Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1 Kajian Teori
Dalam kajian teori akan dibahas mengenai media video pembelajaran,
pembelajaran tipe NHT berbantuan media video pembelajaran, pembelajaran
konvensional berbantuan media video pembelajaran, dan hasil belajar.
2. 1.1 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti
tengah, perantara atau pengantar. Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2011:3)
mengatakan “Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan atau sikap”. Dalam pengertian ini guru, buku teks dan
lingkungan sekolah merupakan media.
2. 1.1.1 Hakekat Media Pembelajaran
Pada hakekat media pembelajaran akan dijelaskan pengertian media
pembelajaran dari pendapat beberapa ahli. Bovee dalam Sanaky (2009:3)
menyebutkan “Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan digunakan
untuk menyampaikan pesan pembelajaran“. Gagne dalam Sanaky (2009:3)
menyebutkan “Media pembelajaran adalah berbagai jeniis komponen atau sumber
belajar dalam lingkungan pembelajar untuk belajar”. Miarso dalam Sanaky (2009:4)
menyebutkan “Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemajuan pembelajar sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri pembelajarnya”.
Secara umum dapat di simpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana
pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran
untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran.
8
2. 1.1.2 Manfaat Media Pembelajaran
Pada manfaat media pembelajaran akan dijelaskan manfaat dan keuntungan
dari pengunaan media pembelajaran dari pendapat ahli. Sudjana dan Rivai dalam
Arsyad (2011:24) mejabarkan :
(1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar. (2) Bahan pembelajaran akan lebih
jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan
memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. (3)
Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak
bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar
pada setap jam pelajaran. (4) Siswa dapat lebih banyak melakukan
kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi
juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan,
memerankan, dan lain-lain.
Secara umum dapat di simpulkan bahwa manfaat media pembelajaran
mencakup aspek yang mendorong perhatian siswa terhadap bahan pelajaran dan
memungkinkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar sehingga pembelajaran
akan lebih menarik.
2. 1.1.3 Jenis-jenis Media Pembelajaran
Pada hakekat media pembelajaran akan dijelaskan mengenai jenis-jenis media
pembelajaran dari pendapat para ahli. Djamarah (2002:140) menjabarkan :
(1) Media auditif yaitu media yang mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio,kaset rekorder. (2) Media visual adalah media yang
hanya mengandalkan indera penglihatan karena hanya menampilkan
gambar diam seperti film bingkai, foto, gambar, atau lukisan. (3)
Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan
unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih
baik.
Secara umum menurut Djamarah dijabarkan dalam tiga kategori yaitu media
auditif, media visual dan gabungan dari media auditif dan media visual yaitu media
audio visual. Sejalan dengan pendapat Djamarah, Sadiman (2008:28) membagi :
(1) Media Grafis termasuk media visual seperti gambar/foto, sketsa,
diagram, bagan/chart, grafik, kartun, poster, peta, dan globe.2) Media
9
Audio berkaitan dengan indera pendengaran. Seperti radio, alat
perekam piata magnetik, piringan laboratorium bahasa.3)Media
Proyeksi Diam seperti film bingkai (slide), film rangkai (film strip),
media transparan, film, televisi,video.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media
pembelajaran sebagai berikut : Media Audio adalah media yang isi pesannya hanya
diterima melalui indera pendengaran. Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media
audio dapat menyampaikan pesan verbal (bahasa lisan atau kata-kata) maupun non
verbal (bunyi-bunyian dan vokalisasi). Kemudian media visual adalah media yang
hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual menampilan materialnya
dengan menggunakan alat proyeksi atau proyektor, karena melalui media ini
perangkat lunak (software) yang melengkapi alat proyeksi ini akan dihasilkan suatu
bias cahaya atau gambar yang sesuai dengan materi yang diinginkan. Selanjutnya
media audio-visual disebut juga sebagai media video. Video merupakan media yang
digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam media video terdapat
dua unsur yang saling bersatu yaitu audio dan visual. Adanya unsur audio
memungkinkan siswa untuk dapat menerima pesan pembelajaran melalui
pendengaran, sedangkan unsur visual memungkinkan penciptakan pesan belajar
melalui bentuk visualisasi.
2. 1.1.4 Kelebihan Media Video Pembelajaran
Dalam bagian ini akan dijelaskan kelebihan dari media video pembelajaran
yang diambil dari pendapat ahli. Djauhari (2003:3) menyebutkan :
(1) mampu menampilkan gambar bergerak dan suara merupakan satu
daya tarik tersendiri. (2) mampu menyerap pesan atau informasi
dengan menggunakan lebih dari satu indera. (3) Kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan media ini akan meningkatkan tingkat
keberhasilan penyampaian materi dan memperkuat apresiasi peserta
didik serta memudahkan pengembangan materi terhadap apa yang
diajarkan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa media video pembelajaran memiliki
beberapa kelebihan terkait dengan kemudahan dalam penyampaian informasi karena
10
melibatkan lebih dari satu indera yaitu penglihatan dan pendengaran sehingga media
ini mempunyai daya tarik siswa terhadap bahan pembelajaran.
2. 1.1.5 Kelemahan media video pembelajaran
Disamping memiliki kelebihan, media video pembelajaran juga mempunyai
beberapa kelemahan. Djauhari (2003:4) menyebutkan :
(1) Sebagaimana media audio-visual yang lain, video juga terlalu
menekankan pentingnya materi ketimbang proses pengembangan
materi tersebut. (2) Pemanfaatan media ini juga terkesan memakan
biaya tidak murah. (3) Penanyangannya juga terkait peralatan lainnya
seperti video player, layar bagi kelas besar beserta LCDnya.
Secara umum kelemahan media video pembelajaran lebih terkait terhadap
masalah teknis yaitu persiapandan pengadaan alat yang membutuhkan biaya tidak
murah dan memerlukan banyak alat pendukung.
2. 1.2 Pembelajaran Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantuan Media
Video Pembelajaran
Pada bagian ini akan dibahas tentang pembelajaran tipe NHT yang kemudian
dipadukan dengan media video pembelajaran.
2. 1.2.1 Hakekat Pembelajaran Tipe NHT
Pada bagian ini akan dijabarkan pengertian dari pembelajaran NHT menurut
pendapat dari beberapa ahli. Anita Lie (2004:59) menyatakan “Numbered Head
Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif
pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat”. Sejalan
dengan Anita Lie, Trianto (2007:62) menyebutkan “Numbered Head Together
(NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas
tradisional”. Sedangkan menurut Ahmad Zuhdi (2010:64) menyebutkan “Numbered
Head Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa
11
diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil
nomor dari siswa”.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tipe NHT adalah suatu
model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu
kelompok untuk melakukan diskusi dan saling membagikan ide-ide dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, lalu secara acak guru memanggil
nomor dari siswa, kemudian siswa menjawab sesuai dengan hasil diskusi.
2. 1.2.2 Tujuan Pembelajaran Tipe NHT
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai tujuan pembelajaran NHT menurut
para ahli. Ibrahim (2000:28) menjabarkan : (1) Hasil akademik struktural yang
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, (2)
Pengakuan adanya keragaman yang bertujuan agar siswa dapat menerima teman-
temannya yang mempunyai latar belakang, (3) Pengembangan keterampilan sosial
yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Secara umum tujuan pembelajaran NHT adalah untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam hal ini aktivitas siswa, sosialisasi untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa.
2. 1.2.3 Kelebihan Pembelajaran Tipe NHT
Pembelajaran tipe NHT memiliki beberapa kelebihan, pada bagian ini akan
dijelaskan mengenai kelebihan pembelajaran tipe NHT menurut pendapat beberapa
ahli. Arends dalam Awaliyah (2008:3) menjabarkan :
(1) Terjadinya interaksi antara siswa melalui diskusi atau siswa secara
bersama dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, (2) Siswa
pandai maupun lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui
aktivitas belajar kooperatif, (3) Dengan bekerja secara kooperatif ini,
kemungkinan konstruksi pengetahuan akan menjadi lebih besar atau
kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan yang
diharapkan, (4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi dan bakat
kepemimpinan.
12
Sejalan dengan pendapat dari Arends yang dikutip dari bukunya Awaliyah,
kelebihan dari pembelajaran NHT menurut Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan :
(1) Dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, (2) Mampu
memperdalam pemahaman siswa, (3) Menyenangkan siswa dalam
belajar, (4) Mengembangkan sifat positif siswa, (5) Mengembangkan
sifat kepemimpinan siswa, (6) Mengembangkan rasa ingin tau siswa,
(7) Mengembangkan rasa saling memiliki, (8) Mengembangkan
keterampilan masa depan.
Secara umum kelebihan pembelajaran tipe NHT dapat disimpulkan terkait
dengan manfaat kebersamaan dan kerjasama antar individu dalam proses
pembelajaran, sehingga siswa yang pandai dan kurang pandai bersama-sama
memperoleh manfaat dan aktifitas belajar siswa meningkat.
2. 1.2.4 Kelemahan Pembelajaran Tipe NHT
Disamping memiliki kelebihan, pembelajaran tipe NHT juga memiliki
beberapa kelemahan. Arends dalam Awaliyah (2008:3) menjabarkan :
(1) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat
menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah, (2)
Proses diskusi dapat berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar
menyalin pekerjaan siswa yang pendai tanpa memiliki pemahaman
yang memadai, (3) Pengelompokan siswa memerlukan pengaturan
tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.
Kelemahan menurut pendapat Arends dalam bukunya Awaliyah, sejalan
dengan pendapatnya Hill. Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan : (1) Kemungkinan
nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru, (2) Tidak semua anggota
kelompok dipanggil oleh guru, (3) Waktu yang dibutuhkan banyak, (4) Guru tidak
mengetahui kemampuan dari masing-masing siswa.
Secara umum kelemahan dari pembelajaran tipe NHT yang terutama adalah
terkait dengan masalah waktu yang panjang dan teknis pembelajaran yang kurang
mendukung aspek penilaian individu sehingga fasilitator dalam hal ini guru harus
pandai mendesain dan mengawasi dengan tepat.
13
2. 1.2.5 Langkah-langkah Pembelajaran Tipe NHT
Pada bagian ini akan dijabarkan mengenai langkah-langkah dalam
pembelajaran tipe NHT menurut pendapat dari beberapa ahli. Kagan (2007)
menjabarkan :
(1) Penomoran, penomoran adalah hal yang terpenting dalam NHT,
dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau
tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa
nomor sehingga tiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-
beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok. (2) Mengajukan
pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa, pertanyaan
dapat diambilkan dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang
dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari
yang spesifik hingga bersifat umum dan tingkat kesulitan yang
bervariasi pula. (3) Berpikir bersama, setelah mendapatkan
pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama dalam
kelompok untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban
kepada anggota timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban
dari masing-masing pertanyaan. (4) Pemberian jawaban, guru
memanggil atau menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap
kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih
kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut.
Sejalan dengan pendapat kagan langkah-langkah pembelajaran tipe NHT juga
dijabarkan oleh Anita Lie. Anita Lie (2004:60) menjabarkan :
(1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap kelompok mendapatkan
nomor, (2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakannya, (3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap
paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui
jawaban tersebut, (4) Guru memanggil salah satu nomor, siswa dengan
nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
Disamping pendapat dari Kagan dan Anita Lie, pendapat yang sejalan tentang
pembelajaran tipe NHT adalah Ibrahim. Ibrahim (2000:29) menjabarkan:
(1) Guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat
skenario pembelajaran (SP), lembar kerja siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran NHT, (2) Guru membagi siswa menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Kemudian
guru memberikan nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan
nama kelompok yang berbeda, (3) Tiap kelompok harus memiliki
14
buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam
menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru, (4) Guru
membagikan LKS kepada setiap orang siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui
jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan
yang telah diberikan oleh guru, (5) Guru menyebut satu nomor dan
para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat
tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas, (6) Guru
bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan
yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Secara umum dari pendapat ketiga ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah pembelajaran tipe NHT meliputi penomoran dalam hal ini
dilakukan dengan pembentukan kelompok, pengajuan pertanyaan dalam hal ini
berupa pembagian LKS, berpikir bersama dalam hal ini diskusi dan memutuskan
jawaban dan yang terakhr pemberian jawaban yang meliputi pemanggilan atau
penyebutan salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor
sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian
guru secara acak memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut.
2. 1.2.6 Sintak Pembelajaran Tipe NHT Berbantuan Media Video Pembelajaran
Dari langkah-langkah pembelajaran NHT yang dikemukakan oleh ketiga ahli,
dan ditambah dengan bantuan media video pembelajaran, maka dijabarkan sintak
pembelajaran NHT berbantuan media video pembelajaran sebagai berikut : (1) Guru
menyampaikan salam pembuka, (2) Guru menyampaikan apersepsi, (3) Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, (4) Siswa menonton video tentang materi
terkait, (5) Siswa dibentuk menjadi enam kelompok, dan setiap anggota kelompok
diberi nomor, (6) Setiap kelompok dibagikan lembar kerja siswa (LKS) tentang
materi terkait, (7) Guru meminta siswa mendiskusikan lembar kerja siswa (LKS)
tentang materi terkait, (8) setiap kelompok memutuskan jawaban yang paling benar
dan haruslah semua anggota mengetahui jawabnnya, (9) Guru memanggil atau
menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama
15
mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru
secara acak memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, (10) Guru
memberikan umpan balik positif dan penguatan kepada siswa yang sudah menjawab
pertanyaan, (11) Guru mengajak siswa bersama-sama meluruskan dan menarik
kesimpulan tentang jawaban yang baru saja dibacakan, (12) Guru mengajak siswa
bersama-sama membua refleksi, (13) Guru menyampaikanpembelajaran selanjutnya.
2. 1.3 Pembelajaran Konvensional Berbantuan Media Video Pembelajaran
Pada bagian ini akan dibahas tentang pembelajaran konvensional yang
kemudian dipadukan dengan media video pembelajaran.
2. 1.3.1 Hakekat Pembelajaran Konvensional
Pendapat ahli tentang hakekat pembelajaran konvensional, yang pertama
menurut Roestiyah (1998:137) menyatakan “Cara mengajar dengan ceramah dapat
dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan
untuk menyampaikan keterangan atau informasi, atau uraian tentang suatu pokok
persoalan serta masalah secara lisan”. Dari pendapat ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa penekanan pembelajaran konvensional adalah informasi disampaikan secara
lisan.Jadi hanya melibatkan satu indera saja yaitu pendengaran.
Kemudian yang kedua menurut Wirtha dan Rapi (2008) menyatakan “Model
pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang bersifat regular, artinya
pemilihan pendekatan, strategi, metode kurang bervariasi. Proses belajar cenderung
dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang
akan dipelajari siswa, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes”.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional pemilihan pendekatan, strategi
metode kurang bervariasi sehingga siswa kurang antusias.
Sejalan dengan pendapat dari dua ahli, Burrowes dalam Priska Timbangalan
(2012) menyampaikan bahwa “Pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi
konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-
16
materi yang dipresentasikan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya,
atau mengaplikasikannya kepada situasi kehidupan nyata”.
Jadi secara umum pembelajaran konvensional dalam proses pembelajarannya
lebih berpusat pada guru (teacher-centred approaches), metode yang digunakan
adalah ceramah.Jadi guru menyampaikan pembelajaran dengan menyampaikan
informasi tanpa melibatkan peserta didik untuk menggali sendiri informasi, sehingga
pengalaman belajar akan mudah dilupakan.
2. 1.3.2 Karakteristik Pembelajaran Konvensional
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang karakteristik pembelajaran
konvensional yang diambil menurut beberapa ahli. Nurhadi et al. dalam Darma
(2007) menjabarkan :
(1) Siswa adalah penerimainformasi secara pasif, (2) Siswa belajar
individual, (3) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, (4) Rumus
yang ada di luar siswa harus diterangkan, diterima, dihafalkan dan
dilatihkan, (5) Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah
(membaca, mendengarkan, mencatat, dan menghafal) tanpa
memberikan ide dalamprosespembelajaran, (6) Keterampilan
dikembangkan atas dasar latihan-latihan, (7) Guru adalah penentu
jalannya proses pembelajaran, (8) Hasil belajar diukur dengan tes, (9)
Pembelajaran tidak memperhatikan pengalaman siswa.
Secara umum karakteristik pembelajaran konvensioanal dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut: guru sebagai pemeran utama yang dalam proses
pembelajaran sedangkan siswa sebagai pihak yang pasif sehingga siswa tidak
mengembangkan interaksi dengan teman dan belajar secara individual.
2. 1.3.3 Kelebihan Pembelajaran Konvensional
Kelebihan pembelajaran konvensional memiliki beberapa kelebihan yang
diambil dari pendapat ahli. Kelebihan pembelajaran konvensional menurut Slameto
(1990:100) menjabarkan :(1) Dapat dipakai pada siswa yang sudah dewasa, (2)
Menghabiskan waktu dengan baik, (3) Dapat dipakai dalam kelompok yang besar,
17
(4) Tidak melibatkan banyak alat pembantu, (5) Dapat dipakai untuk mengatur pada
pelajaran aktivitas.
Jadi secara umum kelebihan pembelajaran konvensional lebih berkaitan dengan
keadaan tempat atau jumlah siswa dan simpel dalam persiapan sehingga tidak butuh
banyak waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu dalam proses pembelajaran.
2. 1.3.4 Kelemahan Pembelajaran Konvensional
Selain memiliki kelebihan pembelajaran konvensional juga memiliki beberapa
kelemahan. Slameto (1990:100) menjabarkan :
(1) Menghalangi respon dari siswa yang belajar. (2) Menuntut pengajar harus
dapat menjadi pembicara yang baik, (3) Pembicaraan harus menguasai pokok
pembicaraannya, (4) Dapat menjadi kurang menarik, (5) Pelajar hanya dapat
memanfaatkan pendengarannya, (5) Sulit dipakai untuk anak-anak, (6)
Membatasi daya ingat, (7) Biasanya hanya satu indera yang dipakai, (8)
Pembicara tidak selalu dapat menilai reaksi siswa yang belajar.
Secara umum kelemahan dari pembelajaran konvensional lebih difokuskan
kepada keterlibatan peserta didik yang kurang, sehingga pengalaman dari belajar
mudah dilupakan.
2. 1.3.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional
Pada bagian ini akan dijabarkan langkah-langkah pembelajaran konvensional
menurut pendapat ahli. Sudjana (1989:77-78) menjabarkan :
(1) Tahap persiapan, artinya tahap guru untuk menyiapkan kondisi
belajar yang baik sebelum mengajar dimulai, (2)Tahap penyajian,
artinya tiap guru menyampaikan bahan pelajaran, (3) Tahap asosiasi,
artinya memberi kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan dan
membandingkan bahan ceramah yang telah diterimanya, (4) Tahap
generalisasi atau kesimpulan, artinya kelas menyimpulkan hasil
ceramah, umumnya siswa mencatat bahan yang telah diajarkan, (5)
Tahap aplikasi/evaluasi, artinya diadakan penilaian terhadap
pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diberikan guru.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran konvensional dapat disimpulkan
sebagai berikut: Tahap penyajian yang meliputi penyampaian materi yang akan
diajarkan, tahap asosiasi yang meliputi siswa menghubungkan materi dan
18
membandingkan materi yang sudah disampaikan dan mencatatnya, kemudian tahap
generalisasi yang meliputi penegasan kembali dan refleksi.
2. 1.3.6 Sintak Pembelajaran Konvensional Berbantuan Media Video Pembelajaran
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran konvensional dan digabungkan
media video pembelajaran, maka diperoleh sintak pembelajaran konvensional
berbantuan media video pembelajaran yang langkah-langkahnya sebagai berikut : (1)
Guru menyampaikan salam pembuka, (2) Guru menyampaikan apersepsi, (3) Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, (4) Siswa diminta menonton video tentang
materi terkait, (5) Guru mengadakan tanya jawab tentang pengetahuan siswa
berkaitan dengan video yang telah dilihat, (6) Guru menyampaikan bahan pelajaran,
(7) Siswa diminta untuk menghubungkan dan membandingkan bahan ceramah yang
telah diterimanya, (8) Guru meminta siswa untuk mencatat tentang materi yang telah
disampaikan, (9) Guru menegaskan kembali materi yang belum dipahami oleh siswa.
(10) Guru mengajak siswa bersama-sama membuat refleksi, (11) Guru
menyampaikan pembelajaran selanjutnya.
2. 1.4 Hasil Belajar
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hakekat hasil belajar, klasifikasi hasil
belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
2. 1.4.1 Hakekat Hasil Belajar
Pada bagian ini akan dijelaskan hakekat hasil belajar menurut pendapat
beberapa ahli. Sudjana (2010:3) menyebutkan “Hasil belajar siswa pada hakekatnya
adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan pskiomotorik”.
Sejalan dengan pendapat Sudjana, Winkel dalam Purwanto (2011:45)
mengemukakan: “Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia
berubah dalam sikap dan tingkah lakunya”.
19
Selain hakekat hasil belajar menurut Sudjana dan Winkel pendapat yang sejalan
tentang hakekat hasil belajar adalah pendapat dari Dimyati dan Mudjiono. Dimyati
dan Mudjiono (2006:250-251) menyebutkan:
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu
sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan
tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada
saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud
pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari
sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran.
Dari ketiga pendapat ahli secara umum dapat dismpulkan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan tingkah laku akibat dari belajar yang mencangkup aspek
kognitif, afektif dan psikomotor.
2. 1.4.2 Klasifikasi Hasil Belajar
Pada bagian ini akan dibahas mengenai klasifikasi hasil belajar menurut
pendapat dari beberapa ahli. Bloom dalam Sudjana (2010:22-32), menjabarkan :
(1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi. (2) Ranah afektif berkenaan dengan
sikap dan nilai terdiri dari 5 aspek yakni penerimaan, jawaban/reaksi,
penialaian, organisasi dan internalisasi. (3) Ranah psikomotor
berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada 6 aspek ranah psikomotorik, yakni gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, kerharmonisan
atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, gerakan ekspresif dan
interpretatif.
Dari pendapat Bloom dapat dismpulkan bahwa klasifikasi hasil belajar dapat
dibagi ke dalam tiga ranah yaitu, kognitif, afektif dan psikomotor. Tipe hasil belajar
kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol,
namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil
penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai
20
suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami
belajar dan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi.
Sejalan dan hampir sama dengan pendapat Bloom dalam bukunya Sudjana
tentant klasifikasi hasil belajar. Aunurrahman (2011: 37) menjabarkan :
Untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa
digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang
telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil belajar yang berupa aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat
penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat
penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan
alat penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa
dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan
lembar observasi.
Secara umum pendapat kedua ahli tentang klasifikasi hasil belajar sama yaitu
mencankup tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor hanya saja Annurahman
menambahkan alat penilaian dari yang berbeda dari setiap ranah. Untuk aspek
kognitif digunakan alat penilaian berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif
digunakan alat penilaian yaitu skala sikap (checklist) untuk mengetahui sikap siswa
dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi.
2. 1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Faktor-faktor tersebut
seoerti pendapat yang dikemukakan Slameto (2003:54-72) menjabarkan :
(1) Faktor-faktor internal meliputi jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh),
psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
kesiapan), kelelahan. (2) Faktor-faktor eksternal meliputi keluarga
(cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar
belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi
guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, tugas rumah), dan masyarakat (kegiatan siswa
dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat).
21
Berdasarkan pendapat Slameto dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar meliputi dua faktor yaitu faktor internal yang meliputi
kondisi jasmaniah, psikologis dan kelelahan, sedangkan faktor eksternalnya adalah
faktor lingkungan yang meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.1.5 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Pada bagian ini akan dibahas mengenai pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial,
tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial, ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial.
2.1.5.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan sosial adalah integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial,
seperti sosiologi, sejarah, geografis, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu
Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang
mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu
sosial.
Menurut Kosasih dalam Triyanto (2010:173) menyebutkan “Ilmu Pengetahuan
Sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan
masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari
masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di
lingkungan sekitarnya”. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin
mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya.
2.1.5.2 Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial
Setelah dibahas mengenai penegrtian dari Ilmu Pengetahuan Sosial, pada bagian
ini akan dibahas tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial menurut pendapat dari para ahli,
Triyanto (2010:176) menyebutkan :
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di
masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang
22
terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang
menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala
program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara
baik.
Dari pendapat Triyanto tentang tujuan dari Ilmu Pengetahuan Sosial lebih lanjut
penjabaran tujuan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menurut Mutakin dalam
Triyanto (2010:176) menyebutkan:
(1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat. (2) Mengetahui dan memahami konsep dasar
dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu
sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-
masalah sosial. (3) Mampu menggunakan model-model dan proses
berfikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan
masalah yang berkembang di masyarakat. (4) menaruh perhatian
terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat
analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang
tepat. (5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survesi yang kemudian bertanggung
jawab membangun masyarakat. (6) Memotivasi seseorang untuk
bertindak berdasarkan moral. (7) Fasilitator didalamsuatu lingkungan
yang terbuka dan tidak bersifat menghakimi. (8) Mempersiapkan siswa
menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya “to prepare
student to be well- functioning citizens in a democratic society” dan
mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam
mengambil keputusan pada setiap persoalan yang dihadapinya. (9)
Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan
siswa terhadap materi pembelajaran IPS yang diberikan.
Secara umum dilihat dari tujuan pembelajaran IPS yang dikemukakan kedua
ahli, dapat disimpulkan bahwa tujuan IPS menekankan pada kemampuan kognitif
siswa dalam memahami konsep dasar dan mengunakan model serta proses berfikir
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada disekitarnya. Sedangkan untuk
kemampuan afektif dan psikomotorik ditunjukan dengan perhatian siswa terhadap
isu-isu dan masalah sosial, mengambil tindakan yang tepat serta bagaimana menjadi
warga negara yang baik dalam kehidupannya.
23
2.1.5.3 Ruang Lingkup IPS
Pada bagian ini akan dibahas mengenai ruang lingkup pada mata pelajaran IPS
menurut pemendiknas nomor 22 tahun 2006 yang meliputi aspek-aspek sebagai
berikut: (1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan, (2) Waktu, Keberlanjutan, dan
Perubahan, (3) Sistem Sosial dan Budaya, (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan.
Jadi Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar adalah program yang mengkaji
seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu
sosial. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam
memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Penanaman konsep-konsep IPS di
SD dengan benar dan tepat akan berpengaruh terhadap penguasaan materi IPS
ditingkat selanjutnya.
2. 2 Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai acuan dan sebagai gambaran dalam melakukan penelitian maka
membutuhkan hasil atau contoh penelitian yang relevan. Yang pertama adalah
penelitian yang dilakukan oleh Efi Andriyani pada tahun 2011 dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Numbered Head Together Terhadap Hasil Belajar
IPS Siswa Kelas V SD N Blotongan 02 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Numbered
Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPS Kelas V SD
N Blotongan 02 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011”. Hasil penelitian
menunjukkan dapat perbedaan model pembelajaran Numbered Head Together di
kelas eksperimen dan metode ceramah di kelas kontrol. Rata-rata hasil belajar pada
kelompok eksperimen sebesar 79,09 dan kelompok kontrol sebesar 66,66. Hasil uji-t
kelompok eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran NHT sebesar 79,
09 sedangkan kelompok kontrol dengan menggunakan ceramah sebesar 6,666. T
hitung sebesar 4,317 dan t table sebesar 2,021. Signifikansi 0,000 yang artinya 0,000
< 0,05 hal ini menunjukkan perbedaan hasil belajar kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol Maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered
24
Head Together berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V SD
N Blotongan 02 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011.
Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Matias Eko
Prihatiyanto pada tahun 2011 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran NHT
(Numbered Head Together) Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas IV SD
Negeri Sruwen 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun
2010/2011. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) Terhadap prestasi belajar IPA bagi
siswa kelas IV SD Negeri Sruwen 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Semester II Tahun 2010/2011”. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh model
kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) terhadap prestasi belajar IPA Siswa
Kelas IV SD Negeri Sruwen 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester
II Tahun 2010/2011. Dibuktikan berdasarkan uji t-tes hasil t-hitung menunjukkan
2,398 dengan p value 0,023 < 0,05. Rata-rata prestasi belajar siswa kelas eksperimen
pada mata pelajaran IPA sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan
model NHT (Numbered Head Together) mencapai 57,08. Sedangkan rata-rata
prestasi belajar kelas kontrol pada mata pelajaran IPA mencapai 57,26. Kemudian
tingkat rata-rata prestasi belajar siswa kelas eksperimen setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) pada mata pelajaran IPA mencapai 70. Sedangkan rata-
rata hasil belajar kelas kontrol tanpa menggunakan model kooperatif tipe NHT
(Numbered Head Together) mencapai 61,568. Jadi penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa dibandingkan dengan pembelajaran metode konvensional
Penelitian yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Elvera Dwi
Wijayanti pada tahun 2011 dengan judul "Pengaruh Penggunaan pembelajaran
kooperatif Teknik Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa
pada Pelajaran IPS Kelas V SDN Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011". Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan Teknik Numbered Head
25
Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran IPS Kelas V SDN
Gladagsari Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengujian hipotesis menggunakan uji t diperoleh sig 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak
dan H1 diterima. jadi penggunaan metode pembelajaran kooperatif Teknik Numbered
Head Together (NHT) berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dibandingkan
dengan pembelajaran metode konvensional.
2. 3 Kerangka Pikir
Dalam penelitian ini, yang akan dibandingkan adalah hasil belajar IPS antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen akan dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Head Together (NHT) berbantuan media video pembelajaran. Sedangkan pada kelas
kontrol akan dilakukan pembelajaran konvensional berbantuan media video
pembelajaran. Untuk soal pretest akan diambil dari alat evaluasi yang telah diuji coba
pada kelas uji coba. Hasil pretest di kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan uji
beda rata-rata. Kemudian setelah dilakukan pembelajaran Numbered Head Together
(NHT) berbantuan media video pembelajaran di kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional berbantuan media video pembelajaran di kelas kontrol maka hasil
belajar dari kedua kelompok tersebut di lakukan uji beda rata-rata.hasil posttest untuk
melihat apakah ada pengaruh yang signifikan dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) berbantuan media
video pembelajara dengan pembelajaran konvesional berbantuan media video
pembelajaran terhadap hasil belajar IPS kelas 4 SD semester 2/2012-2013.
2. 4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir dapat dirumuskan hipotesis sementara dalam
penelitian ini adalah “Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan
pembelajaran tipe NHT berbantuan media video pembelajaran dengan pembelajaran
26
konvensional berbantuan media video pembelajaran terhadap hasil belajar IPS pada
kelas 4 SD semester 2 tahun ajaran 2012/2013.