BAB III pkl (2)

Embed Size (px)

Citation preview

54

BAB IIIKEGIATAN TEKNIK PEMBESARANIKAN BANDENG (Chanos chanos), UDANG WINDU (Penaeus monodon)DAN RUMPUT LAUT (Glacillaria verrucosa) SECARA POLIKULTUR

3.1 Deskripsi Ikan Bandeng, Udang Windu, dan Rumput Laut 3.1.1 Klasifikasi dan Biologi Ikan Bandeng Klasifikasi Ikan Bandeng adalah sebagai berikut (Saanin 1775 dalam Asih 2008):Filum:ChordataKelas : ActinopterygiiOrdo : GonorynchiformesFamili : ChanidaeGenus : ChanosSpesies : Chanos chanos

Gambar 2. Ikan BandengIkan bandeng (Gambar 2) mempunyai badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda bahwa ikan bandeng tergolong sebagai perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di depan mata. Mata diliputi oleh selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih keperak-perakan dan punggung putih kehitaman. Ikan bandeng mempunyai komposisi zat gizi yang cukup tinggi (Djuhanda 1981 dalam Jaya et al. 2012).Ikan bandeng (Chanos chanos) sudah lama dikenal di negara kita sebagai ikan yang banyak dipelihara di tambak yang di sebar di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatera Utara, dan tempat lainnya. Ikan ini juga banyak dipelihara di Philipina dan Taiwan. Ikan bandeng di tempat lain disebut pula sebagai bandeng, banding, muloh, agam (Sumatera), bolu (bugis), bangos (Pilipina), sabahi (Taiwan). Menurut sejarahnya pemeliharaan Ikan Bandeng (Chanos chanos) pertama kali dilakukan oleh orang-orang hukuman pada zaman Majapahit dengan cara yang sangat sederhana, yaitu dengan membuat petakan dipantai yang terdiri dari tumpukkan batu-batu dan pasir. Benih ikan yang terbawa oleh air pasang akan terkurung dalam petakan tersebut pada waktu air surut. Sebagian besar benih ikan tersebut adalah nener, yang kemudian akan tumbuh menjadi bandeng. Cara ini semakin berkembang dengan dibuatnya pintu air pada petakan sampai mencapai taraf pemeliharaan yang lebih maju, yaitu dengan dilakukannya penebaran benih dan menumbuhkan makanan alami (Martosudarmo et al. 1985)Ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan budidaya air payau yang potensial untuk dikembangkan. Bandeng hidup di air payau dengan jenis tanah liat berpasir, suhu air 26-32oC, pH 7,5-9, kedalaman 0,4-1 m, kecerahan 30-50 cm, oksigen terlarut > 5 mg/L bersifat duirnal mencari makan di siang hari memakan klekap, ganggang, bakteri, protozoa. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang luas sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. dapat dipelihara di air tawar sampai di perairan yang kadar garamnya mencapai 50 ppt. Bandeng juga dapat hidup di perairan yang kadar garamnya mencapai 70 ppt apabila kenaikannya secara bertahap, akan tetapi tidak tumbuh secara normal. Selanjutnya dinyatakan bahwa ikan bandeng mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti suhu, pH, dan kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Anonimus 2006).Makanan utama ikan bandeng pada stadia larva sampai ke ukuran benih (nener) adalah plankton. Ikan ini banyak tergantung pada phytoplankton yang terdapat di permukaan laut. Dalam stadia juvenil, ikan bandeng lebih banyak makanan jenis alga hijau dan alga biru dari pada diatom. Sedangkan pada stadia nener dan gelondongan, bandeng memakan klekap. Klekap yaitu suatu kumpulan dari jasad renik nabati maupun hewani yang tumbuh pada permukaan dasar tambak. Bandeng di tambak mencapai panjang lebih dari 10 cm mulai memakan alga hijau seperti lumut sutera (Chaetomorpha sp.), lumut perut ayam (Entermorpha sp.), Spyrogyra dan jenis-jenis tanaman air tingkat rendah yakni Ruppia sp, Nayas sp, Hydrilia sp. Jenis tanaman ini dapat dimakan ikan bandeng terutama ketika kondisinya setengah busuk. Ada beberapa istilah pada bandeng dengan ukuran tertentu menurut Cholik (2005) produk yang dihasilkan dari pembudidyaan bandeng dapat berupa telur, benih (nener), gelondong, bandeng umpan, bandeng konsumsi dan bandeng ukuran induk. Perbandingan panjang dan berat dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Perbandingan Panjang dan Berat Ikan BandengProdukPanjang (cm)Berat (gram)

1. Telur0,006-

2. Nener/benih0,1 1,150,05

3. Gelondongan5 101 50

4. Bandeng umpan10 15100 150

5. Bandeng konsumsi15 30>200

6. Calon Induk50 60>4000

7. Induk>60>5000

Sumber: Cholik .dkk, Buku Budidaya Bandeng, 2002

3.1.2 Klasifikasi dan Biologi Udang WinduKlasifikasi udang windu(Penaeus monodon)menurut Amri (2003), adalah sebagai berikut:Filum: ArthropodaKelas: CrustaceaOrdo: DecapodaFamily: PenaidaeGenus: PenaeusSpesies:Penaeus monodon Udang windu (Gambar 3) memiliki tubuh yang keras dari bahanchitin. Warna sekujur tubuhnya hijau kebiruan dengan motif loreng besar. Tubuh udang windu dibagi menjadi dua bagian besar, yakni bagiancephalothoraxyang terdiri atas kepala dan dada serta bagian abdomen yang terdiri atas perut dan ekor.Cephalothoraxdillindungi olehchitinyang tebal atau disebut juga dengan karapas(carapace).Bagian cephalothoraxini terdiri dari lima ruas kepala dan delapan ruas dada, sementara bagian abdomennya terdiri atas enam ruas perut dan satu ekor(telson).Bagian depan kepala yang menjorok merupakan kelopak mata yang memanjang dengan bagian pinggir bergerigi atau disebut juga dengan cucuk(rostrum).Duri di kepala memiliki tujuh buah gerigi di bagian atas dan tiga buah gerigi di bagian bawah. Sementara itu, di bagian bawah pangkal kepala terdapat sepasang mata (Anonimus 2002). Gambar 3. Udang WinduTingkah laku udang, mengubur diri paling sering dilakukan udang sejak masih muda sampai dewasa. Mereka biasanya mengubur diri di dasar pasir atau lumpur di dasar air. Kebiasaan ini dilakukan untuk menghindari musuh. Dalam menguburnya bervariasi tergantung pada besar kecilnya udang. Penguburan diri ini sangat dipengaruhi oleh cahaya, biasanya udang keluar dari mengubur diri setelah matahari terbenam dan kemudian mengubur diri lagi waktu matahari terbit. Udang besar beraksi lebih cepat daripada udang kecil. Molting adalah suatu proses pergantian kulit, pada peristiwa molting ini, proses biokimia juga terjadi yaitu pengeluaran dan penyerapan kalsium dari tubuh hewan. Diduga penyebab molting adalah perubahan kualitas air ataupun karena makanan serta proses pengeluaran zat-zat tertentu dari tubuh udang. Migrasi adalah perpindahan udang dari satu tempat ke tempat lainnya dan biasanya dipicu oleh persediaan makanan yang menipis. Migrasi juga terjadi bila udang betina akan mulai bertelur, sedangkan udang muda bermigrasi dari daerah muara sungai dan menuju ke laut lepas untuk menjadi dewasa. Migrasi yang terjadi setelah dewasa biasanya bergantung pada kondisi tempat mereka hidup, misalnya temperatur air pada musim dingin. Udang bersiifat noktural yaitu sifat ikan yang aktif mencari makanan pada waktu malam. Pada waktu siang mereka lebih suka beristirahat, baik membenamkan diri maupun menempel pada sesuatu benda yang terbenam dalam air. Apabila keadaan lingkungan cukup baik, udang jarang sekali menampakan diri pada waktu siang. Apabila dalam suatu tambak udang nampak aktif bergerak pada waktu siang, ini menuunjukan suatu tanda bahwa ada suatu yang tidak beres. Mungkin karena kurang makanan, kadar garam meningkat. Suhu naik, oksigen kurang ataupun adanya zat-zat beracun.Sifat kanibalisme udang yaitu memangsa jenisnya sendiri. Sifat ini muncul pada udang yang sehat, yang tidak sedang ganti kulit. Dalam keadaan kekurangan makanan, sifat kanibalisme akan tampak nyata. Sifat demikian ini sudah mulai tampak pada waktu udang masih beruaya, yaitu mulai tingkatan mysis. Cara untuk menghindari kanibalisme, udang-udang yang sedang ganti kulit biasanya mencari tempat untuk bersembunyi.Udang windu bersifat euryhalin yaitu tahan terhadap perubahan kadar garam. Hal ini memungkinkan kita untuk memelihara udang di berbagai macam tambak dengan berbagai macam tingkat kadar garam. Sifat lain yang menguntungkan juga adalah ketahanannya terhadap perubahan suhu. Sifat demikian kita kenal sebagai sifat eurythermal. Goncangan suhu yang agak besar biasanya terjadi pada waktu musim kemarau. Udang windu dapat memakan makanan alami yang tumbuh di tambak, seperti klekap, lumut, plankton, dan binatang-binatang penghuni perairan (benthos). Jika dipelihara di tambak dari ukuran benih, udang windu akan mencapai ukuran panen setelah dipelihara 4-6 bulan (Amri 2003).

3.1.2 Klasifikasi dan Biologi Rumput Laut Gracilaria verrucosa dapat diklasifikasikan Menurut (Stentoft, Greville 1830).Filum: Rhodophyta Kelas: Florideophyceae Ordo: Gracilariales Family: Gracilariaceae Genus: Gracilaria Spesies: Gracilaria verrucosa

Gambar 4. Rumput Laut (Glacilaria verrucosa)Gracilaria yang berasal dari kata latin Gracilis yang berarti langsing, merupakan agarophyta (rumput laut yang menghasilkan agar) yang paling berharga komersial dan terdapat 100 jenis yang tersebar dilaut temperate dan tropis. Seluruh bagian tanaman yang dapat menyerupai akar, batang, daun, atau buah, semuanya disebut talus. Bentuk talus ini beragam, ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat sperti kantong, atau ada juga yang seperti rambut. Susunan talus terdiri dari satu sel dan banyak sel. Glacilaria biasanya berbentuk silindris sampai pipih dengan tekstur seperti tulang rawan, percabangan banyak, ada yang sederhana tetapi adapula yang rumit dan rimbun. Setelah percabangan biasanya thalii menjadi lebih kecil. Glacilaria mempunyai pertumbuhan uniaxial, dengan sel tunggal yang tumbuh ditiap ujung tali. Kumpulan cabang dichotomous Glacilaria verrucosa (Gambar 4) mempunyai panjang hampir 30-40 cm. Thalii dapat berwarna hijau kecoklatan, merah, pirang merah kecoklatan merah tua, merah muda dan sebagainya.Rumput laut jenis Gracilariaspdi beberapa daerah sudah di budidayakanseperti penyebaran di tambakpantai utara Jawa, Serang, Bekasi,Kerawang , Indramayu Berebes, pemalang,Tegal, Jepara dan Lamongan, Nusa Tengara Barat, Lombok Barat dan teluk Cempi, Dompu, Sulawesi selatan, di Jane Ponto, Takalar Maros, Bulu Kumba Sinjai,Bone Wajo,dan Palopo,serta Lampung. Rumput laut (Gracilaria sp) hidup di daerah subtidal yang dangkal, melekat pada batu karang hidup atau mati, cangkang kerang, batu-batuan lainnya. Pertumbuhan Glacilaria diketahui lebih baik di tempat yang dangkal dimana memiliki intensitas cahaya yang tinggi daripada di tempat yang dalam. Suhu yang optimum untuk pertumbuhan adalah 20-28oC dan mampu hidup pada kisaran salinitas tinggi, bahkan dapat hidup pada 10 permil sampai 15 permil. Rumputlaut penghasil agar(Agorofit) merupakankomonitas unggulan diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Masyarakat dan menyerap tenaga kerjaserta meningkatkan devisa Negara, demikian juga dengan produksi olahanya baik dalam bentuk bahan dasar maupun dalam bentuk formulasi, dari bahan dasar tersebutpeluang pasarpengembangan rumput laut sangat menjanjikan.

3.2 Persiapan TambakSetiap petakan harus dapat dikelola tanpa mengganggu atau tergantung pada petakan lain. Oleh karena itu setiap petakan harus mempunyai pintu tersendiri dan berhadapan langsung dengan saluran air. Bentuk petakan adalah empat persegi panjang dengan perbandingan panjang dan lebar 2-3 : 1. Untuk mendapatkan hasil pembesaran yang berkualitas maka melakukan persiapan tambak yang baik dan benar.

3.2.1 Kontruksi Tambak Konstruksi tambak polikultur secara tradisional ini terbuat dari tambak tanah. Tambak polikultur (Gambar 5) berbentuk persegi panjang, tipe tanah yang digunakan dalam tambak polikultur adalah tambak tanah liat berpasir dengan tujuan untuk mempermudah menumbuhkan pakan alami seperti klekap. Konstruksi tambak polikultur terdiri dari saluran air, pintu air, pematang, pelataran dan caren. Luas tambak polikultur ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut adalah 8000 m2.

Gambar 5. Tambak Polikultur1. Saluran AirSaluran ini merupakan saluran yang menghubungkan sumber air dengan unit pertambakan. Saluran air atau kanal berfungsi untuk mengalirkan air yaitu mengisi air pada waktu air laut pasang dan membuang air pada waktu surut. Saluran air (Gambar 6) yang terdapat pada lokasi ada dua yaitu saluran utama dan saluran pembagi air. Saluran utama merupakan saluran yang menghubungkan sumber air dengan unit pertambakan.

Gambar 6. Saluran airCara untuk memudahkan pemasukan dan pengeluaran air dari unit pertambakkan,maka sebaiknya saluran dibuat memanjang ke arah hulu dan berada di tengah-tengah lokasi pertambakan. Lebar saluran utama pada lokasi adalah 7 m dengan kedalaman 15 cm lebih rendah dari pada dasar saluran keliling. Saluran pembagi adalah saluran yang membagikan air dari saluran utama ke dalam petak pertambakan. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat penangkapan dan penampungan ikan. Lebar permukaan saluran pembagi adalah 4m, kedalaman 1,5 m, dan lebar dasar saluran 2 m. Air selalu tersedia,baik itu dimusim kemarau maupun dimusim penghujan, hal ini dikarenakan sumber airnya adalah air pasang surut.2. Pintu AirPintu air berguna sebagai pengatur keluar masuknya air serta menentukan tinggi rendahnya air dalam tambak. Ada dua macam pintu air yaitu pintu air utama dan pintu air petakan. Pintu air utama berfungsi untuk mengalirkan air ke dalam unit tambak. Pintu air utama langsung berhadapan dengan saluran tambak oleh karenanya harus dibuat dengan ukuran cukup besar serta harus kuat terhadap tekanan arus air. Hal ini dimaksudkan agar pintu air dapat mengendalikan sumber air sehingga tambak tidak kelebihan atau kekurangan air dan tidak merusak pematang utama. Pintu air utama sangat penting artinya dalam sistem pengairan tambak. Oleh karena itu harus dibuat dengan ukuran yang cukup memadai agar kebutuhan air dapat tercukupi dengan mudah, dan demikian sebaliknya mengenai pembuangan airnya. Pintu air utama ditambak terbuat dari beton dengan lebar 1 m dan panjang sekitar 4 m tinggi sekitar 2 m. Papan pada sisi utama menggunakan kerangka pintu air yang dibuat hanya di dalam dinding kerangka dan berfungsi sebagai pencegahan agar tidak terjadi longsor tanah disekitar pintu air. Pintu air yang memiliki kerangka di dalam dinding memiliki beberapa keuntungan antara lain cengkraman dinding pada kerangka akan kuat,sebab selain ditahan oleh paku juga kerangka pintu. Pintu air utama juga dilengkapi dengan penyaring yang berfungsi untuk mencegah agar hama tidak masuk kedalam tambak.Pintu air petakan dipasang pada tiap-tiap petakan tambak. Fungsi dari pintu air petakan ini adalah untuk mengalirkan air ke dalam petakan-petakan tambak. Persyaratan teknis pintu air petakan ini adalah untuk mengalirkan air ke dalam petakan-petakan tambak. Persyaratan teknis pintu air petakan tidak jauh berbeda dengan pintu air utama,hanya ukuran untuk pintu air petakan lebih kecil. Pintu air petakan pada tambak ini terbuat dari kayu besi dan memiliki pintu 0,6 m dan panjang 2,5 m. Gambar 7. InletPintu air petakan yang terdiri dari inlet dan outlet (Gambar 7 dan 8) dilengkapi dengan penyaring yang bertujuan untuk mencegah keluarnya ikan yang dipelihara pada saat pergantian air karena ikan cendrung melawan arus. Saringan yang digunakan terbuat dari Filter kassa, sebagai penyaring pertama yang letaknya berada di bagian paling depan. Terbuat dari kawat kassa setinggi 1,5 m. Filter halus, sebagai penyaring kedua yang letaknya berada disebelah filter pertama,terbuat dari kain strimin dengan tinggi 1,2 m. Saringan ini juga berfungsi untuk mencegah masuknya hama kedalam tambak.Gambar 8. Outlet

3. Pematang TambakPematang adalah gundukan tanah yang mengelilingi tambak. Kegunaannya sebagai jalan ketika melakukan pengontrolan dan pemupukan. Prinsip yang harus diperhatikan dari pematang adalah bahwa pematang berfungsi sebagai penyekat/pemisah air, sehingga sebaiknya kedap air. Syarat kedua pematang tersebut adalah harus kuat dan kedap air. Tempat yang akan dibuat pematang harus benar-benar bersih dari sisa-sisa tumbuhan. Tanah bakal pematang diusahakan dari jenis tanah liat berlumpur atau tanah liat berpasir. Apabila dalam pematang masih terdapat sisa-sisa tumbuhan, pematang akan bocor. Gambar 9. Pematang UtamaPematang pada unit pertambakan terdiri atas pematang utama dan pematang antara. Pematang utama adalah pematang yang mengililingi seluruh unit tambak yang berfungsi sebagai pelindung dan penahan air. Pematang tambak (Gambar 8) pada lokasi ini terbuat dari tanah yang diambil dari petak itu sendiri. Sesuai dengan fungsinya sebagai pelindung,maka pematang utama harus kuat dan tidak mudah bocor karena tekanan air dan tidak mudah erosi. Tekstur tanah yang baik untuk pematang adalah yang kompak agar dapat menahan air dan tidak rembes atau bocor. Tanah yang digunakan untuk pematang utama pada lokasi adalah utama pada lokasi adalah tanah lempung berpasir,karena tanah jenis ini mampu menahan rembesan air dan tidak mudah longsor. Pematang utama menerima beban yang cukup berat yaitu adanya kikisan dan hempasan pasang surut air laut serta sebagai sarana transportasi. Gambar 10. Pematang Antara4. Pelataran dan Caren (Saluran Keliling)Dasar tambak terdiri dari pelataran dan caren. Caren (Saluran keliling) adalah galian yang dibuat mengelilingi pelataran tambak antara lain berfungsi sebagai tempat berlindung ikan/udang dari serangan hama maupun terik sinar matahari, untuk pendederan ikan dan untuk memudahkan penangkapan ikan dengan cara pengeringan. Lebar caren berkisar antara 4-6 m, kedalaman 40-60 cm dengan 1:1. Lahan selebihnya digunakan untuk pelataran (tebo). Pelataran adalah dasar tambak tempat tumbuhnya makanan alami seperti klekap, ganggang, diatom, dan jasad renik lainnya. Dasar pelataran dibuat rata dengan keadaan miring kearah pintu pengeluaran air untuk memudahkan saat pengeluaran air serta mempermudah saat pemanenan. Pelataran dibuat rata dengan keadaan miring kearah pintu pengeluaran air. Pada masa pengeringan bagian pengeluaran banyak mengandung lumpur bila dibandingkan dengan bagian pemasukkan. Kedalaman air diatas pelataran berkisar antara 40-90 cm. Setiap petakan terdiri dari bagian pelataran atau pancaran dan bagian caren atau kolong (disebut juga sebagai parit keliling) seperti pada gambar 9. Pelataran merupakan bagian yang dangkal, dengan tinggi air berkisar antara 30-40 cm. Caren merupakan bagian yang dalam, dengan tinggi air di sekitar 1 m, dan lebarnya sekitar 6 m.

Gambar 11. Caren

3.2.2 Perbaikan dan Pengeringan TambakTahap awal dari persiapan petak pembesaran adalah perbaikan tata pertambakan, yaitu meliputi perbaikan pematang, perbaikan pintu dan saringan, pembuatan caren (saluran keliling) dan perbaikan bocoran. Pematang petakan yang telah terkikis (longsor/erosi) harus diperbaiki. Bocoran pada pematang akibat kepiting atau hewan lain perlu ditutup. Pada kaki pematang petakan sebaiknya dibuat yang dapat berfungsi sebagai penahan longsoran tanah dari pematang dan sebagai tempat untuk memperbaiki bocoran. Keadaan pintu yang agak rusak perlu diperbaiki. Pada bagian pintu arah petakan dipasang saringan halus (kasa dari nilon atau yang sejenisnya) yang berfungsi untuk mencegah masuknya ikan liar atau udang yang dipelihara selama pengaturan air di petak pembesaran.Setelah memperbaiki tata pertambakan, dasar tambak dikeringkan dan diratakan. Tujuan pengeringan dasar tambak ialah:a. Pengeringan dasar tambak yang bertujuan tanah bersifat anaerob, sehingga proses mineralisasi (menguraikan) bahan organik yang terkandung dalam tanah memerlukan suasana aerob (cukup oksigen) terhambat jalannya, padahal hasil mineralisasi berupa mineral ini diperlukan oleh klekap. Jika tanah anaerob semacam itu kemudian dikeringkan, maka oksidasi yang kemudian terjadi setelah tanah itu berhubungan dengan udara dan sengatan matahari, mendorong laju mineralisasi itu kembali seperti semula lagi sehingga unsur hara tersedia bagi pertumbuhan makanan alami.b. Menghilangkan gas-gas seperti hidrogensulfida (H2S), methan (CH4) dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang dihasilkan selama reduksi anaerobik bahan organik ketika petakan penuh dengan air. Gas beracun, yang bila dibiarkan beredar dalam tambak akan mengganggu bandeng dan udang.c. Membasmi ikan-ikan liar (terutama kompetitor dan predator) yang tidak dikehendaki berada dalam petakan.d. Memperbaiki kondisi tanah, mutlak agar diperlukan kemampuan tanah untuk menghasilkan ganggang biru yang membentuk klekap (makanan alami) pada tanah dasar (substrat). Pengeringan dilakukan sampai keadaan tanah dasar petakan menjadi retak-retak. Cara yang paling mudah untuk mengetahui keadaan ini adalah bila tanah yang diinjak turun sedalam 1-2 cm, maka pengeringan tanah dianggap cukup. Pengeringan tanah dasar petakan yang terlalu kering (berlebihan) kurang baik, karena dapat mengakibatkan permukaan tanah yang keras tetapi mudah menjadi debu. Kondisi tanah yang sedemikian tidak memungkinkan untuk pertumbuhan klekap. Sebaliknya, bila dikeringkan tanah kurang sempurna dapat menyebabkan klekap mudah lepas dari substratnya, sehingga akhirnya mengapung. Klekap yang mengapung akan mudah terbawa angin atau gerakan air dan berkumpul disudut tambak, sehingga sulit dimakan oleh ikan atau udang. Pada petak pembesaran sebaiknya setelah pengeringan dilakukan pembajakan atau dicangkul. Hal ini sangat penting untuk membantu dalam melunakan tanah (sedikit berlumpur) dan memudahkan dalam mineralisasi bahan organik. Selama persiapan petak pembesaran, lumpur dan serasah organik yang terakumulasi didalam caren harus dibuang (diangkat ke pematang). Penggalian caren hendaknya dikerjakan pada saat petak pembesaran dalam keadaan tidak digunakan atau pada saat dikeringkan lebar penggalian caren 2-4 meter dengan kedalaman 0,5-0,75 meter.

3.2.3 Penyuplai PerairanLokasi tambak berdekatan dengan laut maka sumber air sangat mudah didapatkan untuk memenuhi kebutuhan air tambak polikultur. Sistem perairan yang digunakan untuk tambak polikultur adalah berasal dari pasang surut laut. Air yang dipakai untuk pembesaran bandeng, udang windu, dan rumput laut tidak langsung masuk ke dalam tambak, melainkan air laut dimasukkan ke saluran utama terlebih dahulu. Saluran air utama berukuran 5x300 m digunakan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan tambak rumput laut saja melainkan untuk memenuhi sebagian besar tambak yang digunakan untuk budidaya di BBPBAP Jepara seperti tambak pembesaran udang vaname, udang windu, ikan kerapu, ikan bandeng, rumput laut, dan lain lain.Air yang masuk ke saluran utama berbentuk parit sepanjang 300 m ini mengikuti pasang surut air laut dengan pasang tertinggi 90 cm dan terendah 5 cm. Air yang masuk kesaluran utama kemudian disedot ke tandon menggunakan pompa dan ditampung di tandon. Air dari tandon masuk ke tambak melalui dua cara yaitu masuk secara otomatis melalui pintu masuk (inlet), atau dapat juga dilakukan dengan cara di pompa menggunakan pompa.Selama pemeliharaan tambak pembesaran ini suplai air tergantung dari pasang surut air laut sehingga dalam pengisian air tambak tidak dapat diprediksikan. Untuk menjaga kualitas air di tambak pembesaran ini dapat menggunakan jaring (waring) hijau yang melapisi pintu pemasukan dan pengeluaran agar mencegah masuknya kotoran-kotoran, ikan liar dan hama tidak masuk serta agar saat poses pemanenan ikan tidak ikut disaring keluar. Warna air yang sering ditemukan di tambak antara lain warna hijau muda, hijau tua, kuning kecoklatan, hijau kecoklatan dan warna keruh.

3.3 Pengolahan Tanah3.3.1 Pemberantasan HamaPada saat pengeringan masih ada kubangan untuk menampung rembesan. Walaupun sudah dilakukan pengeringan tambak, tetapi kenyataannya hama tambak masih banyak yang hidup. Untuk menghilangkan sisa hama yang masih hidup harus dilakukan pemberantasan hama (kompetitor dan predator) dengan bahan beracun yaitu saponin. Bahan yang digunakan untuk pemberantasan hama harus mempunyai daya bunuh yang cepat dan aman. Pengertian aman disini adalah tidak menimbulkan pengaruh sampingan yang merugikan, baik terhadap ikan atau udang yang dipelihara maupun kondisi tanahnya. Pestisida yang baik dan aman digunakan adalah yang berasal dari bahan organik seperti biji teh (Camellia sp.), ampas tebu, serbuk cengkeh dengan konsentrasi 10-15 ppm. Cara pemberantasannya adalah merendam saponin (serbuk cengkeh) 1 malam kemudian ditebar merata pada kubangan tersebut. Keuntungan bahan tersebut, selain digunakan untuk pemberantasan hama (ikan liar), ampasnya dapat juga berfungsi sebagai pupuk. Sedangkan untuk pemberantasan trisipan (Cerithidae sp.) digunakan Brestan 60 dengan konsentrasi sebesar 0,5-1,0 ppm.

3.3.2 Pengapuran Pengapuran dilakukan setelah proses pengeringan selesai. Setelah 3 hari, lahan diberi kapur ketika kondisinya belum terisi air dengan cara ditaburkan merata kepermukaan tanah tambak. Kapur yang digunakan yaitu kapur pertanian (dolomit) CaMg (CO3)2 yang diberikan sebanyak 40-45 kg/ha. Untuk pemberian kapur pada lahan tambak dilokasi ini, bila pH tanah netral, hama dan penyakit dapat teratasi tidak perlu dilakukan pemberian kapur. Setelah pengeringan 7 hari dapat dilakukan pemupukan. Pengapuran bertujuan untuk menurunkan keasaman tanah atau menaikkan pH tanah dan menjaga kestabilan kualitas air. Pengapuran menggunakan kapur dolomit minimal 2 kg/ha 100 kg/ha dengan ratarata sebanyak 31,65 kg/ha.3.3.3 Pemupukan dan Penumbuhan Makanan Alami Pemupukan tambak merupakan penambahan unsur hara dengan tujuan untuk menumbuhkan pakan alami. Pakan alami yang tumbuh berupa klekap, plankton dan lumut. Jenis makanan alami tersebut yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan bandeng dan udang yang dipelihara. Namun, jarang sekali semua jenis tersebut dapat hidup dan tumbuh dalam tempat dan waktu yang bersamaan. Hal ini tergantung dari keadaan kualitas tanah dan air serta kedalaman air tambak.

Gambar 12. KlekapKlekap adalah kumpulan jasad renik yang terdiri dari alga biru, benthos, diatom, bakteria dan organisme renik hewani. Klekap (Gambar 12) yang berwarna hijau kecoklatan menunjukan perbandingan jasad renik dalam klekap seimbang. Setelah pengeringan dasar cukup dilakukan penebaran pupuk organik. Jenis pupuk organik yang baik digunakan antara lain dedak halus, bungkil kelapa, hati kapuk, kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing. Jumlah pupuk yang diberikan dari kesuburan tanah tambak tersebut. Air tambak yang kandungannya pasirnya lebih banyak, diperlukan jumlah pupuk yang lebih besar dan begitu juga sebaliknya.

Gambar 13. Pupuk OrganikPlankton merupakan organisme berukuran kecil (organisme renik) yang hidup dalam air dan pergerakannya tergantung arus air. Plankton terdiri dari fitoplankton dan zooplankton. Bila di tambak tumbuh fitoplankton maka pada umumnya akan tumbuh pula zooplankton.

Gambar 14. TSP

Air laut dimasukan ke petak pembesaran secara bertahap sampai ketinggian antara 5-10 cm. Selanjutnya air dalam petakan tersebut dibiarkan menguap sampai keadaan tanah menjadi kering seperti pengeringan pertama. Tujuan dari pengeringan kedua ini adalah untuk mineralisasi bahan organik pupuk tersebut. Air baru dimasukkan ke petakan secara bertahap sampai ketinggian 10-15 cm. Kemudian dilakukan penebaran pupuk anorganik (Gambar 13) yang terdiri dari pupuk urea dan triple superfosfat (Gambar 14 dan 15) dengan dosis masing-masing 50 kg/ha, dan ditambahkan pupuk organik. Untuk tambak yang banyak mengandung lumpur, maka jumlah pupuk urea dan TSP yang digunakan adalah 2:1. Takaran yang diberikan untuk pupuk urea 1000 kg, TSP 500 kg, dan pupuk kandang 2-3 ton. Setelah pupuk diberikan, lahan tambak dikeringkan selama 7 hari dan lahan tambak dapat diisi dengan air.

Gambar 15. Pupuk Urea Fitoplankton dapat tumbuh di tambak pada kedalaman air 70 cm atau lebih. Air yang berwarna hijau menandakan tumbuh Chlorela sp., sedangkan apabila air berwarna coklat tumbuh Skeletonema sp. Sebagai petunjuk apakah jumlah dan komposisi pupuk yang digunakan sesuai dengan pertumbuhan plankton adalah dengan mengukur kecerahan airnya. Alat untuk mengukur kecerahan tersebut dapat menggunakan secchi disc. Bila kecerahan air kira-kira 30 cm, berarti kepadatan plankton cukup baik dan aman bagi kehidupan ikan dan udang. Akan tetapi bila kecerahan air kurang dari 25 cm, menunjukan populasi plankton terlalu padat (blooming) dan berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang. Oleh karena itu harus segera dilakukan penggantian air dan jumlah pupuk untuk pemupukan yang akan datang harus dikurangi. Untuk kecerahan air lebih dari 35 cm, menunjukkan kepadatan plankton rendah dan jumlah pupuk harus ditingkatkan lagi. Penebaran ikan atau udang dapat dilakukan, bila kepadatan populasi plankton di petak pembesaran sudah cukup dan layak bagi kehidupan bandeng dan udang tersebut.

3.4 Penebaran Rumput Laut, Udang Windu, dan Ikan BandengPenebaran bandeng, udang windu, dan rumput laut tidak dilakukan secara bersamaan. Awal penebaran yang dilakukan dalam polikultur yang didahulukan adalah penebaran rumput laut selama lima sampai tujuh hari. Kemudian setelah penebaran rumput laut, dilakukan penebaran udang windu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada udang beradaptasi dengan lingkungan terlebih dahulu dan udang tidak terganggu oleh gerakan bandeng yang lebih gesit. Lima sampai tujuh hari setelah penebaran udang, dilakukan penebaran bandeng.

3.4.1 Penebaran Rumput lautPenebaran dalam polikultur yang didahulukan adalah penebaran rumput laut yang dilakukan lima sampai tujuh hari. Sebelum melakukan penebaran rumput laut harus memperhatikan salinitas dan pasang surut, karena pertumbuhan rumput laut tergantung pada salinitas dan tinggi pasang surut air di tambak. Salinitas kisaran 10-30 ppt, sedangkan untuk tinggi pasang surut air sekitar 1,5-2,5 m. Penebaran bibit dilakukan pada pukul 08.00 WIB, padat tebarnya yaitu 1 ton kedalam tambak 8000 m2. Penebaran bibit rumput laut untuk polikultur dilakukan dengan metode sebar. Metode sebar (Gambar 16) dilakukan dengan cara menimbang benih rumput laut terlebih dahulu dan disebar ke pelataran dan caren secara merata. Tujuan penebaran secara metode sebar ini lebih menguntungkan karena dapat terkena substratnya yang di dasar yaitu tanah, sehingga lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan metode longline. Cara ini sangat sederhana, tidak perlu mengeluarkan biaya. Namun cara ini hanya cocok dilakukan pada perairan dangkal yang airnya relatif diam. Kemudian, metode ini umumnya dilakukan di daerah yang pasang surutnya kecil.

Gambar 16. Kegiatan Penebaran Rumput Laut (Metode Sebar)Untuk mengetahui pertumbuhan rumput laut selama pemeliharaan, dilakukan beberapa metode penebaran bibit rumput laut yang kemudian melakukan sampling setiap tujuh hari sekali selama PKL yaitu satu bulan. Penebaran rumput laut terdiri dari tiga metode antara lain:a. Metode sebarMetode sebar adalah penebaran bibit secara langsung disebar (Gambar 13) kedalam tambak. Cara penebarannya adalah sebagai berikut:1. Menimbang bibit dengan berat 1000 gram, sebelum disebar memotong-motong bibit menggunakan tangan.2. Kemudian, menebarkan bibit tersebut pada dasar perairan di suatu kotakan (Gambar 17) untuk mempermudah kegiatan sampling.3. Penebaran dilakukan pada 5 titik yang berbeda pada suatu kotakan, dengan berat masing-masing bibit 1000 gram.Gambar 17. Kotakan Sampling Rumput Laut

b. Metode longlineMetode longline adalah metode ikat, bibit yang digantungkan pada tali panjang yang dibentangkan ke dua buah bambu. Cara membuat metode longline antara lain:1. Menyiapkan alat dan bahan yaitu tali rafia, gunting, timbangan, tali tambang/tali ris dan bibit rumput laut. 2. Membuat bentangan tali ris yang diikatkan dari bambu satu ke bambu lain.3. Menimbang bibit sebanyak 200 gram untuk satu ikat, dan dibuat 10 ikat bibit sehingga total rumput laut yang dibutuhkan untu metode longline adalah 2000 gram .4. Mengikat rumput laut dengan tali rafia seperti pada Gambar 18. Gambar 18. Metode Longline5. Menggantungkan bibit tersebut pada tali ris yang dibentangkan di tambak (Gambar 19), jarak rumput laut dengan permukaan air sekitar 10 cm atau satu jengkal tangan, dan jarak antar bibit yaitu 20-30 cm.

Gambar 19. Metode Longline

c. Metode KeranjangMetode keranjang merupakan metode ikat yang dimasukan ke dalam keranjang. Metode keranjang sama seperti metode longline yang diikatkan pada tali tetapi menggunakan keranjang. Cara pembuatannya yaitu:Gambar 20. Sample Rumput laut 1. Menyiapkan alat bahan seperti timbangan, tali rafia, gunting, keranjang, dan bibit rumput laut.2. Menimbang bibit 200 gram, membuat tiga sample (Gambar 21) sehingga bibit yang dibutuhkan untuk metode ini adalah 600 gram.3. Bibit yang telah ditimbang dimasukan ke dalam keranjang dan keranjang tersebut diikatkan tali untuk mempemudah penggantungan pada tali.4. Keranjang tersebut digantungkan pada tali dalam tambak dengan jarak dari permukaan air adalah 10 cm. 5. Jarak penanaman antara bibit yang digantungkan (gambar 22 satu dengan yang lainnya sekitar 20-30 cm. Gambar 21. Metode Keranjang

3.4.2 Penebaran Udang WinduSebelum melakukan penebaran ikan atau udang, terlebih dahulu mempersiapkan suatu petakan aklimatisasi. Petakan tersebut merupakan petakan yang sangat sempit dan dibuat hanya untuk 1-2 hari di dalam petak pembesaran. Ukuran petakan ini disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan ditebarkan. Setiap meter persegi petak aklimatisasi dapat menampung 5.000 - 10.000 ekor. Petakan ini dibuat di dekat pintu air dan dibatasi pematang. Udang windu yang ditebar berasal dari pemijahan yang dilakukan oleh bidang produksi benih BBPBAP Jepara. Benih udang atau tokolan udang 1-1,5 cm yang ditebar sebanyak 5000 ekor. Penebaran tokolan udang dilakukan pada pukul 08.00 WIB tetapi dapat dilakukan menjelang sore hari pukul 16.00 WIB agar menghindari adanya perbedaan suhu yang terlalu besar dari air pengangkut ke air yang ada di tambak. Pada saat akan menebarkan bandeng atau udang ke petak pembesaran maka harus dilakukan penyesuaian (aklimatisasi). Gambar 22. Petakan AklimatisasiAklimatisasi dilakukan dengan dua tahap, yaitu yang pertama adalah aklimatisasi suhu, kemudian aklimatisasi salinitas. Untuk aklimatisasi suhu dapat dilakukan dengan cara mengapungkan wadah pengangkutan yang berisi ikan atau udang diatas permukaan air petakan selama 30-60 menit. Setelah suhu air dalam pengangkutan kira-kira sama dengan suhu air tambak, maka selanjutnya dilakukan aklimatisasi salinitas. Caranya dengan mencampurkan air tambak kedalam wadah pengangkutan ikan atau udang secara perlahan-lahan. Kemudian wadah pengangkutan ikan tersebut dimiringkan dan bila ikan keluar dengan sendirinya ke patakan tersebut, maka hal ini menunjukan bahwa kondisi air pengangkutan dengan air petakan sudah sama. Dengan demikian ikan atau udang sudah dapat ditebarkan di petakan. Bila bandeng atau udang telah bergerak aktif untuk mencari makan, maka petak aklimatisasi dibuka sedikit, setelah kondisi air pada kedua tempat sama ikan dibiarkan berenang menuju petakan.

3.4.3 Penebaran Bandeng Penebaran selanjutnya adalah gelondongan bandeng. Waktu untuk penebaran bandeng dan udang yaitu pada pagi hari. Bandeng yang ditebar sebanyak 10.000 ekor dengan ukuran 3-5 cm atau size 25. Untuk penebaran bandeng gelondongan perlu melakukan aklimatisasi suhu dan salinitas dahulu, cara penebaran dan aklimatisasi bandeng sama seperti penebaran udang pada tambak. Tempat sementara atau aklimatisasi untuk menampung gelondongan berupa petakan di dekat pintu air yang diberi waring (hapa) berbentuk persegi panjang dan tiap sudutnya diberi penahan agar hapa berdiri tegak.Pada pemeliharaan campuran ini, padat penebaran benih udang 5.000-10.000 ekor benih. Sedangkan benih bandeng dengan kepadatan 500-1.000 ekor benih gelondongan. Sebaiknya benih udang dilepaskan lebih dahulu, setelah 1-2 minggu barulah menyusul benih bandeng. Setelah pemeliharaan empat bulan sampai lima bulan (terhitung dari penebaran), udang dan bandeng sudah dapat dipanen. Pemeliharaan udang secara polikultur dengan bandeng dapat dilakukan dua kali dalam setahun, tergantung kondisi makanan alami dan ukuran ikan maupun udang.

3.5 Perawatan Selama PemeliharaanUntuk keberhasilan usaha pembesaran bandeng, udang, maupun rumput laut maka selama masa pemeliharaan perlu dilakukan perawatan secara baik. Perawatan tersebut meliputi pengaturan air, perawatan pintu , pemupukan susulan, serta pemberian makanan tambahan. Selain itu pematang dan pintu tambak harus selalu diperiksa dan dirawat dengan baik. Maksud perawatan ini adalah untuk mencegah terjadinya bocoran atau rembesan air dari dalam tambak serta mencegah hilangnya ikan atau udang. Demikian pula, saringan di pintu tambak harus dibersihkan dengan sikat, untuk memudahkan dalam pertukaran air. Kegiatan yang dilakukan selama perawatan antara lain mengecek kualitas air, pemupukan susulan, pemberian pakan tambahan, sampling dan pembersihan lumut.

3.5.1 Kualitas airSelama pemeliharaan, penggantian air yang teratur mempunyai keuntungan dalam menjaga kualitas air tetap baik. Selain itu unsur hara dan organisme makanan bandeng dan udang dapat disuplai ke tambak. Bila air jarang diganti akan menyebabkan terakumulasinya bahan beracun di tambak dan berbahaya bagi kehidupan ikan, udang dan rumput laut. Penggantian air dilakukan secara teratur bersamaan dengan adanya air pasang. Caranya adalah dengan mengeluarkan setengah atau sepertiga bagian air tambak menjelang terjadi air pasang, kemudian air diganti dengan yang baru sampai ketinggian air seperti semula. Pengukuran parameter kualitas air media selama masa pemeliharaan meliputi suhu air, salinitas, pH, kandungan oksigen terlarut. Tujuan pengukuran kualitas air ini adalah untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut jika terjadi perubahan kualitas air yang berakibat kurang baik bagi kehidupan bandeng, udang dan rumput laut. Suhu air, salinitas dan DO diukur setiap tujuh hari sekali, yaitu pada 08.00 WIB. Hasil pengamatan kualitas air di tambak polikultur terdapat pada tabel 2 adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kualitas Air Di Tambak PolikulturTanggalParameter

DO (ppm)Salinitas (ppt)Suhu (oC)

11-07-20122,593425,7

13-07-20123,123723,2

25-07-20123,753825,6

01-08-20123,644025,5

Sumber : Pengamatan yang dilakukan di tambak polikultur, 2012

a. pHDalam tambak pembesaran ikan bandeng, udang windu dan rumput laut secara polikultur nilai pH berkisar 7,5-8. Menurut Kordi dan Tancung (2007), pada pagi hari, saat konsentrasi CO2 masih tinggi, pH air tambak berkisar 7,0. Pada sore hari, saat konsentrasi oksigen terlarut mencapai maksimum, pH naik mencapai 9-9,5 karena CO2 dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Perubahan pH harian yang demikian masih dapat ditolerir oleh hewan budidaya. Namun, bila pH mencapai lebih dari 10 maka pergantian air harus dilakukan karena merupakan indikator kemampuan buffer air yang rendah akibat alkalinitas rendah.

b. SalinitasDalam tambak pembesaran ikan bandeng, udang windu dan rumput laut secara polikultur salinitasnya sebesar 32-38 ppt. Apabila salinitas perairan tambak terlalu tinggi maka perlu dilakukan penambahan air bawah tanah dengan pompa. Jika salinitasnya rendah dibawah nilai optimal maka perlu dilakukan penambahan air dari saluran irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi dan Tancung (2007), salinitas air berpengaruh terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas, akan semakin besar pula tekanan osmotiknya.

c. Suhu Dalam tambak pembesaran ikan bandeng, udang windu dan rumput laut secara polikultur ini suhunya berkisar 23-27 oC. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto dan Mujiman (2001), suhu air yang normal di tambak daerah tropis seperti di Indonesia ini berkisar 25-32 oC, yaitu di malam hari yang dingin dan disiang hari yang panas terik. Apabila kondisi peraiaran tambak suhunya tidak stabil maka perlu dilakukan penambahan air setiap hari pada pagi dan sore hari sampai ketinggian air mencapai 90 cm dari dasar pelataran. Sehingga bila suhu yang tidak stabil akan mengganggu nafsu makan ikan dan udang maupun pertumbuhan rumput laut.

d. DOTambak pembesaran ikan bandeng, udang windu dan rumput laut secara polikultur ini memiliki kandungan oksigen antara 3-6 ppm. Hal ini dikarenakan selama masa pemeliharaan dilakukan penambahan air setiap hari pada pagi dan sore serta air yang berasal langsung dari saluran irigasi. Menurut Kordi (2000), oksigen memegang peranan penting dalam kehidupan seluruh makhluk hidup, baik hewan maupun tumbuhan. Semakin sedikit oksigen terlarut dalam air, maka kebutuhan makan biota di dalam air juga menjadi berkurang, bahkan beberapa jenis biota mengalami stress bahkan kematian.

3.5.2 Pemberian Pupuk SusulanSebelum kondisi makanan alami di tambak habis, segera dilakukan pemupukan susulan. Pemupukan ini dimaksudkan untuk mensuplai unsur hara ke dalam tambak, sehingga dapat menunjang pertumbuhan makanan alami. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung dari kesuburan makanan alami yang ada. Pemupukan susulan dapat digunakan Pupuk Organik Cair (POC). Bahan POC terdiri dari jerami 10 kg, dedak 0,5 kg, sekam 10 kg, EM4 10 ml, Molase atau gula merah 10 ml, air secukupnya. Larutan POC (Gambar 23) didiamkan dan ditutup karung goni selama tujuh hari, larutan tersebut diaduk atau diaerasi sampai homogen kemudian ditutup kembali dan melakukan pengadukan setiap pagi hari 10-15 menit. Setelah tujuh hari pemupukan POC bisa disebar di tambak polikultur. Pemupukan tidak boleh dilakukan pada saat hujan, karena air hujan dapat mengencerkan pemupukan tersebut.

Gambar 23. Pupuk Organik Cair (POC)3.5.3 Sampling Selama pemeliharaan hanya dilakukan sampling bandeng dan rumput laut, sedangkan pada udang windu polikultur ini tidak dilakukan sampling. Tetapi sebelumnya pernah dilakukan sampling udang menggunakan jala dan anco. Dengan alat tangkap tersebut ketika melakukan penangkapan udang, rumput laut ikut terambil. Sehingga dengan keadaan lapangan saat ini belum memungkinkan untuk melakukan sampling udang windu menggunakan alat tangkap seperti jala dan anco. Pengambilan sampling bandeng dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi bandeng yang dipelihara dan untuk menentukan banyaknya pakan yang dibutuhkan oleh bandeng. Alat yang digunakan untuk sampling bandeng yaitu jala.Cara kerja sampling bandeng adalah sebagai berikut:1. Menyiapkan alat dan bahan sampling yaitu jala, ember, timbangan, meteran.2. Memberi pakan untuk ikan bandeng pada kotakan pakan agar ikan berkumpul pada petakan tersebut.Gambar 24. Ikan yang ditangkap3. Setelah ikan berkumpul, ditangkap menggunakan jala (Gambar 24) yang kemudian ikan dimasukkan kedalam ember yang berisi air (Gambar 25).Gambar 25. Sampling BandengGambar 26. Mengukur Panjang Bandeng4. Ikan di ukur panjang menggunakan meteran (Gambar 26) dan beratnya menggunakan timbangan seperti pada Gambar 27.Gambar 27. Mengukur Berat Bandeng5. Setelah mengukur ikan, ikan-ikan tersebut di tebar kembali kedalam tambak.6. Mencatat hasil sampling (Tabel 3).Tabel 3. Data Sampling Ikan Bandeng PolikulturTanggal Ikan Ke-Pengukuran

Panjang (cm)Berat (gr)

11/07/201212065

222100

324120

424120

51940

61840

71860

81520

922100

102080

1125160

1224140

Total Rata-rata 251 211045 87

Tanggal Ikan Ke-Pengukuran

Panjang (cm)Berat (gr)

24/07/2012121100

224120

324120

421100

530240

624120

724120

825140

925140

1024120

1121100

1221100

TotalRata-rata 284 23,67 1520 126,7

01/08/2012128260

229260

324180

430280

525240

625200

726220

824200

926190

1024180

1124180

1225180

01/08/20121323180

1426140

1522120

161880

1720100

1820120

1920100

Total Rata-rata 459 243410179,4

Sumber: Pengamatan yang dilakukan di tambak polikultur BBPBAP Jepara, 2012

Sampling rumput laut (Gambar 28) pada polikultur yang dilakukan dengan tiga metode yaitu metode sebar, metode keranjang, dan metode longline yang telah dipaparkan pada penebaran rumput laut diatas. Tujuan sampling dengan tiga perlakuan yaitu untuk mengetahui pertumbuhan dari masing masing perlakuan tersebut. Sampling rumput laut setiap satu kali dalam satu minggu yang dilakukan dengan menimbang sample rumput laut (Gambar 29). Gambar 28. Sampling Rumput LautBerdasarkan hasil sampling rumput laut (tabel 4), pertumbuhan rumput laut lebih cepat tumbuh menggunakan metode sebar. Tetapi apabila kualitas air kurang baik metode sebar menghasilkan rumput laut yang kurang baik karena mudah terkena lumut dan terdapatnya trisipan. Sedangkan kualitas rumput laut yang baik dan bersih yaitu dengan menggunakan keranjang, sehingga terlindungi dari lumut dan trisipan. Hanya saja pertumbuhan rumput laut menggunakan keranjang agak lambat dibandingkan dengan metode sebar, dikarenakan ruang untuk pertumbuhannya terbatas jadi pertumbuhannya agak terhambat. Sedangkan metode longline pertumbuhannya lebih sedikit dibandingkan metode sebar karena metode longline ada yang berkurang dari hasil sampling sebelumnya dikarenakan beberapa thallus terjatuh ke dasar perairan atau tersenggol oleh ikan. Jadi metode yang menguntungkan untuk pemeliharaan rumput laut adalah dengan sistem sebar. Gambar 29. Menimbang Rumput LautTabel 4. Sampling Rumput Laut PolikulturNo.TipeTanggal Pengamatan

4/7/1211/7/1218/7/1225/7/121/7/12

1.Long Line:

Ikat A200 gr280 gr340 gr340 gr660 gr

Ikat B200 gr320 gr320 gr350 gr500 gr

Ikat C200 gr340 gr340 gr360 gr500 gr

Ikat D200 gr380 gr380 gr360 gr510 gr

Ikat E200 gr260 gr240 gr300 gr370 gr

Ikat F200 gr340 gr520 gr340 gr490 gr

Ikat G200 gr320 gr300 gr340 gr580 gr

Ikat H200 gr340 gr280 gr400 gr480 gr

Ikat I 200 gr300 gr280 gr400 gr530 gr

Ikat J200 gr400 gr360 gr440 gr260 gr

Keranjang:

A200 gr240 gr240 gr260 gr290 gr

B200 gr240 gr260 gr 280 gr280 gr

C200 gr260 gr280 gr320 gr350 gr

2.Sebar:

Titik 11 kg1,9 kg1,22 kg5,74 kg

6,44 kg

Titik 21 kg1,9 kg1,74 kg

Titik 31 kg1,2 kg1,3 kg

Titik 4&52 kg2,8 kg2,26 kg

Total5 kg7,8 kg6,52 kg5,74 kg 6,44 kg

Sumber : Pengamatan yang dilakukan di tambak polikultur,2012

3.5.4 Pemberian Pakan TambahanPakan bandeng terdiri dari pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami berupa klekap dan plankton. Dalam pembesaran polikultur ini selain pemberian pakan alami, melakukan pemberian pakan tambahan untuk ikan bandeng. Sedangkan pakan buatan untuk bandeng berupa pellet apung (Gambar 30) PF prima BP3. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pagi hari pukul 07.00 dan sore hari pukul 15.00. Pakan pellet berupa butiran-butiran diberikan 3-5% dari biomassa bandeng. Pengontrolan pakan sangat penting dilakukan untuk melihat apakah pakan yang diberikan sudah cukup atau belum. Untuk itu pengontrolan dilakukan setelah 1-2 jam pemberian pakan. Jika sebelum 1-2 jam pakan habis maka dosis pakan ditambah 5%. Jika setelah 1-2 jam pakan masih ada maka dosis dikurangi 5% dari total pemberian. Perhitungan pemberian pakan dapat disajikan sebagai berikut:Gambar 30. Pelet ApungBiomassa = jumlah tebar x SR x berat (gr)= 10.000 x 80% x 100 gr= 800 kgPakan/hari= Biomassa x FR = 800 x 2 % = 16 kg/hariPemberian pakan pada petakan polikultur (Gambar 31) dilakukan dengan cara mengambil pellet sesuai takaran yang sudah ditentukan yaitu 16 kg/hari. Pakan bandeng diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore maka takaran untuk satu kali pemberian pakan bandeng adalah 8 kg. Gambar 31. Pemberian Pakan Pelet ApungPemberian pakan dilakukan pada kotakan yang telah dibuat, kotakan ini terbuat dari bambu yang telah dipersiapkan untuk tempat pemberian pakan dengan tujuan agar pakan tidak keluar dari petakan atau menyebar ke tepi-tepi tambak. Sehingga mempermudah bandeng untuk memakan pelet tersebut. Banyaknya pakan yang diberikan adalah 2-5% dari total biomassa bandeng yang dipelihara.3.5.5 Membersihkan Lumut

Gambar 32. Membersihkan Lumut Lumut yang tumbuh di tambak pembesaran bandeng, udang windu, dan rumput laut sangat cepat tumbuh, dan apabila tidak diatasi dapat tumbuh lebat setiap harinya. Lumut tersebut sulit untuk dihindari maka perlu melakukan pembersihan lumut pada tambak dan lumut yang menempel pada thallus rumput laut. Selain mengganggu rumput laut, lumut yang tumbuh lebat tersebut daptn mengganggu bandeng dan udang untuk bergerak. Oleh karena itu, setiap hari perlu mengontrol keadaan tambak, apabila terdapat lumut segera dibersihkan. Karena pertumbuhan lumut lebih cepat berkembang dari pada rumput laut dan dapat menghambat proses fotosintesis. Kegiatan membersihkan lumut dilakukan setiap hari seperti pada gambar 33.

Gambar 33. Kegiatan Membersihkan Lumut di Tambak

3.6 Hama dan Penyakit3.6.1 Hama Bandeng Pada pembesaran bandeng konsumsi tidak ditemukan terjadinya serangan penyakit yang berakibat fatal (mematikan) pada ikan bandeng.Walaupun demikian usaha pencegahan selalu dilakukan pergantian air dan pengontrolan pemberian plankton dan ganggang, kotoran dan sisa makanan yang terlalu banyak serta masukan bahan-bahan pencemaran ke dalam tambak yang tidak diketahui.

3.6.2 Hama Udang WinduHama yang dapat mengganggu udang windu dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu :1. Golongan pemangsa (predator) benar-benar sangat merugikan kita, karena dapat memangsa udang secara langsung. Golongan pemangsa (Gambar 24) yaitu payus (Elops hawaiensis), kerong - kerong (Therapon theraps), keting (Macrones micracanthus), Kepiting (scylla serrata), dan lain-lain.2. Golongan pesaing (kompetitor) adalah hewan-hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya. Golongan kompetitor antara lain bangsa siput seperti trisipan (Cerithidea cingulata), Ikan liar seperti mujair (Tilapia mossambica), belanak (Mugil spp.).3. Golongan pengganggu, yang walaupun tidak memangsa ataupun menyaimgi udang, tetapi diantara mereka ada yang suka membuat lubang-lubang di pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air. Golongan pengganggu yaitu udang tanah (Thalassina anomala), Tritip (Balanus sp.), dan tiram (Crassostrea sp.) yang suka menempel pada bangunan pintu air.

3.6.3 Hama Rumput LautHama yang menyerang rumput laut biasanya adalah ikan-ikan liar seperti ikan mujair, ikan baronang/samadar dan lain-lain akibat bocoran pintu air. Selain ikan liar yang mengganggu rumput laut dalam polikultur ini adalah lumut (Gambar 25) yang tumbuh sangat lebat. Sehingga lumut tersebut mengganggu pertumbuhan rumput laut atau thallus. Perkembangbiakan atau pertumbuhan lumut biasanya sangat cepat bahkan bisa lebih cepat dari pertumbuhan rumput laut itu sendiri.

Gambar 34. LumutRumput laut adalah salah satu biofilter yang berfungsi menyerap endapan berupa debu lumpur, maka dari itu kondisi thallus rumput laut yang tertutup seperti ini akan sangat mengganggu pertumbuhan rumput laut tersebut. Sedangkan penyakit yang biasa menyerang rumput laut biasanya disebabkan oleh kurang baiknya kualitas air media dan kurangnya nutrien yang diperlukan, yang berakibat rusak atau patahnya thallus rumput laut yang diberi tanda dengan adanya bercak-bercak putih pada thallus rumput laut jenis bercak-bercak putih pada rumput laut ini lebih sering menyerang rumput laut jenis euchema tetapi tidak menutup kemungkinan pada rumput laut jenis (Glacillaria sp.). Penyakit tersebut biasa disebut penyakit ice-ice. Tetapi dalam kegiatan polikultur ini, rumput laut tidak terserang penyakit. 3.7 Panen3.7.1 Pra-panen Panen rumput laut dilakukan secara bertahap yaitu 40 hari. Sehingga panen yang pertama dilakukan adalah rumput laut. Sebelum melakukan panen rumput laut hanya menyiapkan waring hitam yang berfungsi untuk tempat penjemuran hasil panen rumput laut. Sedangakan panen bandeng atau udang dilakukan setelah mencapai ukuran konsumsi yang berumur 4 bulan. Ukuran panen untuk ikan bandeng yaitu size 6-8, sedangkan udang dengan berat rata rata 25-30 gram/ekor. Penen tersebut bertepatan setelah kegiatan PKL 1 bulan, pemeliharaan budidaya polikultur pada tambak seri F6 tepat berumur 4 bulan. Pada umumnya panen bandeng, udang secara total dilakukan dengan cara pengeringan tambak. Persiapan sebelum melakukan panen bandeng dan udang yaitu sampling ikan bandeng dan membersihkan lumut pada tambak polikultur yang akan dipanen. Tabel 5. Alat Panen Udang dan BandengAlat Panen yang Digunakan

a. Jalab. Waring Hitam c. Kotakan Bambu

d. Keranjange. Timbanganf. Ember

Sumber : BBPBAP Jepara 2012Alat-alat panen (Tabel 5) dipersiapkan seperti water pump yang digunakan untuk mengurangi debit air, kemudian jala untuk menjaring ikan bandeng, jaring untuk menangkap udang, keranjang untuk tempat hasil panen ikan bandeng dan udang, timbangan untuk menimbang hasil panen, ember dan keranjang hitam untuk menimbang, lampu dan box untuk menaruh udang dan bandeng hasil panen yang sudah siap dipasarkan. Persiapan yang dilakukan pada pagi hari sebelum panen, membuat kotakan bambu di dekat outlet dengan tujuan untuk mengumpulkan bandeng dalam kotakan tersebut ketika melakukan penangkapan menggunakan jala. Sebelum dilakukan panen, debit air sedikit demi sedikit dikeluarkan menggunakan water pump, dengan tujuan air tambak akan surut sehingga memudahkan untuk menangkap ikan dan udang. 3.7.2 Proses pemanenan Panen rumput laut dilakukan secara bertahap yaitu setiap 40 hari sekali dan dipanen tanpa menggunakan alat hanya menggunakan tangan. Ketika panen rumput laut dilakukan penyortiran rumput laut muda dibiarkan berkembangbiak lagi di dalam tambak dan rumput laut tua sudah harus dipanen. Hasil panen rumput laut tersebut dilakukan penjemuran di atas pematang. Sedangkan untuk panen total bandeng dan udang dilakukan setelah 4 bulan. Sebelum melakukan panen total bandeng dan udang, pagi harinya sekitar pukul 08.00 melakukan panen rumput laut dan dijemur di pematang dengan dialaskan waring hitam. Setelah itu melakukan pengeringan tambak dengan cara air dalam tambak dikeluarkan secara perlahan-lahan sampai air yang tinggi hanya di caren saja. Pengeluaran air sedikit demi sedikit dengan maksud agar ikan bandeng dan udang tidak mengalami stress sehingga menyebabkan resiko kematian ketika proses pemanenan. Pengeluaran air dilakukan pada pagi hari pukul 09.00 WIB hingga malam hari pukul 22.00 WIB. Setelah airnya surut dapat dimulai untuk melakukan pemanenan secara massal karena penangkapan udang dan ikan bandeng diambil seluruhnya di dalam tambak. Kegiatan panen terdapat dua kelompok yaitu kelompok menangkap bandeng dan menangkap udang. Alat yang digunakan untuk penangkapan bandeng adalah jala. Sebelum melakukan penangkapan, menyebar pakan pada kotakan yang telah dibuat agar ikan bandeng berkumpul di kotakan tersebut untuk memakan pakan yang diberikan. Setelah bandeng berkumpul dalam kotakan tersebut maka bandeng-bandeng di tangkap menggunakan jala secara terus-menerus sampai habis. Selama penangkapan bandeng, melakukan sortir bandeng yang besar di kumpulkan pada suatu keranjang, bandeng yang masih kecil dimasukkan kedalam tambak polikultur yang berumur pemeliharaan satu bulan (di aklimatisasi terlebih dahulu), dan memisahkan ikan-ikan liar yang tertangkap. Banyak ditemukan ikan-ikan liar yang tertangkap seperti ikan baronang, keting, ikan mujair, payus, dan kepiting. Sedangkan udang akan berkumpul di caren, sehingga penangkapan dilakukan di sepanjang caren. Panenan udang juga dapat menggunakan kerai bambu/jaring yang didorong sepanjang caren oleh beberapa orang. Dan mengambil udang satu persatu kemudian dikumpulkan dalam suatu wadah.

3.7.3 Pasca PanenPanen yang dilakukan pada malam hari selesai sekitar pukul 01.30 WIB, setelah melakukan penangkapan selanjutnya penanganan setelah panen. Penanganan yang dilakukan setelah penangkapan udang dan bandeng yaitu mencuci bandeng dan udang pada suatu wadah yang besar menggunakan air bersih. Penangkapan bandeng yang dihasilkan sebanyak 1456 kg (Gambar 26) dan nilai SR bandeng selama pemeliharaan yaitu 80%. Lalu mensortir ikan bandeng dengan menimbang bandeng sesuai dengan ukuran yaitu size 6-8, kemudian di masukkan ke dalam kantong plastik sesuai dengan sizenya dengan 1 kg berisi 6-8 ekor. Hasil sortir yang sudah dimasukan kedalam kantong plastik kemudian kantong-kantong tersebut dimasukan kedalam box yang berisi es, agar bandeng tetap segar sampai ke tempat tujuan.Gambar 35. Hasil Panen Ikan BandengPenangkapan udang yang dihasilkan yaitu sebanyak 60 kg (Gambar 35) dengan size 50 dan nilai SR 60%. Penanganannya sama seperti bandeng, dimulai dari mensortir dan menimbang. Hasil sortir dimasukan kedalam box terpisah untuk udang yang berisi es dan siap untuk dipasarkan.Gambar 36. Hasil Panen Udang Windu Sedangkan panen rumput laut yang dihasilkan selama satu siklus yaitu sebanyak 30.400 kg. Setelah pemanenan rumput laut, membersihkan rumput laut dengan air bersih pada sebuah drum, kemudian melakukan penjemuran (Gambar 37) di atas pematang yang beralaskan waring hitam. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari pada kondisi panas yang stabil (tidak hujan). Hasil pengeringan dimasukkan ke dalam karung atau kantung plastik atau disimpan di gudang agar tidak terkena hujan dansiap dipasarkan.

Gambar 37. Menjemur Rumput Laut

3.8 Pemasaran dan Analisis UsahaPemasaran pembesaran ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut secara polikultur yang diperoleh selama satu siklus produksi dilakukan dengan cara menjual kepada tengkulak, perusaahan, tempat pelelangan ikan dan mahasiswa untuk penelitian. Selain itu biasanya petani tambak sudah memiliki langganan tetap yang siap membeli ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut hasil produksinya. Hasil produksi dapat dipesan langsung dan diantarkan menggunakan transportasi BBPBAP Jepara, atau dengan mendatangi langsung ke tempat lokasi tambak. Hasil produksi dipasarkan ke daerah lokal seperti Jepara, Demak, dan Brebes. Pada hasil panen pembesaran ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut untuk ikan bandeng size 6-8 dijual dengan harga Rp 15.000 per kg sebanyak 1456 kg, udang windu size 50 dijual dengan harga Rp 50.000 per kg sebanyak 60 kg dan rumput laut sebanyak 30.400 kg dijual dengan kondisi basah Rp 500,00 per kg sedangkan untuk penjualan dalam kondisi kering Rp 1000,00 per kg. Analisa usaha polikultur ini dapat dilihat pada tabel berikut;Tabel 6. Analisa Usaha Produksi Polikultur Udang Windu, Bandeng DanNoUraianVolumeSatuan Harga (Rp)Nominal (Rp)

1Benih Udang Windu/Tokolan5.000ekor45225000

2Benih Ikan Bandeng/Glondongan10.000ekor60600000

3Benih Rumput Laut Gracilaria Sp.1000kg10001000000

4Saponin50kg7000350000

5Pakan Buatan (pellet)1000kg50005000000

6Pupuk Organik1000kg10001000000

7Saringan /waring hitam50meter7500375000

8Saringan /waring hijau10meter800080000

9Bambu25bt15000375000

Jumlah9005000

Rumput Laut Di Tambak Sumber : Budidaya Polikultur BBPBAP JEPARA 2012Jumlah Biaya (TC) : Rp 9.005.000Hasil /Pendapatan (TR) : Udang Windu = 5.000 x 60% (SR) = 3.000 ekor x 20 gr = 60.000= 60 kg @ Rp 50.000= Rp. 3.000.000,- (I) Bandeng = 10.000 x 80 % (SR) = 8.000 ekor x 182 gr = 1.456.000= 1456 kg x Rp 15.000= Rp. 21.840.000,-(II) Rumput Laut= 30.400 kg x Rp 500 = Rp. 15.200.000,-(III)TR = I +II+III= Rp. 3.000.000 + Rp. 21.840.000 + Rp. 15.200.000= Rp. 40.040.000,-Hasil Bersih (TR-TC) = Rp. 40.040.000 - Rp 9.005.000 = Rp. 31.035.000,-a. BC Ratio (TR : TC) = Rp. 40.040.000 : Rp 9.005.000 = 4,446Artinya : B/C lebih dari 1 berarti layak untuk dijalankan, setiap pengeluaran Rp 1 akan menghasilkan Rp 4,446b. BEP Harga (TC : Total Produksi per Tahun) = 9.005.000 : 31.035.000= 0,29Artinya titik impas harga terjadi Rp. 0,29c. BEP Produksi = TC : Harga per ekor Udang= Rp. 9.005.000 : Rp. 1000= Rp. 9.005Bandeng= Rp. 9.005.000 : Rp. 2.500= Rp. 3.602Rumput Laut= Rp. 9.005.000 : Rp. 500= Rp. 18.010BEP Produksi = Rp. 9.005 + Rp. 3.602 + Rp. 18.010= Rp. 30.6017,-Artinya titik impas produksi: Udang = 9.005Bandeng = 3.602Rumput Laut = 18.010d. FRR (Hasil Bersih : Investasi ) = Rp. 31.035.000 : Rp. 9.005.000 x 100 = 344,6 %Artinya kepercayaan terhadap usaha ini adalah 344,6 %e. PPC (investasi : Hasil Bersih) = Rp. 9.005.000 : Rp. 31.035.000 x 1 tahun = 0,29Artinya asumsi pengambilan kredit usaha ini adalah 0,29 tahuna. Keuntungan Usaha pembesaran ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut secara polikultur ini pendapatan yang diperoleh selama 1 siklus sebesar Rp 40.040.000,00 dimana dalam 1 siklus total biaya operasional yang dikeluarkan sebesar Rp 9.005.000,00. sedangkan untuk keuntungan bersih yang didapat dari usaha pembesaran ini sebesar Rp 31.035.00,00 sehingga dalam 1 tahun keuntungan yang didapat sebesar Rp 93.105.000,00. Usaha polikultur ini akan mendapatkan keuntungan tersebut apabila tidak terjadi hambatan atau kendala yang dihadapi.b. HambatanPada usaha pembesaran ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut secara polikultur ini terdapat hambatan yang timbul pada musim tertentu yaitu pertumbuhan lumut di tambak. Pertumbuhan lumut yang dominan akan menggannggu pertumbuhan rumput laut dalam proses fotosintesis serta mengganggu udang windu dan ikan bandeng. Sehingga mempengaruhi hasil produksi yang kurang maksimal dari budidaya polikultur. Selain itu terjadinya suhu yang tidak stabil, sehingga mengakibatkan kurangnya nafsu makan ikan bandeng. Oleh karena itu setiap hari perlu dilakukan pengecekan kualitas air tambak polikultur. Tetapi keuntungan usaha polikultur ini apabila salah satu komoditas mengalami kendala, budidaya yang dijalankan masih mendapatkan keuntungan dalam satu siklus sehingga tidak mengalami kerugian yang besar.

12