Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dysmenorrhea
1. Definisi Dysmenorrhea
Dysmenorrhea berasal dari kata dalam bahasa Yunani kuno, dys (sulit,
nyeri, abnormal), meno (bulan), dan rrhea (aliran atau arus). Dengan demikian,
dysmenorrhea berarti aliran menstruasi yang sulit atau menstruasi yang disertai
nyeri (Anurogo & Wulandari, 2011). Dysmenorrhea adalah nyeri saat menstruasi
dengan rasa kram dan terpusat di abdomen bawah. Keluhan nyeri haid dapat
terjadi bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat (Prawirohardjo, 2011).
Nyeri ini dapat menyebar ke bagian belakang (punggung) atau bagian paha
(Anurogo & Wulandari, 2011). Dysmenorrhea didefinisikan sebagai nyeri uterus
yang bersifat siklik yang terjadi sebelum atau selama menstruasi (Norwitz & Jhon,
2008).
Menurut Lowdermilk (2005) dysmenorrhea merupakan salah satu masalah
ginekologi yang paling umum dialami perempuan dari berbagai tingkat usia.
Dysmenorrhea merupakan kejadian yang paling banyak terjadi dalam tiga tahun
pertama setelah menarche yang dikenal dengan istilah dysmenorrhea primer.
Sedangkan yang terjadi pada masa akhir kehidupan reproduksi perempuan dikenal
dengan istilah dysmenorrhea sekunder (Varney, 2007).
Jadi, dysmenorrhea merupakan nyeri yang terjadi pada perempuan di hari-
hari pertama menstruasi. Nyeri ini terpusat pada bagian abdomen bawah dengan
tingkat nyeri yang beragam. Nyeri ini bersifat fisiologis, namun apabila nyeri
10
menimbulkan ketidaknyamanan, maka akan menurunkan produktivitas perempuan
tersebut.
2. Klasifikasi Dysmenorrhea
a. Dysmenorrhea Primer
Dysmenorrhea primer adalah nyeri menstruasi tanpa adanya keadaan
patologi pada panggul. Dismenore ini berhubungan dengan siklus ovulasi dan
disebabkan kontraksi miometrium sehingga terjadi iskemia akibat prostaglandin
yang diproduksi oleh endometrium fase sekresi. Kadar prostaglandin pada
perempuan dengan dysmenorrhea primer lebih tinggi jika dibandingkan
perempuan yang tidak dysmenorrhea (Prawirohardjo, 2011). Menurut Kumalasari
& Iwan (2013) dysmenorrhea primer biasa terjadi pada tahun-tahun pertama
setelah menstruasi pertama (menarche). Dysmenorrhea ini biasanya hilang pada
saat perempuan berusia 25 tahun atau setelah hamil dan melahirkan pervaginam
(Lowdermilk, 2005).
b. Dysmenorrhea Sekunder
Menurut Prawirohardjo (2011) dysmenorrhea sekunder adalah nyeri
menstruasi yang berhubungan dengan keadaan patologis di organ genitalia, seperti
endometriosis, adenomiosis, mioma uteri, stenosis serviks, penyakit radang
panggul, perlekatan panggul, dan irritable bowel syndrome. Sedangkan menurut
Anurogo & Wulandari (2011) hampir semua yang memengaruhi pelvic viscera
(bagian organ panggul yang lunak) dapat mengakibatkan nyeri pelvis siklik.
Dysmenorrhea sekunder bisa terjadi kapan pun setelah menstruasi pertama
(menarche), tetapi paling sering muncul pada usia 20-30 tahunan.
11
3. Etiologi Dysmenorrhea
Penyebab utama terjadinya dysmenorrhea primer karena adanya
prostaglandin F2α (PGF2α) yang dihasilkan di endometrium. PGF2α adalah hormon
untuk menstimulasi kontraksi uterus selama menstruasi. Jumlah PGF2α lebih tinggi
dari nilai normal pada remaja yang mengalami dysmenorrhea (Varney, 2007).
Selama mentruasi sel-sel endometrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin
yang merangsang otot uterus berkontraksi dan memengaruhi pembuluh darah,
sehingga terjadi kontraksi uterus dan vasokontriksi yang menyebabkan terjadinya
iskemia uterus (penurunan suplai darah ke uterus). Saat terjadi iskemia uterus,
maka akan menghasilkan metabolit anaerob yang menstimulasi neuron nyeri tipe
C/ serabut-serabut nyeri system saraf otonom uterus. Peningkatan prostaglandin
dapat menyebabkan dysmenorrhea sekunder pada perempuan usia 20-30 tahun.
Tetapi penyebab umum dari dysmenorrhea sekunder adalah endometritis,
adenomiosis, polip endometrium, chronic pelvis inflamatory disease, dan
penggunaan IUD (Anurogo & Wulandari, 2011).
4. Faktor yang Memengaruhi Dysmenorrhea
Faktor-faktor yang memengaruhi nyeri menstruasi (dysmenorrhea)
berdasarkan klasifikasinya:
a. Dysmenorrhea Primer
1) Faktor endokrin
Kadar progesteron yang rendah pada akhir fase korpus luteum
menghambat kontraktilitas uterus, sedangkan hormon estrogen merangsang
kontraktilitas uterus. Disisi lain, endometrium dalam fase sekresi memproduksi
12
F2α sehingga menyebabkan kontraksi otot polos. Jika kadar prostaglandin yang
memasuki peredaran darah berlebihan maka akan terjadi efek lain seperti mual,
muntah, dan diare.
2) Kelainan organik
Retrofleksia uterus (kelainan letak arah anatomis rahim), hypoplasia
uterus (perkemabangan rahim yang tidak lengkap), obstruksi kanalis servikalis
(sumbatan saluran jalan lahir), mioma submukosa bertangkai (tumor jinak yang
terdiri dari jaringan otot), dan polip endometrium.
3) Faktor kejiwaan atau gangguan psikis
Rasa bersalah, ketakutan seksual, takut hamil, konflik dengan masalah
jenis kelaminnya, dan imaturitas.
4) Faktor konstitusi
Anemia dan penyakit menahun dapat menyebabkan dysmenorrhea.
5) Faktor alergi
Penyebab alergi adalah toksin menstruasi. Berdasarkan riset yang telah
dilakukan, ada hubungan antara dysmenorrhea dengan biduran, migran, dan asma.
(Anurogo & Wulandari, 2011)
b. Dysmenorrhea Sekunder
1) Endometriosis
2) Fibroid
3) Adenomiosis
4) Peradangan tuba falopi
5) Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut
13
6) Pemakaian IUD/AKDR (Kumalasari & Iwan, 2013)
5. Faktor Resiko Dysmenorrhea
Menurut Harlow (1996) dalam Judha,dkk (2012) terdapat beberapa faktor
resiko dysmenorrhea, yaitu:
a. Kesiapan dalam Menghadapi Menstruasi
Nyeri dapat ditimbulkan atau diperberat oleh keadaan psikologis penderita.
Seringkali setelah perkawinan dismenore hilang dan jarang menetap setelah
melahirkan. Kemungkinan perkawinan dan melahirkan membawa perubahan
fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis.
b. Periode Menstruasi yang Lama (Long Menstrual Periods)
Siklus menstruasi yang normal 21-25 hari, dihitung dari hari pertama
menstruasi sampai bulan berikutnya. Lama menstruasi dilihat dari darah keluar
sampai bersih, antara 2-5 hari. Darah yang keluar hanya sehari belum dikatakan
sebagai menstruasi, begitupula darah yang keluar >10 hari, dapat dikatakan
sebagai gangguan.
c. Aliran Menstruasi yang Hebat (Heavy Menstrual Flow)
Jumlah darah menstruasi normalnya sekitar 50-100ml atau ≤5x ganti
pembalut. Jika darah yang dikeluarkan sangat banyak dan cepat makan enzim
yang dilepaskan di endometriosis mungkin tidak cukup atau kerjanya melambat.
d. Merokok (Smoking)
Nikotin dalam rokok memengaruhi metabolism estrogen. Gangguan
metabolisme estrogen akan menyebabkan menstruasi tidak teratur. Penelitian
14
menunjukkan bahwa wanita perokok mengalami nyeri perut yang lebih berat saat
menstruasi tiba.
e. Riwayat Keluarga yang Positif (Positive Family History)
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Perempuan yang memiliki
ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis memiliki resiko lebih
besar terkena penyakit ini (Harlow,1996 dalam Judha,dkk,2012). Riwayat
dysmenorrhea pada keluarga berkaitan dengan adanya faktor genetik, mengenai
sifat keturunan/ hereditas yang dapat menduplikasikan sifat kepada anak-cucunya
(Sadiman, 2017).
f. Belum Pernah Melahirkan Anak (Nuliparity)
g. Kegemukan (Obesity)
Perubahan hormonal pada system reproduksi bisa terjadi akibat timbunan
lemak pada perempuan obesitas. Timbunan lemak ini memicu pembuatan hormon,
terutama hormon estrogen.
h. Konsumsi Alkohol (Alcohol Consumption)
Penelitian membuktikan bahwa konsumsi alkohol dapat meningkatkan
kadar estrogen yang dapat memicu lepasnya prostaglandin (zat yang membuat
otot-otot uterus berkontraksi)
i. Menstruasi Pertama pada Usia Amat Dini (Earlier Age of Menarche)
Usia menarche <12 tahun merupakan faktor resiko terjadinya
dysmenorrhea (Anurogo & Wulandari, 2011). Menarche pada usia lebih awal
(<12 tahun) menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan
15
belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika
menstruasi (Kiky,2013 dalam Sadiman,2017)
6. Patofisiologi Dysmenorrhea
Selama siklus menstruasi, endometrium menebal untuk persiapan
kehamilan. Setelah ovulasi dan sel telur tidak dibuahi, maka prostaglandin
dilepaskan selama menstruasi akibat dari penghancuran sel-sel endometrium dan
pelepasan resultan isinya. Prostaglandin dan mediator inflamasi lainnya dalam
uterus menyebabkan uterus berkontraksi. Saat kontraksi otot uterus, mereka
membatasi pasokan darah ke jaringan endometrium yang pada saatnya akan rusak
dan mati. Uterus akan berkontraksi sehingga memeras jaringan dan endometrium
akan meluruh. Akibat kontraksi ini, oksigen ke jaringan akan berkurang dan
menyebabkan rasa sakit atau kram selama mentruasi yang dikenal dengan
dysmenorrhea (Sukarni, 2013).
Saat menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas akan melepaskan
prostaglandin. Prostaglandin ini yang merangsang otot uterus dan memengaruhi
pembuluh darah, menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi myometrium dan
vasokontriksi. Saat terjadi iskemia uterus, maka akan menghasilkan metabolit
anaerob yang menstimulasi neuron nyeri tipe C/ serabut-serabut nyeri system
saraf otonom uterus. Hasil riset menyebutkan bahwa patogenesis dysmenorrhea
primer disebabkan karena prostaglandin F2α, suatu stimulan miometrium yang
kuat dan vasokontriktor yang ada di endometrium sekretori. Kadar prostaglandin
meningkat ditemukan pada cairan endometrium perempuan dengan dysmenorrhea
16
dan berhubungan baik dengan derajat nyeri. Peningkatan kadar prostaglandin
terjadi selama dua hari pertama menstruasi (Anurogo & Wulandari, 2011).
7. Penatalaksanaan Dysmenorrhea
a. Terapi Farmakologis
1) Obat antiinflamasi nonsteroid/NSAID
NSAID merupakan terapi awal yang sering digunakan untuk dismenore.
NSAID mempunyai efek analgetika yang secara langsung menghambat sintesis
prostaglandin dan menekan jumlah darah menstruasi yang keluar (Prawirohardjo,
2011).
2) Pil kontrasepsi kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi mencegah ovulasi dan pertumbuhan jaringan
endometrium sehingga mengurangi darah menstruasi dan sekresi prostaglandin
serta kram uterus. Penggunaan pil ini sangat efektif untuk mengatasi nyeri
menstruasi (dysmenorrhea) dan akan sekaligus membuat siklus menstruasi
menjadi teratur (Prawirohardjo, 2011).
b. Terapi Non-Farmakologis
1) Relaksasi
Relaksasi merupakan perasaan bebas secara mental dan fisik dari
ketegangan atau stress yang membuat individu memiliki rasa kontrol terhadap
dirinya. Relaksasi yang efektif dilakukan ketika seseorang tidak terdistraksi oleh
ketidaknyamanan/ nyeri (Potter & Perry, 2010).
17
2) Distraksi
Sistem stimulus kompleks akan menghambat stimulus nyeri apabila
seseorang menerima input sensorik yang cukup atau berlebih, dengan demikian
maka seseorang itu akan megabaikan bahkan tidak menyadari rasa nyerinya.
Distraksi mengarahkan perhatian kepada suatu hal yang lain, dengan demikian
akan mengurangi kesadaran akan adanya nyeri (Potter & Perry, 2010).
3) Musik
Musik dapat mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri dan membangun
respon relaksasi. Penting untuk membiarkan seseorang memilih jenis musik yang
disukainya. Penggunaan earphone akan membantu seseorang untuk
berkonsentrasi terhadap suara music dan tidak terganggu (Potter & Perry, 2010).
4) Kompres hangat
Kompres hangat dengan memberikan rasa hangat kepada klien untuk
mengurangi nyeri dengan cara melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan
alirah darah lokal. Pemberian rasa sensasi hangat dapat mengurangi nyeri dan
memberikan kesembuhan. Pemberian kompres hangat lebih efektif daripada
kompres dingin bagi beberapa klien (Potter & Perry, 2010).
5) Akupunktur
Akupunktur merupakan terapi pengobatan kuno dari Cina. Titik-titik
akupunktur dapat distimulasi dengan memasukkan dan mencabut jarum,
menggunakan panas, tekanan/pijatan, laser, atau stimulasi elektrik ataupun
kombinasi dari berbagai cara tersebut (Murray & Pissorno, 1991 dalam Prasetyo,
2010)
18
6) Akupresur
Klien dapat melakukan teknik akupresur secara mandiri menggunakan jari
untuk memberikan tekanan pada titik akupresur untuk membebaskan ketegangan
otot. Sama seperti akupunktur, akupresur kemungkinan bekerja dengan cara
melepaskan endorphin untuk membebaskan nyeri (Prasetyo, 2010).
7) Biofeedback
Alat biofeedback terdiri dari beberapa elektroda yang ditempatkan pada
kulit dan sebuah unit amplifier yang mentransformasikan data berupa tanda visual
seperti lampu berwarna. Kemudian klien mengenali tanda tersebut sebagai respon
stress dan menggantikannya dengan respon relaksasi (Prasetyo, 2010).
8) Massage Effleurage
Massage effleurage mengurangi rasa nyeri dismenore dengan teknik
sentuhan menggunakan jari-jari tangan pada daerah abdomen dengan mengikuti
dua pola gerakan melingkar dari simfisis pubis hingga titik di atas umbilicus
(Varney, 2008).
9) Olahraga
Teratur berolahraga bermanfaat untuk mengurangi dismenore karena akan
memicu keluarnya hormon endorphin yang akan menghilangkan rasa nyeri
(MIMS Indonesia, 2008 dalam Kumalasari & Iwan, 2013).
8. Fisiologis Nyeri
Terdapat empat proses fisiologis nyeri yaitu transduksi, transmisi,
persepsi, dan modulasi (McCalley & Pasero, 1999 dalam Potter & Perry, 2010)
19
a. Transduksi
Stimulasi suhu, kimia, atau mekanik, dapat menyebabkan nyeri. Energi
dari stimulus ini dapat diubah menjadi energy listrik, perubahan ini disebut
transduksi. Proses transduksi dimulai di perifer ketika stimulus nyeri mengirimkan
impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang ada di pancaindera, maka
akan timbul potensial aksi.
b. Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor saraf
perifer melewati kornu dorsalis menuju korteks serebri. Kerusakan sel
mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitatori, seperti prostaglandin,
bradikardium, kalium, histamine, dan substansi P. Substansi yang peka terhadap
nyeri yang terdapat di sekita serabut nyeri menyebarkan “pesan” adanya nyeri dan
menyebabkan inflamasi (Renn & Dorsey, 2005). Serabut nyeri masuk ke medulla
spinalis melawati tulang belakang dan beberapa rute hingga berakhir di gray
matter (lapisan abu-abu) medulla spinalis.
Substansi P dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan transmisi
sinapsis dari saraf perifer aferen (pancaindera) ke sistem saraf spinotalamik (Wall
& Melzack, 1999). Sepanjang system spinotalamik, impuls-impuls nyeri berjalan
melewati medulla spinalis. Ketika impuls nyeri naik ke medulla spinalis, thalamus
mentransmisikan informasi ke pusat yang lebih tinggi di otak, termasuk
pembentukan jaringan; system limbik; korteks somatosensory; dan gabungan
korteks.
20
c. Persepsi
Ketika stimulus nyeri sampai ke korteks serebral, maka otak akan
menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasiyang berhubungan
dengan persepsi nyeri. Persepsi adalah salah satu poin dimana seseorang sadar
akan timbulnya nyeri. Korteks somatosensory bekerja mengidentifikasi lokasi dan
intensitas nyeri. Gabungan korteks, terutama system limbic yang bertugas
menentukan bagaimana seseorang bisa merasakan nyeri. Kesimpulannya, pusat
nyeri tidak pernah berjumlah satu.
d. Modulasi
Setelah otak menerima stimulus nyeri, terjadi pelepasan neurotransmitter
inhibitor seperti opoid endogenus (endorphin dan enkefalin), serotonin (5HT),
norepinefrin, dan asam gamma (GABA) yang bertugas untuk menghambat
transmisi nyeri dan membantu menciptakan efek analgesik. Terhambatnya
transmisi impuls nyeri ini dikenal dengan istilah modulasi.
9. Pengukuran Skala Nyeri
a. Skala Deskriptif Verbal/ Verbal Descriptor Scale (VDS)
Gambar 1
Verbal Descriptor Scale (VDS)
21
Skala ukur ini merupakan sebuah garis yang tersusun dalam jarak yang
sama sepanjang garis. Kalimat pendeskripsi ini di urutkan dari tidak ada nyeri
sampai nyeri paling hebat. Klien diminta untuk menunjukkan nyeri yang
dirasakannya (Prasetyo, 2010).
b. Skala Numerik/ Numerical Rating Scale (NRS)
Gambar 2
Numeric Rating Scale (NRS)
Klien menilai nyeri dengan skala 0-10. Angka 0 diartikan sebagai tidak
ada rasa nyeri sedangkan 10 diartikan nyeri paling berat yang dirasakan klien.
Skala ini efektif untuk mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi teraupetik (Prasetyo, 2010). Klasifikasi skala nyeri ini terbagi dalam
kategori sebagai berikut:
0 : Tidak ada keluhan nyeri haid/ kram bagian bawah
1-3 : Terasa kram perut bagian bawah yang masih dapat ditahan, masih bisa
beraktifitas, tidak mengganggu konsentrasi belajar
4-6 : Terasa kram pada perut bagian bawah yang menjalar ke pinggang,
sebagian aktivitas dapat terganggu, sulit konsentrasi belajar
22
7-9 : Terasa kram berat pada perut bagian bawah yang menyebar tidak hanya ke
pinggang, namun juga ke punggung, tidak nafsu makan, mual, badan
lemas, tidak kuat beraktivitas, dan tidak konsentrasi belajar
10 : Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah yang menyebar ke
pinggang, kaki dan punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit
kepala, badan tidak bertenaga, tidak bisa berdiri atau bangun dari tempat
tidur, tidak kuat beraktivitas dan terkadang sampai pingsan. (Potter &
Perry, 2006 dalam Husna, 2017).
c. Comparative Pain Scale
Gambar 3
Comparative Pain Scale
Menurut Rich (2014) dalam Husna (2017) skala ini menggunakan angka 0-
10 untuk menggambarkan range intensitas nyeri dan merupakan penjabaran dari
numerical rating scale. Klasifikasi skala nyeri ini, sebagai berikut:
23
Tabel 1
Klasifikasi Comparative Pain Scale
Skala Nyeri yang dirasakan
0 Tidak nyeri
1 Sangat ringan
2 Tidak nyaman (nyeri ringan) seperti dicubit
3 Masih bisa ditoleransi (nyeri sangat terasa) seperti disuntik
4 Menyedihkan (kuat, nyeri yang dalam) seperti sakit gigi dan nyeri
disengat tawon
5 Sangat menyedihkan (kuat, dalam, nyeri yang menusuk) seperti
terkilir/ keseleo
6 Intens (kuat, dalam nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga
tampaknya memengaruhi salah satu dari panca indera
7 Sangat intens (kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat) dan
merasakan rasa nyeri yang sangat mendominasi indera penderita yang
menyebabkan tidak bisa berkomunikasi dengan baik dan tidak mampu
melakukan perawatan sendiri
8 Benar-benar mengerikan (nyeri yang begitu kuat) sehingga
menyebabkan penderita tidak dapat berfikir jernih, dan sering
mengalami perubahan kepribadian yang parah jika nyeri datang dan
berlangsung lama
9 Menyiksa tak tertahankan (nyeri yang begitu kuat) sehingga penderita
tidak bisa mentolerirnya dan ingin segera menghilangkan nyerinya
bagaimanapun caranya tanpa perduli dengan efek samping atau
resikonya
10 Sakit yang tidak terbayangkan dan tidak dapat diungkapkan (nyeri
begitu kuat/ tidak sadarkan diri), biasanya pada skala ini penderita
ti`dak lagi merasakan nyeri karena sudah tidak sadarkan diri akibat
rasa nyeri yang sangat luar biasa seperti pada kasus kecelakaan parah,
multi fraktur
d. Skala Nyeri Wajah/ Wong Baker Pain Rating Scale/ Face Pain Rating
Scale
Gambar 4
Wong Baker Pain Rating Scale
24
Penggunaannya dengan cara menjelaskan rasa sakit berdasarkan ekspresi
wajah, lalu meminta klien untuk memilih wajah yang sangat mencerminkan nyeri
yang dirasakan (Potter & Perry, 2010).
B. Massage Effleurage
1. Definisi Massage Effleurage
Massage merupakan tekanan yang dilakukan dengan menggunakan tangan
pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon, atau ligamentum tanpa menyebabkan
gerakan atau pun perubahan posisi sendi yang bertujuan untuk meredakan nyeri,
menghasilkan relaksasi, dan juga memperbaiki sirkulasi (Zakiyah, 2015).
Sedangkan effleurage adalah pijatan ringan menggunakan jari tangan, pemijatan
biasanya dilakukan di perut saat terjadi nyeri (Indrayani, 2016). Massage
effleurage adalah gerakan dengan mempergunakan seluruh permukaan tangan
melekat pada bagian-bagian tubuh yang digosok dengan ringan dan menenangkan.
Massage effleurage merupakan teknik relaksasi yang aman, mudah, tidak perlu
biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau dengan
bantuan orang lain (Trisnowiyanto, 2012).
2. Manfaat Massage Effleurage
Menurut Trisnowiyanto (2012), manfaat dari massage effleurage yaitu:
a. Membantu melancarkan peredaran darah vena dan peredaran getah
bening atau cairan limfe
b. Membantu memperbaiki proses metabolism
25
c. Menyempurnakan proses pembuangan sisa pembakaran atau
mengurangi kelelahan
d. Membantu penyerapan/ absorpsi pada peradangan
e. Relaksasi dan mengurangi rasa nyeri
3. Prosedur Massage Effleurage
a. Atur posisi berbaring yang nyaman dengan posisi tidur terlentang
rileks menggunakan 1-2 bantal, kaki diregangkan 10 cm dengan kedua
lutut fleksi membentuk sudut 45o
b. Pada saat timbul nyeri
1) Kaji respon fisiologis dan psikologis
2) Kaji dan tanyakan tingkat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala
nyeri
c. Tindakan massage effleurage
1) Letakkan kedua telapak ujung-ujung jari tangan di atas simfisis
pubis
2) Usapkan kedua ujung-ujung jari tangan dengan tekanan yang
ringan, tegas dan konstan ke samping abdomen, mengelilingi
samping abdomen menuju kea rah prosesus xipoideus
3) Setelah sampai prosesus xipoideus, usapkan kedua ujung-ujung jari
tangan tersebut menuju perut bagian bawah di atas simpisis pubis
melalui umbilicus
4) Lakukan gerakan ini berulang-ulang selama nyeri
26
d. Setelah dilakukan perlakuan
1) Kaji respon fisiologis dan psikologis
2) Tanyakan tingkat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala nyeri
(Indrayani, 2016).
4. Pengaruh Massage Effleurage terhadap Penurunan Dysmenorrhea
Mekanisme penghambatan nyeri dengan massage effleurage berdasarkan
konsep gate control theory. Berdasarkan teori ini, serabut taktil kulit dapat
menghambat sinyal nyeri dari area tubuh yang sama atau area lainnya. Stimulasi
serabut taktil kulit dapat dilakukan dengan beberapa teknik masase, rubbing,
usapan, fibrasi, dan obat olesan analgesic (Indrayani, 2016).
Impuls nyeri berjalan terus dari uterus sepanjang serabut saraf C untuk
ditransmisikan ke substansia gelatinosa di spinal cord untuk selanjutnya akan
disampaikan ke cortex cerebri untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Stimulasi taktil
dengan teknik effleurage menghasilkan pesan yang sebaliknya dikirim lewat
serabut saraf yang lebih besar (Serabut A Delta). Serabut A Delta akan menutup
gerbang sehingga cortex cerebri tidak menerima pesan nyeri karena sudah
diblokir oleh counter stimulasi dengan teknik effleurage sehingga persepsi nyeri
berubah, karena serabut di permukan kulit (cutaneus) sebagian besar adalah
serabut saraf yang berdiameter luas. Teknik ini memfasilitasi distraksi dan
menurunkan transmisi sensorik stimulasi dari dinding abdomen sehingga
mengurangi ketidaknyamanan pada area yang sakit. Teknik effleurage juga
mengurangi ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi area yang sakit dan
mencegah terjadinya hipoksia (Indrayani, 2016).
27
Massage effleurage melancarkan aliran darah di dalam pembuluh darah.
Hal ini mempercepat pertukaran darah yang kurang oksigen dan zat-zat buangan
dari jaringan. Peningkatan drainase vena menyebabkan aliran darah melalui
kapiler bertambah cepat. Perubahan ini menyebabkan peningkatan aliran darah
arteri sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan berlangsung lebih
cepat (Smeltzer & Bare, 2003).
C. Kompres Hangat
1. Pengertian Kompres Hangat
Kompres hangat merupakan salah satu cara non-farmakologis untuk
mereduksi nyeri. Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat dengan
menggunakan cairan yang hangat yang berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah dan meningkatkan alirah darah lokal. Pemberian kompres hangat ini lebih
efektif bagi beberapa orang untuk mengurangi nyeri dan memberikan kesembuhan
(Potter & Perry, 2010).
2. Manfaat Kompres Hangat
a. Melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki peredarah darah di
dalam jaringan
b. Menurunkan ketegangan pada otot
c. Meningkatkan sel darah putih secara total dan fenomena reaksi
peradangan serta dilatasi pembuluh darah yang mengakibatkan
peningkatan sirkulasi darah dan tekanan kapiler
28
d. Meningkatkan aliran darah ke suatu area dan dapat menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan (Brunner & Suddart, 2002).
3. Jenis-Jenis Kompres Hangat
Menurut Mahmud (2008) dalam Muawanah (2017), terdapat berbagai jenis
kompres hangat, diantaranya adalah:
a. Kompres Hangat Kering
Menggunakan pasir yang telah dipanasi sinar matahari berguna mengobati
nyeri reumatik pada persendian. Selain itu juga dapat mengurangi berat badan.
b. Kompres Hangat Lembab
Dengan menggunakan mediasi alat yang dikenal dengan nama
hidrokolator. Hidrokolator adalah alat elektrik yang diisi air, digunakan untuk
memanaskannya hingga mencapai suhu tertentu. Didalam alat dicelupkan
beberapa alat kompres dengan bobot bervariasi yang cocok untuk menutupi
seluruh bagian tubuh. Selain itu juga untuk mencegah nyeri dan memulihkan
sirkulasi darah, serta sebagai salah satu sarana pemanasan sejenak (warning up)
para olahragawan sebelum memulai penyembuhan medis.
c. Kompres Bahan Wol
Dengan menggunakan bahan wol diatas uap, kemudian diperas hingga
kering. Kelebihan kompres ini adalah dengan kepanasannya yang tinggi tidak
akan mencederai kulit. Kompres ini berguna untuk menghilangkan nyeri dan
penyusutan otot-otot.
29
4. Suhu Untuk Kompres Hangat
Cara menentukan suhu yang pas untuk kompres hangat
a. Masak air hingga mendidih
b. Setelah air mendidih, ukur suhu air menggunakan termometer air
panas, didapatkan suhu 85oC
c. Tuang air panas ke dalam 2 botol kaca kecil, lalu tutup botol dengan
rapat
d. Lapiskan kedua botol kaca tersebut dengan 3 lapis kain (handuk good
morning)
e. Setelah itu ukur suhu permukaannya menggunakan termometer air
panas diantara permukaan botol, didapatkan suhu 50oC
f. Pada menit ke-10, lakukan pengukuran suhu permukaan kembali,
didapatkan suhu 50 oC
g. Pada menit ke-20, lakukan pengukuran suhu permukaan kembali,
didapatkan suhu 50oC
Setelah dilakukan percobaan tersebut sebanyak 3 kali dan hasilnya tetap
sama, maka dapat disimpulkan bahwa suhu tidak berubah setelah 20 menit,
sehingga botol kaca yang dilapisi 3 lapis kain (handuk good morning) masih tetap
dapat digunakan untuk kompres hangat sampai 20 menit.
5. Prosedur Kompres Hangat
Kompres hangat dapat diberikan dengan handuk yang telah direndam
dalam air hangat, botol yang berisi air hangat, atau bantal pemanas yang khusus
dirancang untuk mengompres. Suhu yang digunakan untuk mengompres harus
30
sesuai agar tidak terlalu panas. Suhu yang disarankan untuk kompres hangat
adalah 40-50oC dan tidak lebih dari 20 menit, kecuali atas saran dokter. Hal yang
harus diperhatikan adalah tidak langsung meletakan sumber panas ke kulit karena
dapat menyebabkan luka bakar atau iritasi (Riyani & Ade, 2016 dalam Muawanah
2017).
6. Pengaruh Kompres Hangat terhadap Penurunan Dysmenorrhea
Selama mentruasi sel-sel endometrium yang terkelupas melepaskan
prostaglandin yang merangsang otot uterus berkontraksi dan memengaruhi
pembuluh darah, sehingga terjadi kontraksi uterus dan vasokontriksi yang
menyebabkan terjadinya iskemia uterus (penurunan suplai darah ke uterus). Saat
terjadi iskemia uterus, maka akan menghasilkan metabolit anaerob yang
menstimulasi neuron nyeri tipe C (Anurogo & Wulandari, 2011). Salah satu cara
yang bisa dilakukan untuk mengatasi nyeri menstruasi yaitu dengan melakukan
kompres hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan mengurangi atau
membebaskan nyeri (Uliyah & Hidayat, 2008).
Kompres hangat adalah salah satu metode non-farmakologi yang dianggap
sangat efektif untuk menurunkan nyeri atau spasme otot. Nyeri akibat memar,
spasme otot, dan arthritis berespon baik terhadap peningkatan suhu karena dapat
melebarkan pembuluh darah dan meningkatkan alirah darah lokal. Sehingga
peningkatan suhu yang disalurkan melalui kompres hangat dapat meredakan nyeri
dengan menyingkirkan produk-produk inflamai seperti bradikinin, histamine, dan
prostaglandin yang akan menimbulkan nyeri lokal (Price & Wilson, 2005).
31
Respon tubuh terhadap panas, secara fisiologis menyebabkan penurunan
kekentalan darah, penurunan ketegangan otot, peningkatan metabolism jaringan,
dan peningkatan permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang digunakan
sebagai terapi pada berbagai kondisi yang terjadi di dalan tubuh. Panas
menyebabkan vasodilatasi maksimum dalam waktu 20-30 menit, namun
melakukan kompres > 30 menit dapat mengakibatkan kongesti jaringan dan klien
akan beresiko mengalami luka bakar karena pembuluh darah tidak dapat membuat
panas secara adekuat melalui sirkulasi darah (Kozier dan Gleniora, 2009).
32
D. Kerangka Teori
Kerangka teori pada dasarnya adalah hubungan antara variabel yang
disusun dari berbagai teori (Siswanto, dkk, 2019). Kerangka teori dalam penelitian
ini adalah :
Sumber : (Anurogo & Wulandari, 2011: Smeltzer & Bare, 2003: Price &
Wilson, 2005).
Gambar 5
Kerangka Teori
Menstruasi
Dysmenorrhea
Aliran darah ke uterus
berkurang (iskemia)
Sel endometrium
terkelupas
Pelepasan prostaglandin
(F2α)
Massage effleurage
Melancarkan aliran darah
ke uterus
Peningkatan aliran darah
ke uterus
Penurunan
dysmenorrhea
Kontraksi otot uterus dan
vasokontriksi Kompres hangat
Vasodilatasi
Melancarkan aliran darah
ke uterus
Peningkatan aliran darah
ke uterus
Penurunan
dysmenorrhea
33
E. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suartu uraian dan
visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,
atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya dari masalah yang
ingin diteliti (Notoatmodjo, 2018). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 6
Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep.
Variabel dependen adalah variabel tergantung, akibat, atau terpengaruh.
Sedangkan variabel independen adalah variabel bebas, sebab atau variabel resiko
(Notoatmodjo, 2018). Variabel independen dalam penelitian ini adalah massage
effleurage dan kompres hangat, sedangkan variabel dependennya adalah
penurunan nyeri menstruasi (dysmenorrhea).
Massage Effleurage
Kompres Hangat
Penurunan
Dysmenorrhea
34
G. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang
diteliti. Hipotesis merupakan saran penelitian ilmiah karena hipotesis adalah
instrumen kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara empiris
(Hikmawati, 2017). Menurut Siswanto, dkk (2010) terdapat dua jenis hipotesis
yang digunakan dalam penelitian , yaitu :
1. Hipotesis Altenatif (Ha) yang menunjukan hasil yang diharapkan.
2. Hipotesis nol (Ho) yang menunjukan tidak ada perubahan.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha : Ada perbedaan efektivitas antara massage effleurage dan kompres hangat
terhadap penurunan nyeri menstruasi (dysmenorrhea) pada remaja.
H. Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur
atau memanipulasi suatu variabel. Definisi operasional memberi batasan atau arti
suatu variabel demgan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk
mengukur variabel tersebut (Hikmawati, 2017). Definisi operasinal pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
35
Tabel 2
Definisi Operasional
Variabel Definisi
Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Dysmenorrhea
Nyeri yang
dirasakan saat
menstruasi dengan
rasa kram dan
terpusat di abdomen
bawah sebelum dan
setelah diberi
perlakuan yang
diketahui dari skala
ukur nyeri
Wawancara
dan
observasi
Numerical
Rating
Scale
(NRS)
Tingkat
nyeri dengan
nilai atau
skor
penurunan
nyeri antara
0-10
Rasio
Massage
effleurage
Metode pemijatan
dengan mengusap
jari-jari tangan pada
bagian abdomen
membentuk pola
dua lingkaran untuk
mengurangi nyeri
selama 20 menit
Wawancara
dan
observasi
Check list
Dilakukan
massage
effleurage
Nominal
Kompres
hangat
Memberikan
kompres hangat
menggunakan botol
kaca yang diisi air
panas yang baru
mendidih (85oC)
dan dibungkus
dengan 3 lapis kain
(handuk good
morning) sehingga
suhu permukaannya
menjadi 50oC,
kemudian
ditempelkan pada
abdomen bawah
yang terasa nyeri
selama 20 menit
Wawancara
dan
observasi
Check list
Dilakukan
kompres
hangat
Nominal
Sumber : (Prawirohardjo, 2011: Indrayani, 2016: Riyani & Ade, 2016)