19
BAB IV PENGAMBILAN DATA LAPANGAN V.1. Prosedur Pengukuran dengan Metode Bentang Tali Prosedur pengukuran dengan menggunakan metode rentang tali adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan Alat-alat yang diperlukan, yaitu : Kompas, Palu, klipboard, tali yang sudah ditandai dengan grid, dan alat tulis. 2. Kemudian mengidentifikasi lokasi dengan cara memembuat deskripsi lokasi. 3. Setelah itu mengidentifikasi lotologi dengan cara mendeskripsi batuan. 4. Kemudian ukur strike dan dip bidang perlapisan menggunakan kompas, dan catat hasil pengukuran tersebut. Setelah itu, buatlah sketsa singkapan. 5. Selanjutnya, mengukur slope atau kemiringan lereng singkapan dengan kompas lalu catat hasil dari pengukuran tersebut. 6. Setelah itu tali yang sudah ditandai dengan grid di rentangkan dari pada lereng singkapan, lalu 62

BAB IV

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jkujktyby

Citation preview

69

BAB IVPENGAMBILAN DATA LAPANGAN

V.1. Prosedur Pengukuran dengan Metode Bentang TaliProsedur pengukuran dengan menggunakan metode rentang tali adalah sebagai berikut:1. Mempersiapkan Alat-alat yang diperlukan, yaitu : Kompas, Palu, klipboard, tali yang sudah ditandai dengan grid, dan alat tulis.2. Kemudian mengidentifikasi lokasi dengan cara memembuat deskripsi lokasi.3. Setelah itu mengidentifikasi lotologi dengan cara mendeskripsi batuan.4. Kemudian ukur strike dan dip bidang perlapisan menggunakan kompas, dan catat hasil pengukuran tersebut. Setelah itu, buatlah sketsa singkapan.5.Selanjutnya, mengukur slope atau kemiringan lereng singkapan dengan kompas lalu catat hasil dari pengukuran tersebut.6. Setelah itu tali yang sudah ditandai dengan grid di rentangkan dari pada lereng singkapan, lalu mencatat hasil pengukuran dari tebal singkapan di setiap layer.7. Setelah semua data terkumpul, maka dilanjutkan dengan pengolahan secara matematis seperti pada bab sebelumnya untuk menentukan tebal sebenarnya.

V.2. Prosedur Pengukuran dengan Metode Jacob StaffProsedur pengukuran dengan menggunakan metode Jacob Staff adalah sebagai berikut:1. Mempersiapkan Alat-alat yang diperlukan, yaitu : Kompas, Palu, klipboard, Jacob Staff, dan alat tulis.2. Kemudian mengidentifikasi lokasi dengan cara memembuat deskripsi lokasi.3. Setelah itu mengidentifikasi lotologi dengan cara mendeskripsi batuan.4. Kemudian ukur strike dan dip bidang perlapisan menggunakan kompas, dan catat hasil pengukuran tersebut.5. Setelah itu langsung tancapkan jocob Staff, kemudian miringkan tongkat tersebut sesuai dengan arah dan kemiringan bidang perlapisan dengan melihat busur derajat yang ada di kepala Jacob Staff.6. Kemudian dapat langsung diketahui tebal sebenarrnya dengan melihat grid pada bagian bawah busur derajad, setiap grid berukuran 10 cm.7. Catat dan simpan hasil pengukuran tersebut.

V.3. Lokasi, Waktu dan Kesampaian DaerahLokasi : Desa Tegal Rejo, GedangSari, Gunung KidulHari / Tanggal : Sabtu, 15 November 2014Waktu : 07.30 WIBKesampaian Daerah: Lokasi pengambilan data lapangan stratigrafi ini dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor dengan waktu 1 Jam dari laboratorium geologi.V.3.1 Deskripsi Data LapanganIV.3.1 Lokasi Pengamatan 1 (Metode Jacob Staff)LP : 1Lokasi : Desa Tegal Rejo, Gedangsari, Gunung KidulHari / Tanggal : Sabtu, 15 November 2014Waktu : 11.20 WIB Litologi : Batuan Sedimen Cuaca : Cerah berawan Arah Aliran : N 940 E Vegetasi : Sedang, Pohon jatiLitologi : Batuan SedimenMorfologi : Fluvial

Tabel 5. Hasil deskripsi batuan LP.1 (Penyusun , 2014)LayerDeskripsi BatuanSimbol

1Warna segar : abu-abu kehijauan , Warna lapuk : abu-abu kecoklatan, struktur : masif, UB : debu, BB : membundar, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : debu, Semen : silika., Fragmen : -, Nama batuan : Tuff

2Warna segar : abu-abu , Warna lapuk : abu abu, struktur : masif, UB : tuffan, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : debu, Semen : silika. Nama batuan : Tuffan

3Warna segar : abu-abu , Warna lapuk : coklat abu abu, struktur : masif, UB : tuff, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : debu, Semen : silika. Nama batuan : tuff

4Warna segar : abu-abu , Warna lapuk : hitam kecoklatan, struktur : masif, UB : lempung, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : lempung, Semen : silika. Nama batuan : batulempung

5Warna segar : abu-abu , Warna lapuk : hitam kecoklatan, struktur : masif, UB : pasir halus, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : pasir halus Nama batuan : batupasir

6Warna segar : abu-abu, Warna lapuk : coklat, struktur : laminasi, UB : lempung, BB : membulat tanggung, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : lempung, Semen : silika. Nama batuan : batulempung

7Warna segar : coklat , Warna lapuk : coklat tua, struktur : laminasi, UB : lanau, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : lanau, Semen : silika. Nama batuan : lanau

8

Warna segar : abu-abu kehitaman, Warna lapuk : hitam, struktur : masif, UB : lanau, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : lanau, Semen : silika. Nama batuan : tuff.

9Warna segar :Abu abu kehitaman ,Warna lapuk:Kuning kecoklatan Struktur: masif, UB : lanau-lemung, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, oksida besi : lanau, Semen : silika. Nama batuan : batupasir

Tabel 6 . Tebal Sebenarnya LP 1 (Penyusun , 2013)LayerTebal SebenarnyaDip

116 cm24o

220 cm25o

325 cm26o

425 cm26o

525 cm26o

69 cm21o

712 cm24o

811 cm32o

915 cm14o

V.3.2 Kolom Stratigrafi ( Terlampir )

V.3.3 Lokasi Pengamatan 2 (Metode Rentang Tali)Lokasi : Pathuk, WonosariHari / Tanggal : Minggu, 17 November 2013Waktu : 10.25 WIBCuaca : Cerah berawanVegetasi : Sedang, Pohon jatiLitologi : Batuan SedimenMorfologi : Perbukitan

Gambar 41. Sketsa lokasi LP 2 lensa kamera menghadap selatan (Pratama , 2013)

Tabel 7. Hasil deskripsi batuan LP2 (Pratama, 2013)LayerDeskripsi BatuanSimbol

1Warna segar : abu abu hitam , Warna lapuk : kuning kehitam, struktur : masif, UB : pasir halus, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : pasir halus, Semen : oksida besi. Nama batuan : batulanau

2Warna segar : putih keabuan, Warna lapuk : kuning kecoklatan, struktur : masif, UB : pasir halus, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, matriks : pasir halus, Semen : silika.oksida besi Nama batuan : batupasir halus

3Warna segar : putih, Warna lapuk : coklat muda, struktur : masif, UB : lanau, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, oksida besi Nama batuan : batulanau

4Warna segar : putih, Warna lapuk : kuning kecoklatan, struktur : masif, UB : pasir halus BB : menbulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi,oksida besi Nama batuan : batupasir

5Warna segar : abu abu, Warna lapuk : kecoklatan, struktur : masif, UB : lanau, BB : membulat, sortasi baik, kemas tertutup, komposisi, oksida besi. Nama batuan : batulanau

Gambar 42. Sketsa singkapan LP 2 (Pratama , 2013)Hasil Perhitungan LP 2: dengan Rumus: Tebal sebenarnya = sin (dip + sloupe) x tebal singkapan= sin (75o + 8o) x tebal singkapan= sin 83o x tebal singkapan= 0,99254 x tebal singkapan

T1 = 0,99254 x 30 cm = 29,77 cmT2 = 0,99254 x 36 cm = 25,73 cmT3 = 0,99254 x 230 cm = 228,28 cmT4 = 0,99254 x 50 cm = 49,62 cmT5 = 0,99254 x 100 cm = 99,25 cm

IV.4. Hasil Analisis Lapangan StratigrafiIV.4.1.Satuan Batuan Satuan batuan pada daerah patuk piyungan gunung kidul Yogyakarta merupakan pegunungan selatan. Dalam analisis ditemukan bahwa ada beberapa satuan batuan yang terbentuk pada stratigrafi daerah tersebut yaitu: a) Batupasir Batupasir adalah batuan sediment dengan ukuran butir antara 1/16 milimeter dan 2 mm. ( untuk siltstone terbentuk dari butiran yang lebih alus). Walaupun batupasir tidak menandakan adanya mineral istimewa, tetapi pada kenyataannya batupasir biasanya banyak mengandung mineral kuarsa. Kebanyakan batu pasir tetap mengandung sejumlah kecil dari mineral mineral clays, hematite, ilmenite, feldspar dan mica, yang menambah warna dan karakter dari matrix kuarsa. Batupasir yang mempunyai kandungan mineral pengotor dalam jumlah besar digolongkan sebagai wacke atau graywacke.b) Batu lempung Satuan batulempung adalah batuan sedimen klastik yang terbentuk akibat pelarutan silica memiliki butiran yang sangat halus warnanya sangat khas hampir mirip dengan Tufa namun untuk membedakanya bisa dengan cara di jilat maupun dengan perbedaan berat umumnya batu lempung lebih berat.

IV.4.2. Sejarah Geologi (Lithostratigrafi)Dari data lapangan yang kami dapatkan serta yang sudah dibuat didalam kolom Statigrafi yaitu: Batupasir dan Batulempung.Serta ada juga Tufan dari data lapangan yang telah kami buat yang dimana hasil pengendapan batuan itu sudah menunjukkan adanya hubungan antara Hukum Superposisi Dalam suatu seri sedimentasi, dalam kondisi yang belum mengalami perubahan atau deformasi, secara stratigrafis lapisan batuan sedimen bagian atas mempunyai umur geologi yang relatif lebih muda dibandingkan dengan lapisan batuan sedimen yang berada dibawahnya.Formasi Semilir sebagai salah satu formasi yang menyusun daerah Pegunungan Selatan bagian barat telah banyak dikenal dan diteliti. Penelitian-penelitian yang ada mengungkapkan batuan penyusun Formasi Semilir ini terdiri dari satuan batuan tufa, breksi pumis, dengan sisipan batulempung dan batupasir volkanik yang diinterpretasikan sebagai hasil endapan laut dengan sistem arus turbid. Singkapan batuan yang terletak di Desa Piyungan, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY, merupakan bagian atas dari Formasi Semilir yang mempunyai lapisan pembawa batubara. Pengukuran stratigrafi pada daerah tersebut dapat menunjukkan mekanisme sedimentasi dan lingkungan pengendapan lapisan pembawa batubara. Selanjutnya sebaran satuan batuannya akan diketahui dengan mengkorelasikannya secara lateral terhadap singkapan-singkapan yang sama dengan daerah penelitian.Secara umum fasies pada daerah penelitian diendapkan pada lingkungan interdistributary bays delta dan menunjukkan kecenderungan ke arah dangkal atau darat. Bagian paling bawah dari daerah penelitian dijumpai fasies perselingan batulanau dan batupasir yang terkadang diselingi lapisan pembawa batubara. Fasies ini merupakan hasil endapan rawa yang berubah menjadi crevasse splay pada saat diendapkannya lapisan batupasir. Pada bagian atasnya diendapkan fasies batupasir cukup tebal dengan pola mengkasar ke atas dan menghalus ke atas yang diendapkan pada lingkungan channel, terkadang diikuti breksi lapili dan tuff sebagai material asal volkanik. Pola tersebut dijumpai berulang ke arah atas, mengindikasikan adanya fluktuasi muka air laut.Perbandingan dan korelasi litostratigrafi daerah penelitian dengan satuan batuan yang terletak di Desa Piyungan yang terletak di sebelah timur daerah penelitian mengindikasikan satuan batuan yang mengandung batubara pada bagian atas Formasi Semilir tersebut memiliki penyebaran lateral yang cukup luas. Karena litostratigrafi daerah penelitian berbeda dengan litostratigrafi Formasi Semilir pada umumnya, maka litostratigrafi daerah penelitian tersebut dapat diusulkan untuk menjadi anggota tersendiri pada Formasi Semilir dengan nama Anggota Boyo atau Anggota BuyutanFormasi ini berlokasi tipe di G. Semilir, sebelah selatan Klaten. Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di K. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). Penyebaran lateral Formasi Semilir ini memanjang dari ujung barat Pegunungan Selatan, yaitu di daerah Pleret-Imogiri, di sebelah barat G. Sudimoro, Piyungan-Prambanan, di bagian tengah pada G. Baturagung dan sekitarnya, hingga ujung timur pada tinggian G. Gajahmungkur, Wonogiri. Ketebalan formasi ini diperkirakan lebih dari 460 meter.Pada umumnya, formasi ini miskin akan fosil. Namun, Sumarso dan Ismoyowati (1975) menemukan beberapa fosil diantaranya yaitu : Fosil Globigerina tripartita KOCH pada bagian bawah formasi dan Fosil Orbulina pada bagian atasnya . Sedangkan pada bagian tengah formasi ini ditemukan fosil Globigerinoides primordiuBLOW dan BANNER , Globoquadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS ,Globigerina praebulloides BLOW dan Globorotalia siakensis LEROY . Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur formasi ini adalah Miosen Awal-Miosen Tengah bagian bawah.Formasi Semilir ini menindih secara selaras Formasi Kebo-Butak, namun secara setempat tidak selaras (van Bemmelen, 1949). Formasi ini menjemari dengan Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu, namun tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Oyo (Surono, dkk., 1992). Dengan melimpahnya tuf dan batuapung dalam volume yang sangat besar, maka secara vulkanologi Formasi Semilir ini dihasilkan oleh letusan gunungapi yang sangat besar dan merusak, biasanya berasosiasi dengan pembentukan kaldera letusan (Bronto dan hartono, 2001).Secara umum Formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan, ringan, kadang-kadang dijumpai selaan breksi vulkanik. Fragmen yang membentuk breksi maupun batupasir pada umumnya berupa fragmen batuapung yang bersifat asam. Di lapangan pada umumnya menunjukkan perlapisan yang baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapanyya berlangsung secara cepat atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam, berada di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan. Umur dari Formasi ini diduga adalah awal dari Miosen (N4) berdasar atas terdapatnya Globigerinoides primordius pada bagian yang bersifat lempungan dari formasi ini di dekat Piyungan (van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas Anggota Butak dari Formasi Kebo-Butak. Tersingkap secara baik di wilayah tipenya yaitu di tebing gawir baturagung di bawah puncak Semilir.Penamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)

IV.4.3. Kolom Stratigrafi(Terlampir )

62