Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.I. Komunikasi Terapeutik
1) Definisi
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien (Ina &
Wahyu, 2010).
Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat dan klien
dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban pikiran
serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan
(Mulyani, 2008).
2) Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien,
mengidentifikasi dan mengungkap perasaan serta mengkaji masalah dan juga
mengevaluasi tindakan yang dilakukan perawat, memberikan pengertian
tingkah laku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapi,
dan mencegah tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri pasien
(Indrawati, 2003).
3) Tujuan Komunikasi Terapeutik
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk membantu pasien yaitu
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang
efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik
dan diri sendiri (Indrawati, 2003).
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart &
Sundeen) :
1. Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat
2. Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri
3. Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan
menerima dengan kasih sayang
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic.
4) Jenis Komunikasi Terapeutik
Jenis komunikasi terdiri dari verbal dan non verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik (Mubarak, 2009) :
1. Komunikasi verbal
Komunikasi yang menggunakan kata-kata mencakup komunikasi
bahasa terbanyak dan terpenting yang digunakan dalam berkomunikasi.
Hal ini disebabkan karena bahasa dapat mewakili kenyataan kongkrit.
Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi verbal yang efektif harus:
1) Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung.
Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan,
siapa dan dimana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang
mengekspresikan ide secara sederhana.
2) Perbendaharaan kata (mudah dipahami)
Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu
menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan
dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh
perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti
petunjuk atau mempelajari informasi penting.
3) Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata
yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan
atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien
sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan
menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati
kematian.
4) Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan
keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan
yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan
kesan bahwa perawat sedang
menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak
berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu
digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa
yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat
nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga
bisa menanyakan kepada pendengar jika ia berbicara terlalu lambat
atau terlalu cepat dan apakah perlu untuk diulang ?.
5) Waktu dan relevansi
Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila
klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan
resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat,
tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara
akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu
untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
6) Humor
Sullivandan Deane (1988) dalam Mubarak (2009) melaporkan
bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi
relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa
takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
2. Komunikasi non verbal
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan
kata kata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non
verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap
pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non verbal teramati pada:
1) Metakomunikasi
Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada
hubungan antara pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi
adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar.
2) Penampilan personal
Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang
diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama . Delapan puluh empat persen
dari kesan terhadap seseorang berdasarkan penampilannya. Bentuk
fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status
sosial, pekerjaan, agama, budaya dan konsep diri. Walaupun
penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan perawat,
tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa
percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra
klien.
3) Intonasi (nada suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadaparti
pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya
ketika sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk
menyamakan rasa tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi
oleh nada suara perawat.
4) Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama
yang tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik,
bahagia dan sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar
penting dalam menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat
penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang
dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang
baik. Perawat sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang
berbicara dengan klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya
duduk sehingga perawat tidak tanpak dominan jika kontak mata dengan
klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5) Sikap tubuh dan langkah
Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap, emosi, konsep diri
dan keadaan fisik. Perawat dapat mengumpulkan informasi yang
bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah
dapat dipengaruhi oleh faktor fisik
seperti rasa sakit.
6) Sentuhan
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan
melalui sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam
hubungan perawat dan klien, namun harus memperhatikan norma
sosial. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung
kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindarkan sentuhan.
5) Ciri Komunikasi Terapeutik
Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi
terapeutik (Arwani, 2003) :
a) Keikhlasan (genuiness)
Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap dan perasaan yang
dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang mampu menunjukkan rasa
ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai sikap yang dipunyai terhadap
pasien sehingga mampu belajar untuk mengkomunikasikan secara tepat.
b) Empati (emphaty)
Empati merupakan perasaan pemahaman dan penerimaan perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan dunia
pribadi pada klien. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak
dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain. Empati
cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang
terlibat komunikasi.
c) Kehangatan (warmth)
Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien untuk
mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk perbuatan
tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi. Suasana yang hangat, permisif,
dan tanpa adanya ancaman menunjukkan adanya rasa penerimaan perawat
terhadap pasien. Sehingga pasien akan mengekspresikan perasaannya
secara lebih mendalam.
6) Prinsip komunikasi terapeutik
Prinsip komunikasi terapeutik menurut Carl Rogers :
a) Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b) Komunikasi harus ditandai dengan sikap menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
c) Perawat harus memahami,
menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d) Perawat harus menyadari pentingnyakebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
e) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
bebas berkembang tanpa rasa takut.
f) Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
g) Perawat harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun frustasi.
h) Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
i) Memahami betul arti simpati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
j) Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
k) Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan. Oleh karena itu, perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya
hidup.
l) Disarankan untuk mengekspresikan perasaan yang dianggap mengganggu.
m) Mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
n) Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin mengambil
keputusan berasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
o) Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap diri
sendiri atau tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang
lain.
7) Tahapan komunikasi terapeutik
Tahapan dalam komunikasi terapeutik adalah (Damayanti, 2008) :
a) Fase preinteraksi
Pre interaksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan
klien.Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana pertemuan
dengan klien.
b) Fase orientasi
Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam saat
menemui pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontrak awal
dengan pasien, menanyakan kabar pasien sebelum operasi, menunjukan
sikap siap membantu dan tidak memaksa pasien untuk bercerita
keadaannya pada perawat.
c) Kerja
Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah,
menanggapi keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada pasien,
menepati janji yang telah diberikan, menciptakan suasana lingkungan
yang nyaman sehingga mendukung terjadinya komunikasi yang efektif,
mengulang pertanyaan dengan lebih jelas jika pasien belum mengerti
tentang pertanyaan yang disampaikan perawat, jangan mendesak pasien
untuk segera menjawab pertanyaan yang diajukan, jangan memotong di
tengah-tengah pembicaraan pasien, dan jangan membandingkan dengan
pasien lain.
d) Fase terminasi
Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan, membuat kontrak
untuk pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan kesehatan post
operasi, mengevaluasi respon pasien terhadap komunikasi yang telah
disampaikan dan meninggalkan petunjuk cara menghubungi perawat.
e) Komunikasi pada masa operatif
1) Pre operatif
(a) Mempertahankan hubungan terapeutik untuk memungkinkan
klien mengungkapkan rasa takut, rasa cemas, dan khawatir
tentang operasi yang akan dijalani.
(b) Menggunakan sentuhan seperlunya untuk menunjukkan empati
dan kepedulian.
(c) Menggunakan kemampuan mendengar aktif untuk
mengidentifikasi dan memvalidasi respon verbal dan nonverbal
yang mengindikasikan ketakutan dan kecemasan.
(d) Mempersiapakan diri menjawab pertanyaan umum yang sering
disampaikan klien, misalnya “berapa lama operasi akan
berlangsung
2). Operatif
Komunikasi dilakukan sebagai upaya melakukan pengecekan
terhadap persiapan klien. Komunikasi ini juga dilakukan dengan
memberi dukungan pada klien guna mengurangi kecemasan.
3). Pasca operatif
Komunikasi pada fase ini dapat dilakukan segera setelah klien
berada diruang pemulihan. Komunikasi verbal mulai dilakukan
perawat meski klien belum sadar sepenuhnya.
I.2. Kecemasan
a. Definisi kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan,
kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan
kepribaadian normal (Hawari, 2008).
Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam merespon
ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat terpejan pada peristiwa
traumatik yang dialami individu yang mengalami, menyaksikan atau
menghadapi satu atau beberapa peristiwa yang melibatkan kematian
aktual atau ancaman kematian atau cidera serius atau ancaman fisik diri
sendiri (Doenges, 2006).
b. Tahapan Kecemasan
Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu, ringan, sedang,
berat dan panik. Semakin tinggi tingkat kecemasan individu maka akan
mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengan rasa
takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan
merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi, tahapan tingkat
kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut (Stuart, 2007) :
1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan persepsi.
2) Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang lebih terarah.
3) Kecemasan berat sangat mengurangi persepsi seseorang yang
cenderung memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak
dapat berpikir tentang hal lain.
4) Tingkat panik (sangat berat) berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang
yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan.
c. Manifestasi kecemasan
National Health Committee (1998) dalam Wangmuba (2009),
menyebutkan beberapa manifestasi kecemasan secara umum yang dapat
muncul berupa :
1) Respons fisik seperti sulit tidur, dada berdebar-debar, tubuh berkeringat
meskipun tidak gerah, tubuh panas atau dingin, sakit kepala, otot
tegang atau kaku, sakit perut atau sembelit, terengahengah atau sesak
nafas.
2) Respons perasaan seperti merasa diri berada dalam khayalan,
derealization, merasa tidak berdaya dan ketakutan pada sesuatu yang
akan terjadi.
3) Respons pikiran seperti mengira hal yang paling buruk akan terjadi dan
sering memikirkan bahaya.
4) Respons tingkah laku seperti menjauhi situasi yang menakutkan,
mudah terkejut, hyperventilation dan mengurangi rutinitas.
d. Faktor- faktor yang mempengaruhi respon kecemasan.
1) Faktor Prepitasi
Ada dua faktor presipitasi yangmempengaruhi kecemasan menurut
Stuart (2007) dan Tomb (2004), yaitu :
a) Faktor eksternal
(1) Ancaman integritas fisik, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
gangguan terhadap terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma
fisik, pembedahan yang akan dilakukan).
(2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri,
harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan
status atau peran.
b) Faktor internal
(1) Potensi stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang
sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
(2) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang
matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap
kecemasan.
(3) Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.
Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh
terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan
akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi
baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru.
(4) Keadaan fisik
Seorang yang akan mengalami gangguan fisik seperti cidera,
operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih
mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang
mengalami kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan.
(5) Tipe kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami
gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B.
adapun Ciri-ciri orang dengan
kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba
sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang,
mudah tersinggung, otot- otot mudah tegang. Sedang orang dengan
tipe kepribadian B mempunyai ciri- ciri berlawanan dengan tipe
kepribadian A. Karena tipe keribadian B adalah orang yang
penyabar, teliti, dan rutinitas.
(6) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih
mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di
lingkungan yang bisa dia tempati.
(7) Umur
Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih
mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang
yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
(8) Jenis kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang
ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik.Gangguan ini
lebih sering dialami ole wanita daripada pria.
2) Faktor prediposisi
1) Teori psikoanalisis
Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas
merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting
dan impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
dan dikendalikan oleh norma budaya. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi
kecemasan untuk mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori interpersonal
Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari
perasaan takut terhadap ketidak setujuan dan penolakan
interpersonal. Cemas juga berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang
menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan harga diri
rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.
3) Teori perilaku
Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk
frustasi. Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu
kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan
dikarakteristikkan sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk
menghindari kepedihan. Teori pembelajaran meyakini individu
yang terbiasa sejak kecil dihadapkan pada ketakutan yang
berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya. Teori konflik memandang cemas sebagai pertentangan
antara dua kepentingan yang berlawanan. Kecemasan terjadi karena
adanya hubungan timbal balik antara konflik dan kecemasan :
konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas menimbulkan
perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan konflik
yang dirasakan.
4). Teori kajian keluarga
Kajian keluaraga menunjukkan bahwa gangguan cemas
terjadi didalam keluarga.Gangguan kecemasan juga tumpang tindih
antara gangguan kecemasan dan depresi.
e. Penatalaksanaan kecemasan
Pengobatan yang paling efektif untuk pasien dengan gangguan
kecemasan umum adalah kemungkinan pengobatan yang
mengkombinasikan psikoterapi, farmakoterapi dan pendekatan.
1) Psikoterapi
Teknik utama yang digunakan adalah pendekatan perilaku
misalnya relaksasi dan bio feed back (proses penyediaan suatu
informasi pada keadaan satu atau beberapa variabel fisiologi seperti
denyut nadi, tekanan darah dan temperatur kulit).
2) Farmakoterapi
Dua obat utama yang dipertimbangkan dalam pengobatan
kecemasan umum adalah buspirone dan benzodiazepin. Obat lain yang
mungkin berguna adalah obat trisiklik sebagai contonya imipramine
(tofranil) – antihistamin dan antagonis adrenergik beta sebagai
contonya propanolol (inderal).
3) Pendekatan suportif
Dukungan emosi dari keluarga dan orang terdekat akan memberi
kita cinta dan perasaan berbagai beban. Kemampuan berbicara kepada
seseorang dan mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat
membantu dalam menguasai keadaan.
f. Pengukur kecemasan
Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah
ringan, sedang, berat dan berat sekali. Menggunakan alat ukur
(instrumen) yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety
(HRS – A ) dikutip Hawari (2013). Alat ukur ini terdiri 14 kelompok gejala,
meliputi gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan
tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik
fisik / somatik, gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori,
gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah
laku. Masing- masing kelompok gejala diberi panilaian angka (skor) antara 0
– 4, yang artinya adalah tidak ada gejala diberi skor 0, gejala ringan diberi
skor 1, gejala sedang diberi skor 2, gejala berat diberi skor 3, gejala berat
sekali diberi skor 4. Masing- masing nilai angka (skor) dari 14 kelompok
gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat
diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu: tidak ada kecemasan kurang
dari 14, kecemasan ringan 14 – 20, kecemasan sedang 21 – 27, kecemasan
berat 28 – 41, kecemasan berat sekali / panik 42 – 56 (Hawari, 2013).
g. Konsep Jenis Operasi
1) Pengertian Operasi
Operasi (elektif atau kedaruratan) adalah merupakan peristiwa kompleks
yang menegangkan (Brunner & Suddarth, 2002). Jenis operasi adalah
pembagian tindakan pembedahan diantaranya operasi kecil, sedang, besar dan
khusus (Handoko, 2000).
2) Klasifikasi Bedah
Bedah dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara diantaranya
3) Menurut lokasi
Tindakan bedah dapat dilaksanakan eksternal atau internal. Pada bedah
eksternal kulit atau jaringan yang dibawahnya dapat dijangkau oleh ahli
bedah. Bedah eksternal mendatangkan kerugian - kerugian; dapat
menimbulkan parut atau disfigurisasi/ perubahan penampilan yang langsung
bisa dilihat, yang meenimbulkan banyak pengkhayalan dan kegelisahan bagi
pasien. Pembedahan plastik merupakan bedah contoh eksternal, ditunjukkan
langsung kepada rekonstruksi dan perbaikan dari jaringan yang terganggu
bentuknya. Tindakan bedah internal disertai penetrasi ke dalam tubuh. Parut
dari bedah internal tidak terlihat, tapi bisa menjadi komplikasi, diantaranya
adhesi/ perlengketan. Operasi organ besar internal dapat mengurangi fungsi
bila cukup banyak jaringan terangkat.Tindakan bedah bisa juga
diklasifikasikan menurut lokasi atau sistem dari tubuh, seperti bedah
kardiovaskuler, bedah thorax, bedah neurologi dan seterusnya.
4) Menurut jenis operasi (luas jangkauan)
Tabel 2.1 Jenis Operasi
Jenis
Operasi Waktu Peralatan Anestesi Resiko
Operasi
kecil
Kurang
dari 1 jam
Alat standar Lokal Kecil
Operasi
sedang
1 -2 jam Alat standar + Lokal,
regional,
dan
general
Sedang
Operasi
besar
3 jam Alat standar ++ General Besar
Operasi
khusus
4 jam Alat standar +++ General Tinggi
Sumber : Ermawati (2009)
5) Menurut Tujuan
Banyak tujuan dari tindakan-tindakan bedah. Ahli bedah
menjelaskan metoda dan tujuan bedah kepada pasien dan keluarganya.
Periode sebelum operasi merupakan saat peningkatan cemas bagi pasien
dan keluarganya, mungkin mereka tidak mengerti alasan mengapa harus
dioperasi dan memerlukan penjelasan yang lebih lanjut yang bisa
dilaksanakan oleh perawat.
6) Prosedur Bedah
Kebanyakan prosedur bedah diberi nama menurut lokasi, menurut
tipe pembedahan yang dilakukan. Umpamanya
histerektomi adalah pengangkatan (ektomi) uterus (hiter).
7). Pengaruh Bedah Terhadap Pasien
(1). Respon Fisiologis
Operasi merupakan stressor kepada tubuh dan memicu respon
neuroendocrine. Respon terdiri dari sistem saraf simpatis dan respon
hormonal yang bertugas melindungi tubuh dari ancaman cedera. Stres
terhadap sistem cukup gawat atau kehilangan darah cukup banyak
mekanisme kompensasi dari tubuh terlalu banyak beban dan shock
akan menjadi akibat dari itu semua. Anesthesi tertentu yang dipakai
dapat membantu terjadinya shock (Ermawati, 2009).
Respon metabolisme juga terjadi. Karbohidrat dan lemak di
metabolisme untuk memproduksi energi. Protein tubuh dipecah untuk
menyajikan suplai asam amino yang dipakai untuk membangun
jaringan baru. Asam amino yang tidak dipakai
menjadi nitrogen sebagai produk akhir seperti urea dan diekskresi. Ini
berakibat menjadi keseimbangan nitrogen yang negatif, itu berarti
kehilangan nitrogen melampaui intake nitrogen. Semua faktor ini
menjurus kepada kehilangan berat badan setelah pembedahan besar.
Intake protein yang tinggi diperlukan guna mengisi kebutuhan protein
untuk keperluan penyembuhan dan mengisi kebutuhan dan fungsi yang
optimal (Ermawati. D, 2009).
E. Kerangka Teori
. Faktor Predisposisi 1
a. Teori psikoanalisis
b.Teori interpersonal
c.Teori perilaku
. Faktor Prepitasi 2
a. Faktor eksterna
b. Faktor internal
Kecemasan Komunikasi
Terapeutik
( 2). Respon Psikologis
Respon psikologis seseorang dalam menanggapi pembedahan
Sbervariasi misalnya merasa takut karena tidak tahu tentang tindakan
yang dilakukan. Ketakutan umum meliputi takut oleh yang tidak
diketahui, hilang kendali, hilang kasih sayang dari orang penting,
ancaman seksualitas, sedagkan ketakutan spesifik meliputi diagnosa
keganasan anestesi, sakaratul maut, perubahan penampilan, keterbatasan
permanaen (Ermawati, 2009).
Gambar 2.2
Sumber : Stuart (2007) & Tomb (2004)