19
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak wacana masyrakat sipil mulai berkembang di Indonesia pada awal dasawarsa 1990-an terdapat perdebatan mengenai dua konsep pendekatan masyarakat sipil. Pertama, pada aspek vertical, masyarakat sipil yang memfokuskan perhatiannya pada otonomi masyarakat terhadap negara dan karena itu berhubungan erat dengan aspek politik (Sujatmiko, 2003) konsep ini terutama didukung oleh kalangan-kalangan Ornop yang beroposisi dengan pemerintah pada masa itu yang melihat konsep masyarakat sipil sebagai arena perjuangan untuk membangun masyarakat sipil yang kuat dan mandiri sebagai suatu jalan menuju demokratisasi. Kedua, berhubungan dengan aspek Horizontal. Pandangan ini menekankan pada aspek-aspek keadaban (civility) dari masyarakat sipil dan karena itu konsep masyarakat sipil identik dengan civilized society atau yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai masyarakat madani (Madjid, 1999; Baso, 2002). Nurcholis Madjid mendefinisikan masyarakat madani sebagai masyarakat berperadaban (Madanniyah). Di dalam pandangan ini masyarakat madani adalah masyarakat yang menghargai dan mengembangkan prinsip-prinsip pluralism dan toleransi. Dengan dua prinsip tersebut ia meyakini bahwa kemajemukan akan memperkaya pertumbuhan dan pengkayaan budaya bangsa melalui interaksi yang dinamis, bersedia menerima perbedaan pandang dan tingkah laku sosial. Singkatnya, pandangan ini lebih condong pada terciptanya simbiosis antara

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil

Sejak wacana masyrakat sipil mulai berkembang di Indonesia pada awal

dasawarsa 1990-an terdapat perdebatan mengenai dua konsep pendekatan

masyarakat sipil. Pertama, pada aspek vertical, masyarakat sipil yang

memfokuskan perhatiannya pada otonomi masyarakat terhadap negara dan karena

itu berhubungan erat dengan aspek politik (Sujatmiko, 2003) konsep ini terutama

didukung oleh kalangan-kalangan Ornop yang beroposisi dengan pemerintah pada

masa itu yang melihat konsep masyarakat sipil sebagai arena perjuangan untuk

membangun masyarakat sipil yang kuat dan mandiri sebagai suatu jalan menuju

demokratisasi.

Kedua, berhubungan dengan aspek Horizontal. Pandangan ini menekankan

pada aspek-aspek keadaban (civility) dari masyarakat sipil dan karena itu konsep

masyarakat sipil identik dengan civilized society atau yang dalam bahasa

Indonesia diartikan sebagai masyarakat madani (Madjid, 1999; Baso, 2002).

Nurcholis Madjid mendefinisikan masyarakat madani sebagai masyarakat

berperadaban (Madanniyah). Di dalam pandangan ini masyarakat madani adalah

masyarakat yang menghargai dan mengembangkan prinsip-prinsip pluralism dan

toleransi. Dengan dua prinsip tersebut ia meyakini bahwa kemajemukan akan

memperkaya pertumbuhan dan pengkayaan budaya bangsa melalui interaksi yang

dinamis, bersedia menerima perbedaan pandang dan tingkah laku sosial.

Singkatnya, pandangan ini lebih condong pada terciptanya simbiosis antara

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

13

pemerintah dan masyarakat sipil yang didefinisikan dalam kerangka kerjasama

ketimbang konflik. (Ibrahim, 2003; 17)

Sebuah aliansi internasional yang berkedudukan di Johannesburg, Afrika

Selatan, yang keanggotaannya terdiri dari OMS, oranisasi donor dan invidu yang

menaruh perhatian terhadap organisasi masyarakat sipil di berbagai negara.

CIVICUS memiliki lebih dari 1000 anggota yang tersebar di lebih dari 100 negara

dan telah berkerja lebih dari satu decade untuk penguatan aksi warga negara dan

masyarakat sipil di seluruh dunia. Menurut definisi yang diutarakan oleh

CIVICUS, masyarakat sipil adalah sebuah arena, di luar keluarga, negara, dan

pasar, dimana orang-orang berkelompok untuk mendorong kepentingan bersama

(Ibrahim, 2003;18). Mengingat masyarakat sipil adalah suatu konsep yang rumit,

dalam kepentingan penyusunan IMS (Indeks Masyarakat Sipil), CIVICUS

menggunakan definisi tersebut untuk dijadikan dasar dalam memahami konsep

masyarakat sipil.

Arena, dimaksudkan sebagai ruang di dalam masyarakat dimana individu-

individu bertemu, berkumpul, berdiskusi dan berdebat untuk mempengaruhi

perkembangan masyarakat yang lebih luas. Arena menekankan padapentingnya

peran masyarakt sipil dalam memperluas ruang public di mana berbagai

kepentingan dan nilai-nilai masyarakat bertemu. Di dalam arena juga terkandung

pengertian yang lebih luas yang tidak membatasi masyarakat sipil hanya kepada

organisasi-organisasi yang formal, tetapi juga kelompok-kelompok atau jaringan

informal di dalam masyarakat.

Keluarga yang dimaksud adalah keluarga inti. Secara khusus dimaksudkan

sebagai wilayah kehidupan privat atau ranah domestic dari kehidupan rumah

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

14

tangga. Namun dipahami bahwa tidaklah semua kehidupan dalam keluarga

menjadi persoalan privat. Misalnya, kekerasan dalam rumah tangga, akan selalu

menjadi persoalan public.

Negara dibedakan dengan masyarakat sipil karena negara adalah

oorganisasi kekuasaan yang mempunyai kekuatan monoppoli yang sah untuk

mengatur setiap anggota masyarakat melalui hukum dan perundang-undangan,

termasuk wewenang untuk menggunakan kekerasan.

Pasar atau ―sektor swasta‖ adalah ruang lain dari masyarakat dimana

anggota-anggota masyrakat bertemu untuk memperoleh penghasilan, mendapat

keuntungan dan kekayaan melalui proses produksi atau pertukaran barang dan

jasa dan lain-lain. Karena motifnya adalah untuk mencari keuntungan, maka pasar

dikeluarkan dari definisi masyarakat sipil.

Berkelompok adalah kekuatan utama dari masyarakat sipil yang terletak pada

kemampuannya untuk membangun inter-aksi dan inter-relasi antara satu dengan yang

lain. Sedangkan Kepentingan Bersama diartikan secara luas yang dapat berupa

promosi nilai, kebutuhan, identitas, norma, dan aspirasi-aspirasi lainnya.

Partisipasi masyarakat menekankan pada ―partisipasi‖ langsung warga

dalam pengambilan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan

Valderma (dalam Dwiningrum, 2015) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat

telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai

bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan

keputusan di berbagai gelanggang kunci yang memengaruhi kehidupan warga

masyarakat. Pengembangan konsep asumsi dasar untuk meluangkan gagasan dan

praktik tentang partisipasi masyarakat meliputi:

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

15

1. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga

sebagaimana hak politik lainnya. Hak tersebut tidak hilang ketika ia

memberikan mandat kepada orang lain untuk duduk dalam lembaga

pemerintahan.

2. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai

kebijakan publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi

kegagalan demokrasi perwakilan.

3. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan

publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna.

4. Partisipasi dilaksanakan secara sistematik, bukan hal yang insidental.

5. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang

mendorong tata pemerintahan yang baik (Good government)

6. Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik

terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintahan

Cohen dan Uphoff (1979) (dalam Dwiningrum) membedakan partisipasi

menjadi empat jenis, yaitu Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Di

sini masyarakat turut terlibat untuk menentukan arah dan orientasi pembangunan.

Kedua, Partisipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi ini mencakup penggerakan

sumber daya dan dana dalam pelaksanaan yang merupakan penentu dalam

keberhasilan program yang dilaksanakan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan

manfaat. Partisipasi ini berkaitan dengan kualitas dan kuantitas hasil pelaksanaan

program yang dicapai. Keempat yaitu partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program berjalan.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

16

2.2 Konsep Advokasi sosial

“Advocacy is winning cases. Nothing more and nothing less. It consists in

persuading a court to do what you want. The court may have serious

misgivings, but the good advocate gives them no choice.”. (Ross, 2005)

Secara umum konsepsi advokasi berasal dari kata Avocate yang berarti

kegiatan-kegiatan untuk membela dengan aksi bersimpati, aksi menggalang

bantuan dan pertolongan, berupa dukungan argumentasi yang dapat diterima oleh

publik/umum dari seorang yang membela, yang menjadi korban, atau dari orang-

orang atau pihak lain yang mendukung alasan-alasan kasus, termasuk dari pihak

pengacara/advokat.

Advokasi sosial menurut Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial dimaksudkan untuk melindungi dan membela seseorang,

keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang dilanggar haknya. Advokasi

tersebut dilaksanakan dalam bentuk penyadaran hak dan kewajiban, pembelaan,

dan pemenuhan hak

Atas dasar pengertian tersebut, maka advokasi dapat dilaksanakan oleh

orang-orang atau kelompok masyarakat yang menjadi korban dengan dukungan

pihak lain yang tidak hanya dari seorang pengacara/advokat, melainkan dari

dukungan masyarakat, kaum buuh, politikus maupun kelompok-kelompok

masyarakat di semua lapisan. Namun idealnya, advokasi tetap dilaksanakan

dengan berbasis perjuangan dari kelompok masyarakat korban, yakni masyarakat

yang menderita dampak atas hak (asasi atau hukum) baik secara laten maupun

manifes. Pendek kata, kerja-kerja advokasi adalah kerja untuk menggalang

dukungan sebanyak-banyaknya dari berbagai pihak untuk membangun kekuatan

untuk suatu tujuan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

17

2.2.1 Tujuan Advokasi

Adalah untuk mendapatkan komitmen pembelaan dan pendampingan

untuk menjamin hak-hak konstitusional seseorang atau masyarakat secara

demokratis dan adil. Karena dalam relasi kekuasaan antar aktor institusional,

mestinya ada jembatan institusional agar masyarakat dapat menentukan prioritas-

prioritas kebijakan pemerintah yang dinyatakan dalam kebijakan.

1. Melakukan Perbaikan Substansi Kebijakan

Advokasi kebijakan dilakukan untuk mendesak perubahan atas nilai, ukuran

dan kualitas kebijakan agar berpihak pada masyarakat sebagai objek kebijakan.

2. Melakukan Perbaikan Proses Penyusunan dan Keputusan Kebijakan

Sebagai prasyarat agar kualitas kebijakan diatas berpihak pada rakyat, maka

harus didesakkan perubahan atas proses penyusunan dan pengambilan

keputusan kebijakan yang melibatkan partisipassi masyarakat secara terbuka.

3. Melakukan Perbaikan pelaksanaan dan Petanggungjawaban Kebijakan

Penyimpangan dalam pelaksanaan kebijakan dapat menyebabkan kerugian

akan ditanggung oleh masyarakat. Oleh karena itu, memantau pelaksanaan

dan pertanggungjawaban kebijakan penting dilakukan sebagai bagian dari

advokasi kebijakan.

4. Mendorong Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat atas Kebijakan

Perubahan persepsi, pemahaman, penafsiran, reaksi dan tindakan

masyarakat yang melihat bahwa kebijakan adalah milik para pejabat public

dan elit politik atau masyarakat saja. Pada dasarnya kebijakan adalah milik

public sehingga masyarakat berhak untuk tahu dan berpartisipasi di

dalamnya.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

18

5. Mendorong Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintahan

Perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan sangatlah rawan dengan

banyaknya berbagai kepentingan yang masuk didalamnya. Oleh karena itu,

menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk terlibat dalam monitoring

proses perumusan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan.

2.3 Konsep Kebijakan Sosial

Kebijakan memiliki arti yang sangat luas, umum serta mencakup banyak

hal. Setiap tokoh mendefinisikan kebijakan dengan berbagai macam bentuk.

Seperti yang dinyatakan oleh Thomas R. Dye, ―Kebijakan publik adalah apapun

yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak‖. Mekipun pendapat ini

dianggap agak tepat, namun tidaklah cukup memberi batasan yang jelas antara apa

yang dilakukan oleh pemerintah untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya

dilakukan oleh pemerintah.

Seorang pakar ilmu politik lain, Richard Rose menyarankan bahwa

hendaknya dipahami sebagai ―serangkaian kegiatan yang sedikit banyak

berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang

bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri‖.

2.3.1 Tahap-tahap Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variable yang harus dikaji. Oleh karena

itu, beberapa ahli membagi kebijakan public dalam beberapa tahapan dengan

tujuan untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik, salah satunya

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

19

adalah (Dunn; 2003). Tahap-tahap kebijakan publik yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah tersebut berkompetisi terlebih

dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya,

beberapa masalah masuk ke dalam agenda kebijakan, beberapa yang lain

bahkan tidak disentuh atau ditunda dan beberapa menjadi fokus

pembahasan.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk

kemudia dicari pemecahan masalah terbaik. Sama halnya dengan tahap

proses penyusunan agenda, pada tahap ini yang bersaing adalah

alternative-alternatif pemecahan masalah, pada tahap ini pula para aktor

akan ―bermain‖ untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternative yang disampaikan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur

lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu pogram kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu program

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

20

kebijakan yang telah diambil harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan

oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat

bawah. Pada tahap ini berbagai kepentingan akan saling bersaing.

Beberapa implementasi kebijakan akan mendapat dukungan dari

stakeholders, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu

memecahkan masalah.

2.3.2 Perubahan kebijakan

Konsep perubahan kebijakan (Policy change) merujuk pada penggantian

kebijakan yang sudah ada dengan satu atau lebih kebijakan yang lain. Perubahan

kebijakan ini meliputi pengambilan kebijakan baru dan merevisi kebijakan yang

sudah ada. Menurut Anderson, perubahan kebijakan mengambil tiga bentuk,

yakni: Pertama, perubahan inkremental pada kebijakan yang sudah ada.

Sebagaimana perubahan yang bersifat inkremental, maka kebijakan yang sudah

ada menurut bentuk perubahan ini tidak diubah seluruhnya, tetapi hanya beberapa

bagian saja yang dilakukan perubahan. Kedua, pembuatan undang-undang baru

untuk kebijakan-kebijakan khusus. Ketiga, penggantian kebijakan yang besar

sebagai akibat dari pemilihan umum kembali. Pada kasus yang ketiga ini, sering

kita temukan arah program atau program kebijakan itu sendiri diganti secara

besar-besaran karena elit politik atau rezim yang memerintah diganti.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

21

Diantara berbagai model advokasi, terdapat bentuk advokasi kebijakan

―Model Demokratis‖ yang menghendaki agar setiap ―pemilik hak demokrasi‖

diikut-sertakan sebanyak-banyaknya. Model ini berkembang khususnya di negara-

negara yang baru mengalami transisi ke demokrasi seperti Indonesia. Prosesnya

dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut

Gambar 2.1 Bagan Advokasi Model Demokratis

Model ini biasa dikaitkan dengan implementasi good governance, karena

dengan menggunakan model ini para konstituen dan pemanfaat (beneficiaries)

dapat diakomodir keberadaannya. Model yang identik dengan ―pilihan publik‖ ini

kurang efektif untuk mengatasi masalah-masalah dan membuat kebijakan-

kebijakan yang bersifat kritis, darurat dan dalam kelangkaan sumber daya.

Namun, model ini sangat efektif dalam pengimplementasiannya karena setiap

pihak memiliki kewajiban untuk mengupayakan keberhasilan kebijakan tersebut.

(Nugroho, 2014; 547-548)

Jarang terjadi kebijakan publik dipertahankan dalam bentuk yang sama

sebagimana kebijakan itu pada awalnya ditetapkan. Sebaliknya, kebjakan publik

kebijakan publik secara konstan bisa berkembang. Perbaikan terhadap kebijakan-

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

22

kebijakan yang ada tergantung pada beberapa faktor, yang meliputi; Pertama,

sejauh mana kebijakan awal dinilai mampu ―memecahkan‖ persoalan.

Sebagaimana telah sering disinggung sebelumnya, pada dasarnya kebijakan publik

dibentuk memecahkan persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, evaluasi

dilakukan untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dijalankan meraih dampak

yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki kondisi sosial yang menjadi sasaran

program kebijakan tersebut. Kedua, kemampuan dengan mana kebijakan-

kebijakan macam itu dikelola. Ketiga kelemahan yang mungkin ada selama

proses selama proses implementasi kebijakan berlangsung.

2.4 Tahapan pembentukan Peraturan Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama

Bupati/Walikota. Bagir Manan (Hamidi, 2007) berpendapat bahwa peraturan

perundang-undangan tingkat daerah diartikan sebagai peraturan perundang—undangan

yang dibentuk oleh pemerintahan daerah atau salah satu unsur pemerintahan daerah

yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan tingkat daerah.

Peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturaan

perundang-undangan yang lebih tinggi seta merupakan peraturan yang dibuat

untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya dengan

memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Peraturan daerah dilarang

bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi serta Perda daerah lain.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

23

Pada pasal 64 UU No.12 tahun 2011 disebutkan bahwa teknik penyusunan

perundang-undangan diatur dalam Peraturan Presiden No. 87 tahun 2014 Pasal 67

hingga Pasal 187 yang menjelaskan proses penyusunan peraturan daerah mulai dari

tahap perencanaan dan penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan,

dan penyebarluasan secara mutatis mutandis sebagaimana berikut ini:

1. Perencanaan dan Penyusunan

Tahap ini dimulai dengan identifikasi masalah atau isu yang menjadi objek

serta identifikasi Legal baseline atau landasan hukumnya. Hasil

identifikasi tersebut lalu dikaji oleh berbagai pihak yang menjadi

stakeholder untuk kemudian dituangkan menjadi Naskah Akademik yang

dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah tentang bagaimana pokok-

pokok pikiran tersebut dapat memecahkan masalah dan/atau kebutuhan

hukum masyarakat. Pada umumnya, Naskah akademik dilampirkan

bersama dengan Rancangan peraturan daerah (Raperda) yang memuat bab

atau pasal yang menjadi jawaban atas isu yang diangkat.

2. Pembahasan

Kegiatan ini dapat dilakukan oleh DPRD dengan cara melakukan

kunjungan kerja, rapat kerja, konsultasi publik (hearing), sosialisasi atau

kajian dengan OPD terkait, elemen masyarakat, lembaga swadaya

masyarakat, para ahli dan akademisi dan beberapa stakeholder lain yang

sesuai dengan isu yang diangkat dalan Ranperda tersebut. Tahap ini

dilakukan guna mendapatkan masukan dan perbandingan dari sudut

pandang berbagai pihak.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

24

3. Pengesahan dan Pengundangan

Apabila proses pembahasan tersebut telah rampung pada rapat akhir oleh

DPRD, draft tersebut akan dikirimkan oleh pimpinan DPRD kepada

Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah, dalam hal ini adalah Bagian

Hukum dan akan dilakukan penomoran serta autentifikasi. Kemudian akan

disahkan oleh Kepala Daerah dengan penandatanganan, lalu diundangkan

oleh Sekretaris Daerah. Bagian Hukum bertugas untuk penggandaan,

distribusi dan dokumentasi Perda tersebut.

4. Penyebarluasan

Setelah Peraturan Daerah tersebut disahkan, ia harus diundangkan dalam

Lembaran Daerah agar memiliki kekuatan hukum dan dapat mengikat

masyarakat. Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Perda yang telah

diundangkan dalam Lembaran Daerah tersebut agar masyarakat

mengetahuinya.

Pada kasus ini, FMPP berupaya untuk mendorong pemerintah agar

mengubah Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Sistem

Penyelenggaraan Pendidikan yang dianggap sudah tidak relevan. Hal tersebut

dikarenakan oleh berbagai kelemahan hingga pelanggaran-pelanggaran yang

terjadi pada pelayanan pendidikan di Kota Malang dan tidak terakomodir dalam

peraturan daerah tersebut.

2.5 Konsep Pelayanan Pendidikan

Hak atas pendidikan merupakan hak asasi dasar dan merupakan sarana yang

mutlak untuk dapat mewujudkan hak-hak lainnya. Pendidikan adalah gerbang menuju

kesuksesan, pendidikan menjadi fondasi bagi kesejahteraan karena ia berperan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

25

penting dalam proses pemberdayaan masyarakat. Tanpa pendidikan yang mumpuni,

mustahil bagi seseorang untuk dapat berpartisipasi – atau bahkan bersaing – dalam

urusan-urusan publik seperrti pemilihan umum dan urusan pemerintahan, termasuk

urusan-urusan ekonomi dan sosial-budaya. Asplund dalam bukunya Hukum Hak

Asasi Manusia membahas Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya (KIHESB) mencantumkan hak dan kebebasan yang termuat dalam bagian

akhir DUHAM, diantaranya adalah hak atas pendidikan yang tercantum pada pasal

13 sebagai berikut:

1. Negara-negara Pihak pada kovenan mengakui hak setiap orang atas

pendidikan. Mereka sepakat bahwa pendidikan harus diarahkan pada

perkembangan sepenuhnya kepribadian manusia dan kesadaran akan

martabatnya, dan harus memperkuat penghormatan terhadap hak asasi

dan kebebasan manusia yang hakiki. Mereka selanjutnya sepakat bahwa

pendidikan harus memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara

efektif dalam masyarakat yang bebas, meningkatkan pengertian, toleransi

dan persahabatan antara semua bangsa dan semua kelompok ras, etnis, atau

agama, dan memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk

memelihara perdamaian.

2. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini mengakui bahwa dengan

maksud untuk mencapai perwujudan semua hak ini:

(a) Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma

untuk semua orang;

(b) Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya, termasuk

pendidikan lanjutan teknik dan kejuruan harus secara umum

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

26

tersedia dan terbuka untuk semua orang melalui segala sarana yang

layak dan khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma

secara bertahap;

(c) Pendidikan tinggi juga harus dapat dimasuki oleh semua orang, atas

dasar kemampuan, dengan semua sarana yang layak dan khususnya

melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap;

(d) Pendidikan fundamental harus sejauh mungkin didorong atau

diintensifkan untuk orang-orang yang belum menerima atau

belum menyelesaikan seluruh masa pendidikan dasar mereka;

(e) Pengembangan sistem sekolah pada setiap tingkatan harus secara

efektif diupayakan, sistem beasiswa yang layak harus dibentuk, dan

kondisi–kondisi materi pengajar harus terus menerus diperbaiki.

3. Negara-negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati

kebebasan orang tua dan, bila perlu, wali yang sah, untuk memilih sekolah

bagi anak-anak mereka, selain sekolah yang didirikan oleh pemerintah, yang

sesuai dengan standar pendidikan minimum yang mungkin dibuat atau

disetujui oleh negara dan untuk memastikan pendidikan agama dan moral

anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan mereka.

4. Tidak ada bagian dari pasal ini yang dapat ditafsirkan untuk

mencampuri kebebasan individu dan badan-badan untuk mendirikan dan

mengurus lembaga pendidikan, sesuai dengan ketentuan penghormatan

pada prinsip yang dinyatakan dalam ayat 1 Pasal ini, dan pada persyaratan

bahwa pendidikan yang diberikan di lembaga tersebut sesuai dengan standar

minimum yang mungkin dibuat oleh negara.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

27

Hak atas pendidikan mencakup pendidikan dasar yang wajib dan bebas

biaya, pendidikan lanjutan yang berangsur-angsur juga akan dibuat bebas dan

dapat dimasuki, serta kesempatan yang sama untuk memasuki pendidikan

tinggi. Juga terdapat peran yang semakin besar untuk pendidikan lanjutan/orang

dewasa, terutama apabila terdapat penduduk orang dewasa yang buta huruf

dalam jumlah yang signifikan. Pada umumnya, negara wajib untuk menyediakan

pendidikan bebas biaya, setidaknya pada tingkat dasar. Kesesuaian dengan

DUHAM Pasal 26 bukan saja mengharuskan pendidikan bebas biaya, melainkan

juga pendidikan wajib. Ini adalah salah satu dari sedikit kewajiban positif

yang secara eksplisit dibebankan kepada negara oleh DUHAM. (Asplund, 2008)

Undang-Undang Dasar yang menyatakan pentingnya mencerdaskan

bangsa. Indonesia pun mengejewantahkannya dalam Undang-Undang nomor 20

tahun 2003 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan. Gambaran umum tentang

konsep pelayanan pendidikan indonesia dapat kita temui pada pasal 3 Undang-

undang nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabatdalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan mejadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Pelayanan publik memiliki aspek yang ―multi dimensi‖. Dalam memahami

pelayanan publik perlu menggunakan beberapa perspektif, diantaranya adalah

ekonomi, politik, hukum dan sosial-budaya secara integratif. Dalam perspektif

ekonomi, pelayanan publik adalah semua bentuk pengadaan barang dan jasa oleh

pemerintah (sektor publik yang diperlukan oleh warga negara sebagai konsumen).

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

28

Sementara dalam perspektif politik, dapat dikatakan bahwa pelayanan

publik merupakan refleksi dari pelaksanaan negara dalam melayani warga

negaranya berdasarkan kontrak sosial pembentukan negara oleh elemen-elemen

warga. Peran negara dalam pelayanan publik tersebut dilaksanakan oleh suatu

pemerintahan yang dijalankan oleh kekuatan politik yang berkuasa.

Dari sisi sosial budaya, pelayanan publik merupakan sarana pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat demi mencapai kesejahteraan yang didalam

pelakanaannya kental akan nilai-nilai, sistem kepercayaan dan bahkan unsur religi

yang merupakan refleksi dari kebudayaan dan kearifan lokal yang berlaku.

Sedangkan dari perspektif hukum, pelayanan publik dapat dilihat sebagai

suatu kewajiban yang diberikan oleh konstitusi atau peraturan perundang-

undangan kepada pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara atau

penduduknya atas suatu pelayanan. Pelayanan publik menurut Keputusan

MENPAN Nomor 67 tahun 2003 adalah segala kegiatan pelayanan yang yang

dilakukan oleh penyelenggaran pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Sementara menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur No. 11 tahun

2003 tentang Pelayanan Publik di Propinsi Jawa Timur, diartikan sebagai segala

kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar

warga negara dan penduduk atasa suatu barang, jasa dan atau pelayanan yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik

(Sirajuddin, 2011).

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

29

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Apabila

disimppulkan maka sesungguhnya pendidikan adalah bentuk tranformasi

pengetahuan, budaya, dan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat, agar

siswa mampu hidup beradab dalam masyarakat kelak.

Hal tersebut akan dapat dicapai dengan hadirnya peran Negara dalam

memberi akses dan peluag bagi segenap warga negaranya agar dapat

mengembangkan diri melalui pendidikan. Seperti yang dicantumkan dalam Pasal

4 Bab III Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan

nasional ayat (1) yang menyatakan bahwa Pendidikan diselenggarakan secara

demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggihak

asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Serta

pada ayat (6) yang berbunyi Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan

semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan

pengendalian mutu layanan pendidikan. Pemerintah juga mencanangkan program

wajib belajar yang ditanggung oleh pemerintah agar seluruh rakyat Indonesia

dapat mengakses pendidikan dasar bebas biaya yang diatur dalam Pasal 34

Peraturan pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar yang berbunyi

―Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib

belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya‖. Serta

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi …eprints.umm.ac.id/47068/3/BAB II.pdf · 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep peran dan partisipasi masyarakat sipil Sejak

30

diatur pula tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan kewajiban dan

hak masyarakat yang menjamin peran aktif masyarakat dalam pendidikan, serta

dicantumkan pula larangan-larangan dalam pendidikan yang meliputi larangan

adanya pungutan kepada peserta didik dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun

2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.