28
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan ini merupakan salah satu faktor predisposisi dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada pelayanan keperawatan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Sunaryo dalam buku Psikologi Keperawatan, pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behaviour). 2.1.1 Definisi pengetahuan Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang yang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2006), pengetahuan (knowledge) adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

  • Upload
    lamnhan

  • View
    245

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain

tinggal menerimanya. Pengetahuan ini merupakan salah satu faktor predisposisi

dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada

pelayanan keperawatan (Notoatmodjo, 2010). Menurut Sunaryo dalam buku

Psikologi Keperawatan, pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui

proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka

(overt behaviour).

2.1.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara

langsung dari kesadarannya sendiri. Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang

yang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,

pengecap dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa

maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2006), pengetahuan

(knowledge) adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan

panca indranya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

10

(supersition) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). Perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan, sebab perilaku ini terjadi akibat adanya paksaan atau

aturan yang mengharuskan untuk berbuat.

Beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah

fakta-fakta tentang kebenaran yang melibatkan panca indra yang meliputi

penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba, sebagian besar

pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh dalam terbentuknya tindakan

seseorang (over behaviour) dan perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.1.2 Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Sunaryo (2004) menyatakan bahwa pengetahuan

yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai lima tingkatan, yaitu :

1. Tahu

Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat

mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu, adalah ia dapat menyebutkan,

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

2. Memahami

Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dan mengintepretasikan

dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

11

tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberikan contoh, dan

menyimpulkan.

3. Penerapan

Penerapan yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus,

metode dalam situasi nyata.

4. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian

lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih

terikat satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah seseorang dapat

menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan

proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian psikologi dengan

fisiologi.

5. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Faktor Internal

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

12

dan kebahagiaan. Jadi, pendidikan ini diperlukan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang dapat menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup. Pada umunya makin tinggi pendidikan

seseorang makin mudah untuk menerima informasi.

2. Pekerjaan

Pekerjaan ini merupakan cara untuk mencari nafkah yang dilakukan untuk

menunjang kehidupan. Pengalaman yang didapat dalam pekerjaan dapat

menjadi sumber pengetahuan baru. Pada umumnya semakin lama seseorang

bekerja maka akan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh orang

tersebut.

3. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih

matang dalam berpikir dan bekerja.

B. Faktor Eksternal

1. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

2. Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap

dalam menerima informasi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

13

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain kognitif (Notoatmodjo, 2007).

Apabila melalui angket, instrumen atau alat ukur yang digunakan seperti

wawancara, jawaban responden disampaikan lewat tulisan. Metode pengukuran

melalui angket ini sering disebut dengan “self administered” atau metode mengisi

sendiri. Menurut Notoatmodjo (2007), mengemukakan bahwa yang mengetahui

secara kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat dibagi menjadi

tiga tingkatan :

a. tingkat pengetahuan baik bila skor 76-100%

b. tingkat pengetahuan cukup bila skor 56-75%

c. tingkat pengetahuan kurang bila skor 0-55%

2.1.5 Pengetahuan Perawat dalam Mencegah Dekubitus

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus,

diantaranya dengan perbaikan keadaan umum pasien, pemeliharaan dan perawatan

kulit yang baik, papan atau alas tempat tidur yang baik, pencegahan terjadinya

luka dan perubahan posisi. Selain pencegahan dekubitus juga dapat dilakukan

dengan mengkaji resiko klien terkena dekubitus, dengan melakukan pijatan pada

tubuh maupun edukasi pada klien dan support sistem. Pengetahuan pencegahan

dekubitus ini harus dimiliki perawat dan diikuti dengan sikap positif dan

dipraktekkan dalam asuhan keperawatan. Antara pengetahuan, sikap dan perilaku

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

14

selayaknya berjalan secara sinergis karena terbentuknya perilaku baru akan

dimulai dari domain kognitif/pengetahuan, yang selanjutnya akan menimbulkan

respon batin dalam bentuk sikap dan dibuktikan dengan adanya tindakan atau

praktek. Pada jurnal Nurses Society, Guideline for prevention and management of

pressure ulcers (2010) dijelaskan bahwa pengetahuan yang harus dimiliki oleh

perawat dalam pencegahan dekubitus adalah mengetahui tanda dan gejala dari

dekubitus dan mampu mengkaji pencegahan dekubitus.

Menurut Siti Maryam (2011), pencegahan dekubitus dapat dilakukan dengan:

1. Mengkaji risiko individu terhadap kejadian dekubitus atau luka tekan.

Pengkajian risiko luka tekan seharusnya dilakukan pada saat pasien memasuki

RS dan diulang dengan pola yang teratur atau ketika ada perubahan yang

signifikan, seperti pembedahan atau penurunan status kesehatan. Beberapa

instrumen pengkajian risiko dapat digunakan untuk mengetahui skor risiko.

Diantara skala yang sering digunakan adalah skala norton.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

15

Tabel 2.1. Pengkajian Skor Norton (www.slideshare.net/iksan008_ndut/as-uhan-keperawatan)

2. Mengidentifikasi kelompok-kelompok yang beresiko tinggi terhadap kejadian

luka tekan. Orang tua dengan usia lebih dari 60 tahun, bayi, dan neonatal,

pasien injuri tulang belakang, pasien dengan bedrest adalah kelompok yang

mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian luka tekan.

3. Mengkaji keadaan kulit secara teratur.

a. Pengkajian kulit setidaknya sehari sekali

b. Mengkaji semua daerah di atas tulang yang menonjol setidaknya sehari

sekali

c. Kulit yang kemerahan dan daerah di atas tulang yang menonjol seharusnya

tidak dipijat karena pijatannya yang keras dapat mengganggu perfusi ke

jaringan.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

16

4. Mengkaji status mobilitas

Untuk pasien yang lemah, lakukanlah perubahan posisi. Ketika menggunakan

posisi lateral, hindari tekanan secara langsung pada daerah trochanter. Untuk

menghindari luka tekan di daerah tumit, gunakanlah bantal yang diletakkan di

bawah kaki. Bantal juga dapat digunakan pada daerah berikut untuk

mengurangi kejadian luka tekan yaitu di antara lutut kanan dan kiri, di antara

mata kaki, dibelakang punggung, dan di bawah kepala.

5. Meminimalkan terjadinya tekanan

Hindari menggunakan kassa yang berbentuk donat di tumit. Perawat rumah

sakit di Indonesia masih sering menggunakan donat yang dibuat dari kasa atau

balon untuk mencegah luka tekan.

6. Mengkaji dan meminimalkan terhadap pergesekan (friction) dan tenaga yang

merobek (shear).

Bersihkan dan keringkan kulit secepat mungkin setelah inkontinensia. Kulit

yang lembab mengakibatkan mudahnya terjadi pergeseran dan perobekan

jaringan. Pertahankan kepala tempat tidur pada posisi 30 atau di bawah 30

derajat untuk mencegah pasien mengalami pergesekan yang dapat

mengakibatkan terjadinya perobekan jaringan.

7. Mengkaji inkontinensia

Kelembaban yang disebabkan oleh inkontinensia dapat menyebabkan maserasi.

Lakukanlah latihan untuk melatih kandung kemih (bladder training) pada

pasien yang mengalami inkontinensia. Hal lain yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya luka tekan adalah:

a. Bersihkanlah setiap kali lembab dengan pembersih

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

17

b. Hindari menggosok kulit dengan keras karena dapat mengakibatkan

trauma pada kulit

c. Pembersih perianal yang mengandung antimikroba topikal dapat

digunakan untuk mengurangi jumlah mikroba di daerah kulit perianal

d. Gunakanlah air yang hangat atau sabun yang lembut untuk mencegah

kekeringan pada kulit

e. Berikanlah pelembab pada pasien setelah dimandikan untuk

mengembalikan kelembaban kulit

f. Bila pasien menggunakan diaper, pilihlah diaper yang memiliki daya serap

yang baik, untuk mengurangi kelembapan kulit akibat inkontinensia.

8. Mengkaji status nutrisi

Mengkaji status nutrisi yang meliputi berat badan pasien, intake makanan,

nafsu makan, ada tidaknya masalah dengan pencernaan, gangguan pada gigi,

riwayat pembedahan atau intervensi keperawatan/medis yang mempengaruhi

intake makanan

9. Mengkaji dan memonitor luka tekan pada setiap penggantian balutan luka

meliputi:

a. Deskripsi dari luka tekan meliputi lokasi, tipe jaringan (granulasi, nekrotik,

eschar), ukuran luka, eksudat (jumlah, tipe, karakter, bau), serta ada

tidaknya infeksi

b. Stadium dari luka tekan

c. Kondisi kulit sekeliling luka

d. Nyeri pada luka

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

18

10. Mengkaji faktor yang menunda status penyembuhan

a. Penyembuhan luka seringkali gagal karena adanya kondisi-kondisi seperti

malignansi, diabetes, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia

b. Medikasi seperti steroid agen imunosupresif, atau obat anti kanker juga

akan mengganggu penyembuhan luka

11. Mengevaluasi penyembuhan luka

a. Luka tekan stadium II seharusnya menunjukkan penyembuhan luka dalam

waktu satu sampai dua minggu. Pengecilan ukuran luka setelah dua

minggu juga dapat digunakan untuk memprediksi penyembuhan luka. Bila

kondisi luka memburuk, evaluasi luka secepat mungkin

b. Menggunakan parameter untuk penyembuhan luka termasuk dimensi luka,

eksudat, dan jaringan luka

12. Mengkaji komplikasi yang potensial terjadi karena luka tekan seperti abses,

osteomielitis, bakterimia, fistula.

2.2 Konsep Dekubitus

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan

konsisten merupakan intervensi penting untuk menjamin perawatan yang

berkualitas tinggi (Holf, 1989 dalam Potter & Perry 2009). Gangguan integritas

kulit terjadi akibat tekanan yang lama, iritasi kulit, atau imobilisasi, sehingga

menyebabkan terjadi dekubitus.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

19

2.2.1 Pengertian Dekubitus

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika

jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal

dalam jangka waktu lama (Sudoyo AW, dkk 2009). Dekubitus atau ulkus

dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah lesi di kulit yang

terjadi akibat rusaknya epidermis, dermis, dan kadang-kadang jaringan subkutis

dan tulang dibawahnya. Ulkus dekubitus biasanya dijumpai pada orang-orang

yang dirawat di tempat tidur atau mengalami penurunan mobilitas, terutama bila

disertai dengan status nutrisi yang buruk. Meskipun demikian, ulkus dapat dialami

oleh individu yang mobilitasnya normal, namun sensitivitas terhadap nyeri

menurun, seperti pada penderita diabetes melitus, cedera medula spinalis, atau

stroke. Keparahan suatu ulkus didasarkan pada kedalamannya. Ulkus yang

tampak kecil di permukaan kulit dapat berkaitan dengan kerusakan luas di bawah

kulit (Elizabeth Corwin, 2009).

2.2.2 Proses Terjadinya Dekubitus

Luka dekubitus merupakan dampak dari tekanan yang terlalu lama pada

area permukaan tulang yang menonjol dan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi

darah pada area yang tertekan dan lama kelamaan jaringan setempat mengalami

iskemik, hipoksia dan berkembang menjadi nekrosis. Tekanan yang normal pada

kapiler adalah 32 mmHg. Apabila tekanan kapiler melebihi dari tekanan darah dan

struktur pembuluh darah pada kulit, makan akan terjadi kolaps. Dengan terjadi

kolaps akan menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang

tertekan menyebabkan terhambarnya aliran darah. Dengan adanya peningkatan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

20

tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini akan menyokong

untuk terjadi edema dan konsekuensinya terjadi autolysis. Hal lain juga

mengkontribusi untuk terjadi nekrosis pada jaringan (Healthyenthusiast, 2014).

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi luka dekubitus

Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat

tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan resiko

terjadi luka dekubitus yang lebih lanjut pada pasien. Menurut Potter & Perry

(2009) ada 10 faktor yang mempengaruhi pembentukan luka dekubitus

diantaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi,

demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakesia, dan usia.

1. Gaya gesek

Gaya gesek merupakan tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah paralel

terhadap permukaan tubuh (AHPCR, 1994 dalam Potter & Perry 2009). Gaya

ini terjadi saat pasien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya diatas tempat

tidur dengan cara didorong atau di geser kebawah saat berada pada posisi

fowler yang tinggi. Jika terdapat gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan

menempel pada permukaan tempat tidur, dan lapisan otot serta tulang bergeser

sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang pasien bergeser kearah kulit dan

memberi gaya pada kulit (Maklebust & Sieggren, 1991 dalam Potter & Perry

2009).

2. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan pada kulit saat digeser pada

permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHPCR, 1994 dalam Potter &

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

21

Perry, 2009). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi

mempengaruhi epedermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika

pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau

tumit (Wysocki & Bryant, 1992 dalam Potter & Perry 2009). Karena cara

terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar sprei “sheet

burns” (Bryant el el, 1992 dalam Potter & Perry, 2009).

3. Kelembaban

Adanya kelembaban pada kullit dan durasinya meningkatkan terjadinya

kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatan resiko

pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981

dalam Potter & Perry, 2009). Kelembaban menurunkan resistensi kulit

terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek (Potter & Perry,

2009). Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi

dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan

inkontensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan inkontinensia

menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan

pada pasien (Potter & Perry, 2009).

4. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan jaringan subkutan yang

serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan

diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan

meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua

hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus

yang tidak sembuh (Hanan & scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2009).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

22

5. Anemia

Pasien anemia beresiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin

mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi

jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu

metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka (Potter & Perry, 2009).

6. Kakeksia

Kakeksi merupakan penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai

kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat

seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini

meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien

kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk

melindungi tonjolan tulang dari tekanan (Potter & Perry, 2009).

7. Obesitas

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil

berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari

tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh

vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang

berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi (Potter

& Perry, 2009).

8. Demam

Infeksi disebabkan adanya patogen dalam tubuh. Pasien infeksi biasa

mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolik

tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin

rentan mengalami iskemi (Skheleton & Litwalk, 1991 dalam Potter & Perry,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

23

2009). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringetan) dan

meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi

kerusakan kulit pasien (Potter & Perry, 2009).

9. Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan

mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi pada pasien yang menderita

penyakit vaskuler, pasien syok atau yang mendapatkan pengobatan sejenis

vasopresor (Potter & Perry, 2009).

10. Usia

Studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989) mencatat adanya luka dekubitus

yang terbesar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun. Lansia mempunyai

potensi besar untuk mengalami dekubitus oleh karena berkaitan dengan

perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecenderungan lansia yang lebih

sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu imobilisasi akan

memperlancar resiko terjadinya dekubitus pada lansia.

Selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, menurut Siti Maryam

(2011) menjelaskan faktor risiko terjadinya dekubitus antara lain, yaitu:

1. Mobilitas dan aktivitas

Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi

tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Pasien

yang berbaring terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah

posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas adalah faktor

yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan. Penelitian yang

dilakukan Suriadi (2003) disalah satu rumah sakit di Pontianak juga

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

24

menunjukkan bahwa mobilitas merupakan faktor yang signifikan untuk

perkembangan luka tekan.

2. Penurunan sensori persepsi

Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami penurunan

untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di atas tulang yang

menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama, pasien akan mudah

terkena luka tekan.

3. Stres emosional

Depresi dan stress emosional kronik misalnya pada pasien psikiatrik juga

merupakan faktor risiko untuk perkembangan dari luka tekan.

4. Merokok

Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah dan

memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah. Menurut hasil

penelitian Suriadi (2002) ada hubungan yang signifikan antara merokok

dengan perkembangan terhadap luka tekan.

2.2.4 Stadium Luka pada Dekubitus

Pada artikel review Pressure Ulcer : Back To Basics (2012), luka dekubitus

dibagi menjadi empat stadium, yaitu:

1. Stadium 1

Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobsevasi. Apabila dibandingkan

dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut :

perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan

konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak), perubahan sensasi (gatal atau

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

25

nyeri). Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai

kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan

kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.

Gambar 2.1 Stadium 1 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

2. Stadium II

Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.

Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang

yang dangkal. Jika kulit terluka atau robek maka akan timbul masalah baru,

yaitu infeksi. Infeksi memperlambar penyembuhan ulkus yang dangkal dan

bisa berakibat fatal terhadap ulkus yang lebih dalam.

Gambar 2.2. Stadium 2 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

26

3. Stadium III

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari

jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat

seperti lubang yang dalam.

Gambar 2.3 Stadium 3 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

4. Stadium IV

Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis

jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam

serta saluran sinus.

Gambar 2.4 Stadium 4 Luka Dekubitus (courtesy of Prof. Hironi Sanada, Japan)

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

27

2.3 Konsep Perilaku Caring

Ilmu keperawatan adalah ilmu tentang kebutuhan manusia dan cara

memenuhi kebutuhan dasar. Caring merupakan esensi dari praktik keperawatan

dalam memenuhi kebutuhan manusia. Perawat sebagai caring profesional harus

memahami secara eksplisit dan implisit tentang apa yang terkandung dalam

caring profesional. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang,

memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007).

Caring mengandung tiga hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian,

tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas. Memberikan asuhan (caring)

secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku

sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang

lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial,

pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat

(Dwidiyanti, 2007), maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring

menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan yang nantinya

akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan (Potter dan Perry,

2009).

Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

28

2.3.1 Pengertian

Caring merupakan sentral praktik keperawatan. Potter & Perry (2009)

menjelaskan bahwa caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara

manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Klien dan

keluarga mengharapkan kualitas hubungan individu yang baik dari perawat.

Teori yang mendukung pernyataan bahwa caring merupakan sentral praktik

keperawatan dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam praktik keperawatan

adalah teori yang dikemukakan oleh Swanson. Swanson (1991, dalam Potter &

Perry, 2009) mendefinisikan bahwa caring adalah suatu cara pemeliharaan

hubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki, dan

tanggung jawab. Teori Swanson berguna dalam memberikan petunjuk bagaimana

membangun strategi caring yang berguna dan efektif.

Caring merupakan hubungan pemberi layanan yang dapat bersifat terbuka

maupun tertutup. Perawat dan klien masuk dalam suatu hubungan yang tidak

hanya sekedar seseorang “melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada hubungan

memberi dan menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling mengenal dan

peduli antara perawat dan klien (Banner 2004, dalam Potter & Perry, 2009).

2.3.2 Perilaku Caring dalam Praktik Keperawatan

Menurut Sartika (2010), tindakan caring bertujuan untuk memberikan

asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan

keselamatan klien. Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya

dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai

klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

29

memberikan pelayanan kesehatan yang tepat. Tiga aspek yang mendasari

keharusan perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek

kontrak, aspek etika dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain yang

sakit.

a. Aspek kontrak

Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada dibawah kewajiban

kontrak untuk care. Sartika (2010) mengatakan, “perawat memiliki tugas

profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang

profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita.

b. Aspek etika

Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,

bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi

tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan

asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan

yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikan

kebahagiaan bagi orang lain.

c. Aspek spiritual

Perawat yang religious adalah orang yang care, bukan karena dia seorang

perawat tetapi lebih karena dia adalah suatu agama atau kepercayaan, perawat

harus care terhadap klien.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rika (2013) dijelaskan bahwa

perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu : faktor predisposisi

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

30

(predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat

(reinforcing factor).

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) terwujud dalam:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori

khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu. Pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku

terbuka.

b. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek,

baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak

dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari

perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukkan adanya

kesesuaian respon terhadap stimulus tertentu. Tingkatan respon adalah

menerima (receiving), merespon (responding), menghargai (valuing), dan

bertanggung jawab (responsible).

c. Nilai-nilai

Nilai-nilai atau norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai

dengan nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang.

d. Kepercayaan

Seseorang yang mempunyai atau menyakini suatu kepercayaan tertentu

akan mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit yang

akan berpengaruh terhadap kesehatannya.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

31

e. Persepsi

Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam diri individu terhadap

stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian,

penginterpretasikan terhadap rangsang yang diterima oleh organisme atau

individu sehingga merupaka sesuatu yang berarti dan merupakan respon

yang menyeluruh dalam diri individu.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus

menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan

perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung mencakup ketersediaan

sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya

mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut

sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.

3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor-faktor pendorong merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat

untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan

penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan

negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.

Faktor-faktor pendorong juga mencakup program kesehatan, peraturan,

undang-undang, kebijakan, dan perilaku serta sikap petugas kesehatan yang

lain.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

32

2.3.4 Jenis-Jenis Caring

Watson (2009) menjelaskan jenis-jenis caring yaitu:

a. Caring sebagai suatu proses

Caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu orang

lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Caring sebagai suatu proses

merupakan perilaku yang membutuhkn jiwa besar dan mampu berlapang dada.

b. Caring sebagai suatu bentuk normal

Caring sebagai moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus terdiri

dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap

kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien

sebagai manusia istimewa. Cara perawat melihat pasien sebagai manusia yang

mempunyai kekuatan, dan bukan hanya fisik, tapi juga mempunyai jiwa dan

kebutuhan harus menjadi bagian penting dari perilaku caring.

c. Caring sebagai suatu affect

Caring sebagai suatu affect digambarkan sebagai suatu emosi, perasaan belas

kasih, atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk

memberikan asuhan keperawatan bagi klien/pasien. Dengan demikian perasaan

tersebut harus ada dalam diri setiap perawat agar dapat merawat pasien dengan

baik.

2.3.5 Perilaku Caring dalam Praktik Pencegahan Dekubitus

Menurut Potter & Perry 2009, terdapat tiga area intervensi untuk

mencegah terjadi dekubitus adalah perawatan kulit, yang meliputi hiegenis dan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

33

perawatan kulit topikal; pencegahan mekanik dan pendukung untuk permukaan,

yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat tidur dan kasur terapeutik.

1. Higiene dan Perawatan Kulit

Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlindungan

dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus menerus

oleh perawat, daripada didelegasi ke tenaga kesehatan lainnya.

2. Pengaturan posisi

Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya

gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30

derajat atau kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya

gesek. Posisi klien imobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas,

kemampuan persepsi, dan rutinitas sehari-hari. Oleh karena itu standar

perubahan posisi dengan interval satu sampai 1 ½ mungkin tidak dapat

mencegah terjadi dekubitus pada beberapa klien. AHCPR (1992) dalam Potter

& Perry 2009 merekomendasikan penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah

dan menentukan posisi tubuh. Klien harus diubah posisinya minimal setiap dua

jam.

Pada jurnal Pressure Ulcer Prevention and Repositioning yang dikemukakan

oleh T. Defloor, et al (2011) pada penelitiannya dikatakan bahwa perubahan

posisi setiap dua jam pada pasien imobilisasi lebih efektif, dikarenakan suhu

kulit akan meningkat setelah dua jam dari imobilisasi dibandingkan setelah

satu atau 1 ½ jam. Pada dua jam perubahan posisi dilakukan selama 3,5 menit.

Saat melakukan perubahan posisi, alat bantu untuk posisi harus digunakan

untuk melindungi tonjolan tulang. Klien yang mampu duduk di atas kursi harus

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

34

dibatasi selama dua jam atau kurang. Sekali lagi, ketepatan waktu merupakan

hal yang individu, tapi perawat tidak boleh membiarkan klien duduk dalam

waktu lebih lama dari waktu yang direkomendasikan, yang dihitung selama

pengkajian.

3. Alas Pendukung (Kasur dan Tempat Tidur Terapeutik)

Berbagai jenis alas pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah

dibuat untuk mengurangi bahaya imobilisasi pada sistem kulit dan

muskuloskeletal. Tidak ada satu alat pun yang dapat menghilangkan efek

tekanan pada kulit. Pentingnya untuk memahami perbedaan dan antara alas

atau alat pendukung yang dapat mengurangi tekanan dan alat pendukung yang

dapat menghilangkan tekanan.

Pada jurnal Pressure Ulcer Prevention and Repositioning yang dikemukakan

oleh T. Defloor, et al (2011) dijelaskan bahwa pada penelitiannya untuk alas

yang baik digunakan pada pasien imobilisasi dalam pencegahan dekubitus

adalah kasur yang lembut dan kasur dengan gelembung air, pada negara

tertentu biasanya menggunakan bulu domba sebagai alas pada daerah-daerah

tertentu yang berpotensi terjadinya dekubitus. Saat memilih tempat tidur

khusus, perawat harus mengkaji kebutuhan klien secara keseluruhan. Saat

memilih alas pendukung, perawat harus mengetahui tujuan pembuatan alas

pendukung tersebut. The Support Consesus Panel mengidentifikasi tiga tujuan

alat pendukung tersebut, yaitu : kenyamanan, kontrol postur tubuh, dan

manajemen tekanan.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

35

4. Melibatkan keluarga

Menurut Mubarak (2005), pengetahuan keluarga dalam mencegah terjadinya

dekubitus sangat penting karena keluarga mempunyai tugas dalam

pemeliharaan kesehatan para anggotanya, serta pemeliharaan fisik anggotanya,

pemeliharaan sumber-sumber yang ada dalam keluarga. Dekubitus beresiko

tinggi terjadi pada pasien yang tidak mampu merasakan nyeri dan pasien yang

terjadi kerusakan saraf seperti pada pasien stroke, sehingga keluarga perlu tahu

cara mencegah terjadinya dekubitus sehingga tugas keluarga dapat terpenuhi.

Hal ini dikarenakan, keluarga yang bertugas untuk mendampingi pasien setiap

saat dan setiap waktu. Oleh karena itu, dalam pencegahan dekubitus ini,

pelibatan keluarga sangatlah penting. Menurut Mukti (2005) intervensi

keperawatan yang digunakan untuk mencegah terjadinya dekubitus pada pasien

stroke yaitu:

1. Ubah posisi pasien sedikitnya dua jam sekali. Ketika mengubah hindari

pergesekan seperti menggeser pasien dengan linen atau alat-alat lain.

2. Anjurkan pasien untuk duduk di kursi roda setiap 10 menit untuk

mengurangi tekanan. Bila penderita dapat duduk, dapat didudukkan di kursi.

Gunakan bantalan untuk penyangga kedua kaki dan bantal-bantal kecil

untuk menahan tubuh penderita. Bila memungkinkan ganti posisi tidur

setiap hari dengan cara mengganjalnya dengan bantal atau bantalan busa.

3. Anjurkan masukan nutrisi yang tepat dan cairan yang adekuat.

4. Segera bersihkan feses atau urin dari kulit karena bersifat initiatif terhadap

kulit. Cuci dan keringkan daerah tersebut dengan segera.

5. Laporkan adanya area kemerahan dengan segera.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuanerepo.unud.ac.id/17396/3/1102106051-3-BAB II.pdf · Dekubitus atau ulkus dekubitus, juga disebut pressure sores atau bed sores, adalah

36

6. Jaga agar kulit tetap bersih dan kering.

7. Jaga agar linen tetap kering bersih dan bebas dari kerutan/tidak kusut dan

benda keras.

8. Mandikan pasien dan beri perhatian khusus pada daerah-daerah yang

beresiko mengalami tekanan atau gesekan.

9. Masase sekitar daerah kemerahan dengan menggunakan lotion.

10. Beri sedikit bedak tabur yang mengandung calamine, zinc, camphor yang

bermanfaat untuk mencegah kerusakan kulit akibat garukan karena gatal.

Jangan sampai bedak menumpuk atau menggumpal.

11. Lakukan latihan ROM minimal dua kali sehari untuk mencegah

kontraktur.

12. Periksa kesesuaian dan penggunaan penahan atau resistein.

13. Gunakan kasur busa, kasur kulit atau kasur perubahan tekanan. Jika pasien

harus mengalami tirah baring dalam waktu yang lama, bisa digunakan

kasur khusus, yaitu kasur yang diisi dengan air atau udara.