Upload
dangthuy
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG
( MUSYAWARAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN )
DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN
KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
OLEH :
WANDI SAPUTRA
NIM : 120565201066
Pembimbing utama : Bismar Arianto., S. Sos., M. Si
Pembimbing kedua : Kustiawan.,M.pol.,SC
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbingskripsi
mahasiswa disebut dibawah ini :
Nama : Wandi saputra
Nim : 120565201066
Jurusan : Ilmu Pemerintahan
Alamat : Jalan pendidikan. Perumaha SDN 002 Kel.Tembeling .
Email : [email protected]
Judul naskah : Partisipasi msyarakat dalam Musrenbang Desa Tembeling
Tahun 2015 kec. Teluk Bintan. Kabupaten Bintan.
Menyatakan judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tertib naskah
ilmiah dan dapat di terbitkan :
Tanjung Pinang, 5 Agustus 2017
Yang menyatakan :
Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II
Bismar Arianto, S.Sos., M.Si Kustiawan,M.Pol.SC
NIP. 198005292014041001 NIDN. 0507097301
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG DESA
TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN
TAHUN 2015
OLEH :
WANDI SAPUTRA
ABSTRAK
Partisipasi masyarakat dalam musrenbang desa tembeling diharapkan
dapat memberikan sumbangsihnya baik dalam bentuk pemikiran berupa masukan
dan saran dan juga bentuk tenaga untuk bersama pemerintah Desa dalam
perencanaan dan pembangunan desa. hal ini perlu dilakukan karena masyarakat
memiliki hak dan kewajiban dalam menyampaikan aspirasinya yang tertuang
dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 68 Bab VI, pasal 80 ayat 1
mempertegas lagi bahwa perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan
mengikutsertakan masyarakat, ayat 2 Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan
musrenbang desa. Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu hanya memaparkan situasi
atau peristiwa yang nyata tentang Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbang desa
di Desa Tembeling dan teori yang peneliti gunakan yaitu teori Tangkilisan (2005:
32) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :1).Partisipasi dalam memberikan
tanggapan informasi; 2).Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan;
3.)Partisipasi masyarakat dalam operasional pembangunan; 4).Partisipasi
masyarakat dalam menerima, memelihara hasil pembangunan. Teori ini diperkuat
dalam Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat
definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan
pasal 1 angka 7 dan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 68 tentang Desa, serta UU No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
peneliti sampaikan temuan – temuan yang terjadi di Desa Tembeling , yaitu 1).
lemahnya sosialisasi dari pemerintah Desa kepada masyarakat tentang
musrenbang desa. 2). lemahnya kerjasama antara Kepala Desa dan BPD dalam
mensosialisasikan tentang besarnya peran masyarakat dalam partisipasi secara
langsung dalam menyampaikan aspirasinya; 3). diakibatkan oleh kesibukan
masyarakat desa yang bekerja sehingga tidak hadir secara langsung dalam
musrenbang desa; 4). karena banyaknya usulan dari masyarakat namun
pelaksanaaan dari pemerintah desa sangat kurang, ini juga menjadi salah satu
penyebab rendahnya partisipasi masyarakat. masyarakat menjadi jenuh dah malas
karena banyak usulan yang diajukan namun pelaksanaan dari desa kurang.
Kata kunci : Partisipasi masyarakat, Musrenbang Desa
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG DESA
TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN
TAHUN 2015
OLEH :
WANDI SAPUTRA
ABSTRACT
Community participation in rural musrenbang Tembeling expected to give
a good contribution in the form of thought in the form of feedback and
suggestions and also the form of energy to be with the village government in the
planning and development of the village. this needs to be done because the public
has a right and duty to express their aspirations set forth in Law No. 6 of 2014 on
the village of Article 68 Chapter VI, Article 80, paragraph 1 confirm again that
the village development plan organized by involving the public, paragraph 2 of
the Village Government is obliged to keep musrenbang village. The methods that
researchers use in this research is descriptive qualitative method, only describe
situations or real events on Public Participation in Musrenbang village in the
Village Tembeling and theories that the researchers use the theory Tangkilisan
(2005: 32) that public participation can be seen from: 1) .Partisipasi in providing
feedback information; 2) .Partisipasi communities in development planning; 3.)
Public participation in development operations; 4) .Partisipasi communities in
receiving, maintaining the fruits of development. This theory is reinforced in
Regulation number 114 of 2014 on Village Planning contains definitions of Rural
Development Planning in the provisions of Article 1 point 7 and No. 6 In 2014
article 68 of the village, as well as Law No. 23 Year 2014 on Regional
Government. Based on the results of the study, researchers can convey findings
that occurred in the village Tembeling 1). weak socialization of the village
government to the people of the village musrenbang. 2). the lack of cooperation
between the Village Head and BPD in the dissemination of the pivotal role played
by the community in direct participation in conveying their aspirations; 3). due to
the busyness of the rural communities that work so it does not present directly in
the village musrenbang; 4). because of the many suggestions from the community,
but the execution of the village government is lacking, it also became one of the
causes of low participation. community became saturated dah lazy because many
proposals that were submitted, but the implementation of the village less.
Keywords: community participation, Musrenbang Village
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG
DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN
KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015
A. Latar belakang
Pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan
pemerintah daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar pembangunan
berjalan dengan efektif, efisien, tranparansi, dan akuntabel serta mendapat
partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan juga peningkatan daya saing
daerah, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,dan ke
khasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu di tingkatkan
dengan lebih memperhatikan aspek – aspek hubungan antara pemerintah pusat
dengan daerah dan atar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang
dan tantangan pesaing global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Pemerintahan daerah adalah penyelengaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ( UU No. 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah , Pasal 1.)
Indonesia sebagai sebuah negara dibangun diatas dan dari desa. Dan desa
adalah pelopor sistem demokrasi yang otonomi dan berdaulat penuh. Sejak lama,
desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial
masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah negara bernama Indonesia
ini. Namun, sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata
oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa terutama
pembangunan sumber daya manusianya sangat tidak terpikirkan. Istilah desa
disesuaikan dengan asal-usul, adat istiadat, dan nilai-nilai budaya masyarakat di
setiap daerah otonom di Indonesia. Setelah UUD 1945 diamandemen, istilah desa
tidak lagi disebut secara eksplisit.
Pemerintahan desa terdiri dari atas pemerintah desa yang meliputi Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa
merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama Badan permusyawaratan Desa (BPD).Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang
dibantu oleh perangat desa atau yang disebut dengan nama lain. ( UU Nomor 6
Tahun 2014 pasal 25 Bab V bagian ke satu )
Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang
dimiliki oleh daerah provinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.
Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat
istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa atau
nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui
dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Landasan
pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi,
otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.Otonomi desa merupakan
hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-
nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang
mengikuti perkembangan desa tersebut.Urusan pemerintahan berdasarkan asal-
usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota
diserahkan pengaturannya kepada desa
Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18
kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan
desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan adat istiadat desa. Dan menurut Pasal 19 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014
tentang Desa kewenangan desa meliputi:
1. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. kewenangan lokal berskala Desa;
3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah
4. Kabupaten/Kota; dan
5. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah
Pembangunan yang baik akan terselenggara apabila diawali dengan
perencanaan yang baik pula, sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku
pembangunan serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu, maka proses
perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, diantaranya melalui konsultasi
publik atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang
merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan
kesepakatan perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai
tingkatan wilayahnya. Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan,
diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan
musyawarah dan kegiatan pasca musrenbang. Musrenbang merupakan wahana
utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam penyusunan rencana
pembangunan nasional dan daerah di Indonesia.
Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku
kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara
berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang
desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat
Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil
musrenbang kabupaten/ kota juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang
provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional. Proses
musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang
dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat
kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan
daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di
tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan
disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.
UU no 6 tahun 2014 tentang desa pasal 80 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa :
1. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pasal 79
diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.
2. Dalam menyusun perencanaan dan pembangunan desa sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, pemerintah desa wajib menyelenggarakan
musyawarah perencanaan pembangunan desa.
Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat
definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan
pasal 1 angka 7 yang berbunyi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau
di sebut dengan nama lain yang selanjutnya Musrenbang Desa adalah
Musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan Desa yang didanai
oleh Anggaran dan Belanja Desa , swadaya masyarakat Desa, dan / atau
Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten / Kota.
Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya di desa-desa diselenggarakan
musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).
Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan penyusunan dokumen
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), karena suatu rencana
apabila tanpa anggaran sepertinya akan menjadi dokumen atau berkas belaka.
Kedua dokumen ini tidak terpisahkan, dan disusun berdasarkan musyawarah dan
mufakat.RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan infomasi publik.
Pemerintah desa merupakan lembaga publik yang wajib menyampaikan informasi
publik kepada warga masyarakat. Keterbukaan dan tanggung jawab kepada publik
menjadi prinsip penting bagi pemerintah desa.
Hal ini sejalan yang dinyatakan dalam undang-undang Desa, yaitu Belanja
desa diprioritaskan untuk memuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati
dalam musyawarah desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah daerah
kabupaten/kota dan kegiatan pemeberdayaan masyarakat desa ( UU No. 6 Tahun
2014 pasal 74)
Masyarakat desa seharusnya mengetahui pentingnya Musrenbang
(Musyawarah perencanaan dan pembangunan), khusus tingkat desa karena
Keterlibatan masyarakat dalam musrenbang sangat dibutuhkan untuk
mensinergiskan rencana pembangunan desa. Hal ini diperlukan guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Didalam forum musrenbang itu pula
masyarakat berhak menyampaikan pendapat dan asprasinya kepada peerintah desa
guna untuk kemajuan dan pembangunan desa.
Berkaitan dengan hak masyarakat desa dalam menyampaikan aspirasinya
tertuang dalam undang-undang nomor 6 Tahun 2014 pasal 68 tentang Desa Bab
VI hak dan kewajiban masyarakat yaitu :
1. Masyarakat desa berhak :
a. Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta
mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan
pembangunan , pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil.
c. Menyampaikan aspirasi , saran, dan pendapat lisan atau tulisan secara
bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan
pemberdayaan masyarakat desa.
2. Masyarakat desa berkewajiban :
Pada huruf (d).“memelihara dan mengembangkan nilai permusyarwaratan
permufakatan, kekeluargaan dan kegotongroyongan di desa.
Pada huruf (e) “ berpatisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.
Jadi, menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang hak dan kewajiban masyarakat
desa dalam hal ini adalah pentingnya masyarakat mengetahui bahwa masyarakat
berhak mengikuti kegiatan desa ,yaitu Musrenbang diperkuat oleh Undang-
undang tersebut. Dimana dikatakan masyarakat berhak menyampaikan aspirasi,
saran, pendapat, tentang kegiatatan penyelenggaraan , pelaksanaan, pembinaan
dan pemberdayaan masyarakat.
Bahkan masyarakat tidak hanya menyampaikan aspirasinya dalam
Murenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa)
namun juga mengawasi. Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan
penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) tapi
masyarakat diberikan hak untuk berpastisipasi dalam pelaksanaan dan bahkan
dalam pengawasan kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa. Di dalam
pelaksaan tersebut diartikan bahwa ketika hasil Musrenbang sudah ditetapkan
pada tahun yang telah ditentukan, maka maka dalam pelaksanaan masyarakat
bergotong-royong untuk melaksanakan program yang sudah ditetapkan tersebut
demi pembangunan desa untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. Begitu
juga dengan pengawasan , maka masyarakat berhak mengawasi program yang
telah ditetapkan didalam hasil musrenbang ,apakah sudah berjalan dengan baik
atau tidak . dan diperkuat lagi dengan UU No.6 Tahun 2014 pasal 68 tentang hak
dan kewajiban masyarakat desa pada huruf (e) “ masyarakat wajib ikut
berpatisipasi dalam berbagai kegiatan di desanya.
Desa Tembeling merupakan salah satu desa yang ada kecamatan Teluk
Bintan, Kabupaten Bintan. Jumlah penduduk Desa Tembeling berjumlah 1.105
jiwa atau 302 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri atas laki-laki yang berjumlah
575 jiwa dan perempuan yang berjumlah 530 jiwa. Sebagian besar dari penduduk
tersebut adalah suku melayu yang merupakan penduduk asli Desa Tembeling, dan
juga suku pendatang seperti : Jawa, Padang dan lain-lain.
Desa Tembeling mempunyai letak Wilayah Daratan dan Pesisir Pantai,
Tanjung, Teluk dan Sungai – sungai. Dalam perkembangannya Desa Tembeling
tumbuh dan berkembang sebagai Ibu Kota Kecamatan yakni Kecamatan Teluk
Bintan yang memiliki wilayah jasa, Perikanan, Perkebunan,Pertambangan dan
Daerah Pelabuhan Perdagangan yang sangat penting, khususnya Kecamatan
Teluk Bintan yang dihuni dengan berbagai macam etnis, suku dan agama yang
telah mampu hidup berdampingan dan rukun sebagai suatu kelompok Masyarakat
Desa Tembeling.
Berdasarkan observasi atau pra penelitian yaitu hari senin, tanggal 28
Desember 2015 di Desa Tembeling dan berdasarkan wawancara bersama
Sekretaris desa tentang kehadiran masyarakat dalam musyawarah perencanaan
dan pembangunan desa (Musrebang Desa) tahun 2015, maka penulis tertarik
untuk meneliti berkaitan partisipasi masyarakat terhadap Musrenbang di Desa
Tembeling tahun 2015 di kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan karena
dalam pelaksanaannya masih dijumpai masalah, sebagai berikut :
1. Partisipasi masyarkat di desa Tembeling tergolong rendah , ini seperti
yang katakan Bendahara desa, yang hadir hanya pengkat desa,BPD,
Dusun,RW, RT, untuk RT tidak semua RT yang bisa hadir , sedangkan
masyarakat hanya beberapa orang saja. Undangan di buat untuk 50
orang,namun dari masyarkat yang datang hanya beberapa orang saja. jadi,
ketika rapat di balai desa semua yang hadir termasuk kepala desa dan
perangkat, BPD, Dusun, RW, RT serta masyarakat, dari semua yang hadir
baik itu pemerintah desa, BPD, dan tamu undangan serta masyarakat
semuanya berjumlah 31 orang, dari jumlah 31 orang tersebut
masyarakatnya hanya 5 orang saja, selebihnya pemerintah desa dan
undangan dari Kecamatan. sedangkan Desa Tembeling memiliki 9 RT, 4
RW, 2 Dusun, melihat jumlah masyarakat yang begitu banyak di Desa
Tembeling, jadi asumsi sementara peneliti partisipasi masyarakat
tergolong rendah.
2. Minim sosialisasi dari pemerintah desa tentang rencana musyawarah
kegiatan musrenbang sehingga kurang mengakomodir kepentingan
masyarkat.
3. Dengan adanya, BPD dan RT masyarkat merasa sudah terwakili, jadi
banyak masyarakat memutuskan tidak hadir dalam rapat musrenbang,
yang seharusnya masyarakat hadir karena masyarakat memiliki hak
menyampaikan aspirasi, pendapat bahkan mengawasi penyelenggaraan
desa sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 68.
4. Selain itu, dari hasil pra penelitian yang dilakukan, peneliti mendapatkan
data hasil musrenbang dari tahun 2013 sampai 2015 data tersebut berupa
usulan Rencana Kerja Desa dari tahun 2013 sampai 2015. Data ini berguna
untuk memperkuat alasan peneliti memilih lokasi Desa Tembeling. Dari
data ini peneliti dapat melihat penyebab kurangnya partisipasi masyarakat
dalam musrenbang desa, karena setiap tahunnya dari tahun 2013 sampai
2015 banyak usulan yang tidak dilaksanakan oleh desa. Asumsi peneliti,
ketika usulan RKPDes banyak tapi pelaksanannya hanya sedikit, maka
masyarakat menjadi tidak mau dan malas mengikuti musrenbang, begitu
juga sebaliknya.
B. Kerangka Teori
1. Masyarakat
Dalam memahami konsep partisipasi masyarakat, sebaiknya terlebih dahulu
kita paham siapa yang berpartisipasi tersebut,yaitu masyarakat. Definisi dan
pengertian mengenai masyarakat telah banyak dikemukakan oleh para antropologi
dan sosiologi. Menurut Robert Mac Iver dalam Budiardjo (2002:33), masyarakat
adalah “suatu sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan (Society means a
system of ordered relations)”. Menurut perumusan Harold J. Laski dari London
School Of Economics and Political Science dalam Budiardjo (2002:34) maka
masyarakat adalah “sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama
untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama (A Society is a
group of human beings living together and working together for a satisfaction of
their mutual wants)”. Beberapa pengertian tentang masyarakat tersebut
dikemukakan dalam Soejono Soekanto (2003:24) dengan mengutip pendapat para
ahli antara lain :
1) Masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tatacara, dari wewenang
dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan
tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu
berubah (Mac Iver dan Page).
2) Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja
bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang
dirumuskan dengan jelas (Ralph Hinton).
3) Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan (Selo Soemardjan). Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan tentang masyarakat merupakan kelompok manusia sebagai satu
kesatuan dan merupakan satu sistem yang menimbulkan kebudayaan dan
kebiasaan dimana setiap orang merasa terikat satu sama lain yang mencakup
semua hubungannya baik dalam kelompok maupun individu di dalam satu
wilayah. Selain itu masyarakat dapat juga disimpulkan sebagai kesatuan hidup
manusia yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan
yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama.
2. Partisipasi masyarakat
Dalam konteks pembangunan Adisasmita (2006:38) mengatakan partisipasi
masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam
pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan
(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di masyarakat
lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan
aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban
dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek.
Adisasmita (2006:42) juga mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah
pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan
perencanaan dan implementasi program/proyek pembangunan, dan aktualisasi
kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap
implementasi pembangunan.
Beberapa hal yang dianggap penting untuk dibahas didalam penelitian ini
adalah partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses
adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan. Partisipasi adalah
penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi
organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk
berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam
setiap pertanggungjawaban bersama (Syafiie. 2009:141).
Berkaitan dengan proses pembangunan Adisasmita (dalam Solekhan,
2012:20) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan
pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam
perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan yang dikerjakan
dimasyarakat lokal.
Gaventa dan Valderama (dalam Solekhan, 2012:31) menegaskan bahwa
partispasi warga telah mengalihkan konsep partipasi dari sekedar kepedulian
terhadap “penerima derma” atau “kaum tersisih “ menuju ke suatu kepedulian
dengan pelbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan
pengambilan keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Lebih dari pada itu, partisipasi warga juga terefleksikan dalam
berbagai bentuk Rusidi dalam Siregar (2001:21) mengatakan ada empat dimensi
dalam berpartisipasi:
a. Sumbangan pemikiran (ide atau gagasan).
Sumbangan pemikiran adalah bagaimana masyarakat memberikan ide
pemikiran untuk pembangunan dan kemajuan di desa
b. Sumbangan materi (dana dan barang).
sumbangan materi yang diberikan dari masyarakat untuk pemerintah desa
pada saat tahapan pelaksanaan pembangunan
c. Sumbangan tenaga (bekerja).
sumbangan tenaga adalah sumbangan atau keikut sertaan masyarakat
tempatan dalam proses pembangunan desa
d. Memanfaatkan pembangunan.
memanfaat pembangunan yang sudah terlaksana bagaimana masyarakat
memanfaatkannya dan menjaganya.
Pandangan lain tentang bentuk-bentuk partisipasi warga tersebut
disampaikan oleh Cohen dan Uphoff (dalam Solekhan, 2012:32) yang
mengatakan bahwa bentuk-bentuk partisipasi warga itu dibagi menjadi empat
bentuk partisipasi, yang terdiri dari:
1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in decision making).
2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation).
3. Partisipasi dalam menerima manfaat (participation in benefits).
4. Partispasi dalam evaluasi (participation in evaluation).
Menurut Thubany dalam Purnamasari (2006:23) partisipasi penuh dapat
terwujud jika struktur kelembagaan memungkinkan warga untuk berpartisipasi
dan memutuskan persoalan mereka sendiri sehari-hari dan representasi
masyarakat yang terwakili secara proporsional di dalam setiap proses
pengambilan kebijakan atas nama kepentingan bersama. Oleh karenanya,
partisipasi masyarakat harus didasarkan pada (1) pembuatan keputusan, (2)
penerapan keputusan, (3) menikmati hasil, dan (4) evaluasi hasil. Sementara
empat aspek yang menjadi indikasi terbangunnya partisipasi, yakni :
1. informasi atau akses lainnya;
Akses, yaitu bahwa setiap warga masyarakat itu mempunyai kesempatan
untuk mengakses atau memengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk akses
dalam layanan publik dan akses pada arus informasi.
2. inisiatif (voice/suara) dan apresiasi warga (masukan),
Akses, yaitu bahwa setiap warga masyarakat itu mempunyai kesempatan
untuk mengakses atau memengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk akses dalam
layanan publik dan akses pada arus informasi.
3. mekanisme pengambilan keputusan
pengambilan keputusan, yaitu masyarakat bersama – sama Pemerintah Desa
membuat keputusan atas dasar kesepakatan bersama dan untuk kepentingan serta
kesejahteraan masyarakat bersama.
4. kontrol pengawasan.
Kontrol, yaitu bahwa setiap warga masyarakat mempunyai kesempatan dan
hak untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.Geddesian
(dalam Irma Purnamasari, 2008:43) mengemukakan bahwa pada dasarnya
masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana.
Keterlibatan masyarakat dapat berupa:
a. Pendidikan melalui pelatihan.
b. Partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi.
c. Partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah.
Menurut Juliantara (dalam Irma Purnamasari, 2008:45) substansi dari
partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada
kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah
dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan, lebih lanjut
dikatakan bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah:
1. Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri
(otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan
masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai
kecenderungan yang merugikan.
2. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi
aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa
partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan
masyarakat.
3. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat
diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. (Juliantara, 2002: 89-90).
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah : keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan peraturan Desa tentang alternatif solusi
untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah , dan
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Untuk penelitian ini maka peneliti menggunakan pendapat Tangkilisan (2005:
32 ) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :
1. Partisipasi dalam memberikan tanggapan informasi
merupakan peran serta masyarakat dalam menanggapi semua informasi
yang berkaitan dengan Musrenbang.
2. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan
merupakan partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan dalam
Musrenbang.
3. Partisipasi dalam operasional pembangunan
merupakan peran serta masyarakat dalam membantu berjalannya
pelaksanaan dengan ikut bekerja dan bergotong royong dalam
pelaksanaan program pembangunan.
4. Partisipasi dalam menerima dan memelihara pembangunan
merupakan merupakan peran serta masyarakat dalam memelihara hasil
pembangunan melalui perawatan yang dilakukan secara bersama – sama
oleh masyarakat.
Bagir Manan (2001:85) berpendapat berpartisipasi dapat dilakukan dengan cara :
1. mengikutsertakan dala tim atau kelompok kerja penyusunan
praturan daerah.
2. Melakukan Publik Hearing atau mengundang dalam rapat – rapat
penyusunan peraturan daerah.
3. Melakukan uji sahih kepada pihak tertentu untuk mendapatkan
tanggapan.
4. Melakukan loka karya ( work shop ) atas raperda sebelum secara
teori dibahas oleh DPRD.
5. Mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
Sudarningrum dalam sugiyah (2001 :38 ) mengklasifikasikan partisipasi
menjadi dua berdasarkan cara keterlibatan yaitu :
1. Partisipasi Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam
proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan
pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap
keinginan orang lain atau ucapannya.
2. Partisipasi Tidak Langsung
Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.
3. Perencanaan pembangunan
Perencanaan merupakan tahap awal dalam kegiatan pembangunan yang
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh penyelenggara pembangunan.
Huraerah (2011:79) menyatakan, perencanaan pembangunan kerap ditengarai
sebagai titik signifikan bagi keberhasilan pembangunan nasional di indonesia.
Karena perencanaan akan membawa pada suatu pilihan berhasil atau tidaknya
pencapaian tujuan pembangunan.
Pembangunan yang dilaksanakan dengan perencanaan yang baik pada
akhirnya dapat menghasilkan suatu pembangunan yang efektif, efisien, serta tepat
sasaran. Untuk itu, dalam melaksanakan perencanaan pembangunan diperlukan
unsur-unsur penting didalamnya. Kartasasmita (1997:49) mengemukakan,
perencanaan pembangunan harus memiliki mengetahui serta memperhitungkan
unsur pokok dalam pembangunan.
Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan diperlukan unsur-
unsur penting didalamnya termasuk keterlibatan masyarakat. Karena didalam
kegiatan perencanaan ada tujuan akhir yang hendak dicapai yaitu berbagai
kepentingan masyarakat. Selain itu, perencanaan yang dilaksanakan dalam rangka
untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan.
Untuk itu, dalammelaksanakan perencanaan pembangunan, berbagai elemen
masyarakat diharapkan dapat terlibat didalamnya, sehingga perencanaan yang
dilaksanakan merupakan perencanaan yang berdasarkan peran serta partisipati
masyarakat, atau dengan kata lain merupakan perencanaan partisipatisipasi.
Bagan 1.1
Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.
TAHAPAN MUSRENBANG DESA
Penyusunan RKP Desa pasal 29
(1).Pemerintah Desa menyusun RKP
Desa sebagai penjabaran RPJM Desa.
(2).RKP Desa disusun oleh
Pemerintah Desa sesuai dengan
informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota berkaitan dengan
pagu indikatif Desa dan rencana
kegiatan Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota.
(3). RKP Desa mulai disusun oleh
pemerintah Desa pada bulan Juli
tahun berjalan.
(4). RKP Desa ditetapkan dengan
peraturan Desa paling lambat akhir
bulan September tahun berjalan.
(5). RKP Desa menjadi dasar
penetapan APB Desa.
Penyusunan RKP Desa pasal 30
(1) Kepala Desa menyusun RKP Desa
dengan mengikutsertakan masyarakat
Desa.
(2) Penyusunan RKP Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan
kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan perencanaan pembangunan
Desa melalui musyawarah
Desa;
b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;
c. pencermatan pagu indikatif Desa dan
penyelarasan program/kegiatan
masuk ke Desa
d. pencermatan ulang dokumen RPJM
Desa;
e. penyusunan rancangan RKP Desa;
f. penyusunan RKP Desa melalui
musyawarah perencanaan pembangunan
Desa;
g. penetapan RKP Desa;
h. perubahan RKP Desa; dan
Untuk lebih detil penulis juga menambahkan tahapan pra Musrenbang
Desa dari sumber yang lain . Rianingsih Djohani (2008 : 6) adalah :
1. Pengorganisasian musrenbang terdiri dari kegiatan - kegiatan :
a. Adanya pembentukan Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM)
b. Pembentukan Tim Pemandu Musrenbang Desa oleh TPM ( 2 – 3 orang )
2.persiapan teknis musrenbang desa :
a. penyusunan jadwal dan agenda musrenbang
b. pengumuman dan penyebaran undangan peserta dan narasumber minmal 7 hari
sebelum hari – H.
c. persiapan logistik (tempat,konsumsi,alat dan bahan ).
3. pengkajian desa secara partisipatif, terdiri dari kegiatan – kegiatan :
a. kajian kondisi,permasalan,dan potensi desa (per Dusun /RW, dan isu
pembangunan bersama warga masyarakat.
b. penyusunan data dan informasi dari hasil kajian oleh Tim Pemandu
4. Penyusunan draf Rancangan awal RKP Desa, terdiri dari atas kegiatan –
kegiatan :
a. kajian ulang ( review) dokumen RPJM Desa dan hasil – hasil kajian desaoleh
TPM dan Tim Pemandu.
b. kajian dokumen data dan dan informasi kebijakan program dan anggaran
daerah oleh TPM dan Tim Pemandu.c. Penyusuanan draf Rancangan awal RKP
Desa dengan mengaccu pada kajian TPM dan Tim Pemandu.
4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat
definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan
pasal 1 angka 7 yang berbunyi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau
di sebut dengan nama lain yang selanjutnya Musrenbang Desa adalah
Musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur
masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan
prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan Desa yang didanai
oleh Anggaran dan Belanja Desa , swadaya masyarakat Desa, dan / atau
Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten / Kota.
Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 54 ayat 1
pengertian Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti
oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat Desa
untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan
pemerintah desa .
Santoso dan Gianawati (2005:19), mengemukakan bahwa didalam kegiatan
pembangunan yang mengutamakan partisipasi masyarakat akan membawa
manfaat, yaitu:
a. Efisien, karena sumberdaya serta kemampuan lokal dapat dipergunakan serta
pelibatan masyarakat sejak awal membantu perencanaan yang disusun tepat
sasaran;
b. Efektif, karena masyarakat lokal lebih memahami kondisi, potensi dan
permasalahannya, serta kebutuhannya lebih teridentifikasi;
c. Menjamin kemitraan, karena akan tercipta rasa saling percaya antar pelaku
pembangunan, sehingga dialog dan konsensus akan terwujud untuk meraih tujuan
yang disepakati bersama;
d. Memberdayakan kapasiatas, terjalin lewat upaya negosiasi (dialog) dan
pengelolaan pembangunan;
e. Memperluas ruang lingkup, karena masyarakat akan memahami tanggung
jawabnya dan berusaha mengembangkan aktifitas pembangunan;
f. Meningkatkan ketepatan kelompok sasaran, karena akan meningkatkan
ketepatan dalam mengidentifikasi kelompok sasaran (targeting) dari bebagai
program pembangunan;
g. Berkelanjutan, karena masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan ikut
serta menjaga proses maupun hasil pembangunan;
h. Memberdayakan kelompok marjinal, karena mereka memiliki kesempatan
untuk dapat mengambil peran dalam menentukan kegiatan pembangunan yang
tepat untuk mereka;
i. Meningkatkan akuntabilitas, karena jika dilakukan secara sungguh-sungguh
akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (akuntabilitas) terhadap pemerintah.
Untuk penelitian ini maka peneliti menggunakan pendapat Tangkilisan (2005:
32 ) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :
1. Partisipasi masyarakat dalam memberikan tanggapan informasi
merupakan peran serta masyarakat dalam menanggapi semua informasi
yang berkaitan dengan Musrenbang di Desa Tembeling.
2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
merupakan partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan dalam
Musrenbang di Desa Tembeling.
3. Partisipasi masyarakat dalam operasional pembangunan
merupakan peran serta masyarakat dalam membantu berjalannya
pelaksanaan dengan ikut bekerja dan bergotong royong dalam
pelaksanaan program pembangunan di Desa Tembeling.
4. Partisipasi masyarakat dalam menerima, memelihara, dan hasil
pembangunan
merupakan merupakan peran serta masyarakat dalam memelihara hasil
pembangunan melalui perawatan yang dilakukan secara bersama – sama
oleh masyarakat Desa Tembeling.
Untuk memperkuat teori, maka peneliti menggunakan teori lain yaitu teori
Bagir Manan (2001:85) berpendapat berpartisipasi dapat dilakukan dengan cara :
1. mengikutsertakan dala tim atau kelompok kerja penyusunan praturan
daerah.
2. Melakukan Publik Hearing atau mengundang dalam rapat – rapat
penyusunan peraturan daerah.
3. Melakukan uji sahih kepada pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan.
4. Melakukan loka karya ( work shop ) atas raperda sebelum secara teori
dibahas oleh DPRD.
5. Mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.
C. Hasil penelitian
1. Analisa Partisipasi Masyarakat Dalam Musrenbang Desa
Tembeling Tahun 2015.
a. Partisipasi dalam memberikan tanggapan informasi
1. Masyarakat ikut secara langsung dalam musrenbang desa yang di adakan
pemerintah desa.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan memang
benar adanya masyarakat ikut berpartisipasi dalam musrenbang desa, namun
masyarakat yang hadir hanya sedikit. Partisipasinya lebih kepada pasrtisipasi
secara tidak langsung karena yang hadir hanya RT/RW yang mewakili
masyarakat. jadi, masyarakat merasa sudah terwakili dan ntuk mendukung
pernyataan di atas peneliti mendapatkan data absensi musrenbang desa. didalam
absensi masyarakat tersebut dapat dilihat kehadiran masyarakat yang hadir di
musrenbang desa.
2. Masyarakat ikut aktif dalam sesi tanya jawab dalam musrenbang desa.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden di lapangan,
peneliti menemukan memang benar adanya sesi Tanya jawab dalam musrenbang
desa tembeling. Untuk mendukung pendapat ini , peneliti mendapat data hasil
musrenbang desa dari Tahun 2013 – 2016 , dari hasil musrenbang ini menunjukan
bahwa adanya pendapat, saran, dan masukan dari masyarakat yang buat dalam
bentuk RKPdes ( Rencana Kerja Pembangunan Desa ) atau pun hasil musrenbang
tersebut.
b. Masyarakat ikut aktif dalam berdialog (sesi tanya jawab)
ketika dalam musrenbang
1. Adanya penampungan aspirasi di tingkat dusun melalui musyawarah
dusun
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, memang benar adanya musyawarah
dusun terlebih dahulu sebelum musrenbang desa, ini diperkuat dengan adanya
dokumen musyawarah dusun, yaitu berita acara, absensi, dan hasil musyawarah
dusun.
2. Adanya nya keikutsertaan masyarakat secara tidak langsung
(perwakilan ) dalam musrenbang desa.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan bahwa
memang benar adanya partisipasi secara tidak langsug ( perwakian ) dalam
musrenbang desa yaitu hanya RT/RW yang mewakili masyarakat. ini di tunjukan
dengan adanya absensi musrenbang desa Tahun 2015.
c. Partisipasi dalam operasional pembangunan
1. Masyarakat ikut bekerja dan bergotong royong dalam pembangunan
desa.
Berdasarkan hasil penelitian, memang benar adanya ikut bekerja
membangun desa dengan bergotog royong, untuk memperkuat pendapat ini
peneliti mendapatkan dokumentasi masyarakat saling bergotong royong.
d. Partisipasi dalam menerima dan merawat pembangunan
1. Pembangunan yang dilaksanakan bermanfaat dan Masyarakat ikut
merawat pembangunan yang telah dibuat.
Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan tidak semua
warga desa tembeling mau merawat pembangunan yang telah di laksanakan, ada
juga yang tidak mau merawat seperti di kampung pulau ladi , bangunan balai desa
dan pos siskamling sudah tidak terawat lagi. Ini di tunjukan dengan dokumentasi
foto yang peneliti peroleh di lapangan.
D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Partisipasi masyarakat Desa Tembeling tergolong partisipasi rendah, yaitu
dapat diihat dari kehadiran di musrenbang desa, dan juga kehadiran pada tingkat
musyawarah dusun dalam rangka menampung aspirasi atau gagasan dari
masyarakat dan partisipasi masyarakat lebih kepada pasrtisipasi secara tidak
langsung yaitu hanya mengandalkan perwakilan dari RT/RW setempat.
a. Sedangkan, faktor yang menghambat partisipasi masyarakat yaitu
pertama,lemahnya kerjasama antara Kepala Desa dan BPD dalam
mensosialisasikan tentang besarnya peran masyarakat dalam partisipasi
secara langsung dalam menyampaikan aspirasinya,
b. Kedua, diakibatkan oleh kesibukan msyarakat desa yang bekerja
sehingga tidak hadir secara langsung dalam musrenbang desa.
c. Ke tiga, karena banyaknya usulan dari masyarakat namun pelaksanaaan
dari pemerintah desa sangat kurang, ini juga menjadi salah satu
penyebab rendahnya partisipasi masyarakat. masyarakat menjadi jenuh
dah malas karena banyak usulan yang diajukan namun pelaksanaan dari
desa kurang.
2. Saran
a. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) sebagai lembaga yang berfungsi
salah satunya sebagai tempat masyarakat desa menyalurkan aspirasi harus
berperan aktif dala mengoptimalkan penyerapan dan penyaluran aspirasi
masyarkat desanya, karena fungsi ini telah diamanatkan dalam UU No. 6
Tahun 2014 Tentang Desa dalam pasal 68.
b. Jika masyarakat menyepakati bahwa RT/RW sebagai perwakilan
masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya ditingkat musrenbang
Desa Tembeling, maka sebelumnya harus ada penyerapan atau
penampungan aspirasi masyarakat ditingkat dusun atau RT setempat.
Agar RT setempat lebih mudah menyampaikan usulan kepada
pemerintah desa karena sudah menampung aspirasi dari masyarkat.
c. Masyarakat Desa Tembeling sebaiknya ikut berpartisipasi secara
langsung dalam menyampaikan aspirasinya dalam forum musrenbang
desa agar masyarakat memahami informasi te tang pembangunan desa
untuk kepentingan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku - buku
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Perdesaan dan Perkotaan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Arikunto,Suharsimi.2006. prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta :
Rineka Cipta
Budiarjo, Miriam. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia
Pustaka Utama,
Davis, Keith. 2000. Perilaku dalam Organisasi,Edisi ke tujuh. Jakarta : Erlangga
Diamar son, 2004. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan.
Jakarta : CV. Cipruy.
Djohani. Rianingsih dkk. 2008 .panduan penyelenggara musrenbang desa,
Bandung : Studio Driya Media.
Eko, Sutoro. 2003. Mengkaji ulang good governance. Institute Research and
Empowerment. Yogyakarta
H.A.R. Tilaar. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan : Kajian Manajemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan.
Jakarta : Rinika Cipta
Holil, Soelaiman. 2005. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.
Bandung
Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat: Model &
Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.
Isbandi, Rukminto Adi,2007. Perencanaan Partisitoris Berbasis Aset Komunitas:
dari pemikiran menuju penerapan. Depok. FISIP UI Press
Kartasasmita , Ginanjar , dkk. 2005. Pembaharuan dan Pemberdayaan.Ikatan
Alumni ITB
Khairul Muluk, 2007. Menggugat partisipasi public dalam pemerintahan Daerah,
Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi
Manan, Bagir. 2001. Menyongsong fajar Otonomi Daerah. Pusat Studi Hukum
UI. Yogyakarta
FIA-UNIBRAW
Miraza, Bachtiar Hassan. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.
Bandung : ISEI
Moleong, Lexy J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung :
Remaja Rosda Karya
Ndraha, Taliziduhu, 2006. Budaya Organisasi. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurmianto, Eko . 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya :
Guna Widya
Santoso, Budhy & Gianawati, Nur dyah. 2005. Manajemen Pembangunan
Berbasis Masyarakat: Perencanaan Pembangunan Partisipatif.
Jember : Perform Project
Sarwono,Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Siregar. I. 2001. Tesis Penanggulanagn kemiskinan melalui pemberdayaan
masyarakat nelayan. Universitas
Indonesia, Depok
Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. Bogor :
IPB Press.
Soekanto, Soejono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT .Raja Grafindo
Persada
Sugiyono.2005. Metode penelitian Administratif. Bandung : CV. Alfabeta
Sundariningrum. 2001. Klasifikasi Partisipasi. Jakarta : Graisindo
Sumaryadi, I Nyoman.2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan
Pemberdayaan Masyarakat .
Jakarta : CV. Citra Utama
Solekhan, Moch. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara
Tangkilisan, Hassel Nogi.s. 2007. Penataan Birokrasi Era Milenium.
YPAPI. Yogyakarta
Usman, Husaini. 2006. Manajemen-teori, praktik dan riset pendidikan
Bumi aksara: Jakarta
Purnamasari, Dewi. 2006. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
Pembangunan . Jakarta : Universtas Indonesia
Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah
Berdasarkan Paradigma Baru. Semarang :
Ciyaps Diponegoro Universiti
B. Jurnal
Fadil, Faturrahman. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Kota Baru Tengah.
Sofi, Kohen. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Kuala
Sempang Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan Tahun 2014.
Suji, Inti wasiati Masruhen. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa Tahun 2013.
C. Dokumen
Republik Indonesia. 2014. Undang – undang no. 6 tahun 2014 tentang Desa.
Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.
Republic Indonesia. 2014. Undang – Undang No. Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.
Republik Indonesia, 2014. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan
Desa memuat definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.
Lembaran RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.