan.
Belanja barang terdiri dari keperluan sehari-hari atau pengadaan
bahan perkantoran, inventaris kantor/pengadaan alat perkantoran dan
pendidikan, langganan daya dan jasa, belanja barang lainnya (KBM, kegiatan
pelajar, rapat, perpustakaan, dan sebagainya)
Belanja pemeliharaan terdiri biaya pemeliharaan gedung, taman,
pagar sekolah, kendaraan, inventaris kantor, peralatan pendidikan,
meubelair. Belanja perjalanan terdiri perjalanan dinas konsultasi, penataran,
diklat untuk Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, guru, staf pendukung
lainnya baik loka! maupun luar kota. Sedang yang terakhir adalah
pengeluaran untuk subsidi/bantuan yaitu bantuan siswa berprestasi dan
kegiatan sosial.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dalam penelitian ini akan dikaji
biaya pendidikan langsung yang merupakan biaya yang berulang-ulang
(recurrent cost) yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar,
pengadaan/pemeliharaan sarana dan prasarana, gaji/honorarium/
kesejahteraan, kegiatan pelajar. Dengan demikian maka biaya pendidikan
memiliki pengaruh yang besar terhadap mutu proses belajar mengajar karena
130
terkait langsung dalam penggunaan kegiatan belajar mengajar. Kuantitas
sumber maupun penggunaan biaya antara sekolah yang satu dengan
sekolah lainnya menunjukkan tingkat kecukupan yang berbeda, untuk itu
persepsi guru terkait dengan tingkat kecukupan dalam penelitian ini juga
diungkap sehingga akan memberikan kepuasan kepada guru.
E. Komite Sekolah
Membicarakan Komite Sekolah tidak terlepas dari Dewan Pendidikan.
Dewan Pendidikan merupakan badan yang mewadahi peranserta masyarakat
dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di kabupaten/kota. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang
mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu,
pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik
pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur
pendidikan luar sekolah.
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan badan yang
bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan
pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya. Posisi Dewan
Pendidikan, Komite Sekolah, satuan pendidikan, dan lembaga-lembaga
pemerintah lainnya mengacu pada kewenangan masing-masing
berdasarkan ketentuan yang berlaku
Tujuan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah
sebagai berikut:
131
a. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam
melahirkan kebijakan dan program pendidikan di kabupaten/kota (untuk
Dewan Pendidikan) dan di satuan pendidikan (untuk Komite Sekolah).
b. Menigkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif dari seluruh lapisan
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
c. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis
dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di
daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan.
Peran yang dijalankan Dewan Pendidikan adalah sebagai pemberi
pertimbangan dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang berwujud
finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan. Di
samping itu juga Dewan Pendidikan berperan sebagai pengontrol dalam
rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran
pendidikan, serta sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Legislatif) dengan masyarakat. Di lain pihak
peran yang dijalankan Komite Sekolah adalah sebagai pemberi pertimbangan
dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan
pendidikan. Badan tersebut juga berperan sebagai pendukung baik yang
berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan
pendidikan di satuan pendidikan. Di samping itu juga Komite Sekolah
berperan sebagai pengontrol dalam rangka transparansi dan akuntabilitas
penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan, serta
132
sebagai mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan
pendidikan.
Untuk menjalankan perannya itu, Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen
masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
Badan itu juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik
perorangan maupun organisasi, dunia usaha dan dunia industri,
pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan
bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan menganalisis aspirasi,
pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan
oleh masyarakat. Di samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah adalah memberikan masukan, pertimbangan dan rekomendasi
kepada pemerintah daerah/DPRD dan kepada satuan pendidikan
mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja daerah
dalam bidang pendidikan; kriteria tenaga kependidikan, khususnya
guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan;
dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan. Terakhir fungsi Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana
masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di
satuan pendidikan.
Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur masyarakat dan dapat
ditambah dengan unsur birokrasi/legislatif. Unsur masyarakat dapat berasal
133
dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan; tokoh
masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota masyarakat
yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang
dijadikan figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai
perhatian pada peningkatan mutu pendidikan; yayasan penyelenggara
pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah, pesantren); dunia
usaha/industri/asosiasi profesi (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-
lain); organisasi profesi tenaga kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan
perwakilan dari Komite Sekolah yang disepakati. Unsur birokrasi, misalnya
dari unsur dinas pendidikan setempat dan unsur legislatif yang membidangi
pendidikan, dapat diiibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan maksimal 4-
5 orang. Jumlah anggota Dewan Pendidikan sebanyak-banyaknya berjumlah
17 (tujuh belas) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak dan
kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan Pendidikan ditetapkan di
dalam AD/ART. Dilain pihak anggota Komite Sekolah berasal dari unsur-
unsur yang ada dalam masyarakat. Disamping itu unsur dewan guru,
yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan, Badan Pertimbangan Desa
dapat pula dilibatkan sebagai anggota. Anggota Komite Sekolah dari unsur
masyarakat dapat berasal dari perwakilan orang tua/wali peserta didik
berdasarkan jenjang kelas yang dipilih secara demokratis; tokoh masyarakat
(ketua RT/RW/RK. Kepala dusun, ulama, budayawan, pemuka adat); anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian akan dijadikan figur dan mempunyai
perhatian untuk meningkatkan mutu pendidikan; pejabat pemerintah
134
setempat (Kepala Desa/Lurah, Kepolisian, Koramil, Depnaker, Kadin, dan
Instansi lain); dunia usaha/industri (pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan
lain-lain); pakar pendidikan yang mempunyai perhatian pada peningkatan
mutu pendidikan; organisasi profesi tenaga pendidikan (PGRI, ISPI, dan lain-
lain); perwakilan siswa bagi tingkat SLTP/SMU/SMK yang dipilih secara
demokratis berdasarkan jenjang kelas; dan perwakilan forum alumni
SD/SLTP SMU/SMK yang telah dewasa dan mandiri. Anggota Komite
Sekolah yang berasal dari unsur dewan guru, yayasan lembaga
penyelenggaraan pendidikan, Badan Pertimbangan Desa sebanyak-
banyaknya berjumlah tiga orang. Jumlah anggota Komite Sekolah sekurang-
kurangnya 9 (sembilan) orang dan jumlahnya harus gasal. Syarat-syarat, hak,
dan kewajiban, serta masa keanggotaan Komite Sekolah ditetapkan di dalam
AD/ART.
Pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan
berdasarkan AD/ART yang sekurang-kurangnya terdiri atas seorang ketua,
sekretaris, bendahara. Apabila dipandang perlu, kepengurusan dapat
dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu sesuai kebutuhan. Selain itu dapat
pula diangkat petugas khusus yang menangani administrasi. Pengurus
dewan dipilih dari dan oleh anggota secara demokratis. Khusus jabatan ketua
Dewan Pendidikan bukan berasal dari unsur pemerintahan daerah dan DPRD
dan ketua Komite Sekolah bukan berasal dari kepala satuan pendidikan.
Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti kepengurusan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART.
135
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah hal;
secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara^
adalah bahwa Komite Sekolah harus dibentuk secara terbuka dan diketahui
oleh masyarakat secara luas mulai dari tahap pembentukan panitia
persiapan, proses sosialisasi oleh panitia persiapan, kriteria calon anggota,
proses seleksi calon anggota, pengumuman calon anggota, proses
pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan dilakukan secara akuntabel
adalah bahwa panitia persiapan hendaknya menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan.
Dilakukan secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan anggota
dan pengurus dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu
permilihan anggota dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan
suara.
Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah diawali dengan
pembentukan panitia persiapan yang dibentuk, oleh kepala satuan
pendidikan dan/atau oleh masyarakat. Panitia persiapan berjumlah sekurang-
kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan
(seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan,
pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta didik.
Komponen dan indikator kinerja Komite Sekolah terkait pada peran
yang dilakukannya, yakni sebagai badan pertimbangan (advisory agency),
pendukung (supporting agency), pengawas (controlling agency), dan badan
136
mediator (mediator agency). Berkaitan dengan peran Komite Sekolah
tercakup di dalamnya pelaksanaan berbagai fungsi badan-badan tersebut
dan fungsi manajemen pendidikan .
1. Komite Sekolah sebagai Badan Pertimbangan (Advisory Agency)
Dalam perannya sebagai badan yang memberikan pertimbangan atau
nasihat pada satuan pendidikan, Komite Sekolah memiliki fungsi yang
berkesinambungan dalam hal perencanaan sekolah, pelaksanaan program,
dan pengelolaan sumber daya di satuan pendidikan.
Komite Sekolah dalam fungsi perencanaan memiliki peran
mengidentifikasi sumber daya pendidikan di sekolah serta memberikan
masukan dan pertimbangan dalam menetapkan RAPBS, termasuk dalam
penyelenggaraan rapat RAPBS. Dalam pelaksanaan program, yang
menyangkut: kurikulum, PBM, dan penilaian. Komite Sekolah sebagai badan
penasihat berperan penting dalam memberikan pertimbangan dalam
pelaksanaan proses pengelolaan pendidikan di sekolah, termasuk proses
pembelajarannya. Hal ini penting, sebab dengan berlakunya otonomi
pendidikan dengan pengelolaan pendidikan yang lebih otonom di sekolah,
guru memiliki peran yang penting dalam penciptaan proses pembelajaran
yang kondusif bagi sarana demokratisasi pendidikan.
Komite Sekolah dalam fungsinya sebagai badan penasihat bagi
sekolah, dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya pendidikan
antara lain berperan mengidentifikasi berbagai potensi sumber daya
pendidikan yang ada dalam masyarakat. Fungsi ini akan dapat berguna
137
dalam memberikan pertimbangan mengenai sumber daya pendidikan yang
ada dalam masyarakat yang dapat diperbantukan di sekolah.
Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya
sebagai badan pertimbangan dapat diamati pada tabel berikut;
Tabel 2.3 Indikator Kinerja Komite Sekolah
dalam Perannya Sebagai Badan Pertimbangan
PERAN KOMITE SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN
INDIKATOR KINERJA
Badan Pertim-bangan (Advisory Agency)
1. Perencanaan sekolah
a. Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat.
b. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS.
c. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat)
a. Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS.
b. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah.
2. Pelaksanaan Program
a. Kurikulum b. PBM c. Penilaian
a. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah.
b. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.
3. Pengelolaan Sumber daya Pendidikan
a. SDM b. Sarana/Prasara c. Anggaran
a. Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat
b. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah.
c. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah.
d. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah.
138
2. Komite Sekolah sebagai Badan Pendukung (Supporting Agency)
Dalam perannya sebagai badan pendukung (supporting agency), Komite
Sekolah berfungsi memantau kondisi tenaga kependidikan di satuan
pendidikan. Ini penting karena akan dapat diketahui masalah tenaga
kependidikan. Hal ini dimaksudkan agar kekurangan tenaga kependidikan di
sekolah tidak dibiarkan terus terjadi, sehingga akan mengganggu
pelaksanaan pendidikan. Melalui koordinasi dengan Dewan Pendidikan,
Komite Sekolah diharapkan mendapat gambaran yang utuh mengenai
persoalan yang terjadi di sekolah, yang kemudian dapat ditindak lanjuti
bersama dengan Dewan Pendidikan melakukan memberdayakan guru
sukarelawan, termasuk tenaga kependidikan non-guru.
Komite Sekolah juga dapat mengidentifikasi tenaga ahli yang ada
dalam masyarakat, yang dapat dimanfaatkan bagi sekolah. Dengan demikian,
aspek integrasi sekolah dengan masyarakat yang selama ini menjadi
persoalan dalam pengelolaan pendidikan di sekolah dapat diatasi, karena
masyarakat dapat terlibat dalam upayanya meningkatkan mutu pendidikan.
Sebagai bagian dari pelaksanaan proses pendidikan, sarana dan prasarana
juga harus mendapat perhatian penting. Sekolah yang kurang memiliki
sarana dan prasarana memadai tentu akan mengalami kendala dalam
pencapaian hasil belajar. Karena itu, Komite Sekolah berfungsi memfasilitasi
kebutuhan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Tahap selanjutnya,
tentu Komite Sekolah akan memberdayakan bantuan sarana dan prasarana
yang diperlukan di sekolah melalui sumber daya yang ada pada masyarakat,
139
dengan berkoordinasi dengan Dewan Pendidikan. Memberdayakan bantuan
sarana dan prasarana yang telah dilakukan Komite Sekolah dengan
koordinasi pada Dewan Pendidikan akan dipantau perkembangannya melalui
evaluasi pelaksanaan dukungan atau bantuan tersebut
Anggaran pendidikan yang ada pada pemerintah (daerah) sangat
terbatas. Karena itu pemanfaatan sumber-sumber anggaran pendidikan yang
ada pada masyarakat menjadi kebutuhan yang mendesak. Dalam era
otonomi pendidikan yang meletakkan otonomi sekolah sebagai hal yang
terpenting, sekolah harus merupakan bagian yang terpenting dari
masyarakat, sehingga masyarakat memiliki kepedulian dan rasa memiliki
terhadap sekolah.
Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai 4
badan pendukung dapat diamati pada tabel berikut:
Tabel 2.4 indikator Kinerja Komite Sekolah
da am Perannya Sebagai Badan Pendukung PERAN DEWAN PENDIDIKAN
FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN
INDIKATOR KINERJA
Badan Pendukung (Supporting Agency)
1. Pengelolaan Sumber Daya
a. Memantau kondisi ketenagaan pendidikan di sekolah.
b. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah.
c. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah.
2. Pengelolaan Sarana dan prasarana
a. Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
b. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah.
140
c. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah
d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah.
3. Pengelolaan Anggaran
a. Memantau kondisi anggaran pendidikan di sekolah.
b. Memobilisasi dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah.
c. Mengkoordinasikan dukungan terhadap anggaran pendidikan di sekolah.
d. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan anggaran di sekolah.
3. Komite Sekoiah sebagai Badan Pengontrol (Controlling Agency)
Bagian yang terpenting dalam manajemen adaiah Controlling.
Berkaitan dengan pengembangan kinerja ini, perlu dilihat sejauh mana peran
pengontrol yang dilakukan Komite Sekolah berjalan dengan optimal terhadap
pelaksanaan pendidikan. Beberapa fungsi yang dapat dilakukan Komite
Sekoiah dalam hubungannya dengan perannya sebagai badan pengontrol
terhadap perencanaan pendidikan antara lain: melakukan kontrol terhadap
proses pengambilan keputusan dan perencanaan pendidikan di sekolah,
termasuk kualitas kebijakan yang ada. Fungsi Komite Sekolah dalam
melakukan kontrol terhadap pelaksanaan program pendidikan adalah
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program yang ada pada
Sekolah, apakah sesuai dengan kebijakan yang disusun. Dalam kaitannya
dengan pelaksanaan program tersebut adalah bagaimana alokasi dana dan
sumber-sumber daya bagi pelaksanaan program dilakukan Sekolah. Dalam
' „»-.k--̂ .-i — 'v '
pengembangan kinerja ini, perlu dilihat sejauh mana
melakukan fungsinya dalam mengontrol alokasi dana dan
daya tersebut.
Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai
badan pengontrol dapat diamati pada tabel berikut:
Tabel 2.5 Indikator Kinerja Komite Sekolah
dalam Perannya Sebagai Badan Pengontrol
PERAN KOMITE SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN
PENDIDIKAN
INDIKATOR KINERJA
Badan Pengontrol (Controlling Agency)
1. Mengontrol perencanaan pendidikan di sekolah
a. Mengontrol proses pengambilan keputusan di sekolah.
b. Mengontrol kualitas kebijakan di sekolah.
c. Mengontrol proses perencanaan pendidikan di sekolah
d. Pengawasan terhadap kualitas perencanaan sekolah
e. Pengawasan terhadap kualitas program sekolah.
2. Memantau pelaksanaan program sekolah
a. Memantau organisasi sekolah b. Memantau penjadwalan program
sekolah c. Memantau alokasi anggaran untuk
pelaksanaan program sekolah. d. Memantau sumber daya pelaksana
program sekolah. e. Memantau partisipasi stake-
holder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah.
3. Memantau output a. Memantau hasil ujian akhir. b. Memantau angka partisipasi
sekolah c. Memantau angka mengulang
sekolah d. Memantau angka bertahan di
sekolah.
142
4. Komite Sekolah sebagai Mediator (Mediator Agency)
Komite Sekolah juga dapat berfungsi sebagai mediator dan menjadi
penghubung Sekolah dengan masyarakat, atau antara sekolah dengan Dinas
Pendidikan. Berbagai persoalan yang sering dialami orang tua dalam
pelaksanaan pendidikan anak-anaknya di sekolah misalnya sering kali
terbentur pada sebatas keluhan, kurang direspons sekolah. Karena itu,
kehadiran Komite Sekolah pada posisi ini sangat penting dalam mengurangi
berbagai keluhan orang tua tersebut
Peran sebagai mediator yang dilakukan Komite Sekolah dalam
pelaksanaan program pendidikan lebih kepada upaya memfasilitasi
berbagai masukan dari masyarakat terhadap kebijakan dan program
pendidikan yang ditetapkan Sekolah. Peran ini adalah antara lain
dengan mengkomunikasikan berbagai pengaduan dan keluhan
masyarakat terhadap sekolah. Masukan ini tentu akan menjadi
perhatian bagi pengambil kebijakan, yang selanjutnya akan dilakukan
perbaikan bagi kebijakan dan program pendidikan. Bagi Komite
Sekolah, hasil penyempurnaan kebijakan dan program tersebut juga
harus disosialisasikan kepada masyarakat, sehingga terjadi umpan balik
bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan.
Peran yang dilakukan oleh Komite Sekolah sebagai mediator dalam
pelaksanaan program sekolah akan menjadikan berbagai kebijakan dan
program yang telah ditetapkan sekolah dapat akuntabel kepada masyarakat.
Sumber-sumber daya pendidikan yang ada dalam masyarakat begitu besar,
143
namun pemanfaatannya kurang optimal. Peran Komite Sekolah yang harus
dijalankan sebagai mediator adalah memberdayakan sumber daya yang ada
pada orang tua bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah.
Keseluruhan indikator kinerja Komite Sekolah dalam perannya sebagai
badan penghubung (mediator) dapat diamati pada tabel berikut:.
Tabe 2.6 Indikator Kinerja Komite Sekolah
dalam Perannya Sebagai Badan Penghubung (Mediator) PERAN KOMITE SEKOLAH
FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN
INDIKATOR KINERJA
Badan Penghubung (Mediator Agency)
1. Perencanaan a. Menjadi penghubung antara Komite Sekolah dengan masyarakat, Komite Sekolah dengan sekolah, dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan.
b. Mengidentifikasi aspirasi masyara-kat untuk perencanaan pendidikan.
c. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah
2. Pelaksanaan program
a. Mensosialisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat
b. Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah
c. Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah
d. Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah
3. Pengelolaan Sumber Daya pendidikan
a. Mengidentifikasi kondisi sumber daya di sekolah
b. Mengidentifikasi suber-sumber daya masyarakat
c. Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah
d Meng koordinasikan bantuan masyarakat
144
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa apabila Komite
Sekolah dapat berperan sebagai badan pertimbangan, pendukung,
pengawas, dan mediator maka akan dapat meningkatkan mutu proses belajar
mengajar yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu lulusan. Untuk
mengungkap peran tersebut maka keterlibatan guru dalam menilai sangat
diharapkan karena guru berpangkalan di sekolah.
F. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Dedi Supriyadi (1998) mengenai ciri-ciri
sekolah yang bermutu di Jawa Barat, menemukan bahwa sekolah yang
mutunya baik adalah sekolah unggul dan dikenal di masyarakat, memiliki cirri
yang berbeda dengan sekolah yang mutunya biasa. Perbedaan itu dalam hal
kinerja guru, iklim sekolah, gairah belajar siswa, dan prestasi belajar siswa,
dimana sekolah yang mutunya baik maka kondisi di atas lebih baik bila
dibandingkan dengan sekolah yang mutunya biasa. Hal ini disebabkan oleh
adanya kepemimpinan yang diperankan oleh Kepala Sekolah. Walker (1995)
hasil penelitian menyimpulkan bahwa perhatian Kepala Sekolah yang tinggi
terhadap pembinaan mutu, perilakunya yang terpunji, dan sikap responsifnya
dalam menangani persoalan yang timbul di sekolah secara signifikan
menurunkan frekuensi perilaku tak terpuji pada siswa dan sebatiknya
meningkatkan iklim kehidupan sekolah. Gaustad (1992) menemukan bahwa
Kepala Sekolah terbukti menunjukkan peranan kunci dalam menegakkan
disiplin sekolah melalui kemampuannya dalam mengelola sekolah,
145
memberikan teladan kepada siswa dan guru, serta melakukan teknik-teknik
"social rewarcT kepada siswa dan guru. Stolps (1994) menemukan bahwa
iklim kehidupan sekolah yang sehat berkaitan erat dengan meningkatnya
prestasi dan motivasi belajar siswa serta dengan produktivitas dan kepuasan
guru. Prakarsa kearah terciptanya healty school culture tersebut sebagaian
berada pada tangan Kepala Sekolah.
Penelitian yang dilakukan oleh Rasdi Ekosiswaoyo (2003) tentang
pengaruh pemberdayaan, kepemimpinan, dan motivasi kerja terhadap kinerja
guru SMK eks SMEA Pembina di Jawa Tengah. Temuan penelitian
mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan
Kepala Sekolah terhadap kinerja guru. Kepala Sekolah yang memiliki
orientasi pada upaya peningkatan kinerja guru, selalu mendorong guru untuk
berprestasi, mengaplikasikan prinsip-prinsip partisipasi, komunikasi dua arah,
pengakuan terhadap andil para guru, pendelegasian wewenang, dan
pemberian perhatian kepada kondisi guru.
Penelitian yang dilakukan oleh Abdullah Alhadza (2004) tentang
pengaruh motivasi berprestasi dan perilaku komunikasi antar pribadi terhadap
efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah (survey terhadap Kepala SLTP di
Propinsi Sulawesi Tenggara), temuan penelitian mengungkapkan bahwa
terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi dan perilaku antar pribadi
terdahap efektivitas kepemimpinan Kepala Sekolah.
Berkaitan dengan hasil penelitian tentang Kepala Sekolah di atas maka
kesempatan ini dilakukan penelitian lanjutan tentang kepemimpinan Kepala
146
Sekolah yang berkaitan dengan tugas-tugas operasional Kepala Sekolah
yaitu Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran, Kepala
Sekolah sebagai pengelola pelayan tenaga kependidikan, Kepala Sekolah
sebagai pengelola pelayanan siswa. Kepala Sekolah sebagai pengelola
keuangan dan fasilitas, dan Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan
sekolah dan masyarakat. Dengan penelitian ini dalam melihat Kepala
Sekolah tidak hanya sifat dan perilaku yang melekat pada Kepala Sekolah
(teras kinerja) tetapi melihat apa yang dapat dilakukan oleh Kepala Sekolah
(in action).
Berkaitan dengan pembiayaan pendidikan didukung oleh penelitian
Moch Idochi Anwar (1990) tentang tranformasi biaya pendidikan dalam
layanan pendidikan pada perguruan tinggi menyimpulkan bahwa meskipun
biaya pendidikan total itu naik dari tahun ke tahun tetapi tidak mempunyai
pengaruh yang berarti pada peningkatan mutu pendidikan dalam wujud
layanan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh nilai uang yang berkurang daya
belinya, gaji tidak merangsang untuk meningkatkan semangat dan kualitas
kerjanya, serta karena tergoda oleh demonstration effect. Secara lebih
khusus biaya personil tenaga edukatif memiliki persentase terbesar.
Penelitian oleh Kardoyo (1997) di SMK Kota Semarang menunjukkan bahwa
dana dari pemerintah sebesar 75%, orangtua 25% dari jumlah anggaran,
pemerintah provinsi dan kota/kabupaten dan masyarakat lain di luar orangtua
0%. Jika unsur gaji dan tunjangan tidak dimasukkan dalam analisis,
sumbangan BP3 menduduki urutan pertama yitu 60%, pemerintah 40% (DIK
147
di luar gaji dan tunjangan, DPP, OPF, dan iain-lain), pemerintah provinsi dan
kota/kabupaten serta masyarakat di luar orangtua masih 0%. Penelitian
Kardoyo (2000) tentang analisis biaya pendidikan di S MA Negeri Kota
Semarang menunjukkan bahwa partisiipasi orangtua masih sangat
besar/lebih tinggi bila dibandingkan pemerintah, sementara partisipasi
masyarakat di luar orangtua masih 0% apabila gaji tidak masuk dalam
analisis. Demikian juga studi yang dilakukan oleh Clark dan kawan-kawan
(1998) menunjukkan bahwa sumber penerimaan sekolah negeri terbesar juga
dari pemerintah (pusat) baik di SD, SLTP, SMU, dan SMK. Oangtua/keluarga
menempati urutan kedua, sedang pemerintah daerah, dan masyarakat
peranannya masih kecil sekali. Nanang Fattah (1999) melalui penelitiannya
juga menemukan bahwa jumlah dana pendidikan yang diterima oleh sekolah
(SD) dari berbagai sumber pemerintah pusat 90,73%; orangtua murid melalui
BP3 6,88%; pemerintah daerah 2,17%; sumbangan masyarakat termasuk
dunia usaha 0,40%. Temuan yang lain adalah pembiayaan pendidikan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan mutu
pendidikan SD. Komponen biaya yang berkorelasi signifikan terhadap
peningkatan PBM di wilayah perkotaan adalah pengelolaan sekolah, di
wilayah pedesaan adalah pembinaan guru. Kebijakan untuk anggaran untuk
SD memperhatikan perbedaan kemampuan masyarakat di wilayah yang
makmur dengan yang kurang makmur. Kebijakan anggaran yang tidak adil
mengakibatkan perbedaan mutu antar SD perkotaan dengan SD pedesaan.
Penelitian Kardoyo (1997 dan 2000) pengeluaran sekolah terbesar untuk
148
honorarium dan kesejahteraan pegawai. Nanang Fatah (1999) dalam
penelitiannya juga menemukan bahwa jumlah pengeluaran biaya untuk
penyelenggaraan pendidikan di SD sebagian besar (81,46%) dipergunakan
untuk gaji/kesejahteraan pegawai. Demikian juga studi yang dilakukan oleh
Clark dan kawan-kawan (1998) menunjukkan bahwa sebagian besar dana
pendidikan di sekolah negeri dialokasikan bagi pengembangan system,
administrasi, dan tenaga pengajar. Sementara itu, dana yang dialokasikan
untu kegiatan operasional dan pemeliharaan masih sangat terbatas, terutama
pada tingkat pendidikan yang lebih rendah. Demikian juga studi yang
dilakukan oleh Bank Dunia (1998) menyarakan bahwa dalam jangka pendek,
pembiayaan pendidikan seyogyanya diarahkan untuk melanjutkan investasi
yang telah dilaksanakan di masa lalu, dan juga untuk melindungi kelompok
masyarakat miskin dari dampak krisis. Dalam jangka panjang perhatian
seyogyanya diarahkan kepada pencapaian pendidikan dasar yang
menyeluruh dan persiapan untuk desentralisasi.
Berdasarkan hasil penelitian di atas yang menyangkut pembiayaan
pendidikan maka penelitian ini akan menambah wawasan tentang
pembiayaan pendidikan dan sekaligus mengetahui posisi pembiayaan
pendidikan dibandingkan dengan kepemimpinan Kepala Sekolah, dan peran
Komite Sekolah dalam berkontribusi terhadap mutu proses belajar mengajar
dan mutu lulusan. Disamping itu juga mengetahui besarnya RAPBS dan
komposisi pembiayaan pendidikan dilihat dari sumber dana, sekaligus
melengkapi tentang komposisi pengggunaan pembiayaan pendidikan.
149
Berkaitan dengan partisipasi masyarakat melalui Komite Sekolah
penelitian Kardoyo (1997) menunjukkan bahwa partisipasi orangtua masih
terbatas dalam menyediakan dana dan BP3 saat itu juga hanya berperan
dalam penyediaan dana, BP3 beranggapan bahwa proses belajar mengajar
menjadi tanggungjawab fihak sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh lim
Wasliman (2002) tentang pengaruh faktor-faktor kondisi persekolahan
terhadap efektivitas sekolah ditinjau dari nilai-nilai kebijakan MBS di SD dan
SLTP Jawa Barat, kesimpulannya efektivitas sekolah dipengaruhi oleh factor-
faktor kondisi persekolahan dan nilai-nilai kebijakan secara signifikan 40,30%.
Kondisi persekolahan meliputi: lokasi, gedung, sejarah berdirinya, usia,
infrastruktur, siswa, guru, kepemimpinan atau Kepala Sekolah. Nilai kebijakan
meliputi komitmen masyarakat sekolah, partisipasi masyarakat sekolah,
penguasaan informasi, profesionalisasi tenaga kependidikan, penghargaan
sekolah, administrasi sekolah, dan akuntabilitas profesional.
Berkaitan dengan hasil di atas maka penelitiaan ini akan mengungkap
partisipasi masyarakat terwadahi dalam organisasi Komite Sekolah yang
merupakan pembaharuan dari BP3 apakah Komite Sekolah dapat bertindak
sebagai badan pertimbangan, pendukung , pengontrol, dan penghubung.
Berkaitan dengan kinerja sekolah yang dilihat dari mutu proses dan
mutu lulusan penelitian terdahulu pendukung adalah yang dilakukan oleh
Abin Syamsudin (1999) tentang model pemberdayaan pengembangan
profesional staf untuk memperkuat penjaminan mutu pendidikan. Konsep
dasar yang melandasi adalah kualitas lulusan (output) pendidikan dapat
150
dihasilkan dari kualitas proses lembaga (performance managerial
kelembagaan) dengan mengelola kualitas input (misal profesional anggota
staf). Dengan kata lain kualitas yang baik dari masukan suatu lembaga
pendidikan dapat mengembangkan kualitas performansi lulusan yang baik
pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota staf adalah salah satu
faktor yang paling signifikan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas
performasi pendidikan tinggi dan pengembangan profesional anggota staf
telah diasumsikan sebagai strategi yang efektif untuk meningkatkan sistem
penjaminan mutu dalam rangka meningkatkan performansi lembaga
termasuk kualitas performansi.
Dari hasil di atas maka dalam penelitian ini akan dilihat kinerja sekolah
dari mutu proses belajar mengajar dan mutu lulusan, dimana kedua unsur
tersebut merupakan unsur pokok untuk melihat mutu satuan pendidikan.
Disamping itu juga terkait dengan penelitian maka secara simultan maupun
parsial kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran
Komite Sekolah berkontribusi terhadap mutu proses belajar mengajar
maupun mutu lulusan.
BAB III 1] METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk ex post facto karena data yang dikumpulkan
setelah semua yang dipersoalkan berlangsung. Penelitian ex post facto
merupakan telaah empirik sistematis dimana ilmuwan tidak dapat
mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestasinya
telah muncul, atau karena sifat hakekat variabel itu memang menutup
kemungkinan manipulasi. Pengujian tentang relasi antar variabel dibuat,
tanpa intervensi langsung, berdasarkan variasi yang muncul seiring dalam
variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan
pendidikan, dan peran Komite Sekolah. Ketiga variabel bebas ini tidak
dimanipulasi, sehingga pengamatan atas gejala yang muncul dilakukan
berdasarkan pada apa yang terjadi di sekolah, dirasakan dan dialami oleh
Kepala Sekolah dan Komite Sekolah. Sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini adalah kineija sekolah yang dilihat dari mutu proses dan
mutu lulusan.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan deskriptif-evaluatif-
korelasional. Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi
tentang gejala pada saat penelitian berlangsung, tidak ada perlakuan yang
diberikan atau kondisi yang dikendalikan seperti pada penelitian
eksperiman (Ary, 1982: 17). Penelitian deskriptif merupakan suatu
151
152
metode untuk meneliti status pada sekelompok manusia, objek,
-seperangkat kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada
saat sekarang. Tujuan penelitian deskriptif yaitu membuat deskripsi,
gambaran atau lukisan secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nasir, 1988:
25). Koentjaraningrat (1983 : 16) menyatakan bahwa penelitian deskriptif
bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu,
keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi
adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat. Dalam penelitan deskriptif ini mungkin sudah dimunculkan
hipotesis, mungkin belum, karena tergantung pada sedikit banyaknya
pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan.
Penelitian evaluasi merupakan proses pengumpulan, analisis, dan
penafsiran data yang hasilnya digunakan untuk perbaikan atau
pengambilan keputusan suatu program atau produk. Penelitian evaluasi
berkaitan dengan perbaikan program atau produk (evalausi formatif) atau
menentukan nilai atau kepatutan suatu program atau produk (evaluasi
sumatif). Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui seberapa jauh feijuan-
tujuannya telah tercapai. Informasi mengenai masalah ini kemudian
diumpan balikkan kembali kepada proses pengambilan keputusan. Oleh
karena itu studi evaluasi pada intinya adalah lebih memfokuskan pada
upaya peningkatan program atau hasil atau untuk menentukan nilai atau
kepatutan. Evaluasi menggunakan metode penelitian namun dalam
153
evaluasi hasilnya lebih ditekankan dalam rangka untuk pengambilan
keputusan.
Evaluasi ada dua macam yaitu pemantauan program dan evaluasi
program (Chadwick, 1991 : 25). Pemantauan dilaksanakan untuk dapat
mengukur secara cermat seberapa baik program dilaksanakan untuk
mencapai tujuan, dan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan program
yang telah berjalan. Evaluasi program dilaksanakan untuk menilai apakah
suatu program memberi pengaruh pada populasi sasaran. Ditinjau dari
segi ini, studi evaluasi dalam penelitian ini termasuk pemantauan program,
yaitu pemantauan tentang kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan
pendidikan di sekolah, dan peran Komite Sekolah. Penelitian evaluasi ada
tiga macam metode yaitu pengamatan dan wawancara, catatan dan
laporan, serta survai (Chadwick, 1991 : 26). Penelitian ini mempergunakan
survai yang merupakan metode penelitian yang lebih dari pada sekedar
pengumpulan data melalui kuesioner untuk memperoleh informasi atau
data. Survai juga diperkenankan menggunakan pelbagai macam
instrumen dan metode untuk mempelajari hubungan, akibat dari suatu
perlakuan, perubahan-perubahan yang bersifat longitudinal dan
perbandingan antar kelompok (Borg dan Gali, 1983). Selain bermanfaat
untuk menentukan distribusi sampel berdasarkan variabel tunggal, survai
juga dapat digunakan untuk menjajagi adanya hubungan antar dua
variabel.
154
Pendekatan korelasional untuk mengukur perubahan saling berpola
antara dua variabel yakni variabel terikat (variabel pengaruh) dan variabel
bebas (terpengaruh). Variabel terikat merupakan akibat yang diperkirakan
atau variabel yang terjadi kemudian. Variabel terikat dalam penelitian ini
adalah mutu proses dan mutu lulusan. Variabel bebas merupakan
penyebab yang diduga atau variabel yang terjadi terlebih dahulu. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah kepemimpinan Kepala Sekolah,
pembiayaan pendidikan, dan peran Komite Sekolah.
Berdasarkan tujuan penelitian dan hipotesis yang dirumuskan
dalam penelitian ini maka ada hubungan antar variabel dalam rancangan
penelitian ini yaitu: (a) pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah,
pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah dengan mutu proses, (b)
pengaruh antara kepemimpinan Kepala Sekolah dengan mutu proses,
(c) pengaruh antara pembiayaan pendidikan dengan mutu proses, (d)
pengaruh antara peran Komite Sekolah dengan mutu proses, (e)
pengaruh antara kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan,
peran Komite Sekolah dengan mutu lulusan, (f) pengaruh antara
kepemimpinan Kepala Sekolah dengan mutu lulusan, (g) pengaruh antara
pembiayaan pendidikan dengan mutu lulusan, (h) pengaruh antara peran
Komite Sekolah dengan mutu IDlusan, (i) pengaruh antara mutu proses
dengan mutu lulusan.
155
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau totalitas elemen yang dapat
diamati atau dipelajari, yang dapat berupa manusia, rumah tangga,
organisasi, sekolah, atau unit lainnya (Suwarno, 1987:23). Faktor penting
yang perlu diperhatikan dalam populasi adalah karakter yang melekat
pada populasi karena pada hakekatnya permasalahan itu baru akan
memiliki makna apabila dikaitkan dengan populasi.
Populasi dalam penelitian ini guru di 16 SMA Negeri Kota
Semarang, nampak dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jumlah Sekolah dan guru SMA Negeri di Kota Semarang
No Sekolah Lokasi Guru 1 SMA 1 Pusat Kota 2 SMA 2 Pusat Kota 3 SMA 3 Pusat Kota 4 SMA 4 Kawasan Perumahan 5 SMA 5 Pusat Kota 6 SMA 6 Pusat Kota 7 SMA 7 Kawasan Perumahan 8 SMA 8 Pinggiran Kota 9 SMA 9 Kawasan Perumahan 10 SMA 10 Kawasan Peumahan 11 SMA 11 Pinggiran Kota 12 SMA 12 Pinggiran Kota 13 SMA 13 Pinggiran Kota 14 SMA 14 Kawasan Perumahan 15 SMA 15 Kawasan Perumahan 16 SMA 16 Pinggiran Kota
98 84 89 73 66 72 68 65 61 47 44 40 33 42 51 34
Jumlah | 967 Sumber. Dinas Pendidikan Kota Semarang 2004
156
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian merupakan sekelompok anggota yang menjadi
bagian dari populasi, dan memiliki karakteristik populasi. Sebagaimana
telah dijelaskan di atas bahwa populasi penelitian ini adalah guru SMA
Negeri di Semarang yang telah menjadi pegawai negeri dan jumlahnya
967 orang. Alasan penentuan guru sebagai populasi penelitian ini adalah
karena: (a) Secara langsung guru berhadapan dengan kepemimpinan
Kepala Sekolah, (b) Kecukupan pembiayaan pendidikan tergantung
bagaimana guru menggunakan, (c) Kiprahnya Komite Sekolah yang
mengetahui secara nyata adalah guru, (d) proses belajar mengajar
melibatkan secara langsung aktivitas guru, (e) nilai hasil belajar yang
menilai adalah guru. Oleh karena untuk mengetahui kebermaknaan
kepemimpinan Kepala Sekolah, kecukupan pembiayaan pendidikan, dan
peran Komite Sekolah akan diamati dari apa yang diketahui dan dirasakan
oleh guru sehingga akan meningkatkan mutu proses dan mutu lulusan.
Jumlah sampel seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.2 Jumlah Sampel Penelitian
No Sekolah Lokasi Guru 1 SMA 1 Pusat Kota 98 2 SMA 12 Pinggiran Kota 40 3 SMA 15 Kawasan Perumaha 51
Jumlah 189
Untuk memperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi,
hingga dewasa ini belum ada patokan baku, misalnya berapa jumlah
157
sampel yang akan diambil untuk mewakili populsi. Berdasarkan
pandangan ini, populasi yang telah dideskripsikan batasan dan
karakteristiknya seperti tersebut di atas, kemudian ditarik sejumlah sampel
untuk mewakili populasi dengan teknik area random sampling. Dari enam
belas SMA Negeri di Kota Semarang diperoleh tiga sekolah masing-
masing terdiri atas pusat kota yaitu SMA 1 Semarang, kawasan
perumahan yaitu SMA 15 Semarang, dan pinggiran kota yaitu SMA 12
Semarang.
C. Variabel Penelitian
Variabel yang diungkap dalam penelitian ini mencakup variabel
bebas (independendent variable) dan variabel terikat (dependent
variable)
1. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan akibat yang diperkirakan atau variabel
yang terjadi kemudian (Walizer, 1986: 121). Variabel terikat di dalam
penelitian ini adalah mutu lulusan dan mutu proses. Mutu proses dengan
indikator perencanaan pengajaran, pelaksaan pengajaran, hubungan
antar pribadi, dan evaluasi. Mutu lulusan dengan indikator nilai evaluasi
belajar, nilai ujian akhir nasional, tidak adanya siswa yang mengulang,
dan tidak adanya siswa yang putus sekolah.
158
2. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan penyebab yang diduga atau variabel
yang terjadi terlebih dahulu. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
kepemimpinan Kepala Sekolah, kecukupan pembiayaan pendidikan, dan
peran Komite Sekolah. Kepemimpinan Kepala Sekolah dengan indikator
pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan personel/staf,
pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan fasilitas, pengelola
hubungan sekolah dan masyarakat. Pembiayaan pendidikan dengan
indikator pengeluaran untuk belanja pegawai, biaya untuk kegiatan belajar
mengajar, pengeluaran untuk kegiatan pelajar, pengeluaran untuk rapat
komite sekolah, pengeluaran untuk koordinasi dengan instansi lain,
pengeluaran bahan habis pakai, pengeluaran untuk pemeliharaan, biaya
transfer, pengeluaran untuk sarana/prasarana/inventaris, dan pengeluaran
lainnya. Peran Komite Sekolah dengan indikator sebagai badan
pertimbangan, badan pendukung, badan pengawas, dan badan mediator.
D. Instrumen dan Metode Pengumpulan Data
Data tentang kepemimpinan Kepala Sekolah dikumpulkan dengan
metode kuesioner yang bersumber dari guru. Untuk mengumpulkan data
tentang pembiayaan pendidikan dilihat dari sumber dan penggunaannya
digunakan metode pengumpulan data dokumentasi. Dokumentasi
merupakan proses perolehan data yang bersumber dari tulisan, dalam
penelitian ini bersumber dari RAPBS, pertanggungjawaban Kepala
159
Sekolah tentang pelaksanaan APBS, data ini bersumber dari arsip
sekolah. Disamping itu juga tentang kecukupan sumber dan
penggunaannya juga akan ditanyakan pada guru. Data tentang mutu
lulusan juga dikumpulkan dengan metode dokumentasi yang berupa nilai
evaluasi belajar, nilai UAN, angka mengulang, dan putus sekolah; data ini
bersumber dari arsip sekolah dan tanggapan guru.
Peran Komite Sekolah dikumpulkan dengan metode kuesioner
yang mengungkap data tentang peran Komite Sekolah sebagai badan
pertimbangan, badan pendukung, badan pengawas, dan badan mediator
yang bersumber dari guru. Sedang mutu proses mempergunakan
observasi, metode ini digunakan untuk mengungkap tentang perencaan
pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan
evaluasi. Selanjutnya guru dimintai tanggapanya terhadap proses belajar
mengajar dengan mempergunakan angket.
1. Kepemimpinan Kepala Sekolah (Instrumen I)
Instrumen ini berupa kuestioner yang digunakan untuk
mengungkap variabel kepemimpinan Kepala Sekolah dengan lima sub-
variabel disertai sejumlah indikator dan butir pertanyaan, nampak dalam
tabel berikut:
Tabel 3.3 Variabel, Fungsi, Indikator
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Variabel Fungsi Indikator Butir
Kepemim-pinan Kepala
1. Pengelola Program Pengajaran
1. mempelajari dan menginterpre-tasikan kurikulum sesuai dengan kecenderungan perubahan
1,2
160
Sekolah
2. Pengelola
permintaan masyarakat. 2. menggambarkan kebutuhan
umum siswa berdasarkan program pengajaran, secara langsung menaksir kebutuhan siswa yang unik untuk sekolah dan masyarakat, mengintegrasikan tujuan dan sasaran sekolah dengan kebutuhan siswa, memperkirakan tentang kecukupan kebutuhan siswa dalam program rutin untuk pertemuan formal, menguji dan menginterpretasikan program alternatif, prosedur, dan struktur perbaikan pengajaran, menggunakan penelitian dan informasi dalam menentukan pilihan yang dapat dijalankan terhadap perubahan, bekerja sama dengan yang lain dalam pengembangan alternatif pengajaran. menempatkan staf untuk menetapkan tujuan pengajaran.
10. menginventarisir bahan-bahan, perlengkapan, dan fasilitas untuk mendukung tujuan pengajaran.
11. menjelaskan perubahan pengajaran kepada orangtua siswa dan masyarakat.
12. menguji dan merekomendasikan instrumen untuk program evaluasi proses dan hasil.
13. mengumpulkan, mengorganisir, dan menginterpretasikan data sekarang dibandingkan dengan kinerja siswa sebelumnya.
14. mempertanggungjawabkan kelangsungan hidup program atau inisiatif perubahan program dalam penetapan program pengajaran yang baru.
1. menjabarkan secara khusus
5.
3.
7.
8.
9.
4,5
8
10,11
12,13
14
15
16,17
18,19
20,21
23,24
25,26
161
S&" Pelayanan Personnel
2.
3.
4.
5.
d.
untuk
7.
8.
9.
u ^ menyeleKst. '^„y-.
berkualifikasi
aturan perekrutan lowongan jabatan, mewancari dan kandidat yang paling baik untuk setiap posisi dan merekomendasi persetujuan, mengkoodinasikan pengenalan staf baru terhadap sistem persekolahan, tenaga yang lama, siswa dan organisasinya, serta masyarakat. menilai kecocokan ijasah dengan harapan dan kebutuhan siswa di sekolah. menetapkan anggota staf yang baru untuk mengoptimalkan pencapaian kedua tujuan organisasi dan tujuan individu anggota staf. menetapkan kembali pengalaman anggota staf baru untuk posisi dan peran yang diijinkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan individu. mengkoordinasikan individu, program, tujuan sekolah, dan program serta tujuan sistem persekolahan. mendesain kembali kegiatan pengembangan pengetahuan professional dan ketrampilan yang berhubungan dengan pendidikan dan proses administrasi. memimpin program perbaikan sistematik dan mengobservasi kelas dan menyampaikan kepada staf yang lain.
10. mengorganisir seperti kegiatan perbaikan staf sebagai kunjungan sekolah, kegiatan professional, perpustakaan professional, program pengajaran siswa, dan kegiatan in-service.
11. membimbing setiap anggota staf untuk berkembang menuju
30,31 32,33
34,35
36,37
38,39
40
41,42
43,44
45
46,47
162
Pengelola Pelayanan Siswa
perbaikan. 12. menilai kegiatan pendidikan in- 48
service individu dan kelompok serta merekomendasikan langkah perbaikan.
13. melibatkan staf jangkauan dan 49 persetujuan evaluasi dan prosedur yang digunakan.
14. mengumpulkan, mengorganisir, 50,51 dan menganalisis data yang 52,53 berhubungan dengan proses dan 54,55 produk pengajaran.
15. dalam mengambil keputusan 56 didasarkan pada data evaluasi.
1. menganalisis, menaksir, dan 57 menjelaskan pengenalan nilai siswa di sekolah
2. mereview dan menjabarkan 58 tujuan dan sasaran sekolah sebagai suatu tembaga.
3. menganalisis dan mempelajari 59 pengenalan nilai staf sekolah dan dirinya.
4. melibatkan siswa dalam 60 membuat keputusan yang berhubungan dan program sekolah.
5. mengkoordinasikan perenca- 61,62 naan, penyusunan staf, 63,64 keuangan, dan evaluasi program kokurikuler di sekolah.
6. mendukung pengembangan 65,66 kebijakan operasional dan 67 menyediakan sumber untuk organisasi kesiswaan yang efektif di sekolah. mendorong pengembangan 68 kegiatan terhadap penyediaan informasi siswa
B. memprioritaskan penyuluhan 69,70 terhadap individual murid, 71,72 kelompok, guru, dan orangtua siswa.
9. berpartisipasi dalam pembuatan 73,74 kebijakan dan pencepatan
163
4. Pengelola Keuangan dan Fasilitas
prosedur sekolah dan penem-patan siswa.
lO.berinisiatif melakukan penelitian
penelitian bimbingan perbaikan.
11. menyusun mendukung siswa, guru, yang lain.
12. mempelajari aturan-aturan
dan penggunaan untuk
dan
kegiatan interaksi
konselor,
informasi pebaikan program
yang antara
dan staf
dan memahami dan keputusan-
keputusan yang disyahkan dalam pelaksanaan administrasi sekolah.
13. menggunakan data legal dan disyahkan sebagai dasar dalam melakukan perubahan tujuan, sasaran, prosedur sekolah, nilai, peran, tingkah laku anggota organisasi.
1. menentukan kebutuhan, tujuan, dan sasaran sekolah dan menjabarkan ke dalam pengajaran dan mendukung hasil yang dapat diukur syarat-syarat kinerjanya.
2. memimpin staf dalam pengembangan format dan struktur program secara konsisten dengan tujuan yang dapat diukur.
3. mengidentifikasi, menganalisis, dan menentukan ongkos alternatif untuk pencapaian setiap tujuan.
4. merekomendasikan seleksi dan penyesuaian alternatif pengajaran optimal.
5. memimpin atau memilihara kecukupan inventaris perlengkapan, dan penyediaan bahan untuk pencapaian tujuan.
S. menyiapkan anggaran yang
164
5. Pengelola Hubungan Sekolah dan Masyarakat
menetapkan prioritas kebutuhan untuk setiap program di sekolah.
7. mengevaluasi dan menyetujui permintaan untuk perlengkapan, persediaan, dan bahan untuk dibeli sekolah.
8. memperkirakan kebutuhan sumber beberapa tahun yang akan datang bagi sekolah.
9. mengerahkan input seperti guru, siswa, dan warga dalam perencanaan wilayah untuk fasilitas pendidikan.
10. memimpin staf dalam menentukan jumlah dan kualitas kebutuhan dalam pengajaran.
11. menggambarkan dan menentukan tempat dan fasilitas pelayanan
12. mengembangkan instrumen secara lengkap tentang kekhususan pendidikan sebagai masukan arsitek untuk perencanaan fasilitas model baru.
13. menilai kemajuan perencanaan dan bentuk perubahan yang dibutuhkan dalam penyediaan kegiatan pengajaran yang fleksibel.
14.menginterview, menentukan, dan mengawasi pemeliharaan dan tenaga pemeliharaan untuk penyediaan lingkungan fisik yang akan meningkatkan pengajaran.
1. berkoordinasi dengan dewan penasehat atau kelompok perwakilan masyarakat dalam menganalisis tujuan, sasaran, program, dan prosedur sekolah.
2. beserta staf memperkirakan persepsi warga tentang kebutuhan dan harapan warga terhadap sekolah.
3. berpartisipasi secara luas dalam kegiatan kelompok masyarakat
93
94
95,96 97
98
99
100
101
102
103, 104, 105, 106
107, 108.
109, 110
165
dan ambil bagian secara selektif dengan organisasi kemasyarakatan.
4. melibatkan guru, murid, dan tenaga lainnya berkaitan dengan perannya di masyarakat.
5. berkonsultasi dengan pimpinan dan anggota organisasi guru orangtua siswa (PTO) untuk efektivitas sekolah.
S. menganalisis kebutuhan informasi, menyiapkan, mengajukan komunikasi pada pertemuan dengan masyarakat.
7. mengklarifikasi kriteria kuantitatif dan kualitatif yang digunakan oleh warga untuk menilai proses dan produk sekolah.
8. menggali program inovatif dan rencana-rencana kegiatan kerjasama keseluruhan sumber masyarakat.
9. mendorong praktek pendidikan yang melibatkan masyarakat sebagai laboratorium belajar.
2. Pembiayaan Pendidikan (instrumen II)
Instrumen ini berupa pedoman dokumentasi yang digunakan untuk
mengungkap variabel pembiayaan pendidikan yang meliputi sumber-
sumber dan penggunaan pembiayaan pendidikan, nampak daiam tabel
berikut:
Tabel 3.4 Variabel, Sub-Variabel, Indikator
Pembiayaan Pendidikan
Variabel Sub-Variabel Indikator
Pembiayaan Pendidikan
Sumber 1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Provinsi
166
3. Pemerintah Kota/Kab 4. Orangtua/Keluarga 5. Pengusaha/Industri 6. Lainnya
Penggunaan 1. Belanja pegawai 2. Biaya KBM 3. Kegiatan Pelajar 4. Rapat Komite Sekolah 5. Koordinasi dengan instansi
lain 6. Bahan habis pakai 7. Pemeliharaan 8. Transfer 9. Fisik/sarana/prasarana 10. Lainnya
Setelah diketahui sumber dan penggunaan pembiayaan pendidikan
dengan metode pengumpulan data dokumentasi maka akan diungkap
kecukupan pembiayaan pendidikan yang bersumber dari persepsi guru
dengan mempergunakan angket.
3. Peran Komite Sekolah (Instrumen III)
instrumen ini berupa kuestioner yang digunakan untuk
mengungkap variabel peran Komite Sekolah dengan empat sub-variabel
disertai sejumlah indikator dan butir pertanyaan, nampak dalam tabel
berikut:
Tabel 3.5 Variabel, Fungsi, Indikator
Peran Komite Sekolah
Variabel Fungsi Indikator Butir Peran Komite Sekolah
Badan Pertimbangan {Advisory Agency)
a. Identifikasi sumber daya pendidikan dalam masyarakat.
b. Memberikan masukan untuk penyusunan RAPBS.
1,2,3
4
167
Badan Pendukung (Supporting Agency)
c. Menyelenggarakan rapat RAPBS (sekolah, orang tua siswa, masyarakat)
d- Memberikan pertimbangan perubahan RAPBS.
e. Ikut mengesahkan RAPBS bersama kepala sekolah. Memberikan masukan terhadap proses pengelolaan pendidikan di sekolah.
g. Memberikan masukan terhadap proses pembelajaran kepada para guru.
h. Identifikasi potensi sumber daya pendidikan dalam masyarakat. Memberikan pertimbangan tentang tenaga kependidikan yang dapat diperbantukan di sekolah. Memberikan pertimbangan tentang sarana dan prasarana yang dapat diperbantukan di sekolah.
k. Memberikan pertimbangan tentang anggaran yang dapat dimanfaatkan di sekolah.
a. Memantau kondisi ketenagaan pendidikan di sekolah.
b. Mobilisasi guru sukarelawan untuk menanggulangi kekurangan guru di sekolah.
c. Mobilisasi tenaga kependidikan non guru untuk mengisi kekurangan di sekolah.
d. Memantau kondisi sarana dan prasarana yang ada di sekolah.
e. Mobilisasi bantuan sarana dan parasarana sekolah.
f. Mengkoordinasi dukungan sarana dan parasarana sekolah
g. Mengevaluasi pelaksanaan dukungan sarana dan prasarana sekolah.
8
9
10
11,12 13
14,15
16,17
18,19 20,21 22,23 24
25,26
27,28
29,30
31,32
33,34
168
i. Memantau kondisi anggaran 35,36 pendidikan di sekolah.
. Memobilisasi dukungan 37,38 terhadap anggaran pendidikan 39 di sekolah.
. Mengkoordinasikan dukungan 40,41 terhadap anggaran pendidikan 42 di sekolah.
k. Mengevaluasi pelaksanaan 43,44 dukungan anggaran di sekolah. 45
Badan a. Mengontrol proses pengambil- 46 Pengontrol an keputusan di sekolah. {Controlling b. Mengontrol kualitas kebijakan 47 Agency) di sekolah.
c. Mengontrol proses perencana- 48 an pendidikan di sekolah
d. Pengawasan terhadap kualitas 49 perencanaan sekolah
e. Pengawasan terhadap kualitas 50 program sekolah.
f. Memantau organisasi sekolah 51 g. Memantau penjadwalan 52
program sekolah i. Memantau alokasi anggaran 53
untuk pelaksanaan program sekolah.
j. Memantau sumber daya 54 pelaksana program sekolah.
. Memantau partisipasi stake- 55 holder pendidikan dalam pelaksanaan program sekolah.
k. Memantau hasil ujian akhir. 56,57 58,59
L Memantau angka partisipasi 60,61 sekolah
m. Memantau angka mengulang 62 sekolah
n. Memantau angka bertahan di 63 sekolah.
Badan a. Menjadi penghubung antara 64,65 I Penghubung Komite Sekolah dengan 66 I I (Mediator masyarakat, Komite Sekolah 1 i I Agency) dengan sekolah, dan Komite I Sekolah dengan Dewan
169
Pendidikan. b. Mengidentifikasi aspirasi
masyarakat untuk perencanaan pendidikan.
c. Membuat usulan kebijakan dan program pendidikan kepada sekolah
d. Mensosiaiisasikan kebijakan dan program sekolah kepada masyarakat
e. Memfasilitasi berbagai masukan kebijakan program terhadap sekolah
f. Menampung pengaduan dan keluhan terhadap kebijakan dan program sekolah
g. Mengkomunikasikan pengaduan dan keluhan masyarakat terhadap sekolah
h. Mengidentifikasi kondisi sumber daya di sekolah
i. Mengidentifikasi sumber-sumber daya masyarakat
j. Memobilisasi bantuan masyarakat untuk pendidikan di sekolah
k. Mengkoordinasikan bantuan masyarakat
4. Mutu Proses (Instrumen IV)
Untuk mengungkap proses belajar mengajar digunakan lembar
observasi sehingga akan diketahui bahwa proses belajar mengajar sangat
bermutu, di samping itu juga akan diungkap mutu proses belajar mengajar
pada guru yang bersangkutan dengan mempergunakan angket.
170
Tabel 3.6 Variabel, Sub-Variabel, dan Indikator
Mutu Proses
VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR NO. ITEM
Mutu Proses 1. Perencanaan a. Merencanakan Alabe Pengajaran pengorganisasian
bahan pengajaran b. Merencanakan A2abcd
pengelolaan KBM c. Merencanakan A3abc
pengelolaan kelas d. Merencanakan A4ab
penggunaan dan sumber belajar
2. Pelaksanaan a. Penggunaan metode, B1abc Pengajaran media, dan bahan
pengajaran b. Berkomunikasi dengan B2abcde
siswa c. Mendemonstrasikan B3abc
khasanah metode mengajar
d. Mendorong dan B4abc menggalakkan keterlibatan siswa
e. Mendemontrasikan B5ab penguasaan mata pelajaran/diklat
f. Pengorganisasian B6abc waktu, ruang dan bahanpelajaran
Clabcd 3. Hubungan antar a. mengembangkan sikap
pribadi positif C2abcd b. bersikap terbuka pada
stswa C3abc c. menampilkan
kegairahan dalam PBM C4ab • d. mengelola interaksi
perilaku dalam kelas D1ab
4. Evaluasi a. memberikan penilaian prestasi siswa untuk keperluan pengajaran D2ab
b. melaksanakan evaluasi
171
5. Mutu Lulusan (Instrumen V)
Mutu lulusan dengan indikasi nilai evaluasi belajar, nilaij
angka mengulang, dan putus sekolah; data ini bersumber dari arsT
sekolah dengan pedoman dokumentasi, setelah itu ditanyakan kepada
guru tentang kepuasannya terkait dengan nilai yang dicapai oleh siswa-
siswanya.
E. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas
Instrumen yang valid dan reliabel harus diusahakan secara hati-hati
sejak awal penyusunan dengan mengikuti langkah-langkah penyusunan
instrumen, yakni menurunkan variabel menjadi sub variabel dan indikator,
kemudian merumuskan butir-butir pertanyaan yang akan diungkap.
Suharsimi Arikunto (1986) menyatakan bahwa apabila cara penyusunan
instrumen yang dilakukan oieh peneliti sudah boleh berharap memperoleh
instrumen yang memiliki validitas logis. Dikatakan validitas logis karena
validitas ini diperoleh dengan upaya hati-hati melalui cara-cara yang
benar, sehingga menurut logika akan dicapai suatu tingkat validitas yang
dikehendaki.
Validitas digolongkan ke dalam tiga jenis (Kerlinger, 1973: 90) yaitu
validitas isi, kriteria, dan konstruk. Validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalan konstruk, yakni abstraksi dan generalisasi khusus dan
merupakan konsep yang diciptakan untuk kebutuhan ilmah dan memiliki
172
pengertian terbatas. Konstruk tersebut diberi definisi sehingga dapat
diamati dan diukur. Dalam validitas konstruk yang dilakukan peneliti
adalah menjabarkan pertanyaan-pertanyaan tentang: (a) komponen-
komponen atau dimensi apa saja yang membentuk konsep kepemimpinan
Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu
proses, dan mutu lulusan; dan (b) landasan teoritis yang digunakan untuk
mendukung dan merangkum kelima dimensi tersebut. Dalam penelitian ini
ke lima dimensi tersebut telah diberikan definisi operasional berdasarkan
pada landasan-landasan teoritik yang mendasarinya. Sebelum instrumen
penelitian diuji cobakan, terlebih dahulu peneliti berkonsultasi dengan
promotor, co-promotor, dan anggota, karena mereka memiliki keahlian di
bidang penelitian ini.
Dalam penelitian ini digunakan validitas internal, sehingga dapat
diketahui validitas antar item. Teknik analisis yang digunakan adalah
analisis butir. Uji coba instrumen dilakukan pada 20 orang guru SMA 2
Semarang untuk instrumen kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan
pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses, dan mutu lulusan. Untuk
menghitung validitas instrumen digunakan rumus product moment oleh
Pearson (Suharsimi Arikunto, 1989: 82) perhitungannya mempergunakan
program SPSS/PC+ release 10.0. Adapun rumusnya sebagai berikut:
n I X Y - ( I X ) ( I Y )
** V {nIX2 - (IX)2KnIY2 - (IY)2} (Sudjana, 1991)
173
Keterangan: XY = produk perkalian skor varabe! X dan Y X = skor variabel indpenden Y = skor variabel dependen n = jumlah sampel
Hasil Analisis butir dan analisis faktor masing-masing instrumen
penelitian disajikan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Variabel kepemimpinan Kepala Sekolah terdiri dari sub-variabel
Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran, pengelola
pelayanan tenaga kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola
keuangan dan fasilitas, dan pengelola hubungan sekolah dan masyarakat.
Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola program
pengajaran pada butir pertanyaan A 1 sampai dengan A 24 semuanya
valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat
lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh
Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20
atau lebih (paling kecil r. = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid.
Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan
taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel kepemimpinan Kepala
Sekolah sebagai pengelola program pengajaran pada butir pertanyaan
nomor A 1 sampai dengan nomor A17 semuanya valid.
Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola
pelayanan tenaga kependidikan pada butir pertanyaan B 25 sampai
dengan B 56 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi
174
yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling keci! r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel
kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga
kependidikan pada butir pertanyaan nomor B 1 sampai dengan nomor B
56 semuanya valid.
Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola
pelayanan siswa pada butir pertanyaan C 57 sampai dengan C 84
semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang
dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel
kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa pada
butir pertanyaan nomor C 57 sampai dengan nomor C 84 semuanya valid.
Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola
keuangan dan fasilitan pada butir pertanyaan D 85 sampai dengan D 102
semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang
dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama
175
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel
kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas
pada butir pertanyaan nomor D 85 sampai dengan nomor D 102
semuanya valid.
Sub-variabel kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola
hubungan sekolah dan masyarakat pada butir pertanyaan E 103 sampai
dengan D 121 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi
yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel
kepemimpinan Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan
masyarakat pada butir pertanyaan nomor E 103 sampai dengan nomor E
121 semuanya valid.
Analisis faktor yang teridiri dari sub-variabel Kepala Sekolah
sebagai pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan tenaga
kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan
fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat dengan total yaitu
kepemimpinan Kepala Sekolah dinyatakan valid. Ini didasarkan atas skor
koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30.
176
sebagaimana dinyatakan Sugiyono (2001: 106) bahwa bila koefisien
korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r =30), maka faktor
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444 maka faktor
pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan tenaga
kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan
fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat dengan total yaitu
kepemimpinan Kepala Sekolah dinyatakan valid.
b. Pembiayaan Pendidikan
Variabel pembiayaan pendidikan pada butir pertanyaan 1 sampai
dengan 14 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi
yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n - 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Variabel pembiayaan
pendidikan pada butir pertanyaan nomor 1 sampai dengan nomor 14
semuanya valid.
c. Peran Komite Sekolah
Variabel peran Komite Sekolah terdiri dari sub-variabel Komite
Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan
pengontrol, dan badan penghubung. Sub-variabel peran Komite Sekolah
sebagai badan pertimbangan pada butir pertanyaan A 1 sampai dengan A
177
17 semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang
dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecif r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel peran
Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan pada butir pertanyaan
nomor A 1 sampai dengan nomor A 17 semuanya valid.
Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pendukung
pada butir pertanyaan B 18 sampai dengan B 45 semuanya valid. Ini
didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1)
lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:
106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling
kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika
dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5%
skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan
pendukung pada butir pertanyaan nomor B 18 sampai dengan nomor B 45
semuanya valid.
Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan pengontrol
pada butir pertanyaan C 46 sampai dengan C 63 semuanya valid. Ini
didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1)
lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :
106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling
178
kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika
dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5%
skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan
pengontrol pada butir pertanyaan nomor C 46 sampai dengan nomor C 63
semuanya valid.
Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan penghubung
pada butir pertanyaan D 64 sampai dengan D 69 semuanya valid. Ini
didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1)
lebih besar dari 0,30. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:
106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling
kecil r = 30), maka butir instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika
dilihat pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5%
skor r = 0,444. Sub-variabel peran Komite Sekolah sebagai badan
penghubung pada butir pertanyaan nomor D 64 sampai dengan nomor D
69 semuanya valid.
Analisis faktor yang teridiri dari sub-variabel peran Komite Sekolah
sebagai badan pertimbangan, badan pendukung, badan pengontrol, dan
badan penghubung dengan total yaitu peran Komite Sekolah dinyatakan
valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat
lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. sebagaimana dinyatakan Sugiyono
(2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih
(paling kedi r =30), maka faktor dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat
pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r
179
= 0,444 maka peran Komite Sekolah sebagai badan pertimbangan, badan
pendukung, badan pengontrol, dan badan penghubung dengan total yaitu
peran Komite Sekolah dinyatakan valid,
d. Mutu Proses
Variabel mutu proses belajar mengajar terdiri dari sub-variabel
perencanaan pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar
pribadi, dan evaluasi pengajaran. Sub-variabel perencanaan pengajaran
pada butir pertanyaan A1a sampai dengan A4b (12 butir pertanyaan)
semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang
dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-variabel
perencanaan pengajaran pada butir pertanyaan nomor A1a sampai
dengan nomor A4b (12 butir) semuanya valid.
Sub-variabel pelaksanaan pengajaran pada butir pertanyaan B1a
sampai dengan B6c (20 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor
koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30.
Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 : 106) bahwa bila koefisien
korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kedi r = 30), maka butir
instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product
moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-
180
variabel pelaksanaan pengajaran pada butir pertanyaan nomor Bla
sampai dengan nomor B6c (20 butir) semuanya valid.
Sub-variabe! hubungan antar pribadi pada butir pertanyaan C1a
sampai dengan C4b (13 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor
koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30.
Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien
korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir
instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product
moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r - 0,444. Sub-
variabel hubungan antar pribadi pada butir pertanyaan nomor C1a sampai
dengan nomor C4b (13 butir) semuanya valid.
Sub-variabe! evaluasi pengajaran pada butir pertanyaan D1a
sampai dengan D2c (5 butir) semuanya valid. Ini didasarkan atas skor
koefisien korelasi yang dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30.
Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2001 :106) bahwa bila koefisien
korelasi sama dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir
instrumen dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel t product
moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Sub-
variabel evaluasi pengajaran pada butir pertanyaan nomor D1a sampai
dengan nomor D2c (5 butir) semuanya valid.
Analisis faktor yang teridiri dari sub-variabel perencanaan
pengajaran, pelaksanaan pengajaran, hubungan antar pribadi, dan
evaluasi pengajaran dengan total yaitu mutu proses belajar dinyatakan
valid, ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang d i h a s ^ j k l r ^ ^ ^ * ¡i
lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. sebagaimana dinyatakan^ ^ ;
181
I f '* 3s|k|r
(2001 : 106) bahwa bila koefisien korelasi sama dengan 0,20 atau lebih"
(paling kecil r =30), maka faktor dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat
pada tabel r product moment untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r
= 0,444 maka sub-variabei perencanaan pengajaran, pelaksanaan
pengajaran, hubungan antar pribadi, dan evaluasi pengajaran dengan
total yaitu mutu proses belajar dinyatakan valid,
e. Mutu Lulusan
Variabel mutu lulusan pada butir pertanyaan 1 sampai dengan 4
semuanya valid. Ini didasarkan atas skor koefisien korelasi yang
dihasilkan (lihat lampiran 3.1) lebih besar dari 0,30. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sugiyono (2001:106) bahwa bila koefisien korelasi sama
dengan 0,20 atau lebih (paling kecil r = 30), maka butir instrumen
dinyatakan valid. Demikian juga jika dilihat pada tabel r product moment
untuk n = 20 dan taraf signifikansi 5% skor r = 0,444. Variabel mutu
lulusan pada butir pertanyaan nomor 1 sampai dengan nomor 4
semuanya valid.
2. Reliabilitas
Instrumen pengumpulan data harus memenuhi syarat reliabilitas
yaitu memenuhi syarat kejituan atau ketepatan instrumen pengukur.
Sugiyono (2003) menyatakan bahwa pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Eksternal berarti
182
pengujian dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan
gabungan keduanya. Internal reliabilitas instrumen berarti dapat diuji
dengan menganlisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen
dengan teknik tertentu. Reliabilitas yang dipergunakan pada instrumen
pengumpulan data penelitian ini adalah uji konsistensi internal. Dalam
pengujian reliabilitas dengan konsistensi internal dilakukan dengan cara
mencobakan instrumen sekali kemudian data yang diperoleh dianalisis
dengan teknik Alpha dengan rumus sebagai berikut:
k ICTb2
rn = [ } [ 1 1 ( k - 1 ) 0 t
2
(Suharsimi Arikunto, 1989) Keterangan: rn = reliabilitas instrumen k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal ICTb
2 =jumlah varians butir 0\2 = varians total
Penggunaan teknik Alpha karena rentangan skor pada masing-
masing butir pertanyaan berkisar antara 1 - 4 dan 1 - 5 . Untuk
menghitung reliabilitas instrumen digunakan program SPSS/PC+ release
10.0.
Hasil perhitungan reliabilitas instrument (lampiran 3.2) dengan
teknik Alpha diringkas dalam bentuk tabel berikut:
183
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabititas Instrumen
No Instrumen untuk Variabel Koefisien Alpha
t.s. 5%
1 Kepemimpinan Kepala Sekolah, sebagai Pengelola a. Program Pengajaran b. Pelayanan Tenaga Kependidikan c. Pelayanan Siswa d. Keuangan dan Fasilitas e. Hubungan Sekolah dan Masyarakat
0,9293 0,9430 0,9382 0,9133 0,9214
0,444 0,444 0,444 0,444 0,444
2 Pembiayaan Pendidikan 0,8843 0,444
3 Peran Komite Sekolah a. Badan Pertimbangan b. Badan Pendukung c. Badan Pengontrol d. Badan Penghubung
0,9057 0,9409 0,9229 0,7766
0,444 0,444 0,444 0,444
4 Mutu Proses a. Perencanaan Pengajaran b. Pelaksanaan Pengajaran c. Hubungan antar Pribadi d. Evaluasi Pengajaran
0,9460 0,9637 0,9415 0,8485
0,444 0,444 0,444 0,444
5 Mutu Lulusan 0,8173 0,444
Berdasarkan perhitungan reliabilrtas dengan teknik Alpha
sebagaimana tersaji di dalam tabel 3.7 tampak bahwa kelima instrument
yang mengungkap kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan
pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses belajar mengajar, dan
mutu lulusan semuanya reliable, karena skor koefisien Alpha lebih besar
dibandingkan dengan harga kritis untuk taraf signifikansi 5%.
184
F. Análisis Data
Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan menggunakan (1)
analisis deskriptif, <2) analisis jalur.
1. Analisis Deskriptif
Deskreptif digunakan untuk mendeskripsikan ciri-ciri sampel pada
variabel tunggal, baik variabel bebas maupun variabel terikat.
Pendeskripsian masing-masing variabel dilakukan dengan menggunakan
bilangan statistika Mean, dan prosentase. Pembuatan tabel frekuensi
dilakukan dengan menggunakan program SPSS/PC+ release 10.0. Untuk
mengetahui derajat persepsi responden terhadap kepemimpinan Kepala
Sekolah, pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, dan mutu
lulusan dibuat kriteria atas empat klasifikasi yaitu baik, cukup baik, kurang
baik, dan tidak baik. Kemudian mutu proses dibuat kriteria atas lima
klasifikasi yaitu baik, cukup baik, sedang, kurang baik, dan tidak baik.
Skor pada kriteria persepsi responden terhadap variabel-variabel
yang diungkap adalah didasarkan pada skor maksimal yang mungkin
dicapai oleh responden. Skor ini diperoleh dari perkalian jumlah item
dengan skor pada alternatif jawaban. Untuk menetapkan klasifikasi pada
kepemimpinan Kepala Sekolah adalah rentang skor maksimal dengan
rentang skor di bawahnya kemudian dikelompokkan menjadi empat
kualifikasi, berdasarkan perhitungan tersebut klasifikasi derajat persepsi
responden terhadap kepemimpinan Kepala Sekolah digambarkan sebagai
berikut:
185
Tabel 3.8 Klasifikasi Persepsi Responden Terhadap
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kualifikasi Skor Baik Cukup Baik Sedang Kurang Baik
387-476 297 - 386 207 - 296 119-207
Prosedur. pengkualifikasian persepsi responden terhadap
kecukupan pembiayaan pendidikan, peran Komite Sekolah, mutu proses,
dan mutu lulusan adalah sama dengan penetapan kualifikasi persepsi
responden terfiadap kepemimpinan Kepala Sekolah.
2. Analisis Jalur
Anaslisis jalur digunakan untuk menganalisis data dengan tujuan
menerangkan akibat langsung maupun tidak langsung seperangkat
variable, sebagai variable penyebab terhadap variable akibat. Dengan
analisis jalur dapat diketahui besarnya pengaruh masing-masing variable
baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dapat digambarkan
digramatik struktur variable-variabel penyebab terhadap variable akibat,
yang disebut diagram jalur (path diagram). Besarnya pengaruh (relative)
dari variable bebas ke variable terikat akibat dinyatakan oleh besarnya
bilangan koefisien jalur (path coefficienf), sedangkan besarnya pengaruh
nyata dinyatakan oleh besarnya bilangan koefisien determinasi
(determinatif coefficienf}.. Asumsi yang mendasari digunakannya analisis
jalur ini:
186
a. Hubungan antar variable harusiah linier dan aditif;
b. Semua variable residu tak punya korelasi satu sama lain;
c. Pola hubungan antara variable adalah rekursif (pola yang tidak
melibatkan arah pengaruh yang timbale balik);
d. Tingkat pengukuran semua variable sekurang-kurangnya berskala
interval.
Analisis jalur digunakan untuk menguji hipotesis pokok dan
hipotesis penunjang serta sub-hipotesis penunjang. Sedangkan analisis
jalur akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut (Nirwana
SK. Sitepu,1994:15-30):
1. Menentukan struktur hubungan analisis jalur
Bagan 3.1 Struktur Hubungan Analisis Jalur X1t X2, X3, dengan Y-t,Y2
187
2. Menentukan persamaan regresi multiple Yi atas X-i, X2, X3 sebagai
Y-i = a + bAX-i + b2X2 + 1)3X3 + ei
3. Menentukan persamaan regresi muitiple V2 atas Xn, X2, X3 sebagai
Keterangan : Y1 = mutu proses belajar mengajar Y2 = mutu lulusan a = intersep b = koefisien regresi
Xi = kepemimpinan Kepala Sekolah X2 = pembiayaan pendidikan X3 = peran Komite Sekolah e = epsilon (variabel sisa)
4. Menghitung Koefisien Jalur: Untuk Xi, X2, X3, terhadap Yi:
berikut :
berikut :
Y2 = a + biX1 + b2X2 + b3X3 + £1
Untuk X!, X2, Xa. terhadap Y2:
Py2X) - bi; £Y2i2
; i = 1,2, 3
Keterangan:
Pyixi = koefisien jalur variabel X1 23. terhadap variabel Yi pY2xi = koefisien jalur variabel X123, terhadap variabel Y2
b = koefisien regresi variabel X, terhadap variabel Yt dan Y2
5. Menghitung pengaruh parsial XA, X2, X3, terhadap Yi dan Y2
Pengaruh Langsung :
Y1 Xi * Y1 = Pyi» Pyixi
Y2"* Xi Y2 = Py2xjPy2Xi
Pengaruh Tidak Langsung:
Yi * Xt Q X2 * Y-i Y, « Xi Q X3 Yi Y^ < X2 Q X3 • Y, Y2 < Xi Q X2 • • Y2
Y2 + Xi Q X3 * Y2
Y2 « X2 O Xa + Y 2
6. Menghitung R2 (pengaruh simultan X1t X2l X3 terhadap Y-j):
R2Y1x1x2x3 = spy1xi Tyixj | i = 1, 2, 3
RZY2X1X2X3 ~ SpY2Xi TY2Xi i i = 1, 2, 3
dimana:
SXiYii
V (S^ZYI i 2 )
£XjYa rY2Xi = \ } ; — 2
7. Menghitung Pengaruh variabel lain ( e ):
Pyiei = 1 - R V l x1x2x3
pY2r.1 = 1 " R2Y2X1X2X3
8. Menguji hipotesis :
189
Pengaruh simultan Xi, X2, X3, terhadap Y-r.
Ho : Pyixi - Pvix2 = Pyix3 = 0 dan Ho : py2xi = Pyzx2 = Py2x3 = 0
H1 : Sekurang-kurangnya ada sebuah Pyi» atau pY2xi * 0
Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut:
(n-k-1)R2Yixix2X3 F =
k (1 -R y1x1x2x3)
terhadap Y2
(n-k-1)R2y2x1x2x3 F =
k (1 -R y2x1x2x3)
Pengaruh parsial Xi, X2, Xa, terhadap Yi dan X2, X3, terhadap Y2
Ho : pYlXi. pY2Xi = 0 Hi : Pyi». Pv2Xi * 0
Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut:
PyiXi
t = /v j (1-R^y 1x1x2x3)
V (n-k-1)(1-R2xi
Keterangan: pvi,xi, = Koefisien jalur atas variabel independen (X.) terhadap
variabel dependen (Y1 dan Y2). 1-R2Y1.Y2X1X2X3 = Koefisien yang menyatakan determinasi total dari
semua variabel independen terhadap variabel dependen.
1-R2xi = koefisien yang menyatakan determinasi multipel antara X-Statistik uji mengikuti distribusi t dengan v = n-k-1.
Kaidah keputusan tolak H0 dan terima H1 jika t^ng lebih besar dari ttabei.
190
9. Menguji hipotesis ada tidaknya perbedaan pengaruh X1 terhadap Y1,
X2 terhadap Y1, dan X3 terhadap Y1 serta hipotesis ada tidaknya
perbedaan pengaruh X1 terhadap Y2, X2 terhadap Y2, dan X3
terhadap Y2
Ho : pY1X1 = PY1X2 = Py1X3 Hl : pY1X1 * pY1X2 * pY1X3
Ho : pY2X1 - pY2X2 - pY2X3 H-I : PY2X1 * PY2X2 * pY2X3
Rumus pengujian yang digunakan sebagai berikut:
PYIX1 - PYIX2- PY1X3 t =
V(1-R2y1,y2x123)
+ (CRii+CRjj-2CRij) (n - k - 1)
Keterangan: pY1X1 = koefisien jalur atau besarnya pengaruh variabel
independen X1 terhadap variabel dependen Y1. pY1X2 = koefisien jafur atau besarnya pengaruh variabel
independen X1 terhadap variabel dependen Y1. pY1X3 = koefisien ialur atau besarnya pengaruh variabel
independen X1 terhadap variabel dependen Y1. R2Y1 ,Y2X123 = koefisien yang menyatakan pengaruh simultan
dari variabel independen X1, X2, dan X3 terhadap variabel dependen Y.
CRii = unsur pada baris ke-i dan kolom ke-i dari matrik invers.
Statistik uji mengikuti distribusi t dengan v=n-k-1. Kaidah keputusan tolak
H0 dan terima H-i jika thitung lebih besar dari ttabef.
191
G. Keterbatasan Penelitian II 5" »w'W**"" :
Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan yaitu\ -
menyangkut mutu proses belajar mengajar itu dipengaruhi oleh beri
masukan yaitu masukan utama (siswa), instrumental input terdiri dari guru,
Kepala Sekolah, sarana prasarana, kurikulum, tenaga pendukung, dan
sebagainya. Environmental input terdiri dari sosial, ekonomi, budaya,
politik, teknologi, dan sebagainya. Penelitian ini terfokus pada
kepemimpinan Kepala Sekolah, pembiayaan pendidikan, dan peran
Komite Sekolah yang ketiganya merupakan bagian kecil dari proses
belajar mengajar. Disamping itu juga dengan mutu lulusan disamping
dipengaruhi oleh proses belajar mengajar juga dipengaruhi oleh kegiatan
penunjang, namun penelitian ini terfokus pada mutu proses belajar
mengajar.
Keterbatasan berikutnya adalah penggunaan instrumen kuesioner
yang tertutup. Jenis instrument ini tidak dapat mengungkap informasi
tentang fenomena yang -dialami responden secara mendalam, karena
responden cenderung dibatasi di dalam menyampaikan informasi
walaupun instrumen penelitian tersebut sudah diuji validitas dan
reliabilitasnya, namun ada kemungkinan kurang peka di dalam
manangkap fenomena yang terjadi dan dialami oleh responden.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala Sekolah SMA Negeri di Kota Semarang
tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu sebesar 399,77 (lampiran
4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (393,26 - 484,00).
Kepemimpinan Kepala Sekolah menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu
SMA 1 Semarang (skor rata-rata 405,01), sedangkan SMA 12 Semarang
dengan klasifikasi baik (skor rata-rata 401,35), kemudian SMA 15
Semarang dengan klasifikasi cukup baik (skor rata-rata 388,47). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah
menurut responden ternyata di SMA 1 dan SMA 12 Semarang lebih baik
dibandingkan dengan di SMA 15 Semarang.
Tabel 4.1 Kepemimpinan Kepala Sekolah
Kriteria Klasifikasi SM A l SMA 12 SMA 15 • Semarang f % f % f % ; F ! % i
393,26 - 484,00 Baik 54 55,10 25 62,50 17 33,33 96 j 50,79 ;
302,51 - 393,25 Cukup baik 34 34,69 14 35 34 66,67 ; 82 i 43,39 ;
211,76- 302,50 Kurang baik 10 10,21 1 2,50 0 i i 0 ; 11 i 5,82 ;
121,00- 211,75 Tidak baik 0 0 0 0 0 jo ' o s 0
Total 98 100 40 100 51 j 100 : 189 j 100 j
Sumber: Hasil Penelitian Lapangan, 2004
Berdasarkan tabel 4.1. menunjukkan variasi kepemimpinan Kepala
Sekolah SMA di Kota Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut
responden bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah dengan baik yaitu SMA
12 Semarang (62,50%), SMA 1 Semarang (55,10%), dan SMA 15
192
193
Semarang (33,33%). Kepemimpinan Kepala Sekolah cukup baik yaitu
SMA 15 Semarang (66,67%), S MA 12 (35%), dan SMA 1 Semarang
(34,69%). Kurang baik kepemimpinan Kepala Sekolah di SMA 1
Semarang (10,21%), dan SMA 12 Semarang (2,50%). Untuk Kota
Semarang menurut guru bahwa kepemimpinan Kepala Sekolah yang baik
(50,79%), cukup baik (43,39%), kurang baik ( 5,82%), sedang yang tidak
baik tidak ada. Aspek kepemimpinan Kepala Sekolah SMA meliputi
pengelola program pengajaran, pengelola pelayanan tenaga
kependidikan, pengelola pelayanan siswa, pengelola keuangan dan
fasilitas, pengelola hubungan sekolah dan masyarakat.
1. Pengelola Program Pengajaran
Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran SMA
Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu
sebesar 81,29 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik (78
- 96). Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran menurut
guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-rata 81,95),
sedangkan SMA 12 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-rata
81,55), kemudian SMA 15 Semarang dengan klasifikasi baik (skor rata-
rata 79,80). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah
sebagai pengelola program pengajaran menurut responden ternyata di
SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang dalam klasifikasi baik.
Berdasarkan tabel 4.2. menunjukkan variasi Kepala Sekolah
sebagai pengelola program pengajaran SMA di Kota Semarang. Di dalam
194
tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai
pengelola program pengajaran dengan baik yaitu SMA 12 Semarang
(75%), SMA 1 Semarang (69,39%), dan SMA 15 Semarang (60,78%).
Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran cukup baik yaitu
SMA 15 Semarang (39,22%), SMA 1 Semarang (29,59%), dan SMA 12
(17,50%). Kepala Sekolah sebagai pengelola program pengajaran kurang
baik di SMA 12 Semarang (7,50%), SMA 1 Semarang (1,02%), dan SMA
15 Semarang (0%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala
Sekolah sebagai pengelola program pengajaran yang baik (68,25%),
cukup baik (29,63%), kurang baik ( 2,12%), sedang yang tidak baik tidak
ada (0%).
Tabel 4.2 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Program Pengajaran
Kriteria Klasifikasi SMA 1 SMA 12 SMA15 Semarang Kriteria Klasifikasi f % f % f % F %
78 -96 Baik 68 69,39 30 75 31 60,78 129 68,25
60 -77 Cukup baik 29 29,59 7 17,50 20 39,22 56 29,63 4 2 - 5 9 Kurang baik 1 1,02 3 7,50 0 0 4 2,12 24 -41 Tidak baik 0 0 0 0 0 0 0. 0
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
2. Pengelola Pelayanan Tenaga Ke pendidikan
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan
SMA Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh
yaitu sebesar 106,04 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi
baik (104 - 128). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga
195
kependidikan menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang
(skor rata-rata 107,33), sedangkan SMA 12 Semarang dengan klasifikasi
baik (skor rata-rata 106,05), kemudian SMA 15 Semarang dengan
klasifikasi baik (skor rata-rata 103,55). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan
menurut responden di SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang dalam
klasifikasi baik.
Tabel 4.3 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Tenaga
Kependidikan
Kriteria Klasifikasi SMA 1 I SMA 12 SMA 15 Semarang I F % ! f % f % F % !
104-128 Baik 68 69,39 ! 25 62,50 29 56,87 ! 128 64,55 j
80 -103 Cukup baik 20 20,41 ! 14 35 17 33,33 51 26,98 !
5 6 - 79 Kurang baik 10 10,20 : 1 2,50 5 9,80 16 8,47
3 2 - 55 Tidak baik 0 0 i 0 0 0 0 0 0 I
Total 98 100 j 40 100 51 100 189 100 !
Berdasarkan tabel 4.3. menunjukkan variasi Kepala Sekolah
sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan SMA di Kota
Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala
Sekolah sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan dengan baik
yaitu SMA 1 Semarang (69,39%), SMA 12 Semarang (62,50%), dan SMA
15 Semarang (56,87%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan
tenaga kependidikan cukup baik yaitu SMA 12 (35%), SMA 15 Semarang
(33,33%), dan SMA 1 Semarang (20,41%). Kepala Sekolah sebagai
pengelola pelayanan tenaga kependidikan kurang baik di SMA 1
196
Semarang (10,20%), SMA 15 Semarang (9,80%), dan S MA 12 Semarang
(2,50%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah
sebagai pengelola pelayanan tenaga kependidikan yang baik (64,55%),
cukup baik (26,98%), kurang baik ( 8,47%), sedang yang tidak baik tidak
ada (0%).
3. Pengelola Pelayanan Siswa
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa SMA Negeri di
Kota Semarang tergolong cukup baik. Skor mean yang diperoleh yaitu
sebesar 90,12 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi cukup
baik (70 - 90). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa
menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor rata-
rata 91,23), sedangkan klasifikasi cukup baik SMA 12 Semarang (skor
rata-rata 90,42) dan SMA 15 Semarang (skor rata-rata 87,73). Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola
pelayanan siswa menurut responden di SMA 1 lebih baik bila
dibandingkan SMA 12 dan SMA 15 Semarang.
Tabel 4.4 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Pelayanan Siswa
Kriteria Klasifikasi SMA 1 ! SMA 12 SMA 15 Semarang Kriteria Klasifikasi f % f % f % ; F %
91-112 Baik 59 60,21 24 60 23 45,10 106 56,08
7 0 - 90 Cukup baik 31 31,63 15 37,50 25 49,02 71 37,57
4 9 - 69 Kurang baik 8 8,16 1 2,50 3 5,88 12 6,35 2 8 - 48 Tidak baik 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
197 . « - " V . -. 0cm/w \
sebagai pengelola pelayanan siswa SMA di Kota Semarang.
Berdasarkan tabel 4.4. menunjukkan variasi Kepala^
tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai
pengelola pelayanan siswa dengan baik yaitu SMA 1 Semarang (60,21%),
SMA 12 Semarang (60%), dan SMA 15 Semarang (45,10%). Kepala
Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa cukup baik yaitu SMA 15
Semarang (49,02%), SMA 12 (37,50%), dan SMA 1 Semarang (31,63%).
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa kurang baik di SMA 1
Semarang (8,16%), SMA 15 Semarang (5,88%), dan SMA 12 Semarang
(2,50%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah
sebagai pengelola pelayanan siswa yang baik (56,08%), cukup baik
(37,57%), kurang baik (6,35%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%).
4. Pengelola Keuangan dan Fasilitas
Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas SMA
Negeri di Kota Semarang tergolong baik. Skor mean yang diperoleh yaitu
sebesar 61,29 (lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi baik
(58,51 - 72,00). Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan
fasilitas menurut guru dengan klasifikasi baik yaitu SMA 1 Semarang (skor
rata-rata 62,28), SMA 12 Semarang (skor rata-rata 61,03), dan SMA 15
Semarang (skor rata-rata 59,61). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola keuangan dan fasilitas menurut
responden di SMA 1, SMA 12, dan SMA 15 Semarang tergolong baik.
198
Tabel 4.5 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Keuangan dan Fasilitas
Kriteria Klasifikasi SMA 1 SMA 12 SMA 15 Semarang Kriteria Klasifikasi f % f % f % F %
58,51 - 72,00 Baik 68 69,39 24 60 30 58,82 122 64,55
45,01 -58,50 Cukup baik 20 20,41 13 32,50 20 39,22 53 28,04
31,51 -45,00 Kurang baik 10 10,20 3 7,50 1 1,96 14 7,41
18,00-31,50 Tidak baik 0 0 0 0 0 0 0 0
Tota! 98 100 40 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.5. menunjukkan variasi Kepala Sekolah
sebagai pengelola keuangan dan fasilitas SMA di Kota Semarang. Di
dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala Sekolah sebagai
pengelola keuangan dan fasilitas dengan baik yaitu SMA 1 Semarang
(69,39%), SMA 12 Semarang (60%), dan SMA 15 Semarang (58,82%).
Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa cukup baik yaitu SMA
15 Semarang (39,22%), SMA 12 (32,50%), dan SMA 1 Semarang
(20,41%). Kepala Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa kurang
baik di SMA 1 Semarang (10,20%), SMA 12 Semarang (7,50%), dan SMA
15 Semarang (1,96%). Untuk Kota Semarang menurut guru bahwa Kepala
Sekolah sebagai pengelola pelayanan siswa yang baik (64,55%), cukup
baik (28,04%), kurang baik (7,41%), sedang yang tidak baik tidak ada
(0%).
5. Pengelola Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan
masyarakat di SMA Negeri Kota Semarang tergolong cukup baik. Skor
mean yang diperoleh yaitu sebesar 61,04 (lampiran 4.1) yang berarti
199
masuk dalam klasifikasi cukup baik (47,51 - 61,75). Kepaia Sekolah
sebagai pengelola keuangan dan fasilitas menurut guru dengan klasifikasi
baik yaitu S MA 1 Semarang (skor rata-rata 62,22), SMA 12 Semarang
(skor rata-rata 62,30), klasifikasi cukup baik yaitu SMA 15 Semarang (skor
rata-rata 57,78). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa Kepala
Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat menurut
responden di SMA 1 dan SMA 12 lebih baik bila dibandingkan dengan
SMA 15 Semarang.
Tabel 4.6 Kepala Sekolah sebagai Pengelola Hubungan Sekolah dan
Masyarakat
Kriteria Klasifikasi SMA 1 ,: p Kriteria Klasifikasi SMA 1 f bWA 1Z OIVl/-1 oems rang : f ; % ! f % f % , %
6176-76,00 Baik 52 i 53,06 : 22 55 15 29,41 89 47,09
47,51 - 6 1 7 5 Cukup baik 37 I 37,76 : 16 40 31 60,78 84 44,44
33,26-47,50 Kurang baik 9 ! 9,18 • 2 5 5 9,80 16 8,47
19,00 - 33,25 Tidak baik 0 i 0 ; o 0 0 0 0 0
Total 98 ; 100 ; 40 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan variasi Kepala Sekolah
sebagai pengelola hubungan sekolah dan masyarakat di SMA Kota
Semarang. Di dalam tabel tersebut menurut responden bahwa Kepala
Sekolah sebagai pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat
tergolong baik yaitu SMA 1 Semarang (53,06%), SMA 12 Semarang
(55%), dan SMA 15 Semarang (29,41%). Kepala Sekolah sebagai
pengelola hubungan sekolah dengan masyarakat tergolong cukup baik
yaitu SMA 15 Semarang (60,78%), SMA 12 Semarang (40%), dan SMA 1
200
Semarang (37,76%). Kepala Sekolah sebagai pengelola hubungan
sekolah dengan masyarakat kurang baik di SMA 15 Semarang (9,80%),
SMA 1 Semarang (9,18%), dan SMA 12 Semarang (5%). Untuk Kota
Semarang menurut guru bahwa Kepala Sekolah sebagai pengelola
hubungan sekolah dengan masyarakat yang baik (47,09%), cukup baik
(44,44%), kurang baik (8,47%), sedang yang tidak baik tidak ada (0%).
B. Deskripsi Pembiayaan Pendidikan
1. RAPBS SMA Negeri Semarang
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa SMA 1 Semarang pada
tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 2.683.938.660,00 tahun 2003/2004
RAPBS sebesar Rp 3.616.179.000,00 tahun 2004/2005 sebesar Rp
4.317.299.000,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 25,78%
dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 16,24%. SMA 12
Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp 925.209.670,00
tahun Rp 2003/2004 sebesar Rp 1.245.888.000,00 tahun 2004/2005
sebesar Rp 1.698.915.500,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004
naik 25,74% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 26,67%. SMA
15 Semarang pada tahun 2002/2003 RAPBS sebesar Rp
1.246.215.000,00 tahun Rp 2003/2004 sebesar Rp 1.504.519.000,00
tahun 2004/2005 sebesar Rp 2.069.668.000,00 dari tahun 2002/2003 ke
tahun 2003/2004 naik 17,17% dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005
naik 27,31%.
201
Tabel 4.7 RAPBS SMA Negeri di Semarang
(dalam Rupiah) NO SEKOLAH 2002/2003 2003/2004 2004/2005 1 SMA 1
Kenaikan 2.683.938.660,00 3.616.179.000,00
25,78% 4.317.299.000,00 16,24%
2 SMA 12 Kenaikan
925.209.670,00 1.245.888.000,00 25,74%
1.698.915.500,00 26,67%
3 SMA 15 Kenaikan
1.246.215.000,00 1.504.519.000,00 17,17%
2.069.668.000,00 27,31%
Rata-rata Kenaikan
1.618.454.443,00 j 503.740.890,00 ! 31,12%
573.098.833,00 27,00%
Pada tahun 2002/2003 RAPBS rata-rata jumlahnya Rp
1.618.454.443.00 tahun 2003/2004 RAPBS rata-rata jumlahnya Rp
503.740.890,00 pada tahun 2004/2005 RAPBS rata-rata jumlahnya Rp
573.098.833,00 dari tahun 2002/2003 ke tahun 2003/2004 naik 31,12%
dari tahun 2003/2004 ke tahun 2004/2005 naik 27,00%. Dengan demikian
SMA 1 Semarang (pusat kota) memiliki RAPBS yang jauh lebih tinggi dari
pada SMA 15 (pinggir kota/dekat dengan kawasan perumahan) maupun
SMA 12 Semarang (pinggiran kota/pedesaan).
Menurut responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA Negeri
Semarang tergolong sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 9,07
(lampiran 4.1) yang berarti masuk dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50).
Berdasarkan tabel 4.8 bahwa 60,85% responden menyatakan RAPBS
jumlahnya sedang, 37,04% responden menyatakan jumlahnya sedikit,
sedangkan 2,11% responden menyatakan jumlahnya cukup, sementara
yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut responden
jumlah dana dalam RAPBS di SMA 1 Semarang tergolong sedang. Skor
202
yang diperoleh yaitu sebesar 9,21 (lampiran 4.1) yang berarti masuk
dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50). 66,33% responden menyatakan
RAPBS jumlahnya sedang, 30,61% responden menyatakan jumlahnya
sedikit, sedangkan 3,06% responden menyatakan jumlahnya cukup,
sementara yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut
responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA 12 Semarang tergolong
sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 8,65 (lampiran 4.1) yang
berarti masuk dalam klasifikasi sedikit (5,00 - 8,75). 52,50% responden
menyatakan RAPBS jumlahnya sedikit, 47,50% responden menyatakan
jumlahnya sedang, sedangkan responden menyatakan jumlahnya cukup
dan yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%). Menurut
responden jumlah dana dalam RAPBS di SMA 15 Semarang tergolong
sedang. Skor yang diperoleh yaitu sebesar 9,11 (lampiran 4.1) yang
berarti masuk dalam klasifikasi sedang (8,76 - 12,50). 60,78% responden
menyatakan RAPBS jumlahnya sedang, 37,26% responden menyatakan
jumlahnya sedikit sedangkan 1,96% responden menyatakan jumlahnya
cukup, sementara yang menyatakan jumlahnya banyak tidak ada (0%).
Tabel 4.8 Persepsi Responden tentang RAPBS
Kriteria Klasifikasi SMA 1 SMA 12 SMA 15 Semarang Kriteria Klasifikasi f % f % .. % %
16,26 - 20,00 Banyak 0 0 0 0 0 0 0 0
12,51-16,25 Cukup 3 3,06 0 0 1 1,96 4 2,11 8,76 -12,50 Sedang 65 66.33 19 47,50 31 60,78 115 60,85
5,00- 8,75 Sedikit 30 30,61 21 52,50 19 37,26 70 37,04
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
203
2. Sumber Dana
Berdasarkan tabel 4.9 SMA Negeri di Semarang pada tahun
2002/2003 RAPBS sebesar Rp 4.855.363.330,00 bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 2.787.926.330,00 (57,42%) dan orangtua
siswa/keluarga sebesar Rp 2.067.437.000,00 (42,58%) sementara
pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan
pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun
2003/2004 RAPBS sebesar Rp 6.366.586.000,00 bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 3.436.710.000,00 (53,98%) dan orangtua
siswa/keluarga sebesar Rp 2.821.196.000,00 (44,31%) sementara
pemerintah pusat Rp 66.520.000,00 (1,04%) dalam bentuk pemberian
beasiswa, pemerintah propinsi Rp 40.000.000,00 (0,63%) untuk biaya
supervisi/pembinaan koordinasi/K3S, IKKS, MKKS, MGMP, Rapat Dewan
Guru dan karyawan; dan masyarakat industri dan pengusaha Rp
2.160.000,00 (0,03%). Pada tahun 2004/2005 RAPBS sebesar Rp
8.085.882.500,00 bersumber dari Pemerintah Kota Semarang Rp
4.291.105.000,00 (53,07%); orangtua siswa/keluarga sebesar Rp
3.690.077.500,00 (45,64%); pemerintah pusat Rp 24.000.000,00 (0,30%)
dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah propinsi sebesar Rp
16.500.000,00 (0,20%) dalam bentuk pemberian beasiswa; dan
masyarakat industri dan pengusaha sebesar Rp 64.200.000,00 (0,79%).
204
Tabel 4.9 Sumber Dana S MA Semarang
(dalam rupiah)
NO SUMBER 2002/2003 % 2003/2004 % 2004/2005 L % 1 Pusat o 0 66520000 1.04 24000000 0.30 2 Propinsi | 0 0 40000000 0.63 16500000 0.20 3 Kota !2787926330 57.42 3436710000 53.98 4291105000 53.07 4 Orang tua | 2067437000 42.58 2821196000 44.31 3690077500 45.64 5 Inus i 0 0 2160000 0.03 64200000 0.79
i Jumlah^ 4855363330 100 6366586000 100 8085882500 100
Berdasarkan tabel 4.10 SMA 1 Semarang pada tahun 2002/2003
RAPBS sebesar Rp 2.683.938.660,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 1.509.538.660,00 (56,24%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 1.174.400.000,00 (43,76%) sementara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004
RAPBS sebesar Rp 3.616.179.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 1.912.429.000,00 (52.89%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 1.639.750.000,00 (45,34%) sementara pemerintah pusat Rp
24.000.000,00 (0,66%) dalam bentuk pemberian beasiswa, pemerintah
propinsi Rp 40.000.000,00 (1,11%) untuk biaya supervisi/pembinaan
koordinasi/K3S, IKKS, MKKS, MGMP, Rapat Dewan Guru dan karyawan;
dan masyarakat industri dan pengusaha tidak berpartisipasi dalam
pendanaan pendidikan.
205
Tabel 4.10 Sumber Dana SMA 1 Semarang
(dalam rupiah)
NO SUMBER 2002/2003 % 2003/2004 % 2004/2005 % 1 Pusat 0 24000000 0.66 24000000 0.56 2 'Propinsi 0 40000000 1.11 16500000 0.38 3 Kota 1509538660 56.24 1912429000 52.89 2210399000 51.20 4 Ortu 1174400000 43.76 1639750000 45.34 2066400000 47.86 5 Inus 0 0
: JUMLAH 2683938660 100 3616179000 100 4317299000 100
Pada tahun 2004/2005 RAPBS sebesar Rp 4.317.299.000,00 bersumber
dari Pemerintah Kota Semarang Rp 2.210.399.000,00 (51,20%) dan
orangtua siswa/keluarga sebesar Rp 2.066.400.000,00 (47,86%)
sementara pemerintah pusat Rp 24.000.000,00 (0,56%) dalam bentuk
pemberian beasiswa, pemerintah propinsi sebesar Rp 16.500.000,00
(0,38%) dalam bentuk pemberian beasiswa dan masyarakat industri dan
pengusaha tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan.
Berdasarkan tabel 4.11 SMA 12 Semarang pada tahun 2002/2003
RAPBS sebesar Rp 925.209.670,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 627.598.670,00 (67,83%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 297.611.000,00 (32,17%) sementara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004
RAPBS sebesar Rp 1.245.888.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 763.664.000,00 (61,29%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 482.224.000,00 (38,71%) sementara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi, dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
206
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2004/2005
RAPBS sebesar Rp 1.698.915.500,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 954.848.000,00 (56,20%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 744.067.500,00 (43,80%) sementara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi, dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan.
Tabel 4.11 Sumber Dana SMA 12 Semarang
(dalam rupiah)
NO SUMBER 2002/2003 j % 2003/2004; % : 2004/2005 % 1 Pusat 0 0 0 2 Propinsi ! o 0 0 3 Kota 627598670 67.83 763664000 61.29 954848000 56.20 4 Ortu 297611000: 32.17 482224000 38.71 744067500 43.80 5 Inus i 0 0 0
JUMLAH 925209670! 100 1245888000 100 1698915500 100
Berdasarkan tabel 4.12 SMA 15 Semarang pada tahun 2002/2003
RAPBS sebesar Rp 1.246.215.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 650.789.000,00 (52,22%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 596.426.000,00 (47,78%) sementara pemerintah pusat,
pemerintah propinsi dan masyarakat industri dan pengusaha tidak
berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun 2003/2004
RAPBS sebesar Rp 1.504.519.000,00 bersumber dari Pemerintah Kota
Semarang Rp 760.617.000,00 (50,56%) dan orangtua siswa/keluarga
sebesar Rp 699.222.000,00 (46,47%) sementara pemerintah pusat
sebesar Rp 42.520.000,00 dalam bentuk pemberian beasiswa, dan
masyarakat industri dan pengusaha (PT. Sampurna) sebesar Rp
207
2.160 000,00 dalam bentuk pemberian beasiswa, sedangkan pemerintah
propinsi tidak berpartisipasi dalam pendanaan pendidikan. Pada tahun
2004/2005 RAPBS sebesar Rp 2.069.668.000,00 bersumber dari
Pemerintah Kota Semarang Rp 1.125.858.000,00 (54,40%) dan orangtua
siswa/keluarga sebesar Rp 879.610.000,00 (42,50%), masyarakat industri
dan pengusaha sebesar Rp 64.200.000,00 (3,10%), sementara
pemerintah pusat, pemerintah propinsi tidak berpartisipasi dalam
pendanaan pendidikan.
Tabel 4.12 Sumber Dana SMA15 Semarang
(dalam rupiah) NO SUMBER 2002/2003 % 2003/2004 i- % 2004/2005 % 1 Pusat 0! 42520000 2.83 0 2 Propinsi 0| 0 0 3 Kota 650789000 52.22I 760617000 50.56 1125858000 54.40 4 Ortu 595426000 47.78! 699222000 46.47 879610000 42.50 5 Inus 0| 2160000 0.14 64200000 3.10
JUMLAH 1246215000 looi 1504519000 100 2069668000 100
Berdasarkan tabel 4.13, sumber dana SMA Negeri di Semarang
dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedikit 53,97%, yang
menyatakan jumlahnya sedang 43,91%, yang menyatakan jumlahnya
cukup 1,06%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 1,06%. Sumber
dana SMA 1 Semarang dari pemerintah pusat menurut responden
jumlahnya sedikit 53,06%, yang menyatakan jumlahnya sedang 42,86%,
yang menyatakan jumlahnya cukup 2,04%; dan yang menyatakan
jumlahnya banyak 2,04%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari
pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedikit 65%, yang
208
3 »
menyatakan jumlahnya sedang 35%, yang menyatakan jumlahnya cukup
dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15
Semarang dari pemerintah pusat menurut responden jumlahnya sedang
52,94%, yang menyatakan jumlahnya sedikit 47,06%, yang menyatakan
jumlahnya cukup, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%.
Tabel 4.13 Persepsi Responden tentang Sumber Dana
dari Pemerintah Pusat
j Skor i \
Klasifikasi SMA1 SMA 12 SMA 15 Semarang j Skor i \
Klasifikasi f % F ! % % : --F;-:'' %
! 4 Banyak 2 2,04 j 0 i 0 0 0 2 1,06
i 3 Cukup 2 2,04 I 0 ^ 0 0 0 2 1,06
I 2 Sedang 42 42,86 14 35 27 52,94 83 43,91
! 1 Sedikit 52 53,06 i 26 ; 65 24 47,06 102 53,97
Total i
98 100 I 40 I 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.14, sumber dana SMA Negeri di Semarang
dari pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit 89,95%,
yang menyatakan jumlahnya sedang 10,05%, yang menyatakan
jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber
dana SMA 1 Semarang dari pemerintah propinsi menurut responden
jumlahnya sedikit 87,76%, yang menyatakan jumlahnya sedang 12,24%,
yang menyatakan jumlahnya cukup dan yang menyatakan jumlahnya
banyak 0%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari pemerintah propinsi
menurut responden jumlahnya sedikit 97,50%, yang menyatakan
jumlahnya sedang 2,50%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan yang
menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari
209
pemerintah propinsi menurut responden jumlahnya sedikit *
menyatakan jumlahnya sedang 11,76%, yang menyatakan j u m l a f y ^ ^ - ^ ^ ,
cukup, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%.
Tabel 4.14 Persepsi Responden tentang Sumber Dana
dari Pemerintah Propinsi
Skor Klasifikasi SMA 1 SMA 12 SMA 15 ; Semarang % F % m % 'm - %
4 Banyak 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Cukup 0 o o 0 0 0 0 0
2 Sedang 12 12,24 1 2,50 6 11,76 19 10,05
1 Sedikit 86 87,76 39 97,50 45 88,24 170 89,95
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.15, sumber dana SMA Negeri di Semarang
dari pemerintah kota menurut responden jumlahnya sedang 55,56%; yang
menyatakan jumlahnya cukup 28,57%; yang menyatakan jumlahnya
sedikit 13,76%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 2,21%. Sumber
dana SMA 1 Semarang dari pemerintah kota menurut responden
jumlahnya sedang 44,90%; yang menyatakan jumlahnya cukup 33,67%;
yang menyatakan jumlahnya sedikit 17,35%; dan yang menyatakan
jumlahnya banyak 4,08%. Sumber dana SMA 12 Semarang dari
pemerintah kota menurut responden jumlahnya sedang 55%, yang
menyatakan jumlahnya cukup 27,50%; yang menyatakan jumlahnya
sedikit 17,50%, dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%. Sumber
dana SMA 15 Semarang dari pemerintah kota menurut responden
210
jumlahnya sedang 76,47%; yang menyatakan jumlahnya cukup 19,61%;
yang menyatakan jumlahnya sedikit 3,92%, dan yang menyatakan
jumlahnya banyak 0%.
Tabel 4.15 Persepsi Responden tentang Sumber Dana
dari Pemerintah Kota
Skor Klasifikasi SMA1 SMA 12 SMA 15 Semarang Skor Klasifikasi —•f. % F % f % F %
4 Banyak 4 4,08 0 0 0 0 4 2,21
3 Cukup 33 33,67 11 27,50 10 19,61 54 28,57
2 Sedang 44 44,90 22 55 39 76,47 105 55,56
1 Sedikit 1 7 17,35 7 17.50 2 3,92 26 13.76
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.16, sumber dana SMA Negeri di Semarang
dari orangtua menurut responden jumlahnya cukup 67,72%; yang
menyatakan jumlahnya sedang 18,52%; yang menyatakan jumlahnya
banyak 12,17%; dan yang menyatakan jumlahnya sedikit 1,59%. Sumber
dana SMA 1 Semarang dari orangtua menurut responden jumlahnya
cukup 64,28%; yang menyatakan jumlahnya sedang dan banyak 16,33%;
yang menyatakan jumlahnya sedikit 3,06%. Sumber dana SMA 12
Semarang dari orangtua menurut responden jumlahnya cukup 77,50%,
yang menyatakan jumlahnya sedang 17,50%; dan yang menyatakan
jumlahnya banyak 5%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari orangtua
menurut responden jumlahnya cukup 66,67%; yang menyatakan
211
jumlahnya sedang 23,53%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak
9,80%.
Tabel 4.16 Persepsi Responden tentang Sumber Dana
dari Orangtua
Skor Klasifikasi SMA 1 SMA 12 SMA 15 Semarang Skor Klasifikasi % F % t h&à. %
4 Banyak 16 16,33 2 5 5 9,80 23 12,17
3 Cukup 63 64,28 31 77,50 34 66,67 128 67,72
2 Sedang 16 16,33 7 17,50 12 23,53 35 18,52
1 Sedikit 3 3,06 0 o 0 0 3 1.59
Total 98 100 40 100 51 100 189 100
Berdasarkan tabel 4.17, sumber dana SMA Negeri di Semarang
dari industri dan pengusaha menurut responden jumlahnya sedikit
62,43%, yang menyatakan jumlahnya sedang 37,04%, yang menyatakan
jumlahnya cukup 0,53%; dan yang menyatakan jumlahnya banyak 0%.
Sumber dana SMA 1 Semarang dari industri dan pengusaha menurut
responden jumlahnya sedikit 62,24%, yang menyatakan jumlahnya
sedang 37,76%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan banyak 0%.
Sumber dana SMA 12 Semarang dari industri dan pengusaha menurut
responden jumlahnya sedikit 70%, yang menyatakan jumlahnya sedang
30%, yang menyatakan jumlahnya cukup dan. yang menyatakan
jumlahnya banyak 0%. Sumber dana SMA 15 Semarang dari industri dan
pengusaha menurut responden jumlahnya sedikit 56,86%, yang