Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Kajian Teori
Kajian teori berisi tentang kajian atau pendapat ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa ahli memiliki pandangan yang berbeda-beda pada satu
objek yang sama. Kajian teori membahas tentang hakikat pembelajaran
matematika, model Student Teams Achievement Division (STAD) Berbantuan
media kartu soal serta hasil belajar.
2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan proses tingkah laku untuk memperoleh pengalaman
yang baru dan dilakukan dengan sengaja. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Djamarah, 2011) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pendapat lain (Muhibbin Sah, 2008) belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Menurut gagasan-gagasan
tersebut, disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses yang
ditandai dengan perubahan tingkah laku pada diri seseorang berkat adanya
pengalaman.
Matematika, menurut Ruseffendi dalam adalah bahasa simbol ilmu
deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi. Sedangkan hakikat matematika
menurut soedjadi dalam (Heruman, 2013:1) yaitu memiliki objek tujuan
abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif.
Menurut Krismanto, (2003) pada hakekatnya belajar matematika ialah
berpikir dan berbuat atau mengerjakan matematika. Contohnya adalah siswa
dalam belajar matematika akan menghadapi suatu masalah dan akan
memecahkan masalah tersebut siswa berpikir bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut dan mengerjakannya.
8
Menurut subrinah dalam (Wahyudi, 2013) matematika merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari struktur abstrak dan pola hubungan yang ada
didalamnya. Dalam hal ini berati belajar matematika pada hakekatnya adalah
belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan
strukturnya.
Menurut Kline dalam (Wahyudi, 2013) matematika bukan pengetahuan
tersendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri tetapi beradanya
membantu manusia dalam memahami permasalahan sosial, ekonomi, dan
alam. Hal ini akan tercipta jika proses dalam mempelajari matematika dapat
menanamkan nilai kehidupan yang berguna bagi sisiwa dimasa yang datang.
Matematika sendiri adalah ilmu yang membahas pola dan keteraturan.
Matematika bisa dilihat dalam dua pola yaitu pola di alam dan pola
diciptakan oleh pikiran manusia, pola itu dapat nyata atau hanya bayangan.
Matematika bisa timbul dari kehidupan kita sehari-hari. De Lange (2004:8)
menyatakan lebih terinci:
Mathematics could be seen as the language that describes patterns
both patterns in nature and patterns invented by the human mind.
Those patterns can either be real or imagined, visual or mental,
static or dynamic, qualitative or quantitative, purely utilitarian or of
little more than recreational interest. They can arise from the world
around us, from depth of space and time, or from the inner workings
of the human mind.
Wahyudi (2013:13) memaparkan bahwa pembelajaran matematika
pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk
menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang
melaksanakan kegiatan belajar matematika. Jadi pembelajaran matematika
harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari
pengalaman tentang matematika.
Matematika SD digunakan untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan
berkerjasama. Tujuan mata pelajaran matematika sekolah di SD dan
Madrasah Ibtidayah (MI) yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan yang
dikutip Wahyudi (2013:11) adalah sebagai berikut:
9
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma, secara luwes,
akurat, efesien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, daigram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Tujuan umum dan khusus yang ada di kurikulum SD/MI, merupakan
pelajaran matematika di sekolah, jelas memberikan gambaran belajar tidak
hanya di bidang kognitif saja, tetapi meluas pada bidang psikomotor dan
afektif. Selama ini matematika hanya melihat kognitif saja dan kurang
mempedulikan segi afektif dan psikomotorik.
Berdasarkan materi pokok dapat ditentukan kompetensi yang akan
dicapai. Kompetensi dijabarkan dalam standar kompetensi dan kompetensi
dasar. Pada penelitian ini diambil standar kompetensi dan kompetensi dasar
mata pelajaran matematika kelas IV semester II yang disajikan dalam Tabel
2.
Tabel 2
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas IV Sekolah
Dasar Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016 Kurikulum KTSP
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
6. Menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah.
6.3 Menjumlahkan pecahan
6.4 Mengurangkan pecahan
2.1.2 Model Pembelajaran Cooperative Learning tipe STAD(Student
Teams Achievement Division
Model pembelajaran sangat penting dalam proses pembelajaran karena
metode yang disusun secara sistematis akan dapat mencapai tujuan
10
pembelajaran. Model yang menarik juga dapat membangkitkan semangat
anak dalam melakukan pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya dalam (Krismanto, 2003)
metode sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasi rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas model pembelajaran adalah
pedoman bagi guru untuk mengadakan hubungan dengan siswa agar tercapai
tujuan pembelajarannya.
Pada penelitian ini model yang digunakan adalah Student Teams
Achievement Division karena metode ini yang paling sederhana dan mudah
dilakukan. Model pembelajaran Student Teams Achievement Division
bukanlah hal yang baru bagi sebagian pengajar.
Menurut Slavin dalam (Kusnandar, 2011) tipe STAD merupakan salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan
model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru
menggunakan pendekatan kooperatif. Metode ini juga sangat mudah
diadaptasi dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan sosial, dan banyak
subjek lainnya.
Menurut Slavin (dalam Kusnandar, 2011:275), langkah-langkah metode
pembelajaran Student Teams Achievement Division adalah sebagai berikut:
1. Para siswa didalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-
masing terdiri atas 4 atau 5 anggota kelompok. tiap kelompok
mempunyai anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik,
maupun kemampuannya.
2. Guru menyampaikan materi pembelajaran.
3. Guru memberikan tugas kelompok dengan menggunakan lembar kerja
akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai materi
pelajaran yang telah diberikan melalui tanya jawab atau diskusi di antar
sesama anggota kelompok.
11
4. Guru memberikan pertanyaan atau kuis kepada seluruh siswa pada saat
menjawab pertanyann atau kuis dari guru siswa tidak boleh saling
membantu.
5. Setiap akhir pembelajaran guru memeberikan evaluasi untuk
mengetahui penguasaan terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
6. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaanya terhadap
materi pelajaran, dan kepada siswa secara individual atau kelompok
yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi
penghargaan.
7. Kesimpulan
Pelaksanaan tipe STAD melalui tahapan sebagai berikut: (1) penjelasan
,materi pembelajaran; (2) diskusi atau kerja kelompok belajar; (3) validasi oleh
guru; (4) evaluasi: (5) menentukan nilai kelompok; (6) penghargaan individu
atau kelompok.
Menurut Slavin (dalam Riyanto, 2010) Kelebihan Dan kelemahan model
pembelajaran STAD sebagai berikut.
a. Kelebihan model pembelajaran STAD
1) Meningkatkan kecakapan individu
2) Meningkatkan kecakapan kelompok
3) Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang
substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah
setara
4) Menghilangkan prasangka terhadap teman sebaya dan memahami
perbedaan
5) Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di
samping kecakapan kognitif
6) Meningkatkan motivasi belajar dan rasa toleransi serta saling
membantu dan mendukung dalam memecahkan masalah.
7) Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama
anggota kelompok menjadi lebih baik.
b. Kelemahan model STAD
12
1) Siswa yang kurang pandai dan kurang rajin akan merasa minder
berkerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu.
2) Terjadi situasi kelas yang gaduh singga siswa tidak dapat bekerja
secara efektif dalam kelompok.
3) Pemborosan waktu.
4) Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut
sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator
2.1.3 Media Kartu Soal
Media dapat membantu dan perantara guru dalam penyampaian pesan.
Jika media yang digunakan dirancang dengan baik maka makin baik pula media
tersebut dalam menyampaikan pesan. Hal ini sesuai dengan penyataan
Suharjana, A. (2009) Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda
yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran.
Gagne dalam (Sanaky, 2009) berpendapat bahwa media adalah berbagai
jenis komponen atau sumber belajar dalam lingkungan pembelajaran yang
dapat merangsang pembelajaran untuk belajar. Selanjutnya Briggs (dalam
Sanaky, 2009:3) mengatakan media adalah wahana atau alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang pembelajar untuk belajar.
Berdasarkan pendapat para pakar tentang pengertian media, dapat dikaji
bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat membantu guru dalam
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa dan untuk merangsang siswa
belajar. Namun media yang digunakan harus sesuai dengan kurikulum,
materi, metode dan kemampuan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Matematika merupakan mata pelajaran yang berorientasi pada
pembelajaran aktif dan kreatif. Sistematika dan inovasi pembelajaran
matematika harus dilengkapi dengan media pembelajaran. Salah satu media
pembelajaran yang dapat digunakan adalah media kartu soal.
Penggunaan media kartu soal dapat memancing minat siswa untuk
menyelesaikan permasalahan dalam bentuk soal. Kartu soal merupakan salah
13
satu media pembelajaran dua dimensi memiliki ukuran panjang dan lebar,
berada pada satu bidang datar. Media kartu soal dapat dibuat menggunakan
kertas manila atau sejenisnya dengan ukuran 10 cm x 15 cm.
Media pembelajaran dua dimensi meliputi grafis, media bentuk papan dan
media cetak. Media kartu soal salah satu media grafis. Sadiman dkk (2010:28)
menjelaskan media grafis termasuk media visual berfungsi menyalurkan pesan
dari sumber ke penerima pesan melalui indera penglihatan. Pesan yang akan
disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual.
Kartu soal digunakan sebagai penyampai pesan berupa permasalahan atau
pertanyaan yang akan diselesaikan siswa dalam bentuk soal. Media grafis
berfungsi menarik perhatian, memperjelas ide, mengilustrasikan atau menghiasi
fakta yang cepat dilupakan jika tidak di grafiskan. Kelebihan media grafis yaitu
bentuknya sederhana, mudah pembuatannya, relatif murah, sifatnya konkret
(Sadiman, 2010:28).
Kartu soal merupakan media grafis berisi gambar, tulisan-tulisan dan
simbol yang dapat menyampaikan pesan materi pembelajaran sehingga menarik
minat siswa saat mengerjakan soal. Untuk itu, penyampaian materi pelajaran
tentunya membutuhkan sarana penunjang yang tepat agar siswa dapat menyerap
materi dengan baik. Sarana tersebut berupa media pembelajaran.
Dalam penelitian sebelumnya Asomad, Y. E. N. I.(2014) hasil penelitian
menyimpulkan penerapan pembelajaran menggunakan media kartu soal dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Penggunaan media kartu soal dalam
proses pembelajaran pada intinya adalah upaya guru memodifikasi cara
penyampaian materi pelajaran.
Cara penyampaian tersebut diupayakan semaksimal mungkin dibantu
dengan suatu media yang terbuat dari benda yang mudah didapat. Dengan bahan
yang sederhana untuk membuat media pembelajaran diharapkan siswa dapat
memahami materi pelajaran dan tentunya akan meningkatkan prestasi atau hasil
belajar siswa itu sendiri.
14
2.1.4 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dan suatu usaha belajar
juga merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan
kegiatan belajar. Setiap proses belajar-mengajar keberhasilannya diukur
dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa, disamping diukur dari
segi prosesnya (Sudjana, 1989).
Artinya seberapa jauh tipe hasil belajar dimiliki siswa. Tipe hasil
belajar harus nampak dalam tujuan pembelajaran, sebab tujuan
pembelajaran itulah yang akan dicapai oleh proses belajar/mengajar. Hasil
belajar menjadi tolak ukur keberhasilan dalam belajar.
Hasil belajar merupakan suatu indikator adanya perubahan tingkah
laku yang dialami siswa (Hamalik, 2008: 159). Sedangkan Uno (2007: 213)
menyimpulkan bahwa hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan
perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari
interaksi dengan lingkungannya.
Dapat dikaji bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku
seseorang setelah mempelajari sesuatu. Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6)
mengidentifiikasi bahwa hasil belajar mencakup tiga ranah kemampuan yaitu,
kognitif, afektif dan psikomotorik. Jadi, perubahan tingkah laku yang dialami
seseorang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan dinilai adalah ranah
kognitif. Seperti yang dipaparkan oleh Sudjana (1989: 23) bahwa ranah
kognitif merupakan ranah yang paling banyak digunakan oleh guru dalam
menilai hasil belajar siswa karena berkaitan dengan tingkat penguasaan isi
pelajaran.
Penilaian hasil belajar akan dilakukan menggunakan tes objektif
bentuk pilihan ganda. Arifin (2014: 138) menjelaskan bahwa bentuk soal
pilihan ganda digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks
dan berkenaan dengan aspek kognitif siswa yang meliputi aspek ingatan,
pengertian aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
15
2.2 Penelitian yang Relevan
Berikut adalah beberapa kajian terhadap penelitian yang relevan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Achievement Division berbantu
media kartu soal.
Penelitian tentang model pembelajaran STAD telah dilakukan peneliti
lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh
Rahayuningsih, I. (2011) yang berjudul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar
IPS Melalui Metode STAD (Student teams Achievement Division) Pada
Siswa Kelas IV C SD Muhammadiyah 16 Surakarta Tahun Ajaran
2010/2011 “
Tujuan dari peneliti ini adalah untuk meningkatkan aktivitas belajar dan
hasil belajar melalui metode STAD (Student Teams Achievement Division)
dalam mata pelajaran IPS pembelajaran menjadi lebih menarik. Dari siklus
yang dilakukan dihasilkan peningkatan hasil belajar siswa yang cukup baik.
Hal ini ditunjukkan pada penilaian kognitif yang dapat dilihat dari nilai
rata-rata ulangan siswa disetiap siklus. Dalam siklus I mempunyai nilai hasil
rata-rata kelas 6,39, siklus II 7,18 sedangkan siklus III adalah 8,02.
Berdasarkan analisis data pada PTK ini, hipotesis yang menyatakan
Penerapan metode STAD (Student Teams Achievement Division) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS pada siswa kelas
IV C SD Muhammadiyah 16 Surakarta tahun ajaran 2010/2011 terbukti dan
dapat diterima kebenarannya.
Penelitian serupa dilakukan Perdana (2014) dalam penelitian berjudul
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) berbantuan kartu soal dapat meningkatkan minat dan
prestasi belajar siswa kelas X-6 SMA N 8 Surakarta. Penelitian ini adalah
penelitian jenis PTK.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Student Team Achievement Division (STAD) berbantuan kartu soal
dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat
16
dari minat belajar siswa pada siklus I sebesar 51,85% menjadi 77,78% pada
siklus II.
Selain itu, dilihat dari prestasi belajar yaitu berdasarkan aspek kognitif
pada siklus I sebesar 55,56% dan pada siklus II sebesar 74,07%, dan aspek
afektif pada siklus I sebesar 77,80% dari yang ditargetkan sebesar 70,00%.
Penelitian dilakukan oleh Setyawan (2013) menggunakan model
cooperative learning tipe STAD. Adapun ketuntasan belajar pada kondisi pra
siklus 9,01%, siklus 1 meningkat menjadi 45,45% dan pada siklus 2
meningkat menjadi 90,91%.
Selanjutnya Ferlyana (2012) dalam judul meningkatkan hasil belajar
siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) melalui model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)
pada siswa kelas V SD Negeri 4 Tiparkidul Ajibarang Banyumas Tahun
2011/2012. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
dengan model siklus yang dilakukan secara berulang dan berkelanjutan.
Peningkatan hasil belajar dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa dari
rata-rata nilai pada data awal siswa yaitu 53 dan memiliki ketuntasan belajar
sebesar 36% dan pada akhir siklus pertama nilai rata-rata siswa menjadi 67
dengan ketuntasan belajarnya menjadi 61% dan pada akhir siklus kedua nilai
rata-rata siswa naik menjadi 81 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai
84%.
Berdasarkan kajian terhadap penelitian yang relevan dengan model
Student Teams Achievement Divisi dan penggunaan media Kartu soal yang
terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa, maka dalam penelitian
tindakan kelas ini akan memadukan antara model Student Teams Achievement
Division dan media kartu soal untuk meningkatkan hasil belajar pada mata
pelajaran matematika.
2.2 Kerangka Pikir
Hasil observasi dan wawancara di SD Negeri Gedong 3 menunjukkan
bahwa model pembelajaran yang digunakan kurang tepat untuk mata
17
pelajaran Matematika, yaitu ceramah dan tanya jawab sehingga siswa pasif
dalam pembelajaran. Selain itu, penggunaan media pembelajaran belum
optimal, sehingga siswa kurang tertarik dengan materi pelajaran Matematika.
Hal ini berakibat pada hasil belajar siswa yang rendah.
Pada tahap awal sebelum guru menggunakan Pembelajaran model
STAD hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Gedong 3 masih rendah. Dengan
rendahnya hasil belajar tersebut guru berupaya meningkatkan hasil belajar
siswa dengan melakukan inovasi belajar yang dilakukan adalah mengemas
pembelajarannya dengan pembelajaran STAD. Skema kerangka pikir disajikan
dalam gambar 1.
Gambar 1
Skema Kerangka pikir
KONDISI
AWAL
GURU/PENELITI
Belum menggunakan
penerapan pembelajaran
kooperatif tipe STAD
SISWA
Hasi belajar matematika
rendah
TINDA
KAN
Dalam pembelajaran, guru
menggunaan cara belajar
kooperatif pembelajaran
kooperatif tipe STAD
SIKLUS I
Dengan menggunakan
media kartu soal dan
model pembelajaran
STAD
SIKLUS II
Dengan
menggunakan
mediakartu soal dan
model pembelajaran
STAD
KONDISI
AKHIR
Diduga dengan menggunaan cara
belajar kooperatif pembelajaran
kooperatif tipe STAD, hasil
belajar matematika meningkat
18
2.4 Perumusan Hipotesis Tindakan
penerapan model cooperative learning tipe STAD (Student Teams
Achievement Division) berbantuan media kartu soal dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SD Negeri Gedong
3 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran
2015/2016.