Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang
mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori
dalam penelitian ini berisi tentang hakikat pembelajaran, pembelajaran IPA di SD,
hasil belajar, dan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievement
Division).
2.1.1. Hakikat Pembelajaran
Purwanto (2008:42) mengemukakan “Belajar adalah proses untuk
membuat perubahan dalam diri seseorang dengan cara berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Belajar merupakan bentuk usaha seseorang untuk meningkatkan
pengetahuan sehingga akan terwujud perubahan berpikir dan bertingkah laku ke
arah yang lebih baik.
Pengertian belajar yang dikemukakan oleh Slameto (2010:2) adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Senada dengan pengertian belajar menurut Gage
dan Berlier (Hamdani, 2010:21) suatu proses perubahan tingkah laku yang
muncul karena pengalaman.
Menurut Bloom (Suprayekti, 2003:4) Proses yang disengaja direncanakan
agar terjadi perubahan perilaku disebut dengan proses belajar. Proses ini
merupakan aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif
dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan
dan berbekas. Perubahan-perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
7
Dari beberapa pengertian belajar menurut para ahli dapat diperoleh
kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dalam
diri seseorang menuju ke arah yang lebih baik sebagai hasil dari pengalaman yang
diperoleh.
2.1.2. Pembelajaran IPA di SD
Kata “IPA” merupakan singkatan kata “Ilmu Pengetahuan Alam” kata
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris,
“Natural Science” secara singkat sering disebut “Science”. Natural artinya ilmu
pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau science itu secara harfiah
dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-
peristiwa yang terjadi di alam.
Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk
mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah pada siswa
serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan
IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan
keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Menurut H.W Fowler (Trianto
2010:136), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang
berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas
pengamatan dan deduksi.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. ” Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat
empiris dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam
tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal
ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai suatu proses diwujudkan dengan
melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana produk
sains ditemukan.
8
Jadi IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA
merupakan kumpulan produk, proses dan aplikasi dari pengetahuan yang
mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta.
Siswa SD yang secara umum berusia 6-12 tahun, secara perkembangan
kognitif termasuk dalam tahapan perkembangan operasional konkrit. Proses-
proses penting selama tahapan ini adalah:
1) Pengurutan, kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran, bentuk,
atau cirri lainnya.
2) Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi
serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain,
termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan ebnda
lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan
logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan).
3) Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu
permasalahan untuk bisa memecahkannya.
4) Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat
diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
5) Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda
adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau
benda-benda tersebut.
6) Penghilangan sifat Egosentrisme, kemampuan untuk melihat sesuatu dari
sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara
yang salah)
Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA di SD yang
perlu diajarkan adalah produk dan proses IPA karena keduanya tidak dapat
dipisahkan. Guru yang berperan sebagai fasilitator siswa dalam belajar produk
dan proses IPA harus dapat mengemas pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa.
Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (Susanto, 2013:170),
meliputi:
9
1) IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.
2) Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya.
3) Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap
rahasia alam.
4) IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau
beberapa saja.
5) Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
2.1.1.1.Tujuan Pendidikan IPA di Sekolah Dasar
Tujuan pembelajaran IPA dijelaskan dalam Depdiknas (2006:62), agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Tujuan mata pelajaran IPA secara umum yaitu menciptakan
ketaqwaan terhadap Tuhan sebagai pencipta alam semesta, memahami
berbagai macam gelaja alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan rasa ingin tahu mengenai pengaruh IPA dengan lingkungan,
10
menumbuhkan kemampuan berpikir ilmiah, meningkatkan kesadaran dalam
menjaga lingkungan alam, meningkatkan keterampilan untuk bekal pendidikan
ke jenjang selanjutnya.
Dalam penelitian ini tujuan mata pelajaran IPA adalah untuk melatih siswa
dalam mempelajari konsep IPA melalui aktivitas belajar yang mereka
lakukan sendiri, sehingga mampu memberikan pengalaman belajar IPA yang
bermakna bagi siswa melalui model pembelajaran STAD.
2.1.1.2.Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek
berikut ini, Depdiknas (2006:62):
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan tanah.
4) Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Dalam penelitian ini aspek IPA yang digunakan yaitu energi dan
perubahannya yang terfokus pada pokok bahasan gaya yang meliputi gaya dapat
mengubah gerak suatu benda dan gaya dapat mengubah bentuk suatu benda.
2.1.3. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2013: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward
Kingsley (Sudjana, 2013: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (1)
keterampilan dan kebiasaan, (2) pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-
cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan R. Gagne (Susanto, 2013: 1) belajar
dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah
perilakunyasebagai akibat pengalaman. Belajar dan mengajar merupakan dua
11
konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dua konsep ini menjadi
terpadu dalam satu kegiatan dimana terjadi interaksi antara guru dengan siswa,
serta siswa dengan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Bagi Gagne,
belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne juga
menekankan bahwa belajar sebagai suatu upaya memperoleh pengetahuan atau
keterampilan melalui instruksi. Instruksi yang dimaksud adalah perintah atau
arahan dan bimbingan dari seorang pendidik atau guru. Selanjutnya, Gagne dalam
teorinya yang disebut The domains of learning, menyimpulkan bahwa segala
sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi menjadi lima kategori, yaitu :
1) Keterampilan motoris (motor skill) ; adalah keterampilan yang diperlihatkan
dari berbagai gerakan badan, misalnya menulis, menendang bola, bertepuk
tangan, bertepuk tangan, berlari, dan loncat.
2) Informasi verbal ; informasi ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan otak
atau intelegensi seseorang, misalnya seseorang dapat memahami sesuatu
dengan berbicara, menulis, menggambar, dan sebagainya yang berupa simbol
yang tampak (verbal).
3) Kemampuan intelektual ; selain menggunakan simbol verbal, manusia juga
mampu melakukan interaksi dengan dunia luar melalui kemampuan
intelektualnya, misalnya mampu membedakan warna, bentuk, dan ukuran.
4) Strategi kognitif ; Gagne menyebutkan sebagai organisasi keterampilan yang
internal (internal organized skill), yang sangat diperlukan untuk belajar
mengingat dan berpikir. Kemampuan kognitif ini lebih ditujukan ke dunia
luar, dan tidak dapat dipelajari dengan sekali saja memerlukan perbaikan dan
latihan terus-menerus yang serius.
5) Sikap (attitude) ; sikap merupakan faktor penting dalam belajar, karena tanpa
kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Sikap seseorang dalam
belajar akan sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh dari belajar tersebut.
Sikap akan sangat tergantung pada pendirian, kepribadian, dan keyakinannya
tidak dapat dipelajari atau dipaksakan, tetapi perlu kesadaran diri yang penuh.
12
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni :
1) Ranah kognitif ; berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah
dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif ; berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris ; berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni (1)
gerakan refleks, (2) keterampilan gerakan dasar, (3) kemampuan perseptual,
(4) keharmonisan atau ketepatan, (5) gerakan keterampilan kompleks, (6)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Lindgren dalam Suprijono (2012:6) menyatakan hasil belajar
meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Selanjutnya Dimyati dan
Mudjiono (2009:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar adalah
sesuatu yang diperoleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil
belajar tampak dari perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan
keterampilan.
Hasil belajar merupakan hasil proses belajar atau proses
pembelajaran. Hasil belajar dapat di tinjau dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi
guru, dari sisi siswa hasil belajar merupakan “tingkat perkembangan mental”
yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Sementara bila
ditinjau dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran (Dimyati dan Mudjiono, 2009:250). Rusman (2013:123),
menambahkan hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa
yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
13
Djamarah dan Zain (Susanto, 2013: 3) menetapkan bahwa hasil belajar
telah tercapai apabila telah terpenuhi dua indikator berikut, yaitu :
1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus telah
dicapai oleh siswa baik secara individu maupun kelompok.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh dari berbagai aspek
mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor yang disebabkan oleh
adanya proses pembelajaran. Hasil belajar dapat diukur berupa nilai, angka, atau
huruf. Semakin tinggi nilai atau angka atau huruf maka semakin tinggi juga
hasil dari belajar siswa.
2.1.3.1.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri
siswa. Slameto (2010:54), menerangkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar adalah:
1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor
individu (intern), yang meliputi:
a) Faktor biologis meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan
penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan
mempengaruhi hasil prestasi belajar.
b) Faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta
perhatian ingatan berpikir.
c) Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani.
Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan
haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat
dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan
untuk menghasilkan sesuatu akan hilang.
14
2) Faktor yang ada pada luar diri individu yang disebut dengan faktor
ekstern, yang meliputi:
a) Faktor keluarga, keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama
danterutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil
tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
b) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan
guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah.
c) Faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa
adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan
mendorong untuk lebih giat belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas Clark (dalam Sudjana, 2011:39),
menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh
kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lain seperti motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
ekonomi, faktor fisik dan psikis. Selain faktor dari dalam diri siswa faktor
yang berada di luar siswa juga menentukan dan mempengaruhi hasil belajar yang
dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi
hasil belajar di sekolah adalah kualitas pengajaran artinya tinggi rendahnya atau
efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
hasil yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran bergantung kepada
beberapa faktor yang mendasar. Faktor-faktor tersebut salah satunya berasal
dari luar diri siswa, seperti model pembelajaran yang digunakan guru saat
mengajar. Faktor ini penting di dalam upaya pencapaian hasil belajar yang
optimal yaitu terkait bagaimana seorang guru tersebut mampu menciptakan
sebuah pembelajaran yang dapat merangsang siswa sehingga siswa menjadi
berminat, motivasi belajar siswa juga tumbuh serta dapat menumbuhkan
kebiasaan baik siswa dalam belajar. Hal tersebut penting sebagai upaya
untuk meningkatkan hasil belajar.
15
2.1.4. Model Pembelajaran STAD
2.1.4.1.Pengertian STAD
Menurut Slavin (2005 : 143) STAD merupakan salah satu metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang
paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan
kooperatif.
Kunandar (2009 : 364) menyatakan bahwa STAD adalah para siswa di
dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri atas
4 atau 5 anggota kelompok. Tiap kelompok mempunyai anggota yang
heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuannya. Tiap
anggota kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling
membantu untuk menguasai bah an ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar
sesama anggota kelompok. Tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya
terhadap bahan ajar, dan kepada kelompok yang meraih prestasi tinggi atau
memperoleh skor sempurna diberi penghargaan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini adalah model yang menekankan pada aktivitas dan
interaksi siswa untuk saling memotivasi dan membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal melalui kerja tim atau kelompok.
2.1.4.2.Langkah-langkah Model Pembelajaran STAD
Menurut Slavin (2005 : 143) STAD terdiri atas lima komponen utama,
yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.
Berikut ini uraian selengkapnya dari pembelajaran kooperatif tipe STAD:
1) Presentasi Kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Hal ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukkan presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran
biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit
STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-
16
benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian
akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka
menentukan skor tim mereka.
2) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Fungsi utama
dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan
lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim
berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling
sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahpahaman apabila anggota
tim ada yang membuat kesalahan.
Tim adalah figur yang paling penting dalam STAD. Pada tiap poinnya,
yang ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim
dan timpun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya. Tim
ini memberikan dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam
pembelajaran untu memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting
untuk akibat yang dihasilkan seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri,
penerimaan terhadap siswa-siswa mainstream.
3) Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi
dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual
untuk memahami materinya.
4) Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan
kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja
lebih giat dan memberikan kinerja yang lenih baik daripada sebelumnya. Tiap
17
siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam
sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan
usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor awal, yang diperoleh dari
rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.
Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan
tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
5) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
2.1.4.3.Keunggulan Model Pembelajaran STAD
1) Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi kepada
kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara Allport (Slavin,
2005:103).
2) Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif serta kerjasama anggota
kelompok menjadi lebih baik (Ahmadi, 2011:65).
3) Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang
lebih banyak (Slavin, 2005:105).
4) Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakakapan sosial di samping
kecakapan kognitif (Isjoni, 2010:72).
5) Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator,
mediator, motivator dan evaluator. (Isjoni, 2010:62)
6) Siswa memiliki tanggung jawab belajar untuk dirinya sendiri dan membantu
sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011:203).
7) Meningkatkan hubungan antar pribadi yang positif di antarasiswa yang
berasal dari ras yang berbeda.
2.1.4.4.Kelemahan Model Pembelajaran STAD
1) Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan
seperti ini.
18
2) Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan
kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat
terampil menerapkan model ini.
2.1.4.5.Solusi Kelemahan Model Pembelajaran STAD
Pada hakikatnya sebaik-baiknya sebuah model pembelajaran pastilah
mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu pula pada model pembelajaran
STAD. Untuk itu guru sebagai perencana dan pelaksana pembelajaran
haruslah pandai di dalam mengupayakan setiap pembelajaran yang dilakukan
dapat meminimalisir kekurangan dari model pembelajaran yang digunakan.
Dalam hal ini, upaya yang dapat ditempuh oleh guru untuk mengatasi kelemahan
dari model pembelajaran STAD adalah (1) sebelum memulai pembelajaran
ada baiknya guru memberikan instruksi yang jelas tentang penerapan model
pembelajaran STAD, sehingga dengan hal tersebut siswa tidak dipusingkan
lagi dalam melakukan langkah-langkah pembelajaran STAD, (2) berikan
pemahaman terhadap siswa bahwa penerapan model STAD ini sifatnya hanya
membantu siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui cara yang baru,
unik dan menyenangkan, sehingga dalam prakteknya siswa tidak perlu takut
apabila mendapati anggota kelompok yang berbeda jenis kelamin, ras, etik,
maupun kemampuan, (3) sebelum proses pembelajaran berlangsung, guru
bersama siswa harus menyepakati beberapa kesepakatan mengenai peraturan-
peraturan dan hukuman yang dapat diterapkan kepada siswa bila siswa
gaduh, tidak mendengarkan apa yang guru atau siswa lain sampaikan saat
presentasi kelompok berlangsung, (4) guru sebagai pelaksana pembelajaran
haruslah pandai-pandai menerapkan model pembelajaran STAD sehingga
siswa tidak bosan. Dalam penelitian ini, guru menggunakan alat peraga
sehingga siswa merasa antusias terus menerus saat proses pembelajaran.
2.2. Implementasi Model Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam
19
Penerapan model pembelajaran STAD pada mata pelajaran IPA yang
akan dilakukan oleh peneliti adalah dengan cara guru menyampaikan tujuan
pembelajaran kepada siswa. Kemudian guru memberi penjelasan tentang
materi Gaya secara bertahap, langkah demi langkah agar siswa lebih
mudah memahami materi yang dijelaskan. Guru memberikan latihan soal yang
berkaitan dengan Gaya sekaligus membimbing siswa. Setelah semua soal
terselesaikan, guru mengevaluasi soal -soal tersebut. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan tanya jawab sehingga terjadi
interaksi antara guru dan siswa. Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang
telah disampaikan.
Penjelasan materi secara prosedural dapat membuat siswa lebih
memahami materi pembelajaran tentang struktur dan fungsi bagian tumbuhan.
Dengan cara seperti tersebut siswa lebih aktif di dalam pembelajaran sehingga
hasil belajar IPA dapat meningkat atau dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan
Minimal yang telah ditentukan.
Mengacu dari beberapa pendapat para tokoh mengenai langkah-
langkah pembelajaran STAD yang telah diuraikan di atas, langkah-langkah
pembelajaran yang penulis terapkan dalam penelitian ini untuk pokok
bahasan gaya mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut:
1) Guru menjelaskan materi tentang gaya melalui presentasi kelas.
2) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen baik dari sisi
kemampuan akademik, ras, maupun etnis iyang masing-masing kelompok
terdiri dari 4-5 siswa.
3) Guru membagikan bahan-bahan diskusi kelompok.
4) Siswa dibimbing untuk berdiskusi dan bertanya jawab dalam kelompoknya.
5) Setelah diskusi selesai, masing-masing kelompok menyampaikan laporan
hasil diskusi dan mempresentasikannya di depan kelas. Pada saat presentasi,
kelompok lain diberikan kesempetan mengajukan pertanyaan atau
pendapatnya sehingga terjadi diskusi kelas.
6) Guru memberikan penilaian kelompok
7) Guru membagikan soal kuis dan harus dikerjakan secara individu.
20
8) Guru memberikan penguatan terhadap jawaban siswa.
9) Siswa bersama guru membuat kesimpulan.
10) Pembagian reward.
2.3. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ini penulis mengajukan penelitian sebelumnya yang
relevan dilaksanakan saat ini. Penelitian yang dilakukan oleh Aria Wijayanti
(2014) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA melalui Model STAD
(Student Teams Achievement Division) pada Siswa Kelas 4 SD Negeri
Tunggulsari Semester I Tahun Pelajaran 2013/2014”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Model STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
proses pembelajaran IPA. Rata-rata kelas pada pra siklus adalah 60,6.Setelah
dilakukan tindakan siklus 1 rata-ratanya menjadi 66,8.Dengan kata lain, terjadi
peningkatan sebesar 6,2.Kemudian dilakukan lagi tindakan siklus 2 dengan
perolehan rata-rata kelas 88,4.Peningkatan nilai rata-rata dari siklus 1 ke siklus 2
sebesar 21,6.Ketuntasan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan dari pra
siklus,siklus 1 dan siklus 2.Jumlah keseluruhan siswa kelas 4 adalah 18
orang.Pada pra siklus,sebanyak 2 orang siswa (11%) sudah tuntas karena nilainya
diatas KKM (60) tetapi sisanya sebanyak 16 orang siswa (89%) belum tuntas
karena nilainya masih dibawah KKM.Pada siklus 1,sebanyak 8 siswa (44%) sudah
tuntas,sedangkan 10 siswa (56%) belum tuntas.Setelah dilaksanakan tindakan
pada siklus 2,sebanyak 16 orang siswa (89%) belajar tuntas sedangkan 2 orang
siswa (11%) belum tuntas.Dengan demikian,pelaksanaan tindakan siklus 2
dinyatakan berhasil.
Penelitian Sugiati (2012) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas IV
SD Negeri Kalisari Kecamatan Blado Kabupaten Batang Semester II Tahun
Pelajaran 2011/2012”. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dalam proses pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas ternyata dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya materi sumber daya alam di kelas IV
21
SD Negeri Kalisari, Kec. Blado Kab. Batang. Pada awal pembelajaran siklus 1
diadakan preetes dengan nilai rata-rata 56. Setelah diberi pembelajaran dengan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus 1 diadakan evaluasi nilai
rata-rata kelas naik menjadi 64 dan pada siklus ke 2 nilai rata-rata naik lagi
bahkan lebih dari KKM yang telah ditentukan yaitu 77. Dengan adanya kenaikan
nilai rata-rata pada setiap siklus di atas indikator kinerja adalah 70, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
meningkatkan hasil belajar IPA materi sumber daya alam di kelas IV SD Negeri
Kalisari Kec. Blado Kab. Batang.
Penelitian Eko Hartanto (2013) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar IPA dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
pada Siswa Kelas 4 SDN Dadapayam 02 Kabupaten Semarang Semester II Tahun
Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada kondisi awal
yang berdasarkan nilai ulangan IPA semester I siswa yang memenuhi KKM
sebanyak 10 siswa (43,47%) dari total 23 siswa. Hasil belajar siswa pada siklus I
siswa yang memenuhi KKM sebanyak 14 siswa (66,67%) dari total 21 siswa.
Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus II yang memenuhi KKM sebanyak 22
siswa (100%) dari total 22 siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 4 SDN Dadapayam 02 Kabupaten Semarang semester II
tahun Pelajaran 2012/2013.
2.4. Kerangka Berpikir
Paradigma siswa yang menganggap bahwa pelajaran IPA merupakan
pelajaran yang sulit untuk dimengerti menjadikan siswa malas dalam belajar
IPA, hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan hasil belajar
mata pelajaran IPA yang diperoleh siswa rendah. Selain itu faktor guru yang
cenderung masih menerapkan pembelajaran yang konvensional menjadikan
proses belajar IPA menjadi membosankan. Siswa menjadi kurang antusias
dalam belajar IPA, untuk itu salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA adalah dengan menerapkan
22
model pembelajaran STAD yang lebih menekankan pada keaktifan siswa secara
menyeluruh sehingga diharapkan hasil belajar yang dicapai dapat optimal.
Pada awalnya proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru hanya
mengandalkan cara belajar konvensional (ceramah) sehingga yang terjadi
siswa menjadi bosan, jenuh dan sering kali mengabaikan proses belajar
mengajar di kelas, sehingga mengapa model pembelajaran STAD dijadikan
salah satu alternatif untuk meningkatkan hasil belajar. Penggunaan model
pembelajaran ini dapat membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran sehingga siswa dengan mudah memahami materi yang diajarkan
oleh guru melalui cara yang menyenangkan.
23
Kerangka Pemikiran Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka berpikir tentang penerapan model pembelajaran
STAD terhadap hasil belajar IPA.
Menurunnya kualitas
pembelajaran IPA tentang gaya
di kelas 4 SD Negeri 04
Karanganyar
Guru kurang
maksimal dalam
mengkondisikan
kelas
Siswa kurang aktif
dalam pembelajaran,
KBM monoton, siswa
bosan dan kelas ramai
sendiri
Hasil
belajar IPA
siswa
pokok
bahasan
gaya
kurang dari
KKM (70)
Penggunaan Model STAD (Student
Teams Achievement Division)
Guru menyajikan
materi melalui
presentasi kelas
untuk melatih
konsentrasi siswa
Siswa belajar dalam
bentuk tim untuk melatih
kerjasama/sosialisasi
siswa
Guru mengadakan
kuis setelah
pembelajaran untuk
melatih kemampuan
siswa secara individu
Hasil belajar IPA pokok
bahasan gaya meningkat
Siswa aktif dalam pembelajaran, KBM menarik,
siswa antusias, dan kelas kondusif.
24
2.5. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah
dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis proses dan hasil tindakan sebagai
berikut:
1) Penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan proses
pembelajaran melalui langkah-langkah presentasi kelas, pembentukan tim,
pengerjaan kuis, perhitungan skor individual, dan pemberian penghargaan
dengan kriteria signifikansi aktivitas guru dan aktivitas siswa minimal 14 skor
pada siswa kelas 4 semester II SDN 04 Karanganyar tahun pelajaran
2014/2015.
2) Penerapan model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar
IPA pokok bahasan gaya pada siswa kelas 4 semester II SDN 04
Karanganyar tahun pelajaran 2014/2015 secara signifikan mengalami
ketuntasan belajar individual dengan nilai hasil belajar IPA ≥ 70 dan
mengalami ketuntasan belajar secara klasikal dengan nilai rata-rata hasil
belajar IPA meningkat minimal 7 nilai dari KKM ≥ 70 yang ditentukan oleh
sekolah atau ketuntasan belajar secara klasikal sebesar ≥ 80% dari 20
siswa (kriteria baik).