Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
1. Keselamatan Pelayaran
Menurut Aulia Windyandari (2011) Indonesia merupakan Kepulauan
Maritim yang memiliki keunikan tersendiri dalam sistem transportasi laut, namun
demikian dalam aspek teknik dan dan ekonomi perlu dikaji lebih mendalam,
karena umur armada kapal saat ini banyak yang sudah tua, sehungga dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi
keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material,
konstruksi bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta
perlengkapan radio / elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya
hal ini setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.
Wiji Santoso, dkk (2013) menyebutkan bahwa keselamatan pelayaran adalah
segala hal yang ada dan dapat dikembangkan dalam kaitannya dengan tindakan
pencegahan kecelakaan pada saat melaksanakan kerja di bidang pelayaran. Dalam
UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 33 menyatakan bahwa
keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan,
kepelabuhan, dan lingkungan maritim. Pasal 1 butir 33 menyatakan bahwa
kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat,
pemuatan, kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum
kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan
manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu.
Untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu
lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian,
berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar
harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan sesuai untuk melakukan
tugasnya di atas kapal berdasarkan jabatannya dengan mempertimbangkan
besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran. UU No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran, Pasal 1 butir 40 awak kapal adalah orang yang bekerja atau
diperlukan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas
di atas kapal sesuai dengan jabatannya.
a. Revitalisasi Keselamatan Pelayaran
1. Meningkatkan keselamatan pelayaran dalam melakukan transportasi di laut dan
pendapatan masyarakat melalui pengembangan Keselamatan Pelayaran
meningkatkan daya saing melalui pengingkatan produktifitas dan
pengembangan industri hilir berbasis Keselamatan.
2. Meningkatkan penguasaan ekonomi nasional dengan mengikutsertakan
masyarakat dan pengusaha lokal;
3. Mendukung pengembangan wilayah;
4. Mengoptimalkan pengelolaan transportasi laut dalam menciptakan
Keselamatan Pelayaran secara berkelanjutan;
5. Meningkatkan kembali dan memfungsikan Sarana dan Prasarana Navigasi
Pelayaran sesuai dengan fungsi dan karakter dari peralatan yang ada, dalam
upaya peningkatan Keselamatan Pelayaran.
b. Peningkatan Faktor Keselamatan Kapal
Keselamatan kapal dipengaruhi oleh perlengkapan kapal, fungsi kapal,
beban muatan dan kecakapan pengemudi kapal. Agar keselamatan penumpang
dan awak kapal tetap terjaga, maka perlengkapan kapal harus disesuaikan dengan
standard keselamatan. Penggunaan kapal sesuai fungsi utamanya, beban muatan
tidak melebihi batas muatan yang disyaratkan, pengemudi kapal benar-benar
cakap melayarkan kapal dan menguasai jalur pelayaran yang dilaluinya.
Pengawasan standar keselamatan kapal seyogianya dilakukan dengan ketat
pada saat pengajuan surat ijin pelayaran atau rekomendasi trayek, selain itu juga
perlu dilakukan razia secara temporari atau pemeriksaan kelengkapan kapal secara
erkala, termasuk penanganan pelanggaran batas muatan kapal, terutama untuk
kapal speedboat yang selama ini mengangkut penumpang hingga di atas kap atap
kapal. Pembekalan pengetahuan pelayaran pada pengemudi kapal sangat
diperlukan, terutama yang berkaitan dengan penguasaan kapal yang dikemudikan,
serta jalur trayek yang dilaluinya. Hal ini dapat dilakukan dengan melalui
pendekatan kelembagaan seperti pendirian asosiasi, baik pemilik maupun
pengemudi dan awak kapal yang berkaitan langsung dengan pola dan cara hidup
pelaku angkutan sungai yang sebagian besar berbasis tradisional. Sehingga setiap
langkah sosialisasi yang dilakukan akan menuju pada arah yang tepat dan dapat
diterima semua pihak (Aulia Windyandari, 2011).
c. Sistem Manajemen Perusahaan Pelayaran
HM. Thamrin. AR (2015) menyebutkan bahwa tugas wewenang dan
tanggung jawab perusahaan pelayaran yang diatur dalam ISM code mempunyai
cukupan luas, antara lain :
1. Kebijakan keselamatan dan perlindungan lingkungan.
2. Wewenang dan tanggung jawab perusahaan.
3. Wewenang dan tanggung jawab nahkoda.
4. Sumber daya dan personal.
5. Kesiapan menghadapi keadaan darurat.
6. Perawatan kapal dan peralatannya.
7. Dokumentasi, sertifikasi, vertifikasi dan pengawasan.
Tujuan sistem ISM code (International Safety Management code) dalam
keselamatan operasional kapal dan pencegahan kecelakaan kapal untuk :
1. Memastikan keselamatan di laut;
2. Mencegah kecelakaan manusia/hilangnya nyawa/jiwa;
3. Menghindari kerusakan-kerusakan lingkungan yang di akibatkan kecelakaan
dan pencemaran di laut;
4. Menjaga muatan barang yang di angkut dan konstruksi kapal.
2. Kesyahbandaran
Kata Syahbandar menurut etimologisnya terdiri dari kata Syah dan Bandar.
Syah berarti penguasa dan kata Bandar berarti : Pelabuhan dan sungai yang
digunakan sebagai tempat kepil atau tempat labuh, tempat kepil pada jembatan
punggah dan jembatan – jembatan muat, dermaga dan cerocok dan tempat kepil
lain yang lazim digunakan oleh kapal – kapal, juga daerah laut yang dimaksudkan
sebagai tempat kepil kapal – kapal yang karena saratnya atau sebab lain, tidak
dapat masuk dalam batas – batas tempat kepil yang lazim digunakan .
Berdasarkan pengertian di atas terlihat beberapa unsur yang berhubungan
langsung satu sama lainnya yaitu adanya penguasa laut,sungai, dermaga, dan
kapal. Atau dengan kata lain ada unsur manusia (pengusaha/pemerintah) dan
unsur sarana dan prasarana yaitu laut dan sungai, dermaga dan kapal. Sarana dan
prasarana harus diatur dan di tata sedemikian rupa sehingga dapat menunjang
kelancaran lalulintas angkutan laut
a. Tugas, Fungsi dan Kewenangan Syahbandar
Syahbandar sebagai pejabat tertinggi dalam kepelabuhan tentunya memiliki
kewenanggan yang besar diberikan oleh aturan hukum Indonesia, oleh UU Nomor
17 Tahun 2008 maka Syahbandar memiliki tugas sebagai berikut :
1. Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan dan ketertiban
pelabuhan.
2. Mengawasi tertib lalu lintas kapal diperairan pelabuhan dan alur – alur
pelayaran.
3. Mengawasi kegiatan alih muat diperairan pelabuhan.
4. Mengawasi pemanduan, mengawasi kegiatan penundaan kapal.
5. Mengawasi kegiatan bawah air dan salvage.
6. Mengawasi bongkar muat barang berbahaya.
7. Mengawasi pengisian bahan bakar.
8. Mengawasi pengerukan dan rekalmasi.
9. Mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan.
Dalam melakukan tugas yang dipercayakan sebagai pemimpin tertinggi
dipelabuhan maka syahbadar memiliki fungsi, yaitu :
1. Melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan dalam pelayaran yang
mencakup, pelaksanaan, pengawasan, dan penegakkan hukum dibidang
angkutan perairan.
2. Syahbandar membantu tugas pencarian dan penyelamatan dipelabuhan sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
3. Syanbandar diangkat oleh menteri setelah memenuhi persyaratan kompetensi
dibidang keselamatan dan keamanan serta kesyahbandaran.
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas diatas maka syahbandar memiliki
kewenangan sebagai berikut :
1. Mengkoordinasi seluruh kegiatan pemerintahan dipelabuhan.
2. Memeriksa dan menyimpan surat, dokumen, dan warta kapal.
3. Menerbitkan persetujuan kegiatan kapal dipelabuhan melakukan pemeriksaan
kapal.
4. Menerbitkan surat persetujuan berlayar
5. Melakukan pemeriksaan kecelakaan kapal.
6. Melaksanakan sijil awak kapal.
Peran syahbandar dalam bidang pengawasan adalah sangat penting hal ini
dapat dilihat dalam undang undang pelayaran Indonesia mengenai keselamatan
kapal ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari syahbandar dalam
pengawasannya yaitu:
1. Material kapal.
2. Konstruksi kapal.
3. Bangunan kapal.
4. Permesinan dan perlistrikan kapal.
5. Stabilitas kapal.
6. Tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan
radio.
7. Elektornika kapal.
Demikian juga dalam rangka mengatur sarana dan prasarana di Bidang
Keselamatan Pelayaran, maka ada beberapa perangkat peraturan yang mengatur
tentang keselamatan kapal antara lain:
a. Nasional
1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
2. Scheepen Ordonansi 1953 (SO. 1935) .
3. Scheepen Verordening 1935 (SV. 1935).
b. Internasional
(Safety of life at Sea) 1974 diperbaiki dengan Amandemen 1978 berlaku bagi
semua kapal yang melakukan pelayaran antara pelabuhan-pelabuhan di dunia.
Ordonansi dan peraturan tersebut mengatur antara lain:
1. Instansi yang melakukan pengawasan terhadap laik laut suatu kapal.
2. Mengatur persyaratan konstruksi bangunan kapal.
3. Mengatur persyaratan kelengkapan kapal.
4. Mengatur persyaratan alat-alat radio komunikasi kapal.
5. Mengatur persyaratan daerah pelayaran suatu kapal .
6. Mengatur persyaratan navigasi kapal.
7. Mengatur tatacara pemuatan di kapal.
8. Mengatur persyaratan stabilitas kapal.
9. Mengatur persyaratan permesinan dan kelistrikan.
10. Mengatur tentang muatan berbahaya.
11. Mengatur persyaratan kapal nuklir.
12. Mengatur persyaratan untuk Nahkoda, perwira deck, dan mesin kapal serta
awak kapal.
13. Mengatur bentuk sertifikat keselamatan pelayaran.
b. Indikator Syahbandar
Menurut Randy Y.C. Aguw : 2013 indikator syahbandar yaitu :
1. Mengawasi kelaiklautan kapal.
2. Melaksanakan sijil awak kapal.
3. Menerbitkan surat persetujuan berlayar.
3. Sistem Komunikasi
Menurut Aulia Windyandari (2011) sistem komunikasi adalah yang
menolong kapal untuk mengatasi kesulitan dalam komunikasi, dalam hal tukar-
menukar ID, posisi, kecepatan dan data vital lainnya dengan kapal terdekat atau
stasiun pelabuhan melalui sistem tran-ponder standart. Pertukaran data oleh
AIS terjadi secara automatic dan sampai dengan jelas ke tujuan. AIS akan
membantu dengan jangkauan yang luas dalam menjamin keselamatan
pelayaran.
Teknologi terbaru sistem komunikasi kapal di laut dinamakan (Automatic
Identification System) (AIS). Sistem ini menolong kapal untuk mengatasi
kesulitan dalam komunikasi, dalam hal tukar-menukar ID, posisi, kecepatan
dan data vital lainnya dengan kapal terdekat atau stasiun pelabuhan melalui
sistem tran- ponder standart. Pertukaran data oleh AIS terjadi secara automatic
dan sampai dengan jelas ke tujuan. AIS akan membantu dengan jangkauan
yang luas dalam menjamin keselamatan pelayaran (Aulia Windyandari, 2011).
Konsep dari AIS ini ditemukan oleh seorang Swedis bernama Hakan
Lans yang ditemukan pertengahan tahun 1980 dengan teknik jeniusnya yang
spontan, diuumumkan sebagai alat komunikasi yang menggunakan transmitter
dalam jumlah banyak untuk mengirimkan data dengan cepat melebihi channel
radio melalui sinkronisasi data tranmisi sesuai waktu standart yang telah
ditentukan. AIS dirancang dalam operasi meliputi:
a. Informasi dari kapal ke kapal untuk menghindari tabrakan.
b. Informasi tentang kapal dan muatan ketika memasuki daerah pantai.
c. Alat pengatur lalu lintas yang diintegrasikan dengan Vessel Traffic
System (VTS).
AIS mempunyai peranan yang paling penting, dalam tukar-menukar
laporan data kapal. Pada proses ini kapal mentrasfer data perlengkapan AIS
kapal lain meggunakan gelombang VHF. Keunikannya, proses ini berlangsung
independen antar kapal tanpa menggunakan stasiun transmisi. Adapun informasi
yang disampaikan oleh AIS ini adalah :
a. Data statistik : nomor IMO, tipe kapal, panjang kapal, lokasi dari posisi antena
di kapal.
b. Data (dynamic) : posisi kapal sesuai indikasi yang akurat, waktu pada
UTC, (speed overground), status navigasi, laju gerakan kapal.
c. Data pelayaran yang terkait : tinggi sarat kapal, (type cargo hazard), ETA.
Sistem komunikasi di Kapal tidak hanya mempergunakan kode-kode
internasional saja seperti kode morse, kode bendera (Sympahore) dan lampu-
lampu navigasi yang hanya dipergunakan pada saat tertentu saja. Saat ini ,
komunikasi di Kapal, antar kapal, maupun antara kapal dengan stasiun pemancar
di darat mempergunakan radio.
Radio komunikasi yang dipergunakan di Kapal tidak berbeda dengan di
daratan. Sinyal yang dipancarkan oleh transmitter, kemudian dipantulkan oleh
salah satu lapisan atmosfir bumi yang memantulkannya ke pesawat penerima /
receiver. Dalam era modern ini, peranan dari atmosfir dapat digantikan oleh satelit
komunikasi yang menangkap sinyal yang dipancarkan oleh transmitter untuk
kemudian dipancarkan ulang kembali menuju ke pesawat penerima. Penggunaan
satelit ini sangat efisien, karena satelit tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang
tidak menentu. Untuk memudahkan pemakaian jasa satelit dalam komunikasi
pelayaran, dibuat penyeragaman kode-kode pada keadaan bahaya dan yang
penting berhubungan dengan keselamatan pada saat berlayar (Safety Of Life at
Sea / SOLAS Code) dengan menggunakan (International Maritime Satelite
Organization) (INMAR-SAT).
Adapun beberapa macam komunikasi mempergunakan radio, sebagai berikut :
a. Komunikasi Pasif : Dimana pesawat radio yang digunakan hanya terdiri dari
pesawat penerima/ receiver saja. Hal ini mengakibatkan radio hanya dapat
difungsikan untuk mendengarkan laporan cuaca dari stasiun pemancar di
sekitar kawasan itu.
b. Komunikasi Aktif : Dimana pesawat radio yang digunakan selain dilengkapi
dengan receiver, juga dilengkapi dengan transmitter. Hal ini memungkinkan
untuk berkomunikasi dua arah dengan stasiun pemancar maupun dalam
berkomunikasi antar kapal serta mengirimkan keadaan bahaya (S.O.S).
Adapun peralatan komunikasi yang biasa dipergunakan di Kapal yaitu:
a. Wireless Telegraph
Sistem ini merupakan sistem yang pertama kali dipergunakan delam
sistem radio komunikasi di lautan. Dengan menggunakan HF dan MF band,
sistem ini perlu didukung oleh stasiun-stasiun di kawasan pantai. Hal ini
mengakibatkan penyampaian informasi dengan menggunakan media ini kurang
begitu diminati, karena kalah cepat dengan penyampaian informasi via satelit
yang berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.
b. Radio telephone
Peralatan ini menggunakan frekuensi VHF, HF, MF dan satelit-band.
Radio VHF memiliki jangkauan yang terbatas tetapi relative bersih dari
kehilangan suara maupun gangguan suara lainnya. Sedangkan untuk mengatasi
keterbatasan jangkauan dapat diantisipasi dengan mengakses ke jaringan telefon
internasional maupun via satelit. Sedangkan Radio HF dan MF dipergunakan
untuk komunikasi dengan jarak yang lebih jauh.
c. Telex
Peralatan ini menggunakan frekuensi HF, MF dan satelit-band. Pesan yang
akan dikirim dituliskan dalam suatu terminal untuk kemudian dikirimkan dengan
gelombang berfrekuensi HF, MF maupun satelit-band sebagai gelombang
pembawa untuk kemudian dipancarkan via satelit menuju ke penerima dan akan
tertulis seperti aslinya secara otomatis. Penyampaian informasi dengan
menggunakan peralatan ini hampir melebihi penyampaian info lewat radio.
4. Pemanduan
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 24 KM Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pemanduan, Bab I pasal 1 ayat 1, “Pemanduan adalah
kegiatan dalam membantu Nahkoda kapal, agar navigasi dapat dilaksanakan
dengan selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan
perairan setempat yang penting demi keselamatan kapal dan lingkungan.
Haryono, dkk (2012) menyebutkan bahwa di dalam melaksanakan jasa
pandu, semua kegiatannya diatur di dalam peraturan yang telah ditetapkan oleh
Menteri Perhubungan. Semua itu diharapkan agar kegiatan tersebut dapat berjalan
dengan lancar. Peraturan yang berkaitan dengan jasa pandu adalah Keputusan
Menteri Perhubungan No. 24 Tahun 2002 tentang penyelenggaraan pemanduan,
antara lain Penyelenggaraan Pemanduan, pasal 7 ayat 1 “Setiap kapal yang
berukuran tonnase kotor GT 500 atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu,
wajib menggunakan pelayanan jasa pemanduan”. Pasal 9 ayat 1, Penyelenggara
pemanduan dalam menyelanggarakan pemanduan wajib :
a. Menyediakan petugas pandu yang memenuhi persyaratan.
Menyediakan sarana bantu dan prasarana pemanduan yang memenuhi
persyaratan.
b. Memberikan pelayanan pemanduan secara wajar dan tepat.
Melaporkan apabila terjadi hambatan dalam pelaksanaan pemanduan kepada
pengawasan pemanduan.
c. Melaporkan kegiatan pemanduan setiap 3 (tiga) bulan kepada Direktur Jendral.
a. Sistem dan Prosedur Pemanduan Kapal
Pengertian pemanduan kapal menurut Diktat PT. Pelabuhan Indonesia III
(Persero) Cabang Tanjung Perak adalah : “Pemanduan kapal adalah kegiatan
pandu dalam membantu Nahkoda kapal, agar navigasi dapat dilaksanakan dengan
selamat, tertib dan lancar dengan memberikan informasi tentang keadaan perairan
setempat yang penting demi keselamatan kapal, penumpang dan muatannya
sewaktu memasuki alur pelayaran menuju dermaga”.
1. Perencanaan Pemanduan
Kepala Sub Dinas Perencanaan Pemanduan bertugas:
a. Menerima PPKB (Permintan Pelayanan Kapal dan Barang) dari agen
pelayaran yang telah ditetapkan oleh petugas PPSA (Pusat Pelayanan Satu
Atap) dan telah ada bukti pengesahan pembayaran dari petugas Uper/Non
uper;
b. Mengevaluasi dan mengoreksi kebenaran data-data kapal dan bukti
pembayaran yang telah disyahkan;
c. Merencanakan dan menetapkan jam pelayanan pemanduan;
d. Menandatangani PPKB yang telah ditetapkan kepada agen pelayaran.
Kepala Satuan Pelaksana Perencanaan Pelayanan Pemanduan bertugas:
a. Menerima PPKB dan menuliskannya ke dalam Daftar Rencana Harian
Gerakan Kapal dan pelaksanaannya.
b. Menginformasikan ke kapal sehubung dengan rencana pelayanan
pemanduan melalui Menara Pengawas Kepanduan.
Kepala Satuan Pelaksana Pelayanan Telepon dan Radio bertugas :
Menerima informasi rencana pelayanan pemanduan untuk diteruskan
kepada kapal yang akan dilayani, jika kapal yang dilayani siap.
Kepala Dinas Pemanduan bertugas:
a. Membuat Surat Perintah Kerja (SPK) pandu bandar dan menandatanganinya
kemudian diserahkan kepada pandu yang bersangkutan, untuk selanjutnya
diteruskan kepada kepala sub dinas operasi sarana pemanduan untuk
penyiapan sarana yang dibutuhkan, jika kapal yang akan dilayni tidak siap.
b. Pelaksanaan pelayanan pemanduan dibatalkan dan apabila ada kapal telah
siap pihak pelayaran membuat PPKB baru.
Kepala Sub Dinas Operasi Sarana Pemanduan bertugas :
Menerima SPK dari pandu kemudian menentukan sarana bantu
pemanduan, sarana bantu berupa : kapal tunda, motor pandu, motor kepil,
mobil angkutan pandu. Sesuai dengan keperluan kapal dan Peraturan
Pemerintah (SK. Menteri Nomor 66 Tahun 1994).
2. Pelaksanaan Pemanduan
a. Pandu melaksanakan tugas sesuai nomor urut jaga dan SPK yang telah
diterima;
b. Sarana bantu pemanduan disiapkan, pandu menuju ke kapal untuk
melaksanakan pelayanan pemanduan;
c. Sarana bantu pemanduan melaksanakan tugasnya;
d. Setelah pelayanan pemanduan selesai dilaksanakan, pandu menyelesaikan
administrasi pemanduan;
e. Administrasi pemanduan selesai, pandu dan saran bantu kembali ke
pangkalan divisi kepanduan untuk stand-by tugas berikutnya.
b. Pemanduan
Untuk kepentingan keselamatan, keamanan berlayar, perlindungan
lingkungan maritim, serta kelancaran berlalu lintas di perairan, pelabuhan dan
terminal khusus serta perairan tertentu dapat ditetapkan sebagai perairan pandu
(Peraturan Menteri Nomor PM 53 Tahun 2011). Adapun perairan pandu antara
lain :
1. Perairan Wajib Pandu
Adalah perairan yang ditentukan pemerintah Dirjenla dimana kapal-kapal
dengan ukuran tertentu tertentu (sekarang ditentukan ukur 150 GRT ke atas) yang
akan keluar masuk ataupun mengadakan gerakan tersendiri. Jika masih dalam
perairan pandu tersebut maka harus menggunakan jasa pandu. Perairan wajib
pandu diklasifikasikan dalam :
a. Perairan Wajib Pandu Kelas I;
b. Perairan Wajib Pandu Kelas II;
c. Perairan Wajib Pandu Kelas III.
2. Perairan Pandu Luar Biasa
Adalah perairan yang ditentukan oleh pemerintah Direktur Jendral
Perhubungan Laut bahwa di perairan tersebut boleh menggunakan pandu atau
tidak. Biasanya perairan tersebut nantinya akan dijadikan perairan wajib pandu.
Haryono, dkk (2012) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan pelayanan
pandu di pelabuhan yang memiliki alur pelayaran pada umumnya dibagi dua,
yaitu pandu bandar yang memandu kapal-kapal di kolam pelabuhan dan pandu
laut yang memandu kapal-kapal dari kolam pelabuhan ke batas luar perairan wajib
pandu, atau sebaliknya.
Tugas lain dari pandu adalah membantu syahbandar dalam tugas-tugas
keselamatan pelayaran dan juga mengawasi serta mengamati alur pelayaran, baik
dari pendangkalan maupun pencemaran perairan. Di negara kita pandu adalah
pegawai PT. (Persero) Pelabuhan dan negara lain pandu bisa sari perusahaan
swasta (pandu swasta).
Tarif pemanduan didasarkan pada besarnya kapal yang dipandu (GRT,
Gross Register Ton), jauh dekatnya jarak pemanduan atau lama waktu pemanduan
dan faktor sulit tidaknya alur pelayaran. Super interden Pandu saat ini dijabat oleh
Administrator Pelabuhan. Atas saran pandu dapat memberikan dispensasi bebas
tanpa pandu kepada kapal-kapal yang melayani atau mengadakan olah gerak
tersendiri di perairan wajib pandu dengan ketentuan pada saat ini tidak ada pandu,
nahkoda sudah sering kali keluar masuk perairan wajib pandu dimaksud.
Pemberian dispensasi hanya untuk satu kali pelayaran baik keluar ataupun masuk.
Saat ini kapal-kapal yang dibebaskan dari tarif jasa pemanduan sebagai
berikut :
a. Kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b. Kapal perang Republik Indonesia dan kapal negara Republik Indonesia untuk
tugas pemerintah/negara;
c. Kapal yang masuk ke pelabuhan untuk meminta pertolongan kemanusiaan;
d. Kapal penyeberangan (Ferry) yang secara tetap dan teratur berlayar kurang dari
24 jam di perairan wajib pandu.
Untuk dapat mendapatkan tugas pemanduan dengan baik diperlukan
sarana penunjang yaitu motor pandu yaitu kapal untuk menjemput atau mengantar
pandu di tengah laut, kapal tunda yaitu untuk membantu menyandarkan kapal,
maupun untuk mengawal pada alur pelayaran sempit, dan regu kepil (regu kepil
darat dan regu kepil laut) untuk membantu mengikat/ melepas tali kapal. Untuk
mengukur tungkat keberhasilan pelayanan pandu atau kinerja operasional pandu,
ada dua macam waktu tunggu (waiting time) dan waktu olah gerak kapal
approach time. Waktu tunggu pelayanan pandu, dihitung sejak permintaan pandu
sampai dengan pandu naik kapal. Sedang approach time adalah jumlah jam yang
digunakan pelayanan pemanduan, sejak kapal bergerak dari lego jangkar sampai
ikat tali di tambatan atau sebaliknya.
5. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
No Peneliti Judul Variabel dan
Indikator Hasil
1. Rinto B.
(2012)
KEBUTUHAN
NAKHODA
MELAKUAKAN
PEMERIKSAAN
BOAT
BERDASARKAN
CHECKLIST
HARIAN UNTUK
KESELAMATAN
PELAYARAN DI
PERUSAHAAN
PELAYARAN
Kepatuhan
Nakhoda dalam
pemeriksaan alat
keselamatan Boat
berdasarkan
Checklist harian
kapal terhadap
keselamatan
pelayaran.
Analisis ini menggunakan
Metode Analisis
Deskriptif dan Kualitatif.
Hasil penelitian
menyatakan bahwa
Penggunaan checklist
dalam pemeriksaan
boat adalah sebagai
panduan bagi para
nahkoda
agar tidak ada bagian-
bagian peralatan
keselamatan dan mesin
boat yang terlewatkan
pada saat inspeksi harian
sebelum memulai
pelayaran. Hasil penelitian
menggambarkan
sebagian besar kepatuhan
nahkoda dalam
memeriksa boat
berdasarkan checklist
masih
rendah dimana para
responden melakukan
pencontrengan checklist
tanpa memeriksa
peralatan keselamatan dan
kondisi mesin boat
mengikuti poin-poin di
dalam checklist.
2. Aulia
Windyand
ri, 2011
Tantangan
Sistem
Komunikasi
Laut di
Indonesia
sebagai Faktor
Pendukung
Keselamatan
Pelayaran.
Variabel :
Keselamatan
Pelayaran
Indikator :
1. keamanan alur
pelayaran.
2.Kelancaran lalu
lintas kapal
3.Keamanan
perairan
Perkembangan sistem
komunikasi untuk kapal di
Indonesia perlu dilakukan
peningkatan mengingat
semakin meningkatnya
angka kecelakaan kapal di
laut maupun di pelabuhan.
Adanya automatis sistem
komunikasi harus
ditetapkan dengan
peraturan IMO maupun
SOLAS yang berlaku
internasional. Salah satu
penemuan sistem
komunikasi di kapal
adalah AIS (Automatic
Identification System)
yang telah distandarisasi
IMO dapat diaplikasikan
pada kapal-kapal
Indonesia. Penelitian lebih
lanjut mengenai sistem
Komunikasi kapal untuk
menunjang keselamatan
dalam pelayaran.
3. Haryono,
dkk, 2012
Sistem
Operasional
Pelayanan
Pemanduan
terhadap
Keselamatan
Kapal di PT.
Pelabuhan
Indonesia III
(Persero)
Cabang Tanjung
Perak Surabaya
Variabel :
Pemanduan
Indikator :
a.membantu
kelancaran kapal
keluar masuk alur
pelayaran.
b.Informasi
keselamatan alur
pelayaran
c.Mengambil
tindakan demi
keselamatan
berlayar.
Berdasarkan uraian-uraian
sebelumnya perihal
pembahasan permasalahan
yang diambil dari
penelitian langsung dan
temuan penelitian
kemudian dianalisa
sehingga berhasil dipetik
kesimpulan-kesimpulan
sebagai berikut :
1.Pandu dan nahkoda serta
pengguna jasa sudah
memahami peraturan
setempat yang berlaku.
2.Kurangnya zona labuh
di kolam pelabuhan
Surabaya
3.Kurangnya personil
pandu dan sarana bantu
tunda sehingga
mengakibatkan kelelahan
(fatique)
4.Tidak ada pelabuhan
tambahan dalam
perkembangan masa kini.
4. Riva’atula
h Adaniah
Wahab,
2014
Penggunaan
Alat dan
Perangkat
Telekomunikasi
dalam Sistem
Navigasi dan
Komunikasi
Aktivitas
Perikanan di
Pelabuhan
Perikanan
Bitung
Variabel : Stasiun
Radio Pantai
Indikator :
a. Penyiaran
berita cuaca
pelayaran
b. Komunikasi
koordinasi
pencarian
dan
pertolongan
c. Penyebaran
informasi
keamanan
dan
keselamatan
pelayaran
Berdasarkan hasil
penelitian dapat
disimpulkan bahwa
operasionalisasi sistem
navigasi dan komunikasi
aktivitas perikanan di
Pelabuhan Perikanan
Bitung masih kurang
optimal. Sistem berjalan
secara parsial atau tidak
terintegrasi dan tidak
memadainya alat atau
perangkat yang dimiliki di
masing-masing pihak
mengakibatkan terjadinya
keterbatasan dan
perolehan informasi yang
saling tumpang tindih.
Kondisi
5. Rendy
Y.C.
Aguw
Tahun
(2013)
“TANGGUNG
JAWAB
SYAHBANDA
RDALAM
KESELAMATA
NPELAYARAN
DITINJAU
DARI UU
PELAYARAN
NO. 17 TAH N
2008
TENTANG
Variabel:
Syahbandar
Indikator:
a.Aspek
pengawasan
kelaik lautan
kapal.
b.Melaksanakan
sijil awak kapal
dan
Metode Kepustakaan
(library research)
1.Tanggung jawab
syahbandar sangatlah
penting karena keamanan
dan keselamatan
pelayaran adalah sudah
menjadi tugasnya.
Tindakan – tindakan yang
dilakukannya adalah /
agar untuk meningkatkan
pengawasan keamanan
PELAYARAN
”.
c.Menerbitkan
surat persetujuan
berlayar
dan keselamatan terhadap
hal – hal yang
berhubungan dengan
pelayaran
2.Tugas pegawasan yang
dilakukan seorang
syahbandar dalam rangka
pengaturan sarana dan
prasarana pelaksanaan
operasional transportasi
laut sangatlah penting.
Seorang syahbandar
dalam tugasnya juga harus
memastikan kesadaran
pemakai jasa transportasi
laut seperti perusahaan,
pemilik kapal, awak kapal,
untuk mentaati hukum dan
ketentuan perundang –
undangan yang berlaku
dibidang keselamatan
pelayaran yang pada
umumnya masih rendah.
Pada umumnya penelitian terdahulu menggunakan beberapa variabel yang
berbeda, namun terdapat hubungan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh penulis dengan bukti Variabel (Y) yaitu tentang
Keselamatan Pelayaran. Disetiap penelitian masing-masing penelitian terdahulu
peneliti mengambil satu variabel dan dikembangkan pada penelitian ini dengan
tempat dan sasaran responden yang berbeda. Berharap dengan pengembangan
penelitian ini terdapat perbedaan hasil dimana beberapa variabel yang digunakan
dapat saling mempengaruhi dan menghasilkan kesimpulan yang baik dan
bermanfaat.
2.2. Hipotesis
Menurut Husein Umar (2003) hipotesis berfungsi sebagai pegangan
sementara atau jawaban sementara, yang menghendaki pembuktian baik dalam
kenyataan (emperical verification), percobaan (experimentation), maupun praktik
(implementation).
Sugiyono (2007) mengatakan dalam statistic, hipotesis dapat diartikan
sebagai pernyataan statistic tentang parameter popolasi. Statistic adalah ukuran-
ukuran yang dikenakan pada sampel, sedangkan parameter adalah ukuran-ukuran
yang dikenakan pada populasi. Jadi hipotesis merupakan taksiran terhadap
parameter populasi, melalui data-data sampel.
Didalam usulan penelitian ini penulis menarik beberapa anggapan sementara
antara lain :
1. Diduga Syahbandar berpengaruh positif terhadap keselamatan pelayaran
2. Diduga sistem komunikasi berpengaruh positif terhadap keselamatan
pelayaran.
3. Diduga pemanduan berpengaruh positif terhadap keselamatan pelayaran.
1. Diagram Alur Pemikiran
Gambar : 2.3 Diagram Alur Pemikiran
Latar Belakang Masalah
Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Tinjauan Pustaka
Pengolahan Data
Analisis Data
Implikasi Manajerial
Kesimpulan Dan Saran
Data Cukup